Anda di halaman 1dari 7

HASIL AKHIR YANG DIHARAPKAN

Diagnose keperawatan akan memberi arah pada perawatan. Selama langkah-langkah yang
penting ini beralangsung, criteria hasil akhir disusun dengan menggunakan istilah yang berpusat
pada pasien dan kemudian diprioritaskan. Tindakan keperawatan yang tepat dipilih bersama
pasien untuk mencapai hasil akhir yang diharapkan.
Hasil akhir yang diharapkan pada wanita yang mengalami distosia ialah sebagai berikut.

Ia akan memahami penyebab dan penanganan disfungsi persalinan.


Ia akan menggunakan pola koping yang positif untuk mempertahan konsep diri yang
positif.
Ia akan memperlihatkan rasa cemasnya berkurang atau minimal.
Ia akan mengungkapkan bahwa nyeri nya berkurang.
Ia akan bersalin dan melahirkan dengan komplikasi minimal atau tanpa komplikasi,
sepert infeksi, cedera dan pendarahan.
Ia akan melahirkan bayi yang sehat tanpa distress janin.

PERAWATAN KOLABORATIF
Perawat mengemban banyak peran bila persalinan kompleks. Pengetahuan tentang penatalaksaan
medis untuk setiap kondisi sangat penting untuk menerapkan proses keperawatan. Pengetahuan
ini membuat perawat mampu berkolaborasi dengan petugas kesehatan lain dan mampu
memenuhi kebutuhan emosional dan pengetahuan wanita tersebut. Intervensi yang dilakukan
meliputi versi sefalik luar (external cephalic version), partus percobaan (trial of labor), induksi /
augmentasi dengan oksitoksin, amniotomi, dan prosedur operatif seperti upaya melahirkan
dengan bantuan forsep, ekstrasi vakum, dan kelahiran sesaria.
Versi Sefalik Luar
Versi sefalik luar (external cephalic version[ECV]) adalah upaya memutar janin dari presentasi
bokong atau bahu ke presentasi verteks supaya dapat lahir. ECV dapat diupayakan didalam unit
kamar bersalin setelah usia gestasi 37 minggu. Sebelum ECV dilakukan, ultrasound scanning
digunakan untuk menentukan posisi janin guna menyingkirkan diagnosis plasenta previa dan
mengkaji jumlah cairan amnion, usia janin, dan adanya anomali. Tes non-stress dilakukan untuk
memastikan kesejahteraan janin. Surat persetujuan tindakan ( informed consent) diperoleh. ECV
dilakukan dengan tekanan yang halus, perlahan, dan konstan disertai pengawasan denyut jantung
janin secara continue. Tokolisis, seperti ritodrine atau terbutalin, dapat diberikan per intravena
untuk merelaksasi uterus dan memudahkan manuver. Ultra sonografi bisa digunakan untuk
mengidentifikasi masalah potensial, seperti lilitan tali pusat dan pelepasan plasenta ( Nglinton,
1988).

Selama
ECV dilakukan, perawat memantau denyut jantung janin secara continue,
khususnya untuk mendeteksi adanya bradikardia, memeriksa tanda-tanda vital ibu dengan sering,
mengkaji tingkat rasa nyaman karena prosedur dapat menimbulkan rasa tidak nyaman. Setelah
prosedur di lakukan, perawat meneruskan pemantauan tanda-tanda vital, aktivitas uterus dan
denyut jantung janin. Perawat juga mengkaji perdarahan per vaginam sampai kondisi wanita
tersebut stabil.
Percobaan Partus
Percobaan partus adalah suatu periode yang bisa diterima ( 4-6 jam ) untuk persalinan aktif.
Periode ini memungkinkan pengkajian kelahiran per vaginam yang aman untuk ibu dan bayi.
Percobaan partus bisa dilakukan ketika pelvis ibu masih dipertanyakan, baik ukuran maupun
bentuknya, bila ia ingin melahirkan pervaginam setelah sebelumnya melahirkan secara sesaria,
dan bila janin menunjukan presentasi yang upnormal. Sonografi janin dan / atau pelvimetri
maternal digunakan sebelum percobaan partus dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis
disproporsi fetopelvis. Serviks halus lunak dan dapat berdilatasi. Selama pelaksanaan percobaan
partus, wanita tersebut di evaluasi untuk melihat adanya persalinan aktif, termasuk kontraksi
yang adekuat, penyatuan dan penurunan bagian terendah, dan pendataran serta dilatasi serviks.
Induksi persalinan jarang dilakukan.
Table Nilai Bishop

