Anda di halaman 1dari 49

LBM 1

STEP 1 :

- Primary survey :
o Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan jenis perlukaan, tnda
vital dan mekanisme trauma, yang diteruskan dengan secondary survey
- Triple airway manuever :
o Suatu cara u/ pengelolan jalan napas dengan 3 cara :
o Chin lift (mengangkat dagu)
o Head tilt (menengadahkan kepala)
o Jaw thrust (mengedepankan rahang bawah)
- Pulse oxymetri :
o Alat ukur dengan metode non invasive u/ memonitoring saturasi oksigen
- Oropharyngeal airway :
o Salah satu non definitive terapi/definitive airway dimana dilakukan ketika pasien
tidak sadar (tidak memiliki refleks muntah)
- Definitve airway :
o Definitive : suatu pipa d dalam trakea dengan balon dikembangkan dimana pipa
tersebut dihubungkan dengan suatu alat bantu pernapasan yg diperkaya dengan o2
o Airway : jalan udara
o Merupakan jalan udara yg dibuat dengan cara memasangkan pipa yg bsa
menyalurkan o2 dimana pipa tersebut diperthankan dalam posisinya dan diplester.

STEP 2 :
1. Mengapa pasien tampak sianosis ?
2. Mengapa pada pasien didapatkan suara snoring dan gurgling?
3. Mengapa didapatkan keluar darah dari mulut?
4. Mengapa saturasi oksigen trun dari 90% menjadi 87%?
5. Interpretasi dari pasien spo2 90%, RR = 32x/menit, GCS E2M3V2
6. Bagaimana cara melakukan primary survey ?
7. Apa saja macam2 sumbatan jalan napas?
8. Bagaimana cara melakukan triple airway manuver dan indikasinya?
9. Apa indikasi dari pemasangan definitve airway?
10. Algoritma dari penangn KGD
11. Apa saja komplikasi dari sumbatan jalan napas ?
12. Apa indikasi dari pemasangan oropharyngeal airway?
13. Mengapa terjadi penurunan kesdaran?
14. Mengapa terjadi takipneu
15. Patofisiologi sumbatan jalan napas
16. Penyebab sumbatan jalan napas
17. Indikasi dan kotraindikasi oropharyngeal airway
18. Pengelolaan jalan napas secara sederhana
19. Tindakan dasar dan lanjut pada sumbatan jalan napas definitive
20. Pengelolaan jalan napas secara advance airway?
21. Indikasi dan kontraindikasi pemasangan ET?
22. Macam macam alat suplemetnasi oksigen
23. Tatalaksanan terhadap terapi oksigen
24. Tujuan pemasangan pulse oxymetri
25. Apa saja derjat hipoksia

STEP 3 :

1. Mengapa pasien tampak sianosis ?


Pasien jatuh dan kepala terbentur penurunan kesadaran relaksasi otot termasuk
otot lidah di bagian spinter cardiac dibgian orofaring lidah menutup menyebabkan
asfiksia hipoksia, co2 meningkat, hiperkapnea, o2 di darah berkurang sianosis
(sentral di mulut, perifer di ujung2 jari)

2. Mengapa pada pasien didapatkan suara snoring dan gurgling?


Snoring : suara ngorok, timbul akibat adanya trubulensi pada sal.npas atas krna ada
sumbatan biasanya di palatum terjadi kegagalan otot-otot dilator napas atas terjadi
relaksasi otot faring lidah terjtuh kebelakang obstruksi
Penanganan : dengan cara cross finger, jri telunjuk memegang dagu dan ibu jari mendorong
rahang keatas
Gurgling : adanya kebuntuan yg disebakan cairan/darah
Penanganan : dilakukan cross finger melakukan finger sweep u/membersihkan cairan

3. Mengapa didapatkan keluar darah dari mulut?


Fraktur impresi os.frontal (fraktur yg bgian yg patah menonjol kedalam ke bgian dalam)
terbentuk bgian depan os. Cribosa, nasal terbentur os.cribosa berluabng2 dan sensitif
sehingga mengeluarkan darah

4. Mengapa saturasi oksigen trun dari 90% menjadi 87%?


Penanganan awal triple manuver airway oropharyngeal airway memburuk
disebabkan karena penanganan awal. Pulse oxymetri normalnya 95-100
90-94 hipoksi
85-89 hipoksi serius
Harus dilakukan definitve airway

5. Interpretasi dari pasien spo2 90%, RR = 32x/menit, GCS E2M3V2


GCS
Eye
- Membuka mta spontan (4)
- Membuka mata ketika dipanggil atau dirangsang dengan suara (3)
- Buka mata bila irangsang dengan nyeri (2)
- Tidak ada reaksi dengan rangsan apapun (1)
Motorik
- Mengikuti perintah (6)
- Melokalisir nyeri (5)
- Fleksi normal (4)
- Fleksi abnormal (3)
- Ekstensi abnormal (2)
Tidak ada reaksi (1)
Verbal
- Komunikasi verbl baik (5)
Bingung disorientasi tempat dan waktu, orang (4)
- Kata kata tiak teratur (3)
- Suara tidak jelas (2)
- Tidak ada reaksi (1)

Komposetis :15-14
Apatis : 13-14
Somnolen: 11-10
Delirium: 9-7
Sporokoma: 6-4
Koma: 3
Interpretasi : delirium
RR = meningkat (normalnya 16-24)
Adanya obstruksi hipoksi tbuh megkompensasi dengan meningkatkan frek. Napas
mempertahnkan perfusi oksigen
Spo2 90%
90-94 hipoksi
85-89 hipoksi serius

6. Bagaimana cara melakukan primary survey ?


A = AIRWAY (jalan napas)
o Melihat jalan napas : apakah ada sumbatan /tidak
Jika ada sumbatan cairan : membersihkan dngn jari telunjuk yg dibalut kain
Jika sumbatan keras/padat : menggunakan jari telunjuk yg dibengkokkan
(cross finger)
o Membuka jalan napas :
Lihat apakah ada bend asing/tidak
Pada pasien yg tdk sdar tonus otot menghilang
Pembebasan jalan napas dengan cara menengadahkan kepala/topang dagu
(head tilt-chin lift)
Kontraindikasi head tilt : fraktur cervical
- B = BREATHING
o Memastikan pasien bernafas/tidak
Melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi nafas &
merasakan hembusan nafas pasien
Dengan cara : mendekatkan telinga pemeriksa diatas mulut dan hidung dan
tetap pertahnkan jalan napas pasien terbuka
Yang dinilai : look, listen, feel
o Memberikan bantuan napas
Dengan cara : mulut ke mulut, mulut ke hidung
Memberikan hembusan napas sebnyk 2x hembusan /tiap hembusan 1,5-2
detik dari volume udara yg dihembuskan (vol. 400-500 ml)/melihat dada
pasien mengembang/tidak

- CIECULATION :
o Untuk menilai apakah ada/tidaknya denyut jantung
o Dengan cara : meraba a.carotis didaerah leher
o Jika teraba dilakukan pemeriksaan pernafasan dengan cara manuver
o Jika tidak teraba dilakukan RJP
o Cara melakukan bantuan sirkulasi : kompresi jantung dari luar (tetapi hany mncapai
60-80 mmHg, Cardiac output : 25%
o Apabila ada fraktur : dibebat

- DISABILITY :
o Memeriksa GCS/AVPU?, reflek pupil
- EXPOSURE/ENVIROMENT:
o Lihat lingkungan sekitar (panas : diteduhkan, dingin : dihangatkan)
o Buka baju dilihat apakah ada luka terbuka, perdarahan (dilihat dada,
o Lock roll

7. Apa saja macam2 sumbatan jalan napas?


o Sumbatan jalan napas total : dada tdak mengembang saat inspirasi, tidak ada suara
dimulut dan hidung, ada retraksi supra clavicula, jika tdka dikoreksi dalm waktu 5-10
menit bsa menyebabkan asfiksi, henti nafas dan henti jantung
o Sumbatan napas parsial : diatndai adanyan suara berisik dan retraksi, snoring,
gurgling dan crowing, bila tdak dikoreksi bisa mnyebaban kerusakan otak, sumbat
otak, sumbat paru, henti napas

8. Bagaimana cara melakukan triple airway manuver dan indikasinya?


9. Apa indikasi dari pemasangan definitve airway?
10. Algoritma dari penangn KGD
11. Apa indikasi dari pemasangan oropharyngeal airway?
12. Apa saja komplikasi dari sumbatan jalan napas ?
13.
STEP 7 M.NANDA SATYA.P
1. Mengapa pasien tampak sianosis ?

Pada keadaan dengan penurunan kesadaran misalnya pada tindakan


anestesi, penderita trauma kepal/karena suatu penyakit, maka akan terjadi relaksasi
otot-otot termasuk otot lidah dan sphincter cardia akibatnya bila posisi penderita
terlentang maka pangkal lidah akan jatuh ke posterior menutup orofaring, sehingga
menimbulkan sumbatan jalan napas. Sphincter cardia yang relaks, menyebabkan isi
lambung mengalir kembali ke orofaring (regurgitasi). Hal ini merupakan ancaman
terjadinya sumbatan jalan napas oleh aspirat yang padat dan aspirasi pneumonia
oleh aspirasi cair, sebab pada keadaan ini pada umumnya reflek batuk sudah
menurun atau hilang.

Asfiksia yang disebabkan blokade jalan nafas oleh benda asing yang
datangnya dari luar ataupun dari dalam tubuh, misalnya seperti inhalasi mutahan
(aspirasi), tersedak makanan, tumor, jatuhnya lidah ke belakang ketika dalam
keadaan tidak sadar, bekuan darah atau lepasnya gigi palsu. Pada keadaan dengan
penurunan kesadaran misalnya pada tindakan anestesi, penderita trauma
kepal/karena suatu penyakit, maka akan terjadi relaksasi otot-otot termasuk otot
lidah dan sphincter cardia akibatnya bila posisi penderita terlentang maka pangkal
lidah akan jatuh ke posterior menutup orofaring, sehingga menimbulkan sumbatan
jalan napas. Sphincter cardia yang relaks, menyebabkan isi lambung mengalir
kembali ke orofaring (regurgitasi). Asfiksia adalah kumpulan dari pelbagai keadaan
dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal,
mengakibatkan oskigen darah berkurang (hipoksia) disertai peningkatan kadar
karbondioksida (hiperkapnea). Hipoksia sendiri adalah suatu keadaan di mana tubuh
sangat kekurangan oksigen sehingga sel gagal melakukan metabolisme secara
efektif. Penurunan kadar oksigen sel darah dan penimbunan CO2 dalam plasma akan
merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata, sehingga amplitudo pernafasan
dan frekuensi pernafasan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai
tampak tanda sianosis, terutama paada muka dan tangan.

Sumbatan jalan napas oksigen yang masuk menurun hb yang


tereduksi/yang tidak mengikat oksigen naik sianosis

SUMBER : Harrisons Principles of Internal Medicine 16th Edition, page 209 211
2. Mengapa pada pasien didapatkan suara snoring dan gurgling?

Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan) :


Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi : chin lift, jaw
thrust, pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal.
Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi : finger
sweep, pengisapan/suction.
Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi : cricotirotomi, trakeostomi.
Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :
a. Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan napas
bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan
langsung dengan cara cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu
jari dan jari telunjuk tangan yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang
atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang
menyangkut di tenggorokan korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut
b.Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang
disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger(seperti di atas), lalu
lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan
kain untuk menyapu rongga mulut dari cairan-cairan).
c. Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan (edema)
pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and chin lift atau
jaw thrust saja

Tanda adanya suatu obstruksi (sumbatan) pada jalan nafas. Obstruksi pada jalan nafas ditandai
dengan suara nafas antara lain bunyi gurgling (bunyi kumur-kumur yang menandakan adanya
cairan), bunyi mengorok (karena pangkal lidah yang jatuh ke arah dorsal), ataupun bunyi
stridor karena adanya penyempitan/edema. Tindakan penangannan apabila terdapat cairan
yaitu dengan melakukan pengisapan jalan napas (suctioning) untuk mengeluarkan cairan,
apabila didapatkan suara napas tambahan snoring (mengorok) maka lakukan penjagaan jalan
napas secara manual dengan teknik jaw disusul dengan pemasangan pipa oro atau
nasofaringeal. Jangan lakukan pemasangan pipa orofaringral (guedel/mayo) apabila penderita
masih dalam keadaan sadar, karena menyebabkan pasien muntah. Harus diingat bahwa
pemasangan pipa nasofaringeal merupakan kontraindikasi bagi penderita yang dicurigai
fraktur basis kranii bagian depan karena pipa dapat masuk ke rongga cranium.
NOOR HELMI, ZAIRIN.2012. ORTOPEDI.SALEMBA MEDIKA : JAKARTA

3. Mengapa didapatkan keluar darah dari mulut?


Trauma pada wajah dapat menyebabkan fraktur dan dislokasi pada orofaring
dan nasofaring. Trauma wajah dapat dihubungkan dengan perdarahan,
meningkatnya sekret dan gigi copot. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan
semakin sulitnya pembebasan jalan napas.
Trauma pada leher dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang
ditandai dengan perdarahan yang signifikan dan obstruksi jalan napas.
SUMBER : Sumber : Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr. I.
Riwanto, Sp.BD, FK UNDIP

4. Mengapa saturasi oksigen trun dari 90% menjadi 87%?

Asfiksia yang disebabkan blokade jalan nafas oleh benda asing yang
datangnya dari luar ataupun dari dalam tubuh, misalnya seperti inhalasi mutahan
(aspirasi), tersedak makanan, tumor, jatuhnya lidah ke belakang ketika dalam
keadaan tidak sadar, bekuan darah atau lepasnya gigi palsu. Pada keadaan dengan
penurunan kesadaran misalnya pada tindakan anestesi, penderita trauma
kepal/karena suatu penyakit, maka akan terjadi relaksasi otot-otot termasuk otot
lidah dan sphincter cardia akibatnya bila posisi penderita terlentang maka pangkal
lidah akan jatuh ke posterior menutup orofaring, sehingga menimbulkan sumbatan
jalan napas. Sphincter cardia yang relaks, menyebabkan isi lambung mengalir
kembali ke orofaring (regurgitasi). Asfiksia adalah kumpulan dari pelbagai keadaan
dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal,
mengakibatkan oskigen darah berkurang (hipoksia) disertai peningkatan kadar
karbondioksida (hiperkapnea). Hipoksia sendiri adalah suatu keadaan di mana tubuh
sangat kekurangan oksigen sehingga sel gagal melakukan metabolisme secara
efektif. Penurunan kadar oksigen sel darah dan penimbunan CO2 dalam plasma akan
merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata, sehingga amplitudo pernafasan
dan frekuensi pernafasan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai
tampak tanda sianosis, terutama paada muka dan tangan.

SUMBER : Harrisons Principles of Internal Medicine 16th Edition, page 209 211

5. Interpretasi dari pasien spo2 90%, RR = 32x/menit, GCS E2M3V2


Pulse oxymetri merupakan suatu metode noninvasive untuk memonitor persentase
hemoglobin yang saturasi dengan oksigen. Metode ini menggunakan perbedaan panjang
gelombang dari cahaya merah (660 nm) dan cahaya infra merah (910 nm) yang berasal dari
sensor transmisi. Kemudian cahaya merah dan cahaya infra merah tersebut melewati
pembuluh balik dan pembuluh kapiler pada jari tangan, dan ditangkap oleh sensor deteksi.
Data dari sensor deteksi tersebut dikirim ke mikrokontroller kemudian ditampilkan ke LCD.
Dimikrokontroller, data tersebut diolah kemudian diproses untuk mendapatkan data
konsentrasi oxyhemoglobin (HbO), deoxyhemoglobin (RHb), dan oksigen
saturasi (SpO2)

Penurunan konsentrasi oksigen dalam darah perangsangan kemoreseptor (glomus


karotikum dan glomus aortikum) perangsangan pusat pernafasan RR naik
Nadi naik dan tekanan darah turun

Penurunan oksigen dalam darah hipoksia (jaringan kekurangan oksigen) aliran


darah ke jaringan diperlama (agar jaringan mendapat pasokan oksigen lebih banyak )
venous return turun stroke volume menurun Tekanan darah menurun
Tekanan darah menurun merangsang baroreseptor (di glomus karotikum dan
aortikum) merangsang dilatasi arteri sistemik frekuensi jantung menurun
Mekanismetakikardia
Perdarahan volume darah menurun aliran darah ke jantung
sedikitsimpatikmeningkatkan kontraksi dan daya konduksi jantungtakikardia
Mekanismehypotensi

Volume darah menurun penurunan tekanan pengisian sirkulasi rata-rata


penurunan aliran balik darah vena ke jantung curah jantung menurun hypotensi

RR naik karena adanya usaha untuk bernafas oleh karena adanya sumbatan jalan nafas
parsial sehingga selain RR naik nafas juga dangkal.

(Sumber : Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr. I. Riwanto, Sp.BD,
FK UNDIP)

i. GSC Ringan (14-15) penderita sadar namun dapat mengalami amnesia


berkaitan dengan cedera yang dialaminya
ii. GCD Sedang (9-13) penderita masih mampu menuruti perintah sederhana,
namun biasanya tampak bingung atau mengantuk dan dapat disertai deficit
neurologis
iii. GCD Berat (3-8) penderita dengan cedera kepala berat tidak mampu
melakukan perintah sederhana walaupun status kerdiopulmonernya telah
stabil
Basic Trauma Life Support & Basic Cardiac Life Support
6. Bagaimana cara melakukan primary survey ?

Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi serta
defibrilasi. Untuk dapat mengingatkan dengan mudah tindakan survei primer
dirumuskan dengan abjad A, B, C, dan D, yaitu :

A airway (jalan napas)

B breathing (bantuan napas)

C circulation (bantuan sirkulasi)

D defibrilation (terapi listrik)

Sebelum melakukan tahapan A(airway), harus terlebih dahulu dilakukan


prosedur awal pada korban / pasien, yaitu :

1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong.


2. Memastikan kesadaran dari korban / pasien.
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong harus
melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban / pasien, dapat dengan
cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban / pasien dengan lembut dan
mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya
atau Pak !!! / Bu !!! / Mas !!! / Mbak !!!

3. Meminta pertolongan
Jika ternyata korban / pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera
minta bantuan dengan cara berteriak Tolong !!! untuk mengaktifkan sistem
pelayanan medis yang lebih lanjut.

4. Memperbaiki posisi korban / pasien


Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban / pasien harus dalam posisi
terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika korban ditemukan
dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang.
Ingat ! penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala,
leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang,
korban harus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras
dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh.

5. Mengatur posisi penolong


Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas
dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakan lutut.

A (AIRWAY) Jalan Napas

Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan


melakukan tindakan :

1. Pemeriksaan jalan napas


Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh
benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan
berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi
dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek
dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan
tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk
pada mulut korban.
2. Membuka jalan napas
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban
tidak sadar tonus otototot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup
farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan
jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala topang dagu
(Head tilt chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula. Teknik membuka jalan
napas yang direkomendasikan untuk orang awam dan petugas kesehatan adalah
tengadah kepala topang dagu, namun demikian petugas kesehatan harus dapat
melakukan manuver lainnya.

B ( BREATHING ) Bantuan napas

Terdiri dari 2 tahap :

1. Memastikan korban / pasien tidak bernapas.


Dengan cara melihat pergerakan naik
turunnya dada, mendengar bunyi napas dan
merasakan hembusan napas korban / pasien.
Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga
di atas mulut dan hidung korban / pasien, sambil
tetap mempertahankan jalan napas tetap
terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh
melebihi 10 detik.

2. Memberikan bantuan napas.


Jika korban / pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan
melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang
dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak
2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,52
detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 400 -500 ml (10 ml/kg) atau
sampai dada korban / pasien terlihat mengembang.

Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan


napas agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat
diberikan hanya 1617%. Penolong juga harus memperhatikan respon dari
korban / pasien setelah diberikan bantuan napas.

Cara memberikan bantuan pernapasan :

Mulut ke mulut

Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara


yang cepat dan efektif untuk memberikan udara ke paruparu korban /
pasien.

Pada saat dilakukan hembusan napas


dari mulut ke mulut, penolong harus
mengambil napas dalam terlebih dahulu dan
mulut penolong harus dapat menutup
seluruhnya mulut korban dengan baik agar
tidak terjadi kebocoran saat
menghembuskan napas dan juga

penolong harus menutup lubang hidung korban / pasien dengan ibu jari dan
jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume
udara yang diberikan pada kebanyakan orang dewasa adalah 400 - 500 ml
(10 ml/kg).

Volume udara yang berlebihan dan laju inspirasi yang terlalu cepat dapat
menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.

Mulut ke hidung

Teknik ini direkomendasikan jika


usaha ventilasi dari mulut korban tidak
memungkinkan, misalnya pada Trismus
atau dimana mulut korban mengalami
luka yang berat, dan sebaliknya jika
melalui mulut ke hidung, penolong harus
menutup mulut korban / pasien.

Mulut ke Stoma

Pasien yang mengalami laringotomi


mempunyai lubang (stoma) yang
menghubungkan trakhea langsung ke
kulit. Bila pasien mengalami kesulitan
pernapasan maka harus dilakukan
ventilasi dari mulut ke stoma.

C (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi

Terdiri dari 2 tahapan :


1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban / pasien.

Ada tidaknya denyut jantung korban / pasien dapat ditentukan dengan


meraba arteri karotis didaerah leher korban / pasien, dengan dua atau tifa jari
tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher
sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau
kiri kirakira 12 cm, raba dengan lembut selama 510 detik.

Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan


korban dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai
pernapasan korban / pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan,
dan jika bernapas pertahankan jalan napas.

2. Melakukan bantuan sirkulasi


Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan
bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan
dengan teknik sebagai berikut :

Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan
atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).
Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3
jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakkan tangan
penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.
Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu
telapak tangan diatas telapak tangan yang lainnya, hindari jarijari tangan
menyentuh dinding dada korban / pasien, jarijari tangan dapat diluruskan
atau menyilang.
Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban
dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan
kedalaman penekanan berkisar antara 1,52 inci (3,85 cm).
Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan
mengembang kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi
dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus
sama dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty Cycle).
Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi
tangan pada saat melepaskan kompresi.
Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 dilakukan baik
oleh 1 atau 2 penolong jika korban / pasien tidak terintubasi dan
kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit (dilakukan 4 siklus
permenit), untuk kemudian dinilai apakah perlu dilakukan siklus berikutnya
atau tidak.
Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik
6080 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung
(cardiac output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari
menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan
bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.

D (DEFRIBILATION)

Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia


diterjemahkan dengan istilah defibrilasi adalah
suatu terapi dengan memberikan energi listrik. Hal
ini dilakukan jika penyebab henti jantung (cardiac
arrest) adalah kelainan irama jantung yang disebut
dengan Fibrilasi Ventrikel. Dimasa sekarang ini
sudah tersedia alat untuk defibrilasi (defibrilator)
yang dapat digunakan oleh orang awam yang
disebut Automatic External Defibrilation, dimana
alat

tersebut dapat mengetahui korban henti jantung ini harus dilakukan defibrilasi atau
tidak, jika perlu dilakukan defibrilasi alat tersebut dapat memberikan tanda kepada
penolong untuk melakukan defibrilasi atau melanjutkan bantuan napas dan bantuan
sirkulasi saja.
BASIC LIFE SUPPORT (BLS) PRIMARY SURVEY

Assess Action
Airway Buka airway menggunakan teknik non-
- Apakah jalan napasnya terbuka? invasif (headtilt-chinlift / jaw thrust tanpa
mengextensikan kepala jika duiduga
trauma).
Breathing Look, listen, and feel. Jika tak ada napas,
- Apakah respirasinya adekuat? beri 2x bantuan napas. Beri sekitar 1 detik
setiap bantuan napas. Setiap bantuan
napas harus membuat dada korban
terangkat. Jangan melakukan ventilasi
terlalu cepat atau terlalu banyak (volume).
Circulation Periksa pulsasi a. Carotis (dewasa) atau a.
- Apakah ada pulsasi? Femoralis / a. brachialis (infant) paling tidak
5 detik tapi tidak lebih lama dari 10 detik.
Defibrillation Siapkan shock jika ada indikasi. Ikuti segera
- Jika pulsasi tidak ada, periksa bila setiap shock dengan CPR, mulai dengan
ada irama yang shockable maka kompresi dada.
gunakan defibrillator atau AED
(Automated External Defibrillation)
Sumber : ACLS Provider Manual. AHA, 2006

Pembebasan Benda Asing yang Menyebabkan Obstruksi Jalan Napas

Dewasa Anak Infant

Pastikan bahwa korban Pastikan bahwa korban Pastikan bahwa korban


memang tersedak memang tersedak memang tersedak.
Periksa onset kesulitas
bernapas, silent cough,
kelemahan, atau silent cry
Heimlich maneuver Heimlich maneuver

Beri > 5x tepukan pada


Jika korban tak sadar, aktifkan Jika korban tak sadar, aktifkan punggung dan > 5x dorongan
EMS, lakukan prosedur CPR EMS, lakukan prosedur CPR pada dada

Selama CPR, lihat ke dalam Selama CPR, lihat ke dalam Ulangi step 2 sampai benar-
mulut korban, jika mulut korban, jika benar efektif atau korban
memungkinkan gunakan memungkinkan gunakan tidak ada respon
finger sweep untuk finger sweep untuk
mengeluarkan benda asingnya mengeluarkan benda asingnya

Jika korban tak sadar,


aktifkan EMS, lakukan
Lanjutkan CPR (5 siklus atau 2 Lanjutkan CPR (5 siklus atau 2 prosedur CPR
menit) sampai ALS datang menit) sampai ALS datang

Selama CPR, lihat ke dalam


mulut korban, jika
memungkinkan gunakan
finger sweep untuk
mengeluarkan benda
asingnya

Lanjutkan CPR (5 siklus atau 2


menit) sampai ALS datang

Sumber : ACLS Provider Manual. AHA, 2006

7. Apa saja macam2 sumbatan jalan napas?

OBSTRUKSI JALAN NAFAS

Etiologi
1. Edema jalan nafas
Bisa disebabkan oleh karena infeksi (difteri), reaksi alergi, akibat instrumentasi (pemasangan
pipa endotracheal, bronkoskopi), trauma tumpul.
2. Benda asing
3. Tumor
Kista laring, papiloma laring, karsinoma laring (perlahan2)
4. Trauma daerah laring
5. Spasme otot laring
Tetanus, reaksi emosi
6. Kelumpuhan otot abductor pita suara
Terutama bila bilateral
7. Kelainan congenital
Laryngeal web, fistula tracheoesofagus laringotrakeomalasia

Macam 2:
o Sebagian (parsial)
Korban mungkin masih mampu melakukan pernapasan, namun kualitas
pernapasan dapat baik atau buruk.
Pada korban dengan pernapasan yang masih baik, korban biasanya masih dapat
melakuakan tindakan batuk dengan kuat, usahakan agar korban tetap bisa
melakukan batuk dengan kuat sampai benda asing tersebut dapat keluar.
Bila sumbatan jalan napas partial menetap, maka aktifkan sistem pelayanan medik
darurat.
Obstruksi jalan napas partial dengan pernapasan yang buruk harus diperlakukan
sebagai obstruksi jalan napas komplit.
o Komplit (total)
Korban biasanya tidak dapat berbicara, bernapas, atau batuk.
Saturasi oksigen akan dengan cepat menurun dan otak akan mengalami
kekurangan oksigen sehinga menyebabkan kehilangan kesadaran, dan kematian
akan cepat terjadi jika tidak diambil tindakan segera.
Tanda obstruksi komplit saluran nafas atas yang mendadak sangat jelas. Pasien
tidak dapat bernafas, berbicara atau batuk dan pasien mungkin memegang
kerongkongannya seperti mencekik (choking).
Agitasi, panik dan nafas yang tersengal-sengal dan diikuti sianosis.
Gagalnya kekuatan inspirasi dapat menyebabkan ekimosis dermal dan emfisema
subkutan. Kegagalan respirasi bisa berlangsung cepat dan berkembang menjadi
obstruksi / sumbatan komplt. Letargi, gagal napas dan hilangnya kesadaran
merupakan tanda akhir dari hipoksemia dan hiperkarbi. Bradikardi dan hipotensi
merupakan pertanda ancaman terjadinya gagal jantung. (IPD FK UI)
o Tempat terjadinya sumbatan jalan nafas pada pasien dengan penurunan kasadaran, paling
sering adalah di hipofaring, yang terjadi saat lidah dan otot otot leher mengalami relaksasi
gagal mengangkat dasar lidah dan epiglotis dari dinding posterior hipofaring
o Penyebab lain dari sumbatan adalah adanya benda asing di jalan nafas bagian atas
seoerti material muntahan atau darah.
o Laringospasme biasanya terjadi karena stimulasi jalan nafas pada pasien yang setengah
sadar
o Sumbatan jalan nafas bawah dapat terjadi karena bronkospasme, sekresi bronkial, edema
mukosa, dan aspirasi isi lambung atau benda asing
o Sumbatan jalan nafas dapat menyebabkan suara tambahan seperti :
Snoring (ngorok)
Gurgling (menandakan adanya cairan di jalan nafas)
Suara serak (pada trauma laring atau edema laring)
Stadium Gejala dan tanda Penatalaksaan

Stadium I Sesak nafas, stridor inspirator, Tindakan konservatif dengan


retraksi suprasternal, KU baik
pemberian O2 ,
obat bronkodilator (aminofilin,
bisolvon),
Stadium II Gejala stadium I + retraksi obat anti edema (papasee),
epigastrium, penderita mulai pengawasan yang ketat terhadap
gelisah gejala yang timbul

Stadium III Gejala II + retraksi Tindakan intubasi


supra/infraclavicular, penderita Memasang ET atau bronskop
sangat gelisah dan sianotik trakeotomi segera
emergency trakeostomi
tindakan darurat, biasanya
dilakukan didaerah glottis
Stadium IV Gejala III + retraksi intercostals, (trakeostomi tinggi)
penderita masih berusaha orderly trakeostomi
sekuat tenaga untuk menghirup tindakan berencana, pada
udara, lama kelamaan terjadi cincin trakea III atau
dibawahnya (trakeostomi
paralisis pusat pernafasan rendah)
apatik mati

diangnosis sumbatan jalan nafas


o sumbatan jalan nafas total dpt dikenali bila kita tidak dapat mendengar atau merasakan
aliran darah aliran udar melalui mulut atau hidung. Bila terdapat nafas spontan, ada
retraksi saat inspirasi di supraclavicula dan intercosta dan tidak adanya ekspansi dinding
dada saat inhalasi merupakan tanda tambahan dari sumbatan jalan nafas. Bila korban
upneu dimana tidak terdapat pergerakan nafas spontan, sumbatan jalan nafas total dapat
tikenali dengan ditemukannya kesulitan mengembangkan paru saat melakukan VTP.
o Sumbatan jalan nafas parsial/sebagian dapat dikenali dari aliran suara nafas yang berisik
saat nafas spontan, dapat pula dijumpai retraksi di interkosta dan suprasternal. Snorring
(mengorok) menunjukkan bahwa sumbatan parsial terjadi di hipofaring karena dasar lidah.
Crowning (suara melengking) menunjukkan adanya laringospasme. Gurgling (suara
berkumur) menunjukkan adanya cairan/benda asing. Wheezing (mengi) menunjukkan
penyempitan bronkus.
o Akibat sumbatan jaln nafas juga terliht scr klinis. Hiperkarbia dicurigai padapasien dengan
penurunan kesadaran (somnolen) dan dipastikan dengan peningktn PCO2 arterial.
Hipoksemia dicurigai bila terjadi takikardi, gelisah, berkeringat, atau sianosis dan
dipastikan dengan penurunan PO2 arterial. Tidk adanya sianosis tidak dapat
menyingkirkan hipoksemia berat

SUMBER : ACLS Provider Manual. AHA, 2006

8. Bagaimana cara melakukan triple airway manuver dan indikasinya?


1. TRIPLE AIRWAY MANUVER
a. Head Tilt (ektensi kepala) & Chin Lift (angkat dagu)
Teknik dasar pembukaan jalan napas atas adalah dengan megangkat kepala-angkat
dagu (Head Tilt-Chin Lift). Teknik dasar ini akan efektif bila obstruksi napas disebabkan
lidah atau relaksasi otot pada jalan napas atas. Dalam melakukan teknik membebaskan
jalan nafas agar selalu diingat untuk melakukan proteksi Cervical-spine terutama pada
pasien trauma/multipel trauma. jalan napas pasien tidak sadar sering tersumbat oleh
lidah, epiglotis, dan juga cairan, agar jalan napas tetap terbuka perlu dilakukan
manuver head tilt,chin lift dan juga jaw thrust. Bisa sebagian atau kombinasi ketiganya
(tripple airway manouver). Head tilt dan chin lift adalah teknik yang sederhana dan
efektif untuk membuka jalan napas tetapi harus dihindari pada kasus cedera tulang
leher/servikal.

b. Jaw Thrust (mendorong rahang)


Pegang pada angulus mandibulae, dorong mandibula ke depan (ventral). Manuver
ini aman dilakukan pada pasien trauma.
2. MEMBERSIHKAN JALAN NAFAS
Sapuan jari (finger sweep).Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing
pada rongga mulut belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda
asing lainnya sehingga hembusan nafas hilang.
Cara melakukannya :
Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian buka
mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas (maneuver
emaresi)
Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan
sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan
menyapu.

3. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)


Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan
kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol
tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang
sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke
perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan
gerakan yang jelas.
Back Blow (untuk bayi)

Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau
berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik
silang garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)

Gambar 10. Back blow pada bayi

Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)

Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari
telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua
putting susu pasien). Bila penderita sadar, tidurkan terlentang, lakukan chest thrust,

Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management) Dasar/Sederhana


1. OROPHARYNGEAL AIRWAY (OPA)
Manfaat OPA : Menahan lidah dari menutupi hipofaring. Sebagai fasilitas suction dan
mencegah tergigitnya lidah dan ETT (Endotracheal Tube). Pemasangan pada anak-anak
harus hati- hati karena dapat melukai jaringan lunak.
Alat bantu napas ini hanya digunakan pada pasien yang tidak sadar bila angkat kepala-dagu
tidak berhasil mempertahankan jalan napas atas terbuka. Alat ini tidak boleh digunakan
pada pasien sadar atau setengah sadar karena dapat menyebabkan batuk dan muntah. Jadi
pada pasien yang masih ada refleks batuk atau muntah tidak diindikasikan untuk
pemasangan OPA.
Indikasi :
a. Napas spontan
b. Tidak ada reflek muntah
c. Pasien tdk sadar,tdk mampu manuver manual
Komplikasi :
a. Obstruksi jalan napas
b. Laringospasme ~ ukuran OPA
c. Muntah
d. Aspirasi

setelah pemasangan OPA, lakukan pemantauan pada pasien. Jagalah agar kepala dan dagu
tetap berada pada posisi yang tepat untuk menjaga patensi jalan napas. Lakukan
penyedotan berkala di dalam mulut dan faring bila ada sekret, darah atau muntahan.
Perhatikan hal-hal berikut ini ketika menggunakan OPA :
- Bila OPA yang dipilih terlalu besar dapat menyumbat laring dan menyebabkan trauma
pada struktur laring.
- Bila OPA terlalu kecil atau tidak dimasukkan dengan tepat dapat menekan dasar lidah
dari belakang dan menyumbat jalan napas.
- Masukkan dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya trauma jaringan lunak pada
bibir dan lidah.
2. NASOPHARYNGEAL AIRWAY
Indikasi NPA :
a. Sadar/tdk sadar,
b. Napas spontan,
c. Ada refleks muntah,
d. Kesulitan dg OPA.
Kontraindikasi NPA :
a. Fraktur wajah
b. Fraktur tulang dasar tengkorak.
Jelaskan cara pemilihan NPA (ada gambar pd slide), cara pemasangan NPA (bevel
menghadap lateral).
Komplikasi NPA :
a. Trauma,
b. Laringospasme,
c. Muntah,
d. Aspirasi,
e. Insersi intrakranial (pd fr. tlg wajah/tlg. dasar tengkorak)

Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management) Lanjut


Disini ada pipa dalam trakhea dengan balon yang dikembangkan, dimana pipa ini
dihubungkan dengan alat bantu pernafasan yang diperkaya dengan oksigen. Cara :
a. Orotracheal atau Nasotracheal
intubasi orotrakeal dan nasotrakeal merupakan cara yang paling sering digunakan.
Adanya kemungkinan cedera servikal merupakan hal utama yang harus diperhatikan
pada pasien yang membutuhkan perbaikan airway. Faktor yang paling menentukan
dalam pemilihan intubasi orotrakeal atau nasotrakeal adalah pengalaman dokter. Kedua
teknik tersebut aman dan efektif apabila dilakukan dengan tepat.

b. surgical (krikotiroidotomi atau trakheotomi)


ini dikerjakan bila ada kesukaran atau kegagalan didalam memasang endotrakheal
intubasi. Pada keadaan yang membutuhkan kecepatan lebih dipilih krikotireodektomi
dari pada tracheostomi.
Needle cricothyroidoktomi
Cara dengan menusukkan jarum lewat membran krikotiroid, ini hanya bisa
memberikan oksigen dalam waktu yang pendek (30-45 menit). Disini dipakai jarum
no 12-14 (anak 16-18 tahun)
Surgical cricothyroidoktomi
Penderita tidur posisi supinasi sesudah dilakukan anestesi lokal buat irisan kulit
tranversal sampai membran cricothyroid lubang ini bisa dilebarkan dengan gagang
pisau dengan cara memutar 90 derajad. Disini bisa dipakai tracheostomi tube atau
endotracheal tube. Hati-hati dengan cartilago cricoid terutama pada anak-anak
(teknik ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 12 tahun), hal ini dikarenakan
cartilago cricoid merupakan penyangga trachea bagian atas. Komplikasi :
- Aspirasi
- Salah masuk ke dalam jaringan
- Stenosis/oedema subglotis
- Stenosis laringeal
- Perdarahan/hematom
- Laserasi esophagus
- Laserasi trachea
- Emphisema mediastinal
- Paralisis pita suara

Sumber : (Buku Agenda Gawat Darurat, Jilid 2, Prof. Dr. H. Tabrani Rab)

9. Apa indikasi dari pemasangan definitve airway?


Sumber : Advanced Trauma Lifr Support edisi 9

10. Algoritma dari penangn KGD

- .
-

Pembebasan Benda Asing yang Menyebabkan Obstruksi Jalan Napas

Dewasa Anak Infant

Pastikan bahwa korban Pastikan bahwa korban Pastikan bahwa korban


memang tersedak memang tersedak memang tersedak.
Periksa onset kesulitas
bernapas, silent cough,
kelemahan, atau silent cry
Heimlich maneuver Heimlich maneuver

Beri > 5x tepukan pada


Jika korban tak sadar, aktifkan Jika korban tak sadar, aktifkan punggung dan > 5x dorongan
EMS, lakukan prosedur CPR EMS, lakukan prosedur CPR pada dada
Selama CPR, lihat ke dalam Selama CPR, lihat ke dalam Ulangi step 2 sampai benar-
mulut korban, jika mulut korban, jika benar efektif atau korban
memungkinkan gunakan memungkinkan gunakan tidak ada respon
finger sweep untuk finger sweep untuk
mengeluarkan benda asingnya mengeluarkan benda asingnya

Jika korban tak sadar,


aktifkan EMS, lakukan
Lanjutkan CPR (5 siklus atau 2 Lanjutkan CPR (5 siklus atau 2 prosedur CPR
menit) sampai ALS datang menit) sampai ALS datang

Selama CPR, lihat ke dalam


mulut korban, jika
memungkinkan gunakan
finger sweep untuk
mengeluarkan benda
asingnya

Lanjutkan CPR (5 siklus atau 2


menit) sampai ALS datang

Sumber : Toni Ashadi, (2006). Syok Hipovolemik. (online). Http:// www. Medicastore.
Com/med/.detail-pyk. Phd?id. (diakses 12 Desember 2006).

11. Apa saja komplikasi dari sumbatan jalan napas ?

Gagal Nafas

Gagal nafas merupakan suatu keadaan kritis yang memerlukan perawatan di instansi
perawatan intensif. Diagnosis gagal nafas ditegakkan bila pasien kehilangan
kemampuan ventilasi secara adekuat atau tidak mampu mencukupi kebutuhan
oksigen darah dan sistem organ. Gagal nafas terjadi karena disfungsi sistem respirasi
yang dimulai dengan peningkatan karbondioksida dan penurunan jumlah oksigen
yang diangkut kedalam jaringan. Gagal nafas akut sebagai diagnosis tidak dibatasi
oleh usia dan dapat terjadi karena berbagai proses penyakit. Gagal nafas hampir
selalu dihubungkan dengan kelainan diparu,tetapi keterlibatan organ lain dalam
proses respirasi tidak boleh diabaikan.

1. Gagal Nafas Tipe I

Pada tipe ini terjadi perubahan pertukaran gas yang diakibatkan kegagalan
oksigenasi. PaO2 50 mmHg merupakan ciri khusus tipe ini, sedangkan PaCO2 40
mmHg, meskipun ini bisa juga disebabkan gagal nafas hiperkapnia. Ada 6 kondisi
yang menyebabkan gagal nafas tipe I yaitu:

Ketidaknormalan tekanan partial oksigen inspirasi (low PIO2)


Kegagalan difusi oksigen
Ketidakseimbangan ventilasi / perfusi [V/Q mismatch]
Pirau kanan ke kiri
Hipoventilasi alveolar
Konsumsi oksigen jaringan yang tinggi

2. Gagal Nafas Tipe II 2

Tipe ini dihubungkan dengan peningkatan karbondioksida karena kegagalan ventilasi


dengan oksigen yang relatif cukup. Beberapa kelainan utama yang dihubungkan
dengan gagal nafas tipe ini adalah kelainan sistem saraf sentral, kelemahan
neuromuskuler dam deformiti dinding dada. Penyebab gagal nafas tipe II adalah :

Kerusakan pengaturan sentral


Kelemahan neuromuskuler
Trauma spina servikal
Keracunan obat
Infeksi
Penyakit neuromuskuler
Kelelahan otot respirasi
Kelumpuhan saraf frenikus
Gangguan metabolisme
Deformitas dada
Distensi abdomen massif
Obstruksi jalan nafas

Sumber : Basic Trauma Life Support & Basic Cardiac Life Support

1. Henti nafas
Berkurangnya oksigen di dalam tubuh kita akan memberikan
suatu keadaan yang disebut hipoksia. Hipoksia ini dikenal
dengan istilah sesak napas. Frekuensi napas pada keadaan sesak
napas lebih cepat daripada keadaan normal. Oleh karena itu,
bila sesak napas ini berlangsung lama maka akan memberikan
kelelahan pada otot-otot pernapasan. Kelelahan otot-otot napas
akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sisa-sisa
pembakaran berupa gas CO2. Gas CO2 yang tinggi ini akan
mempengaruhi susunan saraf pusat dengan menekan pusat
napas yang ada di sana. Keadaan ini dikenal dengan istilah
henti napas.
2. Henti jantung

Otot jantung juga membutuhkan oksigen untuk berkontraksi agar darah dapat dipompa keluar
dari jantung ke seluruh tubuh. Dengan berhentinya napas maka oksigen tidak ada sama sekali
di dalam tubuh sehingga jantung tidak dapat berkontraksi dan akibatnya terjadi keadaan yang
disebut henti jantung.

Sumber : (Sumber : Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr.


I. Riwanto, Sp.BD, FK UNDIP)
12. Apa indikasi dari pemasangan oropharyngeal airway?
Indikasi :
napas spontan
tidak ada refleks muntah
pasien tidak sadar, tidak mampu manuver manual

kontra indikasi

pasien sadar atau setengah sadar


pasien dengan reflek batuk dan muntah yang masih ada

komplikasi

obstruksi jalan napas


laringospasme tergantung dari ukuran OPA

Sumber ; ACLS Provider Manual. AHA, 2006

13. Mengapa terjadi penurunan kesdaran?


Adanya sumbatan jalan nafas yang menyebabkan kesulitan bernafas dan pasien akan
berusaha untuk bernafas sehingga ada kelelahan dari otot pernafasan yang akan
menyebabkan penumpukan sisa pembakaran O2 ( Co2 ). CO2 yang tinggi akan
mempengaruhi ssp yang nantinya akan menekan pusat nafas sehingga hentI nafas.
Bisa juga karena terhentinya aliran darah ke otak dari jantung yang menagalami
dekompensasi oksigen akibat gagal nafas dan menyebabkan iskemik pada otak
sehingga ada penurunan kesadaran.

SUMBER :IPD FK UI
14. Mengapa terjadi takipneu

15. Patofisiologi sumbatan jalan napas

Berkurangnya oksigen di dalam tubuh kita akan memberikan suatu keadaan yang
disebut hipoksia. Hipoksia ini dikenal dengan istilah sesak napas. Frekuensi napas
pada keadaan sesak napas lebih cepat daripada keadaan normal. Oleh karena itu,
bila sesak napas ini berlangsung lama maka akan memberikan kelelahan pada
otot-otot pernapasan. Kelelahan otot-otot napas akan mengakibatkan terjadinya
penumpukan sisa-sisa pembakaran berupa gas CO2. Gas CO2 yang tinggi ini akan
mempengaruhi susunan saraf pusat dengan menekan pusat napas yang ada di sana.
Keadaan ini dikenal dengan istilah henti napas.
Otot jantung juga membutuhkan oksigen untuk berkontraksi agar darah dapat
dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Dengan berhentinya napas maka
oksigen tidak ada sama sekali di dalam tubuh sehingga jantung tidak dapat
berkontraksi dan akibatnya terjadi keadaan yang disebut henti jantung.
Penyebab Henti Napas dan Henti Jantung
Penyebab henti napas dan henti jantung ini sangat banyak. Setiap peristiwa atau
penyakit apapun yang menyebabkan berkurangnya oksigen dalam tubuh dapat
menimbulkan keadaan henti napas dan henti jantung. Penyakit dan keadaan yang
dapat menyebabkan henti napas dan henti jantung antara lain:
a. Penyakit paru-paru, seperti radang paru, TBC, asma, dan bronchitis.
b. Penyakit jantung, seperti jantung koroner, jantung bawaan, dan penyakit
jantung lainnya.
c. Kecelakaan lalu lintas yang mengenai rongga dada.
d. Penyakit-penyakit yang mngenai susunan saraf.
e. Sumbatan jalan napas oleh benda asing, misal: tersedak.

Sumber : Harrisons Principles of Internal Medicine

16. Penyebab sumbatan jalan napas

OBSTRUKSI JALAN NAFAS

Etiologi

Edema jalan nafas


o Bisa disebabkan oleh karena infeksi (difteri), reaksi alergi, akibat instrumentasi
(pemasangan pipa endotracheal, bronkoskopi), trauma tumpul.
Benda asing
Tumor
o Kista laring, papiloma laring, karsinoma laring (perlahan2)
Trauma daerah laring
Spasme otot laring
o Tetanus, reaksi emosi
Kelumpuhan otot abductor pita suara
o Terutama bila bilateral
Kelainan congenital
o Laryngeal web, fistula tracheoesofagus laringotrakeomalasia

Sumber ; ACLS Provider Manual. AHA, 2006

17. Indikasi dan kotraindikasi oropharyngeal airway


Indikasi :
napas spontan
tidak ada refleks muntah
pasien tidak sadar, tidak mampu manuver manual

kontra indikasi

pasien sadar atau setengah sadar


pasien dengan reflek batuk dan muntah yang masih ada

komplikasi

obstruksi jalan napas


laringospasme tergantung dari ukuran OPA

Sumber ; ACLS Provider Manual. AHA, 2006

18. Pengelolaan jalan napas secara sederhana

Stadium Gejala dan tanda Penatalaksaan

Stadium I Sesak nafas, stridor inspirator, Tindakan konservatif dengan


retraksi suprasternal, KU baik
pemberian O2 ,
obat bronkodilator (aminofilin,
Stadium II Gejala stadium I + retraksi bisolvon),
epigastrium, penderita mulai obat anti edema (papasee),
gelisah pengawasan yang ketat terhadap
gejala yang timbul

Stadium III Gejala II + retraksi Tindakan intubasi


supra/infraclavicular, penderita Memasang ET atau bronskop
sangat gelisah dan sianotik trakeotomi segera
emergency trakeostomi
tindakan darurat, biasanya
dilakukan didaerah glottis
Stadium IV Gejala III + retraksi intercostals, (trakeostomi tinggi)
penderita masih berusaha orderly trakeostomi
sekuat tenaga untuk menghirup tindakan berencana, pada
udara, lama kelamaan terjadi cincin trakea III atau
dibawahnya (trakeostomi
paralisis pusat pernafasan rendah)
apatik mati

19. Tindakan dasar dan lanjut pada sumbatan jalan napas definitive

Disini ada pipa dalam trakhea dengan balon yang dikembangkan, dimana pipa ini
dihubungkan dengan alat bantu pernafasan yang diperkaya dengan oksigen. Cara :
a. Orotracheal atau Nasotracheal
intubasi orotrakeal dan nasotrakeal merupakan cara yang paling sering digunakan.
Adanya kemungkinan cedera servikal merupakan hal utama yang harus diperhatikan
pada pasien yang membutuhkan perbaikan airway. Faktor yang paling menentukan
dalam pemilihan intubasi orotrakeal atau nasotrakeal adalah pengalaman dokter. Kedua
teknik tersebut aman dan efektif apabila dilakukan dengan tepat.
b. surgical (krikotiroidotomi atau trakheotomi)
ini dikerjakan bila ada kesukaran atau kegagalan didalam memasang endotrakheal
intubasi. Pada keadaan yang membutuhkan kecepatan lebih dipilih krikotireodektomi
dari pada tracheostomi.
Needle cricothyroidoktomi
Cara dengan menusukkan jarum lewat membran krikotiroid, ini hanya bisa
memberikan oksigen dalam waktu yang pendek (30-45 menit). Disini dipakai jarum
no 12-14 (anak 16-18 tahun)
Surgical cricothyroidoktomi
Penderita tidur posisi supinasi sesudah dilakukan anestesi lokal buat irisan kulit
tranversal sampai membran cricothyroid lubang ini bisa dilebarkan dengan gagang
pisau dengan cara memutar 90 derajad. Disini bisa dipakai tracheostomi tube atau
endotracheal tube. Hati-hati dengan cartilago cricoid terutama pada anak-anak
(teknik ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 12 tahun), hal ini dikarenakan
cartilago cricoid merupakan penyangga trachea bagian atas. Komplikasi :
- Aspirasi
- Salah masuk ke dalam jaringan
- Stenosis/oedema subglotis
- Stenosis laringeal
- Perdarahan/hematom
- Laserasi esophagus
- Laserasi trachea
- Emphisema mediastinal
- Paralisis pita suara
Sumber : Sumber ; ACLS Provider Manual. AHA, 2006

20. Pengelolaan jalan napas secara advance airway?


Disini ada pipa dalam trakhea dengan balon yang dikembangkan, dimana pipa ini
dihubungkan dengan alat bantu pernafasan yang diperkaya dengan oksigen. Cara :
oratracheal, nasotracheal & surgical (krikotiroidotomi atau trakheotomi). Indikasi
pemasangan airway definitif bila ditemukan adanya temuan klinis :
a. Apnue
b. Ketidakmampuan mempertahankan airway yang bebas dengan cara yang lain
c. Untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah atau muntahan
d. Adanya ancaman segera sumbatan airway oleh karena cidera inhalasi patah tulang wajah
hematoma retropharyngeal
Cidera kepala tertutup yang memrlukan bantuan nafas (GCS 8). Dari ketiga cara ini yang
terbanyak dipakai adalah endotrakheal (naso/orotrakheal). Pemilihan naso/orotrakheal
intubation tergantung pengalaman dokter. Kedua teknik ini aman dan efektif bila dilakukan
dengan tepat. Haruslah diingat pada pemasangan endotrakheal tube ini harus selalu dijaga
aligment dari columna vertebralis dengan cervikal.
Airway definitif surgical
Ini dikerjakan bila ada kesukaran atau kegagalan didalam memasang endotrakheal intubasi.
Pada keadaan yang membutuhkan kecepatan lebih dipilih krikotireodektomi dari pada
tracheostomi.
Needle cricothyroidoktomi
Cara dengan menusukkan jarum lewat membran krikotiroid, ini hanya bisa memberikan
oksigen dalam waktu yang pendek (30-45 menit). Disini dipakai jarum no 12-14 (anak 16-
18 tahun)
Surgical cricothyroidoktomi
Penderita tidur posisi supinasi sesudah dilakukan anestesi lokal buat irisan kulit tranversal
sampai membran cricothyroid lubang ini bisa dilebarkan dengan gagang pisau dengan cara
memutar 90 derajad. Disini bisa dipakai tracheostomi tube atau endotracheal tube. Hati-hati
dengan cartilago cricoid terutama pada anak-anak (teknik ini tidak dianjurkan pada anak
dibawah 12 tahun), hal ini dikarenakan cartilago cricoid merupakan penyangga trachea
bagian atas. Komplikasi :
Aspirasi, Salah masuk ke dalam jaringan, Stenosis/oedema subglotis, Stenosis laryngeal,
Perdarahan/hematom, Laserasi esophagus, Laserasi trachea, Emphisema mediastinal,
Paralisis pita suara

21. Indikasi dan kontraindikasi pemasangan ET?


Indikasi
1. Kebutuhan akan ventilasi mekanik
2. Kebutuhan akan hiegine pulmoner
3. Kumungkinan aspirasi
4. Kemungkinan obstruksi jalan napas bagian atas
5. Pemberian anastesi

Kontraindikasi :
Tidak ada kontraindikasi yang absolut ; namun demikian edema jalan napas bagian atas
yang buruk / fraktur dari wajah dan leher dapat

Sumber : (Sumber : Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr. I.


Riwanto, Sp.BD, FK UNDIP)

22. Macam macam alat suplemetnasi oksigen

PEMBERIAN SUPLEMENTASI OKSIGEN


ALAT PENJELASAN ALAT KECEPATAN ALIRAN % OKSIGEN
KANAL NASAL -Suplementasi Oksigen 1 L/mnt 21-24 %
Oksigen rendah, aliran 2 L/mnt 25-28 %
rendah 3 L/mnt 29-32 %
-Keuntungan : 4 L/mnt 33-36 %
kenyamanan pasien dan 5 L/mnt 37-40 %
aliran oksigen yg terus 6 l/mnt 41-44 %
menerus meskipun pasien
sedang makan, diukur suhu
maupun selama
pemakaian pipa NGT
SUNGKUP -Termasuk system oksigen 6-10 L/mnt 35-60 %
MUKA sedang, aliran tinggi
SEDERHANA
SUNGKUP Digunakan pada : 6 L/mnt 60 %
MUKA DENGAN a. Saat kritis, kesdaran 7 L/mnt 70 %
RESERVOIR masih baik, 8 L/mnt 80 %
OKSIGEN ventilasi adekuat 9 L/mnt 90 %
-non tetapi 10-15 L/mnt 95-100 %
rebreathing membutuhkan
-partial oksigen dgn
rebreathing konsentrasi tinggi
b. Sebelum ada
indikasi intubasi
trakea, seperti pada
odema paru akut,
asma akut, PPOK,
atau pasien tidak
sadar tetapi
ventilasi adekuat
dgn reflex batuk
masih ada
SUNGKUP Paling berguna pada 4-8 L/mnt 24-40 %
MUKA VENTURI pasien PPOK yg diketahui 10-12 L/mnt 40-50 %
memerlukan sedikit
hipoksemia untuk menjaga
pacu respirasi
-Termasuk system oksigen
terkendali, aliran tinggi

Sumber : ACLS Provider Manual. AHA, 2010

23. Tatalaksanan terhadap terapi oksigen

Terapi oksigen
24. Tujuan pemasangan pulse oxymetri

Pulse oxymetri merupakan suatu metode noninvasive untuk memonitor persentase


hemoglobin yang saturasi dengan oksigen. Metode ini menggunakan perbedaan panjang
gelombang dari cahaya merah (660 nm) dan cahaya infra merah (910 nm) yang berasal dari
sensor transmisi. Kemudian cahaya merah dan cahaya infra merah tersebut melewati
pembuluh balik dan pembuluh kapiler pada jari tangan, dan ditangkap oleh sensor deteksi.
Data dari sensor deteksi tersebut dikirim ke mikrokontroller kemudian ditampilkan ke LCD.
Dimikrokontroller, data tersebut diolah kemudian diproses untuk mendapatkan data
konsentrasi oxyhemoglobin (HbO), deoxyhemoglobin (RHb), dan oksigen
saturasi (SpO2)

Sumber ; ACLS Provider Manual. AHA, 2006

25. Apa saja derjat hipoksia

Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen


dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal (nilai
normal PaO285-100 mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan menjadi ringan
sedang dan berat berdasarkan nilai PaO2 dan SaO2, yaitu:

1. Hipoksemia ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan SaO2
90-94%
2. Hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89%
3. Hipoksemia berat bila PaO2 kurang dari 40 mmHg dan SaO2 kurang dari
75%
Sumber ; ACLS Provider Manual. AHA, 2006

Anda mungkin juga menyukai