PENDAHULUAN
Kematian maternal 70% disebabkan oleh perdarahan 24%, infeksi 15%, aborsi
tidak aman 13%, tekanan darah tinggi 12% dan persalinan lama 8%. Masalah ini
merupakan pertanyaan bagi pusat pelayanan kesehatan dalam upaya menurunkan jumlah
kematian maternal tersebut. Perdarahan dan infeksi dapat dicegah dengan tindakan
kuretase. Abortus merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan dan merupakan
indikasi dilakukanya kuretase. Angka ini turut meningkat seiring bertambahnya jumlah
kejadian aborsi di Indonesia, didapatkan dua juta kasus/tahun. Kuretase pada pasien
abortus baik dilakukan untuk mempersiapkan kehamilan selanjutnya.
Kuretase merupakan salah satu prosedur obstetrik dan ginekologi yang sering
dilakukan. Baik untuk pengosongan sisa konsepsi dari kavum uteri akibat abortus.
Ataupun untuk mengetahui kelainan perdarahan uterus pada kasus ginekologi. Prosedur
ini berlangsung dalam waktu singkat. Kasus yang membutuhkan tindakan kuretase
bermacam-macam, diantaranya abortus, blighted ovum, sisa plasenta, dan mola
hidatidosa. Ada juga kasus kuret yang ditujukan untuk diagnostik seperti biopsi
endometrium. Pengerukan yang terlalu dalam dapat menyebabkan sisa kerukan pada
dinding rahim, perdarahan, infeksi serta gangguan haid merupakan dampak dari kuretase.
Komplikasi dapat terjadi selama proses dilatasi dan kuretase, diperlukan tindakan
yang hati-hati dalam mendeteksi dan menangani kejadian ini. Beberapa komplikasi yang
sering terjadi adalah perdarahan, cedera pada serviks, perforasi uterus, infeksi, dan adhesi
intrauterus pasca prosedur. Terkadang komplikasi perdarahan tidak disadari, ataupun
ditangani terlambat akibat pengawasan yang kurang akan tanda-tanda perdarahan pasca
prosedur.
Oleh sebab tingginya jumlah kasus-kasus yang memerlukan tindakan kuretase,
dan tingginya angka kejadian komplikasi dari tindakan kuretase, maka diperlukan
pengetahuan dan kemampuan bagi para dokter dalam melakukan prosedur ini untuk
meningkatkan keberhasilan prosedur, mengurangi kejadian komplikasi, dan menurunkan
angka kematian ibu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sebuah kuret adalah alat bedah yang dirancang untuk mengorek jaringan biologis
atau puing di sebuah biopsi, eksisi, atau prosedur pembersihan. (Michelson, 1988).
Menurut ginekolog dari Morula Fertility Clinic, RS Bunda, Jakarta, tujuan kuret ada
dua yaitu:
a. Sebagai terapi pada kasus-kasus abortus. Intinya, kuret ditempuh oleh dokter
untuk membersihkan rahim dan dinding rahim dari benda-benda atau
jaringan yang tidak diharapkan.
c. Penegakan diagnosis. Semisal mencari tahu gangguan yang terdapat pada
rahim, apakah sejenis tumor atau gangguan lain. Meski tujuannya berbeda,
tindakan yang dilakukan pada dasarnya sama saja. Begitu juga persiapan
yang harus dilakukan pasien sebelum menjalani kuret.
2.3 Metode curettage
1. Metode Penyedotan (Suction Curettage)
Pada 1-3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi dilakukan dengan metode
penyedotan. Teknik inilah yang paling banyak dilakukan untuk kehamilan usia dini.
Mesin penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam dimasukkan ke dalam rahim lewat
mulut rahim yang sengaja dimekarkan. Penyedotan ini mengakibatkan tubuh bayi
berantakan dan menarik ari-ari (plasenta) dari dinding rahim. Hasil penyedotan berupa
darah, cairan ketuban, bagian-bagian plasenta dan tubuh janin terkumpul dalam botol
yang dihubungkan dengan alat penyedot ini. Ketelitian dan kehati-hatian dalam menjalani
metode ini sangat perlu dijaga guna menghindari robeknya rahim akibat salah sedot yang
dapat mengakibatkan pendarahan hebat yang terkadang berakhir pada operasi
pengangkatan rahim. Peradangan dapat terjadi dengan mudahnya jika masih ada sisa-sisa
plasenta atau bagian dari janin yang tertinggal di dalam rahim. Hal inilah yang paling
sering terjadi yang dikenal dengan komplikasi paska-aborsi.
b. Penyakit ibu
Penyakit secara langsung mempengaruhi pertumbuhan janin dalam
kandungan melalui plasenta yaitu penyakit infeksi seprti pneumonia, tifus
abdominalis, malaria, sypilis, toxin, bakteri, virus, atau plasmodium sehingga
menyebabkan kematian janin dan terjadi abortus.
