Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN PADA NN.

D DENGAN DIAGNOSA MEDIS


ABORTUS PROVOCATUS DIRUANGAN KAMAR BERSALIN RSUD
UNDATA PROVINSI SULAWESI TENGAH

DISUSUN OLEH

NUR IDAYANTI

P07120121013

PRECEPTOR AKADEMIK PRECEPTOR KLINIK

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

JURUSAN DIII KEPERAWATAN PALU

T.A 2023
KONSEP DASAR ABORTUS PROVOCATUS

A. Pengertian
Abortus (keguguran) merupakan pengeluaran hasil konsepei
sebelum  janin dapat hidup diluar kandungan yang menurut para ahli
sebelum usia 16 minggu dan 28 minggu dan memiliki BB 400-1000 gram,
tetapi jika terdapat fetus hidup dibawah 400 gram itu diamggap keajaiban
karena semakin tinggi BB anak waktu lahir makin besar kemungkinan
untuk dapat hidup terus (Sofian dalam Nurarif dan Kusuma, 2015)
(Susilowati, 2019)
Abortus merupakan berakhirnya atau pengeluaran hasil konsepsi
oleh akibat-akibat tertentu pada atau sebelum kehamilan berusia 20
minggu atau  berat badan janin kurang dari 500 gram atau buah kehamilan
belum mampu untuk hidup diluar kandungan.
Definisi abortus menurut WHO adalah penghentian kehamilan
sebelum janin  berusia 20 minggu karena secara medis janin tidak bisa
bertahan di luar kandungan. Sebaliknya bila penghentian kehamilan
dilakukan saat janin sudah berusia berusia di atas 20 minggu maka hal
tersebut adalah infanticide atau pembunuhan janin.
B. Penyebab
1. Abnormalitas embrio atau janin merupakan penyebab paling sering
untuk abortus dini dan kejadian ini kerapkali disebabkan oleh cacat
kromosom.
2. Abnormalitas uterus yang mengakibatkan kelainan kavum uteri
atau halangan terhadap pertumbuhan dan pembesaran uterus,
misalnya fibroid, malformasi kongenital, prolapsus atau retroversio
uteri.
3. Kerusakan pada serviks skibat robekan yang dalam pada saat
melahirkan atau akobat tindakan pembedahan (dilatasi, amputasi)
4. Penyakit-penyakit maternal dan penggunaan obat: penyakit
mencakup infeksi virus akut, panas tinggi, dan inokulasi, misalnya
pada vaksinasi terhadap penyakit cacar. Nefritis kronis dan gagal
jantung dapat mengakibatkan anoksia janin. Kesalahan pada
metabolisme asam folat yang diperlukan untuk perkembangan
janin akan mengakibatkan kematian janin. Obat-obat tertentu,
khususnya preparat sitotoksik, akan mengganggu proses normal
pembelahan sel yang cepat. Prostaglandin akan menyebabkan
aortus dengan merangsang kontraksi uterus.
5. Trauma, tapi biasanya jika terjadi langsung pada kavum uteri.
Hubungan seksual, khususnya kalau terjadi orgasme, dapat
menyebabkan abortus pada wanita dengan menyebabkan abortus
pada wanita dengan riwayat keguguran berkali-kali.
6. Faktor-faktor hormonal, misalnya penurunan sekresi progedteron
diperkirakan sebagai penyebab terjadinya abortus pada usia
kehamilan 10-12 minggu, yaitu pada saat plasenta mengambil alih
fungsi korpus luteum dalam produksi hormone.
7. Sebab-sebab psikomatik: stres dan emosi yang kuat diketahhui
dapat mempengaruhi fungsii uterus lewat sistem hipotalamus-
hipofise. Banyak dokter obstetri yang melaporkan kasus-kasus
abortus spontan dengan riwayat stres, dan biasanya mereka juga
menyebutkan kehamilan yang berhasil baik (pada wanita dengan
riwayat stres berat) setelah kecemasan dihilangkan.
C. Klasifikasi
Berdasarkan kejaadiannya dapat dibagi atas dua kelompok;
1. Aborsi spontan
Terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor meknis ataupun
medisnalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
Klasifikasi abortus spontan:
a. Abortus iminens
Pada abortus ini terlihat perdarahan per vaginam.
Pada 50% kasus, perdarahan tersebut hanya sedikit
berhenti setelah berlangsung beberapa hari, dan kehamilan
berlangsung secara normal. Meskipun demikian, wanita
yang mengalaminya mungkin tetap merasa khawatir akan
akibat perdarahan pada bayi. Biasanya kekhawatirannya
akan dapat diatasi dengan menjelaskan kalau janin
mengalami gangguan, maka kehamilannya tidak akan
berlanjut: upaya perawatn untuk meminta dokter membantu
menenteramkan kekhawatiran pasien merupakan tindakan
yang bijaksana. Terapi yang dianjurkan pada abortus
iminens adalah tirah baring dan penggunaan sedatif selama
paling sedikit 48 jamdengan observasi cermat terhadap
warna dan jenis drah/jaringan yang keluar dari dalam
vagina. Preparat enema dan laksatif idak boleh diberikan.
Pemeriksaan USG terhadap isi uterus dikerjakan pada
stadium ini dan kemudian bisa diulangi lagi 2 minggu
kemudian. Pasangan suami-istri dianjurkan untuk tidak
senggama selama periode ini.

