ATLS
Pembimbing :
Disusun Oleh :
KEPANITERAAN KLINIK
2016
ATLS
Tenggelam
Kecelakaan
Serangan jantung
Kesetrum listrik
Kehabisan oksigen dan darah
Pangkal lidah yang menutupi tenggorokan
Tujuan dari bantuan hidup dasar adalah menormalkan kembali sistem tubuh antara lain yaitu :
- Sirkulasi pernapasan
Penanganan bantuan hidup dasar merupakan suatu tindakan untuk mencegah terjadinya
kematian. Dari jenis kematian dibagi 2 yaitu :
Mati klinis : Keadaan tanpa napas dan nadi yang baru terjadi sekitar 4-6 menit (bersifat
reversible) belum terjadi kerusakan sel-sel otak.
Mati biologis : suatu keadaan tanpa napas dan denyut nadi yang terjadi lebih dari 8
menti, atau adanya tanda-tanda mati.
Doktrin pertolongan pasien gawat adalah Time saving is life saving, dimana waktu dan data
dasar untuk bertindak sangat terbatas. Sehingga diperlukan konsep berpikir sederhana, tindakan
sistematik dan ketrampilan yang memadai dalam menolong pasien. Prognosis pasien trauma
paling baik pada jam pertama atau yang disebut The Golden Hour.
Trauma meruupakan salah satu yang membutuhkan tindakan bantuan dasar, trauma di negara
berkembang banyak menghadapi kendala sehingga menyebabkan perbedaan konsep penanganan.
Yang disebabkan oleh berbagai macam kendala berupa sumber dana, sumber fasilitas dan
komunikasi yang terbatas. Karena oleh karena keterbatasan ini maka tetap berarah ke
pertolongan individu, membantu dan mengembangkan sistem dan melihat ke arah prevensi.
Pedoman penanganan Hidup dasar (Basic and Advance Life Therapy Support) adalah A, B, C.
Airway
Breathing
Circulation
Drugs
ECG
Fibrilation Treatment
Basic and Advance Life Therapy Suppport (Sekarang) :
Airway
Breathing
Circulation
Disabilty
Exposure/ Enviroment
Tujuan :
ATLS terdiri dari Initial Assesment. Initial Assesment adalah penilaian awal yang cepat tepat dan
sistematis terhadap pasien trauma. Initial Assesment terdiri dari 10 langkah, yaitu:
1. Persiapan
Persiapkan : ruangan / daerah resusitasi, perlengkapan airway & sudah dicoba, ringers
lactate yg sudah dihangatkan, perlengkapan monitoring.
2. Triase
Pemilihan korban berdasarkan kebutuhan ABCnya, tingkat cedera, serta fasilitas yang
ada.
- Golongan Nol (hitam) : Pasien sudah tidak dapat diselamatkan lagi (meninggal
seketika).
- Golongan Pertama (merah) : Pasien yang paling diutamakan untuk ditolong,
biasanya pasien yang cedera berat seperti cedera maksilofasial, cedera thorax, cedera
abdomen, dimana semua cedera tersebut disertai dengan syok hipovolemik. Luka
bakar yang berat dan fraktur terbuka juga termasuk dalam pelabelan golongan
pertama.
- Golongan Kedua (kuning) : Biasanya pasien dengan trauma seperti fraktur
ekstremitas, cedera abdomen, cedera thorax yang semuanya tanpa disertai syok
hipovolemik.
- Golongan Ketiga (hijau) : Pasien dengan trauma ringan, misalnya hanya terdapat
erosi-erosi pada kulitnya.
Adalah penilaian utama terhadap pasien, dilakukan dengan cepat, bila ditemukan hal
yang membahayakan nyawa pasien, langsung dilakukan tindakan resusitasi.
- A : AIRWAY. Jika pasien sadar : Dengarkan suara yang dikeluarkan pasien, ada
obstruksi airway atau tidak. Jika pasien tidak sadar : Look ; ada sumbatan airway atau
tidak, Listen; suara-suara nafas, Feel ; hembusan nafas pasien.
Untuk mengetahui dan menilai pasien sadar atau tidak, kita menilai dengan mengajak
bicara pasien. Jika pasien dapat menjawab dengan baik maka dapat dinilai kesadaran
pasien dan tidak adanya sumbatan pada jalur pernapasan pasien.
Kalau terjadi obstruksi parsial maka pasien akan menunjukan tanda bunyi nafas
tambahan. Beberapa bunyi nafas itu antara lain:
3. Snorg (mengorok) = biasa nya obstruksi karenan lidah terlipat dan pasien dalam
keadaan tidak sadar. Penangannya yang pertama dengan membuka mulut pasien
dengan jalan; chin lift atau jaw trust. Kemudian diikuti dengan membersihkan
jalan nafas melalui finger sweep (cara ini tidak amam karena memungkinkan
trauma mekanik pada jari dokter) atau melalui bantuan instrumen.
a. Multiple trauma
b. Terdapat jejas di daerah serviks ke atas
c. Penurunan kesadaran.
d. Jika semuanya gagal, maka terapi bedah menjadi pilihan terakhir.
Jika terjadi dalam waktu yang lama keadaan pasien akan makin parah maka akan muncul tanda-
tanda berupa yaitu :
Gelisah (hipoksia)
Gerak otot nafas tambahan (tracheal tug, retraksi sela iga)
Gerak dada dan gerak paradoksal
Sianosis (Tanda lambat)
Orofaringeal tube
Nasofaring tube
Necklift
(Necklift, jawthrust dan chinlift kontraindikasi pada pasien dengaan trauma cervikal)
Chinlift
Jawthrust
Cricotiroidotomy
* Obstruksi airway totalis : yaitu penghambatan jalan nafas secara total, biasanya
karena tersedak. Jika pasien tidak sadar, bisa terjadi sianosis, dan resistensi
terhadap nafas buatan. Jika pasien sadar, pasien akan terlihat berusaha bernafas
dan memegang lehernya dalam keadaan sangat gelisah, bisa ditemukan sianosis.
Pada Airway juga harus diperhatikan kontrol servikal , karena harus dipastikan ada
trauma atau fraktur servikal/tidak. Trauma dari Os. Clavicula keatas sudah dianggap
pasien trauma inhalasi.
Pada korban trauma yang tidak sadar adan atau tidak diketahui mekanisme terjadinya
trauma dengan pasti, meskipun tidak ditemukan adanya tanda cedera leher, patut
dicurigai mengalami cedera leher. Tindakan yang menyebabkan bergeraknya servikal
pada cedera leher dapat menyebabkan henti napas dan henti jantung seketika.
Kontrol servikal dapat dilakukan dengan bantuan colar neck atau dengan bantuan benda
keras lainnya yang dapat menahan kepala dan leher untuk tidak bergerak. Dapat pula
menggunakan kedua tangan atau paha penolong (jika penolong lebih dari 1 orang) sambil
melakukan control pada jalan napas korban.
- B : BREATHING. Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang
baik meliputi: fungsi paru baik, dinding dada dan diafragma. Nilai frekuensi
pernafasannya, lihat ada sesak atau tidak, lihat ada trauma di thorax atau tidak,
tanda-tanda sianosis juga harus diperhatikan.
Lihat keadaan torak pasien, ada atau tidak cyanosis, dan kalau pasien sadar maka pasien
mampu berbicara dalam satu kalimat panjang. Keadaan dada pasien yang mengembung
apalagi tidak simetris mungkin disebabkan pneuomotorak atau pleurahemorage. Untuk
membedakannya dilakukan perkusi di daerah paru. Suara paru yang hipersonor
disebabkan oleh pneumotorak sementara pada pleurahemorage suara paru menjadi
redup. Penanganan pneumotorak ini antara lain dengan menusukan needle 14 G di
daerah yang hipersonor atau pengguanan chest tube.
Hal yang dapat dilakukan antara lain Resusitasi Paru, bisa dilakukan melalui :
a. Mouth to mouth
b. Mouth to mask
c. Bag to mask (Ambu bag).
b. Face mask/ rebreathing mask. Saturasi oksigen melalui face mask hanya
sebesar 35-60%.
- Memeriksa denyut nadi (radialis atau carotis). Pada orang dewasa dan anak-anak,
denyut nadi diraba padaarteri radialis dan arteri carotis (medial dari M.
Sternocleidomastoideus). Sedangkan pada bayi, meraba denyut nadi adalah pada
A.Brachialis, yakni pada sisi medial lengan atas. Frekuensi denyut jantung pada orang
dewasa adalah 60-100 kali/menit. Bila kurang dari 50 kali/menit disebut bradikardi dan
lebih dari 100 kali/menit disebut takikardi. Bradikardi normal sering ditemukan pada atlit
yang terlatih. Pada bayi frekuensi denyut jantung adalah 85-200 kali/menit sedangkan
pada anak-anak adalah 60-140 kali/menit. Pada syok bila ditemukan bradikardi
merupakan tanda diagnostic yang buruk.
- Menilai warna kulit
- Meraba suhu akral dan kapilari refill
- Periksa perdarahan
Selain itu, kesadaran yang menurun dapat digunakan sebagai penilaian terhadap adanya
masalah pada system sirkulasi, karena kurangnya perfusi oksigen ke otak dapat
menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran.
Pemeriksaan sirkulasi dapat dilakukan bersamaan dengan penilaian jalan napas dan
system pernapasan. Pada saat melakukan penilaian jalan napas, nadi radialis maupun nadi
carotis dapat pula teraba.
Jika ditemukan perdarahan terbuka segera tutup dengan bebat tekan. Cegah
bertambahnya jumlah darah yang keluar. Waspada terhadap terjadinya shock. Penanganan
luka secara baik dilakukan setelah korban stabil.
Jika ditemukan henti jantung, penderita mungkin masih akan berusaha menarik napas
satu atau dua kali, setelah itu akan berhenti napas. Penderita akan ditemukan dalam
keadaan tidak sadar. Pada perabaan nadi tidak ditemukan arteri yang tidak berdenyut,
maka harus dilakukan masase jantung luar yang merupakan bagian resusitasi jantung paru
(RJP, CPR).
- Awake (A)
- Verbal response (V)
- Painful response (P)
- Unresponsive (U)
Pada tahap ini dokter diharapkan menilai keadaan neurologic pasien. Status neurologic
yang dinilai melalui GCS (Glasgow Coma Scale) dan keadaan pupil serta kecepatannya.
Eye
4. Membuka spontan
Verbal
5. Berorientasi baik
Motorik
6. Mengikuti perintah
5. Melokalisir nyeri
Respon pupil dinilai pada kedua mata. Jika terdapat lateralisasi maka
kemungkinan terdapat cedera kepala yang ipsilateral. Jika respon pupil lambat
maka kemungkinan terdapat cedera kepala.
- Exposure. Tanggalkan pakaian pasien dan cari apakah ada luka/trauma lain secara
generalis. Tetapi jaga agar pasien tidak hipotermia.
- Buka pakaian pasien untuk mengeksplorasi tubuh pasien untuk melihat kemungkinan
adanya multiple trauma. Kemudian selimuti pasien agar mencegah hipothermi.
- Setelah semua dilakukan dan keadaan pasien menjadi stabil lakukan kembali
Secondary Survey Pelayan Kesehatan diharapkan memeriksan kembali dari awal,
anamnesis riwayat pasien, lakukan pemeriksaan neurologi yang komplit (tes refleks,
CT-scan, MRI), dan membuat diagnosis spesifik, dan lainnya.
4. Resusitasi
Prinsip : resusitasi yang agresif & pengelolaan cepat dari keadaan yang mengancam
hidup. Mutlak bila ingin penderita tetap hidup.
A. Airway
Harus dijaga dengan baik, dapat menggunakan Jaw thrust / Chin lift bila lidah jatuh
kebelakang. Perasat helmnich bila tersedak, dan finger sweep bila ada cairan.
B. Breathing/ventilasi/oksigenasi
Kontrol jalan nafas pada penderita yang airway tergganggu karena faktor mekanik, ada
gangguan ventilasi/ kesadaran, dicapai dengan intubasi endo-trakeal baik oral maupun
nasal.
Pada saat datang penderita diinfus cepat dgn 2-3 liter cairan kristaloid (RL)
Monitoring EKG, laju nafas, nadi, tekanan darah, ABG (Arterial Blood Gases), suhu,
ekskresi urin. Pasang kateter urin dan lambung.
Secondary survey baru dilakukan setelah primary survey selesai, resusitasi dilakukan dan
ABC-nya penderita dipastikan membaik.
A. Anamnesis
A : Alergi
L : Last meal
B. Pemeriksaan fisik
- Kepala - Abdomen
- Maxilo-facial - Perineum/vagina/rektum
- Leher - Muskulo-skeletal
Pemeriksaan lanjutan hanya dilakukan setelah ventilasi dan hemodinamika penderita dlm
keadaan stabil.
9. Penanganan definitif
Dimulai setelah primary survey dan sekunder selesai. Misalnya menangani keluhan-
keluhan pasien lain (selain yang trauma berat). Atau tindakan operatif, serta konsultasi ke
dokter spesialis, termasuk dalam tahap ini.
Catat data pasien di rekam medik. Bila fasilitas RS kurang memadai untuk menangani
pasien trauma, dapat dirujuk ke RS yang lebih lengkap fasilitasnya.
Daftar Pustaka