1. Mola hidatidosa
Mola hidatidosa dicirikan dengan poliferasi abnormal vilus korion. Mola
Hidatidosa adalah gumpalan atau tumor dalam rahim yang terjadi karena
degenerasi atau gangguan perkembangan sel telur yang telah dibuahi. Mola
hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan hidropik.
Yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih,
dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai satu atau dua
sentimeter.
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada wanita dengan amenore,
perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan untuk
diagnosis pasti dilakukan pemeriksaan kadar HCG dalam darah, urin maupun
biopsy, atau dengan USG.
2. Blighted Ovum
Blighted Ovum adalah buah kehamilan yang dengan pemeriksaan USG
tampak gestasional sac saja, tanpa adanya fetal pole, kantong amnion tampak
telah tidak teratur Blighted Ovum (kehamilan unembrionik) adalah kehamilan
patologik, dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal. Disamping mudigah,
kantong kuning telur juga ikut tidak terbentuk. Blighted ovum harus dibedakan
dari kehamilan muda yang normal, dimana mudigah masih terlalu kecil untuk
dapat dideteksi dengan alat USG (biasanya kehamilan 5-6 minggu).
Kehamilan yang berkembang dengan tidak sempurna ini disebabkan oleh
kelainan gen dan kromosom pada ovum (sel telur), sperma, atau keduanya.
Kelainan ini biasa diturunkan dari bapak atau ibu penderita. Rendahnya kualitas
sel telur dan sperma juga berperan. Bisa juga sel telur dan sperma normal, namun
saat terjadi proses pembelahan kromosom terjadi kelainan berupa translokasi
(saling bertukarnya bagian kromosom yang non-homolog atau tak sejenis).
Penyebab lainnya multifaktor, meliputi: infeksi karena campak Jerman (rubella),
cytomegalovirus, herpes simpleks, virus toxoplasma, bakteri Listeria
monocytogenes, penyakit kencing manis (diabetes mellitus) yang tak terkendali,
dan kelainan imunologi.
Diagnosis blighted ovum dapat ditegakkan bila pada kantong gestasi yang
berdiameter sedikitnya 30 mm (penulis lain memakai ukuran 25 mm), tidak
dijumpai adanya struktur mudigah atau kantong kuning telur. Jika telah
didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah mengeluarkan hasil
konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan dianalisa untuk memastikan
apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi
maka dapat diobati sehingga kejadian ini tidak berulang. Jika penyebabnya
antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak dapat hamil
sungguhan.
3. Misssed Abortion
Retensi janin mati (Missed Abortion) adalah perdarahan pada kehamilan
muda disertai dengan retensi hasil konsepsi yang telah mati hingga 8 minggu atau
lebih. Missed Abortion adalah kehilangan kehamilan dimana produk-produk
konsepsi tidak keluar dari tubuh. Diagnosa missed abortion secara USG dapat
ditegakkan bila dijumpai mudigah dengan jarak kepala-bokong 10 mm atau lebih
yang tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Ukuran uterus lebih kecil dari
usia kehamilan, bentuk kantong gestasi dan mudigah tidak utuh lagi dan cairan
ketuban biasanya tinggal sedikit.
Pengeluaran hasil konsepsi pada missed abortion merupakan satu tindakan
yang tidak lepas dari bahaya karena plasenta dapat melekat erat pada dinding
uterus dan kadang-kadang terdapat hipofibrinogenemia. Apabila diputuskan untuk
mengeluarkan hasil konsepsi itu, pada uterus yang besarnya tidak melebihi 12
minggu sebaiknya dilakukan pembukaan serviks uteri dengan memasukkan
laminaria selama kira-kira 12 jam dalam kanalis servikalis yang kemudian dapat
diperbesar dengan busi hegar sampai cunam ovum atau jari dapat masuk kedalam
kavum uteri. Dengan demikian, hasil konsepsi dapat dikeluarkan lebih mudah
serta aman, dan sisa-sisanya kemudian dibersihkan dengan kuret tajam.
