Anda di halaman 1dari 70

TRAUMA KEPALA

1. Etiologi
a. Trauma
b. Tamparan atau pukulan (tempat terkena disebut impact)
Neurologi Klinis Dasar, Priguna Sidharta

2. Mekanisme
Cedera otak dapat terjadi akibat benturan langsung atau tidak langsung pada kepala.
Benturan dapat dibedakan menjadi:
Kompresi
Akselerasi
Deselerasi
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebarkan ke segala arah. Gelombang ini
mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan
jaringan otak di tempat benturan, disebut coup, atau di tempat yang
berseberangan dengan datangnya benturan disebut contracoup.
Buku Ajar Ilmu Bedah Wim de Jong

Pada impact bisa terjadi:


Indentasi
Fraktur linear
Fraktur stelatum
Fraktur impresi
Tidak terdapat apa-apa, hanya edema atau perdarahan subkutan saja
Akibat trauma kapitis dengan berbagai macam kemungkinan pada impact, penderita
bisa:
Pingsan sejenak lalu sadar kembali dan tidak menunjukkan kelainan apapun
(Komosio)
Pingsan beberapa jam, kemudian menunjukkan gejala-gejala organic brain
syndrome untuk sementara waktu
o Kontusio serebri
o Laserasio serebri
o Hemoragia intraserebral
o Hemoragia subdural
o Hemoragia epidural
Pingsan lama, lalu sadar, namun menunjukkan deficit neurologic
Meninggal langsung pada waktu mendapatkan trauma kapitis atau sedikit lama
setelah mengalami kecelakaan
Neurologi Klinis Dasar, Priguna Sidharta

3. Gambaran Klinis
a. Hematom epidural
i. Sakit kepala
ii. Mual dan muntah
iii. Penurunan kesadaran
iv. Pupil mata anisokor (pupil ipsilateral yang melebar)
v. Kenaikan tekanan darah
vi. Bradikardia

1
vii. Terdapat interval bebas antara saat terjadinya trauma dengan tanda
pertama yang berlangsung beberapa menit sampai jam
b. Hematom subdural
i. Sering disertai cedera otak berat lain
ii. Gejala timbul pada hari pertama sampai dengan hari ketiga, subakut
bila timbul antara hari ketiga hingga minggu ketiga, dan kronik bila
timbul sesudah minggu ketiga
c. Higroma subdural
i. Kenaikan tekanan intrakranialis
ii. Sering tanpa tanda fokal
d. Hematom intraserebral
i. Paling banyak terjadi di lobus frontalis atau temporalis
ii. Gambaran klinis tergantung pada lokasi dan besarnya hematom
Buku Ajar Ilmu Bedah Wim de Jong

4. Diagnosis
Tanda Klinis Nilai
E. Respon Mata 1. tidak membuka mata dengan rangsang apapun
2. membuka rangsang nyeri
3. membuka rangsang verbal (*dipanggil)
4. membuka spontan
V. Respon Verbal 1. tidak ada respon
2. pertanyaan dijawab kata-kata yang tidak dapat
dimengerti/dipahami (mengerang)
3. kata-kata yang tidak membentuk kalimat
4. isi kalimat membingungkan, jawaban yang tidak sesuai dengan
pertanyaan
5. Menjawab pertanyaan dengan benar
M. Reaksi 1. tidak ada respon terhadap rangsang nyeri
Motorik
2. ekstensi abnormal kedua lengan di samping tubuh dan ekstensi
kedua tungkai
3. fleksi abnormal kedua lengan / salah satu di depan dada dan kedua
tungkai ekstensi
4. menarik anggota tubuh yang diberi rangsang nyeri
5. melokalisir dan menyingkirkan nyeri
6. gearakan esuai perintah

Derajat kesadaran ditentukan oleh jumlah angka dari ketiga pemeriksaan di dalam
bagian tingkat koma ini.
Skor total :
Ringan : 13-15
Sedang : 9-12
Berat : 3-8
Buku Ajar Ilmu Bedah Wim de Jong

7. Komplikasi
a. Gangguan neurologic
b. Sindrom pascatrauma

2
i. Nyeri kepala
ii. Kepala terasa berat
iii. Mudah lupa
iv. Daya konsentrasi menurun
v. Cemas
vi. Mudah tersinggung
c. Sindrom psikis pascatrauma
i. Penurunan intelegensia (verbal maupun perilaku)
ii. Gangguan berfikir
iii. Rasa curiga serta sikap bermusuhan
iv. Cemas
v. Menarik diri
vi. Depresi
vii. Gangguan daya ingat
d. Ensefalopati pasca trauma
e. Epilepsi pascatrauma
f. Hidrocefalus pascatrauma
g. Koma vigil
Buku Ajar Ilmu Bedah Wim de Jong

8. Penatalaksanaan
a. Penentuan dan evaluasi
i. Fungsi vital (A,B,C)
ii. Kesadaran (GCS)
iii. Kondisi neurologic
b. Pemberian cairan dan elektraolit
c. Pemasangan dan perawatan kateter kandung kemih menetap
i. Pemantauan keseimbangan cairan
ii. Pencegahan dekubitus: kulit tidak selalu basah
d. Pencegahan (pengobatan)
i. Pneumonia
1. Fisioterapi paru
2. Menghisap timbunan secret
3. Perubahan posisi berbaring berkala
ii. Dekubitus
1. Perubahan posisi berbaring berkala
2. Perawatan kulit agar bersih dan kering
iii. Kontraktur
1. Gerakan sendi secara pasif
iv. Keratitis
v. Kegelisahan
1. Penyebab:
a. Massa tengkorak
b. Kandung kemih penuh
c. Nyeri
2. Sedative memadai (cukup)
vi. Derham/hipetermi
1. Dehidrasi
2. Infeksi : paru, kandung kemih, luka
Buku Ajar Ilmu Bedah Wim de Jong

3
VERTIGO
1. Definisi
Gangguan berupa timbulnya perasaan berputar pada aksisnya sendiri (subjektif) atau
semua di sekelilingnya berputar dengan cepat (objektif)
The Merck Manual , 13th edition

2. Etiologi
Karena kelainan-kelainan:
a. Otogenic
i. Meniere syndrome
ii. Otitis media
b. Toxic
i. Alcohol
ii. Streptomycin
c. Psikogenik
d. Lingkungan : motion sickness
e. Ocular : diplopia
f. Sirkulasi : trancient vertebrobasilar ischemic attacks
g. Neurologic
i. Multiple schlerosis
ii. Encephalitis
h. Neoplastik
i. Tumor pada pons
i. Hematogenik
i. Leukemia yang mempengaruhi labirin.
The Merck Manual , 13th edition

3. Klasifikasi
a. Vertigo peripheral
i. Terjadi dari labirin atau nervus vestibular
ii. Paroksismal atau serangan episodic vertigo dipisahkan oleh fase
normal
iii. Tuli unilateral dan tinnitus keterlibatan N. cochlear
b. Vertigo sentralis
i. Terjadi dari nucleus vestibular atau hubungan lain yang lebih atas
ii. Nistagmus rotary atau kortikal
The Merck Manual , 13th edition

4. Patofisiologi
Susunan saraf mempunyai bagian-bagian yang mengurusi soal keseimbangan.
Adapun bagian-bagian itu adalah:
1. Susunan vestibuler yang terdiri dari utrikulus, ampula, dan kanalis
semisirkularis. Di alat-alat tersebut terdapat reseptor:
a. Macula utrikuli yang terangsang oleh gaya sentrifugal yang terjadi
pada perubahan sikap kepala, atau oleh gaya tarik bumi bila tubuh
naik/turun

4
b. Krista ampularis dari kanalis semisirkularis yang peka terhadap gaya
gerakan endolimfa akibat akselerasi baik yang angular maupun yang
rotatorik
c. Otolit sakuli yang terangsang oleh gaya tarik bumi dang gaya yang
melawan gaya tarik bumi
Perangsangan itu menimbulkan impuls keseimbangan yang dihantarkan oleh
nervus vestibularis ke inti-inti vestibularis di bagian dorsolateral dari medulla
oblongata dan sebagian juga disampaikan secara langsung ke serebellum.
2. Serebelum menerima impuls propioseptif yang dicetuskan oleh berbagai
reseptor di sendi-sendi dan otot-otot pada waktu suatu gerakan berlangsung.
Melalui nodulus, flokulus, uvula dan piramis dan nucleus fastigii impuls
propioseptif itu mempengaruhi inti vestibuler
3. Korteks serebri dan batang otak. Impuls-impuls keseimbangan yang
disampaikan kepada serebelum dan inti-inti vestibularis merupakan informasi
yang akan diteruskan kepada pusat pola gerakan volunteer dan reflektorik di
tingkat korteks serebri. Berdasarkan informasi tersebut gerakan dan sikap
semua bagian dari tubuh direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan
gerakan dan sikap tubuh yang mendahuluinya. Dengan demikian stabilitas
tubuh dengan semua bagian-bagiannya terpelihara. Adapun 3 macam gerakan
yang dikendalikan dalam pemeliharaan keseimbangan tubuh ialah:
a. Gerakan volunteer dan reflektorik dari kepala, leher, badan dan
keempat anggota gerak
b. Gerakan volunteer dan reflektorik kedua bola mata
c. Gerakan involunter visceral
Dalam mekanisme pelaksanaan gerakan-gerakan tersebut korteks serebri merencakan
dan mengatur bangunan-bangunan di batang otak dan di medulla spinalis. Adapun
bagian-bagian korteks serebri yang langsung mengatur gerakan volunteer dan
reflektorik dari kepala, leher, badan dan keempat anggota gerak ialah korteks
piramidalis dan ekstrapiramidalis. Sedangkan korteks premotorik area 8 mengatur
gerakan kedua bola mata secara konyugat. Dalam keadaan okuler ini inti-inti
vestibularis digiatkan juga oleh korteks serebri untuk menyumbangkan pengaruhnya
terhadap inti-inti saraf otak III, IV dan VI. Adapun jaras yang menghantarkan impuls
vestibuler ke inti saraf otak okuler tersebut ialah fasikulus longitudinalis mendialis.
Dalam pengendalian viseromotorik, korteks serebri memberikan pesannya kepada inti
vestibularis yang meneruskannya ke inti-inti nervus glosofaringeus dan vagus.
Maka, gangguan pada susunan vestibuler mengakibatkan timbulnya:
1. Kecenderungan untuk jatuh atau penyimpangan gerakan volunteer kea rah
lesi
2. Nistagmus ritmik
3. Mual dan muntah
Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum, Priguna Sidharta

5. Gambaran klinis
a. Kecenderungan untuk jatuh atau penyimpangan gerakan volunteer kea rah lesi
b. Nistagmus ritmik
c. Mual dan muntah
Gejala Vertigo Vestibular Vertigo Non
Vestibular
Sifat Vertigo Rasa berputar Melayang, hilang
keseimbangan

5
Serangan Episodik Kontinu
Mual/Muntah + -
Gangguan pendengaran +/- -
Gerakan pencetus Gerakan kepala Gerakan obyek visual
Situasi pencetus - Keramaian, lalu lintas

Gejala Vertigo Vestibular Vertigo Vestibular


Perifer Sentral
Bangkitan vertigo Lebih mendadak Lebih lambat
Derajat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan kepala ++ +/-
Gejala otonom (mual, ++ +
muntah, keringat)
Gangguan pendengaran + -
(tinitus, tuli)
Tanda fokal otak - +

Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum, Priguna Sidharta

6. Diagnosis
a. Anamnesis
i. Lama pusingnya
ii. Setiap hari pusing atau sekali-kali saja (frekuensi)
iii. Berapa lama pusing berlangsung?
iv. Apa yang dirasakan jika pusing timbul? Bagaimana bentuk pusing
(berputar , melayang , goyang , tujuk keliling),
v. Onset pusing, akut, perlahan-lahan , hilang timbul, paroksismal ,
kronik progesif.
vi. Bagaimana mulanya timbul (perubahan posisi kepala dan tubuh,
keletihan, ketegangan), setelah kurang enak tidur malam atau setelah
mengidap penyakit demam
vii. Gejala-gejala apakah yang terasa juga jika pusing bangkit?
viii. Factor yang meringankan
Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat,
antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik
adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung,
hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan kemungkinan trauma
akustik
b. Pemeriksaan fisik (meneliti faktor penyebab ; kelainan sistemik, otologik atau
neurologik-vestibuler atau serebeler)
i. Biasanya pasien menegangkan kepala dan lehernya serta memandang
lurus ke depan
ii. Nistagmus, dibedakan menjadi :
1. Nistagmus spontan
2. Nistagmus kalorik
3. Nistagmus posisionil

c. Pemeriksaan Neurologis
i. Fungsi vestibular/ selebelar

6
ii. Uji Romberg
iii. Tendem Gait
iv. Uji Tunjuk Barany

d. Pemeriksaan penunjang
i. Audiogram membedakan kehilangan pendengaran neural atau
cochlear
ii. X-Ray, Tomografi Piramidal Petrosus, EEG dan CAT (Computerized
Axial Tomography) melihat ada tidaknya perubahan di Susunan
Saraf Pusat
Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum, Priguna Sidharta
Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, Priguna Sidharta

