Oleh :
Gabriella Selara Pangarepo (112018046)
Pembimbing :
Dr. Alfi Isra, Sp.S
Abstrak
Pengantar: Neuralgia trigeminal (TN) ditandai dengan nyeri paroksismal yang dipicu
oleh sentuhan ysng menyerupai sensasi tersengat pada bagian unilateral satu atau lebih
cabang dari saraf trigeminal. Selain nyeri paroksismal, beberapa pasien juga mengalami
nyeri terus menerus. TN dibagi menjadi TN klasik (CTN) dan TN sekunder (STN).
Etiologi dan Patofisiologi: Demielinasi aferen trigeminal sensorik primer di serabut
saraf merupakan mekanisme patofisiologis yang dominan. Kemungkinan besar,
demielinasi membuka jalan untuk peningkatan aktivitas ektopik dan crosstalk ephaptic.
Pada sebagian besar pasien, demielinasi disebabkan karena masalah neurovaskular
dengan perubahan morfologi seperti penekanan pada serabut akar trigeminal. Namun, ada
juga faktor etiologi lainnya yang tidak diketahui, dikarenakan hanya sebagian pasien
CTN yang mengalami perubahan morfologi. STN disebabkan oleh multipel sklerosis atau
adanya lesi yang mempengaruhi saraf trigeminal.
Diagnosis Banding dan Tatalaksana: Diagnosis banding yang penting yaitu sefalgia
trigeminal otonom, nyeri posttraumatik atau nyeri postherpetikum dan nyeri wajah
lainnya. Tatalaksana awal adalah pengobatan profilaksis dengan penghambat natrium,
dan lini kedua dengan intervensi bedah saraf.
Perspektif kedepan : Studi masa depan harus lebih fokus pada genetika, faktor etiologi
yang belum di eksplor, fungsi sensorik, hasil dan komplikasi dari bedah saraf, tatalaksana
kombinasi dan neuromodulasi serta pengembangan obat baru dengan toleransi yang lebih
baik.
Kata kunci
Neuralgia trigeminal;, kriteria diagnostik, terapi, etiologi, patofisiologi
Definisi
Menurut versi beta edisi ke 3 International Classification of Headache Disorders (ICHD-
3 Beta) (Tabel 1), neuralgia trigeminal (TN) didefinisikan sebagai nyeri unilateral seperti
tersengat listrik secara mendadak dalam onset dan terminasi. Rasa nyeri terbatas pada
satu atau lebih dari cabang trigeminal dan dipicu oleh rangsangan sensorik. TN dibagi
menjadi TN klasik (CTN) atau TN sekunder (STN) yang disebabkan oleh multipel
sklerosis atau adanya lesi seperti tumor, aneurisma serebral atau artru basilar
megadolicho.
Baru – baru ini Internastional Association for the Study of Pain (IASP) telah
menghasilkan klasifikasi, definisi, dan proses diagnostik neuralgia trigeminal (TN). Ini
adalah tujuan dari kedua kelompok untuk menemukan kompromi yang disepakati secara
bilateral, untuk para peneliti dan dokter dan akhirnya pasien. (Tabel 1 menjelaskan 2
klasifikasi).
Simptomatologi
Diawal deskripsi TN, gangguan ini disebut tic douloureux, dikarenakan pasien TN
memiliki nyeri paroksismal; Nyeri TN bukan hanya nyeri yang menyakitkan, ini juga
ditandai dengan nyeri yang mendadak dan tidak terduga, dan berlangsung singkat,
karenanya dinamakan nyeri paroksismal. Kualitas nyeri nya seperti menusuk, tersengat
listrik, atau nyeri ditembak. Meskipun satu nyeri paroksismal hanya berlangsung
sepersekian detik, paroksismal ini dapat kambuh, setelah periode refraktori, beberapa kali
sehari, dan mereka mungkin datang dalam serangkaian serangan dengan banyak serangan
berdekatan.
Sekitar setengah dari pasien TN juga memiliki nyeri perisisten yang bersamaan:
Nyeri dengan latar belakang menusuk atau tumpul atau terbakar dengan intensitas yang
lebih rendah di area yang sama dengan nyeri paroksismal. Nyeri berkelanjutan biasanya
terjadi selama periode yang sama dengan nyeri aproksismal. Nyeri seperti ini kebanyakan
terjadi pada wanita.
Tabel 1. Kriteria diagnostik neuralgia trigeminal berdasarkan versi beta edisi ke 3
International Classification of Headache Disorders (ICHD-3 Beta) dan Internastional
Association for the Study of Pain (IASP).
ICHD2-beta
Definisi Garis besar dalam paragraf utama
Kriteria* A. Sekurangnya ada 3 kali serangan nyeri di unilateral wajah
memenuhi kriteria B dan C
B. Terjadi di satu atau lebih cabang saraf trigeminal, dengan
tanpa penjalaran diluar cabang trigeminal
C. Rasa nyeri memiliki setidaknya 3 dari 4 karakteristik
berikut;
1. Berulang dalam serangan paroksismal yang terjadi
selama beberapa detik hingga 2 menit
2. Intensitas nyeri yang berat
3. Seperti tersengat listrik, ditembak, ditusuk atau kena
benda tajam
4. Dipicu oleh rangsangan yang tidak berbahaya yang
mengenai sisi wajah
D. Tidak ada kejadian kelemahan neurologi
E. Tidak lebih baik diperhitungkan oleh diagnosis ICHD-3
lainnya
Subklasifikasi TN klasik
- TN dengan nyeri paroksismal murni
- TN dengan nyeri persisten secara bersamaan
Gejala TN**
- TN berhubungan dengan multipel sklerosis (MS): MS telah
didiagnosis dan MRI menunjukkan adanya plak MS yang
mempengaruhi ke serabut akar saraf trigeminal atau studi
elektrofisiologi menunjukkan gangguan pada saraf yang
terkena. Rasa sakit belum tentu bersifat unilateral***
- TN berhubungan dengan lesi yang menempati ruang
kosong: Hubungan antara lesi ini dan dampak saraf
trigeminal telah ditunjukkan dengan pencitraan dan rasa
sakit yang berkembang setelah terjadi kontak antara lesi
dan saraf trigeminal.
Komentar * Dalam kriteria ICHD3 final yang akan datang C1, 2, 3 dan 4
dari beta ICHD3 kemungkinan besar akan dikonversi menjadi
kriteria monothetic individu dan kriteria D dari beta ICHD3
kemungkinan besar akan dihapus.
** Dalam beta ICHD3, gejala TN dikatakan neuropati
trigeminal yang menyakitkan tapi ini kemungkinan besar akan
diubah kembali ke gejala TN pada ICHD3 yang akan datang.
*** Pada ICHD3 yang akan datang kriteria akan bergantung
pada MRI- adanya berifikasi dari plak yang mempengaruhi akar
saraf trigeminal atau cerifikasi elektrofisiologi kemungkinan
besar akan dihapus.
IASP
Definisi Nyeri orofasial terbatas pada satu atau lebih cabang dari saraf
trigeminal. Dengan pengecualian TN disebabkan oleh multipel
sklerosis, rasa nyeri mempengaruhi satu sisi wajah. Onset nyeri
yang mendadak dan hanya berlangsung selama beberapa detik
(maksimum 2 menit). Pasien mungkin melaporkan bahwa rasa
nyeri terjadi secara spontan tapi nyeri paroksismal ini dapat
selalu dipicu oleh rangsangan yang tidak berbahaya atau dengan
pergerakan. Jika pasien mengalami nyeri yang berkelanjutan
dengan distribusi yang sama dan periode yang sama dengan
nyeri paroksismal maka itu dianggap sebagai TN dengan nyeri
peristen secara bersamaan dan fenotip ini kemungkinan ada di
setiap 3 subklasifikasi kategori.
Kriteria A. Nyeri orofasial terdistribusi dibagian trigeminal wajah atau
bagian intraoral.
