PENDAHULUAN
Otomikosis atau yang dikenal juga dengan fungal otitis externa merupakan
infeksi jamur yang sering terjadi pada telinga luar, terutama pinna
(auricula) dan meatus acusticus externus. Otomikosis sering terjadi di
negara tropis dan subtropis, dan pada kebanyakan kasus, jamur penyebab
tersering infeksi ini merupakan isolat dari Aspergillus (niger, fumingatus,
flavescens, albus) atau Candida spp.1,2
1
berselancar sering dihubungkan dengan keadaan otomikosis oleh karena
paparan ulang dengan air sehingga kanal menjadi lembab dan dapat
mempermudah jamur tumbuh. Bisa juga disebabkan oleh adanya
prosedur invasif pada telinga seperti munggunakan cotton buds yang
dapat mengangkat film layer sehingga serumen keluar atau penggunaan
antibiotik dan steroids yang dapat menurunkan jumlah flora normal, dan
dapat juga terjadi pada penderita eksema, rhinitis allergika, dan asthma.5
2
BAB II
LAPORAN KASUS (CASE REPORT)
Identitas
Nama : Tn. R
Umur : 67 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku bangsa : Lampung
Pekerjaan : Petani
Alamat : Kelumbayan, Tanggamus
Anamnesis
Anamnesis pada pasien dilakukan secara Autoanamnesa pada tanggal 19
Agustus 2016
Keluhan Utama:
Gatal pada telinga kanan dan kiri sejak 3 hari yang lalu.
Keluhan Tambahan :
Nyeri pada telinga kiri, rasa penuh di telinga, pendengaran menurun
3
telinga kirinya. Keluhan nyeri tidak menjalar dan dirasakan seperti ditusuk-
tusuk. Keluahn nyeri dirasakan memberat setelah mengorek telinga. Pasien
juga mengeluhkan pendengaran pada telinga kiri terasa penuh dan sedikit
menurun dibandingkan sebelah kanan. Pasien merupakan petani dan bekerja
pada pagi hingga siang hari. Pasien mengatakan sering mengorek kuping
menggunakan cotton bud sekitar 1-2 kali setiap 2 minggu. Keluhan ini
mengganggu aktivitas dan istiraha pasien. Pasien menyangkal riwayat keluar
cairan dari dalam telinganya dan tidak merasa nyeri saat membuka mulut.
Tidak ada riwayat telinga berdenging. Tidak ada keluhan pusing (perasaan
berputar) ataupun sakit kepala. Pasien tidak mengeluhkan demam. Riwayat
trauma pada telinga disangkal. Rasa nyeri pada wajah disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan belum pernah mengalami penyakit telinga sebelumnya.
Riwayat penyakit diabetes mellitus (-), riwayat penyakit hipertensi (-),
riwayat batuk dan pilek (-), riwayat BAB cair berkepanjangan (-).
Riwayat Alergi
Pasien memiliki tidak memiliki riwayat alergi.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat untuk mengatasi keluhannya.
Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
4
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,50C
Status Generalis
Kepala : Tidak ada kelainan
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thorak : Jantung dan paru dalam batas normal
Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+), normal
Ekstremitas : Edema tidak ada, perfusi jaringan baik
5
Ada Serumen Ada
Tidak ada Tumor Tidak ada
Tidak ada Edema Ada
Kesan :
- Telinga kiri canalis auricularis eksternus sempit, edema (+),
hiperemis (+), hifa (+), spora (+), membran timpani sulit dinilai
- Telinga kanan dalam batas normal
Hidung
KANAN HIDUNG LUAR KIRI
Warna sama dengan Kulit Warna sama dengan
sekitarnya sekitarnya
Rhinoskopi Anterior
Kanan Kiri
Hiperemis (-) Mukosa Cavum Nasi Hiperemis (-)
Tidak ada Sekret Tidak ada
Tidak berbau Bau Tidak berbau
Mukosa hiperemis (-), Konka inferior Mukosa hiperemis (-),
6
eutrofi eutrofi
Sulit dinilai Konka media Sulit dinilai
Ada deviasi septum nasi
Tidak ada Krista, abses, massa Tidak ada
Cavum Oris
CAVUM ORIS Hasil Pemeriksaan
Mukosa Tidak hiperemis
Gingiva Ulkus (-), edema (-)
Gigi Karies (-)
Lidah Bentuk normal, Ulkus (-), Plak (-)
Palatum durum Permukaan licin
Palatum mole Permukaan licin
Uvula Posisi ditengah
Tumor Tidak ada
Faring
FARING Hasil Pemeriksaan
Dinding Faring Tidak oedem, tidak bergranular
Mukosa Tidak hiperemis
Uvula Ditengah
Arkus Faring Simetris, tidak hiperemis
Sekret Tidak ada
Tonsil
TONSIL Hasil Pemeriksaan
Pembesaran T1-T1
Kripta Tidak melebar
Destritus Tidak ada
Perlekatan Tidak ada
Sikatrik Tidak ada
Pemeriksaan Laring
Tidak dilakukan pemeriksaan
7
Pemeriksaan Nervi Kranialis
Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher
Inspeksi : Tidak terlihat pembesaran kelenjar getah bening
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening.