7. Diagnosis banding
a. Pusing non-vertigo badan melayang, sempoyongan atau bergoyang seolah-
olah mabuk arak atau mabuk laut
b. Syndrom Meinner adanya gangguan pendengaran atau tinnitus
c. Tension headache serangan pusing timbul karena hal-hal yang mengganggu
pikiran
d. Trauma kapitis
e. Pusing iatrogenic pusing setelah minum obat (streptomycin, kina, aspirin)
Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, Priguna Sidharta

8. Penatalaksanaan
Tergantung pada penyebab
a. Tirah baring
b. Dimenhydramine 50-100 mg p.o 4-6 kali/hari
c. Perphenazine 4-8 mg p.o atau 5 mg IM 3x/hari
d. Meclizine 25 mg p.o 3x/hari
The Merck Manual, 13th edition

STROKE
1. Definisi
Menurut WHO 1995
Suatu penyakit gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda
dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau
dapat menimbulkan kematian disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
Neurologi, FK UNDIP

2. Etiologi
a. Blockage arteri di otak
b. Kumpulan bekuan darah di jantung atau pembuluh darah
c. Perubahan aliran darah
d. Kelainan pembuluh darah
e. Kelainan pembekuan darah
f. Penyebab: pemakaian obat-obatan, trauma
g. Kombinasi dari gout, diabetes mellitus dan hipertensi yang tidak dirawat
dengan baik selama 5-10 tahun
Dambro/Griffiths 5 Minutes Clinical Consult

7
3. Factor risiko

Setyopranoto, Ismail., 2011. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia


Kedokteran 185,Vol.38 no.4
4. Klasifikasi
Menurut etiologinya:
a. Stroke hemoragik
i. Perdarahan subaraknoid
ii. Perdarahan intraserebral
iii. Perdarahan intracranial nonspesifik dan yang lain misalnya perdarahan
ekstradural atau intradural non traumatic; perdarahan atau hematoma
subdural non traumatic dan perdarahan ekstrakranial nonspesifik
b. Stroke non hemoragik
i. TIA (Transcient Ischemic Attack)
Suatu gangguan akut dari fungsi serebral di mana gejalanya tidak lebih
dari 24 jam dan disebabkan oleh emboli atau trombosis
ii. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gangguan akut fungsi serebral di mana gejalanya lebih dari 24 jam
tapi kurang dari 21 hari
iii. Progressing Stroke atau Stroke in Evolution
Kelainan yang ada terus berkembang ke arah yang lebih parah/berat
iv. Completed stroke
Kelainan neurologis yang sifatnya menetap dan tidak dapat berubah
lagi
Stroke Pengelolaan Mutakhir, Badan Penerbit FK UNDIP

5. Pathogenesis
Stroke Non Hemoragik
a. Manifestasi terlihat setelah bangun tidur. Saat tidur metabolisme melambat
aliran darah ikut melambat faktor risiko terbentuknya plak arteriosklerosis
mengaktifkan mekanisme pembekuan darah menghasilkan bekuan untuk
membentuk dan menghambat arteri menyebabkan hilangnya fungsi otak
secara akut pada daerah yang terlokalisasi bangun tidur timbul manifestasi.
Stroke Hemoragik
b. Biasanya terjadi saat aktivitas Tekanan darah tinggi mengakibatkan
salah satu pembuluh darah pecah/rupture perdarahan mengakibatkan
terjadi kompresi pada jaringan otak setempat
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Guyton & Hall
8
6. Patofisiologi
Factor-faktor yang mengatur Aliran Darah Otak
a. Faktor ekstrinsik
i. Tekanan darah sistemik
ii. Diameter pembuluh darah
iii. Kualitas darah
1. Viskositas darah
2. Eritrosit
3. Platelet
b. Factor intrinsic
i. Autoregulasi
ii. Factor biokimiawi
1. CO2 yang meningkat akan menyebabkan vasodilatasi sehingga
resistensi serebral menurun dan aliran darah otak meningkat
2. O2 menurun menyebabkan vasodilatasi sehingga aliran darah
otak meningkat
3. Kadar ion H+ yang turun menyebabkan daerah iskemik
berubah menjadi infark
4. Peningkatan kadar ion K+ menyebabkan peningkatan perfusi
regional
iii. Susunan saraf otonom
1. Rangsangan system simpatis servikal menyebabkan
vasokonstriksi sehingga menurunkan aliran darah otak
2. System kolinergik mengakibatkan pembuluh darah bereaksi
terhadap CO2 yang meningkat

9
Stroke Pengelolaan Mutakhir, Badan Penerbit FK UNDIP

7. Gambaran klinis

10
a. Stroke non hemoragik
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi
tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala tersebut adalah.
TIA (Transcient Ischemic Attack)
i. Gangguan penyumbatan di system carotis
1. Gangguan penglihatan pada satu mata tanpa disertai rasa nyeri
(amaurosis fugax)/buta mendadak, terutama bila disertai atau
bergantian dengan:
2. Kelumpuhan lengan atau tungkai atau kedua-duanya pada sisi
yang sama
3. Deficit sensorik atau motorik dari wajah saja, wajah, lengan
atau tungkai secara unilateral
4. Kesulitan untuk mengerti bahasa dan atau berbicara (dysfasia)
bila gangguan terletak pada sisi dominan
5. Pemakaian dari kata-kata yang salah atau diubah
ii. Gangguan di system vertebrobasilaris
1. Vertigo dengan atau tanpa disertai nausea dan atau muntah
terutama bila disertai dengan diplopia, dysphagia atau
dysarthria
2. Mendadak tidak stabil
3. Unilateral atau bilateral (atau satu sisi kemudian diikuti oleh
sisi yang lain) gangguan visual, motorik atau sensorik
4. Hemianopsia homonym
5. Drop attack, yaitu keadaan di mana kekuatan kedua tungkai
tiba-tiba menghilang sehingga penderita jatuh

b. Stroke hemoragik
i. Perdarahan intraserebral
1. Khas terjadi saat melakukan aktivitas
2. Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran
3. Sakit kepala dan muntah (tidak khas dan lebih mengarah ke
diagnosis perdarahan subaraknoid)
4. Jarang dijumpai kejang
ii. Perdarahan subaraknoid
1. Onset terjadi secara tiba-tiba
2. Dimulai dengan sakit kepala yang sangat hebat
3. Nyeri dan kekakuan pada leher
4. Muntah dan mual sering dijumpai
5. Hilang kesadaran
6. Kejang
Stroke Pengelolaan Mutakhir, Badan Penerbit FK UNDIP

8. Diagnosis
a. Anamnesis
i. Onset atau awitan
Pada stroke non hemoragis dan hemoragik awitannya selalu mendadak
Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke
ii. Saat onset

11
1. Stroke non hemoragis : saat yang bersangkutan sedang
beristirahat
2. Stroke hemoragis : saat yang bersangkutan sedang
beraktivitas
iii. Peringatan atau warning
Adanya rasa kesemutan pada wajah (tanda suatu serangan TIA) atau
kesemutan di kaki
iv. Nyeri kepala, muntah, kejang, kesadaran menurun

b. Pemeriksaan fisik
Stroke Non Hemoragis
i. Pemeriksaan klinis neurologic
1. Bradikardia, udem pupil
Tanda adanya kenaikan tekanan intracranial (pada stroke
hemoragis)
Pada stroke non hemoragis, ditemukan sekitar hari 4-7.
2. Tanda kernig, Brudzinski, kaku kuduk
Manifestasi dari rangsangan meningeal
ii. Pemeriksaan klinis dengan menggunakan alat-alat
1. Funduskopi : melihat ada/tidaknya perdarahan retina
2. Pungsi lumbal
a. Tekanan liquor cerebrospinalis : 6-14 cmH2O
(Normal)
b. Warna liquor: jernih atau tidak berwarna (Normal)
Stroke Hemoragis
1. Pada perdarahan putamen
a. Deviation conjugae ke arah lesi
b. Reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi unkus maka pupil
anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi
2. Perdarahan nucleus caudatus
a. Kelumpuhan gerak horizontal mata dengan deviation conjugae
kea rah lesi
3. Perdarahan di thalamus
a. Kelumpuhan gerak mata ke atas
b. Pupil miosis dan reaksi lambat
4. Perdarahan pons
a. Kelumpuhan gerak horizontal mata dengan ocular bobbing
Penggolongan perdarahan subaraknoid (menurut Hunt dan Hess)
Derajat I : asimtomatik atau sakit kepala minimal atau kaku
kuduk
Derajat II : hanya sakit kepala lebih hebat dan kaku kuduk
Derajat III : mengantuk atau bingung, mungkin disertai
hemiparesis ringan
Derajat IV : stupor dalam, mungkin disertai hemiparesis sedang-
berat, reaksi awal deserebrasi
Derajat V : koma dalam

Penggunaan Skor Stroke untuk Membedakan


Stroke Iskemik dan Stroke Hemoragik
a. Siriraj Stroke Score

12
SS = (2,5 x C) + (2 x V) + (2 x H) + (0,1 x BPD) (3 x A) 12

Keterangan :
C = kesadaran
V = vomitus / muntah
H = nyeri kepala
BPD = tekanan diastolik
A = atherom (DM, penyakit jantung)
12 = konstanta
Bila SS > 0,5 : Stroke Hemoragik
SS < -1 : Stroke Non Hemoragik

Atau skor < 1 : Perdarahan supratentorial


skor > 1 : Infark serebri
skor -1 s/d 1 : Meragukan

Penilaian Derajat Kesadaran :


Sadar Penuh : 0
Somnolen :1
Koma :2
Nyeri Kepala (dalam 2 jam) :
Ada : 1, Tidak ada : 0
Vomitus :
Ada : 1, Tidak ada : 0
Arteroma :
Terdapat penyakit jantung dan DM :1
Tidak terdapat penyakit jantung dan DM :0

Algoritma Gajah Mada

13
c. Pemeriksaan penunjang
i. CT scan
Merupakan prosedur diagnosis terpilih, jika tidak ada dilakukan pungsi
lumbal , sangat membantu diagnosis dan membedakannya dengan
perdarahan terutama pada fase akut
ii. Arteriografi
Diperlukan untuk meyakinkan adanya aneurisma tunggal atau multiple,
untuk mendeteksi malformasi arteriovena (MAV), menentukan
kualitas vasospasmus, memperlihatkan area yang mengalami obstruksi
vaskuler dan member informasi tentang sirkulasi kolateral.
Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan
gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila
scan tak jelas.
iii. Echo-Encephalography (EEG)
Stroke Pengelolaan Mutakhir, Badan Penerbit FK UNDIP
9. Diagnosis banding
a. Migren
b. Tumor
c. Hematoma subdural
d. Hipoglikemia
Dambro/Griffiths 5 Minutes Clinical Consult

TIA

14
1. Epilepsy parsial : tangan bergerak-gerak, sedangkan stroke, tangan mengalami
kelumpuhan
2. Migren klasik
3. Sindrom Menierre
4. Syncope
Progressing Stroke
1. Perdarahan intraserebral dan perdarahan subaraknoid primer
2. Perdarahan subdural akut atau kronis
3. Tumor otak, baik primer maupun metastasis
4. Infeksi otak
Stroke Pengelolaan Mutakhir, Badan Penerbit FK UNDIP

10. Penatalaksanaan
a. Stroke non hemoragis
i. Pengobatan umum
1. Breathing
Jalan nafas harus baik dan penyakit paru harus diobati terlebih
dahulu. Oksigen hanya diberikan bila kadar oksigen dalam
darah berkurang.
2. Blood
a. Tekanan darah
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali
bila tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik 120
mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130
mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30
menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan
darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat
reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis
kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik
90 mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250
mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan
500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat
diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah
sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20
g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110
mmHg.
b. Komposisi darah
Pemberian infuse glukosa harus dicegah untuk
mengurangi asidosis di daerah infark yang
mempermudah terjadinya udem
3. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. . Pemberian nutrisi per
oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan
gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui
selang nasogastrik
4. Bladder

15
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jika terjadi
inkontinensia, pada laki-laki harus dipasang kondom-kateter,
jika wanita harus dipasang kateter tetap
5. Brain
Mencegah udem otak dan kejang. . Jika kejang, diberi
diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100
mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2
minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika
ada udem otak, maka penderita terlihat mengantuk, bradikardia
dan dapat diberikan manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/
kgBB per 30 menit.
Untuk mengatasi kejang diberikan Diphenylhydantion atau
Carbamazepin.
ii. Pengobatan khusus
Terapi Khusus
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin
dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA
(recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen
neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).

Mengatur viskositas darah yang dipengaruhi oleh:

1. Hematokrit
2. Plasma fibrinogen
3. Rigiditas eritrosit
4. Agregasi trombosit
iii. Fisioterapi
Kontraindikasi:
Penyakit sistemik yang berat
Gangguan mental yang berat
b. Stroke hemoragis
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau
15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP
>130 mmHg, dan volume hematoma bertambah.

Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan


dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-
1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.

TIA meningkat
posisi kepala dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang,
pemberian manitol manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB
per 30 menit, dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Setyopranoto, Ismail., 2011. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia
Kedokteran 185,Vol.38 no.4

16
i. Menghindari peningkatan tekanan darah
ii. Sedasi dengan fenobarbital atau diazepam guna mengatasi kegelisahan
iii. Antifibrinolitik
1. Asam epsilon aminokaproat 30-36 gram/hari secar IV sampai
dilakukan operasi
iv. Mencegah vasospasmus
1. Calcium channel blocker 60-90 mg oral tiap 4 jam selama 21
hari atau 15-30 mikogram/kg/jam selama 7-10 hari, kemudian
dilanjutkan per oral 360 mg/hari selama 11-14 hari
Stroke Pengelolaan Mutakhir, Badan Penerbit FK UNDIP

11. Komplikasi
a. Kecacatan
b. Depresi
Dambro/Griffiths 5 Minutes Clinical Consult

12. Prognosis
Tergantung pada derajat keparahan stroke.
Dambro/Griffiths 5 Minutes Clinical Consult

MENINGITIS
1. Definisi
Infeksi pada selaput otak yang memberikan gejala dan tanda peradangan selaput otak
(demam, sakit kepala, dan kaku kuduk)
Pedoman Pelayanan Medik Anak, IKA FK Undip

2. Etiologi
a. Kuman/bakteri
b. Virus
c. Ricketsia
d. Jamur
e. Cacing
f. Protozoa

3. Factor risiko
a. Kelainan system imun
b. Trauma kapitis
c. Neurosurgery
d. Bedah abdominal
e. Alkoholisme

4. Klasifikasi
a. Menurut lapisannya
i. Pachi meningitis : duramater
ii. Lepto meningitis : arachnoid & piamater
b. Menurut etiologinya
i. Kuman/bakteri
ii. Virus
iii. Ricketsia
iv. Jamur

17
v. Cacing
vi. Protozoa
c. Menurut LCS
i. Meningitis purulenta : LCS keruh (karena bakteri)
ii. Meningitis serosa : LCS jernih (karena virus dan TB)

5. Pathogenesis
Kolonisasi kuman

Invasi local (I: Mucosal Invation)

Bakteremia (II : Intravascular Invation)

Melekat pada endotel plexus choroideus / endotel vaskuler otak

Kerusakan sel endotel

Invasi selaput otak (III: crossing BBB)

Replikasi bacterial di LCS + Inflamasi


LCS (IV: Survival in LCS)

Meningitis

6. Patofisiologi
Kulit mencapai leptomeningen dan subarachnoid melalui:
1. Luka terbuka di kepala
2. Penyebaran langsung dari:
a. Infeksi telinga bagian tengah (Otitis Media Akut)
b. Sinus paranasalis
c. Kulit kepala-muka

18
d. Benda asing terinfeksi (shunting)
3. Sepsis
4. Thromboplebitis cortical
5. Abses sub/ekstra dural ke otak
6. Lamina cribosa os ethmoidalis dan rhinorhea
7. Pungsi lumbal
8. Neurotoksin dari focus yang jauh
Daya tahan Susunan Saraf Pusat lemah
1. Pembentukan antibody kurang
2. Masuknya antibody tidak melalui BBB (Blood Brain Barrier)
3. LCS (Liquor Cerebrospinalis/Cairan Serebrospinal) merupakan media yang
baik
4. Tidak ada jalan keluar untuk kuman
Daya tahan kuman non pathogen menjadi kuman pathogen

7. Gambaran klinis
a. Meningitis bakteri
i. Anak 5-12 tahun
1. Demam
2. Kaku kuduk
3. Nyeri kepala
4. Kelemahan umum
5. Mual/muntah
6. Fotofobia
7. Kejang
Dua atau lebih gejala tersebut di atas curiga meningitis
Tanda iritasi meningeal:
1. Kaku kuduk
2. Brudzinsky I-IV
3. Kernigs sign
Permulaan penyakit:
1. Kaku kuduk (-)
2. Tanda meningeal (+)
3. Tekanan Intrakranial meningkat ()
Reflex cushing:
1. Bradikardia
2. Hipertensi
3. Paresis N. VI
4. Papil edema
5. Muntah proyektil
b. Dewasa
i. Infeksi saluran nafas atas
ii. Kelemahan umum
iii. Mialgia
iv. Nyeri punggung beberapa jam/hari

Perbedaan Encephalitis Meningitis


Lokasi Jaringan otak Selaput otal
Gejala rangsang meningeal (-) (+)
Refleks patologis (+) (-)

19
Kesadaran Menurun Relatif masih baik
Demam Menurun Meningkat
Meningitis Meningitis Meningitis Jamur
Bakterial Viral
Tekanan Meningkat Normal/ sedikit TBC : normal atau sedikit
(N:5-15 cm H20) meningkat meningkat.
AIDS + meningitis
kriptokokkus:
meningkat
Jumlah sel 1000 10.000/ ml < 500/ ml, < 500/ ml. Terutama MN
terutama PMN terutama MN
Kadar Glukosa < blood glucose Normal Kadang menurun
Protein > 45 mg/ dl Sedikit > 1000 mg/ dl.
meningkat
Mikroorganism Ada Tidak Ada jamur
didapatkan
CSF lactic acid > 35 mg/ dl < 35 mg/ dl > 35 mg/ dl

Perbedaan meningitis bacterial, viral, dan jamur

8. Diagnosis

20
Pemeriksaan penunjang:

21
1. Meningitis purulenta
a. Cairan serebrospinal berwarna keruh, reaksi Nonne dan Pandy positif.
b. Jumlah sel meningkat lebih dari 400/mm3 dengan PMN dominan
c. Perbandingan glukosa cairan serebrospinal/darah 40% dan kadar
protein 100 mg%
2. Meningitis aseptic
a. Cairan serebrospinal jernih
b. Jumlah sel 25-500/mm3 dengan PMN dominan
c. Glukosa dalam batas normal dan 2/3 penderita protein dalam batas
normal sedangkan 1/3 lainnya meningkat sampai 50-200 mg%
3. Meningitis tuberkulosa
a. Cairan serebrospinal jernih
b. Jumlah sel 10-350 mm3 dengan limfosit dominan
c. Perbandingan kadar glukosa cairan serebrospinal/darah kurang dari
30%

9. Diagnosis banding
a. Sepsis
b. Abses otak
c. Bakteremia

10. Penatalaksanaan

a. Meningitis bakteri
No. Etiologi Obat Dosis Rute
1. H. Influenzae Ampisilin 200-400 Iv
mg/kgBB/hari
Kloramfenicol 100 mg/kgBB/hari Iv, oral
2. Pneumococcus Ampisilin 200-400 Iv
mg/kgBB/hari
Streptococcus Cephalosporin 80 mg/kgBB/hari Oral
3. Meningococcus Ampisilin 200-400 Iv
mg/kgBB/hari
Gantrein 600 mg/kgBB/hari Oral
4. Basil coli Gentamisin 4 mg/kgBB/hari Im, iv

b. Meningitis TBC
i. Streptomisin : 20-30 mg/kgBB/hari (im)
1. Dewasa : 1 gr/hari (im)
ii. INH : 5 mg/kgBB/hari (oral)
1. Dewasa : 400 mg/hari
iii. Ethambutol : 25 mg/kgBB/hari (oral)
iv. Rifampisin : 15 mg/kgBB/hari (oral)
v. Kortikosteroid (prednisone) kadang-kadang

11. Komplikasi
a. Cranial nerve palsies (III,VI,VII,VIII)
b. Kehilangan sensori pendengaran
c. Hidrocephalis obstruktif
d. Efusi subdural

22
12. Prognosis
Menurut British Medical Research Center
a. Golongan I
Prognosis baik jika:
i. Kesadaran baik
ii. Tanda fokal baik
b. Golongan II
80% prognosis baik
i. Kesadaran menurun
ii. Tanda fokal (+)
Hemiparesis, paresis N. III, IV, VI
c. Golongan III
50% hidup dengan sequence
i. Kesadaran menurun (sopor,koma)
ii. Kelumpuhan total, plegia
iii. Sequence:
1. Hemiplegia
2. Retardasi mental
3. Hydrocephalus

KEJANG
1. Klasifikasi

23
2. Mekanisme

24
KEJANG TETANUS
DEFINISI
Tetanus adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh eksotoxin yang
dihasilkan oleh clostridium tetani yang ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan
kejang-kejang otot rangka. Penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium
tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh
badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.

Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4
0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya
anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang ber bentuk bulat yang letaknya di
ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang
bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang
otot dan saraf perifer setempat.
Toksin mi labil pada pemaanasan, pada suhu 650C akan hancur dalam 5 menit. Di
samping itu dikenai pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang
berarti dalam proses penyakit.
Kuman C. tetani tersebar luas ditanah, terutama tanah garapan, dan dijumpai pula
pada tinja manusia dan hewan. Perawatan luka yang kurang baik di samping
penggunaan jarum suntik yang tidak steril (misalnya pada pecandu
narkotik).merupakan beberapa faktor yang sering dijumpai sebagai pencetus
tirribulnya tetanus.
Tetanus dapat menyerang semua golongan umur, mulai dari bayi (tetanus
neonatorum), dewasa muda (biasanya pecandu narkotik) sampai orang-orang tua. Dari
Program Nasional Surveillance Tetanus di Arnenka Senkat, diketahui rata-rata usia
pasien tetanus dewasa berkisar antara 50-57 tahun.Dasar kelainan : eksotoksin
mengenai SSP.

ETIOLOGI
Tetanus dapat terjadi sebagai komplikasi luka, baik luka besar maupun kecil, luka nyata
maupun luka tersembunyi. Jenis luka yang mengundang tetanus adalah luka-luka
seperti Vulnus laceratum (luka robek), Vulnus punctum (luka tusuk), combustion (luka
bakar), fraktur terbuka, otitis media, luka terkontaminasi, luka tali pusat.
Diyakini bahwa Penyakit tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani yaitu sejenis kuman
gram positif yang dalam keadaan biasa berada dalam bentuk spora dan dalam suasana
anaerob berubah menjadi bentuk vegetatif yang memproduksi eksotoksin antara lain
neurotoksin tetanospasmin dan tetanolysmin. Toksin inilah yang menimbulkan gejala
gejala penyakit tetanus.

25
Bentuk spora Clostridium tetani terdapat di sekitar kita seperti pada tanah, rumput
rumput, kayu, kotoran hewan dan manusia. Kuman ini untuk pertumbuhannya membutuhkan
suasana anaerob yang akan terjadi apabila luka dengan banyak jaringan nekrotik di dalamnya,
atau luka dengan pertumbuhan bakteri lain terutama bakteri pembuat nanah
seperti Staphyloccus aureus.

MANIFESTASI KLINIK

a. Keluhan pokok
Sebelumnya ada riwayat luka
Trismus (sulit membuka mulut)
Bayi tiba-tiba tidak dapat menetek
disfagi
Kejang-kejang
b. Tanda penting
Umumnya kesadaran baik
Berbagai manifestasi kejang :
- Opistotonus (kaku kuduk)
- Dinding perut kejang/tegang
- Tungkai mengalami ekstensi
- Lengan kaku
- Tangan mengepal
- Risus sardonikus (wajah setan : alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke samping dan
bawah, mulut tertekan pada bibir)
- Hiperrefleksi : serangan mudah dicetuskan oleh rangsang ringan seperti suara, cahaya
atau sentuhan.

Ciri khas kejang pada tetanus yaitu kejang tanpa penurunan kesadaran. Dan awitan
penyakit (waktu dari timbulnya gejala pertama sehingga terjadi kejang) adalah 24
72 jam
Gejala pertama biasanya rasa sakit pada luka, diikuti trismus (kaku rahang, sukar
membuka mulut lebar lebar), rhisus sardonicus (wajah setan). Kemudian diikuti
kaku buduk, kaku otot perut, gaya berjalan khas seperti robot, sukar menelan, dan
laringospasme. Pada keadaan yang lebih berat terjadi epistothonus (posisi cephalic
tarsal), di mana pada saat kejang badan penderita melengkung dan bila ditelentangkan
hanya kepada dan bagian tarsa kaki saja yang menyentuh dasar tempat berbaring.

26
Dapat terjadi spasme diafragma dan otot otot pernapasan lainnya. Pada saat kejang
penderita tetap dalam keadaan sadar. Suhu tubuh normal hingga subfebris. Sekujur
tubuh berkeringat.

Stadium Tetanus
Berdasarkan gejala klinisnya maka stadium klinis tetanus dibagi menjadi stadium
klinis pada anak dan stadium klinis pada orang dewasa.
Stadium klinis pada anak. Terdiri dari :
Stadium 1, dengan gejala klinis berupa trisnus (3 cm) belum ada kejang rangsang, dan
belum ada kejang spontan.
Stadium 2, dengan gejala klinis berupa trismus (3 cm), kejang rangsang, dan belum
ada kejang spontan.
Stadium 3, dengan gejala klinis berupa trismus (1 cm), kejang rangsang, dan kejang
spontan.
Stadium klinis pada orang dewasa. Terdiri dari :
Stadium 1 : trisnus
Stadium 2 : opisthotonus
Stadium 3 : kejang rangsang
Stadium 4 : kejang spontan

PATOGENESIS & PATOFISIOLOGI


Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka. Semua jenis luka dapat
terinfeksi oleh kuman tetanus seperti luka laserasi, luka tusuk, luka tembak, luka bakar, luka
gigit oleh manusia atau binatang, luka suntikan dan sebagainya. Masa inkubasi penyakit
tetanus tidak selalu sama tapi pada umumnya 8 12 hari, akan tetapi dapat juga 2 hari atau

27
beberapa minggu bahkan beberapa bulan. Bertambah pendek masa inkubasi bertambah berat
penyakit yang ditimbulkannya. Pada 60 % dari pasien tetanus, port dentre terdapat didaerah
kaki terutama pada luka tusuk. Infeksi tetanus dapat juga terjadi melalui uterus sesudah
persalinan atau abortus provokatus. Pada bayi baru lahir Clostridium tetani dapat melalui
umbilikus setelah tali pusat dipotong tanpa memperhatikan kaidah asepsis antisepsis. Otitis
media atau gigi berlubang dapat dianggap sebagai port dentre, bila pada pasien tetanus
tersebut tidak dijumpai luka yang diperkirakan sebagai tempat masuknya kuman tetanus.
Bentuk spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif bila lingkungannya memungkinkan
untuk perubahan bentuk tersebut dan kemudian mengeluarkan ekotoksin. Kuman tetanusnya
sendiri tetap tinggal di daerah luka, tidak ada penyebaran kuman. Kuman ini membentuk dua
macam eksotoksin yang dihasilkan yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin dalam
percobaan dapat menghancurkan sel darah merah tetapi tidak menimbulkan tetanus secara
langsung melainkan menambah optimal kondisi lokal untuk berkembangnya bakteri.
Tetanospasmin terdiri dari protein yang bersifat toksik terhadap sel saraf. Toksin ini
diabsorbsi oleh end organ saraf di ujung saraf motorik dan diteruskan melalui saraf sampai
sel ganglion dan susunan saraf pusat. Bila telah mencapai susunan saraf pusat dan terikat
dengan sel saraf, toksin tersebut tidak dapat dinetralkan lagi. Saraf yang terpotong atau
berdegenerasi, lambat menyerap toksin, sedangkan saraf sensorik sama sekali tidak
menyerap.

Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob,


Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke
dalam tubuh yang mengalami cedera/luka (masa inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4
penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh
kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme). Tempat masuknya
kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan
jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang
dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari
kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan dan pemotonga
tali pusat yang tidak steril.
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif bila
dalam lingkungan yang anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah.
Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh
melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-
tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak. Gejala klinis timbul sebagai dampak
eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta syaraf autonom.
Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside
dijalarkan secara intraaxonal ke dalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum
tulang belakang. Akhirnya menyebar ke SSP. Gejala klinis yang ditimbulakan dari eksotoksin
terhadap susunan saraf tepi dan pusat tersebut adalah dengan memblok pelepasan
dari neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol/ eksitasi terus
menerus dan spasme. Neuron ini menjadi tidak mampu untuk melepaskan neurotransmitter.
Neuron, yang melepaskan gamma aminobutyric acid (GABA) dan glisin, neurotransmitter
inhibitor utama, sangat sensitif terhadap tetanospasmin, menyebabkan kegagalan
penghambatan refleks respon motorik terhadap rangsangan sensoris. Kekakuan mulai pada
tempat masuknya kuman atau pada otot masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke sumsum
tulang belakang terjadi kekakuan yang berat, pada extremitas, otot-otot bergari pada dada,
perut dan mulai timbul kejang. Bilamana toksin mencapai korteks serebri, menderita akan
mulai mengalami kejang umum yang spontan. Karakteristik dari spasme tetani ialah
menyebabkan kontraksi umum kejang otot agonis dan antagonis. Racun atau neurotoksin ini

28
pertama kali menyerang saraf tepi terpendek yang berasal dari system saraf kranial, dengan
gejala awal distorsi wajah dan punggung serta kekakuan dari otot leher.
Tetanospasmin pada system saraf otonom juga verpengaruh, sehingga terjadi
gangguan pernapasan, metabolism, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih,
dan neuromuscular. Spasme larynx, hipertensi, gangguan irama janjung, hiperflexi,
hyperhidrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf ototnom, yang dulu jarang karena
penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi
dan pernapasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali
dan di kelola dengan teliti.
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada beberapa level dari
susunan syaraf pusat, dengan cara :
Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan
acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
Karakteristik spasme dari tetanus terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari refleks
synaptik di spinal cord.
Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside.
Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan
gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung,
peninggian cathecholamine dalam urine.
Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya
aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot
masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap
afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi
agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:

1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu
anterior susunan syaraf pusat

2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian
masuk kedalam susunan syaraf pusat.

Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak)
pada voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena
biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan
oleh kegagalan pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi.

PATHOLOGI
Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi secara
sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS. Penjalaran terjadi didalam axis silinder
dari sarung parineural. Teori terbaru berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas
melalui darah (hematogen) dan jaringan/sistem lymphatic.

ANAMNESIS

Riwayat mendapat trauma (terutama luka tusuk), pemotongan dan perawatan tali
pusat yang tidak steril, riwayat menderita otitis media supurativa kronik (OMSK),
atau gangren gigi.
Riwayat anak tidak diimunisasi/tidak lengkap imunisasi tetanus/BUMIL/WUS

29
PEMERIKSAAN FISIK

Adanya kekakuan lokal atau trismus


Adanya kaku kuduk, risus sardonicus, opisthotonus, perut papan
Kekakuan extremitas yang khas : flexi tangan, extensi kaki
Adanya penyulit

DIAGNOSIS BANDING

Trismus akibat abses gigi, abses parafaring/retrofaring/peritonsiler


Sepsis neonatorum, meningitis bakterialis, ensefalitis, rabies
keracunan striknin, efek simpang fenotiazin, tetani, epilepsi.

DIAGNOSIS

Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa :
1.Gejala klinik :
- Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ).
2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
3. Kultur: C. tetani (+).
4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.

30
TATALAKSANA
Penatalaksanaan tetanus
Terdiri atas :
1. Pemberian antitoksin tetanus
2. Penatalaksanaan luka
3. Pemberian antibiotika
4. Penanggulangan kejang
5. Perawatan penunjang
6. Pencegahan komplikasi
Pemberian antitoksin tetanus. Pemberian serum dalam dosis terapetik untuk ATS bagi
orang dewasa adalah sebesar 10.000 20.000 IU IM dan untuk anak anak sebesar 10.000

31
IU IM, untuk hypertet bagi orang dewasa adalah sebesar 300 IU 6000 IU IM dan bagi anak
anak sebesar 3000 IU IM. Pemberian antitoksin dosis terapetik selama 2 5 hari berturut
turut.
Penatalaksanaan luka. Eksisi dan debridemen luka yang dicurigai harus segera dikerjakan
1 jam setelah terapi sera (pemberian antitoksin tetanus). Jika memungkinkan dicuci dengan
perhydrol. Luka dibiarkan terbuka untuk mencegah keadaan anaerob. Bila perlu di sekitar
luka dapat disuntikan ATS.
Pemberian antibiotika. Obat pilihannya adalah Penisilin, dosis yang diberikan untuk orang
dewasa adalah sebesar 1,2 juta IU/8 jam IM, selama 5 hari, sedang untuk anak anak adalah
sebesar 50.000 IU/kg BB/hari, dilanjutkan hingga 3 hari bebas panas.
Bila penderita alergi terhadap penisilin, dapat diberikan tetrasiklin. Dosis pemberian
tetrasiklin pada orang dewasa adalah 4 x 500 mg/hari, dibagi dalam 4 dosis.
Pengobatan dengan antibiotika ditujukan untuk bentuk vegetatif clostridium tetani, jadi
sebagai pengobatan radikal, yaitu untuk membunuh kuman tetanus yang masih ada dalam
tubuh, sehingga tidak ada lagi sumber eksotoksin.
ATS atau HTIG ditujukan untuk mencegah eksotoksin berikatan dengan susunan saraf pusat
(eksotoksin yang berikatan dengan susunan saraf pusat akan menyebabkan kejang, dan sekali
melekat maka ATS / HTIG tak dapat menetralkannya. Untuk mencegah terbentuknya
eksotoksin baru maka sumbernya yaitu kuman clostridium tetani harus dilumpuhkan, dengan
antibiotik.
Penaggulangan Kejang. Dahulu dilakukan isolasi karena suara dan cahaya dapat
menimbulkan serangan kejang. Saat ini prinsip isolasi sudah ditinggalkan, karena dengan
pemberian anti kejang yang memadai maka kejang dapat dicegah.
Dosis Orang
Jenis Obat Dosis Anak anak Dewasa
Mula mula 60 100 mg IM,
Fenobarbital kemudian 6 x 30 mg per oral.
(Luminal) Maksimum 200 mg/hari 3 x 100 mg IM
Klorpromazin 4 6 mg/kg BB/hari, mula
(Largactil) mula IM, kemudian per oral 3 x 25 mg IM
Mula mula 0,5 1 mg/kg BB
IM, kemudian per oral 1,5 4
Diazepam mg/kg BB/hari, dibagi dalam 6
(Valium) dosis 3 x 10 mg IM
3 x 500 100 mg
Klorhidrat - per rectal
Bila kejang belum juga teratasi, dapat digunakan pelemas otot (muscle relaxant) ditambah
alat bantu pernapasan (ventilator). Cara ini hanya dilakukan di ruang perawatan khusus (ICU
= Intesive Care Unit) dan di bawah pengawasan seorang ahli anestesi.

Jenis Obat Anti Kejang, Dosis, Efek Sampingnya,


Yang Lazim Digunakan pada Tetanus
Jenis Obat Dosis Efek Samping

32
Diazepam 0,5-01 mg/kg/BB/ 4 Sopor, koma
jam IM
Meprobamat 300-400 mg/4 jam IM Tidak ada
Klorpomazin 25-75 mg/4 jam IM Depresi
Fenobartbital 50-100 mg/4 jam IM Depresi pernafasan

PROGNOSIS
Mortalitas tergantung dari :
1. Masa inkubasi : semakin pendek masa inkubasi semakin tinggi angka
mortalitasnya. Masa inkubasi kurang dari 7 hari umumnya berakibat fatal.
2. Usia : Neonatus atau 0rang tua, angka mortalitasnya tinggi
3. Seringnya kejang atau trismus
4. Suhu badan
5. Spasme otot pernapasan dan obstruksi saluran nafas
6. Cepatnya terapi

KOMPLIKASI
Pada keadaan berat timbul komplikasi seperti:
- Respirasi: henti napas pada saat kejang-kejang terutama akibat rangsangan pada
waktu memasukkan pipa lambung, aspirasi sekret pada saat atau setelah kejang, yang
dapat menimbulkan aspirasi pneumoni, atelektase, atau abses baru.
- Cardioivaskuler:hipertensi, takhikardi dan aritmia oleh karena rangsangan syampatis
yang lama.
- Tulang/otot:fraktur atau kompresi tulang belakang, robekan otot perut dan
quardriceps femoris.
- Tulang/otot:fraktur atau kompresi tulang belakang, robekan otot perut dan quardriceps
femoris. Pernah juga dilaporkan terjadi myostis ossifican.
- Metabolisme : hiperpireksi.

TABEL PHILLIPS SCORE

Karakteristik Nilai
Masa inkubasi < 2 hari 5

33
2-5 hari 4
6-8 hari 3
11-14 hari 2
> 15 hari 1
umbilikus 5
kepala/leher 4
badan 3
extremitas atas proximal 3
Tempat Infeksi
extremitas bawah proximal 3
extremitas atas distal 2
extremitas bawah distal 2
tidak diketahui 1
belum pernah 10
mungkin pernah 8
imunisasi pernah>10 th yg lalu 4
pernah<10 th yg lalu 2
imunisasi lengkap 0
trauma yg mengancam jiwa 10
trauma berat 8
faktor penyerta trauma sedang 4
trauma ringan 2
A.S.A derajad 1 1
epistotonus 6
reflek spasme umum 4
derajad spasme spasme terbatas 3
spastis umum 2
trismus 1
spontas>3x/15 menit 5
frekuensi spontan<3x/15 menit 4
spasme kadang2 spontan 3
<6x/12 jam 0
>38,9 derajad 10
38,3-38,8 derajad 8
suhu badan
37,2-37,7 derajad 2
36,7-37,1 derajad 0
trakheostomi 10
henti napas tiap konvulsi 8
henti napas kadang2 saat
pernapasan
konvulsi 4
henti napas hanya saat konvulsi 2
normal 0

Keterangan tabel PHILLIPS SCORE


<10:RINGAN, dapat sembuh sepontan

34
10-14: SEDANG, harus selamat dengan perawatan standar yang layak
15-23: BERAT, harapan hidup tergantung pada kwalitas pengobatan.
> 24 : SANGAT BERAT, umumnya berakhir dengan kematian.

Owen Smith, MS (Emergency Surgery)

Table GEJALA-GEJALA DAN PENANGANAN MENURUT GRADASI PENYAKIT

RINGAN SEDANG BERAT


Masa inkubasi 14 hari 10-14 hari < 10 hari
Onset 6 hari 3-6 hari < 3 hari
Trimus + ++ +++
Dysphagia - - +++
Kekakuan - ++ +++
Reflek spasme - + +++

PENGOBATAN

Sedasi +++ +++ +++


Nutrisi Oral NHG/I.V NHG/I.V
Tracheostomi - + +
Paralysis & IPPV - +

NYERI PINGGANG YANG MENJALAR KE TUNGKAI


Anatomi tulang belakang (vertebrae)
Terdiri dari:
Cervical
Thoracal
Lumbalis
Sacralis
Coccygeal
Mempunyai processus spinosus untuk melindungi syaraf-syaraf yang melewatinya.
Mempunyai canalis vertebralis sebagai tempat jalan bagi medulla spinalis.
Columna vertebra dibentuk oleh serangkaian 33 vertebra :
- 7 cervical
- 12 thoracal
- 5 lumbal
- 5 sacral
- 4 coccygeal
Vetebra cervical, thoracal, lumbal, masih jelas terpisah satu dengan yang lain sehingga
disebut TRUE VERTEBRA
Vertebra sacral dan coccygeal berfusi satu dengan yang lain membentuk 2 tulang, sacrum dan
coccyg dan disebut PSEUDO VERTEBRA
(Nyeri Punggung Bawah , PERDOSSI)

Diantara 2 tulang belakang terdapat tulang rawan yang dinamakan diskus intervertebralis
yang sifatnya elastis dan berfungsi sebagai peredam benturan. Diskus-diskus tsb
35
menghubungakan antar tulang belakang mulai dari leher sampai ke tulang pinggang.Bersama
struktur lain, otot dan tendo mendukung tegaknya tubuh.

Discus tersusun oleh suatu annulus fibrosus dan sebuah nucleus pulposus. Annulus fibrosus
adalah suatu struktur mirip ban radial yang kuat yang membentuk lamela: lembaran serabut
kolagen konsentrik yang menghubungkan lempeng vertebra.
Nucleus pulposus tersusun oleh air, kolagen dan proteoglikan (PG). Air dan PG. Molekul
PG penting karena dapat menarik dan menahan air. Nucleus pulposus mengandung suatu
bahan mirip jel yang tahan terhadap kompresi.
( Kapita selekta neurology, dr. Harsono, fakultas kedokteran UGM )

Anatomi dan fisiologi tulang belakang


1. Vertebra lumbal berjumlah 5 ruas

36
2. Terdapat beberapa persendian yang akan dibentuk oleh :
Diskus intervertebralis
Prosesus artikularis superior
Prosesus artikularis inferior
3. Diskus intervertebralis tersusun atas
Nucleus pulposus
Annulus fibrosus
4. Kemampuan aligment oleh ligamentum
Ligamentum longitudinalis anterior
Ligamentum longitudinalis posterior
Ligamentum flavum
5. Tempat berjalannya medulla spinalis (L1-L2) dan sisanya terdapat cauda equine
6. Terdapat jaringan peka nyeri, yaitu :
Lig spinal (lig longitudinal post & anterior)
Kapsul dari sendi apophyse
Periosteum
Dinding pembuluh darah
Akar/radix saraf
Otot yang spasme
Facet articuler cartilago
Lapisan synovia dari facet

Fisiologi vertebrae
Struktur discus intervertebralis:
Sebagai gerakan ekstensi dan fleksi, memutar, dan tetap karena mempunya
ligamentum
Annulus fibrosus
Berfungsi sebagai penahan nyeri (shock absorpment).
Nucleus pulposus
Terdapat proteoglikan dan air (supaya kenyal dan sebagai bantalan)

Nyeri
a. Definisi nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan
b. Etiologi :
i. Viserogenik : nyeri pinggang rujukan dari organ-organ visera
(misalnya : ginjal, organ pelvis, saluran cerna, prostat, paru,
retroperitoneal)
ii. Vaskulogenik : nyeri pinggang yang disebabkan kelainan vaskuler
(missal : Aneurisma a. abdominalis, thrombosis a. terminalis =
Sindroma Leriche, gangguan peredaran darah, insufisiensi a. glutealis
superior)
iii. Neurogenik : nyeri pinggang yang disebabkan oleh kelainan saraf
(missal : neurofibroma, kista, arakhnoitis, stenosis kanalis spinalis)
iv. Spondilogenik : nyeri pinggang yang disebabkan oleh kelainan
tulang vertebra, sendi, otot, dan jaringan pengikatnya (missal :
kifosis, scoliosis, spondilitis, fraktur, herniasi diskus intervertebralis

37
(HNP), osteoma, multiple myeloma, metastasis, osteoporosis, nyeri
pinggang miofasial, spasme otot, spondilitis angiopoetika)
v. Psikogenik : nyeri pinggang yang disebabkan oleh factor psikologis
(missal : neurosis, ansietas, depresi)
c. Klasifikasi
1. Berdasar waktu
a. Nyeri akut
Nyeri ini bersifat singkat dan tidak pernah terjadi nyeri yang
berkeanjangan
b. Nyeri kronik
Nyeri yang bersifat menetap lebih dari 3-6 bulan atau nyeri yang
masih ada setelah masa penyembuhan suatu lesi
2. Berdasar sumber nyeri
a. Nyeri visceral
Nyeri bersifat difuse, disebabkan karena adanya lesi di organ
visceral, pasien tidak dapat melokalisir tempat nyeri dengan jarinya
b. Nyeri somatic
Nyeri bersifat lokasitorik, jelas sebabnya
3. Nyeri neuromuskulo skeletal
Adalah nyeri yang dapat dirasakan oleh anggota gerak, dibagi menjadi
a. Nyeri neuromuskuloskeletal non neurogenik
Nyeri kapsulogenik
Nyeri miotendinogenik (non kapsulogenik)
b. Nyeri neuromusculoskeletal neurogenik
Nyeri radikular
a. Brakialgia : ke lengan atas (Plexus brachialis)
b. b. iskialgia : sepanjang N. ischiadicus (biasanya
menyerang L4-L5 dan L5-S1)
Nyeri neuritik
4. Berdasar patofisiologik
a. Nyeri fisiologik
Nyeri yang sederhana dimana stimuli berjalan singkat dan tidak
menimbulkan kerusakan jaringan
b. Nyeri inflamasi
Stimulus kuat atau berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
atau inflamasi jaringan
c. Nyeri neuropatik
Stimuli langsung mengenai saraf
Nyeri fisiologik dan nyeri inflamasi nyeri nosiseptif

d. Perbedaan nyeri inflamasi, nyeri neuropatik, nyeri fisiologis


o Nyeri inflamasi : karena inflamasi, berhubungan dengan
prostaglandin, mengakibatkan kerusakan jaringan
o Nyeri neuropatik : karena defek langsung pada saraf
o Nyeri fisiologis : di jalur protopatik, tidak mengakibatkan
kerusakan jarinagn

e. Perbedaan nyeri akut dan kronis


o Nyeri akut : lebih somatic, penyebabnya jelas
o Nyeri kronis : nyeri lebih visceral, penyebabnya tidak jelas

38
f. Mekanisme nyeri
Tergantung penyebabnya
Semua sel mempunyai prostaglandin, kecuali sel darah merah jika ada
kerusakan mengeluarkan PGE
Inflamasi memacu sitokin mengeluarkan PGE
Neuropatik entrapment
Fisiologik jalur protopatik ke pusat nyeri di thalamus

39
40
2. Nyeri Pinggang
a. Definisi
nyeri (sensasi yang tidak menyenangkan) yang dirasakan di daerah pinggang,
bisa radikuler (reffered pain) ataupun local. Dirasakan mulai di bawah costa
hingga ke atas gluteus.

b. Etiologi
Beserta klasifikasi:
i. Spondilogenik : vertebrae
ii. Viserogenik : organ visceral dalam pelvis

41
iii. Vaskulogenik : aneurisma
iv. Neurogenik : karena neurofibroba
v. Psikogenik : karena anxietas
Berdasarakan penyebab
o Mekanik : fraktur pada corpus vertebrae, stenosis spinalis,
arachnoiditis
o Non mekanik : sindrom neurology, kelainan sistemik, neoplasma
metastasis primer
spondilogenik
akibat gangguan vertebra dan jaringannya
viserogenik
akibat gangguan organ visera
vaskulogenik
akibat adanya gangguan vaskular
neurogenik
akibat sensitasi dari medulla spinalis
psikogenik
karena depresi atau anxietas

c. Klasifikasi
1. berdasar temporal
nyeri pinggang akut
nyeri pinggang yang berlangsung kurang dari 3 bulan
nyeri pinggang kronik
nyeri pinggang yang berlangsung lebih dari 3 bulan
2. berdasar jenis nyeri
nyeri local
bersifat lokal (setempat)
akibat proses patologis berupa iritasi saraf penghantar
impuls
nyeri ini biasanya terus menerus atau hilang timbul
terdapat factor modifikasi
nyeri rujukan
nyeri pada pinggang yang disebabkan lesi dari daerah lain
sukar terlokalisasi nyeri visceral
nyeri radikuler
nyeri pada daerah lain akibat nyeri pinggang
dipengaruhi factor dermatom
sifat nyeri tajam, tegas, terasa nyata dipermukaan tubuh dan
sesuai dermatom
terdapat factor modifikasi
nyeri akibat spasme otot
terjadi akibat tonus otot yang meningkat
d. factor risiko
i. usia
ii. jenis kelamin
iii. jenis pekerjaan

42
iv. antropometri (berat badan)
v. postur tubuh yang salah (misalnya: sering duduk membungkuk)

e. patogenesis
1. spondilogenik 1. Lig spinal (lig longitudinal post & anterior)
2. viserogenik 2. Kapsul dari sendi apophyse
3. vaskulogenik 3. Periosteum
4. neurogenik 4. Dinding pembuluh darah
5. psikogenik 5. Akar/radix saraf
6. Otot yang spasme
7. Facet articuler cartilago
8. Lapisan synovia dari facet

nyeri local
nyeri rujukan
nyeri radikuler
nyeri akibat spasme otot

a. nyeri pinggang akut


b. nyeri pinggang kronik
menurut etiologi
non mekanik : degeneratif, infeksi hematogen A. vertebralis
spinalis anteroposterior dan A. radikularis mengenai jaringan peka
nyeri (ligamentum, otot sekitar, cairan sinovial)
f. manifestasi klinis dan patofisiologi
nyeri di pinggang
HNP
o Pada L3 discus L2-L3 pada gluteus, paha belakang, lutut depan SLR (-)
o Pada L4 discus L3-L4 pada gluteus, paha belakang, medial lutut SLR
(+)
o Pada L5 discus L4-L5 gluteus dan dorsum pedis SLR (+)

g. Diagnosis Nyeri Pinggang


A. Anamnesis
a. Daerah mana dari punggung bawah yang terasa nyeri
b. Disertai nyeri dimana
c. Sifat nyeri bagaimana
d. Derajad rasa nyeri bagaimana
e. Mula timbul bagaimana
f. Ada panas apa tidak
g. Ada nausea dan vomitus apa tidak
h. Apakah nyeri ada hub. Dgn sikap tubuh
i. Apakah ada hub.dgn aktivitas tubuh

43
j. Apakah ada hub,dgn makan
k. Adakah kelainan BAB dan BAK
l. Pada wanita, apakah nyeri ada hub, dgn menstruasi
m. Apakah disertai massa yg keluar dari lubang tubuh
n. Riwayat Pengobatan terdahulu
B. Pemeriksaan Umum
1. Posisi Tegak
Apakah ada deformitas misalnya lordosis dan skoliosis
Adakah kemiringan pelvis
Bagaimana gerakan tulang belakang dalam keadaan fleksi, ekstensi,
laterofleksi, dan rotasi
2. Posisi Terlentang
Tes Lasegue : mengangkat tungkai ke atas pada posisi berbaring +
Tes Patrick : dng melakukan fleksi pinggul kemudian abduksi dan
eksorotasi +
Tes Kontra Patrick : pada tungkai dilakukan fleksi, aduksi dan
endorotasi pada sendi pinggul +
tes Valsava (+)
tes Naffzinger (+)
3. Posisi Tengkurap
Diperhatikan adanya nyeri tekan pada lamina dan nyeri ketok pada
daerah ginjal
C. Pemeriksaan Neurologik
1. Pemeriksaan Motorik
Adakah kelemahan dan kelumpuhan otot
Adakah gangguan sfingter ani dan uretrae
Bagaimana reflex patella dan Achilles
L5-S1 ekstensi jari ke V kaki berkurang, refleks Achilles (),
L4-L5 ekstensi ibu jari kaki berkurang, refleks patella ()
(Nyeri Pengenalan dan Tata Laksana, FK UNDIP, Semarang)
D. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi :
- pemeriksaan darah rutin : adanya tanda-tanda infeksi, px
serologi/rheumatoid factor, px adanya keganasan.
- urine rutin : adanya gangguan fungsi ginjal, adanya kelainan prostat/retensi,
adanya kanker prostat.
- Endokrin : kelainan tiroid/paratiroid, osteoporosis pada penderita tua.
( Nyeri Punggung Bawah , PERDOSSI )
E. Pemeriksaan Radiologik
Meliputi X-foto tulang belakang khususnya daerah lumbosakral (posisi AP,
lateral, dan oblik) dan X-foto pelvis. Pemeriksaan ini dapat mengungkapkan
adanya fraktur, spondilosis, keganasan, spondilitis angkilopoetika, osteoporosis
dan spondilosis
F. Pemeriksaan Tambahan
EMG, Mielografi, CT-Scan, MRI
(Nyeri Pengenalan dan Tata Laksana, FK UNDIP, Semarang)

Red flags

44
Adalah gejala atau tanda fisik yang memberi petunjuk akan adanya suatu
kelainan serius yang mendasari nyeri. Ini bisa didapat dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik.

Red Flags pada pasien NPB

Kelainan Red Flags


usia > 50 th atau <20 th
riwayat kanker
penurunan BB tanpa sebab yang jelas
Kanker/infeksi terapi imunosupresan
UTI, IV, drug abuse, demam, menggigil
nyeri punggung bawah tidak membaik setelah
istirahat
riwayat trauma yang bermakna
fraktur vertebra penggunaan steroid jangka panjang
usia > 70 th
retensi urin akut, atau overflow incontinence
sindroma kauda ekuina inkontinensia alvi/atoni sfingter ani
saddke anesthesia
paraparesis progresif/paraplegi

Yellow flags
Adalah factor psikologis yang member petunjuk bahwa nyeri pada
penderita NPB cenderung untuk berkembang menjadi kronik.
Kalau Red Flags memberi petunjuk kemungkinan adanya suatu kondisi
atau kelainan serius yang mendasari NPB, maka yellow flags adakah
factor biopsikososial yang dapat menghambat penyembuhan NPB
sehingga berkembang menjadi kronik.
Arti klinisnya adalah :
i. Sebagai factor risiko dan predictor untuk berkembangnya
NPB menjadi kronik.
ii. Menentukan bentuk intervensi awal untuk mencegah NPB
menjadi kronik, berupa cognitive-behavioral preventive
intervention.
Factor psikologis dapat memodifikasi nyeri dengan menaktivasi
inhibisi sentral terhadap nyeri, dan memodulasi proses nyeri
nosiseptif, hal ini berpengaruh terhadap persepsi, memori dan
perilakunya terhadap nyeri yang dapat dilihat dari respon
emosionalnya.
Factor psikologis dipengaruhi oleh lingkungan social, cultural,
sosio-ekonomi, usia dan jenis kelamin. Oleh karena itu dalam
penatalaksanaan nyeri bukan saja ditujukan pada mengatasi nyeri

45
secara biomedical, tetapi juga harus dimasukkan komponen
biopsikososial.

h. Diagnosis Banding
i. strain lumbal : nyeri pinggung saat pasien berdiri dan gerakan
berputar
ii. tumor
iii. reumatik

i. Penatalaksanaan
AKut , SubAkut
a. Obat-obatan : Non opioid (NSAID,aspirin,parasetamol,relaksan otot),
Opioid (morfin)
b. Analgetik regional : Low tech (blok saraf,analgetik lokal), High tech
(infus epidural)
c. Terapi alternatif, yaitu manipulasi spinal dan terapi fisik
(akupuntur,masase,TENS).
Terapi manipulasi :
Osteopathic , Untuk mengoptimalkan sirkulasi darah pada sistem
muskuloskeletal didaerah punggung bawah
Chiropratic , ditujukan kpd sistem saraf vertebra spinalis untuk
memperbaiki neurotransmisi
d. Pendekatan psikologi : metode relaksasi, hipnosis
e. Kembali ke aktivitas normal secepat mungkin, hindari mengangkat berat
f. Operasi : untuk skiatika, pseudoclaudication, spondilolitesis
Kronik
a. Terapi NPB yang akut,subakut seperti a-d dpt dipertimbangkan untuk
diberikan pada NPB kronik
b. Obat antidepresan seperti trisiklik antidepresan
c. Obat antikonvulsan
d. Epidural steroid
e. Back exercises
f. Terapi psikologis : cognitive-behavioral therpy, edukasi penderita
g. Terapi operatif : dilakukan bila terapi konservatif tdk berhasil dgn baik
atau atas indikasi bedah.
h. Rehabilitasi medik
( Nyeri Punggung Bawah , PERDOSSI )

j. Komplikasi
i. Perusakan psikososial persistent
ii. Diagnosis yang tidak tepat
iii. Nyeri pinggang kronik

k. Prognosis
Sebagian besar akan membaik, tetapi dapat terjadi kekambuhan sebanyak 5%.

Weaknes of Muscle
Lower motor neuron weakness Upper motor neuron weakness
(LMN) (UMN)
Flaccid Spasticity
46
Decreased tone Increased tone
Decreased muscle stretch reflexes Increased muscle stretch reflexes
Profound muscle atrophy Minimal muscle atrophy
BELLS PALSY
1. Definisi
Adalah kelumpuhan n. fasialis perifer akibat proses non supuratif, non neoplastik, non
degenerative primer, sering akibat edema jinak pada bagian n. fasialis di foramen
stylomastoideus mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.

2. Etiologi
Kausa kelumpuhan n. fasialis perifer sampai sekarang belum diketahui secara pasti.
Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan BP antara lain :
Sesudah bepergian jauh dengan kendaraan,
Tidur di tempat terbuka, tidur di lantai,
Hipertensi, Stres, Hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler, gangguan
imunologik, dan faktor genetic.

3. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan kronologinya. Bell's palsy selalu mengenai
satu sisi wajah; kelemahannya terjadi tiba - tiba dan dapat melibatkan baik bagian atas
atau bagian bawah wajah.

4. Manifestasi
Penderita merasakan ada kelainan dimulut pada saat bangun tidur, menggosok gigi atau
berkumuur, minum atau berbicara menggunakan cermin
a. Lesi di Luar Foramen Stilomastoideus
- Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat
- Sensasi dalam diwajah menghilang
- Lipatan kulit dahi menghilang

b. Lesi di Kanalis Fasialis


sama seperti a ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah dan
salivasi disisi yang terkena berkurang.

c. Lesi di Kanalis Fasiais Lebih Tinggi Lagi(Melibatkan M.Stapedius)


sama seperti a dan b ditambah dengan hiperakusis

47
d. Lesi yang Melibatkan Ganglion Genikulatum
sama seperti a, b, c disertai dengan nyeri dibelakang dan didalam liang telinga .

e. Lesi di Tempat Keluarnya Nervus Fasialis Dari Pons


sama seperti diatas disertai dengan terlibatnya nervus trigeminus, nervus
akustikus, n.abdusens ,n.aksesorius, n.hipoglosus.

5. Penatalaksanaan
a. Istirahat terutama pada keadaan akut

b. Medikamentosa
Prednison : pemberian sebaiknya selekas-lekasnya terutama pada kasus BP yang
secara elektrik menunjukkan denervasi. Tujuannya untuk mengurangi udem dan
mempercepat reinervasi. Dosis yang dianjurkan 3 mg/kg BB/hari sampai ada
perbaikan, kemudian dosis diturunkan bertahap selama 2 minggu.
c. Fisioterapi
Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium
akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh. Cara
yang sering digunakan yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore
atau dengan faradisasi.

d. Operasi
Tindakan operatif dilakukan apabila :
- tidak terdapat penyembuhan spontan
- pada pemeriksaan elektrik terdapat denervasi total (tidak ada rangsangan)

Carpal Tunnel Syndrom


1. Definisi

Carpal tunnel syndrome (CTS) adalah salah satu gangguan pada tangan karena terjadi
penyempitan pada terowongan karpal, baik akibat edema fasia pada terowongan
tersebut maupun akibat kelainan pada tulang-tulang kecil tangan sehingga terjadi
penekanan terhadap nervus medianus dipergelangan tangan. Perempuan 3x lebih
berpotensi terjadi CTS.

Gambar 1. Anatomi n. medianus

48
Gambar 2. Area sensorik n. medianus

2. Etiologi

i. Herediter neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy.


ii. Trauma dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan
dan tangan.
iii. Infeks tenosinovitis, tuberkulosis, dan sarkoidosis.
iv. Metabolik amiloidosis, gout.
v. Endokrin akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes
mellitus,hipotiroidisme, kehamilan.
vi. Neoplasma kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, myeloma.
vii. Penyakit kolagen vascular artritis reumatoid, polimialgia reumatika, skleroderma,
lupus eritematosus sistemik.
viii. Degeneratif osteoartritis.
ix. Iatrogenik pungsi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis,
hematoma, komplikasi dan terapi anti koagulan
x. Penggunaan tangan atau pergelangan tangan yang berlebihan dan repetitive diduga
berhubungan dengan sindroma ini.

49
3. Patogenesis

NYERI

PENEBALAN PENINGKATAN
ETIOLOGI FLEXOR KRONIS TEKANAN
RETINAKULUM INTRAFASIKULER

PENURUNAN ALIRAN DARAH


50
ANOKSIA V. INTRAFASIKULER
4. Diagnosis

Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis dan perkuat dengan


pemeriksaan yaitu :

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian


khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes
provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS adalah :

a. Phalen's test
Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu
60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa
penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa
CTS.

51
b. Tinel's sign
Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah
distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan karpal
dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)

Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif


dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak
dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus CTS.
Pada 15-25% kasus, KHS ( Kecepatan Hantar Saraf ) bisa normal. Pada yang lainnya
KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan
adanya gangguan pada konduksi safar di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih
sensitif dari masa laten motorik.

3. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah


ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto polos leher berguna untuk
menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT-scan dan MRI dilakukan
pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.

4. Pemeriksaan Laboratorium

Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya
gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula
darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.

Differential Diagnosis

52
5. Gejala Klinis

1. Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja berupa parestesia
(malam hari), kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik
(tingling) pada jari dan setengah sisi radial jari sesuai dengan distribusi sensorik
nervus medianus.
2. Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat.
3. Nyeri di tangan dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering
membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri agak berkurang bila dipijat atau
digerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih
tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan
tangannya.

6. Penatalaksanaan

Pengobatan atau terapi CTS harus dilakukan sedini mungkin dan dibawah
pengawasan dokter. Terapi yang dilakukan selain ditujukan langsung terhadap CTS,
terapi juga harus diberikan terhadap keadaan atau penyakit lain yang mendasari terjadinya
CTS. Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu :

1. Terapi langsung terhadap CTS

a. Terapi konservatif

1. Istirahatkan pergelangan tangan.

2. Obat anti inflamasi non steroid.


53
3. Pemasangan bidai pada posisi netral
pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang
terus-menerus atau hanya pada malam hari
selama 2-3 minggu.

4. Injeksi steroid :

- Deksametason 1-4 mg atau

- Hidrokortison 10-25 mg atau

- Metilprednisolon 20 mg atau 40 mg

Diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum


no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di
sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum berhasil,
suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan operasi dapat
dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali
suntikan.

5. Vitamin B6 (piridoksin)

CTS yang diakibatkan defisiensi piridoksin piridoksin 100-300 mg/hari


selama 3 bulan. Dosis besar dapat menimbulkan neuropati.

6. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.

b. Terapi operatif

Operasi hanya dilakukan pada kasus:

1. Tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif


2. Terjadi gangguan sensorik yang berat
3. Atrofi otot-otot thenar.

Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang
paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis

54
lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi
konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi
relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten.

2. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS

Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi, sebab
bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Pada keadaan di mana CTS
terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun
pencegahan.

MYASTENIA GRAVIS
1. Definisi

Penyakit autoimun pada transmisi neuromuskular junction yang diakibatkan oleh antibodi
yang menyerang reseptor asetilkolin atau melawan muscle spesific receptor tyrosine kinase

2. Etiologi

Autoimun

3. Diagnosis

a. Anamnesis : memenuhi gejala klinis MG


b. PF : menunjukkan tanda-tanda sesuai gejala klinis MG
c. Px. Penunjang :
- Repetitive Nerve Stimulation
- Simple filter EMG
d. Laboratorium :
- Pemeriksaan endrophorium chloride (Tensilon)
- Antibodi terdapat acethylcholine receptor (AchR)

Diagnosis Banding

55
1. Histeria
2. Multiple Sclerosis
3. Sympthomatic Miasthenia
4. Syndroma Moebius
5. Cholinergic Crisis

4. Manifestasi

Kelemahan/kelumpuhan otot yang tidak berhubungan dengan kelemahan secara


umum.

2/3 pasien : gangguan gerak bola mata, ptosis, diplopia

1/6 pasien : kelemahan otot farings, kesulitan mengunyah, menelan dan berbicara

10% : - Kelemahan ekstremitas


- Kelemahan otot ringan pagi hari dan memberat jika siang,
seiring aktivitas
- Kelemahan bersifat progresif
- Setelah 15-20 tahun kelumpuhan menetap
- Faktor yang memperparah gejala :
Emosi, infeksi viral, hypothyreodenasi, kehamilan, panas, obat
transmisi neuromuscular
- Pemeriksaan pita suara
Tanda Khas Myastenia Gravis

- Kelemahan otot voluntar berfluktuasi, terutama otot wajah dan otot ekstraokular
- Kelemahan otot meningkat dengan aktivitas
- Kekuatan otot meningkat setelah istirahat
- Kekuatan otot meningkat sebagai respons tehadap pengobatan

National Myastenia Gravis Foundation (Patofisiologi Sylvia)

5. Penatalaksanaan

Acetyl cholinesterase inhibitors : pyridostigmin bromide (Mestinon) ,


neustigramin bromide (prostigmin) menurunkan hidrolisis enzim Ach pada
sinaps cholinergic ChE.

Imunoglobulin IV

Kortikosteroid : Prednison 1,5 2 mg/kgBB

Thymectomy (bedah toraks mayor untuk mengangkat kelenjar timus)

Indikasi:

56
Timoma

Generalized myastenia yang tidak terkontrol dengan antikolinesterase


(< 50 th, 6-12 bulan tidak ada remisi spontan)

SGB
1. Definisi

Penyakit demyelinasi akut, yang terutama mengenai susunan saraf tepi. Penyakit
inflamasi pada sistim saraf tepi mempunyai karakteristik adanya infiltrasi limfosit dan
makrofag dengan destruksi myelin . Salah satu penyakit sistem saraf perifer yang
mengancam nyawa yang tersering.

2. Etiologi

Penyebab : autoimmun

Target Antigen biasanya tidak diketahui

Pada beberapa kasus: Target serangan imun gangliosida (GM1, GQ1b)

Faktor presipitasi:

Infeksi virus (HIV, CMV, varicella zoster)

Infeksi bakteri (campylobacter jenjuni, typhoid, paratyphoid)

Immunisasi

Sistemik (Hodgkins disease, leukemia, hipertiroidisme, sarkoidosis)

Transplantasi organ, operasi, kehamilan

3. Diagnosis

a. Anamnesis : Riwayat penyakit sebelumnya atau vaksinasi

b. Dari pemeriksaan fisik (Physical Exam)

57
- Kelemahan n. cranialis VII,VI,III,V,IX,X
- Kelemahan extremitas bawah, ascenden, asimetris upper extremitas, facial
- Reflex : absen atau hiporeflex
- Reflex patologi : -

c. Laboratoratorium:

i. Peningkatan kadar protein pada pemeriksaan LCS >0,55 g/l dan rendahnya
jumlah sel <10 lymposit/mm3 di LCS (disosiasi sitoalbumin) dengan cara pungsi
lumbal

ii. Electromyography (EMG) untuk megetahui adanya blok konduksi saraf atau
tidak
KRITERIA GBS MENURUT GILROY DAN MEYER (1979)

1. Paralisis flasid simetris, difus

2. Gejala sensoris subyektif

3. Penyembuhan sempurna dalam 6 bulan

4. Disosiasi citoalbumin

5. Tanpa atau sedikit demam saat muncul paralysis

6. AL normal atau lymphositosis dengan sedikit atau tanpa kenaikan


KED.

Dx. GBS : Harus memenuhi 5 kriteria dari 6 kriteria

58
Diagnosis Banding :

Polineuropati terutama karena defisiensi metabolic


Tetraparesis penyebab lain
Hipokalemi
Miastenia gravis

4. Manifestasi

- Gangguan Motorik:

Paralisis yang akut dan progressif, simetris pada extremitas bawah dan atas,
bersifat asenden dimulai dari distal ke proksimal (bisa menyebabkan
kematian akibat kegagalan otot pernafasan)
Puncak deficit dicapai 4 minggu, recovery 2-4 minggu.
Gangguan n. cranialis bisa terjadi : facial drop, diplopia, disatria, disfagi

- Gangguan sensorik

Gangguan sensorik bersifat ringan.


Bisa parestesi,baal atau sensasi sejenis.
Stocking, dan glove sensory loss (dysesthesia).

- Gangguan otonom:

59
Takikardi, bradikardi, flushing paroxysmal, hipertensi ortostatik dan
anhidrosis.
Retensio urin dan ileus paralitik.
Gangguan pernafasan : dyspnoe,nafas pendek, sulit menelan, bicara sesak,
gagal nafas.
- Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai

5. Penatalaksanaan

- Tidak ada drug of choice


- Waspadai memburuknya perjalanan klinis dan gangguan pernafasan
- Bila ada gangguan pernafasan rawat di ICU
- Robaransia saraf parenteral
- Perlu NGT bila kesulitan mengunyah / menelan
- Kortikosteroid masih kontroversial, bila terjadi paralisis otot berat maka perlu
kortikosteroid dosis tinggi
- Plasmafaresis beberapa pasien member manfaat terutama kasus akut
- Plasma 200-250 ml/kg BB dalam 4-6x pemberian sehingga waktu sehari diganti cairan
kombinasi garam + 5% albumin
- Immunoglobulin iv (expert consensus) : IV Ig direkomendasikan untuk terapi GBS
0,4g/kgBB/hari selama 5 hari berturut-turut ternyata sama efektifnya dengan
penggantian plasma. Expert consensus merekomendasikan IV Ig sebagai pengobatan
GBS.

SKILL

ANAMNESIS KASUS NYERI KEPALA


No. Item yang Dinilai
1. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri
2. Ketrampilan menjaga proses anamnesis :
Menggunakan bahasa verbal
Menunjukkan empati
Menjadi pendengar yang baik
3. Menanyakan identitas
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
4. Keluhan utama
5. Lokasi dan distribusi nyeri
6. Onset
7. Kualitas nyeri
8. Kuantitas :frekuensi, durasi, severity
9. Kronologis
10. Faktor yang memerberat dan memeringan
11. Gejala penyerta
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

60
12. Apakah pernah sakit ini
Penyakit yang berhubungan dgn faktor risiko
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
13. Adakah keluarga yg sakit seperti ini
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
15. Mengucapkan terimakasih dan hasil pemeriksaan

PEMERIKSAAN FUNGSI MOTORIK


No. Item yang Dinilai
1. Mengucapkan salam dan informed consent
2. Berdiri di sebelah kanan pasien
Melakukan pemeriksaan ekstremitas superior
3. Inspeksi : adakah drop hand, claw hand, pitcher hand, kontraktur, warna kulit
4. Palpasi : pada kedua belah sisi lengan ats dan bawah kmd dibandingkan adakah
nyeri tekan, udem, merasakan palpasi pada otot apakah kenyal, lembek, kendor,
kontur hilang, kenyal spastik, terasa lebih tegang
5. Menilai gerakan secara aktif dgn pasien diminta untuk menggerakkan pada sendi
bahu, siku, dan jari jari apakah bebas (B), bebas terbatas (BT), atau tidak dapat
menggerakkan (T)
6. Menilai kekuatan : bila pasien tidak sadar, diobservasi gerakan yang tampak
Bila pasien sadar diminta menggerakkan sendi siku, dan menilai kekuatan apakah
0/1/2/3/4/5
7. Pemeriksaan tonus : tangan kiri memegang siku, tangan kanan menggerakkan
berkali-kali dari perlahan lalu makin cepat kemudian dinilai tahanan yang terasa
dan dibandingkan kanan&kiri
8. Menilai trofi: dengan menilai adakah perbedaan ukuran otot pada ekstremitas
atas kanan &kiri
Melakukan pemeriksaan ekstremitas inferior
9 Inspeksi : adakah drop foot, claw foot, pitcher hand, kontraktur, warna kulit
10. Palpasi : pada kedua belah sisi tungkai atas dan bawah kmd dibandingkan adakah
nyeri tekan, udem, merasakan palpasi pad aotot apakah kenyal, lembek, kendor,
kontur hilang, kenyal spastik, terasa lebih tegang
11. Menilai gerakan secara aktif dgn pasien diminta untuk menggerakkan pd sendi
panggul, lutut, dan pergelangan kaki apakah bebas (B), bebas terbatas (BT), atau
tidak dapat menggerakkan (T)
12. Menilai kekuatan : bila pasien tidak sadar, diobservasi gerakan yang tampak
Bila pasien sadar diminta menggerakkan sendi panggul/lutut/pergelangan kaki,
dan menilai kekuatan apakah 0/1/2/3/4/5
13. Pemeriksaan tonus : tangan kiri memegang lutut, tangan kanan menggerakkan
berkali-kali dari perlahan lalu makin cepat kemudian dinilai tahanan yang terasa
dan dibandingkan kanan&kiri
14. Menilai trofi: dengan menilai adakah perbedaan ukuran otot pada ekstremitas
bawah kanan &kiri
15. Mengucapkan terimakasih
Menyampaikan hasil peemriksaan

PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS


No. Item yang Dinilai
1. Mengucapkan salam dan IC

61
EKSTREMITAS SUPERIOR
2. Refleks tendo Biceps (C5-6, n. Musculocutaneus)
Respon : kontraksi m. Biceps brachii/flexi lengan
3. Refleks triceps (C6-8, n. Radialis)
Respon : kontraksi m. Triceps brachii/ekstensi lengan bawah
4. Refleks periostium radialis (c5-6, n. Radialis)
Respon : supinasi tangan krd kontraksi m. Brachioradialis
5. Refleks periostium ulnaris (C8-T1, n. Ulnaris)
Respon : pronasi tangan
EKSTREMITAS INFERIOR
6. Refleks patella (L2-4, n. Femoralis)
Respon : ekstensi tungkai bawah krn kontraksi m. Quadriceps femoris

7. Refleks akhilles (L5,S1-2, n. Tibialis)


Respon : plantarfleksi karena kontraksi m. Gastrocnemeus

8. Klonus patella : os patella didorong ke distal


Respon (+) : bila secara reflektorik m. Quadriceps femoris berkontraksi scr
berulang, dan klonus timbul selama os. Patella tetap didorong
9. Klonus kaki : kaki di dorsofleksikan secara berlebihan
Respon (+) : bila otot betis akan teregang dan akan bereaksi dengan
memendekkan dirinya. Kontraksi berlangsung berulang selama dorsoflexi
dilakukan terus
10. Mengucapkan terimakasih dan menjelaskan hasil pemeriksaan

CHECKLIST PEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIS


No. Item yang Dinilai Nilai
1 Mengucapkan salam dan informed consent

62
2 Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien
Ekstremitas Superior
3 Rf. Hoffman : goresan pada kuku jari tengah pasien
dengan ujung kuku ibu jari kita.
Respon (+) : bila ibu jari, jari telunjuk serta jari lain
berrefleksi sejenak setiap kali kuku jari tengah penderita
digores.
4 Rf. Tromner : colekan pada jari tengah pasien dari
permukaan dalam.
Respon (+) : bila jari telunjuk dan ibu jari dan jari
lainnya berrefleksi setiap kali jari tengah dicolek.
Ekstremitas Inferior
5 Rf. Babinski : menggores telapak kaki bagian lateral
dari bawah ke atas medial.
Repon (+) : bila dorsofleksi ibu jari dan ke 4 jari yang
lain abduksi lateral.
6 Rf. Chaddock : menggores kulit dorsum pedis di lateral
maleolus eksterna.
Respon (+) : bila dorsofleksi ibu jari dan ke 4 jari yang
lain abduksi lateral.
7 Rf. Gonda : memfleksikan maksimal jari kaki keempat
dengan memegang lateral jari kemudian dilepas
sekonyong-konyong.
Respon (+) : bila dorsofleksi ibu jari dan ke 4 jari yang
lain abduksi lateral.
8 Rf. Openheim : menggores sepanjang os. tibia dari
proksimal ke distal dengan sendi interphalangeal jari
telunjuk dan jari tengah mengepal.
Respon (+) : bila dorsofleksi ibu jari dan ke 4 jari yang
lain abduksi lateral.
9 Rf. Gordon : memencet gastrocnomeus / betis secara
keras.
Respon (+) : bila dorsofleksi ibu jari dan ke 4 jari yang
lain abduksi lateral.
10 Rf. Schaeffer : memencet tendon achilles secara keras.
Respon (+) : bila dorsofleksi ibu jari dan ke 4 jari yang
lain abduksi lateral.
11 Rf. Bing : penusukan pada kulit yang menutupi
metatarsal kelima (dorsum pedis).
Respon (+) : bila dorsofleksi ibu jari dan ke 4 jari yang
lain abduksi lateral.
12 Rf. Rossolimo : pengetujan telapak kaki bagian
metatarsal.
Respon (+) :gerakan jari-jari kaki akan berfleksi sejenak
di sendi-sendi interphalangeal setiap pengetukkan.
13 Rf. Mendel Becthrew : pengetukkan pada kulit dorsum
pedis yang menutupi os. kuboid.
Repon (+) : bila dorsofleksi ibu jari dan ke 4 jari yang
lain abduksi lateral.

63
14 Mengucapkan terimakasih dan menyampaikan hasil
pemeriksaan.

PEMERIKSAAN NERVI KRANIALIS


No. Item yang Dinilai
1 Mengucapkan salam dan IC
2 Pemeriksa di kanan pasien
3 N. I (Olfactorius) : daya penghiduan
4 N. II (Opticus)
Tajam penglihatan
Lapang penglihatan
Melihat warna
Fundus okuli
5 N. III (Occulomotorius)
Sela mata
Pergerakan bulbus
Strabismus
Eksofthalmus
Pupil : besar, bentuknya
Reflek cahaya
Reflek konvergensi
Diplopia
6 N. IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata
Strabismus
Diplopia
7 N. V (Trigeminus)
Membuka mulut
Mengunyah
Menggigit
Reflek kornea
Sensibilitas wajah
8 N. VI (Abducens)
Pergerakan bola mata
Strabismus
Diplopia
9 N.VII (Facialis)
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Meringis/tersenyum/bersiul
Pengecapan 2/3 anterior lidah
10 N.VIII (Vestibulocochlearis)
Suara gesekan jari
Tes weber
Tes rinne
11 N. IX (Glossopharyngeus)
Sensibilitas faring
Pengecapan 1/3 posterior lidah

64
12 N.X (Vagus)
Arcus pharing
Menelan
Nadi
13 N.XI (Accesorius)
Mengangkat bahu
Memalingkan kepa
14 N.XII (Hypoglossus)
Menunjukkan lidah : ada deviasi atau tidak
Tremor
Fasikulasi
Atrofi papil
Artikulasi
15 Mengucapkan terimakasih dan menyampaikan hasil pemeriksaan

CHECKLIST PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL


No Item yang Dinilai
1 Mengucapkan salam dan informed consent
2 Pemeriksa di kanan pasien
3 Kaku kuduk : kepala difleksikan sampai dagu menyentuh sternum
Positif bila ada tahanan
4 Kernig sign: tungkai difleksikan 90o di sendi panggul, kemudian tungkai bawah
diekstensikan membentuk sudut 135o
Positif bila sebelum 135 ada tahanan atau nyeri yang biasa dilihat dari mimik
atau flexi lutut kontralateral
5 Brudzinski I (neck sign): kepala difleksikan sampai dagu menyentuh sternum
Positif bila terjadi gerakan flexi secara reflektorik pada kedua tungkai
6 Brudzinski II (chick sign): penekanan pada kedua os zygomaticus
Positif bila terjadi gerakan fleksi reflektorik kedua siku
7 Brudzinski III (simphysis sign): penekanan pada supra symphisis
Positif bila terjadi gerakan fleksi reflektorik pada kedua tungkai di sendi panggul
dan lutut
8 Brudzinski IV (leg sign): tungkai bawah difleksikan maksimal di sendi panggul
Positif bila terjadi gerakan fleksi tungkai kontralateral
9 Mengucapkan terimakasih dan menyampaikan hasil pemeriksaan

CHECKLIST PEMERIKSAAN NYERI PINGGANG


No. Item yang Dinilai
1 Mengucapkan salam dan informed consent
2 Inspeksi :
cara berjalan
berjalan dengan tumit
berjalan dengan jinjit
jongkok berdiri
3 Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien
4 Inspeksi vertebra : lurus, skoliosis, deformitas (gibbus)
Palpasi : kontraksi otot-otot paravertebra, proc. spinosus
Px. Range of movement

65
5 Tes Laseque :
tungkai difleksikan di sendi panggul dengan sendi lutut tetap lurus.

Pemeriksaan ini dikatakan positif bila < 70o terasa nyeri di daerah bokong
yang menjalar ke tungkai sepanjang perjalanan nervus ischiadicus
(mencantumkan/menyebutkan berapa derajat fleksi di sendi panggul sehingga
menimbulkan nyeri)
Interpretasi adanya iritasi nervus ischiadicus
6 Tes Patrick
Caranya : dengan menempatkan tumit atay maleolus eskterna tungkai yang
sakit pada lutut tungkai lainnya, kemudian diadakan penekanan pada lutut
yang difleksikan itu.
Test ini dikatakan positif bila timbul nyeri di sendi panggul yang terkena
penyakit.

Interpretasi dicurigai adanya proses patologi di coxae


7 Tes Kontra Patrick
Caranya : lipat tungkai yang sakit dan endorotasikan serta abduksilan,
kemudian lakukan penekanan sejenak pada lutut tungkai tersebut.
Pemeriksaan dikatakan positif bila nyeri didaerah bokong

66
Interpretasi dicurigai adanya proses patologi di articulatio sacroiliaca
8 Pemeriksaan kekuatan tungkai bawah
9 Refleks Fisiologis : reflek Patella dan achilles
10 Mengucapkan terimakasih dan menyampaikan hasil pemeriksaan

PEMERIKSAAN TAMBAHAN UNTUK NYERI


No. Item yang Dinilai
1 Px. Lhermitte : pasien duduk dan dilakukan penekanan pada kepala pasien
dalam berbagai posisi kepala (miring kanan, miring kiri, tengadah, dan
menunduk).
Positif : bila timbul nyeri radikuler sesuai dengan tingkat kompresi atau
memperhebat nyeri radikuler.

2 Px. Naffziger : pemeriksa menekan kedua vena jugularis dan memint pasien
mengejan (posisi pasien boleh duduk/berdiri atau berbaring).
Posititf : bila timbul nyeri radikuler yang melintas kawasan dermatom sesuai
dengan tingkat proses patologi di bagian lumbo-sakral (pinggang).

3 Px. Valsava : meminta pasien mengejan sambil menahan napas.

67
Positif : bila timbul nyeri radikuler yang berpangkal di tingkat cervical dan
menjalar ke lengan.
4 Phalen sign : kedua tangan pasien ditekukkan di sendi pergelangan tangan,
kemudian kedua dorsum manus ditekan satu dengan yang lainnya sekuat-
kuatnya. Pertahankan 60 detik.
Positif : timbul nyeri atau parestesi pada pergelangan tangan yang menjalar ke
jari-jari.

5 Tinnel sign : penekanan pada ligamentum volare di bagian volar pergelangan


tangan.
Positif : bila timbul nyeri atau parestesi selama penekanan pada distribusi N.
medianus (digiti I, II, III, dan bagian radial digiti IV).

6 Finkeltsein sign : pasien diminta mengapal dengan ibu jari digenggam,


kemudian pasien diminta melakukan ulnofleksi tangan di sendi pergelangan
tangan.
Positif : bila timbul nyeri ketika melakukan gerakan tsb.

68
INTEGRATED PATIENT MANAGEMENT
Skenario 1
Seorang pasien laki-laki umur 43 tahun datang ke praktek dokter umum dengan
keluhan wajah perot. Keluhan tersebut disadari ketika bangun tidur pagi. Penderita juga
mengalami kesulitan berkumur-kumur pada waktu sedang menggosok gigi.
Instruksi: lakukan anamnesis dan pemeriksaan neurologi terkait kasus tersebut dan
apa diagnosis kasus di atas? (diagnosis klinis, diagnosis topik, diagnosis etiologi)

No. Item yang dinilai


1. Mengucapkan salam
2. Keluhan utama
Anamnesis
3. Riwayat penyakit sekarang:
Onset: mendadak/perlahan-lahan
Keadaan pasien saat onset: sedang, beristirahat atau beraktivitas
Kualitas: menerangkan sejauh mana kekuatan penyakit tersebut
Kuantitas: menerangkan sejauh mana kelainan tersebut perlu bantuan
orang lain dalam melakukan ADL
Kronologis: menerangkan saat masuk RS kemudian ditarik ke belakang
riwayat kejadian penyakit tsb
Faktor yang memperberat dan memperingan
Gejala penyerta: demam, mual/muntah, sakit kepala, kejang
4. Riwayat penyakit dahulu:
Penyakit/kebiasaan yang berhubungan dengan faktor risiko: DM, hipertensi,
dislipidemia, hiperuricemia, merokok, penyakit jantung
5. Riwayat penyakit keluarga:
Adakah keluarga yang sakit seperti ini
6. Riwayat sosial ekonomi
Pemeriksaan neurologi
7. Inform consent
8. Posisi pemeriksa di sebelah kanan pasien
9. Px. Nervus VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Meringis/tersenyum/bersiul
Interpretasi: beda kelumpuhan perifer dan sentral
Diagnosis
10. Diagnosis klinis
Diagnosis topik
Diagnosis etiologi
11. Mengucapkan terima kasih dan menyampaikan hasil pemeriksaan

Skenario 2
Seorang wanita usia 59 tahun datang ke dokter umum dengan pusing berputar disertai
keluhan bicara pelo sejak 2 hari yang lalu. Keluhan tersebut muncul mendadak ketika bangun
tidur.
Instruksi:
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan neurologi pada penderita di atas

69
Apa diagnosis klinis, topik, dan etiologi pasien di atas?

No. Item yang dinilai


1. Mengucapkan salam
2. Keluhan utama
Anamnesis
3. Riwayat penyakit sekarang:
Onset: mendadak/perlahan-lahan
Keadaan pasien saat onset: sedang, beristirahat atau beraktivitas
Kualitas: menerangkan sejauh mana kekuatan penyakit tersebut
Kuantitas: menerangkan sejauh mana kelainan tersebut perlu bantuan
orang lain dalam melakukan ADL
Kronologis: menerangkan saat masuk RS kemudian ditarik ke
belakang riwayat kejadian penyakit tsb
Faktor yang memperberat dan memperingan
Gejala penyerta: demam, mual/muntah, sakit kepala, kejang
4. Riwayat penyakit dahulu:
Penyakit/kebiasaan yang berhubungan dengan faktor risiko: DM, hipertensi,
dislipidemia, hiperuricemia, merokok, penyakit jantung
5. Riwayat penyakit keluarga:
Adakah keluarga yang sakit seperti ini
6. Riwayat sosial ekonomi
Pemeriksaan neurologi
7. Inform consent
8. Posisi pemeriksa di sebelah kanan pasien
9. Px. Nervus XII (Hipoglossus)
Menjulurkan lidah, ada deviasi atau tidak
Tremor, fasikulasi, atrofi papil
Artikulasi
Interpretasi: beda kelumpuhan perifer dan sentral
Diagnosis
10. Diagnosis klinis
Diagnosis topik
Diagnosis etiologi
11. Mengucapkan terima kasih dan menyampaikan hasil pemeriksaan

70

Anda mungkin juga menyukai