B. Rasa nyeri paroksismal
C. Nyeri dipicu oleh beberapa jenis manuver
Subklasifikasi - TN Idiopatik: tidak ada penyebab yang jelas
- TN Klasik: disebabkan oleh kompresi vaskular dari akar
saraf trigeminal yang menyebabkan perubahan
morfologi dari akar
- TN Sekunder: disebabkan oleh penyakit neurologis
utama, seperti tumor di sudut cerebellopontine atau
multipel sklerosis.
Lokalisasi
TN paling sering mengenai cabang saraf trigeminal ke 2 dan/ atau ke 3 dan sisi kanan
sedikit, tapi secara signifikan lebih sering terkena daripada sisi kiri. TN bilateral sangat
jarang di TN klasik, dan perlu dicurigai untuk TN sekunder.
Sejarah
Ada beberapa penelitian mengenai sejarah atau asal usul TN. Telah disetujui bahwa nyeri
semakin memberat bersamaan dengan waktu dan TN dalam keadaan kronisnya ditandai
dengan nyeri yang berlangsung lama, refraktor terhadap pengobatan, gangguan sensorik
dan perubahan progresif neuroanatomi dari saraf trigeminal. Beberapa penelitian saat ini
menentang gagasan ini; Di Stefano dkk. menemukan bahwa nyeri pada sebagian besar
pasien dengan TN tidak meningkat dalam frekuensi atau durasi, juga tidak menjadi
refrakter terhadap pengobatan, dan dosis yang dibutuhkan untuk mengurangi nyeri tidak
meningkat dengan waktu. Maarbjerg dkk. menemukan bahwa seiring nyeri persisten dan
perubahan morfologi neuroanatomi tidak berhubungan dengan umur atau durasi penyakit.
Sebuah ciri yang juga merupakan karakteristik dari TN adalah periode remisi lengkap
yang tidak dapat diprediksi yang berlangsung berbulan bulan bahkan bertahun-tahun.
Fenomena yang tidak biasa dari nyeri neuropatik ini kebanyakan dikaitkan dengan
penurunan rangsan dan remielinasi parsial.
Epidemiologi
Neuralgia trigeminal sering salah diagnosis dan tidak terdiagnosis. Insidensi TN diantara
penelitian dilaporkan berbeda-beda, dengan rentang dari 4.3 sampai 27 kasus baru per
100.000 penduduk pertahun. Insidensi ini lebih tinggi pada wanita, dan meningkat seiring
bertambahnya usia. Prevalensi umur hidup diperkirakan 0.16-0.3% dalam studi berbasis
populasi. Rata-rata terjadi pada usia 53 tahun untuk TN klasik dan 43 tahun untuk TN
sekunder, tetapi usia onset dapat berkisar dari usia muda ke tua. Dalam studi berbasis
perawatan tersier, STN tercatat sekitar 14-20% dari pasien TN.
Gambar 1. MRI pada pasien dengan neuralgia trigeminal klasik sisi kiri. Bagian echo
yang seimbang di fosa posterior, bidang axial, pada tingkat pons. Saraf trigeminal kiri
(panah kanan) digantikan oleh loop arteri (panah) dari arteri serebelar anterior inferior.
Gambar 2. MRI pada pasien dengan simptomatik neuralgia trigeminal sisi kiri. Bagian
echo yang seimbang di fosa posterior, bidang axial setinggi pons. Bagian perifer dari
saraf trigeminal kiri digantikan oleh meningioma (kedua struktur dalam lingkaran).