4. Sisa Plasenta
Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa
plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara
manual atau dikuret, disusul dengan pemberian obat-obatan oksitoksika intravena.
Sisa plasenta dalam nifas menyebabkan perdarahan dan infeksi. Perdarahan yang
banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh sisa plasenta. Dengan
perlindungan antibiotik, sisa plasenta dikeluarkan secara digital atau dengan kuret
besar. Jika ada demam ditunggu dulu sampai suhu turun dengan pemberian
antibiotik dan 3-4 hari kemudian rahim dibersihkan, tetapi bila ada perdarahan
banyak, rahim segera dibersihkan walaupun ada demam.
Sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang
dapat menimbulkan perdarahan postpartum primer atau perdarahn postpartum
sekunder. Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya
sisa plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara
manual atau dikuretase disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena.
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes, dengan pemeriksaan dalam
dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo dengan cara ini
dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-
sisa plasenta.
Tindakan penanganan meliputi pemasangan infus profilaksis, pemberian
antibiotik adekuat, pemberian uterotonik (oksitosin atau metergin), dan tindakan
definitif dengan kuratase dan dilakukan pemeriksaan patologi-anatomik (PA).
A. Persiapan Pasien
1. Puasa
Saat akan menjalani kuretase, biasanya ibu harus mempersiapkan dirinya.
Misal, berpuasa 4-6 jam sebelumnya. Tujuannya supaya perut dalam keadaan
kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan maksimal.
2. Persiapan Psikologis
Setiap ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani kuret.
Sebenarnya, seperti halnya persalinan normal, sakit tidaknya kuret sangat
individual. Sebab, segi psikis sangat berperan dalam menentukan hal ini. Bila
ibu sudah ketakutan bahkan syok lebih dulu sebelum kuret, maka munculnya
rasa sakit sangat mungkin terjadi. Sebab rasa takut akan menambah kuat rasa
sakit. Bila ketakutannya begitu luar biasa, maka obat bius yang diberikan bisa
tidak mempan karena secara psikis rasa takutnya sudah bekerja lebih dahulu.
Sebaliknya, bila saat akan dilakukan kuret ibu bisa tenang dan bisa
mengatasi rasa takut, biasanya rasa sakit bisa teratasi dengan baik. Meskipun
obat bius yang diberikan kecil sudah bisa bekerja dengan baik. Untuk itu
sebaiknya sebelum menjalani kuret ibu harus mempersiapkan psikisnya
dahulu supaya kuret dapat berjalan dengan baik. Persiapan psikis bisa dengan
berusaha menenangkan diri untuk mengatasi rasa takut, pahami bahwa kuret
adalah jalan yang terbaik untuk mengatasi masalah yang ada. Sangat baik bila
ibu meminta bantuan kepada orang terdekat seperti suami, orangtua, sahabat,
dan lainnya.
Alat-Alat Kuretasi
No Gambar Alat Nama Alat
1. Spekulum
2. Klem ovum
3. Sonde Uterus
4. Tenakulum
5. Retraktor
6. Kuretase set
Obat-obatan :
Analgetik ( petidin 1-2 mg/Kg BB
Indikasi
Nyeri sedang sampai berat, nyeri pasca bedah
Kontra indikasi
Depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut, peningkatan
tekanan otak atau cedera kepala
Efek samping
Mual, muntah, konstipasi, ketergantungan / adiksi pada over dosis menimbulkan
Sediaan Petidin (generik) injeksi 50 mg/ml, tabl 50 mg
Ketamin HCL 0.5 ml/ Kg BB
Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki
struktur mirip dengan phencyclidine. 11 Ketamin pertama kali disintesis tahun
1962, dimana awalnya obat ini disintesis untuk menggantikan obat anestetik
yang lama (phencyclidine) yang lebih sering menyebabkan halusinasi dan
kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada tentara amerika selama perang
Vietnam. Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin,
merupakan rapid acting non barbiturate general anesthesia. Ketalar sebagai
nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun
1965 yang digunakan sebagai anestesi umum. Ketamin kurang digemari untuk
induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi ,
hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah
muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk. Ketamin juga sering menebabkan
terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan mimpi gembira yang
mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena.
Mekanisme kerja
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat dalam
otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi
terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek
analgesik.
Efek farmakologis
Efek pada susunan saraf pusat
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami
perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak
mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan
yang tidak disadari, seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang.
Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit,
sering mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan
sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat,
menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial.
Efek pada mata
Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi
peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada pleksus
koroidalis.