b. Abortus insipiens
Abortus ini ditandai oleh kehilangan darah sedang
hingga berat,kontraksi uterus yang menyebabkan nyeri
kram pada abdomen bagian bawah dan dilatasi serviks.
Jika abortus tidak terjadi dalam waktu 24 jam, uterus harus
dikosongkan dengan menggunakan forseps ovum, alat kuret
dan kanula pengisap; semua bahan yang dikirim untuk
pemeriksaan histologi. Antibiotik sering diberikan pada
stadium ini.
c. Abortus kompletus
Abortus ini terjadi kalau semua produk oembuahan
seperti janin, selaput ketuban dan plasenta sudah keluar.
Perdarahan dan rasa nyeri kemudian akan berhenti, serviks
menutup dan uterus mengalami involusi.
d. Abortus inkompletus
Abortus ini berkaitan dengan retensi sebagian
produk pembuahan (hampir selalu plasenta) yang tidak
begitu mudah terlepas pada kehamilan dini seperti halnya
pada kehamilan aterm. Dalam keadaan ini, perdarahan tidak
segera berkurang sementara serviks tetap terbuka.
e. Missed abortion
Abortus ini terjadi kalau sesudah mengalami abortus
iminens, perdarahan per vaginam berhenti namun produk
pembuahan meninggal dan tetap berada dalam rahim.
Tanda-tanda kehamilan berkurang, yaitu: payudara
menjadi lebih kecil dan lebih lunak, pertumbuhan uterus
terhenti, dan wanita tersebut tidak lagi ‘merasa’hamil.
Sesudah beberapa minggu, sekret kecoklatan dapat terlihat
keluar dari dalam vagina dan tanda-tanda eksternal
kehamilan menghilang. Hipofibrinogenemia dapat terjadi.
Bekuan darah dari perdarahan plasennta kadang-kadang
memenuhi uterus untuk membentuk mola karneosa.
Evakuasi spontan akhirnya terjadi pada sekitar usia
kehamilan 18 minggu dan sebagian dokter beranggapan
bahwa tindakan yang lebih aman adalah menunggu
evakuasi spontan. Namun demikian, wanita meminta dokter
untuk mengeluarkannya secepat mungkin setelah
menyadari bahwa bayinya sudah meninggal. Keadaan ini
memberikan situasi yang sangat sulit.
f. Abortus akibat inkompetensi serviks
Biasanya terjadi di sekitar usia kehamilan 20
minggu. Serviks berdilatasi tanpa rasa nyeri dan kantong
janin menonjol. Pada kehamilan berikutnya, abortus dapat
dicegah dengan membuat jahitan seperti tali pada mulut
kantong ( purse-string suture) yang dilakukan dengan
pembiusan di sekeliling serviks pada titik temu antara rugae
vagina dan serviks yang licin (jahitan Shirodkar). Jahitan
tersebut dibiarkan sampai kehamilan berusia 38 minggu
dan pada saat ini, jahitan dipotong sehingga persalinan
spontan diharapkan akan mulai terjadi. Angka keberhasilan
jahitan Shirodkar mencapai 80% pada kasus-kasus
inkompetensi serviks murni.
g. Abortus habitualis
Abortus ini digunakan kalau seorang wanita
mengalami tiga kali atau lebih abortus spontan yang terjadi
berturut-turut. Penyebab abortus habitualis lebih dari satu
(multipel). Dan sering terdapat lebih dari satu faktor yang
terlibat.
h. Abortus septik
Infeksi dapat mempersulit setiap jenis abortus
karena resistensi normal saluran genitalia pada hakikatnya
tidak terdapat saat ini. Abortus kriminalis (abortus ilegal
yang dilakukan secara gelap) masih menjadi penyebab
infeksi yang paling serius karena tidak dilakukan secara
aseptik. Faktor lain yang terlibat adalah keberadaan produk
pembuahan, yaitu jaringan plasenta yang mati di dalam
rahim. Infeksi dapat menyerang endometrium dan
menyebar ke bagian lain secara langsung atau tidak
langsung untuk menyebabkan peritonitis, salpingitis, dan
septikemia.
2. Abortus provokatus (induced abortion) terjadi karena sengaja
dilakukam dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus
ini terbagi menjadi dua kelompok:
a. Abortus Medisinalis ( Abortus therapeutica)
Merupakan abortus yang diinduksi secara buatan, baik
untuk alasan terapeutik (bila kehamilan dilanjutkan dapat
membahayakan jiwa ibu) maupun alasan lain.
b. Abortus Kriminalis Abortusyang terjadi oleh karena
tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan
indikasi medis.(Susilowati, 2019)
D. Tanda dan gejala
Seorang wanita diduga mengalami abortus apabila dalam masa
reproduksi mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami
haid yang terlambat, juga sering terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri
pada perut bagian bawah (Mitayani,2013:23).
Setelah dilakukan pemeriksaan ginekologi di dapatkan tanda-tanda sebagai
berikut:
1. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil
konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulva.
2. Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau
sudah teertutup, ada/tidak jaringan yang keluar dari ostium,
ada/tidak jaringan yang berbau busuk dari ostium.
3. Colok vagina : posio masih terbuka/sudah tertutup, teraba/tidak
jaringan pada uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia
kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyangkan, tidak nyeri pada
perabaan adneksia, kavum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.
E. Masalah Masalah yang terjadi
1. Perdarahan (Hemorrage)
2. Perforasi sering terjadi di waktu dilatasi dan kuretase yang
dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli seperti dukun anak, dll
3. Infeksi dan tetanus
4. Payah ginjal akut
5. Syok karena perdarahan banyak dan infeksi berat (sepsis)
(Susilowati, 2019
F. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi
1. Faktor Fetal Abortus pada usia kehamilan awal pada umumnya
disebabkan oleh abnormalitas zigot, atau plasenta. Abnormalitas
kromosom ditemukan sekitar 60-75% kasus abortus spontan. Dan
angka abortus yang disebabkan kelainan kromosom akan semakin
berkurang seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.
Abnormalitas kromosom diturunkan dari gen kedua orang tuanya.
2. Faktor Maternal
a. Kelainan anatomi uterus Adanya kelainan anatomi uterus
seperti Leiomyoma yang besar dan multipel atau adanya
sinekia uterus ( Ashermann Syndrome) dapat meningkatkan
risiko abortus. Malformasi kongenital yang disebabkan oleh
abnormalitas fusi Ductus Müllerii dan lesi yang didapat
memiliki pengaruh yang sifatnya masih kontroversial.
Pembedahan pada beberapa kasus dapat menunjukkan hasil
yang positif. Inkompetensia servik bertanggung jawab
untuk abortus yang terjadi pada trimester II. Tindakan
cervical cerclage pada beberapa kasus memperlihatkan
hasil yang positif.
b. Infeksi
Beberapa jenis infeksi dan hubungannya dengan abortus
telah diteliti secara luas, missal : Lysteria monocytogenes,
Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum,
Toxoplasma gondii, dan Virus (Herpes simplex,
Cytomegalovirus, Rubella ) memiliki hubungan yang
bervariasi dengan semua jenis abortus spontan. Data
penelitian yang menghubungkan infeksi dengan abortus
menunjukkan hasil yang beragam,sehingga American
College of Obstetricians and Gynecologyst menyatakan
bahwa infeksi bukan penyebab utama abortus trimester
awal.
c. Penyakit Metabolik
Abortus sering dihubungkan dengan adanya penyakit
metabolik pada ibu seperti tuberkulosis, Diabetes Mellitus,
Hipotiroidisme, dan anemia.Anemia dapat mengurangi
suplai oksigen pada metabolisme ibu dan janin karena
dengan kurangnya kadar hemoglobin maka berkurang pula
kadar oksigen dalam darah. Hal ini dapat memberikan efek
tidak langsung pada ibu dan janin antara lain kematian
janin, meningkatnya kerentanan ibu pada infeksi dan
meningkatkan risiko terjadinya prematuritas pada bayi).
d. Faktor Imunologi
Sindroma Antibodi Fosfolipid adalah gangguan imunologi
autoimunitas yang ditandai dengan adanya antibodi dalam
sirkulasi yang melawan fosfolipid membran dan setidaknya
memperlihatkan satu sindroma klinik spesifik (abortus
berulang, trombosis yang penyebabnya tak jelas dan
kematian janin).Penegakkan diagnosa setidaknya
memerlukan satu pemeriksaan serologis untuk konfirmasi
diagnosis (antikoagulansia lupus, antibodi
kardiolipin).Pengobatan pilihan adalah aspirin dan heparin
(atau prednison dalam beberapa kasus tertentu).
e. Trauma Fisik
Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan
sering kali dilupakan.Yang diingat hanya kejadian tertentu
yang dapat menyebabkan Abortus. Namun, sebagian besar
abortus spontan terjadi beberapa waktu setelah kematian
mudigah atau janin.
3. Faktor Paternal
Faktor paternal Tidak banyak yang diketahui tentang faktor
paternal (ayah) dalam terjadinya abortus spontan.yang jelas,
translokasi kromosom pada sperma dapat menyebabkan abortus.
G. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi dalam desidua basalis, diikuti nekrosis
jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda
asing dalam uterus. Sehingga menyebabkan uterus berkonsentrasi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut. Apabila pada kehamilan kurang dari
8 minggu, nilai khorialis belum menembus desidua serta mendalam
sehingga hasil konsempsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Apabila
kehamilan 8 sampai 4 minggu villi khorialis sudah menembus terlalu
dalam sehingga plasenta tidak dapat dilepaskan sempurna dan
menimbulkan banyak pendarahdan daripada plasenta. Perdarahan tidak
banyak jika plasenta tidak lengkap. Peristiwa ini menyerupai persalinan
dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai
bentuk, adakalanya kantung amnion kosong atau tampak didalamnya
benda kecil tanpa bentuk yang jelas (missed aborted). Apabila mudigah
yang mati tidak dikelurakan dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi
oleh lapisan bekuan darah. Ini uterus dinamakan mola krenta. Bentuk ini
menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dalam sisinya
terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain
adalah mola tuberose dalam halini amnion tampak berbenjol-benjol karena
terjadi hematoma antara amnion dan khorion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat
terjadi proses modifikasi janin mengering dan karena cairan amnion
menjadi kurang oleh sebab diserap. Ia menjadi agak gepeng (fetus
kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas
pigmenperkamen.
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan
ialah terjadinya maserasi, kulterklapas, tengkorak menjadi lembek, perut
membesar karena terasa cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-
merahan.(Susilowati, 2019)

H. Penatalaksanaan
1. Istirahat baring Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam
pengobatan karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran
darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanis.
2. Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
3. Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila klien tidak
panas dan empat jam bila pasien panas.
4. Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan cairan
antiseptikuntuk mencegah infeksi terutama saat masih
mengeluarkan cairan coklat.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan
2-3 minggu stelah kehamilan.
2. Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin
masih hidup.
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
(Susilowati, 2019)
KONSEP PENGKAJIAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien berupa nama, alamat, umur, status, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal lahir, nomor RM, diagnosa
medis, jenis kelamin.
b. Identitas pengguang jawab berupa nama, alamat,
tanggallahir, status, agama, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan pasien, jenis kelamin.
2. Riwayat kesehatan \
a. Keluhan utama Keluhan utama yang dirasakan pasien.
b. Riwayat penyakit sekarang Pengkajian kondisi kesehatan
pasien saat ini.
c. Riwayat kesehatan dahulu Pengkajian riwayat penyakit di
masa lalu yang berhubungan kodisi kesehatan saat ini.
d. Riwayat kesehatan keluarga Pengkajian riwayat penyakit
keluarga, misalnya tentang ada atau tidaknya riwayat alergi,
stroke, penyakit jantung, diabetes melitus.
3. Pengkajian fungsional Gordon Perubahan pola kebutuhan dasar
manusia sebelum sakit dan sesudah sakit
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi
c. Pola eliminasi
d. Pola istirahat dan tidur
e. Pola personal hygiene
f. Pola aktivitas
g. Pola kognitif dan persepsi
h. Pola konsep diri
i. Pola hubungan dan peran
j. Pola seksual dan reproduksi
k. Pola penanganan masalah stress
l. Pola keyakinan dan nilai-nilai

4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan kesadaran umum
b. Tanda tanda vital berupa tekanan darah, nadi, pernapasan,
suhu
c. Pemeriksaan head to toe e
5. Pemeriksaan penunjang
a. Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup,
bahkan 2-3 minggu stelah kehamilan.
b. Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah
janin masih hidup
c. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(D.0077)
C. Perancanaan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria INTERVENSI


Keperawatan Hasil
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan dengan intervensi keperawatan (1.08238)
agen pencedera selama 1x24 jam maka Observasi
fisiologis nyeri akut menurun -identifikasi
dengan kriteria hasil: lokasi,karakteristik ,d
-klien tampak meringis urasi ,frekuensi ,kuali
menurun tas intensitas nyeri
-klien tampak gelisa -identifikkasi skala
menurun nyeri
-klien tampak kesulitan Terapeutik
tidur menrun -fasilitasi istrhat tidur
Edukasi
-jelaskan strategi
meredahkan nyeri
Kolaborasi
-kolaborasi
pemberian obat
DAFTAR PUSTAKA
Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika, 13(1)7.
https://doi.org/10.22219/sm.v13i1.5449

Darmawati. (2011). Mengenali abortus dan faktor yang berhubungan


dengan kejadian abortus. Idea Nursing Journal, II (1)

Mulyaningasih, D. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Abortus

Oliver, J. (2018). Tanda dan Gejala Nyeri. Journal of Chemical


Information and Modeling ,53(9)

Susilowati, R. U. (2019). LAPORAN PENDAHULUAN ABORTUS .

Anda mungkin juga menyukai