Anda di halaman 1dari 17

KONTRASEPSI MANTAP PADA WANITA

I. PENDAHULUAN Meskipun prevalensi penggunaan kontrasepsi sudah tinggi, kehamilan yang tidak diinginkan masih sering terjadi. Di Inggris, angka kejadian aborsi pada tahun 2003 adalah 17,5 per 1000 wanita usia subur dan 31,4 per 1000 wanita yang berusia 20-24. Namun, tidak semua kehamilan yang tidak diinginkan berakhir pada aborsi. Sekitar 30% kelahiran bayi berasal dari kehamilan yang tidak direncanakan.1 Keefektifan suatu alat atau metode kontrasepsi tergantung dari tingkat kegagalan dari alat kontrasepsi tersebut ketika digunakan. Selain itu, tergantung juga dari bagaimana cara kerjanya dan seberapa mudah metode kontrasepsi tersebut digunakan.1 Ada beberapa metode dalam kontrasepsi, yaitu kontrasepsi sederhana, kontrasepsi efektif, dan kontrasepsi mantap. Kontrasepsi sederhana, terdiri dari kontrasepsi tanpa alat (metode amenorea laktasi, senggama terputus (koitus interuptus), pantang berkala, metode suhu badan basal, dan lendir serviks) dan kontrasepsi dengan menggunakan alat (kondom). Kontrasepsi efektif, terdiri dari: kontrasepsi hormonal (pil, injeksi, implan) dan alat kontrasepsi dalam rahim atau AKDR. Kontrasepsi mantap, terdiri dari tubektomi dan vasektomi.2 Kontrasepsi mantap atau sterilisasi, yang disebut juga kontrasepsi operatif, telah menjadi jenis kontrasepsi yang paling populer, dan merupakan suatu metode kontrasepsi yang bersifat permanen. Jumlah pasien yang menjalani prosedur sterilisasi di Amerika Serikat, baik itu tubektomi maupun vasektomi, tidak dapat dihitung secara akurat karena sebagian besar dilakukan pada pusat rawat jalan. Namun, Westhoff dan Davis (2000) mengakses data dari National Survey of Family of Family Growth, dan mengestimasi bahwa terdapat sekitar 700.000 orang yang menjalani prosedur tubektomi per tahun. Sayangnya, terdapat sangat banyak aturan federal yang mengurungkan niat para wanita untuk melakukan tindakan sterilisasi secara sukarela. Dari 700.000 wanita di Amerika Serikat yang menjalani prosedur tubektomi, sebagian dari mereka dilakukan pasca persalinan dan sebagian lagi melalui rawat jalan. Sebelas juta wanita di Amerika Serikat yang berusia 15-44 tahun mempercayakan tubektomi bilateral sebagai metode kontrasepsi, dan lebih dari 190 juta pasangan di dunia menggunakan sterilisasi sebagai kontrasepsi permanen yang aman dan terpercaya. 1

Sedangkan, vasektomi merupakan kontrasepsi permanen bagi pria. Pada tahun 2002, sekitar 526.501 prosedur vasektomi dilakukan di Amerika Serikat, dengan laju 10,2/1000 pria usia 25-49 tahun.3,4,5,6

II.

KONTRASEPSI MANTAP WANITA DENGAN LAPARATOMI

A. Epidemiologi Persentase wanita yang menggunakan sterilisasi sebagai metode kontrasepsi meningkat sekitar 5% (rentang usia 20-24 tahun) sampai sekitar 50% pada wanita usia 40-44 tahun. Metode kontrasepsi ini aman (pada jangka waktu pendek dan panjang), memiliki efisasi yang tinggi, dan harga murah.7 Kemampuan sterilisasi yang unik sebagai metode kontrasepsi jangka panjang adalah alasan yang penting mengapa metode kontrasepsi ini menjadi populer. Hal ini membuat sterilisasi menjadi metode yang ideal untuk kontrasepsi permanen di negara-negara berkembang di mana akses ke jasa kesehatan terbatas.7

B. Keuntungan Metode sterilisasi pada wanita tidak menggunakan hormon. Metode ini merupakan metode kontrasepsi yang permanen. Tidak ada data yang melaporkan bahwa wanita yang telah menjalani sterilisasi mengalami perubahan libido, siklus menstruasi, atau gangguan laktasi. Motivasi juga hanya dilakukan sekali saja, sehingga tidak diperlukan motivasi yang berulang-ulang. Selalin itu, sterilisasi juga memiliki efektivitas hampir 100%. Sterilisasi pada wanita biasanya dilakukan dalam sehari (one day care).2,4 Wanita yang memilih metode kontrasepsi sterilisasi tidak perlu lagi khawatir tentang kehamilan atau efek samping dari metode kontrasepsi yang telah dijalani. Sterilisasi tidak mengganggu hasrat seksual, dan banyak orang yang mengatakan bahwa sterilisasi dapat meningkatkan hasrat seksual karena dapat menghilangkan ketakutan akan kehamilan yang tidak diinginkan.8 Keuntungan sterilisasi pada wanita yang paling populer adalah mampu mengurangi risiko dari kanker ovarium. Suatu penelitian prospektif yang diikuti oleh 396.000 wanita dalam 9 tahun menunjukkan bahwa risiko kanker ovarium 2

menurun sekitar 30% pada kelompok yang menjalani ligasi tuba. Meskipun mekanismenya belum diketahui (beberapa orang mengatakan bahwa penutupan tuba melindungi ovarium dengan mencegah zat-zat karsinogen masuk ke traktus reproduksi bagian atas), namun ini adalah hal yang paling menguntungkan. Penutupan tuba tidak mencegah kolonisasi organisme penyakit menular seksual pada traktus reproduksi bagian bawah, tetapi dapat mengurangi risiko salpingitis dan peritonitis pelvis.1

C. Kekurangan Sterilisasi pada wanita adalah suatu prosedur yang melibatkan suatu anestesi regional atau anestesi umum. Ini adalah suatu metode kontrasepsi yang permanen, sehingga pasien mungkin saja menyesal dengan keputusannya nanti, terutama wanita-wanita yang berusia di bawah 30 tahun. Kadar penyesalan ini tidak dapat diukur karena perasaan wanita dapat berubah-ubah suatu saat nanti, namun suatu penelitian melaporkan bahwa penyesalan terjadi pada 26% wanita.4 Kekurangan lainnya, antara lain:8 Kegagalan prosedur ini sangat jarang, kurang dari 1%, tetapi dapat terjadi. Sebagian dari kegagalan prosedur ini adalah kehamilan ektopik yang membutuhkan tindakan operasi Setelah prosedur sterilisasi dilakukan, wanita tersebut mungkin saja mengalami rasa lelah, pusing, mual, dan mungkin rasa nyeri pada abdomen dan bahu. Tetapi gejala-gejala ini dapat menghilang dalam waktu 1-3 hari. Komplikasi serius dari tindakan sterilisasi pada wanita sangat jarang, dan kebanyakan terjadi pada prosedur abdominal. Komplikasi-komplikasi ini termasuk perdarahan, infeksi, dan reaksi pada obat-obatan anestesi.

D. Indikasi Sterilisasi tuba diindikasikan pada wanita yang menginginkan metode kontrasepsi yang permanen dan bebas dari segala masalah ginekologi yang dapat menyulitkan prosedur kontrasepsi. Sterilisasi tuba juga diindikasikan pada wanita di mana kehamilan dapat membahayakan dirinya dari segi medis.5,8

Sterilisasi tuba postpartum diindikasikan pada setiap pasien yang secara medis stabil setelah melahirkan pervaginam (biasanya dalam waktu 48 jam) dan adanya keinginan pasien untuk berkontrasepsi secara permanen. Oleh karena itu, pasien harus benar-benar telah diberikan informed consent tentang prosedur kontrasepsi.9

E. Kontraindikasi Pasien yang tidak ingin atau ragu-ragu dalam menjalani tindakan sterilisasi merupakan kontraindikasi absolut untuk dilakukan tindakan ini. Pada tindakan sterilisasi dengan menggunakan teknik laparoskopi, pasien-pasien dengan disfungsi atau penyakit-penyakit kardiopulmoner merupakan kontraindikasi untuk dilakukan tindakan ini.5 Selain itu, kontraindikasi tindakan sterilisasi ditujukan terutama pada wanita-wanita postpartum dengan:9 Terdapat suatu keadaan medis postpartum yang tidak stabil, misalnya perdarahan, infeksi, hipertensi yang tidak terkontrol, HELLP syndrome). Pasien tidak ingin atau ragu-ragu menjalani prosedur tersebut. Terdapat atau pasien dicurigai mengalami kelainan/abnormalitas pada uterus, tuba fallopi, atau kavum intraabdominal Tidak sesuai dengan peraturan daerah setempat atau agama tertentu. Status dari bayi yang dilahirkan tidak jelas.

