Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk mempelajari dan mengetahui perubahan yang terjadi pada tubuh manusia kita
harus terlebih dahulu mengetahui struktur dan fungsi tiap alat dari susunan tubuh manusia
yang sehat dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi tubuh
manusia merupakan dasar yang penting dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Dengan
mengetahui struktur dan fungsi tubuh manusia, seorang perawatan professional dapat makin
jelas manafsirkan perubahan yang terdapat pada alat tubuh tersebut.
Anatomi tubuh manusia saling berhubungan antara bagian satu dengan yang lainnya.
Struktur regional mempelajari letak geografis bagian tubuh dan setiap region atau daerahnya
misalnya lengan, tungkai, kepala, dan seterusnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut.

1. Apa pengertian dari patofisiologi, sistem musculoskeletal, dan patofisiologi sistem


mskuloskeletal ?
2. Jelaskan anatomi dan fisiologi dari system musculoskeletal ?
3. Jelaskan beberapa penyakit yang dapat menyerang system
musculoskeletal ?
4. Bagaimana terapi atau penatalaksanaan penyakit yang menyerang system
musculoskeletal?

1
C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian dari patofisiologi, sistem musculoskeletal, dan
patofisiologi sistem mskuloskeletal.
2. Untuk mengetahui dan fisiologi dari system musculoskeletal.
3. Untuk mengetahui beberapa penyakit yang dapat menyerang system musculoskeletal.
4. Untuk mengetahui terapi atau penatalaksanaan penyakit yang menyerang system
musculoskeletal.

2
BAB II
ISI

2.1 Pengertian patofisiologi, system musculoskeletal, dan patofisiologi system


muskuloskletal
Patofisiologi adalah ilmu yang mempelajari perubahan fisiologis yang diakibatkan
oleh proses patologis (Jan Tambayong,1999:1).

System musculoskeletal adalah sistem kompleks yang melibatkan otot-otot dan


kerangka tubuh, dan termasuk sendi, ligamen, tendon, dan saraf.

Jadi, patofisiologi system musculoskeletal adalah perubahan fisologis yang terjadi


pada system kompleks yang melibatkan otot-otot dan kerangka tubuh, dan
termasuk sendi, ligamen, tendon, dan saraf.

2.2 Anatomi dan fisiologi dari system musculoskeletal


System musculoskeletal terdiri dari tulang, sendi, otot, dan struktur pendukung

lainnya (tendon, ligament, fasia, dan bursae). Pertumbuhan dan perkembangan struktur ini

terjdai selama masa kanak-kanak dan remaja.

TULANG

Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan dan
otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan dan fungsi system musculoskeletal sangat
bergantung pada system tubuh yang lain. Struktur tulang memberi perlindungan terhadap
organ vital, termasuk otak, jantung, dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka tulang
yang kuat untul menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan
tubuh bergerak.

3
Pembagian skeletal :

1. Axial Skeleton, terdiri dari kerangka tulang kepala dan leher, tengkorak, kolumna
vertebrae, tulang iga, tulang hyoid sternum.
2. Apendikular Skeleton, terdiri dari :
a. Kerangka lengan dan kaki.
b. Ekstermitas atas (scapula, klavikula, humerus, ulna, radial) dan tangan (karpal, metacarpal,
falang).
c. Ekstermitas bawah (tulang pelvic, femur, patela, tibia, fibula) dan kaki (tarsal, metatarsal,
falang)

Jenis Tulang

Ada emapat jenis tulang, yaitu tulang panjang, tulang pendek, tulang pipih, dan
tulang tidak beraturan.

1. Tulang Panjang

Tulang panjang (missal : femur dan humerus) bentuknya silindris dan berukuran panjang
seperti batang ( diafisis) tersusun atas tulang kompakta, dengan kedua ujungnya berbentuk
bulat (epifisis) tersusun atas tulang kanselus. Tulang diafisis memiliki lapisan luar berupa
tulang kompakta yang mengelilingi sebuah rongga tengah yang disebut kanal medulla yang
mengandung sumsum kuning. Sumsum kuning terdiri dari lemak dan pembuluh darah,
tetapi suplai darah atau eritrositnya tidak begitu banyak. Tulang epifisis terdiri dari tulang
spongiosa yang mengandung sumsum merah yang isisnya sama seperti sumsum uning dan
dibungkus oleh selapis tipis tulang kompakta. Bagian luar tulang panjang dilapisi jaringan
fibrosa kuat yang disebut periosteum. Lapisanini kaya degan pembuluh darah yang
menembus tulang.
Ada tiga kelompok pembuluh darah yang menyuplai tulang panjang, terdiri dari :
a. Sejumlah arteri kecil menembus tulang kompakta untuk menyuplai kanal dan system
Harves.
b. Banyak arteri lebih besar menembus tulang kompakta untuk menyuplai tulang spongiosa
dan sumsum merah.

4
c. Satu atau dua arteri besar menyuplai kanal medula. Arteri ini dikenal sebagai arteri nutrient
yang kemudian masuk melalui lubang besar pada tulang yang disebut foramen nutrient.

2. Tulang Pendek

Tulang pendek (misal : falng dan karpal) bentuknya hampir sama dengan tulang panjang,
tetapi bagian distal lebih kecil daripada bagian proksimal, serta berukuran pendek dan
kecil.

3. Tulang Pipih

Tulang pipih (misal : sternum, kepala, scapula, dan panggul) bentuknya gepeng, berisi sel-
sel pembentuk darah, dan melindungi organ vital dan lunak di bawahnya. Tulang pipih
terdiri atas dua lapisan tulang kompkata dan id bagian tengahnya terdapat lapisan
spongiosa. Tulang ini juga dilapisi oleh periosteum yang dilewati oleh dua kelompok
pembluh darah menembus tulang untuk menyuplai tulang kompkata dan tulang spongiosa.

4. Tulang Tidak Beraturan

Tulang tidak beraturan ( misal : vertebra, telinga tegah) mempunyai bentuk yang unik
sesuai fungsinya. Tulang ini terdiri dari tulang spongiosa yang terbungkus oleh selapis tipis
tulang kompakta. Tulang ini diselubungi periosteum-kecuali pada permukaan sendinya-
seprti tulang pipih. Periosteum ini memberi dua kelompok pembuluh darah untuk
menyuplai tulang kompkata dan spongiosa.

5. Tulang Sesamoid

Tulang sesamoid (misal : patella) merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang
yang berdekatan dengan pesendian, berkembang bersama tendo dan jaringan fasia.

Struktur tulang

Tulang tersusun oleh jaringan tulang kompakta (kortikal) dan kanselus (trabekular
atau spongiosa). Tulang kompakta secara mikroskopis terlihat padat. Akan tetapi, jika

5
diperiksa dengan mikroskopis terdiri dari system havers. System havers ini terdiri dari
kanal havers. Sebuah kanl harves mengandung pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe,
lamella (lempengan tulang yang melingelilingi kanal sentral), kaluna (ruang diantara
lamella yang mengandung sel-sel tulang atau osteosit dan saluran limfe), dan kanalikuli
(saluran kecil yang menghubungkan lacuna dank anal sentral. Saluran ini mengandung
pembuluh limfe yang membawa nutrient dan oksigen ke osteosit.
Tulang kanselus juga keras seperti tulang kompakta, tetapi secar mikroskopis
terlihat berlubang-lubang (spons). Jika dilihat dengan mikroskop kanak havers, tulang
kanselus terlihat lebih besar dan mengandung lebih sedikit lamella. Sel-sel penyusun tulang
terdiri dari :
a. Osteoblas, berfungsi menghasilkan jaringan osteosid dan menyekresikan sejumlah besar
fostafase alkali yang berperan penting dalam penegndapan kalsium dan fosfat ked lam
matriks tulang.
b. Osteosit, adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan untuk pertukaran
kimia melalui tulang yang padat.
c. Osteoklas, adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang
dapat diabsorbsi. Sel-sel ini memiliki enzim proteolotik yang memecah matriks dan
beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke
dalam darah.

Tulang rangka manusia

6
SENDI

Pergerakan tidak mungkin terjadi jika kelenturan dalam rangka tulang tidak ada.
Keleturan dimungkinkan oleh adanya persendian. Sendi adalah suatu ruangan, tempat
satu atau dua tulang berada saling berdekatan. Fungsi utama sendi adalah member
pergerakan dan fleksibilitas dalam tubuh. Bentuk persendian ditetapkan berdasarkan
jumlah dan tipe pergerakannya, sedangkan klasifikasi sendi beradasarkan pada jumlah
pergerakan yang dilakukan . menurut klasifikasinya, sendi terdiri dari :

1. Sendi sinartrosis (sendi tidak bergerak sama sekali). Contohnya sutura tulang tengkorak.
2. Sendi amfiartrosis (sendi bergerak terbatas). Contohnya pelvic, simfisis, dan tibia.
3. Sendi diartrosis/synovial (sendi bergerak bebas). Contohnya siku, lutut, dan pergelangan
tangan.

Sendi synovial dapat membuat berbagai macam gerakan, yaitu :

1. Abduksi, yaitu menggerakan tungkai menjauhi bagian tubuh.


2. Adduksi, yaitu menggerakan tungkai mendekati bagian tubuh.
3. Ekstensi, yaitu meluruskan tungkai pada persendian.

7
4. Fleksi, yaitu membengkokkan tungkai pada sendi.
5. Dorsofleksi, yaitu mebengkokkan pergelangan agar kaki ke atas.
6. Platarfleksi, yaitu meluruskan pergelangan ke arah bawah.
7. Pronasi, yaitu memutar lengan atas sehingga telapak tangan berada di bawah.
8. Supinasi, yaitu memutar lengan atas sehingga telapak tangan berada di atas.
9. Eversi, yaitu memutar keluar.
10. Inversi, yaitu memutar ke dalam.
11. Sirkumduksi, yaitu bergerak dalam lingkaran.
12. Internal rotasi, yaitu bergerak ke dalam pada sendi pusat.
13. Eksternal rotasi, yaitu bergerak keluar pada sendi pusat.

Berdasarkan strukturnya, sendi dibedakan atas :

1. Fibrosa, sendi ini tidak memiliki lapisna tulang rawan, dan tulang yang satu dengan yang
lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa. Contohnya, sutura pada tulang
tengkorak perlekatan tulang tibia dan fibula bagian distal.

2. Kartilago, yaitu sendi yang ujung-ujung tulangnya terbungkus oleh tulang rawan hialin,
disokong oleh ligament dan hanya dapat sedikit bergerak. Sendi ini terbagi menjadi dua,
yaitu :
a. Sinkondrosis, yaitu sendi-sendi yang sluruh persendiannya diliputi oleh tulang rawan
hialin. Contohnya, sendi-sendi kostokondral.
b. Simfisis, yaitu sendi yang tulang-tulangnya memiliki suatu hubungan fbrokartilago dan
selapis tipis tulang rawan hialin yang menyelimuti permukaan sendi. Contohnya simfisis
pubis dan sendi tulang punggung.

3. Sendi synovial, yaitu sendi tubuh yang dpat digerakkan, serta memiliki rongga sendi dan
permukaan sedi yang dilapisi tulang rawan hialin. Sendi ini adalah jenis sendi yang paling
umum dalam tubuh dan berasal dari kata sinovium yang merupakan membrane yang
menyekresi cairan synovial untuk lumbrikasi dan absorbs syok. Sendi synovial mempunyai
struktur anatomi, yaitu :
a. Ball and socket joint (bahu dan pinggul) membuat pergerakan ke segala arah.

8
b. Hinge joints (siku) membuat pergerakan fleksi dan ekstensi.
c. Lutut seringkali diklasifikasikan sebagai binge joint, tetapi berputar sebaik fleksi dan
ekstensi.
d. Pergerakan yang luwes dan lembut di pergelanagn tangan dikenal sebagai biaxial joints.
e. Pivot joint hanya berotasi di daerah radio-ulnar.

OTOT

Otot skeletal secara volunter dikendalikan oleh system saraf pusat dan perifer.
Penghubung antara saraf motorik perifer dan sel-sel otot dikenal sebagai motor end-plate.
Otot dibagi dalam tiga kelompok, dengna fungsi utama untuk konstraksi dan menghasilkan
pergerakan sebagian atau seluruh tubuh. Kelompok otot terdiri dari :

1. Otot rangka (lurik) diliputi oleh kapsul jaringan ikat. Lapisan jaringan ikat (serat-serat
kolagen) yang membungkus otot disebut fasia otot atau episium. Otot ini terdiri dari
berkas-berkas sel otot kecil (fansikulus) yang dibungkus lapisan jaringan ikat yang
perimisium. Sel otot ini dilapisi jaringan ikat yang disebut endomisium. Otot rangka
merupakan otot yang mempunyai variasi ukuran dan bentuk dari panjang, tipis, lebar, dan
datar.

2. Otot visceral (polos) terdapat pada saluran pencernaan, saluran perkemihan dan pembuluh
darah. Otot ini dipersarafi oleh system saraf otonom dan konstraksinya tidak dibawah
keinginan.
3. Otot jantung ditemukan hanya pada jantung dan konstraksinya diluar control atau luar
keinginan (pengendalian). Otot berkonstraksi jika ada rangsangan dari adenosine trifosfat
(ATP) dan kalsium.
Fungsi Otot Skelet

Fungsi otot skelet adalah mengontrol pergerakan, mempertahankan postur tubuh,


dan menghasilkan panas.
1. Eksitabilitas adalah kesanggupan sel untuk menerima dan merespon stimulus. Stimulus
biasanya dihantarkan oleh neuritransmiter yang dkeluarkan oleh neuron dan respon yang
ditransmisikan dan dihasilkan oleh potensial aksi pada membran plasma dari sel otot.

9
2. Kontraktibilitas adalah kesanggupan sel untuk merespon stimulus dengan memendek
secara paksa.

3. Ekstensibilitas adalah kesanggupan sel untuk merespon stimulus dengan memperpanjang


dan memperpendek serat otot saat relaksasi ketika berkonstraksi dan memanjang jika
rileks.

4. Elastisitas adalah kesanggupan sel untuk menghasilkan waktu istirahat yang lama setelah
memendek dan memanjang.

Konstraksi Otot

Otot berkonstraksi jika ada rangsangan. Eergi konstraksi berasal dari pemecahan
adenosine trifosfat (ATP) dan kalsium. Beberapa tipe knstraksi otot, yaitu :

1. Tonik, yaitu konstraksi sebagian otot secara terus-menerus, yang penting dalam
mempertahankan postur tubuh.
2. Isotonik, adalah konstraksi otot yang otot menjasi tegang, tetapi konstraksi tersebut tidak
merubah otot, hanya merubah panjang otot (otot lebih pendek).
3. Isomerik. Pada isomerik ketegangan otot meningkat, namun otot menjadi lebih pendek.
4. Twich dalah reaksi sentakan (refleks) pada suatu stimulus.
5. Tetanik adalah konstraksi yang lebih menopang daripada twich yang dihasilkan akibat
rangkaian stimulus yang cepat.
6. Treppe adalah konstraksi twich yang lebih kuat dalam merespon stimulus yang terus-
menerus berulang secara konstan dan kuat.
7. Fibillation, adalah konstraksi asincronus pada setiap otot individu.
8. Konvulsi adalah konstraksi titanik yang tidak terkoordinasi secara normal pada kelompok
otot tertentu.

10
STRUKTUR LAIN DALAM SISTEM MUSKULOSKELETAL

LIGAMEN

Ligamen adalah sekumpulan jaringan fibrosa yang tebal yag merupakan akhir dari suatu
otot dan berfungsi mengikat suatu tulang.

TENDON

Tendon adalah suatu perpanjangan dari pembungkus fibrosa yang membungkus setiap otot
dan berkaitan dnegan periosteum jaringan penyambung yang mengelilingi tendon,
khususnya pada pergelangan tangan dan tumit. Pembungkus ini dibatasi oleh membran
synovial yang member lumbrikasi untuk memudahka pergerakan tendon.

FASIA

Fasia adalah suatu permukaan jaringan penyambung longgar yang didapatkan langsung
dibawah kulit sebgai fasia superficial (sebagai pembungkus tebal) jaringan penyambung
fibrosa yang membungkus otot, saraf, dan pembuluh darah.

11
BURSAE

Bursae adalah suatu kantong kecil dari jaringan penyambung, yang digunakan diatas
bagaian yang bergerak, (misal : antara kulit dan tulang, antara tendon dan tulang/otot).
Bursae bertindak sebagai penampang antara bagian yang bergerak (misal : bursae
olekranon yang teretak diantara presesus dan kulit).

2.3 Beberapa penyakit yang dapat menyerang system musculoskeletal


Ada beberapa penyakit yang dapat menyerang system musculoskeletal, diantaranya yaitu:

1. OSTEOMIELITIS
Osteomielitis adalah proses inflamasi akut atau kronis dari tulang dan struktur
sekunder tulang akibat dari infeksi organism penyakit. (Zairin,2012:173)
Osteomielitis adalah suatu penyakit infeksi yang terjadi pada tulang. Infeksi yang
menegenai tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi yang terjadi pada jaringan
lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringa terhadap inflamasi, tingginya
tekanan jaringan, dan pembentukan tulang baru di sekitar jaringan tulang mati atau
involukrum. (Suratun,2006:103)

Etiologi
Penyebab osteomielitis yang paling umum baik osteomielitis hematogen dan
osteomielitis inokulasi langsung adalah Stafilococcus aureus.

Factor resiko osteomielitis


Nutrisi buruk
Lansia
Kegemukan
Diabetes miletus
Arthritis rheumatoid
Mendapatkan terapi kortikosteroid jangka panjang
Pernah mengalami pembedahan sendi

12
Menjalani operasi ortopedi lama
Mengalami infeksi luka yang mengalami pus
Mengalami infeksi inisisi marginal/dehisensi luka.

Patofisiologi osteomielitis
Factor penyebab/factor resiko

Setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi:


Akut fulminan (stadium I), terjadi dalam 3 buan
Awitan lambat (stadium II), terjadi dalam 4-24 bulan
Awitan lama (stadium III), terjadi dalam 2 tahun, penyebaran hematogen

Respon infeksi, inflamasi, peningkatan vaskularisasi dan edema, 2-4 hari

Thrombosis pada pembuluh darah

Peningkatan tekanan jaringan dan medulla

Iskemia dengan nekrosis tulang

Infeksi berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum

Terbentuk abses tulang

Menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya

Asuhan Keperawatan

Pengkajian
Pengkajian dengan gejala akut dapat mengalami nyeri local, pembengkakakn, eritema,
dan demam. Gejala kekambuhan meliputi keluarnya pus dari sinus disertai nyeri,
pembengkakakn, dan demam sedang. Kaji adanya factor resiko yang mencakup lansia
diabetes dalam terapi kortikosteroid jangka panjang, infeksi, atau bedah ortopedi
sebelumnya. Pasien selalu menghindar jika diberi tekanan di daerah yang sakit dan
melakukan gerakan perlindungan. Pemeriksaan fisik memperlihatkan adanya daerah

13
inflamasi, pembengkakakn nyata, hangat, dan nyeri tekan, cairan puluran dapat dilihat,
dan peningkatan suhu tubuh.

Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data, diagnosis keperawatan yang timbul meliputi :
1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan beban
berat badan.
3. Resiko penyebaran infeksi : pembentukan abses tulang.
4. Kurang pengetahuan mengenai program pengobatan.

Intervensi dan Implementasi Keperawatan


Intervensi dan implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan diagnosis yang
ditemukan.

Evaluasi Keperawatan
Setelah intervensi keperawatan diharapkan klien :
1. Mengalami peredaan nyeri
a. Melaporkan berkurangnya nyeri
b. Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi
c. Tidak mengalami nyeri jika bergerak.
2. Meningkatkan mobilitas
a. Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri
b. Mempertahankan fungsi penuh ekstermitas yang sehat
c. Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman.
3. Tidak ada penyebaran infeksi
a. Menggunakan antibiotik sesuai resep
b. Suhu badan normal
c. Tidak ada pembengkakan
d. Tidak ada pus
e. Jumlah leukosit dan LED kembali normal

14
f. Biakan darah negative.

4. Mematuhi rencana terpeutik


a. Memakai antibiotik sesuai resep
b. Melindungi tulang yang lemah
c. Memperlihatkan perawatan luka yang benar
d. Melaporkan jika ada masalah segera
e. Makan diet seimbang
f. Mematuhi perjanjian untuk pemeriksaan tindak lanjut.

2. ARTRITIS REUMATOID

Artritis rheumatoid adalah suatu penyakit inflamasi progresif, sistematik, dan


kronis (Pusdinakes,1995).
Arthritis rheumatoid adalah peradangan yang kronis dan sistemik pada sendi
synovial (Suratun,2006:110).
Arthritis rheumatoid adalah penyakit peradanagn sistemis kronis yang tidak
diketahui penyebabnya dengan manisfestasi pada sendi perifer dengan pola simetris
(Zairin,2012:202).

Etiologi
Penyebab arthritis rheumatoid tidak diketahui. Fakor genetic, lingkungan, hormone,
imunologi, dan factor-faktor infeksi mungkin memainkan peran penting. Sementara itu,
factor social ekonomi, psikologis, dan gaya hidup dapat mempengaruhi progresivitas dari
penyakit.

Manisfestasi klinis arthritis rheumatoid :


1. Setempat :
a. Sakit pada persendian disertai kaku dan gerakan terbatas.
b. Lambat laun membengkak, panas, merah, dan lemah.

15
c. Perubahan bentuk tangan, jari tangan seperti leher angsa, deviasi ulna.
d. Semua sendi dapat terserang (panggul, lutut, pergelangan tanagn, siku,bahu, dan
rahang).

2. Sistemik :
a. Mudah capek, lemah, dan lesu.
b. Demam.
c. Takikardia.
d. Berat badan turun.
e. Anemia.

Asuhan Keperawatan

Pengkajian
1. Riwayat kesehatan.
2. Pemeriksaan fisik :
a. Insfeksi dan palpasi pada masing-masing sendi, amati warna kulit, ukuran, dan
pembengkakan.
b. Lakukan pengukuran Range Of Montion (ROM) pada sendi-sendi synovial:
Catat jika ada deviasi.
Catat jika ada krepitus.
Catat jika terjadi nyeri saat sendi digerakkan.
c. Lakukan inspeksi dan palapsi otot-otot :
Catat jika ada atropi.
Catat jika ada tonus yang berkurang.
Ukuran kekuatan otot.

3. Kaji tingkat nyeri, derajat, dan mulainya.


4. Kaji aktivitas sehari-hari.
5. Kaji riwayat psikososial.
6. Kaji konsep citra tubuh dan harga diri.

16
7. Pemeriksaan diagnostic yang dialkukan, meliputi tes serologi, pemeriksaan radiologi,
dan aspirasi sendi.

Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatn yang mungkin muncul pada kasus ini :
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri).
2. Potensial cidera.
3. Gangguan konsep diri.
4. Kurang pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
5. Hambatan mobilitas fisik.
6. Kurang penegtahuan.

Intervensi dan Implementasi Keperawatan


Intervensi dan implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan diagnosis yang
diemukan.

Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan :
1. Nyeri berkurang aatu hilang.
2. Tidak terjadi cidera.
3. Mobilitas meningkat.
4. Mampu melakukan kebutuhan sehari-hari.
5. Menunjukan perlaku yang adaptif.
6. Memahami cara perawatn di rumah.

3. OSTEOSARKOMA

Osteosarkoama atau sarcoma osteogenik adalah suatu pertumbuhan yang cepat


pada tumor maligna tulang (kanker tulang yang tidak diketahui penyebabnya
(Suratun,2012:132).

17
Osteosarkoma adalah tumor maligna yang berada pada tulang dan merupakan
tumor tulang primer maligna yang paling sering dan paling fatal (Zairin,2006:380).

Manifestasi klinis :
Manisfestasi klinis keganasan ini yang meliputi nyeri, bengkak, terbatasnya gerakan,
menurunnya berat badan, nyeri pada punggung bawah merupakan gejala khas yang
disebabkan oleh adanya penekanan pada vertebra oleh fraktur tulang patologis.

Asuhan Keperawatan

Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
a. Umur klien
b. Keluhan nyeri atau sakit
c. Kapan terjadinya
d. Riwayat keluarga ada/tidak yang menderita kanker
e. Pernah terpapar zat-zat karsinogen
2. Pengkajian fisik
a. Pegang daerah ekstermitas perlahan dan tinggikan, kaji adatidak keluhan nyeri
b. Identifikasi ada/tidak pembengkakan
c. Pergerakan terbatas
d. Ada/tidak kelemahan
3. Riwayat psikososial untuk menegtahui adanya kecemasan, tajut, atau depresi.
4. Pemeriksaan diagnostik untuk mengetahui anemia, hiperkalsemia, hiperkalsiuria, atau
hiperurisemia.

Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatn yang berlaku untuk gangguan ini adalah :
1. Gangguan nutrisi
2. Kurang pengetahuan
3. Resiko tinggi komplikasi (metastase ke paru)

18
4. Resiko tinggi infeksi pasca biopsy
5. Cemas
6. Gangguan rasa nyaman
7. Intoleran aktivitas
8. Gangguan citra tubuh
9. Gangguan fungsi peran.

Intervensi dan Implementasi Keperawatan


Intervensi dan implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan diagnosis yang
diemukan.

Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan intervensi diharapkan :
1. Komplikasi tidak terjadi
2. Nutrisi adekuat
3. Nyeri berkurang atau hilang
4. Tidak terjadi infeksi
5. Pengetahuan klien meningkat.

4. AKONDROPLASIA

Adalah suatu kondisi perawakan yang pendek dengan ciri disproporsi


pemendekan ekstermitas tetapi kraniofasial normal dan merupakan kondisi yang paling
sering terjadi pada dysplasia skeletal (dwarfisme). Kondisi ini diwariskan secara autosom
dominan. Estimasi kejadian akondroplasia adalah 1:15.000-40.000 per kelahiran hidup.

Etiologi

Kehamilan pada usia tua (>35th) merupakan factor resiko tinggi untuk menjadi predisposisi
akondroplasia yang bias memengaruhi replikasi dan perbaikan DNA selama proses
spermatogenesis.

19
Patofisiologi

Akondroplasia terjadi akibat mutasi dari gen fibroblast growth factor receptor-3 (FGFR3).
Kehadiran dari gen FGFR3 menghasilkan penurunan dari osifikasi endokondral, hambatan
foliferasi kondrosit pada pertumbuan kartilago, penurunan hipertrofi selular, dan penurunan
produksi matriks kartilago. Hal ini memberikan pengaruh lagsung thdpptumbuhan tulang.

Anamnesis

Pengkajian riwayat keluarga sangat mendukung penetapan diagnosis. Unsur yang


mendukung adalah sbb :

1. Tinggi badan kedua orang tua


2. Usia pubertas kedua orang tua
3. Riwayat keluarga perawakan pendek atau lambatnya pertumbuhan
4. Riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan perawakan pendek

Pengkajian anamnesis juga dilakukan pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Berat
badan lahir dikaji dan kapan kapan orang tua mulai mengeluh terlambatnya pertumbuhan.
Pola pertumbuhan anak perlu dicocokan dengan pola pertumbuhan keluarga agar
mendapatkan interpretasi yang tepat. Riwat keluarga dapat memberikan informasi tentang
keadaan yang diturunkan bila perawakan pendek merupakan tanda awal atau satu-satunya
pada anak.

Riwayat adanya nyeri, ataksia, inkontenensia, dan sesak napas diperlukan untuk
mendeteksi adanya kompresi korda spina. Kompresi korda dapat menyebabkan henti napas
dan kuadriparesis progresif sehingga harus mendapati intervensi bedah.

5. SKOLIOSIS

Skoliosis adalah suatu kondisi perubahan kuvatura spina ke arah lateral yang disebabkan
oleh anomali dari perkembangan tulang belakang (Zairin,2012:154)

20
Skoliosis adalah penyimpangan tulang belakang ke lateral dari garis tengah atau terjadi
lengkungan yang abnormal pada vertebra ke arah lateral (Suratun,2006:86). Klasifikasi
skoliosis sebagai berikut :
1. Skoliosis congenital. Kelainan sudah ada sejak lahir.
2. Skoliosis didapat. Kelainan tidak ada sejak lahir, tetaapi berkembang pada masa
berikutnya.
3. Skoliosis idiopatik. Jenis ini lebih umum biasanya berkembang pada masa remaja.
4. Skoliosis fungsional. Kelainan ini berkaitan dengan postural atau nonstuktural dan
berkembang dari pengaruh postur yang temporer (sementara) mudah diperbaiki.
5. Skoliosis structural. Perubahan pada stuktur tulang belakang karena sebab nyeri
bervariasi.
6. Skoliosis paralitik. Kelainan jenis ini berkembang enyertai penyakit neurologis seperti
poloiomielitis.
Patofisiologi skoliosis
Skoliosis

Dapat terjadi pada tulang spinal

Atau termasuk rongga tulang spinal

Lengkungan berbentuk S atau C

Derajat lengkungan penting untuk diketahui

Menekan paru dan jantung Mempengaruhi stabilitas


tulang belakang dan
pergerakan pinggul

Mempengaruhi gaya berjalan

Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Data subjektif :
1. Pakaian tidak pas atau menggantung
2. Pasien bernapas tidak leluasa

21
3. Pasien mengeluh kesulitan dalam bergerak
4. Pasien mempunyai perasaan negative terhadap dirinya
Data objektif :
1. Tulang belakang melengkung ke lateral
2. Cara berjalan tidak seimbang
3. Postur tubuh mirirng ke samping
4. Keterbatasan kemapuan untuk untuk bangkit dari kursi
5. Ketinggian bahu tidak sama

Diagnosis Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan penekanan paru
2. Byeri punggung yang berhubungan dengan posisi tubuh miring ke lateral
3. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan degan postur tubuh yang tidak seimbang
4. Gangguan citra tubuh atau konsep diri yang berhubungan dengan postur tubuh yng
mirirng ke lateral
5. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang
penyakitnya.

Intervensi dan Implementasi Keperawatan


Intervensi dan implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan diagnosis yang
diemukan.

Evaluasi Keperawatan
Setelah intervensi keperawatan, diharapkan :
1. Pola napas efektif
a. Menunjukkan bunyi napas yang normal
b. Ferkuensi dan irama pernapasan teratur
2. Nyeri hilang atau berkurang
a. Melaporkan tingkat nyeri yang dpat diterima
b. Memperlihatkan tenang dan rileks
c. Keseimbangan tidur dan istirahat

22
3. Meningkatkan mobilitas fisik
a. Melakukan latihan rentang gerak secara adekuat
b. Melakukan mobilitas pada tingkat optimal
c. Secara aktif ikut serta dalam rencana keperawatan
d. Meminta bantuan jika membutuhkan
4. Meningkatkan harga diri
a. Mencari orang lain untu membantu mempertahankan harga diri
b. Secara aktif ikut serta dalam perawatan dirirnya
c. Menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi citra tubuh
5. Pemahaman pengetahuan
a. Mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana pengobatan, dan
gejala kemajuan penyakitnya
b. Memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau korset
c. Mengekspresikan penegrtian tentang jadwal pengobatan.

2.4 Terapi atau penatalaksanaan penyakit yang menyerang system


musculoskeletal

1. OSTEOMIELITIS
Terapi : diagnosis dini dan terapi antibiotik dosis tinggi sangat penting untuk mencegah
nekrosis tulang. Tingkat LED dan CRP dapat diapantau untuk menilai respon terhadap
terapi.
Pada anak-anak dengan infeksi hematogen yang akut dapat diberikan atibiotik oral
sesudah penyuntikan antibiotic IV selama 4-6 minggu yang harus terbukti efektif, baik
pada infeksi vertebral atau hematogen yang akut.
Osteomielitis kronis dapat ditangani dengan tindakan surgical debridement dan terapi
atibiotik jangka panjang, namun resikonya (termasuk potensi dilakukannya amputasi
ekstermitas) dapat mengalahkan manfaatnya. Terapi antibiotik yang intermiten cukup
efektif untuk menekan eksaserbasi.

23
Penatalaksanaan :
1. Analgesik untuk menghilangkan rasa nyeri
2. Pemberian cairan intravena dan kalau perlu transfusi darah
3. Istirahat local dengan bidai atau traksi
4. Pemberian atibiotik secepatnya sesuai degan penyebab utama yaitu Stafilococcus
aureus sambil menunggu hasil biakan kuman
5. Drainase bedah. Apabila setelah 24 jam pengobatan lokal dan sistemik antibotik gagal
(tidak ada perbaikan keadaan umum), maka dapat dipertimbngkan drainase bedah
(sirugis). Pada drainase bedah pus subperiosteal dievakuasi untuk mengurangi
tekanan intraoseus, disamping itu pus digunakan sebagai bahan untuk biakan kuman.
Drainase dilakukan selama beberapa hari dengan menggunakan cairan NaCl dan
dengan antibiotik

2. ARTRITIS REUMATOID
Terapi : tujuan terapi meliputi : (1) peredaan nyeri, (2) pengurangan inflamasi, (3)
pemeliharaan struktur sendi, (4) pemeliharaan fungsi sendi, dan (5) kontrol sistemik.
Fifioterpai dan istirahat cukup efektif untuk meredakan rasa nyeri, dan alat-alat ortorik
dapat digunakan untuk menyangga persendian yang lemah.
Penatalaksanaan
Perawatan yang optimal pasien dengan arthritis rheumatoid membutuhkan pendekatan
yang terpadu dalam terapi farmakologis dan non-farmakologis.
Non-farmakologis
1. Pendidikan keehatan penting dalam membantu pasien untuk memahami penyakit
mereka dan belajar bagaimana cara mengatasi konsekuensinya.
2. Fisioterapi dan terapi fisik dimulai untuk membantu meningkatkan dan
mempertahankan berbagai gerakan, meningkatkan kekuatan otot, serta mengurangi
rasa sakit.
3. Terapi okupasi dimulai untuk membantu pasien untuk menggunakan sendi dan tendon
efsien tanpa menekn struktur ini, membantu mengurangi ketergantungan pada sendi
dengan splints dirancang khusus, serta menghadapi kehidupan sehari-hari melalui
adaptasi kepada pasien dengan lingkungan dan penggunaan alat abntu yang berbeda.

24
4. Tindakan ortopedi meliputi tindakan bedah rekonstruksi.

Farmakologis
1. DMARDs merupakan ukuran yang paling penting dalam pengobatan sukses arthritis
rheumatoid. DMARDs dapat memperlambat atau mencegah perkembangan
kerusakan dan hilangnya fungsi sendi. Terapi DMARD yang sukses dapat
menghilangkan kebutuhan untuk obat antiinflamasi atau analgetik lainnya. Agen
Xenobiotic DMARDs meliputi : garam emas (misalnya: aurotiomalat, auranofin,
lainnya), D-penisilamin, klorokuin dan hidroksklorokuin, sulfasalazin (SSZ),
metotreksat (MTX), azatripina, dan siklosporin A.
2. Glukukortikoid adalah obat antiinflamasi manjur dan biasanya digunakan pada pasien
dengan arthritis rheumatoid untuk menjembatani waktu sampai DMARDs efektif.
Dosis prednisone 10mg per hari biasanya digunakan, namun beberapa pasien
mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi. Pengurangan dosis tepat waktu dan
penghentian obat merupakan hal penting terkait dengan efek samping penggunaan
steroid jangka panjang.
3. Analgesik, seperti asetaminofen/parasetamol, tramadol, kodei, opiate, dan berbagai
obat analgesik lainnya juga dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit. Agen ini
tidak mengobati kerusakan bengkak atau sendi.

3. OSTEOSARKOMA
Terapi : kemoterapi prabedah, pembedahan untuk menyelamatkan tungkai dan
kemoterapi pascabedah merupakan regimen terapi yang bias dikerjakan.
Penatalaksanaan
1. Konservaatif. Penanganan kanker tulang metastasis adalah paliatif, dan sasaran
terapeutiknya adalah mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan klien sebanyak
mungkin. Terapi tambahan disesuaikan dengan metode yang digunakan untuk
menangani kanker asal. Fiksasi interna fraktur patologi dapat mengurangi kecacatan
dan nyeri yang timbul. Pembedahan dapat diindikasi pada fraktur tulang panjang. Bila
terdapat hiperkalsemia, penanganan yang dilakukan meliputi hidrasi dengan

25
memberikan cairan salin normal intravena, diuretika, mobilisasi, dan obat-obatan
seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin, atau kortikosteroid.
2. Kemoterapi. Kemoterapi meruapakan suatu penatalaksanaan tambahan padatumor
ganas tulang dan jaringan lunak. Obat-obatan yang diperlukan adalah metrotreksat,
adraimisin, siklofosfamid, vinkristin, dan sisplatinum. Pemberian kemoterapi
biasanya diberikan pada pre/pascaoperasi.
3. Radioterapi.radiasi dengan energy tinggi merupakan suatu cara untuk eradikasi
tumor-tumor ganas radiosensitife dan dapat juga sebagai penatalaksanaan awal
sebelum tindakan operasi dilakukan. Radioterapi dilakukan pada keadaan-keadaan
yang dapat di operasi, misalnya adanya metastasis atau keadaan lokal yang tidak
memungkinkan untuk tindakan operasi.

4. AKONDROPLASIA
Pengobatan
1. Monitor tetap tentang tinggi dan berat badan setiap bulan terutama pada tahun pertama
kelahiran. Pengukuran rasio segmen ekstermitas atas dan bawah.
2. Monitor perkmbangan, seperti kemampuan motorik, bicara, dan interaksi social
3. Evaluasi adanya maloklusi pada gigi
4. Control BB
5. Terapi dengan hormone pertumbuhan (growth hormone-GH)
6. Terapi antiinflamasi (NSAIDs)

Terapi bedah

1. Laminektomi lumbal pada spinal stenosis


2. Fusi spinal pada kifosis persisten diserta penggunaan dan modifikasi brace
3. Prosedur distraksi osteogenesis (rthorfix Gaches lengthening) disertai tenotomi pada
tendon achiles untuk meningkatkan perkembangan tulang.

26
Pendidikan pasien dan keluarga

1. Konsultasi genetic : diskusikan tentang penyebab genetic, resiko kekambuhan, dan


prenatal diagnosis
2. Ikut dengan suatu grup.

5. SKOLIOSIS

Penatalaksanaan :
1. Konservatif
Observasi, monitoring, dan evaluasi terhadap progresivitas harus dapat dilakukan secara
komperhensif. Intervensi dengan penggunaan alat ortotik dilakukan sesuai dengan
derajat deformitas.

2. Intervensi Bedah
Intervensi bedah merupakan pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi skoliosis
bedah koreksi dilakukan untuk mencegah progresivitas terutama apabila dengan
penatalaksanaan ortrotik tidak menurunkan progresivitas secara optimal. Intervensi
bedah dilakukan sesuai dengan derajat dari skoliosis. Itervensi tersebut meliputi hal-
hal berikut :
a. Convex growth arrest
b. Posterior fusion
c. Combined anterior and posterior fusion
d. Hemivetebra excision
e. Vetrebectomy

27
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Patofisiologi system musculoskeletal adalah perubahan fisologis yang terjadi pada system
kompleks yang melibatkan otot-otot dan kerangka tubuh, dan
termasuk sendi, ligamen, tendon, dan saraf. Perubahan fisiologis yang terjadi ini dapat
disebabkan oleh berbagai penyebab daintaranya disfungsi musculoskeletal, gangguan
metabolic tulang, infeksi musculoskeletal, dan lainnya. Penulis pun telah menuliskan
beberapa terapi atau penatalaksanaan dari penyakit yang timbul.

3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembacanya terutama bagi mahasiswi jurusan
keperawatan. Makalah ini dibuat bertujuan agar mahasiswi keperawatan dapat lebih
memahami mengenai patofisiologi system musculoskeletal.

28
DAFTAR PUSTAKA

29
LAMPIRAN GAMBAR

OSTEOMIELITIS

ARTRITIS REUMATOID

OSTEOSARKOMA

30
AKONDROPLASIA

SKOLIOSIS

31

Anda mungkin juga menyukai