Anda di halaman 1dari 27

JOURNAL READING

Trigeminal Neuralgia – Diagnosis and Treatment

Oleh :
Gabriella Selara Pangarepo (112018046)
Pembimbing :
Dr. Alfi Isra, Sp.S

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran UKRIDA
RSUD Cengkareng
Periode 29 Juli – 31 Agustus 2019
Neuralgia Trigeminal – Diagnosis dan Tatalaksana
Stine Maarbjerg1, Giulia Di Stefano2, Lars Bendtsen1, dan Giorgio Cruccu2

Abstrak
Pengantar: Neuralgia trigeminal (TN) ditandai dengan nyeri paroksismal yang dipicu
oleh sentuhan ysng menyerupai sensasi tersengat pada bagian unilateral satu atau lebih
cabang dari saraf trigeminal. Selain nyeri paroksismal, beberapa pasien juga mengalami
nyeri terus menerus. TN dibagi menjadi TN klasik (CTN) dan TN sekunder (STN).
Etiologi dan Patofisiologi: Demielinasi aferen trigeminal sensorik primer di serabut
saraf merupakan mekanisme patofisiologis yang dominan. Kemungkinan besar,
demielinasi membuka jalan untuk peningkatan aktivitas ektopik dan crosstalk ephaptic.
Pada sebagian besar pasien, demielinasi disebabkan karena masalah neurovaskular
dengan perubahan morfologi seperti penekanan pada serabut akar trigeminal. Namun, ada
juga faktor etiologi lainnya yang tidak diketahui, dikarenakan hanya sebagian pasien
CTN yang mengalami perubahan morfologi. STN disebabkan oleh multipel sklerosis atau
adanya lesi yang mempengaruhi saraf trigeminal.
Diagnosis Banding dan Tatalaksana: Diagnosis banding yang penting yaitu sefalgia
trigeminal otonom, nyeri posttraumatik atau nyeri postherpetikum dan nyeri wajah
lainnya. Tatalaksana awal adalah pengobatan profilaksis dengan penghambat natrium,
dan lini kedua dengan intervensi bedah saraf.
Perspektif kedepan : Studi masa depan harus lebih fokus pada genetika, faktor etiologi
yang belum di eksplor, fungsi sensorik, hasil dan komplikasi dari bedah saraf, tatalaksana
kombinasi dan neuromodulasi serta pengembangan obat baru dengan toleransi yang lebih
baik.

Kata kunci
Neuralgia trigeminal;, kriteria diagnostik, terapi, etiologi, patofisiologi
Definisi
Menurut versi beta edisi ke 3 International Classification of Headache Disorders (ICHD-
3 Beta) (Tabel 1), neuralgia trigeminal (TN) didefinisikan sebagai nyeri unilateral seperti
tersengat listrik secara mendadak dalam onset dan terminasi. Rasa nyeri terbatas pada
satu atau lebih dari cabang trigeminal dan dipicu oleh rangsangan sensorik. TN dibagi
menjadi TN klasik (CTN) atau TN sekunder (STN) yang disebabkan oleh multipel
sklerosis atau adanya lesi seperti tumor, aneurisma serebral atau artru basilar
megadolicho.
Baru – baru ini Internastional Association for the Study of Pain (IASP) telah
menghasilkan klasifikasi, definisi, dan proses diagnostik neuralgia trigeminal (TN). Ini
adalah tujuan dari kedua kelompok untuk menemukan kompromi yang disepakati secara
bilateral, untuk para peneliti dan dokter dan akhirnya pasien. (Tabel 1 menjelaskan 2
klasifikasi).

Simptomatologi
Diawal deskripsi TN, gangguan ini disebut tic douloureux, dikarenakan pasien TN
memiliki nyeri paroksismal; Nyeri TN bukan hanya nyeri yang menyakitkan, ini juga
ditandai dengan nyeri yang mendadak dan tidak terduga, dan berlangsung singkat,
karenanya dinamakan nyeri paroksismal. Kualitas nyeri nya seperti menusuk, tersengat
listrik, atau nyeri ditembak. Meskipun satu nyeri paroksismal hanya berlangsung
sepersekian detik, paroksismal ini dapat kambuh, setelah periode refraktori, beberapa kali
sehari, dan mereka mungkin datang dalam serangkaian serangan dengan banyak serangan
berdekatan.
Sekitar setengah dari pasien TN juga memiliki nyeri perisisten yang bersamaan:
Nyeri dengan latar belakang menusuk atau tumpul atau terbakar dengan intensitas yang
lebih rendah di area yang sama dengan nyeri paroksismal. Nyeri berkelanjutan biasanya
terjadi selama periode yang sama dengan nyeri aproksismal. Nyeri seperti ini kebanyakan
terjadi pada wanita.
Tabel 1. Kriteria diagnostik neuralgia trigeminal berdasarkan versi beta edisi ke 3
International Classification of Headache Disorders (ICHD-3 Beta) dan Internastional
Association for the Study of Pain (IASP).
ICHD2-beta
Definisi Garis besar dalam paragraf utama
Kriteria* A. Sekurangnya ada 3 kali serangan nyeri di unilateral wajah
memenuhi kriteria B dan C
B. Terjadi di satu atau lebih cabang saraf trigeminal, dengan
tanpa penjalaran diluar cabang trigeminal
C. Rasa nyeri memiliki setidaknya 3 dari 4 karakteristik
berikut;
1. Berulang dalam serangan paroksismal yang terjadi
selama beberapa detik hingga 2 menit
2. Intensitas nyeri yang berat
3. Seperti tersengat listrik, ditembak, ditusuk atau kena
benda tajam
4. Dipicu oleh rangsangan yang tidak berbahaya yang
mengenai sisi wajah
D. Tidak ada kejadian kelemahan neurologi
E. Tidak lebih baik diperhitungkan oleh diagnosis ICHD-3
lainnya
Subklasifikasi TN klasik
- TN dengan nyeri paroksismal murni
- TN dengan nyeri persisten secara bersamaan
Gejala TN**
- TN berhubungan dengan multipel sklerosis (MS): MS telah
didiagnosis dan MRI menunjukkan adanya plak MS yang
mempengaruhi ke serabut akar saraf trigeminal atau studi
elektrofisiologi menunjukkan gangguan pada saraf yang
terkena. Rasa sakit belum tentu bersifat unilateral***
- TN berhubungan dengan lesi yang menempati ruang
kosong: Hubungan antara lesi ini dan dampak saraf
trigeminal telah ditunjukkan dengan pencitraan dan rasa
sakit yang berkembang setelah terjadi kontak antara lesi
dan saraf trigeminal.
Komentar * Dalam kriteria ICHD3 final yang akan datang C1, 2, 3 dan 4
dari beta ICHD3 kemungkinan besar akan dikonversi menjadi
kriteria monothetic individu dan kriteria D dari beta ICHD3
kemungkinan besar akan dihapus.
** Dalam beta ICHD3, gejala TN dikatakan neuropati
trigeminal yang menyakitkan tapi ini kemungkinan besar akan
diubah kembali ke gejala TN pada ICHD3 yang akan datang.
*** Pada ICHD3 yang akan datang kriteria akan bergantung
pada MRI- adanya berifikasi dari plak yang mempengaruhi akar
saraf trigeminal atau cerifikasi elektrofisiologi kemungkinan
besar akan dihapus.
IASP
Definisi Nyeri orofasial terbatas pada satu atau lebih cabang dari saraf
trigeminal. Dengan pengecualian TN disebabkan oleh multipel
sklerosis, rasa nyeri mempengaruhi satu sisi wajah. Onset nyeri
yang mendadak dan hanya berlangsung selama beberapa detik
(maksimum 2 menit). Pasien mungkin melaporkan bahwa rasa
nyeri terjadi secara spontan tapi nyeri paroksismal ini dapat
selalu dipicu oleh rangsangan yang tidak berbahaya atau dengan
pergerakan. Jika pasien mengalami nyeri yang berkelanjutan
dengan distribusi yang sama dan periode yang sama dengan
nyeri paroksismal maka itu dianggap sebagai TN dengan nyeri
peristen secara bersamaan dan fenotip ini kemungkinan ada di
setiap 3 subklasifikasi kategori.
Kriteria A. Nyeri orofasial terdistribusi dibagian trigeminal wajah atau
bagian intraoral.
B. Rasa nyeri paroksismal
C. Nyeri dipicu oleh beberapa jenis manuver
Subklasifikasi - TN Idiopatik: tidak ada penyebab yang jelas
- TN Klasik: disebabkan oleh kompresi vaskular dari akar
saraf trigeminal yang menyebabkan perubahan
morfologi dari akar
- TN Sekunder: disebabkan oleh penyakit neurologis
utama, seperti tumor di sudut cerebellopontine atau
multipel sklerosis.

Periode refraktori dan faktor pemicu


Banyak pasien mengalami periode refraktori setelah serangan paroksismal dimana
serangan baru tidak dapat di jelaskan. Mekanisme patofisiologi dari fenomena ini masi
belum diketahui. Telah diusulkan bahwa itu disebabkan karena hiperpolarisasi dari
neuron sensorik. Diawal penelitian oleh Kugelberg dan Lindblom, munculnya dan durasi
lamanya dari periode refraktori di TN adalah fungsi dari intensitas dan durasi serangan
sebelumnya.
Ini sangat karakteristik bahwa rasa sakit dipicu oleh rangsangan sensorik yang
tidak berbahaya ke sisi wajah yang terkena. Rangsangan sensorik kemungkinan extraoral
dan intraoral. Faktor pemicu yang paling sering dalam aktifitas sehari-hari yaitu seperti
sentuhan ringan, berbicara, mengunyah, sikat gigi dan udara dingin yang mengenai
wajah. Telah dikatakan bahwa nyeri paroksismal spontan kemungkinan terjadi karena
rangsangan sensorik halus atau pergerakan.

Lokalisasi
TN paling sering mengenai cabang saraf trigeminal ke 2 dan/ atau ke 3 dan sisi kanan
sedikit, tapi secara signifikan lebih sering terkena daripada sisi kiri. TN bilateral sangat
jarang di TN klasik, dan perlu dicurigai untuk TN sekunder.

Sejarah
Ada beberapa penelitian mengenai sejarah atau asal usul TN. Telah disetujui bahwa nyeri
semakin memberat bersamaan dengan waktu dan TN dalam keadaan kronisnya ditandai
dengan nyeri yang berlangsung lama, refraktor terhadap pengobatan, gangguan sensorik
dan perubahan progresif neuroanatomi dari saraf trigeminal. Beberapa penelitian saat ini
menentang gagasan ini; Di Stefano dkk. menemukan bahwa nyeri pada sebagian besar
pasien dengan TN tidak meningkat dalam frekuensi atau durasi, juga tidak menjadi
refrakter terhadap pengobatan, dan dosis yang dibutuhkan untuk mengurangi nyeri tidak
meningkat dengan waktu. Maarbjerg dkk. menemukan bahwa seiring nyeri persisten dan
perubahan morfologi neuroanatomi tidak berhubungan dengan umur atau durasi penyakit.
Sebuah ciri yang juga merupakan karakteristik dari TN adalah periode remisi lengkap
yang tidak dapat diprediksi yang berlangsung berbulan bulan bahkan bertahun-tahun.
Fenomena yang tidak biasa dari nyeri neuropatik ini kebanyakan dikaitkan dengan
penurunan rangsan dan remielinasi parsial.

Gejala otonom pada nyeri wajah


Secara tradisional, gejala otonom seperti keluarnya air mata dan rinorhea tidak dikaitkan
dengan TN. Namun, sekarang diketahui bahwa sebagian besar pasien dengan TN
memiliki gejala otonom dari waktu ke waktu. Perlu diingat bahwa refleks
trigeminovaskular dapat ditimbulkan oleh nyeri wajah secara umum. Ini tidak
mengherankan bahwa mungkin ada gejala otonom sporadis pada neuralgia trigeminal.
Tantangan ini berkaitan dengan diagnosis banding; Nyeri menusuk yang dipicu saat
berbicara dan konsisten gejala otonom merupakan karakteristik dari serangan nyeri
kepala neuralgiform unilateral yang berlangsung singkat dengan injeksi konjungtiva dan
mata berair (SUNCT), dan serangan nyeri kepala neuralgiform lateral yang berlangsung
singkat dengan gejala otonom (SUNA).

Epidemiologi
Neuralgia trigeminal sering salah diagnosis dan tidak terdiagnosis. Insidensi TN diantara
penelitian dilaporkan berbeda-beda, dengan rentang dari 4.3 sampai 27 kasus baru per
100.000 penduduk pertahun. Insidensi ini lebih tinggi pada wanita, dan meningkat seiring
bertambahnya usia. Prevalensi umur hidup diperkirakan 0.16-0.3% dalam studi berbasis
populasi. Rata-rata terjadi pada usia 53 tahun untuk TN klasik dan 43 tahun untuk TN
sekunder, tetapi usia onset dapat berkisar dari usia muda ke tua. Dalam studi berbasis
perawatan tersier, STN tercatat sekitar 14-20% dari pasien TN.

Etiologi dan Patofisiologi


Diawal tahun 1934, Dandy menyatakan bahwa setidaknya 30% pasien TN, nyeri
disebabkan karena pembuluh darah yang menekan saraf trigeminal. Saat ini, ini secara
umum disetujui bahwa penyebab paling banyak dari TN klasik yaitu adanya kompresi
atau perubahan morfologi lainnya dari saraf trigeminal oleh pembuluh darah, biasanya
adalah arteri, di cerebellopontine cistern. Ini yang dinamakan masalah neurovaskular
dengan kompresi. Studi anatomi melaporkan bahwa transisi dari mielenasi sel schwann
ke mielenasi oloigodendroglia pada beberapa spesimen mengecil secara bertahap
disepanjang 25% proksimal saraf. Kemungkinan, ini “zona transisi” yang merupakan area
yang sangat rentan terhadap tekanan dari pembuluh darah.
Bukti yang ada berkaitan dengan masalah neurovaskular termasuk perubahan
morfologi dari saraf trigeminal seperti distrosi, dislokasi, distensi, indentasi, perataan atau
atrofi yang sangat berhubungan dengan TN klasik dan ini terjadi pada sebagian pasien
TN (Gambar 1). Sebaliknya, diperdebatkan juga apakah konflik neurovaskular tanpa
perubahan morfologi saraf trigeminal, “kontak sederhana”, dimana kedua struktur itu
hanya bersentuhan, ini penting untuk etiologi neuralgia trigeminal. Disatu sisi, kontak
sederhana neurovaskular juga, namun jauh lebih sedikit, berhubungan dengan TN dan
dekompresi microvaskular juga dilaporkan menjadi efketif pada pasien TN dengan
kontak neurovaskular yang sederhana. Disisi lain, kontak sederhana adalah temuan yang
sangat umum ditemukan pada kadaver tanpa riwayat TN. Pada subjek yang sehat dan
pada pasien neuralgia trigeminal dengan gejala asimptomatik. Pasien dengan nyeri wajah
idiopatik persisten, penting untuk didiagnosis banding neuralgia trigeminal, prevalensi
dari konflik neurovaskular mirip dengan yang ditemukan pada saraf tanpa gejala. Dengan
demikian, konflik neurovaskular harus dianggap sebagai neuroanatomi jenis normal pada
pasien dengan nyeri wajah yang tidak memenuhui kriteria diagnostik TN. Hipotesis
pengecualian dalam aturan ini yaitu pasien dengan kondisi TN yang hanya memiliki nyeri
persisten saat onset, yang sebelumnya dinamakan “pretrigeminal neuralgia”, dan
kemudian berkembang menjadi nyeri paroksismal klasik. Pasien tersebut awalnya tidak
memenuhi kriteria diagnostik TN.

Gambar 1. MRI pada pasien dengan neuralgia trigeminal klasik sisi kiri. Bagian echo
yang seimbang di fosa posterior, bidang axial, pada tingkat pons. Saraf trigeminal kiri
(panah kanan) digantikan oleh loop arteri (panah) dari arteri serebelar anterior inferior.
Gambar 2. MRI pada pasien dengan simptomatik neuralgia trigeminal sisi kiri. Bagian
echo yang seimbang di fosa posterior, bidang axial setinggi pons. Bagian perifer dari
saraf trigeminal kiri digantikan oleh meningioma (kedua struktur dalam lingkaran).

Meskipun faktor yang berhubungan atau yang menyebabkan TN masih belum


jelas, ada banyak neurofisiologi, neuroimaging, dan histologi yang menunjuk pada
demielenasi fokal aferen trigeminal primer dekat tempat masuknya akar nervus
trigeminal ke pons sebagai mekanisme patofisiologi TN. Konsekuensi dari demielenasi
tidak sepenuhnya diklarifikasi, tetapi telah dihipotesiskan bahwa demielenasi fokal aferen
primer menjadi hyperexcitable (mudah terangsang) ketika demielenasi mencapai tingkat
tertentu sehingga ion dapat berpindah keluar dan masuk dari axon, juga menjauhi dari
zona nodus ranvier, dimana titik axon tidak memiliki cukup energi untuk membangun
kembali potensi istirahat. Karenanya akson cenderung kearah depolarisasi, yang akan
membuat mereka menjadi lebih hyperexcitable (mudah terangsang).
Bahkan, didukung dari evidensi terhadap hewan demielinasi fokal akar nervus
trigeminal, transmisi ephaptic, yaitu serabut saraf yang sehat, dan generasi pelepasan
frekuensi yang tinggi juga disarankan untuk berkontribusi pada hyperexcitable (mudah
terangsang) saraf.
Akhirnya, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa hiperaktivitas aferen
primer yang menyebabkan sensitasi sentral sekunder dari neuron rentang dinamis luas
dalam nukleus trigeminal spinal atau bahkan lebih banyak perubahan sentral. Penelitian
masa depan sangat dibutuhkan.
Neuralgia trigeminal sekunder, mekanisme patofisiologi kebanyakan sama dengan
neuralgia trigeminal klasik tapi penyebabnya tergantung dari lesi struktural spesifik,
paling sering yaitu plak MS yang mempengaruhi akar nervus trigeminal atau adanya lesi
yang menempati ruang kosong di cerebelopontine cistern seperti tumor epidermoid,
meningioma, neurinoma, malformasi arterivena atau aneurisma (Gambar 2).

Pertimbangan diagnostik
Diagnosis neuralgia trigeminal terutama didasarkan dari riwayat pasien, karena tidak ada
pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik yang definitif. Ketika
memperoleh riwayat pasien, yang harus diperhatikan yaitu potensial yang mengarah pada
kesalahan diagnosis seperti gejala simptomatik yang menyebabkan rasa nyeri, nyeri
odontogenik dan gejala yang berhubungan dengan otonom (Tabel 2). Ketika memperoleh
riwayat pasien, satu yang harus diperhatikan adalah onset dari rasa nyeri; jika rasa nyeri
didahului atau bertepatan dengan ruam herpes zoster di bagian ipsilateral distribusi
trigeminal, nyeri neuropati trigeminal yang berkaitan dengan akut herpes zoster dapat
dipertimbangkan. Nyeri yang didahului dengan trauma yang relevan pada sisi ipsilateral
wajah, seperti prosedur gigi invasive atau fraktur, nyeri neuropati trigeminal pasca
trauma (PPTN) lebih mungkin menjadi diagnosis yang benar. Penelitian telah
menunjukkan bahwa nyeri PPTN mungkin sama dengan nyeri neuralgia trigeminal yang
intens dan singkat, tetapi pada PPTN terdapat kelainan sensorik yang jelas, termasuk
hilangnya tau bertambahnya fungsi, sesuai dengan saraf tepi yang rusak. Selain itu, yang
juga penting ketika memperoleh riwayat pasien yaitu lokasi nyeri, rasa nyeri yang berasal
dengan jelas atau difusi dari gigi harus dievaluasi oleh dokter gigi karena, contohnya, gigi
yang retak juga bisa menyebabkan nyeri seperti neuralgia trigeminal ketika mengunyah
makanan yang keras. Pada nyeri konstan bilateral yang terletak di daerah
temporomandibular, tension-type headache, gangguan sendi temporomandibular dan
nyeri wajah idiopatik persisten dapat dipertimbangkan. Jika waktu yang singkat, nyeri
menusuk intens dikulit kepala atau daerah oksipital, diagnosis seperti neuralgia oksipital,
nyeri kepala primer dan hemicranias paroksismal dapat dipertimbangkan. Neuralgia
glossopharyngeal terletak di belakang lidah, langi-langit lunak, dan faring, dan nervus
neuralgia intermedius terletak dibagian dalam telinga. Terakhir, gejala penyerta sangat
penting seperti jika setiap terjadi serangan nyeri disertai dengan gejala otonom seperti
injeksi konjungtiva, miosis atau lakrimasi, SUNA, SUNCT atau paroksismal hemicrania
adalah diagnosis banding yang penting.

Tabel 2. Diagnosis banding neuralgia trigeminal


Gejala neuralgia trigeminal biasanya sangat khas, pasien yang mengeluhkan nyeri intens
yang menusuk yang dipicu karena sentuhan pada sebagian wajah terutama di pipi, di area
lubang hidung, gigi atau rahang. Primer dan sekunder, contohnya nyeri sekunder multipel
sklerosis atau adanya lesi yang menepati ruang kosong, neuralgia trigeminal mungkin
tidak bisa dibedakan berdasarkan karakteristik nyeri. Sementara itu, pada pasien dengan
TN sekunder, defisit neurologi, gejala extra trigeminal, nyeri bilateral dan onset usia
muda lebih sering.
Diagnosis banding nyeri kepala primer dan sekunder dan nyeri pada wajah yaitu:
 Glossopharyngeal neuralgia menyebabkan rasa sakit yang menusuk di belakang
lidah, faring atau bagian dalam telinga. Faktor pemicu agak berbeda dari TN dan
termasuk menelan, batuk dan bersin.
 Nyeri neuralgia trigeminal pasca trauma dapat menyebabkan rasa sakit yang
menusuk dan nyeri karena sentuhan yang sama dengan TN, tetapi nyeri diawali
dengan trauma dan biasanya terdapat kelainan neurologis yang jelas baik
meningkatnya atau menurunnya fungsi yang mengenai saraf tepi yang rusak.
 Nyeri wajah idiopatik persisten menyebabkan nyeri yang dipicu karena sentuhan
atau spontan atau nyeri terus-terusan.
 Nyeri trigeminal neuropati yang berhubungan dengan herpes zoster akut
menyebabkan rasa terbakar dan nyeri menusuk yang diawali dengan ruam herpes
di area distribusi trigeminal. Sensasi kesemutan dan kelainan neurologi baik
bertambahnya atau berkurangnya fungsi sering terjadi.
 Serangan nyeri kepala neuralgiform unilateral singkat dengan gejala otonom
(SUNA), serangan nyeri kepala neuralgiform unilateral singkat dengan injeksi
konjungtiva dan keluarnya air mata (SUNCT) atau paroksimasl hemicrania
menyebabkan nyeri karena sentuhan dan nyeri menusuk spontan di orbital,
supraorbital dan temporal yang disertai dengan gejala otonom ipsilateral. Tidak
seperti TN, nyeri kemungkinan berubah sisi.
 Nyeri kepala cluster menyebabkan nyeri di orbital, supraorbital, atau temporal
yang disertai dengan gejala otonom ipsilateral dan kegelisahan. Durasi
berlangsung 150-180 menit. Tidak seperti TN, rasa sakit dapat berubah sisi.
 Nyeri kepala menusuk primer menyebabkan nyeri spontan yang menusuk di kulit
kepala (tengkorak) dan ini tidak disertai dengan gejala otonom.

Diagnosis banding odontogenik:


 Gigi yang retak dapat menimbulkan rasa nyeri seperti ditembak ketika
mengunyah makanan keras/padat.
 Karies atau pupitis dapat memicu nyeri ketika makan makanan manis, dingin atau
panas. Nyeri akan berlangsung selam 10 menit hingga berjam-jam.
*Gejala otonom yaitu injeksi konjungtiva, lakrimasi, rinorhea, hidung tersumbat,
berkeringat, miosis, ptosis dan kelopak mata yang bengkak.

Tatalaksana
Gambar.3 Menguraikan saran pemeriksaan dan algoritma tatalaksana neuralgia
trigeminal. Bagian awal dari pemeriksaan, kami menyarankan termasuk MRI otak dan
batangotak, ECG dan pemeriksaan laboratorium. TN simptomatik dan klasik tidak dapat
dibedakan jelas berdasarkan riwayat dan pemeriksaan, MRI penting sejak awal, untuk
menyingkirkan nyeri simptomatik yang memerlukan perawatan khusus, seperti tumor
atau multipel sklerosis. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memastikan fungsi
ginjal dan hepar normal dan normal kadar natrium untuk memulai pengobatan. EKG
dilakukan karena pemberian karbamazepin dan oxcarbazepin kontraindikasi terhadap
pasien dengan atrioventrikular blok. Terapi lini pertama yaitu penghambat natrium
(Sodium channel blockers), antara carbamazepine atau oxcarbazepine. Mereka memiliki
mekanisme kerja yang sama. Obat ini dapat memblokade voltage sodium channels.
Rekomendasi terapi umumnya sama pada TN klasik atau sekunder. Umumnya,
penghambat natrium ini efektif pada kebanyakan pasien TN dan angka yang dibutuhkan
untuk carbazepine yaitu 1.7. Meskipun, efek samping termasuk mengantuk, pusing, ruam,
dan tremor dan jumlah yang dibutuhkan untuk efek samping yang berat adalah 24 dan 3.4
untuk efek samping minor. Oxcarbazepin dapa lebih disukai karena resiko minor dari
interaksi obat dan kemampuan toleransi nya lebih baik disbanding carbamazepine.
Carbamazepine dilaporkan bahwa memiliki persentase tinggi penghentian karena semua
jenis efek samping, kecuali untuk deplesi natrium, untuk penghentian yang hanya terjadi
dengan oxcarbazepine.
Sangat sering diperlukan dosis tinggi untuk menghilangkan rasa nyeri, sehingga
banyak pasien yang menderita efek samping yang buruk. Kegagalan terapi biasanya
bukan karena kemanjuran obat, tetapi lebih disebabkan karena tidak diinginkannya efek
samping sehingga menghentikan pengobatan atau mengurangi dosis obat. Dalam satu
studi, perburukan rasa nyeri dengan waktu dan perkembangan resistensi terlambat hanya
terjadi di kelompok minoritas pasien.
Menurut pedoman internasional disarankan bahwa “Jika beberapa penghambat
natrium tidak efektif, rujuk untuk konsultasi bedah dapat dijadikan langkah selanjutnya”.
Pembedahan juga harus dipertimbangkan ketika obat-obatan, meskipun efektif, tidak
dapat mencapai dosis terapi dikarenakan kejadian buruk.
Dari perspektif klinis, ini mungkin juga menjadi penyebab untuk mencoba antara
carbamazepine dan oxcarbazepine secara berurutan. Disamping itu, beberapa pasien TN
mendapat keuntungan dari terapi kombinasi carmazepine atau oxcarbazepine dengan
lamotrigine, baclofen, pregabalin atau gabapentin. Kombinasi terapi dapat
dipertimbangkan ketika carbamazepine atau oxcarbazepine tidak dapat mencapai dosis
penuh dikarenakan efek sampingnya. Masing masing obat yang disebutkan diatas juga
memiliki efikasi sebagai agen monoterapi, meskipun bukti yang tersedia sangat lemah.
Pada eksaserbasi berat, terapi di rumah sakit sangat penting untuk titrasi obat antiepilepsi
dan rehidrasi. Dibanyak pusat, eksaserbasi berat diterapi dengan memasukan
fosphenytoin intravena, tetapi terdapat kekurangan bukti ilmiah untuk terapi ini.
Pada pasien yang sulit disembuhkan secara medis, dengan konflik neurovaskular,
dekompresi mikrovaskular (MVD) adalah terapi pilihan pertama.
Pemeriksaan Awal Diagnosis

Riwayat: Onset (trauma atau Diagnosis banding: Apakah ada


herpes?), kualitas, intensitas, durasi, diagnosis lain yang lebih mungkin?
dan lokasi nyeri, gejala otonom Apakah pasien sudah konsultasi ke
ipsilateral, keluhan neurologi atau dokter gigi?
lainnya.
Kriteria diagnostik: Apakah
Pemeriksaan: pemeriksaan umum memenuhi kriteria diagnostik? Apakah
dan neurological yang fokus pada trigeminal primer atau sekunder?
fungsi sensorik trigeminal dan tanda
multipel sklerosis atau tumor Informasi: Berikan seluruh informasi
cerebellopontine. terkait pengobatan dan tindakan
bedah dan tingkat keberhasilan, efek
Pemeriksaan Penunjang: EKG, samping dan komplikasi.
pemeriksaan darah (elektrolit, fungsi
hati dan ginjal) dan MRI otak dan
batang otak

Tatalaksana lini kedua bedah Tatalaksana obat-obatan

Pilihan pertama: dekompresi Titrasi perlahan dan kurangi dosis


mikrovaskular jika neurovaskular perlahan. TN sekunder diterapi
bersentuhan. mengenai prinsip yang sama seperti
Pilihan kedua: stereotactic dibawah ini
radiosurgery, penghambat glycerol, 1. Penghambat natrium:
kompresi balon, radiofrequency carbamazepine dan oxcarbazepin
thermoregulation. 2. Tambahkan atau monoterapi:
TN sekunder: pada multipel sklerosis lamotrigine, baclofen, pregabalin
mengikuti prinsip terapu yang tertulis atau gabapaentin
diatas termasuk dekompresi
mikrovaskular jika terdapat kontak Challenges: Efek samping kognitif,
neurovaskular. Jika terdapat lesi hiponatremia, gangguan jantung,
(tumor) itu tergantung dari spesifik penyakit jantung atau liver, wanita
lesi. dengan usia subur yang menggunakan
Follow up: Tanyakan tentang kontrasepsi oral atau rencana untuk
komplikasi. Beberpaa pasien masih hamil.
membutuhkan obat-obatan setelah
tindakan bedah.

Gambar 3. Pemeriksaan awal dan algoritma tatalaksana neuralgia trigeminal (TN).


Prosedur ini melakukan craniotomy dan eksplorasi fosa posterior untuk
dentifikasi nervus trigeminal yang terkena dan pembuluh darah yang saling bertentangan.
Dekompresi mikrovaskular memberikan durasi kebebasan nyeri paling lama
dibandingkan dengan tehnik bedah lainnya, seperti yang telah dilaporkan tehnik ini
meghilangkan rasa nyeri pada 73% pasien setelah lima tahun. Komplikasi minor seperti,
sakit baru atau sensasi terbakar, kehilangan respon sensorik dan disfungsi saraf kranial
yang bersifat ringan atau semnetara lainnya terjadi pda 2-7%. Komplikasi mayor seperti
disfungsi saraf kranial mayor (2%), stroke (0.3%) dan kematian (0.2%) sangat jarang, ini
penting untuk diberitahu ke pasien. Pada penelitian sebelumnya, komplikasi tindakan
bedah tidak dilaporkan oleh penilaian independen dan karenanya tingkat komplikasi
mungkin lebih tinggi. Opini yang konvensional bahwa multipel sklerosis adalah
kontraindikasi dari dekompresi microvaskular baru baru ini disangkal oleh sebuah
penelitian yang menunjukkan bahwa pada beberapa pasien dengan multipel sklerosis
dengan TN, konflik neurovaskular mungkin terjadi dalam mekanisme terbentuknyta
demielenasi fokal dari aferen primer di zona masuknya akar.
Pilihan kedua tindakan bedah saraf adalah prosedur perifer yang menargetkan ganglion
trigeminal secara kimiawi dengan penghambat glycerol, secara mekanis dengan kompresi
balon, atau secara termal dengan radiofrekuensi termoregulasi. Pada stereotactic
radiosurgery (‘gamma knife’) targetnya adalah akar trigeminal dimana di sinar radiasi
konvergen. Prosedur ini efektif sekitar 50% pasien setelah 5 tahun, dan komplikasi minor
seperti penurunan sensorik (12-50%), masalah pengunyahan (kompresi balon (mencapai
50%) dan nyeri baru atau sensasi terbakar (12%) relatif lazim.
Rekomendasi terapi diatas berdasarkan pendapat ahli. Ada kekurangan bukti
ilmiah yang kuat untuk efek dan edek samping dari obata-obatan maupun tindakan bedah
pada TN.

Pendapat ahli: Pertanyaan terbuka dan burning desires


Ada sejumlah pertanyaan terbuka mengenai TN yang masih harus dijawab. Pertanyaan
berhubungan dengan patofisiologi, etiologi, genetik, riwayat dulunya, terapi dan
klasifikasi.
Patofisiologi dan etiologi
Sampai saat ini, hanya sedikit model hewan dari neuralgia trigeminal yang berusaha
meniru demielenasi pada segmen prepontine saraf trigeminal, model lain hanya
kebanyakan berdasarkan trauma saraf trigeminal perifer. Model hewan TN yang tepat
dapat membantu menjelaskan mekanisme patofisiologi penyebab TN. Seperti yang
terakhir didiskusikan, konflik neurovaskular dengan perubahan morfologi pada akar
trigeminal diidentifikasikan sebagai faktor penyebab utama di TN, meyakinkan sejumlah
besar penelitian bedah saraf yang mendukung bahwa dekompresi mikrovaskular efektif
pada TN. Namun, pertama, hanya sebagian pasien TN memiliki perubahan morfologi
saraf trigeminal ipsilateral, dan 12% pasien tidak pernah memiliki konflik neuromuscular,
dan yang kedua, tingkat kekambuhan setelah dilakukan dekompresi mikrovascular
sebanyak 2% tiap tahunnya, dan sekitar 30% pasien prosedur ini tidak memberikan
penghilang rasa sakit dalam jangka panjang. Ini menunjukkan bahwa dekompresi
mikrovaskular tidak dapat membalikkan status hyperexcitable (mudah terangsang) akar
trigeminal yang diinduksi oleh konflik neurovaskular, atau de- dan dismielenasi dari akar
nervus trigeminal juga dapat disebabkan atau dipertahankan oleh faktor etiologi lain yang
belum diketahui.
Tidak adanya faktor resiko yang dikonfirmasi pada neuralgia trigeminal karena penelitian
gagal mereproduksi hipertensi sebagai faktor resiko, yang dilaporkan oleh Katusic. Ada
sedikit predominan wanita dengan neuralgia trigeminal; wanita umumnya memiliki usia
lebih muda dan lebih jarang memiliki perubahan morfologi pada trigeminal ipsilateral.
Kemudian, faktor yang berhubungan dengan jenis kelamin perempuan, seperti perbedaan
tingkat hormone, kemungkinan faktor resiko neuralgia trigeminal, tetapi ini belum di
eksplor lagi. Faktor resiko lain yang sebenarnya belum dijelajahi adalah peningkatan
fungsi mutasi dari voltage gated sodium channels. Mutasi diidentifikasikan dalam kondisi
nyeri lain yang agak menyerupai neuralgia trigeminal, seperti gangguan nyeri ekstrem
paroksismal, eritromelalgia, dan neuropati serat kecil. Penelitian terakhir menunjukkan
satu mutasi missense nav1.6 de novo menyebabkan peningkatan rangsan trigeminal pada
pasien CTN.
Klasifikasi
Terminologi dari TN tipe 1 (lebih dari 50% nyeri paroksismal) dan 2 (lebih dari 50%
nyeri konstan) banyak digunakan, terutama dalam literatur bedah saraf. Kemungkinan
kelemahan dari sistem pengelompokkan ini adalah pasien dengan nyeri wajah konstan
idiopatik dan bukan nyeri paroksismal, dapat diklasifikasi sebagai TN tipe 2, dimana
pengelompokkan sistem lainnya akan menunjuk nyeri wajah idiopatik persisten untuk
pasien tersebut.
Baru-baru ini, disarankan agar TN klasik harus dibagi menjadi bentuk idiopatik
dan bentuk klasik dimana terdapat perubahan morfologi pada akar trigeminal. Jika
faktanya etiologinya adalah multifaktorial pada beberapa pasien, yang melibatkan faktor
konflik neurovascular dan faktor lainnya yang mungkin menyebabkan demielanasi atau
peningkatan rangsangan, seperti skema klasifikasi yang menentang dan ada kebutuhan
untuk studi mengeksplorasi apakah divisi yang diusulkan ini bermakna dalam konteks
klinis dan ilmiah.
Maarbjerg dkk. melaporkan evidensi dari kelainan sensorik pada TN, khususnya
hypesthesia, pada pemeriksaan fisik. Yousin dkk. membuktikan dengan pengujian buta
sensorik kuantitatif sisi gejala meski pasien dengan tanpa adanya gejala kelainan
sensorik. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh yang lain. Temuan dapat dijelaskan oleh
perubahan fungsional sentral yang diinduksi nyeri.

Praktis klinis
Ada kebutuhan untuk studi prospektif ked lama riwayat dahulu TN untuk mengklarifikasi
apakah perkembangan TN dengan waktu, tetap sama, atau membaik dengan lamanya
waktu. Ada kekurangan besar pada penelitian yang dirancang dengan baik untuk
menyelidiki kemanjuran dan efek samping dari obat profilaksis untuk TN. Penelitian
selanjutnya juga harus melihat efikasi dari masuknya fosphenytoin intravena, terapi
kombinasi, toxin botulinum dan neurostimulasi. Itu diperdebatkan kapan dan pasien apa
yang akan dirujuk ke bedah. Terdapat kekurangan pada percobaan prospektif bedah saraf
yang telah dirancang dengan baik menggunakan evaluator independen diagnosis dan
hasil.
Pendapat ahli: Kemana bidang ini harus menuju
Penelitian selanjutnya harus fokus pada kerjasama antara ahli saraf, ahli bedah saraf, dan
ahli radiologi serta kerja sama antara beberapa pusat untuk memastikan kualitas yang
tinggi, diskusi berkelanjutan antara pusat khusus dan banyaknya jumlah pasien yang
besar dalam uji coba medis yang sangat dibutuhkan, tindak lanjut medis, dan longitudinal
surgical dan studi intervensi. Penghambat natrium baru ada dalam pipa, tetapi
neurostimulasi dan toksin botulinum juga dapat mewakili pengobatan yang menjanjikan
pada pasien yang sulit disembuhkan secara medis.

Article highlights
 Neuralgia trigeminal (TN) ditandai dengan unilateral, intens/kuat, dipicu
sentuhan, nyeri paroksismal yang menusuk. Biasanya mempengaruhi cabang ke 2
dan ketiga nervus trigeminal.
 Neuralgia trigeminal dapat berupa idiopatik atau sekunder multipel sklerosis atau
adanya lesi yang menempati ruang kosong (SOL)
 Konflik neurovaskular dengan perubahan morfologi dari saraf trigeminal snagat
berhubungan dengan TN klasik. Namun penemuan ini hanya hadir di sebagian
pasien dengan TN klasik.
 Terapi utama adlah obat profilaksis dengan penghambat saluran natrium, dan
pasien yang sulit disembuhkan dengan obat-obatan (medical refrakter)
tatalaksana bedah adalah langkah selanjutnya.
 Peneliti selanjutnya harus fokus membahas faktor resiko pada TN klasik, pada
studi prospektif menggunakan penilaian independen dari hasil bedah, mencari
tahu obat baru dan investigasi efikasi dari neurostimulasi, toksin botulinum dan
terapi kombinasi dengan obat yang ada.
NEURALGIA TRIGEMINAL

Anatomi

Nervus Trigeminus adalah nervus cranialis kelima. Nervus ini terbagi menjadi 2 cabang.
Cabang besar memerankan fungsi sensoris pada wajah, sedangkan cabang yang lebih
kecil memerankan fungsi motorik mengunyah. Fungsi motoric diperankan oleh m.
pterogoidesus lateralis untuk membuka rahang bawah. Fungsi sensorik dibagi menjadi 3
ramus, yaitu ramus opthalmica, ramus maxilla, dan ramus mandibula.

Ramus opthalmica mengurus sensibiltas wajah pada area dahi, mata, hidung, kening,
selaput otak, dan sinus paranasal. Ramus maxilaris mengurus sensibiltas wajah pada area
bibir atas, palatum dan mukosa hidung. Ramus mandibularis mengurus sensibilitas
rahang bawah, gigi bawah, pipi, mukosa pipi, dan telinga eksternal. Cabang V1 keluar
melalui fissura orbitalis superior bersama nervus III, IV, VI. Cabang V2 keluar melalui
foramen rotundum. Cabang V3 keluar melalui foramen ovale. Ganglion Nervus
trigeminus adalah Ganglion Gasseri.1

Definisi

Neuralgia Trigeminal adalah gangguan yang terjadi akibat kelainan dari nervus cranialis
ke-5 yaitu nervus trigeminal dan dikenal juga sebagai tic douloureux. Gangguan dari
nervus trigeminal dapat dirasakan sebagai rasa tajam dan tertusuk pada pipi, bibir, dagu,
hidung, dahi, maupun gusi pada salah satu sisi wajah (unilateral). Rasa nyeri dapat terjadi
dalam hitungan detik sampai sekitar 2 menit. Dan episode nyeri ini dapat berlangsung
dalam beberapa minggu hingga beberapa tahun.
Rasa nyeri ini dapat distimulasi oleh berbagai macam hal seperti mengunyah atau
menyentuh area area tertentu yang terlokalisasi pada wajah (triggerr zone) Trigger zone
biasanya di plika nasolabialis dan atau dagu. Neuralgia Trigeminal merupakan salah satu
bentuk nyeri neuropatik, dimana nyeri neuropatik ditandai dengan adanya kerusakan
saraf.2-4
Klasifikasi

Neuralgia Trigeminal ini dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu tipe klasik dan tipe atipikal.
Neuralgia tipe 1 ditandai dengan nyeri, rasa terbakar yang hebat dan tiba tiba pada wajah
bagian manapun, sedangkan tipe 2 ditandai dengan rasa nyeri, terbakar atau tertusuk pada
wajah namun dengan intensitas nyeri yang lebih rendah daripada neurlagia tipe 1 namun
lebih konstan.
Menurut klasifikasi IHS ( International Headache Society ) membedakan Neeuralgia
Trigeminal klasik dan Neuralgia Trigeminal simptomatik. Termasuk Neuralgia
Trigeminal klasik adalah semua kasus yang etiologinya belum diketahui ( idiopatik )
Sedangkan Neuralgia Trigeminal simptomatik dapat akibat tumor, multipel sklerosis atau
kelainan di basis kranii.
Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik :
A. Neuralgia Trigeminus Idiopatik
1. Nyeri bersifat paroxysmal dan terasa diwilayah sensorik cabang maksilaris,
sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.
2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul
antara beberapa detik sampai menit.
3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.
4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering mengidap dibanding
laki-laki.
B. Neuralgia Trigeminus simptomatik
1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus
atau nervus infra orbitalis.
2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul kembali.
3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf
kranial, berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ).
4. Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak terbatas
pada golongan usia.4,5
EPIDEMOLOGI

Menurut AANS (American Association of Neurological Surgeons), sekitar 150.000


orang didiagnosis terkena Neuralgia Trigeminal setiap tahunnya. Laporan dari
The National Institute of Neurological Disorder and Stroke mengatakan bahwa
penyakit ini dapat terjadi pada semua umur namun yang terbanyak adalah umur
50 tahun keatas. Pasien yang menderita pada umur 20-40 biasanya disebabkan
karena adanya lesi demielinisasi sekunder pada pons yang disebabkan multiple
sclerosis. Gender yang lebih banyak menderita penyakit ini adalah perempuan
dibanding dengan laki laki. Rushton dan Olafson melaporkan bahwa 1% dari
pasien yang menderita neuralgia trigeminal adalah penderita multiple 6 sclerosis.
Dan pasien dengan keadaan multiple sclerosis biasanya menderita neuralgia
pada kedua sisi wajahnya.4,6

ETIOPATOFISIOLOGI

Etiologi sampai sekarang juga masih belum jelas, seperti yang disebutkan
diatas tadi tetapi ada beberapa penyebab yang berhubungan dengan gigi. Seperti
diketahui N. V merupakan satu-satunya serabut saraf yang kemungkinan selalu
dihadapkan dengan keadaan sepsis sepanjang hidup. Keadaan sepsis tersebut
dapat berupa karies gigi, abses, sinusitis, pencabutan gigi oleh berbagai sebab,
infeksi periodontal, yang kesemuanya diperkirakan dapat menjadi penyebab
Neuralgia trigeminal.
Patofisiologi utama dari penyakit ini belum diketahui secara jelas. Melihat
gejala klinis dari penyakit ini, gejala yang terutama dirasakan adalah nyeri pada
area penjalaran nervus trigeminal. Oleh karena itu, neuralgia trigeminal
digolongkan dalam nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik sendiri mekanismenya
belum jelas. Biasanya nyeri trigeminal ini disebabkan karena postherpetik
(postherpetik neuralgia), post traumatik dan post operatif.
Patofisiologi dari trigeminal neuralgia ini dibagi menjadi mekanisme sentral
dan mekanisme perifer. Mekanisme perifer yang terjadi antara lain
Ditemukannya peregangan atau kompresi nervus V, Ditemukannya malformasi
vaskular pada beberapa penderita Neuralgia Trigeminal, Adanya tumor dengan
pertumbuhan yang lambat, Adanya proses inflamasi pada N.V. Mekanisme sentral
sebagai penyebab Neuralgia trigeminal salah satunya adalah multiple sclerosis
dimana terjadi demielinisasi secara meluas sehingga dapat mengenai saraf
trigeminus. Biasanya tidak ada lesi yang spesifik pada nervus trigeminus yang
ditemukan.
Teori patofisiologi yang dipakai pada saat ini adalah kompresi pada nervus
trigeminus. Teori kompressi nervus trigeminus ini diungkapkan sebagai berikut.
Neuralgia trigeminal dapat disebabkan karena pembuluh darah yang berjalan
bersama nervus trigeminus menekan jalan keluar cabang cabang nervus
trigeminus pada batang otak, misalnya foramen ovale dan rotundum. Penekanan
yang paling sering terdapat pada ganglion gasseri, yaitu ganglion yang
mempercabangkan 3 ramus nervus trigeminus. Pembuluh darah yang
berdekatan dengan ganglion gasseri tersebut akan menyebabkan rasa nyeri
ketika pembuluh darah tersebut berdenyut dan bersentuhan dengan ganglion.
Kompresi oleh pembuluh darah ini lama kelamaan akan menyebabkan mielin
dari nervus tersebut robek/ rusak. Seperti yang diketahui, mielin membungkus
serabut saraf dan membantu menghantarkan impuls dengan cepat. Sehingga
pada mielin yang rusak, selain penghantaran impuls tidak bagus, akan terjadi
rasa nyeri sebagai akibat dari kerusakan jaringan mielinnya.
Teori ini dibuktikan melalui bukti bukti bahwa ketika dilakukan pemeriksaan
penunjang, didapatkan adanya kompresi sekitar 80-90% kasus pada arteri di
area perjalanan nervus trigeminus, dan rasa nyeri pada kasus ini hilang ketika
dilakukan operasi dengan metode dekompresi pembuluh darah. Sedangkan pada
multiple sclerosis dapat pula terjadi neuralgia trigeminal karena adanya proses
demielinisasi dari sistem saraf pusat sehingga dapat mengenai nervus
trigeminus. Pada orang yang menderita tumor yang mengenai nervus trigeminus,
dapat pula terjadi neuralgia karena tumor menekan nervus trigeminus. Mielin
yang rusak dapat menyebabkan degenarasi akson sehingga terjadi kerusakan
saraf secara menyeluruh. Kerusakan mielin ini juga mempengaruhi hilangnya
sistem inhibisi pada saraf tersebut, sehingga impuls yang masuk tidak diinhibisi
dan terjadi sensibilitas yang lebih kuat dari yang seharusnya dirasakan.7,8
GEJALA KLINIS DAN FAKTOR RESIKO

Gejala klinis yang dirasakan bervariasi bergantung dengan tipe yang


dirasakan. Sensasi yang dapat muncul antara lain rasa nyeri, tertusuk, terbakar
scara tiba tiba 8 pada wajah, dapat muncul secara mendadak. Setelah rasa nyeri
biasa disertai dengan periode bebas nyeri. Rasa ini dapat muncul oleh
rangsangan pada triger zone yang biasa dilakukan pada saat menyikat gigi,
mengenakan makeup, shaving, cuci muka, bahkan pada saat ada getaran ketika
sedang berlari atau berjalan. Rasa nyeri dapat berlangsung detik hingga menit.
serangan – serangan paroxysmal pada wajah atau nyeri di frontal yang
berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.
Gejala yang dirasakan pada Neuralgia trigeminal tipe I (klasik) biasanya
mempunyai periode remisi yang cukup lama, sedangkan pada neuralgia
trigeminal tipe II (atipikal) periode remisi biasanya jarang dan lebih susah untuk
diterapi.3,4

DIAGNOSIS

Neuralgia trigeminal didiagnosis melalui anamnesis dan pemeriksaan


neurologis terhadap nervus trigeminus. Pada saat ini belum ada tes yang dapat
diandalkan dalam mendiagnosa neuralgia trigeminal. Diagnosa neuralgia
trigeminal dibuat berdasarkan anamnesa pasien secara teliti dan pemeriksaan
fisik yang cermat. Pada anamnesa yang perlu diperhatikan adalah lokalisasi nyeri,
kapan dimulainya nyeri , menentukan interval bebas nyeri, menentukan lamanya,
respons terhadap pengobatan, menanyakan riwayat penyakit lain seperti ada
penyakit herpes atau tidak.
Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:
1. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering pada
cabang mandibularis atau maksilaris.
2. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam , superficial, serasa
menikam atau membakar.
3. Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral.
4. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti makan,
mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau menggosok gigi, area picu
dapat ipsilateral atau kontralateral.
5. Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.
Pada pemeriksaan fisik neurologi dapat ditemukan sewaktu terjadi serangan,
penderita tampak menderita sedangkan diluar serangan tampak normal. Reflek
kornea dan test sensibilitas untuk menilai sensasi pada ketiga cabang nervus
trigeminus bilateral. Membuka mulut dan deviasi dagu untuk menilai fungsi otot
masseter (otot pengunyah) dan fungsi otot pterygoideus. Pada neuralgia
trigeminal biasa didapatkan sensibilitas yang terganggu pada daerah wajah.1,2

DIAGNOSIS BANDING
Neuralgia Trigeminal dapat didiagnosa banding dengan gangguan gangguan
disekitar wajah baik itu berasal dari gigi, sendi temporomandibular, mata, leher,
dan pipi. terkadang nyeri pada trigeminal neuralgia dapat bergabung dengan
nyeri yang berasal dari saraf yang lain sehingga mempersulit diagnosis.
- Nerve : Trigeminal neuralgia, postherpetic neuralgia, trigeminal neuropathic
pain, glossopharyngeal neuralgia, sphenopalatine neuralgia, geniculate
neuralgia (Ramsay Hunt syndrome), multiple sclerosis, cerebellopontine angle
tumor
- Teeth and jaw : Dentinal, pulpal, or periodontal pain; temporomandibular joint
disorders
- Sinuses and aerodigestive tract : Sinusitis, head and neck cancer, inflammatory
lesions 11
- Eyes : Optic neuritis, iritis, glaucoma
- Blood vessels : Giant cell arteritis, migraine, cluster headache, T olosaHunt
syndrome
- Psychological: Psychogenic, atypical facial pain.9,
PENGOBATAN

A. Terapi Farmakologik
Dalam guidline EFNS (European Federation of Neurological Society)
disarankan terapai neuralgia trigeminal dengan carbamazepin ( 200-1200mg
sehari ) dan oxcarbazepin ( 600 1800mg sehari ) sebagai terapi lini pertama.
Sedangkan terapai lini kedua adalah baclofen dan lamotrigin. Melihat dari
tipe nyerinya, dapat pula diberikan gabapentin yang biasanya diberikan pada
nyeri neuropati. Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi sehingga
pasien dinasehatkan untuk mengatur dosis obat sesuai dengan frekwensi
serangannya.
B. Terapi non Farmakologik
Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang tidak
bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan
terapi pembedahan. Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur
ganglion gasseri, dan dekompresi mikrovaskuler. Dekompresi Mikrovaskular
dilakukan dengan memberi pemisah (dapat menggunakan tampon atau pad)
antara pembuluh darah dan nervus yang bersentuhan. Prosedur ini harus
dilakukan kraniotomi suboksipital pada fossa posterior (di belakang telinga).
Prosedur ini kelebihannya adalah biasanya fungsi sensorik hampir dapat
kembali sempurna tanpa meninggalkan rasa kram atau tebal pada wajah.
Adapula tindakan operatif lainnya yang dikenal dengan sensory rhizotomy.
Prinsip operasi ini adalah memutuskan hubungan impuls antara nervus
trigeminus dengan otak. Tekniknya dilakukan dengan memotong ganglion
gasseri secara permanen. Namun teknik ini akan menyebabkan muka mati
rasa secara total, jadi teknik ini hanya dilakukan apabila segala teknik operasi
dan segala terapi farmakologik tidak berhasil dilakukan. Teknik operasi lain
yang dapat dilakukan contohnya adalah gangliolisis. Gangliolisis dilakukan
dengan menggunakan cairan gliserol yang dimasukkan melaui foramen Ovale
untuk menuju ke ganglion gasseri. Gliserol yang dimasukkan, akan merusak
serabut serabut saraf baik yang bermielin maupun tidak. Teknik ini ditujukan
untuk menghancurkan nervus yang menghantarkan nyeri. Teknik operasi
yang dapat pula dilakukan adalah radiofrequency rhyzotomy. Teknik ini mirip
dengan menggunakan gliserol, hanya bedanya yang menghancurkan serabut
saraf pada teknik ini adalah radiasi panas yang 14 dimasukkan pada area
ganglion gasseri. Tujuannya sama yaitu menghancurkan serabut atau
ganglion yang menghasilkan nyeri. 3,10,11

PROGNOSIS

Terapi farmakologi memberikan hasil yang bervariasi pada masing masing


individu. Dekompresi mikrovaskular umumnya memberikan hasil yang baik dan
jarang relaps.
Daftar Pustaka

1. Lumbantobing, S. M, et al. Neurologi Klinik – Pemeriksaan Fisik dan Mental.


2012 ; H.51-53
2. Krafft, Rudolph M. Trigeminal Neuralgia. Northeastern Ohio Universities
College of Medicine, Rootstown. Ohio : 2008
3. Tew, John. Trigeminal Neuralgia. Mayfield Clinic. Ohio : 2013
4. Sunaryo, Utoyo. Neuralgia Trigeminal. PDGI Probolinggo. Indonesia : 2010
5. Nurmiko, T.J, et al. Trigeminal Neuralgia-Patophysiology, diagnosis, and
current treatment. British Journal of Anaesthesia. United Kingdom : 2011
6. Krafft, Rudolph M. Trigeminal Neuralgia. Northeastern Ohio Universities
College of Medicine, Rootstown. Ohio : 2008
7. Joffroy, A, et al. Trigeminal neuralgia Pathophysiology and treatment. Dept. of
Neurosurgery, Erasmus Hospital, University of Brussels (ULB). Belgium :
2001
8. Benetto, Luke, et al. Trigeminal neuralgia and its management. Institute of
Clinical Neurosciences, University of Bristol, Frenchay Hospital, Bristol :
2007
9. Zakrzewska JM. Diagnosis and differential diagnosis of trigeminal
neuralgia.Clin J Pain. 2002.
10. Benetto, Luke, et al. Trigeminal neuralgia and its management. Institute of
Clinical Neurosciences, University of Bristol, Frenchay Hospital, Bristol :
2007
11. Siddiqui, Meraj N, et al. Pain Management : Trigeminal Neuralgia. Hospital
Physician : 2003

Anda mungkin juga menyukai