Dilatasi ( cm )
Pendaftaran ( % )
Stasiun ( cm )
Konsistensi serviks
Posisi serviks

Nilai
0
0
0-30
-3
Keras
posterior

1
1-2
40-50
-2
medium
Di tengah

2
3-4
60-70
-1
Lunak
anterior

3
5-6
80
-1

Perawat mengkaji aktivitas uterus,perubahan serviks, tanda-tanda vital ibu, dan status janin
selama partus percobaan dilakukan. Apabila komplikasi pada ibu atau janin di detifikasi, perawat
bertanggung jawab melakukan tindakan yang cepat, termasuk memberitahukan petugas
kesehatan dan mengevaluasi serta mendokumentasi respon ibu dan janin terhadap intervensi
yang dilakukan

Induksi Persalinan
Induksi persalinan adalah dimulainya kontraksi persalinan sebelum awitan spontannya untuk
tujuan mempercepat kelahiran. Induksi dapat di indikasi kan untuk berbagai alasan medis dan
kebidanan, termasuk hipertensi akibat kehamilan, dabetes militus dan masalah medis maternal

lain, kehamilan pasca partum, bahaya janin yang di curigai ( misalnya : pertumbuhan janin
terhambat ), factor-faktor logistic (misalnya, frekuensi kelahiran yang tinggi, jarak dari rumah
sakit, dan kematian janin). Dalam kondisi-kondisi tersebut, kelahiran anak tidak terlalu beresiko
untuk bayi baru lahir atau janin daripada jika kehamilan dilanjutkan ( Dunn, 1990).
Baik metode kimia maupun mekanis digunakan untuk menginduksi persalinan. Oksitosin
intravena dan amniotomi ialah metode yang paling umum digunakan di Amerika Serikat. Metode
lain yang jarang digunakan antara lan stimulasi putting susu, minum castor oil, enema dengan air
sabun, stripping membrane, dan akupuntur.
Angka keberhasilan induksi persalinan lebih tinggi bila serviks dapat di induksi. System
penilaian, seperti nilai bishop, dapat digunakan untuk mengevaluasi kemampuan untuk
diinduksi. Misalnya, nilai 9 atau lebih pada skala nilai 13 menandakan serviks lunak, anterior,
mendatar 50%, dan berdilatasi 2 cm atau lebih, bagian presentasi telah masuk. Induksi persalinan
akan lebih berhasil jika nilai bishop adalah 5 atau lebih untuk multipara dan 9 atau lebih untuk
nulipara.
Metode Pematangan Serviks
Prostaglandin (hormone) yang berbeda telah digunakan untuk serviks sebelum induksi untuk
merangsang atau mematangkan (melunakkan dan menipiskan) serviks. Gel PGE 2 disetujui oleh
FDA pada tahun 1993 sebagai agens pematangan serviks di Amerika Serikat. Jelly ini bisa
diberikan melalui kateter ke kanalis servikalis atau dipasang pada diafragma yang diletakkan
dekat serviks. Dosis tambahan bisa di berikan kembali setiap 4-6 jam. 2 atau 3 dosis biasanya
sudah cukup. Induksi oksitosin biasanya belum dimulai sampai 4-6 jam kemudian untuk
menghindari hiperstimulasi. Efek samping PGE2, yang meliputin muntah, demam, diare, dan
hiperstimulasi uterus jarang terjadi pada penggunaan jelly.
Pengkajian keperawatan setelah pemberian jelly sama dengan pengkajian pada wanita yang
mendapat induksi oksitosin.
Gagang laminaria (dilator serviks alamiah yang dibuat dari rumput laut) dan dilator sintesis juga
efektif untuk mematangkan serviks jika dilator ini mengabsorbsi cairan serviks, ia akan
mengembang dan menyebabkan serviks dilatasi.
Amniotomi
Amniotomi dapat digunakan untuk menstimulasi persalinan bila kondisi serviks mendukung.
Persalinan biasanya dimulai dalam 12 jam setelah ketuban rupture, tetapi jika amniotomi tidak
merangsang persalinan rupture yang lama bisa mengakibatkan infeksi. Karena alasan ini,
amniotomi sering digunakan dengan dikombinasi dengan induksi oksitosin. Sebelum prosedur,
perawat memberi wanita tersebut penjelasan tentang apa yang diharapkan dan menenangkannya
dengan menjelaskan bahwa prosedur tersebut tidak membuatnya atau janinnya merasa nyeri.

Selaput ketuban kemudian di robek dengan menggunakan anmihook atau instrument tajam
cairan amnion dibiarkan mengalir perlahan. Warna, bau, dan konsistensi cairan ini dikaji
(misalnya, apakah ada mekonium atau udara). Waktu ketuban rupture dicatat. Denyut jantung
janin dikaji sebelum dan setelh prosedur untuk mendeteksi perubahan yang bisa
mengidentifikasikan adanya penekanan atau prolaps tali pusat. Suhu pasien diukur sekurangkurangnya setiap 2-4 jam untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi. Dokter kebidanan
diberitahu jika suhu lebih dari 380C. tindakan untuk member rasa nyaman, seperti sering
mengganti alas, harus dilakukan karena ciran amnion akan terus keluar dari vagina setelah
ketuban pecah.
Oksitosin
Oksitosin suatu hormone yang dalam kondisi normal diproduksi oleh kelenjar hipofisis posterior,
merangsang kontraksi uterus. Oksitosin dapat digunakan untuk menginduksi proses persalinan
atau augmentasi persalinan dengan kemajuan lambat karena kontraksi uterus tidak adekuat.
Indikasi induksi persalinan dengan oksitosin adalah seperti berikut, tetapi tidak terbatas pada halhal dibawah ini :

Bahaya pada janin yang dicurigai.


Kebutuhan untuk menstimulasi uterus.
Ketuban pecah dini.
Kehamilan pascapartum ( 42-43 minggu).
Masalah medis pada ibu (misalnya ibu diabetic atau ibu dengan Rh isoimmunisasi berat).
Kehamilan yang berhubungan dengan peyakit hipertensi.
Wanita multipara dengan riwayat partus presipitatus yang tinggal jauh dari rumah sakit.

Penatalaksaan stimulasi persalinan sama, apapun indikasinya. Karena potensi bahaya yang
berhubungan dengan penggunaan oksitosin, yang disuntukan selama periode prenatal dan
intranatal, FDA memberikan batasan pemakaiannya.
Kontaindikasi terhadap stimulasi persalinan dengan oksitosin sebagai berikut, tetapi tidak
terbatas pada hal-hal di bawah ni :

Disproporsi sefalopelvis (CPD)


Denyut jantung janin meragukan
Plasenta previa
Riwayat insisi uterus klasik atau bedah uterus
Infeksi herpes genital aktif

Oksitosin dapat menimbulkan bahaya pada ibu dan janin. Bahaya pada ibu meliputi gangguan
persalinan dan kontraksi tetanik, yang bisa mengakibatkan plasenta lepas secara premature,
rupture uterus, laserasi serviks, atau perdarahan setelah melahirkan. Komplikasi-komplikasi ini

dapat menyebabkan infeksi, disseminated intravascular coagulation (DIC) dan emboli pulmoner
cairan amnion. Wanita juga dapat merasa cemas ata takut jika induksi tidak berhasil akibat
kekawatiran mereka terhadap metode melahirkan. Bahaya janin meliputi asfiksia janin dan
hipoksia neonates akibat kontraksi yang terlalu sering dan lama, cedera fisik, dan prematuritas
jika taksiran partus tidak akurat. Memulai induksi atau augumentasi persalinan dengan oksitosin
merupakan tanggung jawab dokter kebidanan, meskipun medikasi sering kali diberikan oleh
perawat. Protocol tertulis untuk persiapan dan pemberian oksitosin harus ditetapkan oleh
departemen kebidanan di setiap institusi. Samapai kini, tujuan induksi dengan oksitisin ialah
mencapai pola kontraksi yang menstimulasi fase katif persalinan sesegera mungkin. Penelitian
terbaru tentang toleransi uterus terhadap oksitosin menunjukkan bahwa dosis rendah diberikan
dengan interval yang lebih lama sama efektif dengan protocol sebelumnya dan memiliki
kemungkinan lebih kecil menyebabkan hiperstimulasi uterus dan difungsi persalinan.
Metode lain yang diteliti yang menggunakan lebih sedikit oksitosin tanpa kehilangan efektifitas
ialah pemberian pulsatil. Oksitosin diberikan dengan pulsatil 10 detik setiap 8 menit. Dosis awal
adalah 1 mU/denyut, kemudian dikalikan 2 setiap 24 menit sampai mecapai dosis maksimum
yakni 32 mU/denyut.
Setelah wanita tersebut dievaluasi terhadap induksi yang dberikan, berikut adalah prosedur yang
dianjurkan untuk dilakukan di kamar bersalin:

Infuse intravena primer berisi cairan elektrolit fisiologis mulai diberikan. Medikasi
intravena selain oksitosin dapat diberikan melalui infuse ini. Perawat menjelaskan
prosedur rasional, dan hasil akhir yang diharapkan (kotraksi uterus akan menjadi lebih
kuat dan lebih sering dan lebih teratur).
Infuse intravena sekunder berisi cairan oksitosin yang dilarutkan (biasanya 10 U/1000ml)
ditambahkan kedalam cairan infuse ini. Infuse ini harus disambung dekat tempat
penusukan vena infuse primer. Tidak ada medikasi selain oksitosin dapat diberikan
melaui infuse ini. Oksitosin harus diberikan melaui suatu system pompa kelahiran ( a
pump delivery system) untuk memastikan bahwa dosis diberikan secara tepat dan akurat.
Oksitosin diberikan sesuai resep atau protocol. Dosis awal adalah 0.5-3 mU/menit,
meningkat 1-2 mU/menit, dapat diberikan melalui interval 15-60 menit sampa pola
kntraksi yang diinginkan dicapai, yakni kontraksi dengan durasi 40-90 detik setiap
bagiannya 2-3 menit serta intensitas 40-90 mmHg jika tekanan intrauterine dipantau seara
internal.
Segera setel serviks berdilatasi 5-6 cm dan persalinan dimulai, dosis oksitosis dapat
dikurangi dengan cara pengurangan yang sama.
Biasanya tidak lebih dari 20 mU oksitosisn/menit dibutuhkan untuk memajukan dilatasi
serviks pada kebanyakan kasus diperlukan kurang dari 4 mU/menit.
Denyut jantung janin; tonus uterus waktu istirahat (uterine resting tone) dan frekuensi,
lama, dan intensitas kontraksinya dipantau secara kontinu disarankan untuk
menggunakan pemantauan janin-maternal secara elektronik, pemantauan intrauterine

sering kali dimulai dengan menggunakan kateter tekanan intrauterine; dan tekanan darah
dan nadi dipantau dengan interval 30-60 menit dan/ bila dosis diubah.
Perawat mengkaji masukan pengeluaran cairan untuk mencegah intoksikasi air. Cairan
intravena biasanya dibatasi sampai 1000ml dalam 8 jam (125ml/jam). Pengeluaran urine
harus 120ml atau lebih dalam 4 jam.
Perawat juga mengkaji efek samping, yakni mual, muntah, nyeri kepala, hipotensi.
Oksitosin dihentikan dengan segera dan dokter kebidanan diberi tahu tentang
hiperstimulasi uterus dan denyut jantung yang meragukan. Selanjutnya intervensi
keperawatan lain, seperti pemeberian oksigen denga masker dan pengaturan posisi wanita
dalam posisi miring segera dilakuakan.
Dokumnetasi pengkjian pada ibu dan janin penting dalam rekan medis dan fetal monitor
traching. Selain itu, wanita tersebut dan orang terdekat perlu diberitahu tentang kemajuan
persalinan waita tersebut.