F. Prosedur 1. Persiapan pasien Setelah informed consent, pasien diposisikan untuk melakukan tindakan sterilisasi. Pasien diposisikan pada posisi supinasi dengan kedua tangan berada di samping. Posisi Tredenlenburg dapat membantu agar posisi usus dapat terangkat ke atas. Prosedur anestesia yang dapat dilakukan meliputi anestesi epidural, spinal, dan anestesi umum.9 2. Persiapan alat Perlengkapan standar laparotomi, seperti hemostats; klem Kelly, Kocher, dan Allis; gunting Metzenbaum dan Mayo; needle driver dan forsep jaringan; skalpel. Peralatan lain meliputi klem Babcock, forsep Singley, catcgut plain 4

atau klip Fishie dan aplikator, retraktor kecil (Army-Navy atau S-shaped), catgut untuk fascia dan kulit, skin drapping, dan beberapa peralatan lainnya.9

Gambar 1. Peralatan-peralatan untuk tindakan sterilisasi (dikutip dari kepustakaan 9)

3.

Teknik operasi a. Setelah buli-buli dikosongkan, dan pasien sudah berada di bawah pengaruh anestesi, kita masuk ke dalam kavum abdomen dengan cara melakukan insisi semilunar atau insisi vertikal dilakukan pada 2-3 cm infraumbilikal. Angkat kulit dengan menggunakan klem Allis.9

Gambar 2. Masuk ke dalam cavum abdomen (dikutip dari kepustakaan 9)

b.

Setelah itu, kita melakukan visualisasi fundus uteri dan tuba, dengan cara meletakkan dua retraktor kecil pada tempat insisi kemudian kita mulai mengidentifikasi fundus. Retraktor jenis Army-Navy lebih mudah digunakan (seperti gambar di bawah ini), namun pada kasus di mana bagian subkutan lebih tebal, retraktor jenis S-shaped lebih efektif.9 5

Gambar 3. Visualisasi fundus uteri dan tuba dengan menggunakan retraktor ArmyNavy (dikutip dari kepustakaan 9)

Dengan menggunakan 2 retraktor, operator menarik retraktor tersebut ke arah adneksa sambil membuka insisi, sedangkan operator lainnya bersiap-siap untuk mengambil tuba fallopi yang tervisualisasi dengan menggunakan klem Babcock. Jika tuba fallopi sudah terklem dengan menggunakan klem Babcock, angkat dengan lembut sampai berada di atas luka insisi. Tuba harus dipastikan terlihat sampai fimbria untuk memastikan bahwa struktur yang terklem adalah struktur yang benar.9

Gambar 4. Tuba fallopi diangkat melewati luka insisi (dikutip dari kepustakaan 9)

c.

Kemudian, lakukan oklusi tuba (tubektomi).8 Ada beberapa metode dalam melakukan tubektomi, antara lain:2,9 1) Metode Pomeroy atau modifikasi Pomeroy9

Identifikasi tuba fallopi, angkat bagian proksimal tuba dengan menggunakan klem Babcock, bebaskan dari vaskuler yang berasal dari mesosalping.9 (gambar A)

Pastikan bahwa tuba fallopi yang diklem (bukan ligamen) dengan menelusuri tuba sampai ke fimbriae. Benang yang dapat diabsorpsi (plain catgut atau catgut 1-0) ditempatkan di sekeliling tuba kemudian diikat dengan kuat, dengan demikian aliran darah terhenti secara spontan.9 (gambar B)

Sebuah hemostat ditempatkan pada jahitan untuk mencegah tuba tertarik ke perut. Gunting Metzenbaum digunakan untuk menggunting tuba, menembus mesosaping sekitar 1 cm dari batas ikatan.9 (gambar C)

Hasil akhirnya, benang akan diserap dan tuba fallopi akan kembali ke posisi anatomis semula dengan bagian proksimal dan distal.9 (gambar D)

Gambar 5. Tubektomi dengan metode Pomeroy (dikutip dari kepustakaan 10)

Keuntungan dari metode Pomeroy adalah mudah dilakukan, dan memiliki efektifitas yang tinggi. Angka kegagalan berkisar antara 00,4%.2,9 2) Metode Parkland Metode ini hampir sama dengan metode Pomeroy. Pertamatama, identifikasi bagian avaskuler dari mesosalping.9 (gambar A) 7