Pertimbangan diagnostik
Diagnosis neuralgia trigeminal terutama didasarkan dari riwayat pasien, karena tidak ada
pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik yang definitif. Ketika
memperoleh riwayat pasien, yang harus diperhatikan yaitu potensial yang mengarah pada
kesalahan diagnosis seperti gejala simptomatik yang menyebabkan rasa nyeri, nyeri
odontogenik dan gejala yang berhubungan dengan otonom (Tabel 2). Ketika memperoleh
riwayat pasien, satu yang harus diperhatikan adalah onset dari rasa nyeri; jika rasa nyeri
didahului atau bertepatan dengan ruam herpes zoster di bagian ipsilateral distribusi
trigeminal, nyeri neuropati trigeminal yang berkaitan dengan akut herpes zoster dapat
dipertimbangkan. Nyeri yang didahului dengan trauma yang relevan pada sisi ipsilateral
wajah, seperti prosedur gigi invasive atau fraktur, nyeri neuropati trigeminal pasca
trauma (PPTN) lebih mungkin menjadi diagnosis yang benar. Penelitian telah
menunjukkan bahwa nyeri PPTN mungkin sama dengan nyeri neuralgia trigeminal yang
intens dan singkat, tetapi pada PPTN terdapat kelainan sensorik yang jelas, termasuk
hilangnya tau bertambahnya fungsi, sesuai dengan saraf tepi yang rusak. Selain itu, yang
juga penting ketika memperoleh riwayat pasien yaitu lokasi nyeri, rasa nyeri yang berasal
dengan jelas atau difusi dari gigi harus dievaluasi oleh dokter gigi karena, contohnya, gigi
yang retak juga bisa menyebabkan nyeri seperti neuralgia trigeminal ketika mengunyah
makanan yang keras. Pada nyeri konstan bilateral yang terletak di daerah
temporomandibular, tension-type headache, gangguan sendi temporomandibular dan
nyeri wajah idiopatik persisten dapat dipertimbangkan. Jika waktu yang singkat, nyeri
menusuk intens dikulit kepala atau daerah oksipital, diagnosis seperti neuralgia oksipital,
nyeri kepala primer dan hemicranias paroksismal dapat dipertimbangkan. Neuralgia
glossopharyngeal terletak di belakang lidah, langi-langit lunak, dan faring, dan nervus
neuralgia intermedius terletak dibagian dalam telinga. Terakhir, gejala penyerta sangat
penting seperti jika setiap terjadi serangan nyeri disertai dengan gejala otonom seperti
injeksi konjungtiva, miosis atau lakrimasi, SUNA, SUNCT atau paroksismal hemicrania
adalah diagnosis banding yang penting.
Tatalaksana
Gambar.3 Menguraikan saran pemeriksaan dan algoritma tatalaksana neuralgia
trigeminal. Bagian awal dari pemeriksaan, kami menyarankan termasuk MRI otak dan
batangotak, ECG dan pemeriksaan laboratorium. TN simptomatik dan klasik tidak dapat
dibedakan jelas berdasarkan riwayat dan pemeriksaan, MRI penting sejak awal, untuk
menyingkirkan nyeri simptomatik yang memerlukan perawatan khusus, seperti tumor
atau multipel sklerosis. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memastikan fungsi
ginjal dan hepar normal dan normal kadar natrium untuk memulai pengobatan. EKG
dilakukan karena pemberian karbamazepin dan oxcarbazepin kontraindikasi terhadap
pasien dengan atrioventrikular blok. Terapi lini pertama yaitu penghambat natrium
(Sodium channel blockers), antara carbamazepine atau oxcarbazepine. Mereka memiliki
mekanisme kerja yang sama. Obat ini dapat memblokade voltage sodium channels.
Rekomendasi terapi umumnya sama pada TN klasik atau sekunder. Umumnya,
penghambat natrium ini efektif pada kebanyakan pasien TN dan angka yang dibutuhkan
untuk carbazepine yaitu 1.7. Meskipun, efek samping termasuk mengantuk, pusing, ruam,
dan tremor dan jumlah yang dibutuhkan untuk efek samping yang berat adalah 24 dan 3.4
untuk efek samping minor. Oxcarbazepin dapa lebih disukai karena resiko minor dari
interaksi obat dan kemampuan toleransi nya lebih baik disbanding carbamazepine.
Carbamazepine dilaporkan bahwa memiliki persentase tinggi penghentian karena semua
jenis efek samping, kecuali untuk deplesi natrium, untuk penghentian yang hanya terjadi
dengan oxcarbazepine.
Sangat sering diperlukan dosis tinggi untuk menghilangkan rasa nyeri, sehingga
banyak pasien yang menderita efek samping yang buruk. Kegagalan terapi biasanya
bukan karena kemanjuran obat, tetapi lebih disebabkan karena tidak diinginkannya efek
samping sehingga menghentikan pengobatan atau mengurangi dosis obat. Dalam satu
studi, perburukan rasa nyeri dengan waktu dan perkembangan resistensi terlambat hanya
terjadi di kelompok minoritas pasien.
Menurut pedoman internasional disarankan bahwa “Jika beberapa penghambat
natrium tidak efektif, rujuk untuk konsultasi bedah dapat dijadikan langkah selanjutnya”.
Pembedahan juga harus dipertimbangkan ketika obat-obatan, meskipun efektif, tidak
dapat mencapai dosis terapi dikarenakan kejadian buruk.
Dari perspektif klinis, ini mungkin juga menjadi penyebab untuk mencoba antara
carbamazepine dan oxcarbazepine secara berurutan. Disamping itu, beberapa pasien TN
mendapat keuntungan dari terapi kombinasi carmazepine atau oxcarbazepine dengan
lamotrigine, baclofen, pregabalin atau gabapentin. Kombinasi terapi dapat
dipertimbangkan ketika carbamazepine atau oxcarbazepine tidak dapat mencapai dosis
penuh dikarenakan efek sampingnya. Masing masing obat yang disebutkan diatas juga
memiliki efikasi sebagai agen monoterapi, meskipun bukti yang tersedia sangat lemah.
Pada eksaserbasi berat, terapi di rumah sakit sangat penting untuk titrasi obat antiepilepsi
dan rehidrasi. Dibanyak pusat, eksaserbasi berat diterapi dengan memasukan
fosphenytoin intravena, tetapi terdapat kekurangan bukti ilmiah untuk terapi ini.
Pada pasien yang sulit disembuhkan secara medis, dengan konflik neurovaskular,
dekompresi mikrovaskular (MVD) adalah terapi pilihan pertama.
Pemeriksaan Awal Diagnosis
Praktis klinis
Ada kebutuhan untuk studi prospektif ked lama riwayat dahulu TN untuk mengklarifikasi
apakah perkembangan TN dengan waktu, tetap sama, atau membaik dengan lamanya
waktu. Ada kekurangan besar pada penelitian yang dirancang dengan baik untuk
menyelidiki kemanjuran dan efek samping dari obat profilaksis untuk TN. Penelitian
selanjutnya juga harus melihat efikasi dari masuknya fosphenytoin intravena, terapi
kombinasi, toxin botulinum dan neurostimulasi. Itu diperdebatkan kapan dan pasien apa
yang akan dirujuk ke bedah. Terdapat kekurangan pada percobaan prospektif bedah saraf
yang telah dirancang dengan baik menggunakan evaluator independen diagnosis dan
hasil.
Pendapat ahli: Kemana bidang ini harus menuju
Penelitian selanjutnya harus fokus pada kerjasama antara ahli saraf, ahli bedah saraf, dan
ahli radiologi serta kerja sama antara beberapa pusat untuk memastikan kualitas yang
tinggi, diskusi berkelanjutan antara pusat khusus dan banyaknya jumlah pasien yang
besar dalam uji coba medis yang sangat dibutuhkan, tindak lanjut medis, dan longitudinal
surgical dan studi intervensi. Penghambat natrium baru ada dalam pipa, tetapi
neurostimulasi dan toksin botulinum juga dapat mewakili pengobatan yang menjanjikan
pada pasien yang sulit disembuhkan secara medis.
Article highlights
Neuralgia trigeminal (TN) ditandai dengan unilateral, intens/kuat, dipicu
sentuhan, nyeri paroksismal yang menusuk. Biasanya mempengaruhi cabang ke 2
dan ketiga nervus trigeminal.
Neuralgia trigeminal dapat berupa idiopatik atau sekunder multipel sklerosis atau
adanya lesi yang menempati ruang kosong (SOL)
Konflik neurovaskular dengan perubahan morfologi dari saraf trigeminal snagat
berhubungan dengan TN klasik. Namun penemuan ini hanya hadir di sebagian
pasien dengan TN klasik.
Terapi utama adlah obat profilaksis dengan penghambat saluran natrium, dan
pasien yang sulit disembuhkan dengan obat-obatan (medical refrakter)
tatalaksana bedah adalah langkah selanjutnya.
Peneliti selanjutnya harus fokus membahas faktor resiko pada TN klasik, pada
studi prospektif menggunakan penilaian independen dari hasil bedah, mencari
tahu obat baru dan investigasi efikasi dari neurostimulasi, toksin botulinum dan
terapi kombinasi dengan obat yang ada.
NEURALGIA TRIGEMINAL
Anatomi
Nervus Trigeminus adalah nervus cranialis kelima. Nervus ini terbagi menjadi 2 cabang.
Cabang besar memerankan fungsi sensoris pada wajah, sedangkan cabang yang lebih
kecil memerankan fungsi motorik mengunyah. Fungsi motoric diperankan oleh m.
pterogoidesus lateralis untuk membuka rahang bawah. Fungsi sensorik dibagi menjadi 3
ramus, yaitu ramus opthalmica, ramus maxilla, dan ramus mandibula.
Ramus opthalmica mengurus sensibiltas wajah pada area dahi, mata, hidung, kening,
selaput otak, dan sinus paranasal. Ramus maxilaris mengurus sensibiltas wajah pada area
bibir atas, palatum dan mukosa hidung. Ramus mandibularis mengurus sensibilitas
rahang bawah, gigi bawah, pipi, mukosa pipi, dan telinga eksternal. Cabang V1 keluar
melalui fissura orbitalis superior bersama nervus III, IV, VI. Cabang V2 keluar melalui
foramen rotundum. Cabang V3 keluar melalui foramen ovale. Ganglion Nervus
trigeminus adalah Ganglion Gasseri.1
Definisi
Neuralgia Trigeminal adalah gangguan yang terjadi akibat kelainan dari nervus cranialis
ke-5 yaitu nervus trigeminal dan dikenal juga sebagai tic douloureux. Gangguan dari
nervus trigeminal dapat dirasakan sebagai rasa tajam dan tertusuk pada pipi, bibir, dagu,
hidung, dahi, maupun gusi pada salah satu sisi wajah (unilateral). Rasa nyeri dapat terjadi
dalam hitungan detik sampai sekitar 2 menit. Dan episode nyeri ini dapat berlangsung
dalam beberapa minggu hingga beberapa tahun.
Rasa nyeri ini dapat distimulasi oleh berbagai macam hal seperti mengunyah atau
menyentuh area area tertentu yang terlokalisasi pada wajah (triggerr zone) Trigger zone
biasanya di plika nasolabialis dan atau dagu. Neuralgia Trigeminal merupakan salah satu
bentuk nyeri neuropatik, dimana nyeri neuropatik ditandai dengan adanya kerusakan
saraf.2-4
Klasifikasi
Neuralgia Trigeminal ini dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu tipe klasik dan tipe atipikal.
Neuralgia tipe 1 ditandai dengan nyeri, rasa terbakar yang hebat dan tiba tiba pada wajah
bagian manapun, sedangkan tipe 2 ditandai dengan rasa nyeri, terbakar atau tertusuk pada
wajah namun dengan intensitas nyeri yang lebih rendah daripada neurlagia tipe 1 namun
lebih konstan.
Menurut klasifikasi IHS ( International Headache Society ) membedakan Neeuralgia
Trigeminal klasik dan Neuralgia Trigeminal simptomatik. Termasuk Neuralgia
Trigeminal klasik adalah semua kasus yang etiologinya belum diketahui ( idiopatik )
Sedangkan Neuralgia Trigeminal simptomatik dapat akibat tumor, multipel sklerosis atau
kelainan di basis kranii.
Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik :
A. Neuralgia Trigeminus Idiopatik
1. Nyeri bersifat paroxysmal dan terasa diwilayah sensorik cabang maksilaris,
sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.
2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul
antara beberapa detik sampai menit.
3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.
4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering mengidap dibanding
laki-laki.
B. Neuralgia Trigeminus simptomatik
1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus
atau nervus infra orbitalis.
2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul kembali.
3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf
kranial, berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ).
4. Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak terbatas
pada golongan usia.4,5
EPIDEMOLOGI
ETIOPATOFISIOLOGI
Etiologi sampai sekarang juga masih belum jelas, seperti yang disebutkan
diatas tadi tetapi ada beberapa penyebab yang berhubungan dengan gigi. Seperti
diketahui N. V merupakan satu-satunya serabut saraf yang kemungkinan selalu
dihadapkan dengan keadaan sepsis sepanjang hidup. Keadaan sepsis tersebut
dapat berupa karies gigi, abses, sinusitis, pencabutan gigi oleh berbagai sebab,
infeksi periodontal, yang kesemuanya diperkirakan dapat menjadi penyebab
Neuralgia trigeminal.
Patofisiologi utama dari penyakit ini belum diketahui secara jelas. Melihat
gejala klinis dari penyakit ini, gejala yang terutama dirasakan adalah nyeri pada
area penjalaran nervus trigeminal. Oleh karena itu, neuralgia trigeminal
digolongkan dalam nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik sendiri mekanismenya
belum jelas. Biasanya nyeri trigeminal ini disebabkan karena postherpetik
(postherpetik neuralgia), post traumatik dan post operatif.
Patofisiologi dari trigeminal neuralgia ini dibagi menjadi mekanisme sentral
dan mekanisme perifer. Mekanisme perifer yang terjadi antara lain
Ditemukannya peregangan atau kompresi nervus V, Ditemukannya malformasi
vaskular pada beberapa penderita Neuralgia Trigeminal, Adanya tumor dengan
pertumbuhan yang lambat, Adanya proses inflamasi pada N.V. Mekanisme sentral
sebagai penyebab Neuralgia trigeminal salah satunya adalah multiple sclerosis
dimana terjadi demielinisasi secara meluas sehingga dapat mengenai saraf
trigeminus. Biasanya tidak ada lesi yang spesifik pada nervus trigeminus yang
ditemukan.
Teori patofisiologi yang dipakai pada saat ini adalah kompresi pada nervus
trigeminus. Teori kompressi nervus trigeminus ini diungkapkan sebagai berikut.
Neuralgia trigeminal dapat disebabkan karena pembuluh darah yang berjalan
bersama nervus trigeminus menekan jalan keluar cabang cabang nervus
trigeminus pada batang otak, misalnya foramen ovale dan rotundum. Penekanan
yang paling sering terdapat pada ganglion gasseri, yaitu ganglion yang
mempercabangkan 3 ramus nervus trigeminus. Pembuluh darah yang
berdekatan dengan ganglion gasseri tersebut akan menyebabkan rasa nyeri
ketika pembuluh darah tersebut berdenyut dan bersentuhan dengan ganglion.
Kompresi oleh pembuluh darah ini lama kelamaan akan menyebabkan mielin
dari nervus tersebut robek/ rusak. Seperti yang diketahui, mielin membungkus
serabut saraf dan membantu menghantarkan impuls dengan cepat. Sehingga
pada mielin yang rusak, selain penghantaran impuls tidak bagus, akan terjadi
rasa nyeri sebagai akibat dari kerusakan jaringan mielinnya.
Teori ini dibuktikan melalui bukti bukti bahwa ketika dilakukan pemeriksaan
penunjang, didapatkan adanya kompresi sekitar 80-90% kasus pada arteri di
area perjalanan nervus trigeminus, dan rasa nyeri pada kasus ini hilang ketika
dilakukan operasi dengan metode dekompresi pembuluh darah. Sedangkan pada
multiple sclerosis dapat pula terjadi neuralgia trigeminal karena adanya proses
demielinisasi dari sistem saraf pusat sehingga dapat mengenai nervus
trigeminus. Pada orang yang menderita tumor yang mengenai nervus trigeminus,
dapat pula terjadi neuralgia karena tumor menekan nervus trigeminus. Mielin
yang rusak dapat menyebabkan degenarasi akson sehingga terjadi kerusakan
saraf secara menyeluruh. Kerusakan mielin ini juga mempengaruhi hilangnya
sistem inhibisi pada saraf tersebut, sehingga impuls yang masuk tidak diinhibisi
dan terjadi sensibilitas yang lebih kuat dari yang seharusnya dirasakan.7,8
GEJALA KLINIS DAN FAKTOR RESIKO
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
Neuralgia Trigeminal dapat didiagnosa banding dengan gangguan gangguan
disekitar wajah baik itu berasal dari gigi, sendi temporomandibular, mata, leher,
dan pipi. terkadang nyeri pada trigeminal neuralgia dapat bergabung dengan
nyeri yang berasal dari saraf yang lain sehingga mempersulit diagnosis.
- Nerve : Trigeminal neuralgia, postherpetic neuralgia, trigeminal neuropathic
pain, glossopharyngeal neuralgia, sphenopalatine neuralgia, geniculate
neuralgia (Ramsay Hunt syndrome), multiple sclerosis, cerebellopontine angle
tumor
- Teeth and jaw : Dentinal, pulpal, or periodontal pain; temporomandibular joint
disorders
- Sinuses and aerodigestive tract : Sinusitis, head and neck cancer, inflammatory
lesions 11
- Eyes : Optic neuritis, iritis, glaucoma
- Blood vessels : Giant cell arteritis, migraine, cluster headache, T olosaHunt
syndrome
- Psychological: Psychogenic, atypical facial pain.9,
PENGOBATAN
A. Terapi Farmakologik
Dalam guidline EFNS (European Federation of Neurological Society)
disarankan terapai neuralgia trigeminal dengan carbamazepin ( 200-1200mg
sehari ) dan oxcarbazepin ( 600 1800mg sehari ) sebagai terapi lini pertama.
Sedangkan terapai lini kedua adalah baclofen dan lamotrigin. Melihat dari
tipe nyerinya, dapat pula diberikan gabapentin yang biasanya diberikan pada
nyeri neuropati. Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi sehingga
pasien dinasehatkan untuk mengatur dosis obat sesuai dengan frekwensi
serangannya.
B. Terapi non Farmakologik
Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang tidak
bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan
terapi pembedahan. Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur
ganglion gasseri, dan dekompresi mikrovaskuler. Dekompresi Mikrovaskular
dilakukan dengan memberi pemisah (dapat menggunakan tampon atau pad)
antara pembuluh darah dan nervus yang bersentuhan. Prosedur ini harus
dilakukan kraniotomi suboksipital pada fossa posterior (di belakang telinga).
Prosedur ini kelebihannya adalah biasanya fungsi sensorik hampir dapat
kembali sempurna tanpa meninggalkan rasa kram atau tebal pada wajah.
Adapula tindakan operatif lainnya yang dikenal dengan sensory rhizotomy.
Prinsip operasi ini adalah memutuskan hubungan impuls antara nervus
trigeminus dengan otak. Tekniknya dilakukan dengan memotong ganglion
gasseri secara permanen. Namun teknik ini akan menyebabkan muka mati
rasa secara total, jadi teknik ini hanya dilakukan apabila segala teknik operasi
dan segala terapi farmakologik tidak berhasil dilakukan. Teknik operasi lain
yang dapat dilakukan contohnya adalah gangliolisis. Gangliolisis dilakukan
dengan menggunakan cairan gliserol yang dimasukkan melaui foramen Ovale
untuk menuju ke ganglion gasseri. Gliserol yang dimasukkan, akan merusak
serabut serabut saraf baik yang bermielin maupun tidak. Teknik ini ditujukan
untuk menghancurkan nervus yang menghantarkan nyeri. Teknik operasi
yang dapat pula dilakukan adalah radiofrequency rhyzotomy. Teknik ini mirip
dengan menggunakan gliserol, hanya bedanya yang menghancurkan serabut
saraf pada teknik ini adalah radiasi panas yang 14 dimasukkan pada area
ganglion gasseri. Tujuannya sama yaitu menghancurkan serabut atau
ganglion yang menghasilkan nyeri. 3,10,11
PROGNOSIS