Anda di halaman 1dari 21

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

MENGHITUNG RATIO, PROPORSI, INSIDEN, DAN PREVALENSI

RATIO
Rasio dapat diterjemahkan sebagaidibanding dengan. Jadi rasio merupakan perbandingan
antara 2 kuantitas, yaitu kuantitas pembilang (numerator), dan kuantitas penyebut. Kedua
pembanding itu tidak harus memiliki ciri-ciri/sifat yang sama. Ada juga yang menyebutkan
bahwa rasio adalah frekuensi relatif dari suatu sifat tertentu dibandingkan dengan frekuensi
dari sifat yang lain.
Dari pengertian di atas rasio dapat dirumuskan sebagian berikut:

Contoh:

Dalam suatu KLB penyakit types, jumlah penderita laki-laki sebanyak 30 orang dan
jumlah penderita perempuan adalah 15 orang.
Maka penderita laki-laki : perempuan adalah = 30 : 15 = 2 : 1

PROPORSI

Suatu bentuk khusus dalam perhitungan rasio adalah proporsi. Apabila pembilang
(numerator) adalah bagian dari penyebut, maka bentuk perbandingan tersebut dinamakan
Proporsi. Jadi proporsi bisa diartikan sebagai jumlah dari suatu sifat tertentu dibandingkan
dengan seluruh populasi dimana sifat tersebut didapatkan.
Rumusan dari proporsi yaitu:
Contoh:

Dalam suatu KLB penyakit types, jumlah penderita laki-laki sebanyak 30 orang dan
jumlah penderita perempuan adalah 15 orang. Berapa proporsi penderita laki-laki? Jawab:

INSIDEN

Adalah Berapa banyak kasus baru yang muncul pada populasi yang beresiko pada
waktu tertentu. Berguna dalam epidemiologi deskriptif untuk menentukan mereka / kelompok
penduduk yang menderita dan yang terancam ( Berisiko ). Digunakan sebagai dasar dalam
menentukan program pencegahan dan penanggulangan serta menentukan sasaran utama
dalam program. Merupakan alat pokok untuk mempelajari etiologi penyakit kronis dan akut.
Memberikan ukuran langsung dari angka pada individu dalam satu populasi yang terjangkit
Dipakai untuk mengukur luasnya atau besarnya frekwensi kejadian dimana suatu penyakit
infeksi terjadi

Prinsip-prinsip Penggunaan Angka Insidens


1. Angka Insidens dapat digunakan untuk mengestimasi probabilitas atau risiko terkena
penyakit selama satu periode waktu tertentu.
2. Jika angka insidens meningkat, probabilitas risiko terkena penyakit juga meningkat.
3. Jika angka insidens secara konsisten lebih tinggi selama kurun waktu tertentu dalam
satu tahun (seperti saat musim hujan), risiko terkena penyakit pada saat itu meningkat, mis:
angka influenza paling tinggi terjadi saat musim hujan
4. Jika angka insidens secara konsisten lebih tinggi di antara mereka yang tinggal di
suatu tempat tertentu, risiko seseorang untuk terkena penyakit meningkat jika ia tinggal di
tempat itu

Bagian dari Insidens adalah :


a. Insidensi rate (IR)

Yaitu jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu jangka
waktu tertentu (umumnya 1 tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk yang
mungkin terkena penyakit baru tersebut pada pertengahan jangka waktu yang
bersangkutan.
Yang dimaksud kasus baru adalah perubahan status dari sehat menjadi sakit. Periode
waktu adalah jumlah waktu yang diamati selama sehat hingga menjadi sakit.
Manfaat Incidence Rate adalah :
Mengetahui masalah kesehatan yang dihadapi
Mengetahui resiko untuk terkena masalah kesehatan yang dihadapi
Mengetahui beban tugas yang harus diselenggarakan oleh suatu fasilitas pelayanan
kesehatan.

b. AR = Attack Rate : Adalah angka insidens komulatif dan dipakai dalam epidemi.
Angka serangan paling sering digunakan pada situasi keracunan makanan.