Buat lubang di daerah tersebut dengan menggunakan gunting Metzenbaum sambil mengangkat tuba dengan menggunakan klem Babcock.9 (gambar B)

Bagian tengah dari tuba sekitar 2 cm, diikat pada bagian proksimal dan distal dengan menggunakan catgut plain.9 (gambar C)

Bagian tuba yang berada di antara benang, kemudian dipotong.9 (gambar D)

Gambar 6. Tubektomi dengan metode Parkland (dikutip dari kepustakaan 9)

3) Metode Madlener Metode ini lebih jarang dilakukan daripada metode Pomeroy dan metode Parkland. Langkah-langkah yang dilakukan pada metode ini adalah: Bagian ampulla dari tuba diangkat dan kedua segmen dijepit dengan menggunakan hemostat.9 (gambar A) Sebuah benang yang tidak dapat diabsorpsi digunakan untuk mengikat tuba yang telah dijepit. Tidak ada jaringan yang dibuang. Bagian yang telah diikat lama-kelamaan akan nekrosis.9 (gambar B)

Gambar 7. Tubektomi dengan metode Madlener (dikutip dari kepustakaan 9)

4) Metode Irving Tuba fallopi dibagi pada pertemuan isthmus dan ampulla, dan pada akhir jahitan, benang tetap dibiarkan panjang untuk menarik tuba dan untuk langkah selanjutnya.9 (gambar A) Dengan menggunakan alat yang tumpul, sebuah terowongan dibuat pada miometrium uteri dan bagian proksimal dari tuba ditarik ke dalam terowongan tersebut dan dijahit.9 (gambar B) Bagian distal tuba kemudian disatukan dengan ligamnetum latum. Jahitan tambahan mungkin diperlukan untuk menutup luka akibat insisi yang telah dibuat.9 (gambar C)

Gambar 8. Tubektomi dengan metode Irving (dikutip dari kepustakaan 9)

5) Metode Uchida Larutan saline-epinefrin diinjeksi ke dalam subserosa pada bagian ampulla tuba.9 (gambar A)

Bagian serosa kemudian diinsisi dengan menggunakan gunting, sehingga bagian muskular dari tuba terlihat. Lapisan muskular dari bagian yang dipotong menjadi lebih tinggi sementara bagian serosa secara simultan kembali ke bagian proksimal dan distal tuba.9 (gambar B)

Bagian proksimal dari lapisan muskular tuba diikat dan dipotong. Bagian proksimal tuba yang diikat kemudian dikembalikan di dalam bagian serosa.9 (gambar C)

Sebuah jahitan dibuat pada bagian distal tuba dan disimpul. Jahitan tambahan mungkin diperlukan untuk menutup luka pada mesosalping.9 (gambar D)

Gambar 9. Tubektomi dengan metode Uchida (dikutip dari kepustakaan 9)

6) Metode Kroener Fimbriektomi Teknik fimbriektomi dikemukakan oleh Kroener yang menemukan cara tubektomi dengan mengikat bagian distal ampulla dengan dua buah jahitan permanen kemudian membuang bagian infundibulum dari tuba. Ligasi dan hemostasis terjadi secara simultan. Keuntungan dari teknik ini adalah sangat kecilnya kemungkinan kesalahan mengikat ligamentum rotundum. Angka kegagalan 0,19%. Langkahlangkah metode ini, antara lain:2,9 Sebuah jahitan melewati mesosalping dan ditempatkan pada bagian distal dari ampulla tuba. Jahitan kedua ditempatkan 10

berdekatan

dengan

jahitan

pertama,

kemudian

potong

infundibulum.9 (gambar bagian atas) Setelah bagian distal tuba dibuang, tampaklah tuba fallopi seperti di gambar.9 (gambar bagian bawah)

Gambar 10. Tubektomi dengan metode Kroener Fimbriektomi (dikutip dari kepustakaan 9)

7) Metode Aldridge Pada metode Aldridge, peritoneum dari ligamentum latum dibuka dan kemudian tuba bagian distal bersama-sama dengan fimbriae ditanam ke dalam ligamentum latum. Langkah-langkah metode Aldridge, antara lain:9 Dengan diseksi tumpul, sebuah lubang dibuat dalam

ligamentum latum. Jahitan traksi ditempatkan dalam lapisan muskular dari bagian distal tuba dan digunakan untuk menarik infundibulum ke dalam peritoneum.9 (gambar bagian atas) Beberapa jahitan dengan menggunakan benang yang tidak dapat diabsorpsi digunakan untuk memancung infundibulum ke subperitoneal. Harus dipastikan bahwa fimbria tuba harus benarbenar tertanam di bawah peritoneum.9 (gambar bagian bawah)

11

Gambar 11. Tubektomi dengan metode Aldridge (dikutip dari kepustakaan 9)

III.