Resume
Dari anamnesis didapatkan seorang pasien laki-laki, berusia 67 tahun dengan
keluhan gatal pada telinga kiri dan kanan sejak 3 hari yang lalu. Nyeri pada
telinga kiri (+), riwayat dikorek-korek dengan cotton bud (+), riwayat
berenang (-), riwayat alergi (-), riwayat DM (-) riwayat HT (-). Pemeriksaan
fisik telinga kiri ditemukan CAE hiperemis (+), edema (+), debris hifa (+),
spora (+).
Pemeriksaan Anjuran
Pemeriksaan KOH
Diagnosa Kerja
Otomikosis auris sinistra
Diagnosa Banding
- Otomikosis auris sinistra
- Otitis eksterna auris sinistra ec bakteri
Penatalaksanaan
Medikamentosa
- Membersihkan liang telinga dari debris dan hifa jamur
- Clotrimazole salep 2x1
- Natrium diklofenak 50 mg 2 x 1 tablet
Nonmedikamentosa
Edukasi:
- Pasien dianjurkan untuk tidak mengorek-ngorek liang telinga.
8
- Sebaiknya kedua telinga tidak terkena air dulu. Bila mandi, kedua telinga
ditutup.
- Jika pasien merasa ada cairan yang keluar dari telinga, atau telinga
kemasukan air, gunakan tisu yang telah dipotong dan dibentuk meruncing
ujungnya, dimasukkan ke dalam liang telinga untuk menyerap cairan.
- Istirahat yang cukup.
- Konsumsi makanan yang bergizi cukup.
- Menggunakan obat sesuai anjuran
- Kontrol 3-7 hari
Prognosa
Quo ad Vitam : Ad bonam
Quo ad Functionam : Ad bonam
Quo ad Sanationam : Ad bonam
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Otitis eksterna fungi atau otomikosis adalah infeksi akut, subakut, dan
kronik pada epitel skuamosa dari pinna dan kanalis akustikus eksterna oleh
ragi dan filamen jamur. Jamur adalah penyebab utamanya, namun penyakit
ini juga dapat terjadi akibat infeksi bakteri kronis pada kanalis auditorius
eksternus atau telinga tengah yang menyebabkan menurunnya imunitas
lokal sehingga memudahkan terjadinya infeksi jamur sekunder. Pada kasus
dengan perforasi membran timpani, jamur juga dapat menyebabkan infeksi
pada telinga tengah.8,9,10,11
2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi otitis eksterna fungi bervariasi sesuai dengan keadaan geografis
dan faktor predisposisi pasien dan merupakan 9-50% dari seluruh kasus
otitis eksterna. Umumnya ototitis eksterna fungi lebih sering dijumpai
pada daerah tropis dan sub tropis seperti Mesir, India, Birma, Pakistan,
Bahrain, Israel dan Indonesia berhubungan dengan faktor lingkungan
yakni suhu dan kelembaban di daerah-daerah tersebut.8,12
10
90% dari kasus dan tidak menunjukkan sisi mana yang lebih sering
terjadi.8
d. Perenang
Jika terlalu banyak air masuk ke dalam saluran telinga, misalnya saat
berenang, terutama di air yang mengandung klorin atau
11
membersihkan telinga dengan air pada saat mandi akan
memudahkan jamur bertumbuh dan berproliferasi karena air tersebut
meningkatkan kelembaban, meningkatkan pH dan membersihkan
serumen yang melengket pada mukosa saluran telinga yang pada
keadaan normal sebenarnya berfungsi melindungi dan
mempertahankan mukosa saluran telinga. Dengan demikian,
perenang sebaiknya menggunakan ear plug atau penyumbat telinga
pada saat berenang.
e. Terlalu sering membersihkan telinga
Terlalu sering membersihkan telinga menggunakan cotton bud dapat
mengakibat trauma lokal pada saluran telinga sehingga memudahkan
terjadinya infeksi, pertumbuhan dan proliferasi bakteri dan jamur.