Manfaat Attack Rate adalah :


Memperkirakan derajat serangan atau penularan suatu penyakit. Makin tinggi nilai
AR, maka makin tinggi pula kemampuan Penularan Penyakit tersebut.

c. IC = Insidens Komulatif : Incidens Komulatif digunakan untuk mengkaji


sekelompok orang yang diikuti perkembangannya selama periode waktu yang sama

Probabilitas individu berisiko berkembang menjadi penyakit dalam periode


waktu tertentu.

PREVALENSI
Adalah gambaran tentang frekwensi penderita lama dan baru yang ditemukan
pada suatu jangka waktu tertentu di sekelompok masyarakat tertentu. Pada
perhitungan angka prevalensi digunakan jumlah seluruh penduduk tanpa
memperhitungkan orang / penduduk yang kebal atau penduduk dengan resiko
(Population at Risk). Sehingga dapat dikatakan bahwa angka prevalensi sebenarnya
bukan suatu rate yang murni, karena penduduk yang tidak mungkin terkena penyakit
juga dimasukkan dalam perhitungan.
Prevalens tergantung pada 2 faktor :Berapa banyak orang jumlah orang yang telah
sakit dan Durasi/lamanya penyakit
Secara umum nilai prevalen dibedakan menjadi 2, yaitu :

PePR (Periode Prevalence Rate)


PePR yaitu perbandingan antara jumlah semua kasus yang dicatat dengan
jumlah penduduk selama 1 periode
Rumus:
PePR =(P/R)k
P = jumlah semua kasus yang dicatat
R = jumlah penduduk
k = pada saat tertentu

d) PoPR (Point Prevlene Rate)


Point Prevalensi Rate adalah nilai prevalensi pada saat pengamatan yaitu
perbandingan antara jumlah semua kasus yang dicatat dengan jumlah
penduduk pada saat tetentu
Rumus:
PoPR =(Po/R)k
Po = perbandingan antara jumlah semua kasus yang dicatat
R =jumlah penduduk
k = selama 1 perode

Point prevalensi meningkat pada :


1. Imigrasi penderita
2. Emigrasi orang sehat
3. Imigrasi tersangka penderita atau mereka dengan risiko tinggi untuk
menderita
4. Meningkatnya masa sakit
5. Meningkatnya jumlah penderita baru

Point prevalensi menurun pada :


1. Imigrasi orang sehat
2. Emigrasi penderita
3. Meningkatnya angka kesembuhan
4. Meningkatnya angka kematian
5. Menurunnya jumlah penderita baru
6. Masa sakit jadi pendek

c. HUBUNGAN ANTARA INSIDENSI DAN PREVALENSI


Angka Prevalensi dipengaruhi oleh tingginya insidensi dan lamanya sakit/durasi
penyakit. lamanya sakit/durasi penyakit adalah periode mulai didiagnosanya penyakit
sampai berakhirnya penyakit tersebut yaitu : sembuh, mati ataupun kronis.
Hubungan ketiga hal tersebut dabat dinyatakan dengan rumus: P = I x L
P = Prevalensi
I = Insidensi
L = Lamanya Sakit
Rumus hubungan insidensi dan prevalensi tersebut hanya berlaku jika dipenuhi 2 syarat,
yaitu :
1. Nilai insidensi dalam waktu yang cukup lama bersifat konstan, tidak menunjukkan
perubahan yang mencolok.
2. Lama berlangsungnya suatu penyakit bersifat stabil : Tidak menunjukkan perubahan
yang terlalu mencolok.

MENGHITUNG ANGKA KEMATIAN

1. Angka Kematian Kasar (AKK) atau Crude Death Rate (CDR).

Definisi
Angka Kematian Kasar adalah angka yang menunjukkan banyaknya kematian per 1000
penduduk pada pertengahan tahun tertentu, di suatu wilayah tertentu.

Kegunaan
untuk memberikan gambaran mengenai keadaan kesejahteraan penduduk pada
suatu tahun yang bersangkutan.
Apabila dikurangkan dari Angka kelahiran Kasar akan menjadi dasar perhitungan
pertumbuhan penduduk alamiah.

Rumus

CDR =Crude Death Rate ( Angka Kematian Kasar)


D = Jumlah kematian (death) pada tahun tertentu
P = Jumlah Penduduk pada pertengahan tahun tertentu
K = Bilangan konstan 1000
Catatan1: P idealnya adalah "jumlah penduduk pertengahan tahun tertentu" tetapi yang
umumnya tersedia adalah "jumlah penduduk pada satu tahun tertentu" maka jumlah
dapat dipakai sebagai pembagi.
Contoh:
767 . 740
CDR= 1000=3,58
214 .374 .096
Catatan2: dari Susenas 2003 tercatat sebanyak 767.740 kematian, sedangkan jumlah
penduduk pada tahun tersebut diperkirakan sebesar 214.37.096 jiwa. Sehingga Angka
Kelahiran Kasar yang terhitung adalah sebesar 3,58. Artinya, pada tahun 2003 terdapat 3
atau 4 kematian untuk tiap 1000 penduduk.

Kelebihan CDR:

a) Mudah dihitung dengan cepat, karena itu bisa segera diinformasikan ke masyarakat

b) Dapat memberi kesimpulan awal/ petunjuk pendahuluan mengenai tingkat kematian,


serta bisa juga diketahui trend-nya

c) Dapat untuk menyelidiki fluktuasi kematian pada periode waktu tertentu

d) Tidak memerlukan data kematian berdasarkan kriteria tertentu

Kelemahan CDR:

a) Tidak menggambarkan kematian berdasarkan kriteria / variabel tertentu

b) Hasilnya merupakan angka rata-rata, sedangkan tingkat kematian anata kelompok


dalam populasi mungkin berbeda

c) Kurang aman untuk tujuan komparasi / perbandingan, sehingga harus hati-hati

2. Angka Kematian Bayi (AKB)


Definisi
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu
tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu. Banyak faktor yang dikaitkan
dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua
macam yaitu endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah
kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan
oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat
konsepsi atau didapat selama kehamilan.
Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang
terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-
faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.
Kegunaan Angka Kematian Bayi dan Balita

Kegunaan Angka Kematian Bayi dan Balita


a) menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu
dihitung.
b) untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan
kematian bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor
endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk
mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program
pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan
anti tetanus.
c) Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka Kematian Anak serta
Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta
program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak,
program penerangan tentang gizi dan pemberian makanan sehat untuk anak
dibawah usia 5 tahun.

Cara Menghitung

AKB = Angka Kematian Bayi / Infant Mortality Rate (IMR)


D 0-<1th =Jumlah Kematian Bayi (berumur kurang 1 tahun) pada satu tahun
tertentu di daerah tertentu.
lahir hidup = Jumlah Kelahiran Hidup pada satu tahun tertentu di daerah tertentu
K = 1000

Target MDGs 2015 :


Angka kematian Bayi per 1000 kelahiran hidup = 23
cz
Sumber Data
Data mengenai jumlah anak yang lahir jarang tersedia dari pencatatan atau
registrasi kependudukan, sehingga sering dibuat perhitungan/estimasi tidak
langsung dengan program "Mortpak 4".
Program ini menghitung AKB berdasarkan data mengenai jumlah Anak yang
Lahirkan Hidup (ALH) atau Children Ever Born (CEB) dan Jumlah Anak Yang
Masih Hidup (AMH) atau Children Still Living (CSL) (catatan: lihat definisi di
modul fertilitas).