KONTRASEPSI MANTAP WANITA DENGAN HISTEROSKOPI A.Pendahuluan

Prinsipnya sama seperti laparoskopi, hanya pada histeroskopi tidak dipakai trocar, tetapi suatu vakuum cervical adaptor untuk mencegah keluarnya gas saat dilatasi cervix/cavum uteri. 10 Tampaknya prospek prosedur histeroskopi untuk kontap wanita cukup baik karena :10 1. Sederhana 2. Mudah dipelajari 3. Anastesi minimal 4. Dapat dikerjakan secara rawat jalan. Saat ini dikenal dua macam alat histeroskop :10 1. Kontak histeroskop 2. Panaromik histeroskop

Pada alat histeroskop yang lama, diperlukan dilatasi dari canalis cervicalis dan dilatasi dari cavum uteri. Dilatasi cavum uteri dapat dilakukan dengan : 10 12

a. Cairan aqueous Kerugian : menjadi sangat cepat keruh/ berawan oleh sekret dan darah. b. Cairan dengan viskositas tinggi seperti Silicone oils, Dextran 32%. Tetapi sering cairan viskositas tinggi ini masih tidak konstan dalam memberikan pandangan penglihatan yang baik. c. Gas CO2 yang diberikan melalui alat histeroflator. Dilatasi canalis cervicalis dan cavum uteri sudah tidak diperlukan karena pada alatalat histeroskop pada saat ini sudah jauh lebih kecil (Mikro-histeroskop), dengan diameter 3-4 mm untuk alat histeroskopnya sendiri dan 5-7 mm untuk tabung-tabung histeroskopnya.

Contoh Alat Histeroskopi (Diambil dari kepustakaan 12) B. Keuntungan Histeroskopi 10 1. Tidak diperlukan insisi. 2. Dapat secara rawat jalan karena prosedurnya cepat/singkat. 3. Tidak diperlukan General Anestesi 4. Tidak ada bekas operasi 5. Pemulihan yang cepat

13

C. Kekurangan Histeroskopi 10 1. Risiko perforasi uterus dan luka bakar (pada elektro-koagulasi). 2. Angka kegagalan tinggi (11-35% pada fulgurasi histeroskopik). 3. Risiko kehamilan ektopik/kehamilan cornu. 4. Sering timbul kesulitan tehnis dalam mencari lokasi orificium tubae. 5. Oklusi tuba fallopii mungkin tidak segera efektif. D. Kontra-indikasi Histeroskopi 13 1. Pada Kehamilan atau diduga terjadi kehamilan. 2. Ketidakpastian tentang non reversible sterilisasi. 3. Infeksi panggul atau pernah menderita infeksi panggul dalam waktu dekat. 4. Terdapat kelainan anatomis pada uterus atau tuba dimana dapat menghambat akses ke salah satu atau kedua ostia tuba. 5. Alergi terhadap media kontras ( Tidak dapat menjalan pemeriksaan radiologi HSG (HisteroSalpingoGraphy).

E. Prosedur Histeroskopi 10 Pada umumnya tidak diperlukan persiapan-persiapan khusus : 1. Persiapan pre-operatif. a. Pengosongan kandung kencing sendiri. b. Asepsis dan anti-sepsis daerah vulva, perineum dan vagina. c. Posisi litotomi. 2. Pemberian neurolept-analgesia + anastesi lokal bila diperlukan. 3. Pada alat histeroskop : a. Dilatasi canalis cervicalis dengan dilator Hegar No. 8. b. Pemasangan adaptor serviks.

14

c. Dilatasi cavum uteri dengan cairan aqueous, cairan bervis kositas tinggi atau gas CO2. d. Tabung histeroskop dimasukkan disusul oleh alat histeroskopnya. 4. Oklusi ostium tubae pada utero-tubal junction, dapat dilakukan dengan : a. Oklusi kimiawi (pada umumnya diperlukan 1-3 aplikasi). b. Oklusi mekanis dengan intra-tubal devices. c. Elektro-koagulasi/thermo-koagulasi.

Gambar 12. Prosedur Kontrasepsi Mantap Wanita dengan Histereskopi (Diambil dari kepustakaan 11)

Gambar 13. Gambaran dari HisteroSalpingografi dimana gambar sebelah kiri Pemasangan alat intra tubal bilateral dan gambar sebelah kanan Oklusi Tuba komplit. (Diambil dari kepustakaan 12)

15

F. Efektivitas Histeroskopi 10 Angka kegagalan oklusi tuba fallopii dengan cara elektro-koagulasi masih tinggi yaitu 11-48%. Salah satu sebab dari kegagalan mungkin karena panjang kerusakan tuba fallopii yang ditimbulkan oleh elektro-koagulasi masih terlalu pendek (5mm) dan kerusakannya terlalu dalam. Ini menyebabkan nekrosis dengan akibat selanjutnya ostium tubae membesar. Disamping itu, kehamilan yang timbul oleh karena kegagalan oklusi tuba fallopii kemungkinan besar merupakan kehamilan ektopik, yang dapat terjadi di : a. Bagian interstitium tuba (kehamilan interstitial). b. Cornu uterus (didalam myometrium dari cornu uterus= kehamilan cornu).

G. Perawatan Post-Operatif histeroskopi 10 1. Analgetika dan antibiotika bila diperlukan. 2. Vaginal suppositoria yang bakterisidal bila diperlukan. 3. Senggama dapat dilakukan sekehendak pasangan tersebut.

H. Komplikasi Histeroskopi 10 1. Gejala-gejala karena vaso-vagal refleks. 2. Perdarahan. 3. Infeksi. 4. Perforasi uterus. 5. Perforasi luka/ luka bakar usus (pada elektro-koagulasi). 6. Gejala-gejala karena masuknya gas intra-vaskuler.

16

DAFTAR PUSTAKA Glasier A. Contraception. In: Edmonds DK, editor. Dewhursts textbook of obstetrics and gynaecology seventh edition. United Kingdom: Blackwell Publishing; 2007. p. 299, 311-4. Affandi B, Albar E. Kontrasepsi. Dalam: Anwar M, Baziad A, Prabowo RP, editor. Ilmu kandungan edisi ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011. hlm. 456-62. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom KD, editors. Williams obstetrics twenty-second edition. New York: McGraw Hill; 2007. Samra-Latif OM. Contraception [Online]. 2011 [Cited on 2012 Oct 6]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/258507-overview#aw2aab6b7. Zurawin RK. Tubal sterilization [Online]. 2011 [Cited on 2012 Oct 6]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/266799-overview#showall. March CM. Female tubal sterilization: traditional and research methods. In: Shoupe D, Kjos SL, editors. The handbook of contraception: a guide for practical management. Totowa, New Jersey: Humana Press; 2006. p. 205-207. Simon H, Zieve D. Birth control options for women-female sterilization [Online]. 2008 [Cited on 2012 Oct 6]. Available from: http://www.umm.edu/patiented/articles/what_female_sterilization_000091_9.html. OConnel NG. Postpartum tubal sterilization [Online]. 2011 [Cited on 2012 Oct 6]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1848524-overview#showall. Eisenberg DL, Sciarra JJ. Surgical procedures for tubal sterilization [Online]. 2008 [Cited on 2012 Oct 6]. Available from: http://www.glowm.com/?p=glowm.cml/section_view&articleid=399.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10. Levie MD. Hysteroscopic Sterilization [Online]. 2008. [Cited on 2012 Oct 25]. Available from : http://www.touchbriefings.com/pdf/3185/levie.pdf 11. Smith RD. Contemporary Hysteroscopic Method For Female Sterillization [Online]. 2009. [Cited on 2012 Oct 25]. Available from : http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0020729209003993 12. Saunders D. Essure Hysteroscopic Sterillization [Online]. 2010. [Cited on 2012 Oct 25]. Available from : http://www.obgmanagement.com/PDF/supplOBG_essure.pdf 13. Womens Health and Education Center. Hysteroscopic Sterilization [Online]. 2009 [Cited on 2012 Oct 26]. Available from : http://www.womenshealthsection.com/content/gyn/gyn028.php3

17

Anda mungkin juga menyukai