A. Defenisi
1. Induksi Persalinan
Induksi persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung
sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang
timbulnya his.
Tujuan Induksi
• Mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan
kehamilan
• Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks
dan penurunan janin tanpa meyebabkan hiperstimulasi uterus atau
komplikasi janin
• Agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin dan
memaksimalkan kepuasan ibu
Indikasi
Indikasi melakukan induksi persalinan antara lain:
1. Ibu hamil tidak merasakan adanya kontraksi atau his. Padahal kehamilannya
sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih (sembilan bulan lewat).
2. Induksi juga dapat dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu
menderita tekanan darah tinggi, terkena infeksi serius, atau mengidap
diabetes.
3. Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan
diduga akan beresiko atau membahayakan hidup janin.
4. Membran ketuban pecah sebelum ada tanda-tanda awal persalinan.
5. Plasenta keluar lebih dahulu sebelum bayi.
Induksi persalinan dengan Metode Bedah
1. Stripping of the membranes
Stripping of the membranes dapat meningkatkan aktivitas fosfolipase
A2 dan prostaglandin F2α (PGF2 α) dan menyebabkan dilatasi serviks
secara mekanis yang melepaskan prostaglandin. Stripping pada selaput
ketuban dilakukan dengan memasukkan jari melalui ostium uteri
internum dan menggerakkannya pada arah sirkuler untuk melepaskan
kutub inferior selaput ketuban dari segmen bawah rahim. Risiko dari
teknik ini meliputi infeksi, perdarahan, dan pecah ketuban spontan serta
ketidaknyamanan pasien
2. Amniotomi
Diduga bahwa amniotomi meningkatkan produksi atau menyebabkan
pelepasan prostaglandin secara lokal. Risiko yang berhubungan dengan
prosedur ini meliputi tali pusat menumbung atau kompresi tali pusat,
infeksi maternal atau neonatus, deselerasi denyut jantung janin,
perdarahan dari plasenta previa atau plasenta letak rendah dan
kemungkinan luka pada janin.
2.Induksi Aborsi
Induksi aborsi adalah prosedur yang dilakukan untuk mengakhiri
kehamilan. Sebagian besar induksi aborsi dilakukan pada 12 minggu
pertama kehamilan. Sebelum melakukan prosedur ini, dilakukan
pemeriksaan untuk memastikan kehamilan. Petugas kesehatan akan
menanyakan keadaan kesehatan anda dan melakukan pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan darah. Pemeriksaan USG dilakukan untuk memastikan
usia kehamilan anda. Untuk aborsi yang dilakukan pada kehamilan lanjut,
induksi dilakukan dengan obat yang ditaruh ke dalam vagina, disuntikkan
ke rahim, atau diberikan melalui infus. Obat ini biasanya akan
menyebabkan persalinan dalam waktu 12 jam dan terjadi aborsi akan
terjadi dalam waktu 12-24 jam
Risiko Tindakan Aborsi
Tindakan aborsi adalah prosedur dengan risiko rendah, namun dapat terjadi
beberapa komplikasi:
Aborsi inkomplit – hal ini jarang namun dapat terjadi kehamilan tidak
dikeluarkan seluruhnya sehingga menimbulkan perdarahan dan infeksi
Infeksi – Infeksi dapat terjadi apabila bakteri dari vagina atau serviks masuk
ke dalam rahim setelah aborsi
Perdarahan – Perdarahan sedikit setelah terjadi aborsi adalah hal yang normal
Kerusakan rahim – Pada saat dilakukan aborsi, kadang ujung dari alat yang
digunakan dapat menembus dinding rahim (perforasi) atau merobek serviks.
Jika hal ini terjadi, maka dibutuhkan operasi lebih lanjut. Organ lain seperti
usus dan kandung kemih juga dapat terluka bila terjadi perforasi
Kematian – risiko kematian pada tindakan aborsi kurang dari 1 : 100.000
dengan cara aspirasi vakum. Untuk wanita yang aborsi dengan obat-obatan,
risiko kematiannya sekitar 1:100.000.