3. Angka Kematian Anak (AKA 1-5 tahun)

Konsep
Angka Kematian Anak adalah jumlah kematian anak berusia 1-4 tahun selama
satu tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu.
Jadi Angka Kematian Anak tidak termasuk kematian bayi.
anak (1-4 tahun) disini adalah penduduk yang berusia satu sampai menjelang 5
tahun atau tepatnya 1 sampai dengan 4 tahun 11 bulan 29 hari.
Kegunaan
mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan yang langsung mempengaruhi
tingkat kesehatan anak.
Angka Kematian Anak akan tinggi bila terjadi keadaan salah gizi atau gizi buruk,
kebersihan diri dan kebersihan yang buruk, tingginya prevalensi penyakit
menular pada anak, atau kecelakaan yang terjadi di dalam atau di sekitar rumah
(Budi Utomo, 1985).

Rumus

Jumlah kematian Anak (1-4)th =Banyaknya kematian anak berusia 1-4 th (yang belum
tepat berusia 5 tahun) pada satu tahun tertentu di daerah
tertentu.
Jumlah Penduduk (1-4) th =jumlah penduduk berusia 1-4 th pada pertengahan
tahun tertentu didaerah tertentu
K = Konstanta, umumnya 1000.

Target MDGs 2015 :


Angka kematian balita (anak 1-4 tahun) per 1000 kelahiran hidup = 32

4. Angka Kematian IBU (AKI)

Definisi
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat
hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan
tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya,
dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.
Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam
kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya
kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena
kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti
kecelakaan, terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985).

Kegunaan
pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan
kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making
pregnancy safer),
program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan,
penyiapan sistim rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan, penyiapan
keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang semuanya
bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat
kesehatan reproduksi.

Rumus :

AKI : jumlah kematian wanita akibat komplikasi persalinan dan masa nifas dalam
satu tahun kalender x 100.000
Jumlah lahir hidup dalam tahun kalender yang sama

Target MDGs 2015 :


Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran = 102

Perempuan meninggal akibat komplikasi selama dan setelah kehamilan dan persalinan.
Sebagian besar komplikasi ini berkembang selama kehamilan. Komplikasi lain mungkin
ada sebelum kehamilan tetapi memburuk selama kehamilan. Komplikasi utama yang
menjelaskan 80% dari seluruh kematian ibu:

1. pendarahan parah (kebanyakan pendarahan setelah melahirkan)


Pendarahan parah setelah kelahiran dapat membunuh seorang wanita
sehat dalam waktu dua jam jika dia tanpa pengawasan. Menyuntikkan
oksitosin segera setelah melahirkan secara efektif mengurangi risiko
perdarahan
2. Infeksi (biasanya setelah melahirkan)
Infeksi setelah melahirkan dapat dihilangkan jika kebersihan yang baik
dipraktekkan dan jika tanda-tanda awal infeksi diakui dan diperlakukan
secara tepat waktu.
3. tekanan darah tinggi selama kehamilan (pre-eklampsia dan eklampsia)

Pre-eklampsia harus dilacak dan dikelola dengan tepat sebelum timbulnya


kejang (eklampsia) dan komplikasi yang mengancam jiwa lainnya. Memberikan
obat-obatan seperti magnesium sulfat untuk pre-eklampsia dapat menurunkan
risiko seorang wanita terkena eklampsia.

4. aborsi yang tidak aman.


Untuk menghindari kematian ibu, juga penting untuk mencegah kehamilan
yang tidak diinginkan dan terlalu-dini. Semua wanita, termasuk remaja,
membutuhkan akses ke keluarga berencana, pelayanan aborsi yang aman
sejauh penuh hukum, dan kualitas perawatan pasca-aborsi.

5. perinatal mortality rate

PMR :kematian janin pada kehamilan diatas 28 minggu + kematian


bayi dibawah umur 1 minggu dalam satu tahun kalender x 1000
Jumlah lahir hidup dalam satu tahun kalender yang sama

6. angka kematian menurut umur (age specific death rate)


menunjukan jumlah kematian penduduk pada kelompok umur tertentu selama 1 tahun per
jumlah penduduk pada kelompok umur tersebut pada pertengahan tahun yang sama

ASDRi : di x k
Pi

ASDR : angka kematian menurut umur


Di : jumlah kematian pada kelompok umur I pada suatu tahun tertentu
Pi : jumlah penduduk pada kelompok umur I pada pertengahan tahun yang sama
K : 1000

MENGHITUNG RR, OR, DAN PR

Relative Risk (RR) dan Odds ratio dipakai dalam studi epidemiologi untuk
menjelaskan apakah ada hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen atau ratio antara dua proporsi. Relative risk biasanya dipakai untuk penelitian
prospektif / Kohort. Odds ratio biasanya dipakai untuk penelitian retrospektif / studi
kasus control.

Studi Case Control (Odd Ratio)


Penelitian case control adalah rancangan penelitian epidemologi hubungan antara
pajanan dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol
berdasarkan status pajanannya.
Penelitian case control merupakan penelitian epidemologi longitudinal restrospektif,
yaitu :
a. Dimulai dari status outcome (akibat/efek) baru kemudian sebab/eksposure.
b. Arahnya mundur
Odds Ratio (OR) adalah ukuran asosiasi paparan (faktor risiko) dengan kejadian
penyakit; dihitung dari angka kejadian penyakit pada kelompok berisiko (terpapar faktor
risiko) dibanding angka kejadian penyakit pada kelompok yang tidak berisiko (tidak
terpapar faktor risiko).
Sebagai contoh, kita ambil sebuah kasus yaitu: "Pengaruh Rokok Terhadap Penyakit
Kanker Pada Pria Usia Di Atas 50 Tahun". Odds Ratio yang dimaksud dalam contoh di atas
adalah: seberapa besarkah pengaruh rokok terhadap Penyakit Kanker pada pria usia di atas 50
tahun. Maka jawabannya bisa jadi 2 kali lipat, 3 kali lipat atau 5,5 kali lipat. Nilai kali lipat
inilah yang disebut sebagai "odds ratio".
Berdasar contoh di atas, nilai odds ratio bisa sebesar 2 atau 3 atau 5,5. Artinya:
pria dengan usia di atas 50 yang merokok memiliki resiko sebesar 2 kali lipat untuk
dapat menderita kanker dibandingkan dengan pria di atas 50 tahun yang tidak
merokok. Dalam hal ini perlu diketahui: Rokok adalah paparan atau faktor resiko sedangkan
kanker adalah kejadian efek atau penyakit.

Rumus Odds Ratio


Rumus dari ODDS Ratio adalah: ad/bc.
di mana: "a" adalah cell a, "b" adalah cell b, "c" adalah cell c dan "d" adalah cell d. untuk
lebih jelasnya lihat tabel dibawah ini:

Kanker
Rokok
Tidak Ya

Tidak a B

Ya c D

Dari tabel di atas, bila dicermati maka jelas dapat kita ambil kesimpulan, bahwa Odds
Ratio dapat dicari nilainya apabila penelitian yang dilakukan menggunakan skala data
nominal dikotom. Odds ratio juga hanya boleh dilakukan pada penelitian dengan pendekatan
Case Control. Sedangkan untuk penelitian dengan pendekatan kohort, maka disebut Relatif
Risk.
Berdasar rumus di atas, tampak seolah uji odds ratio sangatlah mudah, tetapi
sesungguhnya tidak semudah itu. Seperti uji inferensial lainnya, maka diperlukan nilai
signifikansi atau yang disebut juga P Value. P Value pada odds ratio artinya, apakah nilai
odds ratio yang didapat dari penelitian yang menggunakan sampel, apakah bisa
diberlakukan bagi keseluruhan populasi atau yang disebut juga bisa dijadikan
generalisasi. Maka kita juga akan memperhatikan taraf signifikansi, pada batas
kepercayaan berapa? apakah 95 % atau 99 % atau yang lain?
Contoh:
Suatu penelitian tentang hubungan karsinoma paru- paru dengan rokok yang
dilakukan secara retrospektif dengan mengambil 100 orang penderita Ca paru- paru
sebagai kasus dan 100 orang dengan penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan
Ca paru- paru sebagai kelompok control. Kedua kelompok disamakan berdasarkan umur,
jenis kelamin, dan social ekonomi
Hasilnya yang diperoleh adalah pada kelompok kasus dengan 90 orang yang
merokok, sedangkan pada kelompok control terdapat 40 orang yang merokok. Hal ini dapat
digambarkan secara skematis dalam bentuk tabel berikut:

Pajanan Kasus (Ca Paru) Control (Bukan Ca


Paru)
Perokok 90 (a) 40 (b)
Bukan perokok 10 (c) 60 (d)
Jumlah 100 100

Rate pemaparan pada kelompok kasus= 90/100= 90%


Rate pemaparan pada kelompok control = 40/100= 40%
Odds ratio= (90x60)/(40x 10)= 5400/500= 10,8
Ini berarti bahwa diperkirakan resiko bagi perokok terkena karsinoma paru- paru
adalah 10,8 kali lebih besar dibandingkan dengan bukan perokok.

Studi Kohort (Relative Risk)


Penelitian cohort adalah rancangan penelitian epidemologi yang mempelajari
hubungan antara pajanan dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok terpajan
(faktor penelitian) dan kelompok tak terpajan berdasarkan status penyakit, pada umumnya
rancangan cohort merupakan penelitian epidemologi longitudinal prospektif, yaitu :
a. Dimulai dati status keterpajanan
b. Arahnya selalu maju (prospektif)
Artinya penelitian dimulai dengan mengidentifikasi status pajanan faktor risiko. Pada saat
mengidentifikasi faktor risiko, semua subyek penelitian (kelompok terpajan faktor risiko dan
kelompok tidak terpajan faktor risiko) harus bebas dari penyakit atau efek yang diteliti.
Setelah itu subyek-subyek dengan maupun tanpa pajanan faktor risiko diikuti terus secara
prospektif sampai timbul efek (penyakit tertentu).
Relative risk sacara umum menyatakan peluang terjadinya suatu kejadian (resiko).
Rumus Tabel :
Eksposure Out come/ efek Jumlah
Ya Tidak
Ya A B a+b
Tidak C D c+d
Jumlah a+c b+d N
a. Insiden Risk ( IR ) = a/ (a+b)
b. Relative Risk ( RR ) = IR kelompok terpapar : IR kelompok tidak terpapar = (a/a +
b) : (c/c + d)
c. Attributable Risk = IR kelompok terpapar IR kelompok tidak terpapar

Interpretasi
RR = 1 , faktor risiko bersifat netral; risiko kelompok terpajan sama dengan
kelompok tidak terpajan.
RR > 1 ; Confient Interval (CI) > 1 , faktor risiko menyebabkan sakit
RR < 1 ; Confient Interval (CI) < 1 , faktor risiko mencegah sakit
CONTOH SOAL
Dari hasil penelitian, 55 orang hipertensi dengan merokok menderita penyakit PJK 35
orang, sedangkan 55 orang hipertensi dengan tidak merokok menderita penyakit PJK
25 orang
Berapa ratio antara orang Hipertensi yang merokok dan yang tidak merokok
menderita penyakit PJK?
Eksposure Out come/ efek Jumlah
PJK Tidak PJK
Merokok 35 (a) 20 (b) 55 (a+b)
Tidak 25 (c) 30 (d) 55 (c+d)
merokok
Jumlah 60 (a+c) 50 (b+d) 110 (N)

Relative Risk ( RR ) = IR kelompok terpapar : IR kelompok tidak terpapar =


(a/a + b) : (c/c + d)
(35/55) : (25/55) = 0.636 : 0.454 = 1.4
Jadi, Orang Hipertensi yang merokok mempunyai risiko 1,4 kali lebih besar
terserang PJK dibanding orang hipertensi yang tidak merokok (pada prospektif studi).