Efek pada sistem kardiovaskular.
Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa
meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek
inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Efek pada sistem respirasi
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat
menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga
merupakan obat pilihan pada pasien ashma.
Dosis dan pemberian
Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila
akses pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak anak. Ketamin
bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M. dosis induksi
adalah 1 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif
lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek
yang diinginkan. Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau
kontinyu. Emberian secara intermitten diulang setiap 10 15 menitdengan dosis
setengah dari dosis awal sampai operasi selesai.
Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada
mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan
mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek
mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan
intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.
Kontra indikasi
Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah
disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada
pasien yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan
seperti tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya pada trauma kepala,
tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan intraokuler meningkat, misalnya
pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler. Pasien yang menderita
penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat obat simpatomimetik, seperti ;
hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.
Tramadol 1-2 mg/ BB
Indikasi
Nyeri sedang sampai berat
Kontra indikasi
Depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut, peningkatan
tekanan otak atau cedera kepala
Efek samping
Indikasi
Pemakaian jangka pendek pada ansietas atau insomnia, tambahan pada putus
alkohol akut, status epileptikus, kejang demam, spasme otot.
Cara Pemberian
Injeksi i.m atau injeksi i.v lambat : (kedalam vena besar dengan kecepatan tidak
lebih dari 5 mg/menit)untuk ansietas akut berat, pengendalian serangan panik
akut, penghentian alkohol akut, 10 mg, jika perlu ulangi setelah 4 jam.Catatan :
Rute i.m hanya digunakan jika rute oral dan i.v tidak mungkin diberikan.
Kontraindikasi
Depresi pernafasan, gangguan hati berat, miastenia gravis, insufisiensi pulmoner
akut, glaukoma sudut sempit akut, serangan asma akut, trimester pertama
kehamilan, bayi prematur; tidak boleh digunakan sebagai terapi tunggal pada
depresi atau ansietas yang disertai dengan depresi.
Efek Samping
Efek samping pada susunan saraf pusat : rasa lelah, ataksia, rasa malas, vertigo,
sakit kepala, mimpi buruk dan efek amnesia. Efek lain : gangguan pada saluran
pencernaan, konstipasi, nafsu makan berubah, anoreksia, penurunan atau
kenaikan berat badan, mulut kering, salivasi, sekresi bronkial atau rasa pahit
pada mulut.
Indikasi
LANGKAH/KEGIATAN
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK
1. Sapa pasien dan keluarganya, perkenalkan bahwa anda adalah
petugas yang akan melakukan tindakan medik.
2. Jelaskan tentang diagnosis dan penatalaksanaan Abortus Inkomplit atau pembersihan
sisa jaringan pasca persalinan
3. Jelaskan bahwa setiap tindakan medik mengandung risiko, baik yang telah diduga
sebelumnya maupun tidak.
c. Gangguan Haid
Jika pengerokan yang dilakukan sampai menyentuh selaput otot rahim,
dikhawatirkan akan mengganggu kelancaran siklus haid.
d. Infeksi
Jika jaringan tersisa di dalam rahim, muncul luka, cerukan, dikhawatirkan bisa
memicu terjadinya infeksi. Sebab, kuman senang sekali dengan daerah-daerah yang basah
oleh cairan seperti darah.
e. Kanker
Sebenarnya kecil kemungkinan terjadi kanker, hanya sekitar 1%. Namun bila
kuret tidak dilakukan dengan baik, ada sisa yang tertinggal kemudian tidak mendapatkan
penanganan yang tepat, bisa saja memicu munculnya kanker. Disebut kanker trofoblast
atau kanker yang disebabkan oleh sisa plasenta yang ada di dinding rahim.
f. Perforasi Usus
Risiko komplikasi seperti perforasi uterus, dapat meningkat pada pasien dengan
riwayat penyakit tropoblastik gestasional, riwayat ablasi endometrium, kelainan anatomi
serviks dan uterus, stenosis serviks, ataupun mengalami infeksi uterus akut.
DAFTAR PUSTAKA
Fernando Arias, M.D. PhD, 2010,Practical Guide to High Risk Pregnancy and Delivery
Guttmacher Institute (2008). In Brief: Facts on Induced Abortion in the United States.
Available online: http://www.guttmacher.org/pubs/fb_induced_abortion.html.
Untoro R, dkk. Buku Panduan Pelatih, Pelatihan Keterampilan Klinik Esensial Dasar
Obstetri dan Neonatal, Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan Keluarga: Jakarta,
2012