Augumentasi
Augumuntasi persalinan adalah stimulasi kontrraksi uterus setelah persalinan dimulai secara
spontan, tetapi kemajuannya tidak memuaskan. Augumentasi biasanya dilakukan untuk difungsi
persalinan hipotonik. Prosedur dan pengkajinan keperawatan yang digunakan sama dengan yang
digunakan pada induksi persalinan dengan oksitosin.
Beberapa petugas kesehatan menyarankan penatalaksanaan persalinan aktif, yakni intervensi
dengan augumentasi persalinan segera setelah persalinan tidak maju sekurang-kurangnya 1
cm/jam. Saran penatalaksanaan aktif mengindikasikan bahwa intervensi dini dengan
menggunakan oksitosin secara agresif (dinaikan 6 mU/menit) memperpendek persalinan
(biasanya 12 jam atau kurang) dan menurunkan insiden persalinan sesaria. Praktik ini saat ini
diteliti di Amerika Serikat untuk mennetukan efektifitas dan pengaruhnya pada morbiditas dan
mortalitas perinatal.
Melahirkan dengan Bantuan Forsep
Pada proses melahirkan jenis ini (forceps-assisted birth), dua buah instrument dengan bilah
melengkung (curvd blades) digunakan untuk membantu kelahiran kepala janin. Bilah lengkung
kepala forsep yang umum digunakan sama dengan kepala janin bilah lengkung panggul sesuai
dengan bentuk aksis pelvis. Bilah forsep ini disambung dengan kunci, sekrup, atau susunan
lekukan. Kunci ini mencegah forsep menekan tulang kepala janin. Indikasi maternal untuk
kelahiran dengan forsep (forceps-assisted birth) adalh kebutuhan dengan memperpendek kala
pada distoria (kesulitan persalinan) atau untuk memperbaiki upaya mendorong ibu yang kurang
(misalnya, ia letih dan telah diberi anesthesia spinal atau epidural), serta untuk melawan kondisi
yang berbahaya (misalnya, dekompensasi jantung).
Indikasi pada janin yang mengalami distress, presentasi yang belum pasti, atau janin berhenti
berotasi, dan juga kelahiran kepala pada presentasi bokong.

Kondisi tertentu diperlukan untuk keberhasilan cara kelahiran ini. Serviks wanita harus dalam
keadaan dilatasi lengakp untuk mencegah laseresasi dan perdarahan. Bagian terendah harus
masuk panggul dan prsetasi harus vertex. Selaput ketuban harus sudah nutup sehingga posisi
kepala janin dapat ditentukan, dengan demikian pegangan kuat forsep pada kepala selama
kelahiran dapat dipastikan. Pada kelahiran dengan cara ini tidak boleh ada disproporsi
sefalopelvis (CPD). Untuk mencegah laserasi dan cedera kandung kemih wanita tersbut
sebaiknya dalam keadaan distensi dan episiotomy bisa dilakukan untuk memfasilitasi
pemasangan forsep.
Ada definisi yang berbeda tentang pemasangan forsep. Menurut ACOG, forsep autolet dilakuakn
bila kulit kepala janin terlihat diperineum tanpa secara manual memisahkan labia.
Pertimbangan Keperawatan
Perawat menyiapkan forsep yang ditentukan dokter denyut jantung janin diperiksa, dilaporkan,
dan dicatat sebelum forsep dipasang. Ibu diberikan informasi bahwa bila forsep aan digunakan
seperti 2 sendok makan yang mengelilingi telur. Bila ini akan masuk sampai ketelinga bayi.
Denyut jantung janin akan diperiksa kembali, dilaporkan, dan dicatat sebelum traksi dipasang
setelah forsep diapasang. Penekanan tali pusat diantara kepala dan forsep akan menyebabkan
frekuensi denyut jantung janin turun mendadak. Dokter kemudian akan melepas dan memasang
kembali forsep tersebut.

Anda mungkin juga menyukai