Studi Cross Sectional (Prevalen Risk)


Studi potong lintang atau cross sectional merupakan desain penelitian yang
mempelajari hubungan penyakit (outcome) dan pajanan (exposure) dengan cara mengamati
status pajanan dan penyakit serentak pada populasi tunggal. Pada suatu waktu atau periode.
Analisis
a. Prevalen Risk (PR)
b. Prevalen Ratio (PR) = Relative Risk (RR)

Rumus Tabel :

Pajanan OutCome/Penyakit Jumlah


Ya Tidak
Ya a B a+b
Tidak c D c+d
Jumlah a+c b+d

Insidence kelompok terpapar (Po) = a/a+b


Insidence kelompok tidak terpapar (P1) = c/c+d
Rasio Prevalance = Po/P1
Jika rasio prevalensi:
RP < 1 maka faktor risiko merupakan faktor yang menguntungkan karena sifatnya
menghambat penyakit atau bersifat protektif.
RP = 1 maka faktor risiko tidak ada pengaruhnya atau bersifat netral.
RP > 1 maka faktor risiko benar-benar merupakan faktor risiko untuk timbulnya
penyakit.

MENGHITUNG UJI DIAGNOTIK

Uji Diagnostik
Uji diagnostik ini memiliki tujuan :
1. Untuk menegakkan diagnosis penyakit atau menyingkirkan penyakit.
Meskipun tidak ideal, uji diagnostik untuk keperluan ini harus sensitif
(kemungkinan negatif semu kecil), sehingga bila didapatkan hasil normal
(hasil uji negatif) dapat digunakan untuk menyingkirkan adanya penyakit. Ia
juga harus spesifik (kemungkinan hasil positif semu kecil), sehingga apabila
hasilnya abnormal dapat digunakan untuk menentukan adanya penyakit.
2. Untuk keperluan skrinning. Skrinning dilakukan untuk mencari penyakit pada
subyek yang asimtomatik, untuk kemudian dapat dilakukan pemeriksaan
selanjutnya agar diagnosis dini dapat ditegakkan.

Prinsip uji diagnosis adalah uji diagnosis baru harus memberi manfaat yang lebih
dibanding uji yang sudah ada, dalam hal ini yang utama adalah memberikan nilai
diagnostik yang lebih baik.
Struktur Uji Diagnostik
Penyakit/px. Banding hasil uji

Ya Tidak Jumlah
Ya a b a+b
Hasil uji
Tidak c d c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d

Keterangan :
a : Positif Benar
b : Positif Semu
c : Negatif Semu
d : Negatif Benar

Dari tabel ini dapat dihitung


Sensitivitas = a : (a+c)
Spesifitas = d : (b+d)
Nilai Prediksi positif = a : (a+b)
Nilai prediksi negatif = d : (c+d)

Contoh Uji Diagnostik :


Hasil pemeriksaan tumor kelenjar tiroid dengan USG dan pemriksaan patologi
anatomi
Enrollment in local colleges, 2005
Pasien No. Hasil USG Hasil PA Tempatkan dalam
sel
1 Ganas Ganas a
2 Jinak Jinak d
3 Jinak Ganas c
4 Jinak Jinak d
5 Ganas Ganas a
6 Ganas Ganas a
7 Ganas Jinak b
dst
Total

Penyelesaian :
Patologi Anatomi

Positif Negatif Jumlah


Positif 54 12 66
USG
Negatif 17 51 68
Jumlah 71 63 134

Hasil pemeriksaan USG dan Patologi anatomi pada 134 kasus perbesaran kelenjar
tiroid adalah
Sensitivitas = 54/71
Spesifitas = 51/63
Nilai prediksi + = 54/66
Nilai prediksi - = 51/68

Anda mungkin juga menyukai