Anda di halaman 1dari 18

ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS

Oleh:
Kelompok II
Dionisius Christian Bria Seran
Mada Maulana Aulia Urrahman
Yuliana Agustina
Wira Nirwana

Pembimbing:
dr. Tasmonoheni ,Sp.F

LABORATORIUM ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. SAIFUL ANWAR MALANG
2016
PENDAHULUAN

Saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat


Indonesia. Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memberikan dampak
pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu
hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Namun sebenarnya aborsi
juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi
perdarahan dan sepsis. Akan tetapi, kematian ibu yang disebabkan komplikasi aborsi sering

tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi dilaporkan sebagai perdarahanatau sepsis. Hal
itu terjadi karena hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di
masyarakat.
Berdasarkan data WHO 2008 , diperkirakan 10-50% kematian ibu disebabkan oleh
aborsi yang besarnya tidak dapat secara pasti di tentukan karena tergantung kondisi
masing-masing negara. Diperkirakan di seluruh dunia setiap tahun dilakukan 20 juta aborsi
tidak aman, 70.000 wanita meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8 kematian ibu
disebabkan oleh aborsi tidak aman. Di wilayah Asia tenggara,WHO memperkirakan 4,2 juta
aborsi dilakukan setiap tahunnya, di antaranya 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia.
Risiko kematian akibat aborsi tidak aman diwilayah Asia diperkirakan antara 1 dari 250,
negara maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah
aborsi di Indonesia masih cukup besar.
Aborsi itu sendiri dapat terjadi baik akibat perbuatan manusia (aborsi provokatus)
maupun karena sebab-sebab alamiah yaitu terjadi dengan sendirinya bukan karena
perbuatan manusia (aborsi spontaneus). Aborsi yang terjadi karena perbuatan manusia
dapat terjadi baik karena didorong oleh alasan medis, misalnya karena wanita yang hamil
menderita suatu penyakit dan untuk menyelamatkan nyawa wanita tersebut maka
kandungannya harus digugurkan (aborsi provokatus therapeutics atau bisa disebut aborsi
terapeutik). Di samping itu karena alasan-alasan lain yang tidak dibenarkan oleh hukum
yang merupakan suatu abortus provokatus criminalis (Hoediyanto dan Hariadi, 2012).

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Pengertian pengguguran kandungan (aborsi) menurut kedokteran forensik
adalah pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangnya sebelum
masa kehamilan lengkap tercapai atau sebelum kandungan berusia 38 - 40 minggu
(Hoediyanto dan Hariadi, 2012).

Sedangkan abortus menurut pengertian medis

klinis ialah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
sendiri diluar kandungan. Batasan umur kandungan 20 minggu dan berat badan
fetus yang keluar kurang dari 500 gram (Saifuddin dkk, 2009).
B. Klasifikasi
Abortus menurut pengertian kedokteran terbagi kedalam:
1. Abortus spontanea (penyebab wajar)
Abortus yag terjadi secara spontan atau natural. Penyebab abortus spontan
dapat terjadi akibat adanya kelainan uterus, kelainan ovarium, penyakit
sistemik ibu, kelainan hormonal, kelainan pada rhesus factor atau adanya
psychogenic instability. Seorang wanita hamil yang mengalami keguguran
patut diduga mengalami abortus spontanea apabila merupakan pasangan
suami istri yang belum memiliki keturunan atau sudah memiliki anak namun
masih mendambakan seorang anak ((Hoediyanto dan Hariadi, 2012).
2. Abortus provokatus (sengaja dibuat) yang terbagi lagi menjadi :
Abortus provokatus terapeutikus
Merupakan abortus atas indikasi medik. Abortus atas indikasi medik
merupakan abortus yang diperbolehkan di Indonesia dengan alasan
untuk menyelamatkan nyawa ibu. Syarat dari abortus provokatus
teraputikus adalah harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukanya dan sesuai
dengan tanggung jawab profesi, harus meminta pertimbangan tim
ahli, harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau
keluarga terdekat, harus dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki
tenaga atau peralatan yang ditunjuk oleh pemerintah, prosedur tidak
boleh dirahasaikan dan dokumen medik harus lengkap (Hoediyanto

dan Hariadi, 2012).


Abortus provokatus criminalis
Abortus yang dilakukan karena alasan yang tidak dibenarkan oleh
hukum. Abortus provokatus criminalis sering terjadi pada wanita yang
hamil diluar nikah atau pada kehamilan yang tidak dikehendaki seperti
pada pasangan yang sudah memiliki banyak anak dan memiliki
masalah sosial ekonomi (Waluyadi, 2005).

C. Metode Aborsi
Terdapat berbagai metode yang sering digunakan dalam aborsi provokatus
yang perlu diketahui, oleh karena berkaitan dengan komplikasi yang terjadi dan
bermanfaat didalam melakukan penyidikan serta pemeriksaan mayat untuk

menjelaskan ada tidaknya hubungan antara tindakan aborsi itu sendiri dengan
kematian yang terjadi pada si ibu. Metode yang digunakan biasanya disesuaikan
dengan umur kehamilan, semakin tua umur kehamilan, semakin tinggi resikonya
( Walsh, 2008).
a. Trimester Pertama
Metode Penyedotan (Suction Curettage)
Pada 1-3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi
dilakukan dengan metode penyedotan. Teknik inilah yang paling
banyak dilakukan untuk kehamilan usia dini. Mesin penyedot
bertenaga kuat dengan ujung tajam dimasukkan ke dalam rahim lewat
mulut rahim yang sengaja dimekarkan. Penyedotan ini mengakibatkan
tubuh bayi berantakan dan menarik ari-ari (plasenta) dari dinding
rahim. Hasil penyedotan berupa darah, cairan ketuban, bagian-bagian
plasenta dan tubuh janin terkumpul dalam botol yang dihubungkan
dengan alat penyedot ini. Ketelitian dan kehati-hatian dalam menjalani
metode ini sangat perlu dijaga guna menghindari robeknya rahim
akibat salah sedot yang dapat mengakibatkan pendarahan hebat yang
terkadang berakhir pada operasi pengangkatan rahim. Peradangan
dapat terjadi dengan mudahnya jika masih ada sisa-sisa plasenta atau
bagian dari janin yang tertinggal di dalam rahim. Hal inilah yang paling
sering terjadi yang dikenal dengan komplikasi paska-aborsi. (Pradono,

2001).

Gambar 1. Metode Penyedotan dan Kuretase pade Aborsi Fetus


Usia 9 Minggu

Metode D&C - Dilatasi dan Kerokan


Dalam teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan
paksa untuk memasukkan pisau baja yang tajam. Bagian tubuh janin
dipotong berkeping-keping dan diangkat, sedangkan plasenta dikerok
dari dinding rahim. Darah yang hilang selama dilakukannya metode ini
lebih banyak dibandingkan dengan metode penyedotan. Begitu juga
dengan perobekan rahim dan radang paling sering terjadi. Metode ini
tidak sama dengan metode D&C yang dilakukan pada wanita-wanita
dengan keluhan penyakit rahim (seperti pendarahan rahim, tidak
terjadinya menstruasi, dsb). Komplikasi yang sering terjadi antara lain
robeknya dinding rahim yang dapat menjurus hingga ke kandung
kencing (Pradono, 2001).

Gambar 2. Metode
aborsi dilatasi dan

PIL RU 486
Masyarakat

menamakannya

kerokan

"Pil

Aborsi

Perancis".

Teknik

ini

menggunakan 2 hormon sintetik yaitu mifepristone dan misoprostol


untuk secara kimiawi menginduksi kehamilan usia 5-9 minggu. Kerja
RU 486 adalah untuk memblokir hormon progesteron yang berfungsi
vital untuk menjaga jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena
pemblokiran ini, maka janin tidak mendapatkan makanannya lagi dan
menjadi kelaparan. Ada beberapa kasus serius dari penggunaan RU
486, seperti aborsi yang tidak terjadi hingga 44 hari kemudian,
pendarahan hebat, pusing-pusing, muntah-muntah, rasa sakit hingga
kematian. Sedikitnya seorang wanita Perancis meninggal sedangkan
beberapa lainnya mengalami serangan jantung (Pradono, 2001).

