1
suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan (edema) pada
trakea, untuk pertolongan dilakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust
saja
Jika suara napas tidak terdengar karena ada hambatan total pada jalan napas, maka
dapat dilakukan :
a) Jaw thrust
Dilakukan pada pasien yang curiga trauma servical, multiple trauma, jejas di atas
clavicula, raccoon eye
b) Head tilt chin lift
Dilakukan pada pasien non trauma
c) Back blow untuk bayi dan anak
sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan telapak tangan daerah diantara
tulang scapula di punggung
d) Neck cholar
Beathel sign, jejas muka, rinorhea
d. Berathing
a. Masalah oksigenasi
a) Nasal kanul
Aliran oksigen 1 – 6 liter/menit
Saturasi oksigen 95 – 100 %
b) RM
Aliran oksigen 6 – 10 liter/menit
Saturasi oksigen 90 – 94 %
Tidak ada katub
c) NRM
Aliran oksigen 10 – 12 liter/menit
Saturasi oksigen <85 %
Ada katub
b. Masalah yang sering muncul
a) Open pneumothorax
Nyeri pada lokasi yang cidera
Napas pendek
Terdengar suara bubbling
Penutupan luka dilakukan dengan memakai Kassa 3 sisi
b) Tension pneumothorax
Trauma tembus atau benda tajam
Suara napas berkurang atau hilang pada sisi yang cidera
Distensi vena dan distensi trachea
Penanganannya dengan needle thorakosintesis mid II kavicula
c) Flail chest
Perkembangan dada tidak simetris
Fraktur iga 2 – 3
d) Hematothorax massif
Adanya darah dalam rongga pleura
Penanganannya WSD
e) Tamponade jantung
Jvp melemah
Bunyi jantung melemah
Penanganannya Perikardiosintesis
e. Circulation
Control perdarahan dengan balut tekan. Jika patah tulang pada daerah yang
menampung cairan darah banyak bisa mengakibatkan Syok.
2
Adapun kondisi perdarahan yang bisa mengakibatkan Syok adalah pada
daerah:
Thorax
Abdomen
Pelvis
Femur
Tanda gejala dari syok yaitu
kulit dingin atau lembab.
kulit pucat.
pernapasan dangkal dan cepat.
denyut jantung cepat.
sedikit atau tidak ada urin yang dihasilkan.
kebingungan.
kelemahan.
nadi lemah.
Jika px transfuse darah maka, Hb normal 10
Rumusnya : Hb normal – Hb sekarang x bb x 6 untuk wbc x 4 untuk prc
Pemasangan infuse intra vena 2 jalur
Ambil darah pada saat akses IV untuk pemeriksaancrossmatch
Berikan cairan kristaloid seperti RL
Perbaikan volume cairan dengan perbandingan 1 : 3 dari cairan /
darah yang hilang.
f. Disability
Pupil ; isokor, unisokor
GCS
Kategori respon Respon Nilai
Spontan 4
Membuka mata Perintah verbal 3
Nyeri 2
Tidak ada respon 1
Mengikuti perintah 6
Melokalisir nyeri / mengetahui letak 5
rangsang
Respon motorik Meghindari nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada respon 1
Respon verbal Orientasi baik dan bicara 5
Disorientasi 4
Kata – kata yg tidak tepat 3
Suara yg tdk berarti / mengerang 2
Tidak ada respon 1
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M… Selanjutnya
nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu
E1V1M1
Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :
(Compos Mentis(GCS: 15-14)
Apatis (GCS: 13-12)
Somnolen(11-10)
Delirium (GCS: 9-7)
Sporo coma (GCS: 6-4)
Coma (GCS: 3))
3
TINGKAT KESADARAN PASIEN:
Compos Mentis/CM (conscious)yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun
(tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).
g. Expouser
Gunting baju
Hipotermi, selimuti
2) SECONDARY SURVEI
Anamnesa
Alergi
Medication
Post illness
Last meal
Event
Pemeriksaan fisik
Head to toe : bentuk, tumor, luka, sakit
vital sign
kesimpulan
Ringkasan umum Resusitasi Jantung Paru (RJP)
Komponen Dewasa Anak Bayi
Urutan RJP CAB
Pengenalan awal Tidak sadarkan diri
Tidak teraba nadi dalam 10 detik
Kompresi 30 : 2 30 : 2 (1 penolong )
( 1 or 2 penolong ) 15 : 2 ( 2 penolong )
A&B Berikan 2x napas bantuan dengan posisi jalan napas terbuka
setelah 30 kompresi . bila terpasang alat bantu jalan napas
( Rescue breathing ) berikan napas 6 – 8 detik / 8 – 10 x/menit.
Hal – hal yang harus diperhatikan
Periksa nadi Nadi carotis Nadi brachialis
atau femoralis
Titik kompresi dada Diantara putting susu pertengahan Dibawah garis
bawah sternum putting susu
Metode kompresi 2 tangan 1 tangan 2 jari
Kedalaman 1 ½ inci – 2 inci ± 1/3 sampai ½ dada
kompresi 4 – 5 cm
Jumlah kompresi keceptan kompresi 100 – 120x/menit
4
II.MANEJEMEN KEPERAWATAN
A. KODE ETIK DALAM KEPERAWATAN
a. Autonomy : hak pasien memilih
Pasien memiliki diagnose medis SNH hari ini seorang perawat akan melakukan implementasi ROM
pasif membantu pasien makan. Sebelum mengajari 3 hal tsb pasien diberi kesempatan untuk memilih
latihan yang mana yang akan dilakukan.
b. Justice : Keadilan
Diruang rawat mentari terdapat 2 kelas perawatan yaitu kelas satu dan kelas dua, saat dinas pagi ada 2
pasien yang sedang membutuhkan bantuan perawat, perawat anton mengganti cairan infuse kelas satu
dengan ramah dan penuh senyum namun saat menganti cairan infuse dikelas dua perawat anton
tampak cemberut.
c. Beneficiene : Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien
Perawat menasehati klien tentang program latihan untuk memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi
perawat menasehati untuk tidak dilakukan karena alesan resiko serangan jantung.
d. Fidelity : Menepati janji
Seorang perempuan 28 th di rawat diruang penyakit dalam dengan keluhan BAB encer sejak 2 minggu
yang lalu, pasien sudah diberitahu oleh perawat bahwa menderita HIV, pasien meminta kepada
perawat untuk merahasiakan penyakitnya kepada siapa pun, perawat menyetujui permintaan pasien
tersebut.
e. Confidenlity : Kerahasiaan
Saat perawat sedang melakukan perawatan pada genetalia pasien perawat lupa menutup korden
jendela sehingga salah satu lansia lain melihat tindakan yang dilakukan perawat tersebut.
f. Veracity : Kejujuran
Seorang laki – laki 34 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan keluhan panas tinggi
sejak 3 hari yang lalu. Pemeriksaan laboratorium menunjukan pasien menderita DHF, pada
saat perawat datang, pasien bertanya tentang hasil pemeriksaan laboratorium tersebut,
perawat menjawab hasilnya baik – baik saja pak.
g. Nonmaleficience : Tidak merugikan
Seorang ibu mendatangi perawat yang berada di stasion ners melapor bahwa cairan infuse
anaknya sudah habis, perawat mengatakan ya saya datang, ibu tunggu saja dikamar anaknya
hingga 30 menit perawat belum juga datang sehingga ibu anak tersebut harus mendatangi
perawat tersebut. Ternyata perawat lupa, waktu dilihat cairan infuse sudah habis, udara sudah
masuk dalam selang infuse.
B. GAYA KEPEMIMPINAN
a. Demokratis
Definisi pemimpin yang selalu mendengar dan mempertimbangkan atas masukan – masukan
dari para pegawainya.
Contoh
Disebuah ruang perinatalogi terlihat kepala ruang dan para perawat sangat dekat. Kepala
ruang perinatalogi sering mendisusikan tentang pelayanan yang lebih baik dan para perawat
pun aktif dalam memberikan masukan – masukan.
b. Otoriter
Definisi gaya pemimpin yang memusatkan pada segala keputusan dan kebijakan yang
diambil dari dirinya sendiri secara penuh.
Contoh
Dalam menjalankan tugas para perawat dibangsal bedah saraf harus sesuai tujuan yang telah
ditentukan oleh kepala ruang, tidak ada sedikit pun bantahan dari perawat untuk
melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang diinginkan kepala ruang.
c. Laisez faire
Definisi pemimpin memberikan dan membiarkan pegawainya untuk melakukan kinerja
masing – masing sesuka hati
Contoh
5
Seorang kepala ruang disuatu bangsal memberikan kepercayaan penuh kepada para
pegawainya untuk melaksanakan tugas masing – masing, kepala ruang hanya menerima
laporan perkembangan kinerjanya.
d. Otokratis
Definisi ketergantungan kepada yang berwenang dan tidak akan melakukan apa – apa
kecuali jika diperintah
e. Karismatik
Definisi suatu hubungan emosional antara pemimpin dan anggota kelompok yang dipimpin.
6
b. Organizing (pengorganisasian)
adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber data yang
dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan
organisasi.
c. Actuating (directing, commanding, coordinating) atau penggerakan
adalah proses memberikan bimbingan kepada staf agar mereka mampu bekerja
secara optimal dan melakukan tugas- tugasnya sesuai dengan ketrampilan yang
mereka miliki sesuai dengan dukungan sumber daya yang tersedia.
d. Controlling (pengawasan, monitoring)
adalah proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan rencana kerja yang
sudah disusun dan mengadakan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi.
E. PERHITUNGAN RUMUS BOR, ALOS, TOI
a. BOR
RUMUS =
Jumlah perawat x 100% ÷ ( Jumlah tempat tidur x jumlah 1 periode)
b. ALOS
Rumus
Jumlah lama dirawat ÷ jumlah pasien keluar
c. TOI
Rumus
( Jumlah tempat tidur x jumlah 1 periode ) – Hari perawatan ÷ jumlah pasien keluar
7
III.KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Macam – macam penyakit yang sering muncul:
a. Asuhan keperawatan pasien dengan anemia
a) Definisi anemia
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit dibawah normal.
b) Etiologi
Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
Perdarahan
Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin,
vitamin C dan copper
c) Manifestasi klinis
Lemah, letih, lesu dan lelah
Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.
d) Klasifikasi
Anemia hipoproliferatif
Anemia aplastik Penyebab:
hipoplasia sum-sum tulang yang mengakibatkan
parsitopenia/insufesiensi jumlah trombosit.
Anemia pada penyakit ginjal
Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl
Hematokrit turun 20-30%
Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi
Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah
maupun defisiensi eritoprotein.
Anemia defisiensi besi
Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi,
Gangguan absorbsi (post gastrektomi), Kehilangan darah yang menetap
(neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus, hemoroid, dll.)
Anemia megaloblastik
Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st
gastrektomi) infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen
kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar yang terinfeksi,
pecandu alkohol.
Anemia hemolitika
Pengaruh obat-obatan tertentu
Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik
kronik, Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase, Proses autoimun
Reaksi transfusi
Malaria
e) Criteria anemia
No Jenis kelamin Kadar Hemoglobin
1 laki-laki Hb <13gr/dl
2 perempuan dewasa tidak hamil Hb <12gr/dl
3 Perempuan Hb <11gr/dl
4 Anak usia 6-14 tahun Hb <12gr/dl
5 Anak usia 6 bulan-6 tahun Hb <11gr/dl
Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit,atau praktik klinik pada umumnya dinyatakan anemia bila
terdapat nilai sebagai berikut.
1. Hb <10gr/dl
2. Hematokrit <30%
8
3. Eritrosit <2,8juta
f) Komplikasi
gagal jantung,
parestisia dan
kejang.
g) Pemeriksaan penunjang
o Jumlah Hb lebih rendah dari normal ( 12 – 14 g/dl )
o Kadar Ht menurun ( normal 37% – 41%)
o Peningkatan bilirubin total ( pada anemia hemolitik )
o Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi
o Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak (pada anemia aplastik)
h) Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan:
Anemia aplastik:
Transplantasi sumsum tulang
Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
Anemia pada penyakit ginjal
Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
Ketersediaan eritropoetin rekombinan
Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan
untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi
sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
Anemia megaloblastik
Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik
dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan
selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang
tidak dapat dikoreksi.
Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan
asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
i) Diagnose keperawatan & intervensi
1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leukopeniaatau penurunan granulosit (responinflamasi tertekan).
Intervensi
Anjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien.
Gunakan sabun anti microba untuk mencuci tangan
Batasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ istirahat yang cukup
Berikan perawatan kulit, perianal dan oral.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi inadekuat, faktor
psikologis
Intervensi
Kaji adanya alergi makanan.
Kaji makanan yang disukai oleh klien.
Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi TKTP
Observasi dan catat masukan makanan pasien.
Timbang berat badan setiap hari.
Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering atau makan diantara waktu makan.
3. Intoleransi aktivitas B.d ketidakseimbangan suplai & kebutuhan O2
9
b. Asuhan keperawatan pasien dengan hipertensi
a) Definisi
tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya
diatas 90 mmHg. (Brunner dan Suddarth, 896 ; 2002).
b) Klasifikasi
KATEGORI SISTOLIK DIASTOLIK
Normal < 130 < 85
Tinggi Normal Hipertensi 130 – 139 85 – 89
Stadium 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
Stadium 2 (Sedang) 160 – 179 100 – 109
Stadium 3 (berat) 180 – 209 110 – 119
Stadium 4 (sangat berat) > 210 > 120
c) Etiologi
Pola makan
Genetic
Asupan tinggi garam
d) Manifestasi klinis
kelemahan, napas pendek, frekuensi jantung meningkat, ansietes, depresi, obesitas, pusing,
sakit kepala, tekanan darah meningkat.
e) Komplikasi
Stroke
Infark miokard
Gagal ginjal
Ensefalopati (kerusakan otak)
f) Penatalaksanaan
Pola makan sehat
Berhenti merokok
Mengurangi konsumsi garam
Olahraga secara teratur
g) Diagnose
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
Intervensi
Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat, Catat
keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler, Catat edema
umum, Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
Lakukan tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan leher
Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2.
Intervensi
Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan energi
menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen).
10
Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.(Seperti jadwal
meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas danmencegah kelemahan).
3. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Intervensi
Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan, Batasi aktivitas.
Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin, Beri obat analgesia dan
sedasi sesuai pesanan.
Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi
nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi.
c. Asuhan keperawatan pasien dengan deabetus mellitus
a) Definisi
adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif (Arjatmo, 2002).
b) Etiologi
DM tipe I
Kerusakan fungsi sel beta di pancreas
Autoimun, idiopatik
Ketergantungan insulin
DM tipe II
Insulin pada sel kurang efektif sehingga glukosa tidak dapat masuk sel dan
berkurangnya produksi insulin relatif.
DM malnutrisi
Retinopati diabetic
Disebabkan karena perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina selain
retinopati, penderita diabetes juga dapat mengalami pembentukan katarak yang
diakibatkan hiperglikemi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan
pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
Nefropati diabetic
Ulkus/gangrene
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
11
Grade III : Terjadi abses
Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah
distal
e) Pemeriksaan penunjang
a. Glukosa darah :
b. HBAIC (Glucosated Haemoglobin AIC) meningkat yaitu terikatnya glukosa dengan Hb.
(Normal : 3,8-8,4 mg/dl).
f) Penatalaksanaan
Diet
Penyuluhan
Exercise (latihan fisik/olah raga)
Obat: Oral hipoglikemik, insulin
Cangkok pankreas
g) Diagnose
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari hiperglikemia
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati
perifer).
4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
12
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Penurunan permukaan efektif paru,
atelektasis, Kerusakan membran alveolar-kapiler, Sekret kental, tebal, Edema bronkial.
3. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
e. Asuhan keperawatan pasien dengan BPH
a) Etiologi
13
Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu
endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut dapat
pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.
Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi
pasien harus mengedan.
d) Pemeriksaan penunjang
Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di saluran
kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang penuh
dengan urin sebagai tanda adanya retensi urin.
Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat, memeriksa
masa ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan volum buli-buli,
mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli, dan mencari
kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.
Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan
adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau
hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan
dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat)
atau ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)
e) Penatalaksanaan
Pre operasi
o Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT, BT, AL)
o Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
o Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
o Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum pemeriksaan
IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa minimal 8 jam, dan
mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya udara
Post operasi
Irigasi/Spoling dengan Nacl
Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2 hari, bila
pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi bisa diganti dengan
obat oral.
Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post operasi
Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan betadin
Anjurkan banyak minum (2-3l/hari
DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
f) Diagnose keperawatan
1. Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,
dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi
dengan adekuat.
2. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, distensi kandung
kemih, infeksi urinaria, efek mengejan saat miksi sekunder dari pembesaran prostat
dan obstruksi uretra.
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan insisi area bedah vaskuler (tindakan
pembedahan) , reseksi bladder, kelainan profil darah
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter,
irigasi kandung kemih sering
14
f. Asuhan keperawatan pasien dengan CKD
a. Definisi
Gagal ginjal kronis atau biasa kita sebit dengan CKD (cronic kodney disease) merupakan suatu
keadaan dimana ginjal mengalami kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit yang di disebabkan oleh rusaknya
struktur ginjal yang progresif dengan dengan gejala penumpukan sisa metabolic didalam darah.
b. Etiologi
Gagal ginjal kronis dapat disebabkan oleh beberapa kondisi baik yang berasal dari ginjal itu
sendiri atau dapat dari luar tubuh. Akan tetapi apapun penyebab gagal ginjal kronis, respon
yang terjadi terhadap tubuh adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif.
a) Penyakit dari ginjal (intrinsik)
Penyakit pada saringan yang ada di dalam ginjal yaitu glomerulus seperti
glomerulonephritis atau peradangan pada glomerulus ginjal.Glomerulonefritis
terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang diakibatkan karena
adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi peradangan diglomerulus
menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi peningkatan aliran darah
dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan filtrasi glomerulus. Protein-
protein plasma dan sel darah merah bocor melalui glomerulus.
Infeksi kuman seperti pyelonefritis, ureteritis yang berasal dari infeksi
saluran kemih dan lain-lain.
Batu ginjal seperti nefrolitiasis atau urolitiasis
Kista di ginjal seperti polcystis kidney
Trauma langsung yang terjadi pada ginjal pada kondisi kecelakaan
Keganasan pada ginjal seperti kanker ginjal
b) Penyakit dari luar ginjal (ekstrinsik)
Tekanan Darah Tinggi.
Diabetes Melitus
infeksi seperti penyakit tb paru, sifilis, malaria dan juga hepatitis, dan lain-
lain.
Preeklamsi pada ibu hamil
Penggunaan obat-obatan dalam jangka panjang
Kehilangan banyak cairan yang mendadak seperti pada kondisi luka bakar.
c. Manifestasi klinis
hipertensi atau darah tinggi yang di akibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari
aktivasi system rennin-angiotenin-aldosteron
gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner atau edema paru-paru yang di
akibatkan oleh penumpukan cairan yang berlebihan di paru-paru dan
perikarditis atau radang pada lapisan luar jantung yang di akibatkan oleh iritasi
pada lapisan pericardial oleh toksin uremia.
pada kulit pasien adalah mencakup rasa gatal yang parah (pruritis). Butiran
uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini jarang terjadi akibat
penanganan dini dan agresif terhadap penyakit ginjal tahap akhir.
anoreksia, mual disertai muntah,
Pernafasan kusmaul
Nafas berbau ammonia
d. Komplikasi
Hiperkalemia (tingginya kadar kalium didalam darah) yang diakibatkan penurunan
eksresi asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diit berlebih yang berlebihan.
Perikarditis, efusi perincardial dan juga temponade jantung
Hipertensi yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem
rennin angioaldosteron
15
Anemia yang di akibatkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah,
pendarahan gasstrointestinal akibat iritasi pada lapisan mukosa saluran pencernaan.
Penyakit tulang seperti osteoporosis dan lain-lain yang diakibatkan oleh retensi fosfat
kadar kalium serum yang rendah metabolisme vitamin D, abnormal dan peningkatan
kadar aluminium
e. Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium
Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia.
Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
Ureum dan kreatinin
Hiponatremi : Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada
gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya dieresis
Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian hormone
insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
b) Radiologi
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya batu atau adanya suatu
obstruksi Dehidrasi karena proses diagnostic akan memperburuk keadaan ginjal, oleh
sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
IIntra Vena Pielografi (IVP) :Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.
USG Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
EKG Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)
f. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan medis
Cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24 jam atau dengan
menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml, maka air
yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia
rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat diberikan
sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
b) Penatalaksanaan Diet
Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme protein
Lemak diberikan bebas.
Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat.
Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan makanan
dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gagguan pada
klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti telur,
daging sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.
g. Diagnose keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhbungan dengan peningkatn bendungan atrium kiri
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan menurun
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet berlebih dan retensi
cairan dan natrium.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah,
pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic, sirkulasi,sensasi,
penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam kulit.
g. Asuhan keperawatan pasien dengan asma
a) Definisi
Gangguan jalan nafas reaktif kronis termasuk obstruksi jalan nafas episodik dan obstruksi jalan
nafas reversible akibat bronkospasme, peningkatan sekresi mucus, dan edema mukosa
16
b) Klasifikasi
Asma alergik (Ekstrinsik)Merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti bulu
binatang, debu, ketombe. Bentuk asma ini biasanya di mulai dari kanak – kanak.
Idiopatik atau nonalergik asma (Intrinsic)Tidak berhubungan secara langsung dengan
allergen spesifik, saluran nafas atas, aktifitas, emosi/stress dan polusi lingkungan akan
mencetuskan serangan. Bentuk asma ini biasanya di mulai ketika dewasa > 35 tahun.
Asma CampuranMerupakan bentuk asma yang paling sering. Di karakteristikan
dengan bentuk ke dua jenis asma alergik dan ideopatik atau nonalergik
c) Etiologi
Zat allerge
Infeksi saluaran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma.
Perubahan suhu udara (udara dingin, panas, kabut)
Polusi udara
Riwayat keluarga (factor genetic) Orang tua menderita asma
d) Manifestasi klinis
Serangan tiba-tiba yang diawali dengan batuk-batuk dan sesak nafas
Wheezing
Ekspirasi lebih panjang
Kontraksi otot-otot bantu pernapasan
Hypoksemia dan sianosis
Keletihan
e) Komplikasi
o Pneumothoraks
o Pneumomediastinum
o Atelektasis
o Aspergilosis
o Bronkhitis
f) Pemeriksaan penunjang
Analisa Gas Darah ( AGD / astrup ).Hanya dilakukan pada serangan asma berat karna
terdapt hipoksia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
Sputum, Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut
kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.
Sel eosinofil, pada klien dengan status asma dapat mencapai 1000 – 1500 / mm3 .
sedangkan hitung eosinofil normal antara 100 – 200/mm3 .Perbaikan fungsi paru
disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukan pengobatan telah tepat.
g) Penatalaksanaan
1. Farmakologi
o Memberikan oksigen pernasal
o Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau terbutalin 10 mg).
Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam.
Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis
salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%
o Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
o Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera atau dalam
serangan sangat berat25
o Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya golongan beta
adrenergik dan anti kolinergik.
2. Non farmakologi
o Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan
baik
o Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
o Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
o Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
17
o Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
o Hindarkan pasien dari faktor pencetu
h) Diagnose keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama
atau imunitas
h. Asuhan keperawatan pasien dengan LUKA BAKAR
a. Penyebab luka bakar
o Luka bakar karena api
o Luka bakar karena air panas
o Luka bakar karena bahan kimia
b. Derajad luka bakar
a) Derajad I
o Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
o Kulit kering, hiperemi berupa eritema
o Tidak dijumpai bulae
o Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
o Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
b) Derajad II
o Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi.
o Dijumpai bulae.
o Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
o Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi
diatas kulit normal
o Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis. Organ-organ kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
18
c. Berat ringannya luka bakar
a) Mayor berat
o Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50
tahun. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama
o Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum.
o Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) atau trauma inhalasi
b) Minor ringan
Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan
perineum.
c) Modera sedang
o Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III
kurang dari 10 %
o Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40
tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
o Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa
o Tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
d. Luas luka bakar
Kepala leher 9%
Thorax depan & belakang 18 %
Abdomen depan & belakang 18%
Paha kanan kiri 18%
Kaki kanan kiri 18%
Seluruh punggung 18%
Genetalia 1%
e. Penatalaksanaan
a) Penanganan awal kejadian
o Jauhkan korban dari sumber panas. Jika penyebabnya api, jangan biarkan korban berlari,
anjurkan korban untuk berguling-guling atau bungkus tubuh korban dengan kain basah
dan pindahkan segera korban ke ruangan yang cukup berventilasi jika kejadian luka
bakar berada di ruangan tertutup.
o Buka pakaian dan perhiasan logam yang dikenakan korban.
o Kaji kelancaran jalan napas korban, beri bantuan pernapasan (life support) dan oksigen
jika diperlukan.
o Beri pendinginan dengan merendam korban dalam air bersih yang bersuhu 20 oC
(suhu air yang terlalu rendah akan menyebabkan hipotermia) selama 15-20 menit segera
setelah terjadinya luka bakar (jika tidak ada masalah pada jalan napas korban).
o Jika penyebab luka bakar adalah zat kimia, siram korban dengan air sebanyak-
banyaknya untuk menghilangkan zat kimia dari tubuh korban.
o Kaji kesadaran, keadaan umum, luas dan kedalaman luka bakar dan cedera lain yang
menyertai luka bakar.
o Segera bawa penderita ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut (tutup tubuh korban
dengan kain/kasa yang bersih selama perjalanan ke rumah sakit).
b) Penanganan pertama luka bakar di UGD
o Penilaian keadaan umum klien. Perhatikan A: Airway (jalan napas); B: Breathing
(pernapasan); C: Circulation (sirkulasi).
19
o Penilaian luas dan kedalaman luka bakar.
o Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara (kemungkinan klien mengalami trauma
inhalasi).
o Kaji adanya edema saluran pernapasan (mungkin klien perlu dilakukan intubasi atau
trakheostomi).
o Kaji adanya faktor-faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya fraktur,
riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dll) dan
penyebab luka bakar karena tegangan listrik (sulit diketahui secara akurat tingkat
kedalamannya).
o Pasang infus (IV line). Jika luka bakar > 20% derajat II/III biasanya dipasang CVP
(kolaborasi dengan dokter).
o Pasang kateter urine
o Pasang nasogastrik tube (NGT) jika diperlukan.
o Beri terapi cairan intra vena (kolaborasi dengan dokter). Biasanya diberikan sesuai
formula Parkland yaitu 4 ml/kg BB/ % luka bakar pada 24 jam pertama. Pada 8 jam I
diberikan ½ dari kebutuhan cairan dan pada 16 jam II diberikan sisanya (disesuaikan
dengan produksi urine tiap jam)
o Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan . pada klien yang mengalami trauma
inhalasi/gangguan sistem pernapasan dapat dilakukan nebulisasi dengan obat
bronkodilator.
o Periksa lab darah.
o Berikan suntikan ATS/Toxoid.
o Perawatan luka.
o Pemberian obat-obatan (kkolaborasi dengan dokter); analgetik, antibiotik dll.
o Mobilisasi secara dini (range of motion).
o Pengaturan posisi.
c) Penanganan luka bakar di unit perawatan intensif
o Pantau keadaan klien dan setting ventilator.
o Observasi tanda-tanda vital; tekanan darah, nadi dan pernapasan setiap jam dan suhu
setiap 4 jam.
o Pantau nilai CVP.
o Amati GCS.
o Pantau status hemodinamik.
o Pantau haluaran urine (0,5-1 cc/kg BB/jam)
o Auskultasi suara paru tiap pertukaran jaga.
o Cek AGD setiap hari atau bila diperlukan.
o Pantau saturasi oksigen.
o Pengisapan lendir (suction) minimal setiap 2 jam dan jika perlu
o Perawatan mulut setiap 2 jam (beri boraq gliserin).
o Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes setiap 2 jam.
o Ganti posisi klien setiap 3 jam.
o Fisioterapi dada.
o Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter, tube setiap hari.
o Ganti tube dan NGT setiap minggu.
o Observasi letak tube (ETT) setiap shift.
o Observasi terhadap aspirasi cairan lambung.
o Periksa lab darah: elektrtolit, ureum/creatinin, AGD, protein (albumin), gula darah
(kolaborasi dengan dokter).
o Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit.
o Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter.
f. Diagnose keperawatan
1. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan pemulihan kembali integritas
kapiler dan perpindahan cairan dari ruang interstisial ke dalam intravaskuler.
2. Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan
terganggunya respon imun.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
hipermetabolisme dan kebutuhan bagi kesembuhan luka.
4.
20
g. Rumus menghitung kebutuhan cairan pada luka bakar
LB% x BB x 4 ml
Hasil dari Rumus baxter dibagi dua untuk 8 jam pertama selanjutnya 16 jam
21
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencegah diare menurut Ratna Dewi Pudiastuti (2011),
adalah sebagai berikut:
22
c) Klasifikasi
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji tourniquet positif.
Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt), tekanan nadi sempit ( ≤ 20 mmHg ), tekanan darah menurun,
(120/80 → 120/100 → 120/110 → 90/70 → 80/70 → 80/0 → 0/0 ).
Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ≥ 140x/mnt), anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
d) Penatalaksanaan
Tirah baring atau istirahat baring.
Diet makan lunak.
Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri
penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi
penderita DHF.
Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang
paling sering digunakan.
Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien
memburuk, observasi ketat tiap jam.
Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g.Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari
golongan asetaminopen.
Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
e) Pemeriksaan penunjang
Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).
Trambositopenia (≤100.000/ml).
Leukopenia.
Ig.D. dengue positif.
Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia.
Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.
SGOT/SGPT mungkin meningkat.
f) Pencegahan
Lingkungan.
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan
sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat pengembangbiakan nyamuk
hasil samping kegiatan manusia.
Biologis.
Pengendalian biologis dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang).
Kimiawi.
Pengasapan/fogging berguna untyk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga,
kolam, dan lain-lain.
g) Diagnose keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia)
Intervensi:
Kaji saat timbulnya demam, rasionalnya untuk mengidentifikasi pola demam
pasien.
23
Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam,rasionalnya tanda
vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam), rasionalnya peningkatan
suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi
dengan asupan cairan yang banyak.
Berikan kompres hangat, rasionalnya dengan vasodilatasi dapat meningkatkan
penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal, rasionalnya
pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh
2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
Intervensi:
Observasi tingkat nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi), rasional mengindikasi
kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan/resolusi
komplikasi
Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dan tindakan kenyamanan,
rasionalnya lingkungan yang nyaman akan membantu proses relaksasi.
Ajarkan pasien teknik relaksasi, rasionalnya relaksasi akan memindahkan rasa
nyeri ke hal lain.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik, rasionalnya
memberikan penurunan nyeri.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah, anoreksia
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan oleh pasien, rasional mengidentifikasi kekurangan dan
penyimpangan dari kebutuhan terapeutik
Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi, rasionalnya mengkaji
pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya)
Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki yang sesuai dengan program
diit, rasionalnya jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam
pencernaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang
Ajarkan pasien dan libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai
indikasi, rasionalnya meningkatkan rasa keterlibatannya; Memberikan informasi
kepada keluarga untuk memahami nutrisi pasien
k. Asuhan keperawatan pasien dengan stroke
a) Definisi
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang
menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian
b) Etiologi
Thrombosis Cerebral.
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama
trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda
trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa
pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa
mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau
embolisme serebral. Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba,
dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh
dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
Emboli
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang – cabangnya, yang
merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan afasia
atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau
pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
Haemorhagi
24
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak.
Penyebab – penyebab peningkatan Tekanan Intrakranial antara lain
Tumor primer atau metastasis , Hemoragia otak
Hematoma subdural
Abses otak , Hidrosefalus akut
Nekrosis otak yang diinduk
c) Klasifikasi
o Stroke Hemoragik
Pendarahan intaserebral (PIS)
gejala prodomal tidak jelas, kecuali nyeri kepala karna hipertensi
serangan sering kali disiang hari, waktu kerja, emosi, marah
sifat nyeri kepala hebat sekali
mual muntah sering terjadi pada permulaan serangan
hemifaresis/ hemiplegi bisa terjadi sejak terjadi serangan
kesadaran biasanya menurun
pendarahan subaraknoid (PSA)
prodromal, nyeri kepala hebat dan akut
kesadaran sering terganggu dan berpariasi
ada tanda/ gejala rangsanggan maningal
o Stroke Non Hemoragik/Iskemik
Timbulnya defisit neurologi mendadak
Terjadi pada waktu istirahat atau bangun tidur
Kesadaran biasanya tidak menurun kecuali bila embolus cukup besar
Biasanya terjadi pada usis > 50 tahun
d) Manifestasi klinis
Kelumpuhan wajah, anggota badan yang timbul mendadak
Gangguan hemisensorik
Perubahan mendadak setatus mental
Afasia
Gangguan penglihatan
Ataksia
vertigo, mual dan muntah, nyeri kepala
e) Pemeriksaan penunjang
CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.
MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi sertaa
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark dari hemoragik.
Angiografi Serebri
25
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurimsa atau malformasi vaskuler.
EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang
kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
f) Penatalaksanaan
vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi
maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher
g) Pencegahan stroke
Hindari merokok, kopi, dan alcohol,Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal
(cegah kegemukan), Batasi intake garam bagi penderita hipertensi,Batasi makanan
berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat, keju, dan lainnya), Pertahankan diet dengan
gizi seimbang (banyak makan buah dan sayuran, Olahraga secara teratur.
h) Penaganan & pencegahan stroke dirumah
Berobat secara teratur ke dokter.
Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk dokter.
Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh
yang lemah atau lumpuh.
Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah.
Bantu kebutuhan klien
Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik.
Periksa tekanan darah secara teratur.
Segera bawa klien/pasien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala
stroke.
i) Diagnose keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah: gangguan
oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral
Intervensi dan rasional :
Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab khusus
selama koma/penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan
TIK
Rasional:
Mempengaruhi penetapan intrevensi. Kerusakan/kemunduran tanda/gejala
neurologis memerlukan tindakan pembedahan dan atau pasien harus dipindahkan
ke ICU untuk melakukan pemantauan terhadap peningkatan TIK.
Pantau/cata status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan
normalny
Rasional:
Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK
dan mengetahui lokasi luas dan kemajuan kerusakan SSP. Dapat menunjukkan
TIA yang merupakan tanda terjadi thrombosis CVS baru.
Pantau dan catat tanda-tanda vital:
26
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler: kelemahan,
parestesia, paralisis spastic
Intervensi dan rasional
Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang
teratur
Rasional:
Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai
pemulihan.
Ubah posisi setiap 2 jam (terlentang/miring), jika kemungkinan bisa lebih sering
diposisikan pada bagian yang terganggu
Rasional:
Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemi jaringan.
Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif pada semua ekstremitas
Rasional:
Meminimalkan atrofi otot, menaikkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan
neuromuskuler, kehilangan tonus otot/control otot fasial/oral; kelemahan/kelelahan umum
Intervensi
Kaji tipe/derajat disfungsi
Rasional:
Menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan
pasien dalam beberapa atau seluruh tahap komunikasi. Pasien mungkin
mempunyai kesulitan memahami kata yang diucapkan (afasia sensorik/kerusakan
pada area wernick); mengucapkan kata-kata dengan benar (afasia ekspresif/area
broca) atau mengalami kerusakan pada kedua area tersebut.
Minta pasien untuk menulis nama/kalimat yang pendek
Rasional:
Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang
benar yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan motorik.
Berikan metode komunikasi alternative
Rasional:
Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan/deficit yang
mendasarinya.
Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat
Rasional:
Pasien tidak perlu merusak pendengaran, dan meninggikan suara dapat
menimbulkan marah pasien. Memfokuskan respons dapat mengakibatkan frustasi.
27
IV.KEPERAWATAN MATERNITAS
A. KEHAMILAN
a. Tanda – tanda kehamilan
a) Ukuran dada membesar
b) Mual dan muntah
c) Telat haid
d) Pusing dan sakit kepala
e) Sering mengantuk
b. MENGHITUNG USIA KEHAMILAN
a) Bulan = TFU x 2/7
b) Minggu = TFU x 8/7
c. PEMERIKSAAN LEOPOLD
a) Leopold I
untuk menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin yang berada dalam fundus uteri.
b) Leopold II
Untuk menentukan bagian janin yang berada pada kedua sisi uterus, pada letak lintang
tentukan di mana kepala janin.
c) Leopold III
Untuk menentukan bagian janin apa yang berada pada bagian bawah dan apakah sudah
masuk atau masih goyang.
d) Leopold IV
Untuk menentukan presentasi dan “engangement “
d. Taksiran BB janin
a) Jika kepala sudah masuk PAP
( TFU – 11 ) x 155 gram
b) Jika kepala belum masuk PAP
c) ( TFU – 12 ) x 155 gram
e. HPHT
a) HPHT bulan Januari sd Maret
Tanggal + 7, Bulan + 9, Tahun + 0
b) HPHT bulan april sd desember
Tanggal + 7, Bulan – 3, Tahun + 1
B. PERSALINAN
a. Tanda – tanda persalinan
a) Rasa sakit oleh adanya his yang dating lebih kuat, sering dan teratur.
b) Keluar lendir dan bercampur darah yang lebih banyak, robekan kecil pada bagian
servik.
c) Kadang-kadang ketuban pecah
d) Pada pemeriksaan daam, servik mendatar
b. Faktor yang mempengaruhi persalinan
a) Power / tenaga
b) Passangges / jalan lahir
c) Passanger / janin
d) Psikologis ibu
c. Tahapan persalinan
a) Kala I Pembukaan
Tanda – tandanya
Rasa sakit adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan kecil
pada servik.
Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya.
28
Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam
multigravida sekitar 8 jam.
FASE DALAM KALA I
Fase laten
Dimulai sejak awal kontraksi, pembu
kaan servik secara bertahap
Pembukaan serviks kurang dari 4 cmBiasanya berlangsung hingga dibawah 8
jam
Fase aktif
Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sd 4 cm.
Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sd 9 cm.
Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sd lengkap (+ 10 cm).
e. Lochea
a. Hari 2 – 3 post partum : Lochea rubra
Cairan secret berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa – sisa selaput
ketuban.
b. Hari 7 – 14 post partum : lochea serosa,
Berbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian menjadi kuning
29
c. Lochea sanguilenta
Cairan secret berwarna merah kuning berisi darah dan lender yang keluar pada
hari 3 – 7 post partum
d. Lochea alba,
bentuknya seperti cairan putih berbentu cream terdiri atas leokosit dan sel – sel
desidua.
f. PERIODE NIFAS
a. Early Puerperium (masa nifas dini)
Masa dimana telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan sendini mungkin.
b. Immediate Puerperium
Kepulihan alat-alat genetalia yag lamanya sampai dengan 6-8 minggu
c. Later Puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulihnya dan sehat sempurna terutama bila selama
kehamilan atau bersalin mengalami komplikasi, waktu untuk sehat sempurna
bisa berminggu-minggu, bulan bahkan tahunan.
g. ADAPTASI PSIKOLOGIS POST PARTUM
a. Fase Taking In (dependent)
Fase ini dimulai pada hari kesatu dan kedua setelah melahirkan, dimana ibu
membutuhkan perlindungan dan pelayanan pada tahap ini pasien sangat
ketergantungan.
b. Fase Taking Hold (dependent- independent)
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu
keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap menerima pesan barunya dan
belajar tentang hal-hal baru, pada fase ini ibu membutuhkan banyak sumber
informasi.
c. Fase Letting Go (independent)
Fase dimulai minggu kelima sampai minggu keenam setelahkelahiran, dimana
ibu mampu menerima tanggung jawab normal.
h. KB
a. Jangka panjang
a) Mantap
MOW (metode operasi wanita ) Tubektomi
MOP (metode operasi pria ) Vasektomi
b. Tahun
AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim )
IUD 10 tahun
Implant 3 tahun
c. Jangka pendek
a) Suntik
1 bulan tdk disarankan ibu menyusui
3 bulan disarankan ibu menyusui
b) Pil KB, Kondom
i. Fisiologi persalinan
Moulage 0
Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi.
Moulage 1
Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
Moulage 2
Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat
dipisahkan.
Moulage 3
Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat
dipisahkan lagi
30
V.KEPERAWATAN ANAK
A. REFLEK PADA BAYI BARU LAHIR
a. Refleks Moro
gerakan mengayunkan/merentangkan lengan dan kaki seolah ia akan meraih sesuatu dan
menariknya dengan cepat ke arah dada dengan posisi tubuh meringkuk.Terjadi pada usia 1-2
minggu dan akan menghilang ketika berusia 6 bulan
b. Reflek Rooting
Jika seseorang mengusapkan sesuatu di pipi bayi, ia akan memutar kepala ke arah benda itu
dan membuka mulutnya. Refleks ini terus berlangsung selama bayi menyusu.
c. Refleks Swallowing
Muncul ketika benda-benda yang dimasukkan kedalam mulut, seperti puting susu ibu dan
bayi akan berusaha menghisap lalu menelan. Proses menelan ini yang disebut reflek
swallowing. Reflek ini tidak akan hilang
d. Reflek Menghisap (Sucking )
Berikan bayi botol dan dot atau jari kelingking pemeriksaan di bibir bayi. Bayi menghisap
dengan kuat dalam berespon terhadap stimulus, reflex ini menetap selama masa bayi dan
mungkin terjadi selama tidur.
e. Reflex Babinski
Jari-jari mencengkram/hiperekstensi ketika bagan bawah kaki diusap, indikasi syaraf
berkembang dengan normal. Hilang di usia 4 bulan.
B. APGAR SCORE
Keterangan
Nilai 2 : seluruh tubuh bayi kemerahan
APPERANCE / WARNA KULIT Nilai 1 : pucat pada bagian ekstermitas
Nilai 0 : pucat seluruh tubuh / sianosis
Nilai 2 : > 100 x/menit
PULSE/ DENYUT JANTUNG Nilai 1 : < 100 x/menit
Nilai 0 : tidak ada denyut jantung
Nilai 2 : gerakan kuat
GRIMACE / RESPON REFLEK Nilai 1 : gerakan sedikit
Nilai 0 : tidak ada
Nilai 2 : gerakan aktif
ACTIVITY / TONUS OTOT Nilai 1 : ekstermitas ditekuk
Nilai 0 : bayi lahir dalam keadaan
lunglai
Nilai 2 : menangis kuat
RESPIRATORY Nilai 1 : lemah / tidak teratur
Nilai 0 : bayi lahir tanpa menangis
C. PENATALAKSANAAN BAYI BARU LAHIR
Membersihkan jalan napas
Memotong dan merawat tali pusat
Mempertahankan suhu tubuh bayi
Memberikan vitamin K
Upaya profilaksis terhadap gangguan mata
Identifikasi
Pemberian ASI
D. IMUNISASI
a. BCG Babicille calmette Guerin
imunisasi BCG adalah imunisasi untuk mencegah penyakit TB (tuberculosis). Dosis
pemberian 0,05 ml sebanyak 1 kali , Disuntikkan secara intracutan di daerah lengan
kanan atas pada insersio musculus deltoideus
31
b. CAMPAK
Vaksin campak diberikan secara subcutan atau Intramuscular di lengan atas dengan dosis 0.5
ml. Vaksin campak diberikan pada bayi berusia 9 bulan.
c. POLIO
Imunisasi polio diberikan dengan tujuan untuk mencegah anak terjangkit penyakit polio yang
dapat menyebabkan anak menderita kelumpuhan pada kedua kakinya dan otot-otot wajah.
Diberikan secara oral sebanyak 2 tetes. Diberikan 4 x dengan interval waktu minimal 4
minggu
d. DPT
Vaksin DPT diberikan secara Intramuscular pada paha kanan atau kiri dengan dosis 0.5 ml.
jumlah suntikan 3 kali.
e. HEPATITS B
Pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 x Dosis pertama diberikan pada usia 0-
7 hari dan selanjutnya dengan interval waktu minimal 4 minggu
b. (usia/2) +3
* dimana : BBL adalah Berat Badan Lahir Usia dinyatakan dalam bulan.
Atau dengan Rumus Indeks Massa Tubuh (IMT) keluaran Depkes RI yaitu :
32
VI.KEPERAWATAN JIWA
a. Perilaku kekerasaan
a) Tanda gejala
Muka merah
Pandangan tajam
Otot tegang
Nada suara tinggi
Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
Memukul jika tidak senang
b) Penatalaksanaan
Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif
tinggi contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah,
contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat
digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi
meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan
anti agitasi.
Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam
terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti
membaca Koran, main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah
mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan
langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah
dilakukannyan seleksi dan ditentukan program kegiatannya.
c) Strategi pelaksanaan
SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan
marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I
SP 2 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2
Evaluasi latihan nafas dalam
Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal:
Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal
Latihan sholat/berdoa
Buat jadual latihan sholat/berdoa
SP 5 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah
yang sudah dilatih.
33
Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu
minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan
akibat berhenti minum obat.
Susun jadual minum obat secara teratur
b. Deficit perawatan diri
a. Tanda gejala
Menyatakan malas mandi
Badan kotor
Makan berserakan
Bab/bak sembarang tempat
b. Strategi pelaksanaan
Sp I pasien
Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
Membantu pasien mempraktekan cara menjaga kebersihan diri
Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Sp II
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Menjelaskan cara makan yang baik
Membantu pasien mempraktekan cara makan yang baik
Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Sp III
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Menjelaskan cara eliminasi yang baik
Membantu pasien mempraktekan cara eliminasi yang baik
Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
Sp I
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda gejala deficit perawatan diri,dan jenis deficit
perawatan diri yang dialami pasien
Menjelaskan cara merawat pasien waham
Sp II
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien deficit
perawatan diri
Sp III
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
c. Isolasi social
a. Tanda gejala
Mengatakan malas berinteraksi
Mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya
Merasa orang lain tidak level
Menyendiri atau Mengurung diri
Tidak mau bercakap – cakap dengan orang lain
b. Startegi pelaksanaan
Pasien
SP I
Mengidentifikasi penyebab isolasi social pasien
Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan oranglain
Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan orang lain
Menganjurkan pasien memasukan kegiatan harian berbincang – bincang dengan
orang lain dalam kegiatan harian
SP II
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
34
Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan
orang lain
Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang – bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian
SP III
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan berkenalan
dengan dua orang atau lebih
Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP I
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda gejala isolasi social yang dialami pasien
Sp II
Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan isolasi
social
SP III
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
d. Halusinasi
a. Tanda gejala
Mengatakan mendengar suara bisikan/melihat bayangan
Bau darah atau urine, parfum
Mengecap darah urine, feses
Merasa nyeri atau kesetrum
b. Strategi pelaksanaan
Pasien
Sp I
Mengidentifikasi penyebab halusinasi
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
Mengajarkan pasien cara menghardik halusinasi
Menganjurkan pasien memasukan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan
SP II
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap – cakap
dengan orang lain
Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
SP III
Megevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan yang
biasa dilakukan pasien
Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
SP IV
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
35
e. Waham
a. Tanda gejala
Merasa curiga
Merasa diancam / diguna – guna
Merasa sebagai orang hebat
Merasa memiliki kekuatan luar biasa
Merasa sudah mati
b. Strategi pelaksanaan
Pasien
Sp I
Membantu oreintasi realita
Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
SP II
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
Melatih kemampuan yang dimiliki
SP III
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaaan obat secara teratur
Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP 1
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda gejala waham, jenis waham yang dialami pasien
Menjelaskan cara merawat pasien waham
SP II
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien waham
SP III
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
f. Harga diri rendah
a. Tanda gejala
Mengeluh hidup tidak bermakna
Tidak memiliki kelebihan apapun
Merasa jelek, Putus asa
b. Strategi pelaksanaan
Pasien
Sp I
Membina hubungan saling percaya
Mengidentifikasi kemampuan & aspek positif yang dimiliki pasien
Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan
Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan
pasien
Sp II
Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih
Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian
Sp III
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih kemampuan kedua
Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian
36
Keluarga
Sp I
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda gejala HDR yang dialami pasien beserta proses
terjadinya
Menjelaskan cara merawat pasien HDR
Sp II
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien HDR
Sp III
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
37
VII.KEPERAWATAN KOMUNITAS & KELUARGA
a. Tipe keluarga
a) Traditional nuclear
keluarga inti yang terdiri dari suami, istri dan anak
b) Extended family
Keluarga inti di tambah kakek, nenek, keponakan
c) Reconstituted nuclear
Pembentukan keluarga baru dari hasil perkawinan suami / istri dan anak tiri tinggal
bersamanya
d) Dual carrier
Suami / istri yang bekerja tanpa ada anak
e) Commuter merid
Suami istri bekerja tinggal terpisah dan keduanya mencari waktu untuk saling bertemu
f) Communal
Pasangan monogamy dan anak – anak tinggal bersama
g) Single parent
Duda atau janda ada anak
h) Single adult
Wanita atau pria dewasa yang tiggal sendiri tanpa ada keinginan untuk menikah
i) Dyadic nuclear
Suami istri bekerja, keduanya sudah berumur tetapi tidak memiliki anak
j) Middle age / aging couple
Suami yang bekerja sebagai mencari uang, istri dirumah sedangkan anak – anaknya
meninggalkan rumah entah itu kuliah, bekerja, atau menikah
b. Tahap perkembangan keluarga
a) Tahap keluarga baru
Tugas perkembangannya:
Membina hubungan intim yang memuaskan
Membina hubungan dg keluarga lain,teman,kelompok social
Mendiskusikan rencana memiliki anak ( KB)
b) Keluarga dengan anak pertama
Persiapan menjadi orang tua
Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual
dan kegiatan.
Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
c) Keluarga dengan anak prasekolah
Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi
dan rasa aman.
Membantu anak untuk bersosialisasi
Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun dengan
masyarakat. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
Pembagian tanggung jawab anggota keluarga dan Kegiatan dan waktu untuk
stimulasi tumbuh kembang.
d) Keluarga dengan anak usia sekolah
Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.
Mempertahankan keintiman pasangan.
Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk
kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.
e) Keluarga dengan anak remaja
Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.
Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga
38
Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua. Hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan
membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang
tua dan remaja.
f) Keluarga dengan anak dewasa
Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
Mempertahankan keintiman pasangan.
Membantu orang tua memasuki masa tua.
Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.
g) Keluarga usia pertengahan
Mempertahankan kesehatan.
Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-
anak Meningkatkan keakraban pasangan.
h) Keluarga usia lanjut
Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan
pendapatan.
Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.
Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
c. Peran perawat dalam keluarga
a) Pendidik:Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada agar : Keluarga dapat
melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara mandiri serta Bertanggungjawab
terhadap kesehatan
b) Coordinator : diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar pelayanan yang
komprehensif tercapai dan diperlukan untuk mengatur program kegiatan atau terapi dan
berbagai disiplin ilmu.
c) Pelaksana: Perawat yang bekerja dengan klien dan keluarga baik di rumah, klinik,
maupun rumah sakit. bertanggung jawab dalam memberikan perawatan langsung
d) Pengawas kesehatan :Perawat harus melaksanakan home visit secara teratur untuk
melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga.
e) Konsultan :Perawat harus terbuka dan dapat dipercaya sebagai narasumber bagi
keluarga di dalam mengatasi masalah kesehatan.
f) Fasilitator :Perawat harus mengetahui sistem pelayanan kesehatan, misalnya
sistem rujukan dan dana’ kesehatan agar dapat membantu keluarga di dalam
menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat kesehatannya.
g) Kolaborasi :Perawat harus bekerjasama dengan tim kesehatan lain untuk mencapai
tahap kesehatan yang optimal.
h) Penemu kasus :Perawat mengidentifikasi masalah kesehatan secara dini sehingga tak
terjadi ledakan atau wabah.
i) Modifikasi lingkungan :Perawat harus dapat memodifikasi, baik lingkungan rumah
maupun lingkungan masyarakat agar dapat tercipta lingkungan yang sehat.
d. Lima dasar fungsi keluarga
a) Fungsi afektif
Saling asuh
Saling menghargai
Pertalian dan identifikasi
b) Fungsi ekonomi
Mencari sumber – sumber penghasilan
Menabung
39
c) Fungsi sosialisasi
Hubungan social
Membentuk norma – norma
Meneruskan nilai budaya
d) Fungsi reproduksi
Kb
Menyusun keluarga baru
e) Health edication
Kesehatan, Pengetahuan hidup sehat
I.PENGKAJIAN KOGNITIF PADA LANSIA
A. Kekuatan Otot
Nilai Keterangan
0 Tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
1 Ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh
C Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan salah satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi
tambahan
E Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan
satu fungsi tambahan
D. Barthel indeks
1 Makan (Feeding) 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan memotong, mengoles mentega dll.
2 = Mandiri
40
2 Mandi (Bathing) 0 = Tergantung orang lain
1 = Mandiri
3 Perawatan diri (Grooming) 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
1 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan
bercukur
4 Berpakaian (Dressing) 0 = Tergantung orang lain
1 = Sebagian dibantu (misal mengancing baju)
2 = Mandiri
5 Buang air kecil (Bowel) 0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak
terkontrol
1 = Kadang Inkontinensia (maks, 1x24 jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari)
6 Buang air besar (Bladder) 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu enema)
1 = Kadang Inkontensia (sekali seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
7 Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan orang lain
1 = Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan
beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8 Transfer 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = mandiri
9 Mobilitas 0 = Immobile (tidak mampu)
1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantuan satu orang
3 = Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu
seperti, tongkat)
10 Naik turun tangga 0 = Tidak mampu
1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu)
2 = Mandiri
Interpretasi hasil :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total
41
E. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Rangsang meningeal
Kaku kuduk :
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan pemeriksa ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan
diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan.
Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat
Kernig sign :
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan
pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135° terhadap paha. Bila
teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135°, maka dikatakan
Kernig sign positif.
Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah
kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya
ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien
difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test ini adalah positif bila gerakan fleksi
kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara
reflektorik.
Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut,
kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara
reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini
menandakan test ini postif.
Lasegue sign :
Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai
diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi)
persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan
ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70° sebelum timbul rasa sakit
dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70° maka
disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil
patokan 60°.
2. Saraf-saraf otak
Nervus Olfactorius
Fungsinya sebagai penciuman yang Sifat sensoriknya membawa rangsangan aroma dari
hidung ke otak.Cara Pemeriksaan : pasien memejamkan mata, disuruh membedakan bau
yang dirasakan (kopi, teh,dll)
Nervus Optikus
Fungsinya untuk menentukan ketajaman penglihatan dan lapangan pandang mata
Cara Pemeriksaan: Dengan snelend card, dan periksa lapang pandang
Nervus Okulomotorius
Fungsinya kontraksi pupil, pergerakan bola mata yang Sifat motoriknya,mensarafi otot-
otot orbital. Cara Pemeriksaan : Tes putaran bola mata, menggerakan konjungtiva,
refleks pupil dan inspeksi kelopak mata
Nervus Troklearis
Fungsinya sebagai saraf pemutar bola mata ke bawah dan dalam. Cara Pemeriksaan:
Sama seperti nervus III
Nervus Trigeminus
Fungsi: saraf motorik, gerakan mengunya, sensai wajah, lidah dan gigi, refleks korenea
dan refleks kedip. Cara Pemeriksaan: menggerakan rahang kesemua sisi, pasien
memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi atau pipi. menyentuh permukaan
kornea dengan kapas
Nervus Abdusen
Fungsi: saraf motorik, deviasi mata ke lateral. Cara pemeriksaan: sama seperti nervus III
Nervus Fasialis
Fungsi: saraf motorik, untuk ekspresi wajah. Cara pemeriksaan: senyum, bersiul,
mengngkat alis mata, menutup kelopak mata dengan tahanan, menjulurkan lida untuk
membedakan gula dan garam
42
Nervus Verstibulocochlearis
Fungsi: saraf sensorik, untuk pendengran dan keseimbangan. Cara pemeriksaan: test
webber dan rinne
Nervus Glosofaringeus
Fungsi: saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa. Cara pemeriksaan: membedakan
rasa manis dan asam
Nervus Vagus
Fungsi: saraf sensorik dan motorik, refleks muntah dan menelan. Cara pemeriksaan:
menyentuh faring posterior, pasien menelan saliva, disuruh mengucap ah…
Nervus Asesoris
Fungsi: saraf motorik, untuk menggerakan bahu. cara pemeriksaan: suruh pasien untuk
menggerakan bahu dan lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut.
Nervus Hipoglosus
Fugsi: saraf motorik, untuk gerakan lidah. cara pemeriksaan: pasien disuruh menjulurkan
lidah dan menggerakan dari sisi ke sisi.
3. Refleks fisiologis
Biseps
minta pasien memflexikan di siku sementara pemeriksa mengamati dan meraba fossa
antecubital. Tendon akan terlihat dan terasa seperti tali tebal. Cara : ketukan pada jari
pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah
diketuk pada sendi siku. Respon : fleksi lengan pada sendi siku
Triseps
dilakukan dengan pasien duduk dengan Perlahan tarik lengan keluar dari tubuh
pasien, sehingga membentuk sudut kanan di bahu. atau Lengan bawah harus
menjuntai ke bawah langsung di siku Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi
lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi Respon : ekstensi lengan bawah
pada sendi siku
Reflek patella
Posisi klien dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring terlentang Cara : ketukan
pada tendon patella Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep
femoris
VIII.ANALISA GAS DARAH
a. Nilai normal analisa gas darah
Nilai normal
Ph 7,35 – 7,45
Pco2 35 – 45 mmHg
Hco3 22 – 36 meq/L
Cao2 16 – 22 m/o2/dl
43
17 PROSEDUR TINDAKAN KEPERAWATAN
1. SOP PEMASANGAN INFUS
a. Vena yang boleh dipasang infuse
Diantaranya vena lengan (vena safalika basilica dan vena medianan cubiti), pada
tungkai (vena saena) atau pada vena yang ada di kepala , seperti vena temporalis
frontalis (khusus untuk anak-anak). Pemasangan infus tidak dianjurkan pada daerah yang
mengalami luka bakar, lengan pada sisi yang mengalami mastektomi (aliran balik vena
terganggu), lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan, atau kerusakan kulit.
b. Indikasi
Pasien dengan keadaan emergency (misalnya pada tindakan RJP), yang
memungkinkan pemberian obat langsung ke dalam intravena.
Untuk memberikan respon yang cepat terhadap pemberian obat (sperti
furosemid, digoxin).
Pasien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar terus menerus melalui
intravena.
Pasien yang membutuhkan pencegahan gangguan cairan dan elektrolit.
Pasien yang mendapatkan transfuse darah.
Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada
operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk
persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat).
c. Kontraindikasi
Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi dilokasi pemasangan infuse.
Daerah pada lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan A-V shut pada tindakan hemodialisa.
Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vean kecil yang aliran
darahnya lambat (misalnya pembuluh vena ditungkai dan kaki).
d. Ukuran jarum infuse
No. 18 : untuk transfuse
No. 16 : untuk bedah mayor
No. 20 : untuk dewasa
No. 22 : untuk anak – anak & lansia
No. 24 & no.26 : untuk pediatric &neonates
e. Komplikasi
Hematoma : darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh
darah arteri vena atau kapiler terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat
memasukkan jarum
Infiltrasi : masuknya cairan infus kedala jaringan sekitar akibat ujung jarum
infus melewati pembuluh darah.
Tromboflebitis : bengkak pada pembuluh darah vena, terjadi akibat infus yang
dipasang tidak dipantau secara ketet dan benar.
Emboli udara : masuknya udara kedalam sirkulasi darah terjadi akibat
masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah
f. Prosedur tindakan pelaksanaan
Baca status dan data klien untuk memastikan program terapi IV
Cek alat-alat yang akan digunakan
Cuci tangan
Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya
Perkenalkan nama perawat
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
Tanyakan keluhan klien saat ini
Jaga privasi klien
Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
Tinggikan tempat tidur sampai ketingian kerja yang nyaman
Letakkan klien dalam posisi semifowler atau supine jika tidak memungkinkan
(buat klien senyaman mungkin)
Buka kemasan steril dengan meanggunakan tehnik steril
Periksa larutan dengan menggunakan lima benar dalam pemberian obat
44
Buka set infus, pertahankan sterilitas kedua ujungnya
Letakkan klem yang dapat digeser tepat di bawah ruang drip dan gerakkan klem
pada posisi off
Lepaskan pembungkus lubang slang IV pada kantung larutan IV plastik tanpa
menyentuh ujung tempat masuknya alat set infuse
Tusukkan set infus ke dalam kantong atau botol cairan (untuk kantong, lepaskan
penutup protektor dari jarum insersi selang, jangan menyentuh jarumnya, dan
tusukkan jarum ke lubang kantong IV. Untuk botol, bersihkan stopper pada botol
dengan menggunakan antiseptik dan tusukkan jarum ke karet hitam stopper botol
IV.
Gantungkan botol infus yang telah dihubungkan dengan set infus pada tempat
yang telah disediakan (pertahankan kesterilan set infus)
Isi selang infus dengan cairan, pastikan tidak ada udara dalam selang (terlebih
dulu lakukan pengisian pada ruang tetesan/the drip chamber). Setelah selang
terisi, klem dioffkan dan penutup ujung selang infus ditutup
Beri label pada IV dengan nama pasien, obat tambahan, kecepatan pemberian.
Pasang perlak kecil/pengalas di bawah lengan/tangan yang akan diinsersi
Kenakan sarung tangan sekali pakai
Identifikasi aksesibilitas vena untuk pemasangan kateter IV atau jarum
Posisikan tangan yang akan diinsersi lebih rendah dari jantung, pasang torniket
mengitari lengan, di atas fossa antekubital atau 10-15 cm di atas tempat insersi
yang dipilih (jangan memasang torniket terlalu keras untuk menghindari adanya
cidera atau memar pada kulit). Pastikan torniket bisa menghambat aliran IV.
Periksa nadi distal.
Pilih vena yang berdilatasi baik, dimulai dari bagian distal, minta klien untuk
mengepal dan membuka tangan (apabila belum menemukan vena yang cocok,
lepaskan dulu torniket, dan ulangi lagi setelah beberapa menit).
Bersihkan tempat insersi dengan kuat, terkonsentrasi, dengan gerakan sirkuler
dari tempat insersi ke daerah luar dengan larutan yodium—povidon, biarkan
sampai kering. (klien yang alergi terhadap yodium, gunakan alkohol 70 %
selama 30 detik)
Lakukan pungsi vena, fiksasi vena dengan menempatkan ibu jari tangan yang
tidak memegang alat infus di atas vena dengan cara meregangkan kulit. Lakukan
penusukan dengan sudut 20-30°, tusuk perlahan dengan pasti
Jika tampak aliran darah balik, mengindikasikan jarum telah masuk vena.
Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan tarik jarum sedikit lalu teruskan plastik
IV kateter ke dalam vena
Stabilkan kateter IV dengan satu tangan dan lepaskan torniket dengan tangan
yang lain
Tekan dengan jari ujung plastik IV karteter, lalu tarik jarum infus keluar
Sambungkan plastic IV kateter dengan ujung selang infus dengan gerakan cepat,
jangan menyentuh titik masuk selang infuse
Buka klem untuk memulai aliran infus sampai cairan mengalir lancar
Fiksasi sambungan kateter infus (apabila sekitar area insersi kotor, bersihkan
terlebih dulu)
Oleskan dengan salep betadin di atas area penusukan, kemudian tutup dengan
kasa steril, pasang plester
Atur tetesan infus sesuai ketentuan
Beri label pada temapt pungsi vena dengan tanggal, ukuran kateter, panjang
kateter, dan inisial perawat.
Buang sarung tangan dan persediaan yang digunakan
Cuci tangan
Berikan reinforcement positif
Buat kontrak pertemuan selanjutnya
Akhiri kegiatan dengan baik
Observasi klien setiap jam untuk menentukan respon terhadap terapi cairan
(jumlah cairan benar sesuai program yang ditetapkan, kecepatan aliran benar,
kepatenan vena, tidak terdapat infiltrasi, flebitis atau inflamasi)
45
Dokumentasikan di catatan perawatan (tipe cairan, tempat insersi,
kecepatanaliran, ukuran dan tipe kateter atau jarum, waktu infus dimulai, respon
terhadap cairan IV, jumlah yang diinfuskan, integritas serta kepatenan sistem IV.
g. Cara menghitung cairan infuse
Mikrodrips (tetes mikro) : 60 tetes/ml (infuset mikro)
Makrodrips (tetesmakro) : 10 tetes/ml, 15 tetes/ml, 20 tetes/ml (infuset regular/makro)
Contoh: 3000 ml diinfuskan dalam 24 jam, maka jumlah milliliter perjamnya adalah
sebagai berikut:
3000 / 24 = 125 ml/hTetes per menit
Contoh: 1000 ml dalam 8 jam, faktor tetesan 20
1000 x 20 / 8 x 60 = 41 tpm (tetes per menit)
46
Masukkan selang dengan pelan-pelan, jika sudah sampai epiglottis suruh pasien
untuk menelan dan posisikan kepala pasien fleksi, setelah sampai batas plester cek
apakah selang sudah benar-benar masuk dengan pen light jika ternyata masih di
mulut tarik kembali selang dan pasang lagi
Jika sudah masuk cek lagi apakah selang benar-benar masuk lambung atau trakea
dengan memasukkan angin sekitar 5-10 cc dengan spuit. Kemudian dengarkan
dengan stetoskop, bila ada suara angin berarti sudah benar masuk lambung.
Kemuadian aspirasi kembali udara yang di masukkan tadi
Jika sudah sampai lambung akan ada cairan lambung yang teraspirasi
Kemudian fiksasi dengan plester pada hidung, setelah fiksasi lagi di leher. Jangan
lupa mengklem ujung selang supaya udara tidak masuk
Evaluasi pasien setelah terpasang NGT
Setelah selesai rapikan peralatan dan permisi pada pasien atau keluarga.
Cuci tangan
Dokumentasikan hasil tindakan pada catatan perawatan
Selang NGT maksimal dipasang 3 x 24 jam jika sudah mencapai waktu harus dilepas
dan di pasang NGT yang baru.
47
Buka sebagian bungkusan dalam kateter, pegang kateter dan berikan jelly pada ujung
kateter dengan tetap mempertahankan teknik steril
o Pada laki-laki, Posisikan penis tegak lurus 900 dengan tubuh pasien
o Pada wanita, Buka labio minora menggunakan ibu jari dan telunjuk atau
telunjuk dengan jari tengah tangan tidak dominan
Dengan menggunakan pinset atau tangan dominan, masukkan kateter perlahan-lahan
hingga ujung kateter.
Anjurkan pasien untuk menarik nafas saat kateter dimasukkan. Kaji kelancaran
pemasukan kateter jika ada hambatan berhenti sejenak kemudian dicoba lagi. Jika
masih ada tahanan kateterisasi dihentikan.
Pastikan nierbekken yang telah disiapkan berasa di ujung kateter agar urine tidak
tumpah. Setelah urin mengalir, ambil specimen urin bila diperlukan. Lalu segera
sambungkan kateter dengan urine bag
Kembangkan balon kateter dengan aquadest/NaCl steril sesuai volume yang tertera
pada label
spesifikasi kateter yang dipakai
Tarik kateter keluar secara perlahan untuk memastikan balon katetersudah terfiksasi
dengan baik dalam vesika urinaria.
Bersihkan jelly yang tersisa pada kateter dengan kasa
Fiksasi kateter:Pada pasien laki-laki difiksasi dengan plester pada abdomen, Pada
pasien wanita kateter difiksasi dengan plester pada pangkal paha
Menempatkan urine bag di tempat tidur pada posisi yang lebih rendah dari kandung
kemih
Lepaskan duk dan pengalas serta bereskan alat, Lepaskan sarung tangan, Rapihkan
kembali pasien
4. SOP TINDAKAN PEMASANGAN OKSIGEN
a. Pengkajian
Mengkaji data-data mengenai kekurangan oksigen ( sesak nafas, nafas cuping hitung,
penggunaan otot pernafasan tambahan, takikardi, gelisah, bimbang dan sianosis)
b. Prosedur tindakan
Persiapan pasien
o Menyapa pasien (ucapkan salam)
o Jelaskan maksud dan tujuan tentang tindakan yang akan dilakukan
o Pasien diatur dalam posisi aman dan nyaman (semi fowler)
FASE KERJA
Siapkan nasal kanul 1 set tabung oksigen ( oksigen central )
Hubungkan nasal kanul dengan flowmeter pada tabung oksigen atau oksigen dinding
Bila hidung pasien kotor, bersihkan lubang hidung pasien dengan cotton budd atau
tissu
Cek fungsi flowmeter dengan memutar pengatur konsetrasi oksigen dan mengamati
adanya gelembung udara dalam humidifier
Cek aliran oksigen dengan cara mengalirkan oksigen melalui nasal kanul
kepunggung tangan perawat
Pasang nasal kanul kelubang hidung pasien dengan tepat
Tanyakan pada pasien, apakah aliran oksigennya terasa atau tidak
Atur pengikat nasal kanul dengan benar, jangan terlalu kencang dan jangan terlalu
kendor
Pastikkan nasal kanul terpasang dengan aman
Atur aliran oksigen sesuai dengan program
Alat-alat dikembalikan di tempat semula
Perawat mencuci tangan setelah melakukan tindakan
Mengakhiri tindakan dengan mengucapkan salam
FASE TERMINASI
Respon pasien 15 menit setelah dilakukan tindakan
Dokumentasikan:
Waktu pelaksanaan
Respon pasien
48
5. SOP TINDAKAN PEMASANGAN WSD
a. Indikasi
Pneumothoraks , Hemothoraks, Thorakotomy, Efusi pleura
b. Komplikasi pemasangan wsd
Perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia, infeksi, emfiema
c. Prosedur tindakan
Memeriksa kembali instruksi dokter
Mencek inform consent, Mengkaji status pasien; TTV, status pernafasan
Persiapan pasien
Perhatikan undulasi pada sleng WSD
Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara lain :
o Motor suction tidak berjalan
o Selang tersumbat atau Selang terlipat
o Paru-paru telah mengembang. Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi
penyebab, segera periksa kondisi sistem drainage, amati tanda-tanda
kesulitan bernafas
Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar
Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah
ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air
Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui jumlah
cairan yg keluar. Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama
Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan
Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan jangan sampai
slang terlipat, Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi
Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan yang
dibuang kemudian Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran
Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema
subkutan, Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk
efektif
Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD
Latih dan anjurkan klien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan gerak
pada persendian bahu daerah pemasangan WSD
49
o InhalasiYaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas
memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna
untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol
(ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat
misalnya terapi oksigen.
Benar Waktu
Benar Dokumentas
50
spuit (saat aspirasi jika ada darah berarti jarum telah masuk kedalam vena, jika
tidak ada darah masukkan sedikit lagi jarum sampai terasa masuk di vena)
Buka tourniquet dan anjurkan pasien membuka kepalan tangannya, masukkan
obat secara perlahan jangan terlalu cepat
Tarik jarum keluar setelah obat masuk ( pada saat menarik jarum keluar tekan
lokasi suntikan dengan kapas alkohol agar darah tidak keluar )
Rapikan pasien dan bereskan alat
Lepaskan sarung tangan
Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan handuk atau
tissue
D. Pemberian obat lewat selang infuse
Prosedurnya tindakan
Cuci tangan
Jelaskan pada pasien mengenai yang akan dilakukan.
Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan masukan ke dalam spuit.
Cari tempat penyuntikan obat pada daerah selang intravena.
Pasang sarung tangan.
Lakukan desinfeksi dengan kapas alkohol dan setop aliran.
Lakukan penyuntikan dengan memasukan jarum spuit hinnga menembus bagian
tengah dan masukan obat secara perlahan – lahan ke dalam selang intravena.
Setelah selesai, tarik spuit.
Periksa kecepatan infus dan observasi reaksi obat.
Buka sarung tangan.
Cuci tangan
Catat obat yang telah di berikan dan dosisnya.
E. Pemberian obat tetes mata
a. Indikasi
meredakan sementara mata merah akibat iritasi ringan yang dapat disebabkan
oleh debu, sengatan sinar matahari, pemakaian lensa kontak, alergi atau sehabis
berenang.
antiseptik dan antiinfeksi.
b. Prosedur tindakan
Mencuci tangan, jika perlu gunakan sarung tangan
Berihkan mata dengan kapas steril
Buka mata dengan menarik kelopak mata ke atas atau bawah
Minta pasien melihat ke atas
Teteskan obat pada konjungtiva kelopak bawah. Bila menggunakan salep,
oleskan dari kanus dalam ke kantus luar
Anjurkan pasien untuk menutup dan mengedip-ngedipkan mata
Bersihkan bekas obat dengan kapas mata
Bereskan alat, Evaluasi perasaan pasien, Evaluasi reaksi obat, Dokumentasikan
prosedur dan hasil tindakan
F. Pemberian obat lewat rectum
a. Indikasi
Mengobati gejala-gejala rematoid, spondistis ankiloksa, gout akut dan osteoritis.
b. Kontraindikasi
Pasien yang menderita ulkus pentrikum atau peradangan aktif (inflamasi akut)
pada saluran cerna.
Bionkospasme berat atau pasien dengan riwayat asma bronchial atau alergi.
Gagal fungsi ginjal dan hati yang berat.
Supositoria sebaiknya tidak di gunakan pada penderita piotitis atau hemoroid.
Pembedahan rektal.
c. Prosedur tindakan
Periksa kembali order pengobatan mengenai jenis pengobatan waktu, jumlah dan
dosis obat, Siapkan klien
Berikan penjelasan pada klien dan jaga privasi klien
Mencuci tangan dan pakai sarung tangan
Bebaskan pakaian bawah pasien
51
Mengatur posisi pasien miring kesalah satu sisi, kaki sebelah atas ditekuk
Membentangkan pengalas dibawah bokong pasien
Buka supositoria dari kemasannya, lumasi ujungnya dan jari telunjuk tangan
dominan
Regangkan bokong pasien dengan tangan nondominan , sehingga anus terlihat
Masukan obat supositoria perlahan-lahan ke dalam anus, sphincter anal interna
serta mengenai dinding rectal ±10 cm pada orang dewasa, ±5 cm pada bayi atau
anak dorong hingga masuk , sambil meminta pasien untuk menarik napas dalam
melalui mulut
Minta pasien agar tidak mengejan dan pastikan obat sudah masuk
Tarik jari anda dan bersihkan area kanal dengan tissue
Anjurkan pasien untuk berbaring terlentang atau miring selama ± 5 menit
Lepaskan sarung tangan dan letakkan pada bengkok
Rapikan pakaian pasien dan lingkungan
Bereskan alat, Mencuci tangan
Catat nama obat, dosis, dan waktu pemberian obat pada catatan obat
Observasi adanya efek supositoria ±30 menit setelah obat diberikan
G. Pemberian obat tetes telinga
a. Indikasi
Infeksi superfisial pada telinga luar oleh kuman gram positif atau gram negatif yang peka
terhadap Chloramphenicol.
b. Kontraindikasi
Bagi penderita yang sensitip terhadap Chloramphenicol
Perforasi membran timpani.
c. Prosedur tindakan
TAHAP PRE-INTERAKSI
Mengecek rencana tindakan keperawatan/medik
Mencuci tangan
Menyiapkan alat: lidi kapas/cotton bud, larutan untuk membersihkan telinga,
obat sesuai indikasi, pipet dan kassa, bengkok, pengalas
Tahap orientasi
Memberi salam dan memperkenalkan diri
Mengenalkan tujuan dan prosedur tindakan
Memberi kesempatan bertanya
Tahap Kerja
Mendekatkan alat ke dekat pasien
Atur posisi berbaring atau duduk dengan kepala miring
Pasang pengalas dan bengkok
Bila perlu telinga dibersihkan dulu
Obat telinga disiapkan dan diteteskan sesuai indikasi
Obat diteteskan melalui dinding telinga ke dalam lubang telinga sambil daun
telinga ditarik sehingga telingga menjadi lurus.
Sebaiknya pasien tetap miring selama dalam beberapa menit, supaya obat tidak
keluar
Tahap Terminasi
Mengobservasi reaksi pasien
Membuat kontrak selanjutnya
Mencuci tangan
Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
52
Mencuci tangan
Menyambungkan masker nebulizer dengan tabung oksigen dengan selang
penghubung
Mengontrol apakah selang dan masker berfungsi dengan baik
Menghisap obat sesuai instruksi medik dan memasukkannya ke dalam tabung
masker nebulizer
Memasang masker sesuai wajah klien
Mengalirkan oksigen sesuai indikasi medik
Mengevaluasi respon klien (pola napas)
Merapihkan pasien
Cuci tangan
Dokumentasi (jenis obat dan jumlah liter oksigen yang diberikan, Waktu
pemberian, Reaksi pasien)
d. Obat yang digunakan
Bisolvon-Berotec-Nacl
Pulmicort-Nacl
Combivent-Nacl
53
9. SOP TINDAKAN PERAWATAN KOLOSTOMI
a. Indikasi
Pasien Atresia ani, Trauma kolon dan sigmoid, Diversi pada anus malformasi, Diversi pada
penyakit Hirschsprung, Diversi untuk kelainan lain pada rekto sigmoid anal kanal
b. Prosedur tindakan
Fase Orientasi
memberikan salam
kepada klien, siapa nama pasien
memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
menanyakan persetujuan dan kesiapan klien
Fase Kerja
Memberikan kesempatan klien untuk bertanya
Menanyakan keluhan utama klien
Jaga privasi klien
Menggunakan sarung tangan
Meletakkan perlak atau pengalas di bagian kanan/kiri pasien sesuai letak stoma
Melatakkan bengkok di atas perlak dekat tubuh pasien
Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi bau dll)
Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan menggunakan pinset dan
tangan kiri menekan kulit klien
Membersihkan kulit sekitar stoma dengan kapas nacl
Membersihkan stoma dengan sangat hati-hati menggunakan kapas nacl jangan
sampai terjadi prdarahan
Mengeringkan kulit sekitar stoma dengan kasa steril
Observasi stoma dan kulit sekitar stoma
Memberikan zink salep/zink oil jika terdapat iritasi pada kulit sekitar stoma
Mengukur stoma dan membuat lubang pada kantong kolostomi sesuai ukuran stoma
Membuka salah satu sisi (sebagian) perekat kantong kolostomi
Menggunakan pinset untuk mempermudah memasukkan stoma melalui lubang
kantong kolostomi
Membuka sisa perekat dan hindari masuknya udara ke dalam kantong kolostomi
Merapikan klien
Melepas sarung tangan
54
o Memasukkan makanan cair, membuka klem, meninggikan 30 cm, klem kembali
sebelum habis
o Memasukkan air matang, membuka klem, tinggikan 30 cm, sebelum air habis klem
kembali
o Menutup ujung NGT dengan spuit/klem
o Membersihkan sisa makanan pada pasien
o Merapikan pasien
55
Memeras kasa yang sudah di tuangkan ke dalam cucing
Taruh perasan kasa di dalam bak instrumen atau tutup bak instrumen bagian dalam
Pasangkan perlak di bawah luka klien
Buka balutan luka klien, sebelumnya basahi dulu plester atau hipafiks dengan NaCl atau
semprot dengan alkohol
Masukan balutan tadi ke dalam bengkok atau tas kresek
Observasi keadaan luka klien, jenis luka, luas luka, adanya pus atau tidak dan kedalaman
luka dengan Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk mengeluarkan pus
Buang jaringan yang sudah membusuk (jika ada) menggunakan gunting jaringan
Ganti sarung tangan bersih dengan sarung tangan streil
Melakukan debridement
Lakukan perawatan luka dengan kasa yang sudah di beri larutan NaCl 0,9% dan larutan
H2O2 sampai bersih dari arah dalam ke luar
Melakukan kompres desinfektant dan tutup dengan kassa
Oleskan obat luka (jika ada)
Tutup luka dengan kasa kering streil secukupnya
Fiksasi luka dengan hipafiks
Rapikan klien
Tahap terminasi
Bereskan peralatan
Sampaikan pada klien bahwa tindakan sudah selesai
Sampaikan terimakasih atas kerjasamanya
Lepas sarung tangan
Cuci tangan , Dokumentasikan kegiatan
56