2.4 ETIOLOGI
Sebagian besar kasus otitis eksterna fungi disebabkan oleh jamur
Aspergillus spp. dan Candida. Aspergillus niger adalah yang paling sering
ditemui pada pemeriksaan kultur karena jumlahnya yang mendominasi
kanalis auditoris eksterna, jenis jamur lain yang dapat menyebabkan
otomikosis adalah A. flavus, A. fumigatus, A. terreus (jamur filamentosa),
Candida albicans dan C. parapsilosis (jamur ragi). Selain itu beberapa
jamur lain yang juga dapat menyebabkan otitis eksterna fungi namun
jarang ditemukan ialah jamur jenis Phycomycetes, Rhizopus, dan
Penicillium.8
Pada penelitian yang dilakukan Kumar (2005) pada pasien otitis eksterna
fungi menunjukkan bahwa jenis jamur yang paling sering ditemui, yakni
Aspergillus niger (52,43%), Aspergillus fumigates (34,14%), Candida
albicans (11%), Candida pseudotropicalis (1,21%). Beberapa peneliti juga
melaporkan jamur kausatif yang lain, yakni jenis Penicillium sp. dan jenis
Candida yang lain dalam berbagai persentase. Umumnya penelitian-
penelitian tersebut menunjukkan bahwa persentase jenis jamur Aspergillus
lebih banyak dibandingankan Candida. Meskipun demikian, pada keadaan
imunokompromis atau dengan penyakit penyerta tertentu, misalnya
12
diabetes melitus tipe 2, jenis jamur Candida justru lebih sering
ditemukan.8,13
2.5 PATOFISIOLOGI8
Patofisiologi otitis eksterna fungi berkaitan dengan anatomi, fisiologi dan
histologi kanalis akustikus eksterna. Kanalis akustikus eksterna adalah
sebuah saluran atau kanal dengan panjang rata-rata 2,5 cm dan lebar rata-
rata 7,9 mm pada orang dewasa. Saluran atau kanal ini berbentuk silinder
dan dilapisi dengan epitel berlapis gepeng bertanduk hingga ke bagian luar
membrana timpani. Bagian depan dari resesus membrana timpani, hingga
isthmus sering menjadi tempat akumulasi debris keratin dan serumen dan
sulit dibersihkan.
13
Faktor – faktor yang berperan dalam perubahan lingkungan kanalis
akustikus eksterna yang kemudian mengakibatkan jamur saprofit menjadi
patogen, diantaranya faktor lingkungan (suhu dan kelembaban), perubahan
pada epitel kanalis akustikus eksterna akibat dermatitis atau trauma mikro,
peningkatan pH, penurunan kualitas dan kuantitas serumen, faktor
sistemik (imunokompromis, neoplasma, diabetes melitus, penggunaan
antibiotik lama, agen sitostatik dan kortikosteroid), riwayat otitis eksterna
bakteri atau otitis media supuratif, dermatomikosis, serta kondisi sosial.
14
sakit yang hebat pada kulit dan tulang rawan di liang telinga luar.
Kurangnya pendengaran mungkin dapat terjadi akibat edema kulit liang
telinga, sekret yang purulen, atau penebalan kulit yang progresif yang bisa
menutup lumen dan mengakibatkan gangguan konduksi hantaran suara. 17
Karateristik pada otitis eksterna fungi ialah pada infeksi akibat Aspergillus
umumnya akan terlihat hifa halus dan spora (konidiofor) sedangkan pada
infeksi akibat Candida akan terlihat miselia yang panjang yang jika
bercampur dengan serumen akan berwarna kekuningan. Infeksi akibat
Candida lebih sulit diidentifikasi secara klinis karena kurangnya tampilan
klinis seperti pada infeksi akibat Aspergillus.8
15
Gambar 1. Otomikosis Aspergillus niger (kanan) dan Otomikosis-Aspergillus
speciea (kiri).18
16
Gambar 3. Histopathology-Aspergillus Niger18
17
Gambar 6. Gambaran hifa dan filamen pada tes KOH19
2.7 TERAPI
Meskipun berbagai penelitian telah menunjukkan beberapa obat baik
topikal maupun per oral yang dapat digunakan dalam penanganan otitis
eksterna fungi, namun belum ada konsesus yang memuat mengenai obat
dan cara yang paling efektif diantara yang lain. Penanganan yang sering
dilakukan saat ini adalah dengan pemberian antifungi topikal dan
pembersihan liang telinga dari debris dan sekret jamur yang terbukti dapat
memberikan hasil yang baik, walaupun membutuhkan waktu yang cukup
lama.8
18
- