Anda di halaman 1dari 93

BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

MATERI RINGKAS
KISI-KISI SOAL UKOM KEPERAWATAN

I. KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


1. TRIASE
1) Label hitam
Pasien meninggal atau cedera Parah yang jelas tidak mungkin untuk diselamatkan.
2) Label merah
Penderita Cedera berat dan memerlukan penilaian cepat dan tindakan medik atau transport
segera untuk menyelamatkan hidupnya. Misalnya penderita gagal nafas, henti jantung, Luka
bakar berat, pendarahan parah dan cedera kepala berat.
3) Label kuning
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera dan tingkat yang kurang berat dan
dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. misalnya cedera abdomen
tanpa shok, Luka bakar ringan.
4) Label hijau
Pasien dengan cedera minor dan tingkat penyakit yang tidak membutuhkan pertolongan segera
serta tidak mengancam nyawa dan tidak menimbulkan kecacatan.
2. Intial Assessment and Management of the trauma patient
1) PRIMARY SURVEI
konsep DR – CAB
a. Danger
 Aman diri
 Aman lingkungan
 Aman pasien
Metode pengecekan menggunakan metode :
 Look : Lihat
apakah ada gerakan dada (gerakan bernapas), apakah gerakan tersebut simetris ?
 Listen : Dengarkan
apakah ada suara nafas normal, dan apakah ada suara nafas yang abnormal.
 Feel : Rasakan
Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa napas dari korban

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

b. Respon
 Alert / sadar
 Verbal
 Pain
 Unresponsive
c. Airway
Jenis-jenis suara nafas tambahan :
a) Snoring: mengorok
airway tersumbat oleh lidah atau jaringan – jaringan di tenggorokan.
 OPA, dilakukan pada pasien tdk sadar
 NPA, dilakukan pada pasien sadar dan ada reflek muntah
b) Gargling: berkumur – kumur
disebabkan adanya muntahan isi lambung, darah, atau cairan lain.
Suction = lama tindakan 10 – 15 detik.
 Soft tip : Untuk penghisapan caian
 Rigid tip :Untuk darah yang mengumpal
c) Stidor
Suara yang keras selama menarik nafas (inspirasi) kemungkinan karena laring yang
membengkak dan menyumbat airway bagian atas.
d) Wheezing: mengi
Terdengar selama : inspirasi dan ekspirasi, secara klinis lebih jelas pada saat ekspirasi.
Penyebab :akibat udara melewati jalan napas yang menyempit/tersumbat sebagian.
Dapat dihilangkan dengan batuk.
e) Crowing
suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan (edema) pada
trakea, untuk pertolongan dilakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja

Jika suara napas tidak terdengar karena ada hambatan total pada jalan napas, maka
dapat dilakukan :

a) Jaw thrust
Dilakukan pada pasien yang curiga trauma servical, multiple trauma, jejas di atas
clavicula, raccoon eye
b) Head tilt chin lift
Dilakukan pada pasien non trauma

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

c) Back blow untuk bayi dan anak


sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan telapak tangan daerah diantara
tulang scapula di punggung
d) Neck cholar
Beathel sign, jejas muka, rinorhea
d. Berathing
a. Masalah oksigenasi
a) Nasal kanul
 Aliran oksigen 1 – 6 liter/menit
 Saturasi oksigen 95 – 100 %
b) RM
 Aliran oksigen 6 – 10 liter/menit
 Saturasi oksigen 90 – 94 %
 Tidak ada katub
c) NRM
 Aliran oksigen 10 – 12 liter/menit
 Saturasi oksigen < 85 %
 Ada katub
b. Masalah yang sering muncul
a) Open pneumothorax
 Nyeri pada lokasi yang cidera
 Napas pendek
 Terdengar suara bubbling
 Penutupan luka dilakukan dengan memakai Kassa 3 sisi
b) Tension pneumothorax
 Trauma tembus atau benda tajam
 Suara napas berkurang atau hilang pada sisi yang cidera
 Distensi vena dan distensi trachea
 Penanganannya dengan needle thorakosintesis mid II kavicula
c) Flail chest
 Perkembangan dada tidak simetris
 Fraktur iga 2 – 3
d) Hematothorax massif
 Adanya darah dalam rongga pleura
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Penanganannya WSD
e) Tamponade jantung
 Jvp melemah
 Bunyi jantung melemah
 Penanganannya Perikardiosintesis
e. Circulation
 Control perdarahan dengan balut tekan. Jika patah tulang pada daerah yang
menampung cairan darah banyak bisa mengakibatkan Syok.
Adapun kondisi perdarahan yang bisa mengakibatkan Syok adalah pada
daerah:
Thorax
Abdomen
Pelvis
Femur
Tanda gejala dari syok yaitu
kulit dingin atau lembab.
kulit pucat.
pernapasan dangkal dan cepat.
denyut jantung cepat.
sedikit atau tidak ada urin yang dihasilkan.
kebingungan.
kelemahan.
nadi lemah.
Jika px transfuse darah maka, Hb normal 10
Rumusnya : Hb normal – Hb sekarang x bb x 6 untuk wbc x 4 untuk prc
 Pemasangan infuse intra vena 2 jalur
 Ambil darah pada saat akses IV untuk pemeriksaan crossmatch
 Berikan cairan kristaloid seperti RL
 Perbaikan volume cairan dengan perbandingan 1 : 3 dari cairan /
darah yang hilang.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

f. Disability
 Pupil ; isokor, unisokor
 GCS
Kategori respon Respon Nilai

Spontan 4

Membuka mata Perintah verbal 3

Nyeri 2

Tidak ada respon 1

Mengikuti perintah 6

Melokalisir nyeri / mengetahui letak 5


rangsang

Meghindari nyeri 4
Respon motorik
Fleksi abnormal 3

Ekstensi abnormal 2

Tidak ada respon 1

Respon verbal Orientasi baik dan bicara 5

Disorientasi 4

Kata – kata yg tidak tepat 3

Suara yg tdk berarti / mengerang 2

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Tidak ada respon 1

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M… Selanjutnya
nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu
E1V1M1

Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :

 (Compos Mentis(GCS: 15-14)

 Apatis (GCS: 13-12)

 Somnolen(11-10)

 Delirium (GCS: 9-7)

 Sporo coma (GCS: 6-4)

 Coma (GCS: 3))

TINGKAT KESADARAN PASIEN:

 Compos Mentis/CM (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

 Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

 Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

 Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun
(tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).

g. Expouser
 Gunting baju
 Hipotermi, selimuti
2) SECONDARY SURVEI
 Anamnesa
 Alergi
 Medication
 Post illness
 Last meal
 Event
 Pemeriksaan fisik
 Head to toe : bentuk, tumor, luka, sakit
 vital sign
kesimpulan
Ringkasan umum Resusitasi Jantung Paru (RJP)
Komponen Dewasa Anak Bayi
Urutan RJP CAB
Pengenalan awal Tidak sadarkan diri
Tidak teraba nadi dalam 10 detik
Kompresi 30 : 2 30 : 2 (1 penolong )
( 1 or 2 penolong ) 15 : 2 ( 2 penolong )
A&B Berikan 2x napas bantuan dengan posisi jalan napas terbuka
setelah 30 kompresi . bila terpasang alat bantu jalan napas
( Rescue breathing ) berikan napas 6 – 8 detik / 8 – 10 x/menit.
Hal – hal yang harus diperhatikan
Periksa nadi Nadi carotis Nadi brachialis
atau femoralis
Titik kompresi dada Diantara putting susu pertengahan Dibawah garis
bawah sternum putting susu
Metode kompresi 2 tangan 1 tangan 2 jari
Kedalaman 1 ½ inci – 2 inci ± 1/3 sampai ½ dada
kompresi 4 – 5 cm
Jumlah kompresi keceptan kompresi 100 – 120x/menit

RJP dihentikan bila :


EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Jantung sudah berdetak ditandai adanya nadi dan nafas sudah spontan
 Penolong sudah kelelahan
 Pasien dinyatakan tidak mempunyai harapan lagi/meninggal

II. MANEJEMEN KEPERAWATAN


A. KODE ETIK DALAM KEPERAWATAN
a. Autonomy : hak pasien memilih
Pasien memiliki diagnose medis SNH hari ini seorang perawat akan melakukan implementasi ROM
pasif membantu pasien makan. Sebelum mengajari 3 hal tsb pasien diberi kesempatan untuk memilih
latihan yang mana yang akan dilakukan.
b. Justice : Keadilan
Diruang rawat mentari terdapat 2 kelas perawatan yaitu kelas satu dan kelas dua, saat dinas pagi ada 2
pasien yang sedang membutuhkan bantuan perawat, perawat anton mengganti cairan infuse kelas satu
dengan ramah dan penuh senyum namun saat menganti cairan infuse dikelas dua perawat anton tampak
cemberut.
c. Beneficiene : Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien
Perawat menasehati klien tentang program latihan untuk memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi
perawat menasehati untuk tidak dilakukan karena alesan resiko serangan jantung.
d. Fidelity : Menepati janji
Seorang perempuan 28 th di rawat diruang penyakit dalam dengan keluhan BAB encer sejak 2 minggu
yang lalu, pasien sudah diberitahu oleh perawat bahwa menderita HIV, pasien meminta kepada
perawat untuk merahasiakan penyakitnya kepada siapa pun, perawat menyetujui permintaan pasien
tersebut.
e. Confidenlity : Kerahasiaan
Saat perawat sedang melakukan perawatan pada genetalia pasien perawat lupa menutup korden jendela
sehingga salah satu lansia lain melihat tindakan yang dilakukan perawat tersebut.
f. Veracity : Kejujuran
Seorang laki – laki 34 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan keluhan panas tinggi
sejak 3 hari yang lalu. Pemeriksaan laboratorium menunjukan pasien menderita DHF, pada
saat perawat datang, pasien bertanya tentang hasil pemeriksaan laboratorium tersebut,
perawat menjawab hasilnya baik – baik saja pak.
g. Nonmaleficience : Tidak merugikan

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Seorang ibu mendatangi perawat yang berada di stasion ners melapor bahwa cairan infuse
anaknya sudah habis, perawat mengatakan ya saya datang, ibu tunggu saja dikamar anaknya
hingga 30 menit perawat belum juga datang sehingga ibu anak tersebut harus mendatangi
perawat tersebut. Ternyata perawat lupa, waktu dilihat cairan infuse sudah habis, udara sudah
masuk dalam selang infuse.

B. GAYA KEPEMIMPINAN
a. Demokratis
Definisi pemimpin yang selalu mendengar dan mempertimbangkan atas masukan – masukan
dari para pegawainya.
Contoh
Disebuah ruang perinatalogi terlihat kepala ruang dan para perawat sangat dekat. Kepala
ruang perinatalogi sering mendisusikan tentang pelayanan yang lebih baik dan para perawat
pun aktif dalam memberikan masukan – masukan.
b. Otoriter
Definisi gaya pemimpin yang memusatkan pada segala keputusan dan kebijakan yang
diambil dari dirinya sendiri secara penuh.
Contoh
Dalam menjalankan tugas para perawat dibangsal bedah saraf harus sesuai tujuan yang telah
ditentukan oleh kepala ruang, tidak ada sedikit pun bantahan dari perawat untuk
melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang diinginkan kepala ruang.
c. Laisez faire
Definisi pemimpin memberikan dan membiarkan pegawainya untuk melakukan kinerja
masing – masing sesuka hati
Contoh
Seorang kepala ruang disuatu bangsal memberikan kepercayaan penuh kepada para
pegawainya untuk melaksanakan tugas masing – masing, kepala ruang hanya menerima
laporan perkembangan kinerjanya.
d. Otokratis
Definisi ketergantungan kepada yang berwenang dan tidak akan melakukan apa – apa kecuali
jika diperintah
e. Karismatik
Definisi suatu hubungan emosional antara pemimpin dan anggota kelompok yang dipimpin.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

C. METODE PRAKTEK KEPERAWATAN FUNGSIONAL


a. Metode Fungsional
Contoh
Seorang perawat bernama heyna bekerja di ruang penyakit dalam, dalam ruangan tersebut pasiennya
sangat banyak tetapi perawat tidak sebanding dengan jumlah pasien yang ada. Ruangan tersebut
kekuarangan perawat pelaksana, suster heyna sangat ahli dalam melakukan tugas debridement setiap
harinya, disamping itu ada perawat yang lain yang tugasnya memberikan obat dan ada pula yang
memantau vital sign.
b. Metode TIM
Definisi
Membagi perawat menjadi beberapa kelompok dengan setiap kelompok memiliki penanggung jawab
sebagai ketua
Contoh
Dalam pemberian tugas IGD kepala ruang membagi tugas perawat pelaksana dalam beberapa
kelompok, kepala ruang memiliki harapan agar mencapai pelayanan yang professional. Perawat yang
dipilih untuk menjadi penanggung jawab terhadap anggotanya. Perawat untuk menjadi penanggung
jawab merupakan perawat yang sudah memiliki pengalaman yang lebih dibandingkan dengan
anggotanya.
c. Metode Kasus
Definisi penjelasan dari pelayanan asuhan keperawatan dengan model kasus yaitu pemberian asuhan
keperawatan yang secara menyeluruh dengan satu penanggung jawab sehingga pasien akan merasa
puas dan perawat bekerja secara professional.
Contoh
Diruang hemodialisa terdapat 15 tempat tidur setiap harinya 15 tempat tidur tersebut selalu ditempati
pasien yang sudah terjadwal untuk cuci darah demi menjangkau kualitas mutu pelayanan yang baik
pihak rumah sakit menjadwalka untuk satu pasien satu perawat.
d. Metode Primer

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Definisi pemberian asuhan keperawatan yang menugaskan kepada perawat yang bertanggung jawab
penuh terhadap keadaan pasien selama 24 jam dengan kinerja mulai pengkajian, evaluasi hingga pasien
pulang dengan dibantu perawat pelaksana.
Contoh
Diruang asoka terdapat 9 perawat setiap shift pagi dengan kepala ruang. Dalam pemberian asuhan
keperawatan yang berkualitas, kepala ruang menugaskan setiap perawat memiliki tanggung – jawab
penuh selama 24 jam bagi pasiennya dengan dibantu perawat pelaksana.

D. FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN


a. Planning (perencanaan)
Sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi sampai dengan
menyusun dan menetapkan rangkaian kegiatan untuk mencapainya, melalui
perencanaan yang akan dapat ditetapkan tugas - tugas staf. Dengan tugas ini seorang
pemimpin akan mempunyai pedoman untuk melakukan supervisi dan evaluasi serta
menetapkan sumber daya yang dibutuhkan oleh staf dalam menjalankan tugas-
tugasnya
b. Organizing (pengorganisasian)
adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber data yang
dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan
organisasi.
c. Actuating (directing, commanding, coordinating) atau penggerakan
adalah proses memberikan bimbingan kepada staf agar mereka mampu bekerja secara
optimal dan melakukan tugas- tugasnya sesuai dengan ketrampilan yang mereka
miliki sesuai dengan dukungan sumber daya yang tersedia.
d. Controlling (pengawasan, monitoring)
adalah proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan rencana kerja yang
sudah disusun dan mengadakan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi.
E. PERHITUNGAN RUMUS BOR, ALOS, TOI
a. BOR
RUMUS =
Jumlah perawat x 100% ÷ ( Jumlah tempat tidur x jumlah 1 periode)

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

b. ALOS
Rumus
Jumlah lama dirawat ÷ jumlah pasien keluar
c. TOI
Rumus
( Jumlah tempat tidur x jumlah 1 periode ) – Hari perawatan ÷ jumlah pasien keluar

III. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


Macam – macam penyakit yang sering muncul:
a. Asuhan keperawatan pasien dengan anemia
a) Definisi anemia
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit dibawah normal.
b) Etiologi
Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
Perdarahan
Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin,
vitamin C dan copper
c) Manifestasi klinis
Lemah, letih, lesu dan lelah
Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.
d) Klasifikasi
 Anemia hipoproliferatif
Anemia aplastik  Penyebab:
 hipoplasia sum-sum tulang yang mengakibatkan parsitopenia /
insufesiensi jumlah trombosit.
Anemia pada penyakit ginjal
Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl
Hematokrit turun 20-30%

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi


Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah
maupun defisiensi eritoprotein.
Anemia defisiensi besi
Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi,
Gangguan absorbsi (post gastrektomi), Kehilangan darah yang menetap
(neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus, hemoroid, dll.)

Anemia megaloblastik
Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st
gastrektomi) infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen
kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar yang terinfeksi,
pecandu alkohol.
 Anemia hemolitika
Pengaruh obat-obatan tertentu
Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik
kronik, Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase, Proses autoimun
Reaksi transfusi
Malaria
e) Patofisiologi
Faktor-faktor penyebab : penyakit kronis, faktor keturunan, kurang nutrisi,

kehilangan darah

Kadar Hb, eritrosit, Ht menurun

Anemia

Kerusakan
transport O2 Gangguan metabolisme protein
atau lemak Hipoksia jaringan
Metabolisme
Menurun Pemecahan lemak

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

meningkat
Resistensi tubuh
menurun
ATP yang
dihasilkan menurun Sensasi selera
makan menurun
(anoreksia) RESTI INFEKSI
Energi menurun

Kelemahan,
RESTI NUTRISI
Kelelahan KURANG DARI
KEBUTUHAN

RESIKO CIDERA
INTOLERANSI AKTIVITAS
f) Criteria anemia
No Jenis kelamin Kadar Hemoglobin

1 laki-laki Hb <13gr/dl

2 perempuan dewasa tidak hamil Hb <12gr/dl

3 Perempuan Hb <11gr/dl

4 Anak usia 6-14 tahun Hb <12gr/dl

5 Anak usia 6 bulan-6 tahun Hb <11gr/dl

Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit,atau praktik klinik pada umumnya dinyatakan anemia bila
terdapat nilai sebagai berikut.
1. Hb <10gr/dl
2. Hematokrit <30%
3. Eritrosit <2,8juta
g) Komplikasi
gagal jantung,
parestisia dan
kejang.
h) Pemeriksaan penunjang
o Jumlah Hb lebih rendah dari normal ( 12 – 14 g/dl )
o Kadar Ht menurun ( normal 37% – 41%)
o Peningkatan bilirubin total ( pada anemia hemolitik )
o Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi
o Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak (pada anemia aplastik)

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

i) Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan:
 Anemia aplastik:
 Transplantasi sumsum tulang
 Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
 Anemia pada penyakit ginjal
 Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
 Ketersediaan eritropoetin rekombinan
 Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk
aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum
tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
 Anemia megaloblastik
Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik
dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan
selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang
tidak dapat dikoreksi.
Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan
asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
j) Diagnose keperawatan & intervensi
1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leukopenia atau penurunan granulosit (respon inflamasi tertekan).
Intervensi
 Anjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien.
 Gunakan sabun anti microba untuk mencuci tangan
 Batasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ istirahat yang cukup
 Berikan perawatan kulit, perianal dan oral.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi inadekuat, faktor
psikologis
Intervensi
 Kaji adanya alergi makanan.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Kaji makanan yang disukai oleh klien.


 Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi TKTP
 Observasi dan catat masukan makanan pasien.
 Timbang berat badan setiap hari.
 Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering atau makan diantara waktu makan.
3. Intoleransi aktivitas B.d ketidakseimbangan suplai & kebutuhan O2

b. Asuhan keperawatan pasien dengan hipertensi


a) Definisi
tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya
diatas 90 mmHg. (Brunner dan Suddarth, 896 ; 2002).
b) Klasifikasi

KATEGORI SISTOLIK DIASTOLIK


Normal < 130 < 85
Tinggi Normal Hipertensi 130 – 139 85 – 89
Stadium 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
Stadium 2 (Sedang) 160 – 179 100 – 109
Stadium 3 (berat) 180 – 209 110 – 119
Stadium 4 (sangat berat) > 210 > 120

c) Etiologi
 Pola makan
 Genetic
 Asupan tinggi garam
d) Manifestasi klinis
kelemahan, napas pendek, frekuensi jantung meningkat, ansietes, depresi, obesitas, pusing,
sakit kepala, tekanan darah meningkat.
e) Komplikasi
Stroke
Infark miokard
Gagal ginjal
Ensefalopati (kerusakan otak)

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

f) Penatalaksanaan
Pola makan sehat
Berhenti merokok
Mengurangi konsumsi garam
Olahraga secara teratur

g) Diagnose
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
Intervensi
 Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat, Catat
keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
 Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
 Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler, Catat edema
umum, Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
 Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
 Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
 Lakukan tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan leher
 Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
 Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
 Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
 Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2.
Intervensi
 Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat
gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan energi
menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen).
 Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.(Seperti jadwal
meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas danmencegah kelemahan).
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

3. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral


Intervensi
 Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
 Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan, Batasi aktivitas.
 Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin, Beri obat analgesia dan
sedasi sesuai pesanan.
 Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi
nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi.
c. Asuhan keperawatan pasien dengan deabetus mellitus
a) Definisi
adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif (Arjatmo, 2002).
b) Etiologi
 DM tipe I
Kerusakan fungsi sel beta di pancreas
Autoimun, idiopatik
Ketergantungan insulin
 DM tipe II
Insulin pada sel kurang efektif sehingga glukosa tidak dapat masuk sel dan
berkurangnya produksi insulin relatif.
 DM malnutrisi

Fibro Calculous Pancreatic DM

Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein

sehingga klasifikasi pancreas melalui proses mekanik (fibrosis) / toksik

(Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.

Protein Defisiensi Pancreatic DM

Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel beta

pankreas.

c) Manifestasi klinis

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Poliuria, Polidipsi, Polifagia, Penurunan BB, Kelemahan, keletihan dan mengantuk,

Malaise, Kesemutan pada ekstremitas

d) Komplikasi
Neuropati diabetic
Neuropati sensorik/neuropati perifer.Lebih sering mengenai ekstremitas bawah
dengan gejala parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau baal) dan rasa
terbakar terutama pada malam hari,

Retinopati diabetic
Disebabkan karena perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina selain
retinopati, penderita diabetes juga dapat mengalami pembentukan katarak yang
diakibatkan hiperglikemi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan
pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
Nefropati diabetic
Ulkus/gangrene
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:

 Grade 0 : Tidak ada luka


 Grade I : Kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
 Grade II : Kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
 Grade III : Terjadi abses
 Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
 Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah
distal
e) Pemeriksaan penunjang
a. Glukosa darah :
b. HBAIC (Glucosated Haemoglobin AIC) meningkat yaitu terikatnya glukosa dengan Hb.
(Normal : 3,8-8,4 mg/dl).
f) Penatalaksanaan
Diet
Penyuluhan
Exercise (latihan fisik/olah raga)

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Obat: Oral hipoglikemik, insulin


Cangkok pankreas
g) Diagnose
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari hiperglikemia
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati
perifer).
4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan

d. Asuhan keperawatan pasien dengan TBC


a) Manifestasi klinis
Demam
Berat badan menurun
Batuk/Batuk Darah
Sesak Napas
Nyeri Dada
Malaise
b) Komplikasi
Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
Atelektasis: kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru..
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
c) Pemeriksaan penunjang
(a) Pemeriksaan laboratorium
 Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif
penyakit
 Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) :
Positif untuk basil asam-cepat.
 Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan
penyakit aktif.
(b) Radiologi
 Foto thorax
 Bronchografi :
d) Diagnose keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah,
Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Penurunan permukaan efektif paru,
atelektasis, Kerusakan membran alveolar-kapiler, Sekret kental, tebal, Edema bronkial.
3. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
e. Asuhan keperawatan pasien dengan BPH
a) Etiologi

1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)


Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi
dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad merupakan factor terjadinya penetrasi DHT
kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya sintesis protein yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
2. Teori hormone ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosterone sedangkan kadar estrogen
relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara kadar estrogen dan testosterone relative
meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki peranan dalam terjadinya poliferasi
sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan
menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan
terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat
telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
3. Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel.
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel
stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth factor. Setelah sel-sel stroma
mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth
factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin,

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

serta mempengaruhi sel-sel epitel parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi
sel-sel epitel maupun sel stroma.
4. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh
sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal,
terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi
pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru
dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru
dengan prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara
keseluruhan menjadi meningkat, sehingga terjadi pertambahan masa prostat.
b) Manifestasi klinis
o Peningkatan frekuensi berkemih
o Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
o Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
o Nyeri pada saat miksi (disuria)
o Pancaran urin melemah
o Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
c) Komplikasi
Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
Infeksi saluran kemih
Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut maka
pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan mengakibatkan
tekanan intravesika meningkat.
Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu
endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut dapat
pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.
Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi
pasien harus mengedan.
d) Pemeriksaan penunjang

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di saluran
kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang penuh
dengan urin sebagai tanda adanya retensi urin.
Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat, memeriksa
masa ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan volum buli-buli, mengukur
sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli, dan mencari kelainan yang
mungkin ada dalam buli-buli.
Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan
adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau
hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan
dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat)
atau ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)

e) Penatalaksanaan
Pre operasi
o Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT, BT, AL)
o Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
o Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
o Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum pemeriksaan IVP
pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa minimal 8 jam, dan
mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya udara
Post operasi
Irigasi/Spoling dengan Nacl
Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2 hari, bila
pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi bisa diganti dengan
obat oral.
Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post operasi
Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan betadin
Anjurkan banyak minum (2-3l/hari
DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi

f) Diagnose keperawatan

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

1. Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,


dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi
dengan adekuat.
2. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, distensi kandung
kemih, infeksi urinaria, efek mengejan saat miksi sekunder dari pembesaran prostat dan
obstruksi uretra.
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan insisi area bedah vaskuler (tindakan
pembedahan) , reseksi bladder, kelainan profil darah
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter,
irigasi kandung kemih sering

f. Asuhan keperawatan pasien dengan CKD


a. Definisi
Gagal ginjal kronis atau biasa kita sebit dengan CKD (cronic kodney disease) merupakan suatu
keadaan dimana ginjal mengalami kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme
serta keseimbangan cairan dan elektrolit yang di disebabkan oleh rusaknya struktur ginjal yang
progresif dengan dengan gejala penumpukan sisa metabolic didalam darah.
b. Etiologi
Gagal ginjal kronis dapat disebabkan oleh beberapa kondisi baik yang berasal dari ginjal itu
sendiri atau dapat dari luar tubuh. Akan tetapi apapun penyebab gagal ginjal kronis, respon
yang terjadi terhadap tubuh adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif.
a) Penyakit dari ginjal (intrinsik)
 Penyakit pada saringan yang ada di dalam ginjal yaitu glomerulus seperti
glomerulonephritis atau peradangan pada glomerulus ginjal. Glomerulonefritis
terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang diakibatkan karena adanya
pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi peradangan diglomerulus
menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi peningkatan aliran darah
dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan filtrasi glomerulus. Protein-
protein plasma dan sel darah merah bocor melalui glomerulus.
 Infeksi kuman seperti pyelonefritis, ureteritis yang berasal dari infeksi
saluran kemih dan lain-lain.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Batu ginjal seperti nefrolitiasis atau urolitiasis


 Kista di ginjal seperti polcystis kidney
 Trauma langsung yang terjadi pada ginjal pada kondisi kecelakaan
 Keganasan pada ginjal seperti kanker ginjal
b) Penyakit dari luar ginjal (ekstrinsik)
 Tekanan Darah Tinggi.
 Diabetes Melitus
 infeksi seperti penyakit tb paru, sifilis, malaria dan juga hepatitis, dan lain-
lain.
 Preeklamsi pada ibu hamil
 Penggunaan obat-obatan dalam jangka panjang
 Kehilangan banyak cairan yang mendadak seperti pada kondisi luka bakar.

c. Manifestasi klinis
 hipertensi atau darah tinggi yang di akibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari
aktivasi system rennin-angiotenin-aldosteron
 gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner atau edema paru-paru yang di
akibatkan oleh penumpukan cairan yang berlebihan di paru-paru dan
perikarditis atau radang pada lapisan luar jantung yang di akibatkan oleh iritasi
pada lapisan pericardial oleh toksin uremia.
 pada kulit pasien adalah mencakup rasa gatal yang parah (pruritis). Butiran
uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini jarang terjadi akibat
penanganan dini dan agresif terhadap penyakit ginjal tahap akhir.
 anoreksia, mual disertai muntah,
 Pernafasan kusmaul
 Nafas berbau ammonia
d. Komplikasi
 Hiperkalemia (tingginya kadar kalium didalam darah) yang diakibatkan penurunan
eksresi asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diit berlebih yang berlebihan.
 Perikarditis, efusi perincardial dan juga temponade jantung
 Hipertensi yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem
rennin angioaldosteron

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Anemia yang di akibatkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah,
pendarahan gasstrointestinal akibat iritasi pada lapisan mukosa saluran pencernaan.
 Penyakit tulang seperti osteoporosis dan lain-lain yang diakibatkan oleh retensi fosfat
kadar kalium serum yang rendah metabolisme vitamin D, abnormal dan peningkatan
kadar aluminium
e. Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium
 Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia.
Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
 Ureum dan kreatinin
 Hiponatremi : Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada
gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya dieresis
 Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian hormone
insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.

b) Radiologi
 Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya batu atau adanya suatu
obstruksi Dehidrasi karena proses diagnostic akan memperburuk keadaan ginjal, oleh
sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
 IIntra Vena Pielografi (IVP) :Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.
 USG Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
 EKG Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)
f. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan medis
 Cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24 jam atau dengan
menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml, maka air
yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
 Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia
rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
 Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat diberikan
sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
b) Penatalaksanaan Diet
 Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme protein


 Lemak diberikan bebas.
 Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat.
 Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan makanan
dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gagguan pada
klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti telur,
daging sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.
g. Diagnose keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhbungan dengan peningkatn bendungan atrium kiri
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan menurun
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet berlebih dan retensi
cairan dan natrium.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah,
pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic, sirkulasi, sensasi,
penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam kulit.
g. Asuhan keperawatan pasien dengan asma
a) Definisi
Gangguan jalan nafas reaktif kronis termasuk obstruksi jalan nafas episodik dan obstruksi jalan
nafas reversible akibat bronkospasme, peningkatan sekresi mucus, dan edema mukosa
b) Klasifikasi
 Asma alergik (Ekstrinsik) Merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti bulu
binatang, debu, ketombe. Bentuk asma ini biasanya di mulai dari kanak – kanak.
 Idiopatik atau nonalergik asma (Intrinsic) Tidak berhubungan secara langsung dengan
allergen spesifik, saluran nafas atas, aktifitas, emosi/stress dan polusi lingkungan akan
mencetuskan serangan. Bentuk asma ini biasanya di mulai ketika dewasa > 35 tahun.
 Asma Campuran Merupakan bentuk asma yang paling sering. Di karakteristikan
dengan bentuk ke dua jenis asma alergik dan ideopatik atau nonalergik
c) Etiologi
 Zat allerge
 Infeksi saluaran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma.
 Perubahan suhu udara (udara dingin, panas, kabut)
 Polusi udara
 Riwayat keluarga (factor genetic) Orang tua menderita asma
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

d) Manifestasi klinis
Serangan tiba-tiba yang diawali dengan batuk-batuk dan sesak nafas
Wheezing
Ekspirasi lebih panjang
Kontraksi otot-otot bantu pernapasan
Hypoksemia dan sianosis
Keletihan
e) Komplikasi
o Pneumothoraks
o Pneumomediastinum
o Atelektasis
o Aspergilosis
o Bronkhitis

f) Pemeriksaan penunjang
 Analisa Gas Darah ( AGD / astrup ). Hanya dilakukan pada serangan asma berat karna
terdapt hipoksia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
 Sputum, Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut
kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.
 Sel eosinofil, pada klien dengan status asma dapat mencapai 1000 – 1500 / mm3 .
sedangkan hitung eosinofil normal antara 100 – 200/mm3 .Perbaikan fungsi paru
disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukan pengobatan telah tepat.
g) Penatalaksanaan
1. Farmakologi
o Memberikan oksigen pernasal
o Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau terbutalin 10 mg).
Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam.
Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis
salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%
o Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
o Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera atau dalam
serangan sangat berat25

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

o Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya golongan beta
adrenergik dan anti kolinergik.
2. Non farmakologi
o Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan
baik
o Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
o Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
o Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
o Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
o Hindarkan pasien dari faktor pencetu
h) Diagnose keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama
atau imunitas
h. Asuhan keperawatan pasien dengan LUKA BAKAR
a. Penyebab luka bakar
o Luka bakar karena api

o Luka bakar karena air panas

o Luka bakar karena bahan kimia

b. Derajad luka bakar


a) Derajad I

o Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis

o Kulit kering, hiperemi berupa eritema

o Tidak dijumpai bulae

o Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi

o Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari

b) Derajad II

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

o Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai
proses eksudasi.

o Dijumpai bulae.

o Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.

o Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal

o Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :

Derajat II dangkal (superficial)

Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis. Organ-organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Penyembuhan terjadi spontan
dalam waktu 10-14 hari.

Derajat II dalam (deep) :

o Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.

o Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea


tinggal sedikit.

o Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya


penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.

c) Derajad III
o Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
o Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan.
o Tidak dijumpai bulae.
o Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering letaknya lebih
rendah dibanding kulit sekitar.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

o Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
\Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung- ujung saraf
sensorik mengalami kerusakan/kematian.
o Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari
dasar luka.
c. Berat ringannya luka bakar
a) Mayor berat
o Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50
tahun. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama
o Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum.
o Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) atau trauma inhalasi
b) Minor ringan
Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan
perineum.

c) Modera sedang
o Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III
kurang dari 10 %
o Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40
tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
o Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa
o Tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
d. Luas luka bakar

Kepala leher 9%

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Thorax depan & belakang 18 %

Abdomen depan & belakang 18%

Paha kanan kiri 18%

Kaki kanan kiri 18%

Seluruh punggung 18%

Genetalia 1%

e. Penatalaksanaan
a) Penanganan awal kejadian
o Jauhkan korban dari sumber panas. Jika penyebabnya api, jangan biarkan korban berlari,
anjurkan korban untuk berguling-guling atau bungkus tubuh korban dengan kain basah
dan pindahkan segera korban ke ruangan yang cukup berventilasi jika kejadian luka bakar
berada di ruangan tertutup.
o Buka pakaian dan perhiasan logam yang dikenakan korban.
o Kaji kelancaran jalan napas korban, beri bantuan pernapasan (life support) dan oksigen
jika diperlukan.
o Beri pendinginan dengan merendam korban dalam air bersih yang bersuhu 20 oC
(suhu air yang terlalu rendah akan menyebabkan hipotermia) selama 15-20 menit segera
setelah terjadinya luka bakar (jika tidak ada masalah pada jalan napas korban).
o Jika penyebab luka bakar adalah zat kimia, siram korban dengan air sebanyak-banyaknya
untuk menghilangkan zat kimia dari tubuh korban.
o Kaji kesadaran, keadaan umum, luas dan kedalaman luka bakar dan cedera lain yang
menyertai luka bakar.
o Segera bawa penderita ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut (tutup tubuh korban
dengan kain/kasa yang bersih selama perjalanan ke rumah sakit).
b) Penanganan pertama luka bakar di UGD
o Penilaian keadaan umum klien. Perhatikan A: Airway (jalan napas); B: Breathing
(pernapasan); C: Circulation (sirkulasi).
o Penilaian luas dan kedalaman luka bakar.
o Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara (kemungkinan klien mengalami trauma
inhalasi).
o Kaji adanya edema saluran pernapasan (mungkin klien perlu dilakukan intubasi atau
trakheostomi).

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

o Kaji adanya faktor-faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya fraktur,
riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dll) dan penyebab
luka bakar karena tegangan listrik (sulit diketahui secara akurat tingkat kedalamannya).
o Pasang infus (IV line). Jika luka bakar > 20% derajat II/III biasanya dipasang CVP
(kolaborasi dengan dokter).
o Pasang kateter urine
o Pasang nasogastrik tube (NGT) jika diperlukan.
o Beri terapi cairan intra vena (kolaborasi dengan dokter). Biasanya diberikan sesuai
formula Parkland yaitu 4 ml/kg BB/ % luka bakar pada 24 jam pertama. Pada 8 jam I
diberikan ½ dari kebutuhan cairan dan pada 16 jam II diberikan sisanya (disesuaikan
dengan produksi urine tiap jam)
o Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan . pada klien yang mengalami trauma
inhalasi/gangguan sistem pernapasan dapat dilakukan nebulisasi dengan obat
bronkodilator.
o Periksa lab darah.
o Berikan suntikan ATS/Toxoid.
o Perawatan luka.
o Pemberian obat-obatan (kkolaborasi dengan dokter); analgetik, antibiotik dll.
o Mobilisasi secara dini (range of motion).
o Pengaturan posisi.
c) Penanganan luka bakar di unit perawatan intensif
o Pantau keadaan klien dan setting ventilator.
o Observasi tanda-tanda vital; tekanan darah, nadi dan pernapasan setiap jam dan suhu
setiap 4 jam.
o Pantau nilai CVP.
o Amati GCS.
o Pantau status hemodinamik.
o Pantau haluaran urine (0,5-1 cc/kg BB/jam)
o Auskultasi suara paru tiap pertukaran jaga.
o Cek AGD setiap hari atau bila diperlukan.
o Pantau saturasi oksigen.
o Pengisapan lendir (suction) minimal setiap 2 jam dan jika perlu
o Perawatan mulut setiap 2 jam (beri boraq gliserin).
o Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes setiap 2 jam.
o Ganti posisi klien setiap 3 jam.
o Fisioterapi dada.
o Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter, tube setiap hari.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

o Ganti tube dan NGT setiap minggu.


o Observasi letak tube (ETT) setiap shift.
o Observasi terhadap aspirasi cairan lambung.
o Periksa lab darah: elektrtolit, ureum/creatinin, AGD, protein (albumin), gula darah
(kolaborasi dengan dokter).
o Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit.
o Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter.
f. Diagnose keperawatan
1. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan pemulihan kembali integritas kapiler
dan perpindahan cairan dari ruang interstisial ke dalam intravaskuler.
2. Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan
terganggunya respon imun.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
hipermetabolisme dan kebutuhan bagi kesembuhan luka.
g. Rumus menghitung kebutuhan cairan pada luka bakar
LB% x BB x 4 ml
Hasil dari Rumus baxter dibagi dua untuk 8 jam pertama selanjutnya 16 jam

i. Asuhan keperawatan pasien dengan diare


a) Etiologi
1. Faktor infeksi
 Infeksi internal
o Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
o Infeksi virus : Enterovirus, (virus ECHO, Coxsackie, Poliomylitis) Adeno-
virus, Retavirus, Astrovirus, dan lain-lain.
o Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Stronggyloides);
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis);
jamur (Cardida albicans).
 Infeksi parental
Infesi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti otitis media
akut (OMA), tonsolitis/tonsilofaringitis, brongkopneumonia, ensefalitis, dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2
tahun.
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

2. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa);
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak
yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
Malabsorbsi lemak.
Malabsorbsi protein.
3. Faktor makanan
makanan basi,
beracun,
alergi terhadap makanan

b) Manifesatasi klinis
 Frekuensi bab (buang air besar) pada bayi lebih dari 3x/hari dan pada neonatus
lebih dari 4x/hari, Bentuk cair pada buang air besarnya kadang-kadang disertai
lendir dan darah
 Nafsu makan menurun
 Warna tinja lama-kelamaan kehijauan karna bercampur dengan empedu
 Muntah
 Rasa haus
 Malaise
 Adanya lecet pada daerah sekitar anus
 Fases bersifat banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diserap
oleh usus
 Adanya tanda dehidrasi
c) Penatalaksanaan
 Untuk diare ringan, tingkatkan masukan cairan per oral; mungkin diresepkan glukosa
oral dan larutal elktrolit.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Untuk diare sedang, obat-obat non-spesifik, difenoksilat (Lomotif) dan loperamid


(Imodium) untuk menurunkan motilitas dari sumber non infeksius
 Diresepkan antimicrobial jika telah terindentifikasi preparat infeksius atau diare
memburuk.
 Terapi intravena untuk hidrasi cepat, terutama untuk pasien yang sangat muda atau
lansia.
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencegah diare menurut Ratna Dewi Pudiastuti (2011),
adalah sebagai berikut:

a. Minum air yang sudah direbus.


b. Cuci tangan dengan sabun sebelum makan.
c. Tidak BAB/BAK disembarang tempat.
d. Tutup makanan dengan benar agar tidak dihinggapi lalat.
e. Buang sampah pada tempatnya.

d) Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan tinja: makroskopis dan mikroskopis, pH dan kadar gula jika diduga ada
intoleransi gula (sugar intolerance), biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan
uji resistensi terhadap berbagai antibiotika (pada diare persisten).
 Pemeriksaan darah: darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama
natrium, kalium, kalsium dan phospor serum pada diare yang disertai kejang).
 Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal. Duodenal
intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama
pada diare kronik
e) Diagnose keperawatan
1. Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan diare.
Tujuan : Klien dapat mempertahankan volume cairan yang adekuat dengan keseimbangan input dan
out put serta bebas dari tanda dehidrasi.
Intervensi :
 Observasi TTV, takikardia dan demam. Kaji turgor kulit dan kelembabab membran
mukosa.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Rasional : Merupakan indikator adanya dehidrasi/hipovolemia dan untuk menentukan


intervensi selanjutnya.
 Pantau input dan out put cairan, catat/ukur diare dan kehilangan cairan melalui oral.
Rasional : Untuk mengidentifikasi tingkat dehidrasi dan pedoman untuk penggantian
cairan .
 Timbang BB klien secara teratur/sesuai jadwal.
Rasional : Penurunan BB menunjukan adanya kehilangan cairan yang berlebihan
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Klien akan mempertahankan intake makanan dan minuman yang adekuat untuk
mepertahankan berat badan dalam rangka pertumbuhan dengan kriteria hasil porsi makan
dihabiskan, BB meningkat atau dipertahankan.
Intervensi :
 Buat jadwal masukan tiap jam, anjurkan mengukur cairan atau makanan dan minuman
sedikit demi sedikit.
Rasional : Pemberian makanan dan minuman yang teratur dapat membantu
mempertahankan keseimbangan nutrisi klien.
 Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen.
Rasional : Gangguan keseimbangaan cairan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi
lambung.

j. Asuhan keperawatan pasien dengan DHF


a) Etiologi
penyakit DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty ) nyamuk
aedes aegepty.
b) Manifestasi klinis
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi
pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada
tempat fungsi vena, petekia dan purpura.
Hepatomegali.
Renjatan (Syok).
c) Klasifikasi
 Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji tourniquet positif.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
 Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt), tekanan nadi sempit ( ≤ 20 mmHg ), tekanan darah menurun,
(120/80 → 120/100 → 120/110 → 90/70 → 80/70 → 80/0 → 0/0 ).
 Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ≥ 140x/mnt), anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
d) Penatalaksanaan
Tirah baring atau istirahat baring.
Diet makan lunak.
Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri
penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi
penderita DHF.
Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang
paling sering digunakan.
Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien
memburuk, observasi ketat tiap jam.
Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g.Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari
golongan asetaminopen.
Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
e) Pemeriksaan penunjang
Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).
Trambositopenia (≤100.000/ml).
Leukopenia.
Ig.D. dengue positif.
Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia.
Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.
SGOT/SGPT mungkin meningkat.
f) Pencegahan
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Lingkungan.
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan
sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat pengembangbiakan nyamuk hasil
samping kegiatan manusia.
Biologis.
Pengendalian biologis dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang).
Kimiawi.
Pengasapan/fogging berguna untyk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga,
kolam, dan lain-lain.
g) Diagnose keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia)
Intervensi:
 Kaji saat timbulnya demam, rasionalnya untuk mengidentifikasi pola demam
pasien.
 Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam, rasionalnya tanda
vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
 Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam), rasionalnya peningkatan
suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi
dengan asupan cairan yang banyak.
 Berikan kompres hangat, rasionalnya dengan vasodilatasi dapat meningkatkan
penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
 Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal, rasionalnya
pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh
2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
Intervensi:
 Observasi tingkat nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi), rasional mengindikasi
kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan/resolusi
komplikasi
 Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dan tindakan kenyamanan,
rasionalnya lingkungan yang nyaman akan membantu proses relaksasi.
 Ajarkan pasien teknik relaksasi, rasionalnya relaksasi akan memindahkan rasa
nyeri ke hal lain.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik, rasionalnya


memberikan penurunan nyeri.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia
 Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan oleh pasien, rasional mengidentifikasi kekurangan dan
penyimpangan dari kebutuhan terapeutik
 Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi, rasionalnya mengkaji
pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya)
 Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki yang sesuai dengan program
diit, rasionalnya jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam
pencernaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang
 Ajarkan pasien dan libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai
indikasi, rasionalnya meningkatkan rasa keterlibatannya; Memberikan informasi
kepada keluarga untuk memahami nutrisi pasien

k. Asuhan keperawatan pasien dengan stroke


a) Definisi
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang
menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian
b) Etiologi
Thrombosis Cerebral.
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama
trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda
trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa
pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa
mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau
embolisme serebral. Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba,
dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh
dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Emboli
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang – cabangnya, yang
merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan afasia
atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau
pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak.
Penyebab – penyebab peningkatan Tekanan Intrakranial antara lain
Tumor primer atau metastasis , Hemoragia otak
Hematoma subdural
Abses otak , Hidrosefalus akut
Nekrosis otak yang diinduk

c) Klasifikasi
o Stroke Hemoragik
Pendarahan intaserebral (PIS)
 gejala prodomal tidak jelas, kecuali nyeri kepala karna hipertensi
 serangan sering kali disiang hari, waktu kerja, emosi, marah
 sifat nyeri kepala hebat sekali
 mual muntah sering terjadi pada permulaan serangan
 hemifaresis/ hemiplegi bisa terjadi sejak terjadi serangan
 kesadaran biasanya menurun
pendarahan subaraknoid (PSA)
 prodromal, nyeri kepala hebat dan akut
 kesadaran sering terganggu dan berpariasi
 ada tanda/ gejala rangsanggan maningal
o Stroke Non Hemoragik/Iskemik

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Timbulnya defisit neurologi mendadak


 Terjadi pada waktu istirahat atau bangun tidur
 Kesadaran biasanya tidak menurun kecuali bila embolus cukup besar
 Biasanya terjadi pada usis > 50 tahun
d) Manifestasi klinis
 Kelumpuhan wajah, anggota badan yang timbul mendadak
 Gangguan hemisensorik
 Perubahan mendadak setatus mental
 Afasia
 Gangguan penglihatan
 Ataksia
 vertigo, mual dan muntah, nyeri kepala
e) Pemeriksaan penunjang
CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.

MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi sertaa
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark dari hemoragik.
Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurimsa
atau malformasi vaskuler.
EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang
kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
f) Penatalaksanaan
vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi
maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher
g) Pencegahan stroke
Hindari merokok, kopi, dan alcohol,Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal
(cegah kegemukan), Batasi intake garam bagi penderita hipertensi, Batasi makanan
berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat, keju, dan lainnya), Pertahankan diet dengan
gizi seimbang (banyak makan buah dan sayuran, Olahraga secara teratur.

h) Penaganan & pencegahan stroke dirumah


Berobat secara teratur ke dokter.
Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk dokter.
Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh
yang lemah atau lumpuh.
Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah.
Bantu kebutuhan klien
Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik.
Periksa tekanan darah secara teratur.
Segera bawa klien/pasien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala
stroke.
i) Diagnose keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah: gangguan
oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral
Intervensi dan rasional :
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab khusus


selama koma/penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan
TIK
 Rasional:
 Mempengaruhi penetapan intrevensi. Kerusakan/kemunduran tanda/gejala
neurologis memerlukan tindakan pembedahan dan atau pasien harus dipindahkan
ke ICU untuk melakukan pemantauan terhadap peningkatan TIK.
 Pantau/cata status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan
normalny
 Rasional:
 Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
mengetahui lokasi luas dan kemajuan kerusakan SSP. Dapat menunjukkan TIA
yang merupakan tanda terjadi thrombosis CVS baru.
 Pantau dan catat tanda-tanda vital:
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler: kelemahan,
parestesia, paralisis spastic
Intervensi dan rasional
 Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang
teratur
Rasional:
Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai
pemulihan.
 Ubah posisi setiap 2 jam (terlentang/miring), jika kemungkinan bisa lebih sering
diposisikan pada bagian yang terganggu
Rasional:
Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemi jaringan.
 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif pada semua ekstremitas
Rasional:
Meminimalkan atrofi otot, menaikkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan
neuromuskuler, kehilangan tonus otot/control otot fasial/oral; kelemahan/kelelahan umum
Intervensi
 Kaji tipe/derajat disfungsi
Rasional:
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan
pasien dalam beberapa atau seluruh tahap komunikasi. Pasien mungkin mempunyai
kesulitan memahami kata yang diucapkan (afasia sensorik/kerusakan pada area
wernick); mengucapkan kata-kata dengan benar (afasia ekspresif/area broca) atau
mengalami kerusakan pada kedua area tersebut.
 Minta pasien untuk menulis nama/kalimat yang pendek
Rasional:
Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar
yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan motorik.
 Berikan metode komunikasi alternative
Rasional:
Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan/deficit yang
mendasarinya.
 Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat
Rasional:
Pasien tidak perlu merusak pendengaran, dan meninggikan suara dapat
menimbulkan marah pasien. Memfokuskan respons dapat mengakibatkan frustasi.

IV. KEPERAWATAN MATERNITAS


A. KEHAMILAN
a. Tanda – tanda kehamilan
a) Ukuran dada membesar
b) Mual dan muntah
c) Telat haid
d) Pusing dan sakit kepala
e) Sering mengantuk
b. MENGHITUNG USIA KEHAMILAN
a) Bulan = TFU x 2/7
b) Minggu = TFU x 8/7
c. PEMERIKSAAN LEOPOLD
a) Leopold I
untuk menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin yang berada dalam fundus uteri.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

b) Leopold II
Untuk menentukan bagian janin yang berada pada kedua sisi uterus, pada letak lintang
tentukan di mana kepala janin.
c) Leopold III
Untuk menentukan bagian janin apa yang berada pada bagian bawah dan apakah sudah
masuk atau masih goyang.
d) Leopold IV
Untuk menentukan presentasi dan “engangement “
d. Taksiran BB janin
a) Jika kepala sudah masuk PAP
( TFU – 11 ) x 155 gram
b) Jika kepala belum masuk PAP
c) ( TFU – 12 ) x 155 gram
e. HPHT
a) HPHT bulan Januari sd Maret
Tanggal + 7, Bulan + 9, Tahun + 0
b) HPHT bulan april sd desember
Tanggal + 7, Bulan – 3, Tahun + 1

B. PERSALINAN
a. Tanda – tanda persalinan
a) Rasa sakit oleh adanya his yang dating lebih kuat, sering dan teratur.
b) Keluar lendir dan bercampur darah yang lebih banyak, robekan kecil pada bagian
servik.
c) Kadang-kadang ketuban pecah
d) Pada pemeriksaan daam, servik mendatar
b. Faktor yang mempengaruhi persalinan
a) Power / tenaga
b) Passangges / jalan lahir
c) Passanger / janin
d) Psikologis ibu
c. Tahapan persalinan

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

a) Kala I Pembukaan
Tanda – tandanya
 Rasa sakit adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
 Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan kecil
pada servik.
 Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya.
 Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam
 multigravida sekitar 8 jam.
FASE DALAM KALA I
Fase laten
 Dimulai sejak awal kontraksi, pembu
 kaan servik secara bertahap
 Pembukaan serviks kurang dari 4 cmBiasanya berlangsung hingga dibawah 8 jam
Fase aktif
 Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sd 4 cm.
 Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sd 9 cm.
 Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sd lengkap (+ 10 cm).

b) Kala II PENGELUARAN JANIN


His terkoordinir cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali, kepala janin telah turun dan
masuk ruang panggul, sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflek
menimbulkan rasa ngedan karena tekanan pada rectum sehingga merasa seperti BAB dengan tanda
anus membuka. Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan perineum
meregang. Dengan his mengedan yang terpimpin akan lahir dan diikuti oleh seluruh badan janin.
Kala II pada primi 1.5-2 jam, pada multi 0.5 jam.
c) Kala III
Setelah bayi lahir, kontraksi, rahim istirahat sebentar, uterus teraba keras dengan fundus
uteri sehingga pucat, plasenta menjadi tebal. Beberapa saat kemudian timbul his, dalam
waktu 5-10 menit, seluruh plasenta terlepas, terdorong kedalam vagina dan akan lahir
secara spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simpisis/fundus uteri, seluruh
proses berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan
pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc.
d) Kala IV
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Pengawasan, selama 2 jam setelah bayi dan plasenta lahir, mengamati keadaan ibu
terutama terhadap bahaya perdarahan post partum. Dengan menjaga kondisi kontraksi
dan retraksi uterus yang kuat dan terus-menerus. Tugas uterus ini dapat dibantu dengan
obat-obat oksitosin.
d. Rupture perineum
a) Robekan perineum tingkat 1
Apabila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek dan biasanya tidak
memerlukan penjahitan.
b) Robekan perineum tingkat 2
Mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum perlu dijahit.
c) Robekan perineum tingkat 3
Robekan total muskulus sfingter ani eksternum ikut terputus dan kadang-kadang dinding
depan rectum ikut robek pula. Menjahit robekan harus dilakukan dengan teliti.
d) Robekan perineum tingkat 4
Mukosa vagina, kulit, jaringan perineum, sfingter ani sampai ke ruktum perlu di rujuk.

e. Lochea
a. Hari 2 – 3 post partum : Lochea rubra
Cairan secret berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa – sisa selaput
ketuban.
b. Hari 7 – 14 post partum : lochea serosa,
Berbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian menjadi kuning
c. Lochea sanguilenta
Cairan secret berwarna merah kuning berisi darah dan lender yang keluar pada
hari 3 – 7 post partum
d. Lochea alba,
bentuknya seperti cairan putih berbentu cream terdiri atas leokosit dan sel – sel
desidua.
f. PERIODE NIFAS
a. Early Puerperium (masa nifas dini)
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Masa dimana telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan sendini mungkin.


b. Immediate Puerperium
Kepulihan alat-alat genetalia yag lamanya sampai dengan 6-8 minggu
c. Later Puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulihnya dan sehat sempurna terutama bila selama
kehamilan atau bersalin mengalami komplikasi, waktu untuk sehat sempurna bisa
berminggu-minggu, bulan bahkan tahunan.
g. ADAPTASI PSIKOLOGIS POST PARTUM
a. Fase Taking In (dependent)
Fase ini dimulai pada hari kesatu dan kedua setelah melahirkan, dimana ibu
membutuhkan perlindungan dan pelayanan pada tahap ini pasien sangat
ketergantungan.
b. Fase Taking Hold (dependent- independent)
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu
keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap menerima pesan barunya dan
belajar tentang hal-hal baru, pada fase ini ibu membutuhkan banyak sumber
informasi.
c. Fase Letting Go (independent)
Fase dimulai minggu kelima sampai minggu keenam setelah kelahiran, dimana
ibu mampu menerima tanggung jawab normal.
h. KB
a. Jangka panjang
a) Mantap
 MOW (metode operasi wanita ) Tubektomi
 MOP (metode operasi pria ) Vasektomi
b. Tahun
 AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim )
 IUD 10 tahun
 Implant 3 tahun
c. Jangka pendek
a) Suntik

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 1 bulan tdk disarankan ibu menyusui


 3 bulan disarankan ibu menyusui
b) Pil KB, Kondom
i. Fisiologi persalinan
 Moulage 0
Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi.
 Moulage 1
Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
 Moulage 2
Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat
dipisahkan.
 Moulage 3
Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan
lagi.

V. KEPERAWATAN ANAK
A. REFLEK PADA BAYI BARU LAHIR
a. Refleks Moro
gerakan mengayunkan/merentangkan lengan dan kaki seolah ia akan meraih sesuatu dan
menariknya dengan cepat ke arah dada dengan posisi tubuh meringkuk.Terjadi pada usia 1-2
minggu dan akan menghilang ketika berusia 6 bulan
b. Reflek Rooting
Jika seseorang mengusapkan sesuatu di pipi bayi, ia akan memutar kepala ke arah benda itu
dan membuka mulutnya. Refleks ini terus berlangsung selama bayi menyusu.
c. Refleks Swallowing
Muncul ketika benda-benda yang dimasukkan kedalam mulut, seperti puting susu ibu dan bayi
akan berusaha menghisap lalu menelan. Proses menelan ini yang disebut reflek swallowing.
Reflek ini tidak akan hilang
d. Reflek Menghisap (Sucking )

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Berikan bayi botol dan dot atau jari kelingking pemeriksaan di bibir bayi. Bayi menghisap
dengan kuat dalam berespon terhadap stimulus, reflex ini menetap selama masa bayi dan
mungkin terjadi selama tidur.
e. Reflex Babinski
Jari-jari mencengkram/hiperekstensi ketika bagan bawah kaki diusap, indikasi syaraf
berkembang dengan normal. Hilang di usia 4 bulan.
B. APGAR SCORE
Keterangan
Nilai 2 : seluruh tubuh bayi kemerahan
APPERANCE / WARNA KULIT Nilai 1 : pucat pada bagian ekstermitas
Nilai 0 : pucat seluruh tubuh / sianosis

Nilai 2 : > 100 x/menit


PULSE/ DENYUT JANTUNG Nilai 1 : < 100 x/menit
Nilai 0 : tidak ada denyut jantung

Nilai 2 : gerakan kuat


GRIMACE / RESPON REFLEK Nilai 1 : gerakan sedikit
Nilai 0 : tidak ada

Nilai 2 : gerakan aktif


ACTIVITY / TONUS OTOT Nilai 1 : ekstermitas ditekuk
Nilai 0 : bayi lahir dalam keadaan lunglai

Nilai 2 : menangis kuat


RESPIRATORY Nilai 1 : lemah / tidak teratur
Nilai 0 : bayi lahir tanpa menangis

C. PENATALAKSANAAN BAYI BARU LAHIR


 Membersihkan jalan napas
 Memotong dan merawat tali pusat
 Mempertahankan suhu tubuh bayi
 Memberikan vitamin K
 Upaya profilaksis terhadap gangguan mata
 Identifikasi
 Pemberian ASI
D. IMUNISASI
a. BCG Babicille calmette Guerin

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

imunisasi BCG adalah imunisasi untuk mencegah penyakit TB (tuberculosis). Dosis


pemberian 0,05 ml sebanyak 1 kali , Disuntikkan secara intracutan di daerah lengan
kanan atas pada insersio musculus deltoideus
b. CAMPAK
Vaksin campak diberikan secara subcutan atau Intramuscular di lengan atas dengan dosis 0.5
ml. Vaksin campak diberikan pada bayi berusia 9 bulan.
c. POLIO
Imunisasi polio diberikan dengan tujuan untuk mencegah anak terjangkit penyakit polio yang
dapat menyebabkan anak menderita kelumpuhan pada kedua kakinya dan otot-otot wajah.
Diberikan secara oral sebanyak 2 tetes. Diberikan 4 x dengan interval waktu minimal 4
minggu
d. DPT
Vaksin DPT diberikan secara Intramuscular pada paha kanan atau kiri dengan dosis 0.5 ml.
jumlah suntikan 3 kali.
e. HEPATITS B
Pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 x Dosis pertama diberikan pada usia 0-
7 hari dan selanjutnya dengan interval waktu minimal 4 minggu
f. APGAR SCORE PADA BAYI ASFIKSIA
Asfiksia berat (jika nilai score APGAR 0-3) :
Kolaborasi dalam pemberian suction .
Kolaborasi dalam pemberian O2 .
Berikan kehangatan pada bayi .
Observasi denyut jantung , warna kulit , respirasi .
Berikan injeksi vit K , apabila ada indikasi perdarahan .
Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6) :
Bayi normal (jika nilai score APGAR 7-10) :
g. RUMUS MENGHITUNG BBI
( 8 + ( 2xn) )
Keterangan
N : usia anak saat ini
h. RUMUS MENGHITUNG USIA ANAK
Contoh

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Seorang anak perempuan pada tanggal 15 juni 2016 di antar ke poli tumbuh kembang untuk
melakukan pemeriksaan perkembangan dari hasil pengkajian didapatkan anak lahir tanggal 25
oktober 2014, berapakah usia anak saat ini?
Tanggal lahir 25 10 2014
Tanggal kunjungan 15 06 2016
Maka tanggal 30 +15 – 25 = 20 hari
Bulan 12 + 5 – 10 = 7 bulan
Tahun 2015 – 2014 = 1 tahun
RUMUS MENGHITUNG BBI BAYI USIA 1 - 12 BULAN
Untuk usia 1-6 bulan dapat menggunakan rumus : BBL (gr) +(usia x 600 gram)

Untuk usia 7-12 bulan dapat menggunakan rumus :

a. BBL (gr) + (usia x 500 gram )

b. (usia/2) +3

* dimana : BBL adalah Berat Badan Lahir Usia dinyatakan dalam bulan.

Berat Badan Ideal Orang Dewasa (berusia diatas 15 tahun keatas) :

BBI = ((TB – 100) ± 10% (TB-100))

Atau dengan Rumus Indeks Massa Tubuh (IMT) keluaran Depkes RI yaitu :

IMT = BB (Kg) / TB (m)

VI. KEPERAWATAN JIWA


a. Perilaku kekerasaan
a) Tanda gejala
 Muka merah
 Pandangan tajam
 Otot tegang
 Nada suara tinggi
 Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
 Memukul jika tidak senang
b) Penatalaksanaan

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi
contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah,
contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat
digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi
meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan
anti agitasi.
 Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam
terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti
membaca Koran, main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah
mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan
langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah
dilakukannyan seleksi dan ditentukan program kegiatannya.

c) Strategi pelaksanaan
 SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan
marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I
 SP 2 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2
Evaluasi latihan nafas dalam
Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
 SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal:
Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,


meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
 SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal
Latihan sholat/berdoa
Buat jadual latihan sholat/berdoa
 SP 5 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang
sudah dilatih.
Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu
minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan
akibat berhenti minum obat.
Susun jadual minum obat secara teratur

b. Deficit perawatan diri


a. Tanda gejala
 Menyatakan malas mandi
 Badan kotor
 Makan berserakan
 Bab/bak sembarang tempat
b. Strategi pelaksanaan
Sp I pasien
 Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
 Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
 Membantu pasien mempraktekan cara menjaga kebersihan diri
 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Sp II
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien


 Menjelaskan cara makan yang baik
 Membantu pasien mempraktekan cara makan yang baik
 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Sp III
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Menjelaskan cara eliminasi yang baik
 Membantu pasien mempraktekan cara eliminasi yang baik
 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
Sp I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda gejala deficit perawatan diri,dan jenis deficit
perawatan diri yang dialami pasien
 Menjelaskan cara merawat pasien waham
Sp II
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien deficit
perawatan diri
Sp III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat

c. Isolasi social
a. Tanda gejala
 Mengatakan malas berinteraksi
 Mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya
 Merasa orang lain tidak level
 Menyendiri atau Mengurung diri
 Tidak mau bercakap – cakap dengan orang lain
b. Startegi pelaksanaan
 Pasien
SP I
Mengidentifikasi penyebab isolasi social pasien
Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan oranglain
Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan orang lain


Menganjurkan pasien memasukan kegiatan harian berbincang – bincang dengan
orang lain dalam kegiatan harian
SP II
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan
orang lain
 Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang – bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian
SP III
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan berkenalan
dengan dua orang atau lebih
 Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
 Keluarga
SP I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda gejala isolasi social yang dialami pasien
Sp II
 Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan isolasi
social
SP III
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
d. Halusinasi
a. Tanda gejala
 Mengatakan mendengar suara bisikan/melihat bayangan
 Bau darah atau urine, parfum
 Mengecap darah urine, feses
 Merasa nyeri atau kesetrum
b. Strategi pelaksanaan
Pasien
Sp I
Mengidentifikasi penyebab halusinasi
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi


Mengajarkan pasien cara menghardik halusinasi
Menganjurkan pasien memasukan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan
SP II
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap – cakap
dengan orang lain
 Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
SP III
 Megevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan yang
biasa dilakukan pasien
 Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
SP IV
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
 Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian

e. Waham
a. Tanda gejala
 Merasa curiga
 Merasa diancam / diguna – guna
 Merasa sebagai orang hebat
 Merasa memiliki kekuatan luar biasa
 Merasa sudah mati
b. Strategi pelaksanaan
Pasien
Sp I
 Membantu oreintasi realita
 Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
 Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian


SP II
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
 Melatih kemampuan yang dimiliki
SP III
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaaan obat secara teratur
 Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP 1
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda gejala waham, jenis waham yang dialami pasien
 Menjelaskan cara merawat pasien waham
SP II
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien waham
SP III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat

f. Harga diri rendah


a. Tanda gejala
 Mengeluh hidup tidak bermakna
 Tidak memiliki kelebihan apapun
 Merasa jelek, Putus asa
b. Strategi pelaksanaan
Pasien
Sp I
 Membina hubungan saling percaya
 Mengidentifikasi kemampuan & aspek positif yang dimiliki pasien
 Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan
 Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan
pasien

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Sp II
 Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih
 Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
 Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian
Sp III
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Melatih kemampuan kedua
 Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian
Keluarga
Sp I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda gejala HDR yang dialami pasien beserta proses
terjadinya
 Menjelaskan cara merawat pasien HDR
Sp II
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien HDR
Sp III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat

g. Resiko bunuh diri


a. Tanda gejala
 Mengatakan hidupnya tidak berguna lagi
 Ingin mati
 Menyatakan pernah mencoba bunuh diri
 Mengatakan sudah bosan hidup
 Ada bekas percobaan bunuh diri
b. Startegi pelaksanaan
Pasien
Sp I
 Mengidentifikasi benda – benda yang dapat membahayakan pasien
 Mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan pasien
 Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri


Sp II
 Mengidentifikasikan aspek positif pasien
 Mendorong pasien untuk berpikir positif terhadap diri
 Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang berharga
Sp III
 Mengidentifikasikan pola koping yang biasa diterapkan pasien
 Menilai pola koping yang biasa dilakukan
 Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
 Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam kegiatan harian

Sp IV
 Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
 Mengidentifikasikan cara mencapai rencana masa depan yang realistis
 Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan
yang realistis

VII. KEPERAWATAN KOMUNITAS & KELUARGA


a. Tipe keluarga
a) Traditional nuclear
keluarga inti yang terdiri dari suami, istri dan anak
b) Extended family
Keluarga inti di tambah kakek, nenek, keponakan
c) Reconstituted nuclear
Pembentukan keluarga baru dari hasil perkawinan suami / istri dan anak tiri tinggal
bersamanya
d) Dual carrier
Suami / istri yang bekerja tanpa ada anak
e) Commuter merid
Suami istri bekerja tinggal terpisah dan keduanya mencari waktu untuk saling bertemu

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

f) Communal
Pasangan monogamy dan anak – anak tinggal bersama
g) Single parent
Duda atau janda ada anak
h) Single adult
Wanita atau pria dewasa yang tiggal sendiri tanpa ada keinginan untuk menikah
i) Dyadic nuclear
Suami istri bekerja, keduanya sudah berumur tetapi tidak memiliki anak
j) Middle age / aging couple
Suami yang bekerja sebagai mencari uang, istri dirumah sedangkan anak – anaknya
meninggalkan rumah entah itu kuliah, bekerja, atau menikah
b. Tahap perkembangan keluarga
a) Tahap keluarga baru
Tugas perkembangannya:
 Membina hubungan intim yang memuaskan
 Membina hubungan dg keluarga lain,teman,kelompok social
 Mendiskusikan rencana memiliki anak ( KB)

b) Keluarga dengan anak pertama


 Persiapan menjadi orang tua
 Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual
dan kegiatan.
 Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
c) Keluarga dengan anak prasekolah
 Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi
dan rasa aman.
 Membantu anak untuk bersosialisasi
 Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun dengan
masyarakat. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
 Pembagian tanggung jawab anggota keluarga dan Kegiatan dan waktu untuk
stimulasi tumbuh kembang.
d) Keluarga dengan anak usia sekolah
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.


 Mempertahankan keintiman pasangan.
 Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk
kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.
e) Keluarga dengan anak remaja
 Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.
 Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga
 Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua. Hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
 Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan
membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang
tua dan remaja.
f) Keluarga dengan anak dewasa
 Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
 Mempertahankan keintiman pasangan.
 Membantu orang tua memasuki masa tua.
 Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
 Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.

g) Keluarga usia pertengahan


 Mempertahankan kesehatan.
 Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-
anak Meningkatkan keakraban pasangan.
h) Keluarga usia lanjut
 Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
 Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan
pendapatan.
 Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.
 Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
c. Peran perawat dalam keluarga

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

a) Pendidik: Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada agar : Keluarga dapat
melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara mandiri serta Bertanggungjawab
terhadap kesehatan
b) Coordinator : diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar pelayanan yang
komprehensif tercapai dan diperlukan untuk mengatur program kegiatan atau terapi dan
berbagai disiplin ilmu.
c) Pelaksana: Perawat yang bekerja dengan klien dan keluarga baik di rumah, klinik,
maupun rumah sakit. bertanggung jawab dalam memberikan perawatan langsung
d) Pengawas kesehatan :Perawat harus melaksanakan home visit secara teratur untuk
melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga.
e) Konsultan :Perawat harus terbuka dan dapat dipercaya sebagai narasumber bagi
keluarga di dalam mengatasi masalah kesehatan.
f) Fasilitator :Perawat harus mengetahui sistem pelayanan kesehatan, misalnya
sistem rujukan dan dana’ kesehatan agar dapat membantu keluarga di dalam
menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat kesehatannya.
g) Kolaborasi :Perawat harus bekerjasama dengan tim kesehatan lain untuk mencapai tahap
kesehatan yang optimal.
h) Penemu kasus :Perawat mengidentifikasi masalah kesehatan secara dini sehingga tak
terjadi ledakan atau wabah.
i) Modifikasi lingkungan :Perawat harus dapat memodifikasi, baik lingkungan rumah
maupun lingkungan masyarakat agar dapat tercipta lingkungan yang sehat.

d. Lima dasar fungsi keluarga


a) Fungsi afektif
 Saling asuh
 Saling menghargai
 Pertalian dan identifikasi
b) Fungsi ekonomi
 Mencari sumber – sumber penghasilan
 Menabung
c) Fungsi sosialisasi
 Hubungan social
 Membentuk norma – norma
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Meneruskan nilai budaya


d) Fungsi reproduksi
 Kb
 Menyusun keluarga baru
e) Health edication
 Kesehatan, Pengetahuan hidup sehat
I. PENGKAJIAN KOGNITIF PADA LANSIA
A. Kekuatan Otot
Nilai Keterangan
0 Tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
1 Ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh

2 Mampu menahan tegak tetapi dengan sentuhan akan


jatuh
3 Mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong
tetapi tidak mampu melawan dorongan yang
diberikan oleh pemeriksa
4 Kekuatan otot kurang dibandingkan sisi lsin
5 Kekuatan otot normal

B. SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONNAIRE ( SPMSQ ) untuk


mengetahui fungsi intelektual lansia, Ketengan :
1. Kesalahan 0 -2 : Fungsi Inteletual Utuh
2. Kesalahan 3-4 : Kerusakan Inteletual Ringan
3. Kesalahan 5-7 : Kerusakan Inteletual Sedang
4. Kesalahan 8-10 : Kerusakan Intelektual Berat
C. INDEKS KATZ
A Kemandirian dalam hal makan, berpakaian, kontinensia, ke kamar kecil,
berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tsb

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

C Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan salah satu fungsi tambahan

D Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi
tambahan

E Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan
satu fungsi tambahan

F Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil,


berpindah dan satu fungsi tambahan

G Ketergantungan pada ke enam fungsi tsb

D. Barthel indeks
1 Makan (Feeding) 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan memotong, mengoles mentega dll.
2 = Mandiri

2 Mandi (Bathing) 0 = Tergantung orang lain


1 = Mandiri
3 Perawatan diri (Grooming) 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
1 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan
bercukur
4 Berpakaian (Dressing) 0 = Tergantung orang lain
1 = Sebagian dibantu (misal mengancing baju)
2 = Mandiri
5 Buang air kecil (Bowel) 0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak
terkontrol
1 = Kadang Inkontinensia (maks, 1x24 jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari)
6 Buang air besar (Bladder) 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu enema)
1 = Kadang Inkontensia (sekali seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
7 Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan orang lain
1 = Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan
beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8 Transfer 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = mandiri