Tipe Aborsi Medis:
Terdapat 4 tipe dari aborsi dengan obat:
Pil mifepristone dan pil misoprostol
Pil mifepristone dan misoprostol vaginal
Methotrexate dan misoprostol vaginal
Misoprostol vaginal
D.Komplikasi
Semua prosedur memiliki potensi komplikasi. Dengan penghentian kehamilan
sekitar 1 dari 100 orang akan mengalami beberapa komplikasi dari prosedur ini.
Komplikasi ringan jelas jauh lebih mungkin daripada masalah serius.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah:
Perdarahan Berlebihan: Kadang pendarahan yang sangat berat dapat terjadi
pada saat prosedur dan jarang perlu masuk ke rumah sakit (sekitar 1 dari
5000 pasien). Perdarahan berkepanjangan setelah penghentian kehamilan
dapat terjadi (sekitar 1 dari 200 pasien) yang biasanya tidak memerlukan
perawatan khusus.
Sisa Jaringan: Komplikasi ini menyebabkan perdarahan vagina sangat berat
disertai nyeri kram. Ini terjadi ketika semua jaringan kehamilan belum
sepenuhnya hilang pada saat operasi (sekitar 1 dari 200 pasien). Ini mungkin
tidak terbukti pada saat prosedur. Ulangi pengisapan rahim biasanya
diperlukan tanpa biaya tambahan.
- Infeksi: Sejumlah kecil orang mungkin mengalami infeksi rahim dan lebih
jarang berada di dalam tuba (sekitar 1 dari 200 pasien) setelah penghentian
kehamilan. Gejala infeksi adalah sakit perut, suhu dan keputihan dengan atau
tanpa perdarahan. Bila dirawat dengan benar, kesuburan masa depan tidak
terpengaruh.
- Perforasi Uterus: Salah satu instrumen yang digunakan selama operasi dapat
melubangi dinding rahim lembut yang menyebabkan lubang kecil (sekitar 1in
1000 pasien). Biasanya ini bukan masalah besar dan pengamatan di rumah
sakit mungkin diperlukan. Jarang operasi mungkin diperlukan untuk
memperbaiki dinding rahim.
- Kehamilan yang Berlanjut: Terkadang, terutama jika prosedurnya dilakukan
sangat dini pada kehamilan, kehamilan mungkin tidak akan hilang. Jika gejala
kehamilan bertahan lebih dari 1 minggu setelah penghentian, Anda harus
kembali untuk pemeriksaan.
- Kehamilan Ektopik: Sekitar 1 dari 200 kehamilan tumbuh di dalam tuba dan
tidak di rahim. Saat penghentian, kami tidak menemukan jaringan kehamilan.
Jika kehamilan di dalam tuba dikonfirmasi, masuk ke rumah sakit dan
dikeluarkannya kehamilan akan diperlukan.
- Trauma Serviks: Kerusakan pada leher rahim (leher rahim) tidak lebih dari
1%. Angka ini lebih rendah bila aborsi dilakukan pada awal kehamilan
(trimester pertama) dan bila dilakukan oleh dokter berpengalaman.
Terkadang, bahkan tanpa trauma, adhesi bisa terbentuk selama pembukaan
serviks
Efek Psikologis: Hanya sebagian kecil wanita yang mengalami masalah
psikologis jangka panjang setelah mengalami aborsi. Hal ini sangat umum
untuk merasakan beberapa emosi negatif setelah prosedur dan biasanya
merupakan kelanjutan dari gejala yang ada sebelum aborsi. Di sisi lain, efek
jangka panjang dan negatif pada ibu dan anak mereka dilaporkan terjadi di
mana aborsi ditolak.
- Resiko Lainnya: osiasi yang terbukti antara aborsi dan infertilitas masa
depan.
E.Prognosis