Anda di halaman 1dari 20

Journal Reading

“A Retrospective Study of Success, Failure,


and Time Needed to Perform
Awake Intubation”
Oleh:
Ainun Nafis Dwi Ramadani
Amanda Syifa

Pembimbing:
dr.Dian Ayu L., Sp.An.
LATAR BELAKANG
Intubasi terjaga adalah standar perawatan untuk
pengelolaan jalan nafas yang sulit diantisipasi. Intubasi
terjaga mungkin dianggap rumit dan memakan waktu,
dokter berpotensi menghindari teknik manajemen jalan
napas ini. Studi retrospektif tentang intubasi terjaga di
sebuah pusat akademik medis yang besar ini dilakukan
untuk menentukan waktu rata-rata yang dibutuhkan
untuk melakukan intubasi terjaga, efek pada
hemodinamik, dan kejadian dan karakteristik
komplikasi dan kegagalan.
Terlepas dari indikasi klinis dan keamanan yang baik dan kesuksesan
yang ada, anestesiologis yang berpengalaman bisa saja melakukan
kesalahan ketika melakukan intubasi terjaga. Alasan menghindari
intubasi terjaga tidak selalu jelas, tapi beberapa kemungkinan bisa
dijelaskan.
Pertama, praktisi khawatir dengan kecemasan atau ketidak nyamanan
pasien selama intubasi terjaga.
Kedua, untuk bisa melakukan intubasi terjaga secara sukses, jalan nafas
harus dianestesi. Proses ini membutuhkan keterampilan dan bisa
memakan waktu lebih banyak.
Ketiga, keterampilan bronkoskopi cukup sulit untuk didapatkan, dan
mudah terlupakan, membuat praktisi merasa tidak nyaman dengan
fleksible bronchoscopy terjaga jika tidak terus menerus dilatih.
Akhirnya, intubasi terjaga dirasa berbahaya dan bisa menyebabkan
respon simpatik. Alasan lain mungkin ada, tapi mungkin pertimbangan
ini menyebabkan persepsi bahwa intubasi terjaga kurang diinginkan
daripada teknik alternatif, seperti VL setelah induksi general anestesi.
Dalam studi ini, kami berusaha untuk menentukan:
(1) waktu yang diperlukan untuk bisa melakukan
intubasi terjaga (dibandingkan dengan intubasi trakea
pos induksi);
(2) efek pada parameter hemodinamik;
(3) komplikasi dan penyebab kegagalan; dan
(4) apakah ahli bedah dan ahli anestesi benar merasakan
jumlah waktu itu menambah prosedur.
MATERIAL DAN METODE
Anestesi mencatat mulai tahun 2007-2014 tentang
tindakan intubasi terjaga. Dari 1.085 intubasi terjaga
termasuk untuk analisis, 1055 melibatkan penggunaan
bronkoskopi fleksibel. Setiap kasus intubasi terjaga
cenderung disesuaikan dengan dua kontrol (1: 2 rasio),
dengan komorbiditas serupa dan intubasi dilakukan
setelah induksi anestesi (n=2.170). Waktu dari masuk ke
ruang operasi sampai intubasi dibandingkan antara
kelompok. Itu catatan anestesi dari semua pasien yang
menjalani intubasi terjaga juga ditinjau untuk kegagalan
dan komplikasi.
ANALISIS STATISTIK
Pasien dan karakteristik penyakit digambarkan sebagai
persen (N), median (interkuartil berkisar [IQRs]), atau
rata rata (SD). Untuk perbandingan antara terjaga dan
tertidur, chi-square atau uji Fisher digunakan untuk
variabel kategori, dan Student t test atau rank test
Mann-Whitney digunakan untuk variabel kontinyu yang
sesuai. Perbedaan dianggap signifikan jika nilai P
kurang dari 0,05 (2 tailed).
Semua regresi dilakukan dengan dan tanpa transformasi
logaritmik. Karena hasilnya hampir sama, kami
menyajikan temuan berdasarkan analisis yang tidak di
transform. Ini dilakukan pada bagian intubasi terjaga.
HASIL
Median waktu untuk intubasi pada pasien intubasi post
induksi adalah 16.0 meni (IR 13-22) dari mulai masuk
kamar operasi. Median waktu untuk intubasi terjaga
adalah 24.0 menit (IR 19 – 31). Angka komplikasi adalah
1.6% (17 dari 1085 kasus). Komplikasi yang paling sering
terjadi yang diamati adalah mucous plug, kebocoran cuff
ET, dan ekstubasi secara tidak sengaja. Angka kegagalan
dari intubasi terjaga adalah 1% (n=10).
HASIL SURVEY
110 anestesiologi (89% angka respon) dan 84 dokter bedah
(92% angka respon) menjawab survey melalui email
(appendix 3) menjawab tentang waktu yang diperlukan
untuk melakukan intubasi terjaga (tabel 5). Keduanya
(dokter bedah dan anestesiologis) mengharapkan waktu
tambahan pada intubasi terjaga, dengan dokter bedah
mempunyai estimasi yang berlabih : 76% dokter bedah
percaya bahwa intubasi terjaga menambah waktu lebih
dari 10 menit, dan 48% percaya bahwa ini akan
menambahkan waktu 20 menit, dibandingkan dengan
49% dan 11% anestesiologis. (P<0.001).
DISKUSI (1)
Ketika dihadapkan dengan potensi kesuitan jalan nafas,
anestesiolgis harus merencanakan rencana yang mempunyai
keamanan dan efikasi yang maksimal.
Intubasi terjaga masih menjadi gold standar untuk kasus kesulitan
jalan napas, karena hal ini memperpanjang waktu pada pasien yang
sadar karena pasien bisa mengamankan jalan napasnya sendiri.
Meskipun demikian, intubasi terjaga bukan tanpa resiko, dan
banyak hal seperti memakan waktu yang lama, membuat stress
pasien, dan potensial untuk tidak aman.
Dalam review retrospektif lebih dari 1.000 intubasi terjaga ini, kami
menemukan bahwa intubasi terjaga menambahkan sekitar 8 menit
waktu di OR dibandingkan dengan intubasi dilakukan setelah
induksi anestesi umum.
DISKUSI (2)
Tidak seperti kekhawatiran yang dilaporkan oleh penulis lain, kami
menemukan bahwa intubasi terjaga tidak menyebabkan gangguan
hemodinamik yang signifikan. Tidak ada perbedaan klinis yang
signifikan dalam MAP ketika membandingkan pasien yang
menjalani intubasi terjaga dibandingkan intubasi tertidur. Denyut
jantung pasien diintubasi terjaga sedikit lebih tinggi (sebesar 13
BPM), meskipun perbedaan ini dapat dijelaskan oleh administrasi
glikopirolat untuk sebagian besar kelompok menjalani intubasi
terjaga.
Kesimpulannya, flexible bronchoscopy terjaga tetap menjadi andalan
untuk pengelolaan jalan nafas yang sulit diantisipasi, terutama
untuk pasien pada peningkatan risiko aspirasi dan pasien yang sulit
dilakukan pemsangan sungkup atau ventilasi supraglottic.
KESIMPULAN
Intubasi terjaga mempunyai angka kesuksesan yang
tinggi dan angka komplikasi dan kegagalan yang rendah.
Intubasi terjaga bisa dilakukan dengan cepat dan aman.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai