Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN KURETASE

Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase


(sendok kerokan).

Kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada


dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrument
(sendok kuret) ke dalam kavum uteri.

Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase


(sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan
pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya
uterus. Gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misalnya
perforasi.

Kuret adalah tindakan medis untuk mengeluarkan jaringan dari dalam


rahim. Jaringan itu sendiri bisa berupa tumor, selaput rahim, atau janin yang
dinyatakan tidak berkembang maupun sudah meninggal. Dengan alasan medis,
tidak ada cara lain jaringan semacam itu harus dikeluarkan. ( Dr. H. Taufik
Jamaan, Sp.OG )

Sebuah kuret adalah alat bedah yang dirancang untuk mengorek jaringan
biologis atau puing di sebuah biopsi, eksisi, atau prosedur pembersihan.
(Michelson, 1988).

2. TUJUAN KURETASE
Menurut ginekolog dari Morula Fertility Clinic, RS Bunda, Jakarta, tujuan
kuret ada dua yaitu:

a. Sebagai terapi pada kasus-kasus abortus. Intinya, kuret ditempuh oleh


dokter untuk membersihkan rahim dan dinding rahim dari benda-benda atau
jaringan yang tidak diharapkan.

b. Penegakan diagnosis. Semisal mencari tahu gangguan yang terdapat pada


rahim, apakah sejenis tumor atau gangguan lain. Meski tujuannya berbeda,
tindakan yang dilakukan pada dasarnya sama saja. Begitu juga persiapan yang
harus dilakukan pasien sebelum menjalani kuret.

3. KAPAN KURETASE HARUS DILAKUKAN

Kuretase bukan ditujukan untuk menggugurkan janin dalam kandungan.


Masih banyak kasus lain yang lebih penting untuk dilakukan tindakan kuretase,
karena masalah tersebut bisa mengganggu kesehatan.

Kuretase tak bisa asal dilakukan. Selain harus ada indikasi medis, juga
harus ada persetujuan dari pasangan suami-istri. Dan, keputusan tersebut
ditentukan oleh tim dokter dari hasil diagnosa.

Beberapa kondisi dimana seorang wanita harus menjalani kuretase :

a. Jiwa ibu terancam oleh kehamilan

Ada kalanya kehamilan dapat mengancam jiwa ibu, karena ibu


mempunyai kelainan. Seperti kelainan jantung atau paru-paru. Wanita dengan
kelainan organ penting berisiko tinggi bila hamil. Misalnya, mengalami kelainan
pada paru-paru, untuk berbaring saja sesak apalagi kalau hamil, dimana ada
tekanan pada paru-paru risikonya akan makin besar.

b. Perdarahan pascapersalinan
Kehamilan dan kelahiran bisa saja lancar. Namun, ada kalanya terjadi
perdarahan hebat pascapersalinan akibat sisa-sisa jaringan yang belum keluar atau
terlepas. Pada kondisi ini, tindakan kuretase harus dilakukan untuk membersihkan
sisa-sisa jaringan yang masih tertinggal agar perdarahan tidak terus terjadi.
Perdarahan pascapersalinan ini bisa langsung terjadi setelah melahirkan, tapi bisa
juga satu minggu atau satu bulan kemudian.

c.   Ada gangguan haid

Kuretase bisa saja dilakukan pada wanita yang tidak hamil, yang
mengalami perdarahan akibat gangguan haid. Gangguan haid seperti itu,
seringkali tidak dapat diatasi dengan obat-obatan. Begitupun dengan perdarahan
yang terjadi pada wanita usia di atas 40 tahun, yang juga terjadi akibat gangguan
haid. Pada kondisi seperti itu, harus dilakukan kuretase, dengan dua tujuan.
Pertama, untuk menghentikan perdarahan akibat adanya sisa-sisa jaringan yang
masih tertinggal dan kedua untuk mencari kepastian apakah jaringan tersebut
ganas atau tidak. Bila mengandung keganasan, akan ditentukan pengobatan
selanjutnya sehingga keganasan tersebut segera dapat dihentikan atau
diminimalkan.

d. Kehamilan bermasalah

Wanita yang kehamilannya mengalami masalah, seperti hamil anggur,


hamil kosong, ataupun janin meninggal dalam kandungan, juga harus diatasi
dengan kuretase untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan. Untuk mencegah
perdarahan yang bisa saja terjadi. Banyak wanita yang takut menjalani kuretase.
Tapi, bila mengalami masalah seperti yang telah disebutkan, mau tidak mau
kuretase harus dilakukan demi menyelamatkan nyawa. Tindakan kuretase
sebaiknya dilakukan pada trimester pertama atau maksimal janin berusia 12
minggu. Sebab, pada saat itu janin belum begitu besar, dan keamanannya cukup
tinggi. Tapi, pada kasus lain, misalnya, janin meninggal dalam kandungan usia 4-
5 bulan pun bisa dilakukan meski risikonya lebih tinggi. Tindakan kuretase
memang relatif aman dilakukan saat usia kehamilan baru menginjak trimester
pertama. Sebab, pada saat itu risiko terjadinya efek samping sangat kecil.

Indikasi Kuretase :

1. Abortus incomplete ( keguguran saat usia kehamilan < 20 mg dengan


didapatkan sisa-sisa kehamilan, biasanya masih tersisa adanya plasenta). Kuretase
dalam hal ini dilakukan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi oleh karena
keguguran. Mekanisme perdarahan pada kasus keguguran adalah dengan adanya
sisa jaringan menyebabkan rahim tidak bisa berkontraksi dengan baik sehingga
pebuluh darah pada lapisan dalam rahim tidak dapat tertutup dan menyebabkan
perdarahan.

2. Blighted ova ( janin tidak ditemukan, yang berkembang hanya plasenta ).


Dalam kasus ini kuretase harus dilakukan oleh karena plasenta yang tumbuh akan
berkembang menjadi suatu keganasan, seperti chorio Ca, penyakit trophoblas
ganas pada kehamilan.

3. Dead conseptus ( janin mati pada usia kehamilan < 20 mg ). Biasanya


parameter yang jelas adalah pemeriksaan USG, dimana ditemukan janin tetapi
jantung janin tidak berdenyut. Apabila ditemukan pada usia kehamilan 16-20mg,
diperlukan obat perangsang persalinan untuk proses pengeluaran janin kemudian
baru dilakukan kuretase. Akan tetapi bila ditemukan saat usia kehamilan < 16 mg
dapat langsung dilakukan kuretase.

4. Abortus MOLA ( tidak ditemukannya janin, yang tumbuh hanya plasenta


dengan gambaran bergelembung2 seperti buah anggur, yang disebut HAMIL
ANGGUR ). Tanda2 hamil anggur adalah tinggi rahim tidak sesuai dengan umur
kehamilannya. Rahim lebih cepat membesar dan apabila ada perdarahan
ditemukan adanya gelembung2 udara pada darah. Hal ini juga dapat menjadi suatu
penyakit keganasan trophoblas pada kehamilan.
5. Menometroraghia ( perdarahan yang banyak dan memanjang diantara siklus
haid ). Tindakan kuretase dilakukan disamping untuk menghentikan perdarahan
juga dapat digunakan untuk mencari penyebabnya, oleh karena ganguan hormonal
atau adanya tumor rahim ( myoma uteri ) atau keganasan ( Kanker endometrium )
setelah hasil kuretase diperiksa secara mikroskopik ( Patologi Anatomi jaringan
endometrium ).

4. PERSIAPAN SEBELUM KURETASE

A. Konseling pra tindakan :

1) Memberi informed consent

2) Menjelaskan pada klien tentang penyakit yang diderita

3) Menerangkan kepada pasien tentang tindakan kuretase yang akan dilakukan:

garis besar prosedur tindakan, tujuan dan manfaat tindakan

4) memeriksa keadaan umum pasien, bila memungkinkan pasien dipuasakan.

B. Pemeriksaan sebelum curretage

1. USG (ultrasonografi)

2. Mengukur tensi dan Hb darah

3. Memeriksa sistim pernafasan

4. Mengatasi perdarahan

5. Memastikan pasien dalam kondisi sehat dan fit

 
C. PERSIAPAN TINDAKAN

1) menyiapkan pasien

• mengosongkan kandung kemih

• membersihkan genetalia eksterna

• membantu pasien naik ke meja ginek

• Lakukanlah pemeriksaan umum : Tekanan Darah, Nadi, Keadaan Jantung, dan


Paru – paru dan sebagainya.

• Pasanglah infuse cairan sebagai profilaksis

• Pada umumnya diperlukan anestesi infiltrasi local atau umum secara IV dengan
ketalar.

• Sebelum masuk ke ruang operasi, terlebih dahulu pasien harus dipersiapkan dari
ruangan

• Puasa: Saat akan menjalani kuretase, dilakukan puasa 4-6 jam sebelumnya.
Tujuannya supaya perut dalam keadaan kosong sehingga kuret bisa dilakukan
dengan maksimal.

• Cek adanya perdarahan

Dokter akan melakukan cek darah untuk mengetahui apakah pasien mengalami
gangguan perdarahan atau tidak. Jika ada indikasi gangguan perdarahan, kuret
akan ditunda sampai masalah perdarahan teratasi. Namun tak menutup
kemungkinan kuret segera dilakukan untuk kebaikan pasien. Biasanya akan
dibentuk tim dokter sesuai dengan keahlian masing-masing, dokter kandungan,
dokter bedah, dokter hematologi, yang saling berkoordinasi. Koordinasi ini akan
dilakukan saat pelaksanaan kuret, pascakuret, dan sampai pasien sembuh.
Persiapan Psikologis

Setiap ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani kuret. Ada yang bilang
kuret sangat menyakitkan sehingga ia kapok untuk mengalaminya lagi. Tetapi ada
pula yang biasa-biasa saja. Sebenarnya, seperti halnya persalinan normal, sakit
tidaknya kuret sangat individual. Sebab, segi psikis sangat berperan dalam
menentukan hal ini. Bila ibu sudah ketakutan bahkan syok lebih dulu sebelum
kuret, maka munculnya rasa sakit sangat mungkin terjadi. Sebab rasa takut akan
menambah kuat rasa sakit. Bila ketakutannya begitu luar biasa, maka obat bius
yang diberikan bisa tidak mempan karena secara psikis rasa takutnya sudah
bekerja lebih dahulu. Walhasil, dokter akan menambah dosisnya.

Sebaliknya, bila saat akan dilakukan kuret ibu bisa tenang dan bisa mengatasi rasa
takut, biasanya rasa sakit bisa teratasi dengan baik. Meskipun obat bius yang
diberikan kecil sudah bisa bekerja dengan baik. Untuk itu sebaiknya sebelum
menjalani kuret ibu harus mempersiapkan psikisnya dahulu supaya kuret dapat
berjalan dengan baik. Persiapan psikis bisa dengan berusaha menenangkan diri
untuk mengatasi rasa takut, pahami bahwa kuret adalah jalan yang terbaik untuk
mengatasi masalah yang ada. Sangat baik bila ibu meminta bantuan kepada orang
terdekat seperti suami, orangtua, sahabat, dan lainnya. Bila diperlukan, gunakan
jasa psikolog apabila ibu tak yakin dapat mengatasi masalah ini sendirian.

• Mengganti baju pasien dengan baju operasi

• Memakaikan baju operasi kepada pasien dan gelang sebagai identitas

• Pasien dibawa ke ruang operasi yang telah ditentukan

• Mengatur posisi pasien sesuai dengan jenis tindakan yang akan dilakukan,
kemudian pasien dibius dengan anesthesi narkose

• Setelah pasien tertidur, segera pasang alat bantu napas dan monitor EKG

• Bebaskan area yang akan dikuret


2) Persiapan petugas

a) mencuci tangan dengan sabun antiseptic

b) baik dokter maupun perawat instrumen melakukan cuci tangan steril

c) memakai perlengkapan : baju operasi, masker dan handscoen steril

d) Perawat instrumen memastikan kembali kelengkapan alat-alat yang akan


digunakan dalamtindakan kuret

e) Alat disusun di atas meja mayo sesuai dengan urutan

3) Persiapan alat dan obat :

a) Alat tenun, terdiri dari :

• baju operasi

• laken

• doek kecil

• sarung meja mayo

b) Alat-alat kuretase hendaknya telah tersedia alam bak alat dalam keadaan
aseptic berisi :

• Speculum dua buah (Spekullum cocor bebek (1) dan SIMS/L (2) ukuran S/M/L)
speculum 2 Buah.

• Sonde (penduga) uterus:

1) untuk mengukur kedalaman rahim

2) untuk mengetahui lebarnya lubang vagina


• Cunam muzeus atau Cunam porsio

• Berbagai ukuran busi (dilatator) Hegar

• Bermacam – macam ukuran sendok kerokan (kuret 1 SET)

• Cunam tampon (1 buah)

• Pinset dan klem

• Kain steril, dan sarung tangan dua pasang.

• Menyiapkan alat kuret AVM

• Ranjang ginekologi dengan penopang kaki

• Meja dorong / meja instrument

• Wadah instrumen khusus ( untuk prosedur AVM )

• AVM Kit (tabung, adaptor, dan kanula)

• Tenakulum (1 buah)

• Klem ovum/fenster (2 buah)

• Mangkok logam

• Dilagator/ busi hegar (1 set)

• Lampu sorot

• Kain atas bokong dan penutup perut bawah

• Larutan anti septik (klorheksidin, povidon iodin, lkohol)

• Tensimeter dan stetoskop


• Sarung tangan DTT dan alas kaki

• Set infus

• Abocatt

• Cairan infus

• Wings

• Kateter Karet 1 buah

• Spuit 3 cc dan 5 cc

2. Obat-obatan :

• Analgetik ( petidin 1-2 mg/Kg BB

Indikasi

Nyeri sedang sampai berat, nyeri pasca bedah

Kontra indikasi

Depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut, peningkatan


tekanan otak atau cedera kepala

Efek samping

Mual, muntah, konstipasi, ketergantungan / adiksi pada over dosis menimbulkan


Sediaan Petidin (generik) injeksi 50 mg/ml, tabl 50 mg

• Ketamin HCL 0.5 ml/ Kg BB

Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki


struktur mirip dengan phencyclidine. 11 Ketamin pertama kali disintesis tahun
1962, dimana awalnya obat ini disintesis untuk menggantikan obat anestetik yang
lama (phencyclidine) yang lebih sering menyebabkan halusinasi dan kejang. Obat
ini pertama kali diberikan pada tentara amerika selama perang Vietnam. Ketamin
hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan “rapid acting non
barbiturate general anesthesia”. Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali
diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai
anestesi umum. Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering
menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi
dapat menimbulkan muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan
persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut
dengan emergence phenomena.

Mekanisme kerja

Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat dalam


otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi
terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek
analgesik.

Efek farmakologis

Efek pada susunan saraf pusat

Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami
perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak
mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan
yang tidak disadari, seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang.
Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit,
sering mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan
sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan
peningkatan tekanan darah intrakranial.
Efek pada mata

Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi


peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada pleksus
koroidalis.

Efek pada sistem kardiovaskular.

Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa


meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek
inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.

Efek pada sistem respirasi

Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat
menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga
merupakan obat pilihan pada pasien ashma.

Dosis dan pemberian

Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses
pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak – anak. Ketamin bersifat larut
air sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M. dosis induksi adalah 1 – 2
mg/KgBB secara I.V atau 5 – 10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah
yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Emberian
secara intermitten diulang setiap 10 – 15 menitdengan dosis setengah dari dosis
awal sampai operasi selesai.

Efek samping

Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada
mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan
mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek
mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan
intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.

Kontra indikasi

Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah


disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada
pasien yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan
seperti tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor
otak dan operasi intrakranial, tekanan intraokuler meningkat, misalnya pada
penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler. Pasien yang menderita penyakit
sistemik yang sensitif terhadap obat – obat simpatomimetik, seperti ; hipertensi
tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.

• Tramadol 1-2 mg/ BB

Indikasi

Nyeri sedang sampai berat

Kontra indikasi

Depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut, peningkatan


tekanan otak atau cedera kepala

Efek samping

Mual, muntah, konstpasi, ketergantungan / adiksi pada over dosis menimbulkan


keracunan dan dapat menyebabkan kematian. Sediaan Tramadol (generik) injeksi
50 mg/ml, tablet 50 mg

• Sedativa ( diazepam 10 mg)

Indikasi
Pemakaian jangka pendek pada ansietas atau insomnia, tambahan pada putus
alkohol akut, status epileptikus, kejang demam, spasme otot.

Cara Pemberian

Injeksi i.m atau injeksi i.v lambat : (kedalam vena besar dengan kecepatan tidak
lebih dari 5 mg/menit)untuk ansietas akut berat, pengendalian serangan panik
akut, penghentian alkohol akut, 10 mg, jika perlu ulangi setelah 4 jam.Catatan :
Rute i.m hanya digunakan jika rute oral dan i.v tidak mungkin diberikan.

Kontraindikasi

Depresi pernafasan, gangguan hati berat, miastenia gravis, insufisiensi pulmoner


akut, glaukoma sudut sempit akut, serangan asma akut, trimester pertama
kehamilan, bayi prematur; tidak boleh digunakan sebagai terapi tunggal pada
depresi atau ansietas yang disertai dengan depresi.

Efek Samping

Efek samping pada susunan saraf pusat : rasa lelah, ataksia, rasa malas, vertigo,
sakit kepala, mimpi buruk dan efek amnesia. Efek lain : gangguan pada saluran
pencernaan, konstipasi, nafsu makan berubah, anoreksia, penurunan atau kenaikan
berat badan, mulut kering, salivasi, sekresi bronkial atau rasa pahit pada mulut.

• Atropine sulfas 0.25- 0.50 mg/ml

Indikasi

Spasme/kejang pada kandung empedu, kandung kemih dan usus, keracunan fosfor
organik.

Kontraindikasi
Glaukoma sudut tertutup, obstruksi/sumbatan saluran pencernaan dan saluran
kemih, atoni (tidak adanya ketegangan atau kekuatan otot) saluran pencernaan,
ileus paralitikum, asma, miastenia gravis, kolitis ulserativa, hernia hiatal, penyakit
hati dan ginjal yang serius.

Dosis : 0.25- 0.50 mg/ml

• Oksigen dan regulator

Pemberian oksigen dilakukan setelah post operasi pasien diberikan oksigen 2


liter/menit melalui nasal kanule dan tetap observasi keadaan pasien sampai
dipindahkan ke ruangan perawatan.

5. PERAWATAN SETELAH KURETASE

Perawatan usai kuretase pada umumnya sama dengan operasi-operasi lain. Harus
menjaga bekas operasinya dengan baik, tidak melakukan aktivitas yang terlalu
berat, tidak melakukan hubungan intim untuk jangka waktu tertentu sampai
keluhannya benar-benar hilang, dan meminum obat secara teratur. Obat yang
diberikan biasanya adalah antibiotik dan penghilang rasa sakit. Jika ternyata
muncul keluhan, sakit yang terus berkepanjangan atau muncul perdarahan,
segeralah memeriksakan diri ke dokter. Mungkin perlu dilakukan tindakan kuret
yang kedua karena bisa saja ada sisa jaringan yang tertinggal. Jika keluhan tak
muncul, biasanya kuret berjalan dengan baik dan pasien tinggal menunggu
kesembuhannya.

Hal-hal yang perlu juga dilakukan:

1. Setelah pasien sudah dirapihkan, maka perawat mengobservasi keadaan pasien


dan terus memastikan apakah pasien sudah bernapas spontan atau belum

2. Setelah itu pasien dipindahkan ke recovery room


3. Melakukan observasi keadaan umum pasien hingga kesadaran pulih

4. Pasien diberikan oksigen 2 liter/menit melalui nasal kanule dan tetap observasi
keadaan pasien sampai dipindahkan ke ruangan perawatan.

5. Konseling pasca tindakan

6. Melakukan dekontaminasi alat dan bahan bekas operasi

6. DAMPAK SETELAH KURETASE

Terkadang kuret tidak berjalan lancar. Meskipun telah dilakukan oleh dokter
kandungan yang sudah dibekali ilmu kuret namun kekeliruan bisa saja terjadi.
Bisa saja pada saat melakukannya dokter kurang teliti, terburu-buru, atau jaringan
sudah kaku atau membatu seperti pada kasus abortus yang tidak ditangani dengan
cepat. Berikut adalah dampaknya:

a. Perdarahan

Bila saat kuret jaringan tidak diambil dengan bersih, dikhawatirkan terjadi
perdarahan. Untuk itu jaringan harus diambil dengan bersih dan tidak boleh tersisa
sedikit pun. Bila ada sisa kemudian terjadi perdarahan, maka kuret kedua harus
segera dilakukan. Biasanya hal ini terjadi pada kasus jaringan yang sudah
membatu. Banyak dokter kesulitan melakukan pembersihan dalam sekali tindakan
sehingga ada jaringan yang tersisa. Namun biasanya bila dokter tidak yakin sudah
bersih, dia akan memberi tahu kepada si ibu, “Jika terjadi perdarahan maka segera
datang lagi ke dokter.”

b. Cerukan di Dinding Rahim


Pengerokan jaringan pun harus tepat sasaran, jangan sampai meninggalkan
cerukan di dinding rahim. Jika menyisakan cerukan, dikhawatirkan akan
mengganggu kesehatan rahim.

c. Gangguan Haid

Jika pengerokan yang dilakukan sampai menyentuh selaput otot rahim,


dikhawatirkan akan mengganggu kelancaran siklus haid.

d. Infeksi

Jika jaringan tersisa di dalam rahim, muncul luka, cerukan, dikhawatirkan bisa
memicu terjadinya infeksi. Sebab, kuman senang sekali dengan daerah-daerah
yang basah oleh cairan seperti darah.

e. Kanker

Sebenarnya kecil kemungkinan terjadi kanker, hanya sekitar 1%. Namun bila
kuret tidak dilakukan dengan baik, ada sisa yang tertinggal kemudian tidak
mendapatkan penanganan yang tepat, bisa saja memicu munculnya kanker.
Disebut kanker trofoblast atau kanker yang disebabkan oleh sisa plasenta yang ada
di dinding rahim.

EFEK SAMPING DARI TINDAKAN KURETASI

Rahim berlubang

Kuretase memungkinkan terjadinya lubang pada rahim, atau di dunia kedokteran


disebut perforasi uterus. Hal itu bisa terjadi karena pada saat hamil, dinding rahim
sangat lunak, sehingga berisiko tinggi untuk terjadinya lubang akibat pengerokan
sisa-sisa jaringan.

Risiko terjadinya lubang pada rahim semakin besar bila kuretase dilakukam pada
ibu yang hamil anggur. Sebab, ada tahapan yang harus dilakukan sebelum sampai
pada tindakan keretase. Pada hamil anggur, perut ibu biasanya cukup besar. Usia
tiga bulan saja biasanya sudah seperti enam bulan. Karena itu, sebelum kuretase
dilakukan, dokter akan mengevakuasi posisi kehamilan menggunakan vacuum
lebih dulu, baru mengerok menggunakan sendok tajam untuk mengeluarkan sisa-
sisa jaringan.

Infeksi

Tindakan kuretase memungkinkan terjadinya infeksi, akibat adanya perlukaan.


Tapi, dengan pengobatan yang tepat, infeksi itu biasanya cepat sembuh.

Sindrom Asherman

Sindrom Asherman adalah terjadinya perlekatan pada lapisan dinding dalam


rahim. Karena lengket, jaringan selaput lendir rahim tidak terbentuk lagi.
Akibatnya, pasien tidak mengalami haid. Ini memang bisa terjadi, karena selaput
lendir rahim terkikis habis saat tindakan kuretase. Tapi hal itu masih bisa diatasi
dengan pemberian obat, sehingga pasien bisa haid kembali.

Keluar vlek

Vlek-vlek darah bisa saja keluar setelah tindakan kuretase dilakukan, sampai satu
minggu kemudian. Keluarnya vlek-vlek darah itu sangat wajar. Tapi,
bagaimanapun harus tetap dikonsultasikan pada dokter, agar bisa diwaspadai.
Sebab, bisa saja keluarnya vlek tersebut karena adanya gangguan pada fungsi
pembekuan darah.

Mual dan pusing

Mual dan pusing bisa terjadi akibat pembiusan yang dilakukan. Tapi, kalau
muntah pada saat pasien sedang tidak sadar diri, hal itu perlu diwaspadai.

Nyeri
Rasa nyeri, terutama di perut bagian bawah, bisa timbul setelah tindakan kuretase
dilakukan. Untuk menguranginya, dokter biasanya akan memberikan obat-obatan
pereda nyeri. Dan biasanya akan cepat hilang.

7. TEKNIK PENGELUARAN JARINGAN

Pengeluaran jaringan yaitu setelah serviks terbuka (primer maupun dengan


dilatasi), jaringan konsepsi dapat dikeluarkan secara manual, dilanjutkan dengan
kuretase.

1. Sondage, menentukan posisi dan ukuran uterus

2. Masukkan tang abortus sepanjang besar uterus, buka dan putar 90˚ untuk
melepaskan jaringan, kemudian tutup dan keluarkan jaringan tersebut

3. Sisa abortus dikeluarkan dengan kuret tumpul, gunakan sendok terbesar yang
bisa masuk

4. Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua, dengan eksplorasi jari maupun kuret.

Referensi :

Bernstein, P, Strategies to Reduce the Incidence of Cesarean Delivery, XVI World


Conggress of the International Federation of Gynecology and Obstetric, 2000

Cunningham, MacDonald, Grant: Operative Obstetric, cesarean Delivery and


Postpartum Hysterectomi. William Obstetric 21th ed, 2001, 537-60
Division of Maternal Fetal Medicine & Prenatal Diagnosis Risk of Uterine
Rupture during Labor among Women with a Prior Cesarean Delivery

http://www. Dartmouth.edu

Fernando Arias, M.D. PhD, Practical Guide to High Risk Pregnancy and Delivery

http : // www.ssat.com/cgi-bin/preg 7.cgi ? offiliation = student & referer.

Natopilano, P.G. Sectio Cesarean, March 11 2002

http://www.emedicine.com/med/topic 836.htm.

Phillips Steer, British Medical Journal. Clinical Review. Preterm dan Posterm
Labor

http://www.pathology.ubc.ca

http://medicom.blogdetik.com/2009/03/07/seksio-sesarea-dan-kuretase/

http://mulkasem.blogspot.com/2011/04/persiapan-kuretase-dan-perawatan.html

http://frisoft-sehat.blogspot.com/2008/10/kapan-kuretase-harus-dilakukan.html

http://default.tabloidnova.com/article.php?name=/wajib-diketahui-seputar-
kuretase&channel=kesehatan%2Fwanita

Anda mungkin juga menyukai