Suntikan Methotrexate (MTX)


MTX pada mulanya digunakan untuk menekan pertumbuhan
pesat sel-sel, seperti pada kasus kanker, dengan menetralisir asam

folat yang berguna untuk pemecahan sel. MTX ternyata juga menekan
pertumbuhan pesat trophoblastoid - selaput yang menyelubungi
embrio

yang

juga

merupakan

cikal

bakal

plasenta.

MTX

menghancurkan integrasi dari lingkungan yang menopang, melindungi


dan menyuburkan pertumbuhan janin, dan karena kekurangan nutrisi,
maka janin menjadi mati 3-7 hari kemudian, tablet misoprostol
dimasukkan ke dalam kelamin wanita hamil itu untuk memicu
terlepasnya janin dari rahim. Terkadang, hal ini terjadi beberapa jam
setelah masuknya misoprostol, tetapi sering juga terjadi perlunya
penambahan dosis misoprostol. Hal ini membuat cara aborsi dengan
menggunakan suntikan MTX dapat berlangsung berminggu-minggu.
Si

wanita

hamil

itu

akan

mendapatkan

pendarahan

selama

berminggu-minggu (42 hari dalam sebuah studi kasus), bahkan terjadi


pendarahan hebat (Pradono, 2001).
b. Trisemester Kedua
Metode Dilatasi dan Evakuasi
Metode ini digunakan untuk membuang janin hingga usia 24
minggu. Metode ini sejenis dengan D&C, hanya dalam D&E
digunakan tang penjepit (forsep) dengan ujung pisau tajam untuk
merobek-robek janin. Hal ini dilakukan berulang-ulang hingga seluruh
tubuh janin dikeluarkan dari rahim. Karena pada usia kehamilan ini
tengkorak

janin

sudah

mengeras,

maka

tengkorak

ini

perlu

dihancurkan supaya dapat dikeluarkan dari rahim (Pradono, 2001).

Gambar 3. Metode aborsi dilatasi dan evakuasi

Metode Racun Garam (Saline)


Caranya ialah dengan meracuni air ketuban. Teknik ini
digunakan saat kandungan berusia 16 minggu, saat air ketuban sudah
cukup melingkupi janin. Jarum disuntikkan ke perut si wanita dan 50-

250 ml (kira-kira secangkir) air ketuban dikeluarkan, diganti dengan


larutan konsentrasi garam. Janin yang sudah mulai bernafas, menelan
garam dan teracuni. Larutan kimia ini juga membuat kulit janin
terbakar dan memburuk. Biasanya, setelah kira-kira satu jam, janin
akan mati (Pradono, 2001).

Urea
Karena bahaya penggunaan saline, maka suntikan lain yang
biasa dipakai adalah hipersomolar urea, walau metode ini kurang
efektif dan biasanya harus dibarengi dengan asupan hormon oxytocin
atau prostaglandin agar dapat mencapai hasil maksimal. Gagal aborsi
atau tidak tuntasnya aborsi sering terjadi dalam menggunakan metode
ini, sehingga operasi pengangkatan janin dilakukan. Seperti teknik
suntikan aborsi lainnya, efek samping yang sering ditemui adalah
pusing-pusing atau muntah-muntah. Masalah umum dalam aborsi pada
trimester kedua adalah perlukaan rahim, yang berkisar dari perlukaan
kecil hingga perobekan rahim. Antara 1-2% dari pasien pengguna
metode ini terkena endometriosis/peradangan dinding rahim (Pradono,
2001).

Prostaglandin
Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi secara
alami oleh tubuh dalam proses melahirkan. Injeksi dari konsentrasi
buatan hormon ini ke dalam air ketuban memaksa proses kelahiran
berlangsung, mengakibatkan janin keluar sebelum waktunya dan tidak
mempunyai kemungkinan untuk hidup sama sekali. Sering juga garam
atau racun lainnya diinjeksi terlebih dahulu ke cairan ketuban untuk
memastikan bahwa janin akan lahir dalam keadaan mati, karena tak
jarang terjadi janin lolos dari trauma melahirkan secara paksa ini dan
keluar dalam keadaan hidup. Efek samping penggunaan prostaglandin
tiruan ini adalah bagian dari ari-ari yang tertinggal karena tidak luruh
dengan sempurna, trauma rahim karena dipaksa melahirkan, infeksi,
pendarahan, gagal pernafasan, gagal jantung, perobekan rahim
(Pradono, 2001).

Partial Birth Abortion


Metode ini sama seperti melahirkan secara normal, karena
janin dikeluarkan lewat jalan lahir. Aborsi ini dilakukan pada wanita
dengan usia kehamilan 20-32 minggu, mungkin juga lebih tua dari itu.
Dengan bantuan alat USG, forsep (tang penjepit) dimasukkan ke dalam
rahim, lalu janin ditangkap dengan forsep itu. Tubuh janin ditarik
keluar dari jalan lahir (kecuali kepalanya). Pada saat ini, janin masih
dalam keadaan hidup. Lalu, gunting dimasukkan ke dalam jalan lahir
untuk menusuk kepala bayi itu agar terjadi lubang yang cukup besar.
Setela itu, kateter penyedot dimasukkan untuk menyedot keluar otak
bayi. Kepala yang hancur lalu dikeluarkan dari dalam rahim bersamaan
dengan tubuh janin yang lebih dahulu ditarik keluar (Pradono, 2001).

Histerektomi (untuk kehamilan trimester kedua dan ketiga)


Sejenis dengan metode operasi caesar, metode ini digunakan
jika cairan kimia yang digunakan/disuntikkan tidak memberikan hasil
memuaskan. Sayatan dibuat di perut dan rahim. Bayi beserta ari-ari
serta cairan ketuban dikeluarkan. Terkadang, bayi dikeluarkan dalam
keadaan hidup, yang membuat satu pertanyaan bergulir: bagaimana,
kapan dan siapa yang membunuh bayi ini? Metode ini memiliki resiko
tertinggi untuk kesehatan wanita, karena ada kemungkinan terjadi
perobekan rahim. Dalam 2 tahun pertama legalisasi aborsi di kota New
York, tercatat 271,2 kematian per 100.000 kasus aborsi dengan cara ini
(Pradono, 2001).

c. Obat obatan
Biasanya obat-obatan yang diberikan per-oral tidak menyebabkan
aborsi kecuali diberikan dalam jumlah besar sehingga bersifat toksik kepada
wanita hamil tersebut.Patut diingat tidak ada satupun obat/kombinasi obat

peroral yang mampu menyebabkan rahim yang sehat mengeluarkan isinya


tanpa membahayakan jiwa wanita yang meminumnya. Karena itulah seorang
abortir profesional tidak mau membuang-buang waktu/mengambil resiko
melakukan aborsi dengan menggunakan obat-obatan.

Klasifikasi obat-obat

yang digunakan adalah (Hoediyanto dan Hariadi, 2012):


1

Obat yang melancarkan haid (Emmenogogum)


Cara kerja : Congesti + engorgement mukosa
Kontraksi uterus

Foetus dikeluarkan

Obat yang menimbulkan kontaksi GIT (Purgativa / Emetica)

Obat yang menimbulkan kontraksi uterus secara langsung


4

Bleeding

Garam dari logam (biasanyaa sebelum menganggu kehamilan biasanya


sudah membahayakan keselamatan ibu).

d. Kekerasan Mekanik
Tindakan kekerasan yang bersifat umum :
1

Penekanan pada abdomen, misalnya pukulan, tendangan.

Menggunakan ikatan yang kencang pada bagian abdomen.

Latihan

olahraga

yang

keras

misalnya

bersepeda,

meloncat,

menunggang kuda, mendaki gunung, berenang, naik turun tangga.


4

Mengangkat barang-barang berat.

Pemijatan uterus melalui dinding abdomen.

Tindakan kekerasan yang bersifat lokal :


1

Merobek selaput amnion, yaitu dengan memasukkan benda tajam seperti


kateter, jarum, dll kedalam rongga uterus.

Penggunaan ganggang laminaria yang diameternya berukuran 0,4-0,5


cm. Ganggang ini direndam dalam air dan dimasukkan kedalam ostium
uteri. Dengan demikian akan menyebabkan robeknya selaput amnion
dan terjadi aborsi.

Stik aborsi, yaitu berupa potongan kayu yang dibungkus dengan kain,
kemudian dicelupkan kedalam madar juice, arsen atau phelavai juice dan
dimasukkan kedalam ostium uteri. Hal ini akan menyebabkan kontraksi
uterus dan aborsi.

Menyalurkan listrik tegangan rendah, menyebabkan kontraksi uterus dan


mengeluarkan hasil konsepsi (Hoediyanto dan Hariadi, 2012).

D. Komplikasi
1

Kematian segera (Immediate Death)


a

Vagal refleks
Tanda utama sesak nafas, vagal refleks terjadi oleh karena karbon, serta
intervensi instrument atau penyuntikan cairan secara tiba-tiba yang mana
cairan tersebut dapat terlalu panas atau terlalu dingin (Hoediyanto dan
Hariadi, 2012).

Emboli udara/lemak
Emboli udara yang terjadi beberapa jam setelah tindakan, dimungkinkan
udara yang masuk dalam uterus tertahan di dalam sampai terjadi separasi
plasenta yang membuka pembuluh darah sehingga memungkinkan
masuknya udara ke dalam sirkulasi. Adanya muleus plug dapat
menjelaskan mengapa udara dalam uterus tidak dapat keluar melalui
mulut rahim. Dosis dari udara yang dapat mematikan dipengaruhi oleh
berbagai factor, diantaranya keadaan umum korban dan kecepatan masuk
udara ke dalam tubuh. Pada umumnya jumlah udara yang dapat
menyebabkan kematian minimal 100 ml, walaupun secara eksperimental
udara yang dapat menyebabkan kematian berkisar antara 10 ml sampai
480 ml (Hoediyanto dan Hariadi, 2012).
c

Perdarahan lebih jarang dijumpai bila dibandingkan dengan kedua hal


diatas.

Kematian tidak begitu cepat/ lambat ( Delayed death )

Emboli cairan

Perdarahan

Septikemia

Peritonitis generalisata

Infeksi lokal/ toxemia

f
3

Tetanus (Hoediyanto dan Hariadi, 2012).

Kematian Paling Lambat ( Remote Death)

Sepsis : tercium bau busuk dari vagina (foetor), demam tinggi,gemetar.

Gagal ginjal akut

Jaundice dan renal suppression

Endocarditis bacterial

Pneumoni, empyema, meningitis (Hoediyanto dan Hariadi, 2012).

E.
1.

Pemeriksaan pada Abortus Provokatus Criminalis


Korban Hidup
Pada korban hidup perlu diperhatikan (Hoediyanto dan Hariadi, 2012) :
a. Tanda kehamilan, misalnya perubahan pada payudara, pigmentasi,
hormonal, mikroskopik, dan sebagainya.
b. Usaha penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada genitalia,
perut bawah
c. Pemeriksaan toksikologi, untuk mengetahui adanya obat/zat yang dapat
mengakibatkan abortus
d. Tanda tanda partus (lochia, kesadaran ostium uteri)
e. Golongan darah
f.

Hasil dari usaha penghentian kehamilan dapat berupa:


IUFD (Intra Uterine Fetal Death)
Sisa-sisa jaringan dengan pemeriksaan mikroskopis/ PA

g.

Janin
Umur Janin
Golongan Darah

2.

Korban mati
Pemeriksaan ibu
a.

Pemotretan Sebelum memulai Pemeriksaan

Identifikasi umum ( Tinggi badan, Berat Badan, Umur,


pakaian)

Catat suhu badan, warna, dan lebam jenazah.

Periksa palpasi uterus untuk menentukan kepastian


kehamilan

Cari tanda emboli udara, gelembung sabun, cairan pada


arteri coronaria, ventrikel kanan, arteri pulmonalis, arteri
dan vena permukaan otak, vena-vena pelvis,

Vagina dan uterus diinsisi pada dinding anterior. Cara


pemeriksaan: uterus direndam dalam larutan formalin 10
% selama 24 jam kemudian direndam dalam alkohol 95 %
selama 24 jam, iris tipis untuk melihat saluran perforasi
dan periksa tanda tanda kekerasan pasa servics misalnya
abrasi atau laserasi

Ambil sampel seluruh bagian organ untuk dilakukan


pemeriksaan histopatologis

Swab dinding uterus untuk pemeriksaan mikrobiologi

Ambil sampel pada isi vagina, isi uterus, darah dari vena
cava inferior dan kedua ventrikel, urin, isi lambng dan
rambut pubis untuk dilakukan pemeriksaan toksikologi.

Periksa golongan darah (Hoediyanto dan Hariadi, 2012).

Pemeriksaan Janin
-

Umur Janin

Golongan darah (Hoediyanto dan Hariadi, 2012).

F. Pembuktian Pada Kasus Aborsi


Untuk dapat membuktikan apakah kematian seorang wanita itu merupakan
akibat dari tindakan aborsi yang dilakukan atas dirinya, diperlukan petunjuk-petunjuk,
sebagai berikut (Hoediyanto dan Hariadi, 2012):
Adanya kehamilan
Umur kehamilan bila dipakai pengertian aborsi menurut pengertian medis.
Adanya hubungan sebab akibat antara aborsi dengan kematian.

Adanya hubungan antara saat dilakukannya tindakan aborsi dengan saat


kematian.
Adanya barang bukti yang dipergunakan untuk melakukan aborsi sesuai dengan
metode yang dipergunakan.

G. Pasal-Pasal Yang Berkaitan Dengan Aborsi


Abortus atas indikasi medik diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 75,76, dan 77 (Hoediyanto dan Hariadi, 2012).

Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a

indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia


baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau

janin,

dini

kehamilan,

yang

menderita

penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan;
atau:
b

kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis


bagi korban perkosaan.

(3)

Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan


setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri
dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a

sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;

oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang


memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;

dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;

dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan


e

penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh


Menteri.

Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan
tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yang berkaitan dengan aborsi provokatus kriminalis
yaitu pasal 299, 346,347,348, 349 KUHP (Hoediyanto dan Hariadi, 2012).

a. Pasal 299 KUHP


(1)

Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh

supaya diobati dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena


pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
(2)

Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau

menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia
seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
(3)

Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan

pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

b. Pasal 346 KUHP

Seorang wanita dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau


menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
c. Pasal 347 KUHP
(1)

Barang siapa dngan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan


seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
d. Pasal 348 KUHP
(1)

Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan

seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling


lama lima tahun enam bulan.
(2)

Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, diancam dengan

pidana penjara paling lama tujuh tahun.

e. Pasal 394 KUHP


Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterapkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan
dalam pasal itu dapat dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Dari Pasal 346, 347 dan 348 KHUP, jelas bahwa undang-undang tidak
mempersoalkan masalah umur kehamilan atau berat badan dari fetus yang keluar.
Sedangkan pasal 349 dan 299 KUHP memuat ancaman hukuman untuk orang-orang
tertentu yang mempunyai profesi atau pekerjaan tertentu bila mereka turut membantu
atau melakukan kejahatan seperti yang dimaksud ke tiga pasal tersebut.

Yang dapat dikenakan hukuman adalah tindakan menggugurkan atau


mematikan kandungan yang termasuk tindakan pidana sesuai dengan pasal-pasal pada
KUHP (aborsi kriminalis). Sedangkan tindakan yang serupa demi keselamatn ibu yang
dapat

dipertanggungjwabkan

secara

medis

(aborsi

medicinalis

atau

aborsi

therapeuticus), tidaklah dapat dihukum walaupun pada kenyataan dokter dapat


melakukan aborsi medicinalis, itu diperiksa oleh penyidik dan dilanjutkan dengan
pemeriksaan di pengadilan.
Pemeriksaan oleh penyidik atau hakim di pengadilan bertujuan untuk mencari
bukti-bukti akan kebenaran bahwa pada kasus tersebut memang murni tidak ada unsur
kriminalnya, semata-mata untuk keselamatan jiwa Si ibu. Perlu diingat bahwa hanya
Hakimlah yang berhak memutuskan apakah seseorang itu (dokter) bersalah atau tidak
bersalah.

KESIMPULAN

Aborsi itu sendiri dapat terjadi baik akibat perbuatan manusia atau (aborsi
provokatus) maupun karena sebab-sebab alamiah, yakni terjadi dengan sendirinya, dalam
arti bukan karena perbuatan manusia (aborsi spontaneus). Aborsi yang terjadi karena
perbuatan manusia dapat terjadi baik karena didorong oleh alasan medis, misalnya karena
wanita yang hamil menderita suatu penyakit dan untuk menyelamatkan nyawa wanita

tersebut maka kandungannya harus digugurkan (aborsi provokatus therapeutics atau bisa
disebut aborsi terapeutik). Di samping itu terdapat juga karena alasan-alasan lain yang tidak
dibenarkan oleh hukum (aborsi provokatus criminalis atau disebut aborsi kriminalis). Definisi
aborsi sendiri dapat dibedakan berdasarkan secara umum, hukum, medis, kedokteran
forensik dan medikolegal). Insidens aborsi sukar ditentukan karena aborsi buatan banyak
tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Metode aborsi terdiri dari banyak cara,
antara lain: dengan obat-obatan, kekerasan mekanik, dan operasi medis. Metode aborsi
tersebut dilakukan berdasarkan usia janin yang akan diaborsi. Aborsi dapat menimbulkan
berbagai komplikasi terhadap pelakunya. Berbagai komplikasi tersebut antara lain :
perdarahan, infeksi, emboli, sepsis, bahkan dapat berujung kematian. Pemeriksaan pada
kasus abortus provokatus kriminalis dapat dilakukan pada korban hidup ataupun korban
meninggal. Pemeriksaan tersebut dapat berupa: pemeriksaan tanda-tanda kehamilan,
pemeriksaan alat genitalia interna, pemeriksaan mikroskopis/PA, pemeriksaan dalam, tes
emboli udara, dan lain sebagainya. Peraturan yang berkaitan dengan aborsi provokatus
kriminalis diatur dalam KUHP, yaitu pasal 299, 346,347,348, 349 KUHP. Sedangkan untuk
aborsi provokatus terapeutik atas indikasi medis diatur dalam Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3).

DAFTAR PUSTAKA

Hoediyanto dan Hariadi. 2012. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Edisi
Kedelapan. Surabaya: Departeman Ilmu kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Pradono, Julianty et al. 2001. Pengguguran yang Tidak Aman di Indonesia, SDKI 1997.
Jurnal Epidemiologi Indonesia. Volume 5 Edisi I-2001. hal. 14-19Adami Chazawi.
Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa. Jakarta. Raja Grafindo Persada
Saifuddin dkk. 2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo Edisi Keempat. Jakarta: Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Walsh, Linda V. 2008. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC, 447-449.
Waluyadi. Aborsi Menurut Hukum Dan Ilmu Kedokteran dalam IlmuKedokteran Kehakiman
Dalam Perspektif Peradilan dan Aspek HukumPraktik Kedokteran edisi revisi cetakan
kedua. 2005. Jakarta. Djambatan
World Health Organization. 2008. Unsafe abortion: global and regional estimates of the
incidence of unsafe abortion and associated mortality in 2008 Sixth edition. (Online).
http://www.who.int/reproductivehealth/publications/unsafe_abortion/9789241501118/en
diakses pada tanggal 18 Juni 2016.

Anda mungkin juga menyukai