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

9 Mobilitas 0 =Immobile (tidak mampu)


1 =Menggunakan kursi roda
2 =Berjalan dengan bantuan satu orang
3 =Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu
seperti, tongkat)
10 Naik turun tangga 0 = Tidak mampu
1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu)
2 = Mandiri
Interpretasi hasil :

20 : Mandiri

12-19 : Ketergantungan Ringan

9-11 : Ketergantungan Sedang

5-8 : Ketergantungan Berat

0-4 : Ketergantungan Total

E. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Rangsang meningeal
 Kaku kuduk :
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan pemeriksa ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan
diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan.
Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat
 Kernig sign :
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135° terhadap paha. Bila
teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135°, maka dikatakan
Kernig sign positif.
 Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah
kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya
ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien
difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test ini adalah positif bila gerakan fleksi
kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara
reflektorik.
 Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut,
kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara
reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini
menandakan test ini postif.
 Lasegue sign :
Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai
diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi)
persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan
ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70° sebelum timbul rasa sakit
dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70° maka
disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil
patokan 60°.
2. Saraf-saraf otak
 Nervus Olfactorius
Fungsinya sebagai penciuman yang Sifat sensoriknya membawa rangsangan aroma dari
hidung ke otak. Cara Pemeriksaan : pasien memejamkan mata, disuruh membedakan bau
yang dirasakan (kopi, teh,dll)
 Nervus Optikus
Fungsinya untuk menentukan ketajaman penglihatan dan lapangan pandang mata
Cara Pemeriksaan: Dengan snelend card, dan periksa lapang pandang
 Nervus Okulomotorius

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Fungsinya kontraksi pupil, pergerakan bola mata yang Sifat motoriknya,mensarafi otot-
otot orbital. Cara Pemeriksaan : Tes putaran bola mata, menggerakan konjungtiva,
refleks pupil dan inspeksi kelopak mata
 Nervus Troklearis
Fungsinya sebagai saraf pemutar bola mata ke bawah dan dalam. Cara Pemeriksaan:
Sama seperti nervus III
 Nervus Trigeminus
Fungsi: saraf motorik, gerakan mengunya, sensai wajah, lidah dan gigi, refleks korenea
dan refleks kedip. Cara Pemeriksaan: menggerakan rahang kesemua sisi, pasien
memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi atau pipi. menyentuh permukaan
kornea dengan kapas
 Nervus Abdusen
Fungsi: saraf motorik, deviasi mata ke lateral. Cara pemeriksaan: sama seperti nervus III
 Nervus Fasialis
Fungsi: saraf motorik, untuk ekspresi wajah. Cara pemeriksaan: senyum, bersiul,
mengngkat alis mata, menutup kelopak mata dengan tahanan, menjulurkan lida untuk
membedakan gula dan garam
 Nervus Verstibulocochlearis
Fungsi: saraf sensorik, untuk pendengran dan keseimbangan. Cara pemeriksaan: test
webber dan rinne
 Nervus Glosofaringeus
Fungsi: saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa. Cara pemeriksaan: membedakan
rasa manis dan asam

 Nervus Vagus
Fungsi: saraf sensorik dan motorik, refleks muntah dan menelan. Cara pemeriksaan:
menyentuh faring posterior, pasien menelan saliva, disuruh mengucap ah…
 Nervus Asesoris
Fungsi: saraf motorik, untuk menggerakan bahu. cara pemeriksaan: suruh pasien untuk
menggerakan bahu dan lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut.
 Nervus Hipoglosus
Fugsi: saraf motorik, untuk gerakan lidah. cara pemeriksaan: pasien disuruh menjulurkan
lidah dan menggerakan dari sisi ke sisi.
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

3. Refleks fisiologis
 Biseps
minta pasien memflexikan di siku sementara pemeriksa mengamati dan meraba fossa
antecubital. Tendon akan terlihat dan terasa seperti tali tebal. Cara : ketukan pada jari
pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah
diketuk pada sendi siku. Respon : fleksi lengan pada sendi siku
 Triseps
dilakukan dengan pasien duduk dengan Perlahan tarik lengan keluar dari tubuh
pasien, sehingga membentuk sudut kanan di bahu. atau Lengan bawah harus
menjuntai ke bawah langsung di siku Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi
lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi Respon : ekstensi lengan bawah
pada sendi siku
 Reflek patella
Posisi klien dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring terlentang Cara : ketukan
pada tendon patella Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep
femoris
VIII. ANALISA GAS DARAH
a. Nilai normal analisa gas darah
Nilai normal
Ph 7,35 – 7,45
Pco2 35 – 45 mmHg
Hco3 22 – 36 meq/L
Cao2 16 – 22 m/o2/dl

b. Macam – macam asam basa dalam tubuh


a) Asidosis respiratory
Ph < 7,35, Pco2 > 45 mmhg
Tanda gejalanya : overdosis obat, trauma dada dan trauma kepala
b) Asidosis respiratory terkompensasi
Ph < 7,35, Pco2 > 45 mmhg terkompensasi dengan HCO3 meningkat
c) Asidosis metabolic
Ph < 7,35, Hco3 < 22 meq/L

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Tanda gejala : pernafasan lebih cepat ( kusmuul), koma


d) Asidosis metabolic terkompensasi
Ph < 7,35, Hco3 < 22 meq/L terkompensasi dengan Pco2 yang menurun
e) Alkalosis respiratory
Ph > 7, 45, Pco2 < 35 mmhg
Tanda gejala : hiperefleksi, cemas, keringat dingin
f) Alkalosis respiratory terkompensasi
Ph > 7,45, Pco2 < 35 mmhg terkompensasi dengan Hco3 turun
g) Alkalosis metabolic
Ph > 7,45, Hco3 > 26 meq/L
h) Alkalosis metabolic terkompensasi
Ph > 7,45 , Hco3 > 26 meq/L, terkompensasi dengan Pco2 meningkat

17 PROSEDUR TINDAKAN KEPERAWATAN


1. SOP PEMASANGAN INFUS
a. Vena yang boleh dipasang infuse
Diantaranya vena lengan (vena safalika basilica dan vena medianan cubiti), pada tungkai
(vena saena) atau pada vena yang ada di kepala , seperti vena temporalis frontalis (khusus
untuk anak-anak). Pemasangan infus tidak dianjurkan pada daerah yang mengalami luka
bakar, lengan pada sisi yang mengalami mastektomi (aliran balik vena terganggu), lengan
yang mengalami edema, infeksi, bekuan, atau kerusakan kulit.
b. Indikasi
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Pasien dengan keadaan emergency (misalnya pada tindakan RJP), yang


memungkinkan pemberian obat langsung ke dalam intravena.
 Untuk memberikan respon yang cepat terhadap pemberian obat (sperti furosemid,
digoxin).
 Pasien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar terus menerus melalui
intravena.
 Pasien yang membutuhkan pencegahan gangguan cairan dan elektrolit.
 Pasien yang mendapatkan transfuse darah.
 Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada
operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk
persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat).
c. Kontraindikasi
 Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi dilokasi pemasangan infuse.
 Daerah pada lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan A-V shut pada tindakan hemodialisa.
 Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vean kecil yang aliran
darahnya lambat (misalnya pembuluh vena ditungkai dan kaki).
d. Ukuran jarum infuse
 No. 18 : untuk transfuse
 No. 16 : untuk bedah mayor
 No. 20 : untuk dewasa
 No. 22 : untuk anak – anak & lansia
 No. 24 & no.26 : untuk pediatric & neonates

e. Komplikasi
 Hematoma : darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh
darah arteri vena atau kapiler terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat
memasukkan jarum
 Infiltrasi : masuknya cairan infus kedala jaringan sekitar akibat ujung jarum
infus melewati pembuluh darah.
 Tromboflebitis : bengkak pada pembuluh darah vena, terjadi akibat infus yang
dipasang tidak dipantau secara ketet dan benar.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Emboli udara : masuknya udara kedalam sirkulasi darah terjadi akibat masuknya
udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah
f. Prosedur tindakan pelaksanaan
 Baca status dan data klien untuk memastikan program terapi IV
 Cek alat-alat yang akan digunakan
 Cuci tangan
 Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya
 Perkenalkan nama perawat
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
 Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
 Tanyakan keluhan klien saat ini
 Jaga privasi klien
 Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
 Tinggikan tempat tidur sampai ketingian kerja yang nyaman
 Letakkan klien dalam posisi semifowler atau supine jika tidak memungkinkan
(buat klien senyaman mungkin)
 Buka kemasan steril dengan meanggunakan tehnik steril
 Periksa larutan dengan menggunakan lima benar dalam pemberian obat
 Buka set infus, pertahankan sterilitas kedua ujungnya
 Letakkan klem yang dapat digeser tepat di bawah ruang drip dan gerakkan klem
pada posisi off
 Lepaskan pembungkus lubang slang IV pada kantung larutan IV plastik tanpa
menyentuh ujung tempat masuknya alat set infuse
 Tusukkan set infus ke dalam kantong atau botol cairan (untuk kantong, lepaskan
penutup protektor dari jarum insersi selang, jangan menyentuh jarumnya, dan
tusukkan jarum ke lubang kantong IV. Untuk botol, bersihkan stopper pada botol
dengan menggunakan antiseptik dan tusukkan jarum ke karet hitam stopper botol
IV.
 Gantungkan botol infus yang telah dihubungkan dengan set infus pada tempat
yang telah disediakan (pertahankan kesterilan set infus)

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Isi selang infus dengan cairan, pastikan tidak ada udara dalam selang (terlebih
dulu lakukan pengisian pada ruang tetesan/the drip chamber). Setelah selang
terisi, klem dioffkan dan penutup ujung selang infus ditutup
 Beri label pada IV dengan nama pasien, obat tambahan, kecepatan pemberian.
 Pasang perlak kecil/pengalas di bawah lengan/tangan yang akan diinsersi
Kenakan sarung tangan sekali pakai
 Identifikasi aksesibilitas vena untuk pemasangan kateter IV atau jarum
 Posisikan tangan yang akan diinsersi lebih rendah dari jantung, pasang torniket
mengitari lengan, di atas fossa antekubital atau 10-15 cm di atas tempat insersi
yang dipilih (jangan memasang torniket terlalu keras untuk menghindari adanya
cidera atau memar pada kulit). Pastikan torniket bisa menghambat aliran IV.
Periksa nadi distal.
 Pilih vena yang berdilatasi baik, dimulai dari bagian distal, minta klien untuk
mengepal dan membuka tangan (apabila belum menemukan vena yang cocok,
lepaskan dulu torniket, dan ulangi lagi setelah beberapa menit).
 Bersihkan tempat insersi dengan kuat, terkonsentrasi, dengan gerakan sirkuler
dari tempat insersi ke daerah luar dengan larutan yodium—povidon, biarkan
sampai kering. (klien yang alergi terhadap yodium, gunakan alkohol 70 % selama
30 detik)
 Lakukan pungsi vena, fiksasi vena dengan menempatkan ibu jari tangan yang
tidak memegang alat infus di atas vena dengan cara meregangkan kulit. Lakukan
penusukan dengan sudut 20-30°, tusuk perlahan dengan pasti
 Jika tampak aliran darah balik, mengindikasikan jarum telah masuk vena.
 Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan tarik jarum sedikit lalu teruskan plastik
IV kateter ke dalam vena
 Stabilkan kateter IV dengan satu tangan dan lepaskan torniket dengan tangan
yang lain
 Tekan dengan jari ujung plastik IV karteter, lalu tarik jarum infus keluar
 Sambungkan plastic IV kateter dengan ujung selang infus dengan gerakan cepat,
jangan menyentuh titik masuk selang infuse
 Buka klem untuk memulai aliran infus sampai cairan mengalir lancar
 Fiksasi sambungan kateter infus (apabila sekitar area insersi kotor, bersihkan
terlebih dulu)

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Oleskan dengan salep betadin di atas area penusukan, kemudian tutup dengan
kasa steril, pasang plester
 Atur tetesan infus sesuai ketentuan
 Beri label pada temapt pungsi vena dengan tanggal, ukuran kateter, panjang
kateter, dan inisial perawat.
 Buang sarung tangan dan persediaan yang digunakan
 Cuci tangan
 Berikan reinforcement positif
 Buat kontrak pertemuan selanjutnya
 Akhiri kegiatan dengan baik
 Observasi klien setiap jam untuk menentukan respon terhadap terapi cairan
(jumlah cairan benar sesuai program yang ditetapkan, kecepatan aliran benar,
kepatenan vena, tidak terdapat infiltrasi, flebitis atau inflamasi)
 Dokumentasikan di catatan perawatan (tipe cairan, tempat insersi,
kecepatanaliran, ukuran dan tipe kateter atau jarum, waktu infus dimulai, respon
terhadap cairan IV, jumlah yang diinfuskan, integritas serta kepatenan sistem IV.
g. Cara menghitung cairan infuse
Mikrodrips (tetes mikro) : 60 tetes/ml (infuset mikro)
Makrodrips (tetesmakro) : 10 tetes/ml, 15 tetes/ml, 20 tetes/ml (infuset regular/makro)
Contoh: 3000 ml diinfuskan dalam 24 jam, maka jumlah milliliter perjamnya adalah
sebagai berikut:
3000 / 24 = 125 ml/h Tetes per menit
Contoh: 1000 ml dalam 8 jam, faktor tetesan 20
1000 x 20 / 8 x 60 = 41 tpm (tetes per menit)

2. SOP PEMASANGAN NGT


a. Indikasi
 Pasien tidak sadar (koma), Pasien karena kesulitan menelan
 pasien yang keracunan
 pasien yang muntah darah
 Pasien Pra atau Post operasi esophagus atau mulut
 Pasien dengan masalah saluran pencernaan atas : stenosis esofagus, tumor mulut atau
faring atau esofagus, dll, Pasien pasca operasi pada mulut atau faring atau esophagus

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Bayi prematur atau bayi yang tidak dapat menghisap.


b. Kontraindikasi
 Pada pasien yang memliki tumor di rongga hidung atau esophagus
 Pasien yang mengalami cidera serebrospinal
 Pasien dengan trauma cervical
 Pasien dengan fraktur facialis
c. Ukuran selang ngt
 Dewasa ukurannya no 14-20, Anak-anak ukurannya no 8-16, Bayi ukuran no 5-7
d. Prosedur pelaksanaan
 Instruksi dokter tentang tipe slang dan penggunaan slang
 Ukuran slang yang digunakan sebelumnya, jika ada
 Riwayat masalah sinus atau nasal
 Distensi abdomen, nyeri atau mual
 Siapkan peralatan di butuhkan seperti yang telah disebutkan diatas termasuk plester 3
untuk tanda, fiksasi di hidung dan leher dan juga ukuran selang NGT
 Setelah peralatan siap minta izin pada pasien untuk memasang NGT dan jelaskan
pada pasien atau keluarganya tujuan pemasangan NGT tapi sebelumnya jangan lupa
cuci tangan
 Setelah minta izin bawa peralatan di sebelah kanan pasien. Secara etika perawat saat
memasang NGT berada di sebelah kanan pasien
 Cek kondisi lubang hidung pasien , perhatikan adanya sumbatan
 Untuk menentukan insersi NGT, instruksikan klien untuk rileks dan bernapas secara
normal dengan menutup salah satu hidung. Kemudia ulangi pada lubang hidung
lainnya (bagi pasien sadar)
 Pakai handscun kemudian posisikan pasien dengan kepala hiper ekstensi
 Pasang handuk didada pasien untuk menjaga kebersihan kalau pasien muntah
 Letakkan bengkok di dekat pasien
 Ukur selang NGT yang akan dimasukan dengan menggunakan metode:
Metode tradisionaL
Ukur jarak mulai dari puncak hidung ke telinga bagian bawah, kemudian dari
telinga tadi ke prosesus xipoideus
Metode Hanson:

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Mula-mula tandai 50 cm pada tube, kemudian lakukan pengukuran dengan


metode tradisional. Selang yang akan dimasukan pertengahan antara 50 cm
dengan tanda tradisional
 Setelah selesai tandai selang dengan plaster untuk batas selang yang akan
dimasukkan
 Olesi jelly pada NGT sepanjang 10-20 cm
 Instruksikan pada pasien bahwa selang akan dimasukan dan instruksikan pada pasien
untuk mengatur posisi ekstensi
 Masukkan selang dengan pelan-pelan, jika sudah sampai epiglottis suruh pasien
untuk menelan dan posisikan kepala pasien fleksi, setelah sampai batas plester cek
apakah selang sudah benar-benar masuk dengan pen light jika ternyata masih di
mulut tarik kembali selang dan pasang lagi
 Jika sudah masuk cek lagi apakah selang benar-benar masuk lambung atau trakea
dengan memasukkan angin sekitar 5-10 cc dengan spuit. Kemudian dengarkan
dengan stetoskop, bila ada suara angin berarti sudah benar masuk lambung.
Kemuadian aspirasi kembali udara yang di masukkan tadi
 Jika sudah sampai lambung akan ada cairan lambung yang teraspirasi
 Kemudian fiksasi dengan plester pada hidung, setelah fiksasi lagi di leher. Jangan
lupa mengklem ujung selang supaya udara tidak masuk
 Evaluasi pasien setelah terpasang NGT
 Setelah selesai rapikan peralatan dan permisi pada pasien atau keluarga.
 Cuci tangan
 Dokumentasikan hasil tindakan pada catatan perawatan
 Selang NGT maksimal dipasang 3 x 24 jam jika sudah mencapai waktu harus dilepas
dan di pasang NGT yang baru.

3. SOP TINDAKAN PEMASANGAN KATETER URINE


a. Indikasi
 Obstruksi saluran kemih (pembesaran kelenjar prostat)
 Pembedahan untuk memperbaiki organ perkemihan, seperti vesika urinaria, urethra
dan organ sekitarnya, Preventif pada obstruksi urethra dari pendarahan.
 Untuk memantau output urine.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Irigasi vesika urinaria.


b. Kontraindikasi
 Hematoria (keluarnya darah dari uretra)
 adanya trauma uretra atau cedera uretra dapat terjadi pada pasien dengan cedera
multisistem dan factures panggul, serta dampak mengangkang
c. Ukuran selang kateter
 Anak : 8-10 french (Fr)
 Wanita : 14-16 Fr
 Laki-laki : 16-18 Fr
d. Komplikasi
 Bacterial shock, Ruptur uretra
 Perforasi buli-buli
 Pendarahan
 Balon pecah atau tidak dapat dikempeskan
e. Prosedur tindakan pemasangan kateter urine
 Mengucapkan salam terapeutik dan memperkenalkan diri
 Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang
akan dilaksanakan.
 Memberikan sampiran dan menjaga privacy
 Mengatur posisi pasien (wanita:posisi dorsal recumbent, pria:posisi supine dan
melepaskan pakaian bawah
 Memasang perlak, penglas di bawah bokong pasien
 Menutup area pinggang dengan selimut pasien serta menutup bagian ekstremitas
bawah dengan selimut mandi sehingga hanya area perineal yang terpajan
 Meletakkan nierbekken di antara paha pasien
 Menyiapkan cairan antiseptic ke dalam kom
 Gunakan sarung tangan bersih
 Membersihkan genetalia dengan cairan antiseptic
 Buka sarung tangan dan simpan nierbekken atau buang ke kantong plastic yang telah
disediakan
 Buka bungkusan luar set kateter dan urin bag dan kemudian simpan di alas steril. Jika
pemasangan kateter dilakukan sendiri, maka siapkan KY jelly di dalam bak sterik.
Jangan menyentuh area steril
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Gunakan sarung tangan steril


 Buka sebagian bungkusan dalam kateter, pegang kateter dan berikan jelly pada ujung
kateter dengan tetap mempertahankan teknik steril
o Pada laki-laki, Posisikan penis tegak lurus 900 dengan tubuh pasien
o Pada wanita, Buka labio minora menggunakan ibu jari dan telunjuk atau
telunjuk dengan jari tengah tangan tidak dominan
 Dengan menggunakan pinset atau tangan dominan, masukkan kateter perlahan-lahan
hingga ujung kateter.
 Anjurkan pasien untuk menarik nafas saat kateter dimasukkan. Kaji kelancaran
pemasukan kateter jika ada hambatan berhenti sejenak kemudian dicoba lagi. Jika
masih ada tahanan kateterisasi dihentikan.
 Pastikan nierbekken yang telah disiapkan berasa di ujung kateter agar urine tidak
tumpah. Setelah urin mengalir, ambil specimen urin bila diperlukan. Lalu segera
sambungkan kateter dengan urine bag
 Kembangkan balon kateter dengan aquadest/NaCl steril sesuai volume yang tertera
pada label
 spesifikasi kateter yang dipakai
 Tarik kateter keluar secara perlahan untuk memastikan balon kateter sudah terfiksasi
dengan baik dalam vesika urinaria.
 Bersihkan jelly yang tersisa pada kateter dengan kasa
 Fiksasi kateter: Pada pasien laki-laki difiksasi dengan plester pada abdomen, Pada
pasien wanita kateter difiksasi dengan plester pada pangkal paha
 Menempatkan urine bag di tempat tidur pada posisi yang lebih rendah dari kandung
kemih
 Lepaskan duk dan pengalas serta bereskan alat, Lepaskan sarung tangan, Rapihkan
kembali pasien
4. SOP TINDAKAN PEMASANGAN OKSIGEN
a. Pengkajian
Mengkaji data-data mengenai kekurangan oksigen ( sesak nafas, nafas cuping hitung,
penggunaan otot pernafasan tambahan, takikardi, gelisah, bimbang dan sianosis)
b. Prosedur tindakan
Persiapan pasien
o Menyapa pasien (ucapkan salam)

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

o Jelaskan maksud dan tujuan tentang tindakan yang akan dilakukan


o Pasien diatur dalam posisi aman dan nyaman (semi fowler)
FASE KERJA
 Siapkan nasal kanul 1 set tabung oksigen ( oksigen central )
 Hubungkan nasal kanul dengan flowmeter pada tabung oksigen atau oksigen dinding
 Bila hidung pasien kotor, bersihkan lubang hidung pasien dengan cotton budd atau
tissu
 Cek fungsi flowmeter dengan memutar pengatur konsetrasi oksigen dan mengamati
adanya gelembung udara dalam humidifier
 Cek aliran oksigen dengan cara mengalirkan oksigen melalui nasal kanul
kepunggung tangan perawat
 Pasang nasal kanul kelubang hidung pasien dengan tepat
 Tanyakan pada pasien, apakah aliran oksigennya terasa atau tidak
 Atur pengikat nasal kanul dengan benar, jangan terlalu kencang dan jangan terlalu
kendor
 Pastikkan nasal kanul terpasang dengan aman
 Atur aliran oksigen sesuai dengan program
 Alat-alat dikembalikan di tempat semula
 Perawat mencuci tangan setelah melakukan tindakan
 Mengakhiri tindakan dengan mengucapkan salam
FASE TERMINASI
 Respon pasien 15 menit setelah dilakukan tindakan
 Dokumentasikan:
 Waktu pelaksanaan
 Respon pasien

5. SOP TINDAKAN PEMASANGAN WSD


a. Indikasi
Pneumothoraks , Hemothoraks, Thorakotomy, Efusi pleura
b. Komplikasi pemasangan wsd
Perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia, infeksi, emfiema
c. Prosedur tindakan
 Memeriksa kembali instruksi dokter

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Mencek inform consent, Mengkaji status pasien; TTV, status pernafasan


 Persiapan pasien
 Perhatikan undulasi pada sleng WSD
 Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara lain :
o Motor suction tidak berjalan
o Selang tersumbat atau Selang terlipat
o Paru-paru telah mengembang. Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi
penyebab, segera periksa kondisi sistem drainage, amati tanda-tanda
kesulitan bernafas
 Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar
 Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah
ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air
 Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui jumlah
cairan yg keluar. Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama
 Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan
 Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan jangan sampai
slang terlipat, Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi
 Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
 Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan yang
dibuang kemudian Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran
 Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema
subkutan, Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk efektif
 Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
 Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD
 Latih dan anjurkan klien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan gerak
pada persendian bahu daerah pemasangan WSD
6. SOP PEMBERIAN OBAT
A. Prinsip pemberian benar obat
 Benar Pasien
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat
tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya.
Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai,
misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti
menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari
gelang identitasnya.
 Benar Obat
 Benar Dosis
 Benar Cara/Rute
o Oral Adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai,
karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi
melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
o Parenteral Kata ini berasal dari bahasa Yunani, jadi parenteral berarti diluar
usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (perset / perinfus).
o Topikal Yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya
salep, losion, krim, spray, tetes mata.
o Rektal, Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti
konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar /
kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih
cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya
tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
o Inhalasi Yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas
memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna
untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol
(ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat
misalnya terapi oksigen.
 Benar Waktu
 Benar Dokumentas

B. Cara menghitung pemberian obat


Menghitung obat tablet
Dokter meminta memberikan sanmol tablet 300mg sedangkan satu kablet obat kosentrasinya
600mg, berapa tablet yang harus diberikan?
Jawab
300 mg / 600 mg = ½ tablet
Menghitung dosis obat sirup

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

Rumus nya = order dokter / kosentrasi obat x pelarut


Contoh
Sanmol syrup 100 mg prn, seumpama sediaan obat sanmol syrup 125 mg tiap 5 ml
maka
Order dokter / kosentrasi obat x pelarut
100 mg / 125 mg x 5 ml = 4ml
Menghitung obat injeksi
Metrodinazole injeksi 3dd x 300mg, sendiaan obat metrodinazole injeksi untuk setiap
100 ml adalah 500 mg
300 mg / 500 mg x 1oo ml = 60 ml
Menghitung obat serbuk
Pada umumnya antibiotic serbuk dilarutkan denga 10 cc aquabedes sebelum diberikan
Contoh
Cefrtiazone injeksi 3dd x 330 mg IV
Jawab = 330 mg / 1000 mg x 10 cc = 3,3 cc
Kurang baik jika pelarutnya sebanyak 10 cc karena jika kita akan menarik cairan
sebanyak 3,3 cc susah mengukurnya maka akan lebih baik jika menggunakan pelarut
sebanyak 9 cc
Solusi jawaban :
330 mg / 1000 mg x 9 cc = 3 cc

C. Pemberian obat lewat intravena


a. Prosedur tindakan
 Siapkan peralatan ke dekat pasien
 Mengidentifikasi pasien dengan prinsip enam B (Benar obat, dosis,pasien, cara
pemberian, waktu dan dokumentasi)
 Pasang sampiran atau tutup tirai untuk menjaga privasi pasien
 Mencuci tangan dengan benar

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Memakai handscoon dengan baik


 Posisikan pasien dan bebaskan daerah yang akan disuntik dari pakaian pasien
 Mematahkan ampul ( bila perlu menggunakan kikir )
 Memasukkan obat kedalam spuit sesuai dengan advice dokter dengan teknik
septik dan aseptic
 Menentukan daerah yang akan disuntik
 Memasang pengalas dibawah daerah yang akan disuntik
 Meminta pasien untuk menggenggam tangannya dan memasang tourniquet 10-12
cm diatas vena yang akan disuntik sampai vena terlihat jelas
 Melakukan desinfeksi menggunakan kapas alkohol pada daerah yang akan
disuntik dan biarkan kering sendiri
 Memasukkan jarum dengan posisi tepat yaitu lubang jarum menghadap keatas,
jarum dan kulit membentuk sudut 20
 Lakukan aspirasi yaitu tarik penghisap sedikit untuk memeriksa apakah jarum
sudah masuk kedalam vena yang ditandai dengan darah masuk kedalam tabung
spuit (saat aspirasi jika ada darah berarti jarum telah masuk kedalam vena, jika
tidak ada darah masukkan sedikit lagi jarum sampai terasa masuk di vena)
 Buka tourniquet dan anjurkan pasien membuka kepalan tangannya, masukkan
obat secara perlahan jangan terlalu cepat
 Tarik jarum keluar setelah obat masuk ( pada saat menarik jarum keluar tekan
lokasi suntikan dengan kapas alkohol agar darah tidak keluar )
 Rapikan pasien dan bereskan alat
 Lepaskan sarung tangan
 Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan handuk atau tissue

D. Pemberian obat lewat selang infuse


Prosedurnya tindakan
 Cuci tangan
 Jelaskan pada pasien mengenai yang akan dilakukan.
 Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan masukan ke dalam spuit.
 Cari tempat penyuntikan obat pada daerah selang intravena.
 Pasang sarung tangan.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Lakukan desinfeksi dengan kapas alkohol dan setop aliran.


 Lakukan penyuntikan dengan memasukan jarum spuit hinnga menembus bagian
tengah dan masukan obat secara perlahan – lahan ke dalam selang intravena.
 Setelah selesai, tarik spuit.
 Periksa kecepatan infus dan observasi reaksi obat.
 Buka sarung tangan.
 Cuci tangan
 Catat obat yang telah di berikan dan dosisnya.
E. Pemberian obat tetes mata
a. Indikasi
 meredakan sementara mata merah akibat iritasi ringan yang dapat disebabkan
oleh debu, sengatan sinar matahari, pemakaian lensa kontak, alergi atau sehabis
berenang.
 antiseptik dan antiinfeksi.
b. Prosedur tindakan
 Mencuci tangan, jika perlu gunakan sarung tangan
 Berihkan mata dengan kapas steril
 Buka mata dengan menarik kelopak mata ke atas atau bawah
 Minta pasien melihat ke atas
 Teteskan obat pada konjungtiva kelopak bawah. Bila menggunakan salep,
oleskan dari kanus dalam ke kantus luar
 Anjurkan pasien untuk menutup dan mengedip-ngedipkan mata
 Bersihkan bekas obat dengan kapas mata
 Bereskan alat, Evaluasi perasaan pasien, Evaluasi reaksi obat, Dokumentasikan
prosedur dan hasil tindakan
F. Pemberian obat lewat rectum
a. Indikasi
Mengobati gejala-gejala rematoid, spondistis ankiloksa, gout akut dan osteoritis.
b. Kontraindikasi
 Pasien yang menderita ulkus pentrikum atau peradangan aktif (inflamasi akut)
pada saluran cerna.
 Bionkospasme berat atau pasien dengan riwayat asma bronchial atau alergi.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Gagal fungsi ginjal dan hati yang berat.


 Supositoria sebaiknya tidak di gunakan pada penderita piotitis atau hemoroid.
 Pembedahan rektal.
c. Prosedur tindakan
 Periksa kembali order pengobatan mengenai jenis pengobatan waktu, jumlah dan
dosis obat, Siapkan klien
 Berikan penjelasan pada klien dan jaga privasi klien
 Mencuci tangan dan pakai sarung tangan
 Bebaskan pakaian bawah pasien
 Mengatur posisi pasien miring kesalah satu sisi, kaki sebelah atas ditekuk
 Membentangkan pengalas dibawah bokong pasien
 Buka supositoria dari kemasannya, lumasi ujungnya dan jari telunjuk tangan
dominan
 Regangkan bokong pasien dengan tangan nondominan , sehingga anus terlihat
 Masukan obat supositoria perlahan-lahan ke dalam anus, sphincter anal interna
serta mengenai dinding rectal ±10 cm pada orang dewasa, ±5 cm pada bayi atau
anak dorong hingga masuk , sambil meminta pasien untuk menarik napas dalam
melalui mulut
 Minta pasien agar tidak mengejan dan pastikan obat sudah masuk
 Tarik jari anda dan bersihkan area kanal dengan tissue
 Anjurkan pasien untuk berbaring terlentang atau miring selama ± 5 menit
 Lepaskan sarung tangan dan letakkan pada bengkok
 Rapikan pakaian pasien dan lingkungan
 Bereskan alat, Mencuci tangan
 Catat nama obat, dosis, dan waktu pemberian obat pada catatan obat
 Observasi adanya efek supositoria ±30 menit setelah obat diberikan
G. Pemberian obat tetes telinga
a. Indikasi
Infeksi superfisial pada telinga luar oleh kuman gram positif atau gram negatif yang peka
terhadap Chloramphenicol.
b. Kontraindikasi
Bagi penderita yang sensitip terhadap Chloramphenicol
Perforasi membran timpani.

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

c. Prosedur tindakan
TAHAP PRE-INTERAKSI
 Mengecek rencana tindakan keperawatan/medik
 Mencuci tangan
 Menyiapkan alat: lidi kapas/cotton bud, larutan untuk membersihkan telinga,
obat sesuai indikasi, pipet dan kassa, bengkok, pengalas
Tahap orientasi
 Memberi salam dan memperkenalkan diri
 Mengenalkan tujuan dan prosedur tindakan
 Memberi kesempatan bertanya
Tahap Kerja
 Mendekatkan alat ke dekat pasien
 Atur posisi berbaring atau duduk dengan kepala miring
 Pasang pengalas dan bengkok
 Bila perlu telinga dibersihkan dulu
 Obat telinga disiapkan dan diteteskan sesuai indikasi
 Obat diteteskan melalui dinding telinga ke dalam lubang telinga sambil daun
telinga ditarik sehingga telingga menjadi lurus.
 Sebaiknya pasien tetap miring selama dalam beberapa menit, supaya obat tidak
keluar
Tahap Terminasi
 Mengobservasi reaksi pasien
 Membuat kontrak selanjutnya
 Mencuci tangan
 Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan

7. SOP TINDAKAN NEBULIZER


a. Indikasi
Untuk penderita asma, sesak napas kronik, batuk, pilek, dan gangguan
saluran pernapasan.
b. Kontraindikasi
Pada penderita trakeotomi, pada fraktur didaerah hidung
c. Prosedur tindakan
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Mengatur pasien dalam posisi duduk atau semifowler


 Mengontrol flowmeter dan humidifier
 Mencuci tangan
 Menyambungkan masker nebulizer dengan tabung oksigen dengan selang
penghubung
 Mengontrol apakah selang dan masker berfungsi dengan baik
 Menghisap obat sesuai instruksi medik dan memasukkannya ke dalam tabung
masker nebulizer
 Memasang masker sesuai wajah klien
 Mengalirkan oksigen sesuai indikasi medik
 Mengevaluasi respon klien (pola napas)
 Merapihkan pasien
 Cuci tangan
 Dokumentasi (jenis obat dan jumlah liter oksigen yang diberikan, Waktu
pemberian, Reaksi pasien)
d. Obat yang digunakan
 Bisolvon-Berotec-Nacl
 Pulmicort-Nacl
 Combivent-Nacl

8. SOP TINDAKAN SUCTION


a. Indikasi
 Klien dengan retensi sputum
 Klien dengan respirator atau endotrakeal tube
 Klien dengan trakeostomi
b. Kontraindikasi
 Klien dengan TIK meningkat

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Klien dengan odema paru


 Pasien dengan stridor
c. Lama pemberian
Bayi 60 – 10 mmhg
Anak 100 – 120 mmhg 5 – 10 detik
Dewasa 120 – 200 mmhg 10 – 15 detik

d. Prosedur tindakan
 Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
 Cuci tangan
 Tempatkan pasien pada posisi telentang dengan kepala miring ke arah perawat.
 Gunakan sarung tangan.
 Hubungkan kateter penghisap dengan slang alat penghisap.
 Mesin penghisap dihidupkan.
 Lakukan penghiusapan lendir dengan memasukkan kateter penghisap ke dalam kom
berisi aquadest atau NaCl 0,9 % untuk mempertahankan kesterilan.
 Masukkan kateter penghisap dalam keadaan tidak menghisap.
 Gunakan alat penghisap dengan tekanan 110 – 150 mm Hg untuk dewasa, 95 – 110
mm Hg untuk anak-anak, dan 50 – 95 ,, Hg untuk bayi (Potter dan Perry, 1995).
 Tarik dengan memutar kateter penghisap tidak lebih dari 15 detik.
 Bilas kateter dengan aquades atau NaCl 0,9%.
 Lakuka penghisapan antara penghisapan pertama dengan berikutnya, minta pasien
untuk bernapas dalam dan batuk. Apabila pasien mengalami distres pernapasan,
biarkan istirahat 20 – 30 detik seblum melakukan penghisapan berikutnya.
 Setelah selesai, kaji jumlah, konsistensi, warna, bau sekret, dan respon pasien
terhadap prosedur yang dilakukan.
 Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
9. SOP TINDAKAN PERAWATAN KOLOSTOMI
a. Indikasi
Pasien Atresia ani, Trauma kolon dan sigmoid, Diversi pada anus malformasi, Diversi pada
penyakit Hirschsprung, Diversi untuk kelainan lain pada rekto sigmoid anal kanal
b. Prosedur tindakan
Fase Orientasi
 memberikan salam

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 kepada klien, siapa nama pasien


 memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
 menanyakan persetujuan dan kesiapan klien
Fase Kerja
 Memberikan kesempatan klien untuk bertanya
 Menanyakan keluhan utama klien
 Jaga privasi klien
 Menggunakan sarung tangan
 Meletakkan perlak atau pengalas di bagian kanan/kiri pasien sesuai letak stoma
 Melatakkan bengkok di atas perlak dekat tubuh pasien
 Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi bau dll)
 Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan menggunakan pinset dan tangan
kiri menekan kulit klien
 Membersihkan kulit sekitar stoma dengan kapas nacl
 Membersihkan stoma dengan sangat hati-hati menggunakan kapas nacl jangan
sampai terjadi prdarahan
 Mengeringkan kulit sekitar stoma dengan kasa steril
 Observasi stoma dan kulit sekitar stoma
 Memberikan zink salep/zink oil jika terdapat iritasi pada kulit sekitar stoma
 Mengukur stoma dan membuat lubang pada kantong kolostomi sesuai ukuran stoma
 Membuka salah satu sisi (sebagian) perekat kantong kolostomi
 Menggunakan pinset untuk mempermudah memasukkan stoma melalui lubang
kantong kolostomi
 Membuka sisa perekat dan hindari masuknya udara ke dalam kantong kolostomi
 Merapikan klien
 Melepas sarung tangan
10. SOP TINDAKAN PEMBERIAN MAKANAN LEWAT SELANG NGT
a. Indikasi
 Perdarahan GI (Gastrointestinal)
 Trauma multiple, pada dada dan abdomen
 Pemberian Obat-obatan, cairan makanan
 Pencegahan aspirasi penderita dengan intubasi jangka panjang. Operasi abdomen
 Obstruksi saluran cerna
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

b. Kontraindikasi
Fraktur tulang-tulang wajah dan dasar tengkorak
Penderita operasi esofagus dan lambung (sebaiknya NGT dipasang saat operasi)
c. Prosedur tindakan
Fase Orientasi
o Memberikan salam dan menyapa nama pasien
o Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga / pasien
o Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien
Fase Kerja
o Menjaga privacy
o Mengatur posisi pasien dalam posisi semi fowler/fowler (jika tidak ada kontra
indikasi)
o Memakai sarung tangan
o Memasang pengalas di atas dada
o Memastikan letak NGT dengan cara aspirasi isi lambung
o Memasang corong
o Memasukkan air matang, membuka klem, tinggikan 30 cm, sebelum habis klem
kembali
o Memasukkan makanan cair, membuka klem, meninggikan 30 cm, klem kembali
sebelum habis
o Memasukkan air matang, membuka klem, tinggikan 30 cm, sebelum air habis klem
kembali
o Menutup ujung NGT dengan spuit/klem
o Membersihkan sisa makanan pada pasien
o Merapikan pasien

11. SOP TINDAKAN TRANSFUSI DARAH


a. Prosedur tindakan
FASE PRAINTERAKSI
 Mengecek program terapi
 Mencuci tangan
 Menyiapkan alat

FASE ORIENTASI
EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Memberikan salam teraupelik


 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan ,tanda dan gejala reaksi tranfusi
 Menayakan persetujuan / kesiapan pasien
 Minta tanda tangan persetujuan / informan konsen
FASE KERJA
 Periksa produk darah yang di siapkan,
Identitas
Jenis dan golongan darah
Nomor kantong darah
Tanggal kadaluarsa
Hasil cross test dan jumlah darah
 Menggunakan hanscoen
 Pemasangan system infus set dengan filter yang tapat terhadap produk darah
 Memasang cairan dengan cairan isotonic ( Nacl 0,9%)
 Hindari tranfusi darah lebih dari satu unit darah atau produk darah pada satu waktu,
kecuali diwajibkan oleh kondisi pasien.
 Monitor temapat Iv terhadap tanda dan gejala dari infiltrasi, phlebritis dan infeksi
local.
 Monitor tanda-tanda vital (pada awal, sepanjang dan setelah tranfusi)
 Berikan injeksi anti histamine bila perlu.
 Ganti cairan Nacl 0,9 % dengan produk yang tersedia.
 Monitor ada tidaknya reaksi alergi terhadap pemasangan infuse
 Monitor kecepatan aliran tranfusi
 Jangan memberikan medikasi IV atau cairan lain kecuali isotonic dalam darah atau
produk
 Ganti larutan Nacl 0,9% ketika tranfusi telah lengakap/selesai

12. SOP PERAWATAN LUKA DM


Tahap orientasi
 Mengucapakan salam dan menyapa klien
 Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan pada klien
 Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
 Memberi kesempatan bertanya pada klien sebelum tindakan

Tahap kerja

EDITOR: JOONS
BAHAN BACAAN BIMBEL UKOM

 Menjaga privacy klien


 Mengatur posisi klien sehingga luka dapat terlihat dan terjangkau oleh perawat
 Membuka bak instrumen
 Menuangkan NaCl 0,9% ke dalam cucing
 Menuangkan H2O2 ke dalam cucing
 Mengambil kasa steril secukupnya, kemudian masukan ke dalam cucing yang berisi
larutan NaCl 0,9%
 Mengambil sepasang pinset anatomis dan cirugis
 Memeras kasa yang sudah di tuangkan ke dalam cucing
 Taruh perasan kasa di dalam bak instrumen atau tutup bak instrumen bagian dalam
 Pasangkan perlak di bawah luka klien
 Buka balutan luka klien, sebelumnya basahi dulu plester atau hipafiks dengan NaCl atau
semprot dengan alkohol
 Masukan balutan tadi ke dalam bengkok atau tas kresek
 Observasi keadaan luka klien, jenis luka, luas luka, adanya pus atau tidak dan kedalaman
luka dengan Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk mengeluarkan pus
 Buang jaringan yang sudah membusuk (jika ada) menggunakan gunting jaringan
 Ganti sarung tangan bersih dengan sarung tangan streil
 Melakukan debridement
 Lakukan perawatan luka dengan kasa yang sudah di beri larutan NaCl 0,9% dan larutan
H2O2 sampai bersih dari arah dalam ke luar
 Melakukan kompres desinfektant dan tutup dengan kassa
 Oleskan obat luka (jika ada)
 Tutup luka dengan kasa kering streil secukupnya
 Fiksasi luka dengan hipafiks
 Rapikan klien
Tahap terminasi
 Bereskan peralatan
 Sampaikan pada klien bahwa tindakan sudah selesai
 Sampaikan terimakasih atas kerjasamanya
 Lepas sarung tangan
 Cuci tangan , Dokumentasikan kegiatan

EDITOR: JOONS

Anda mungkin juga menyukai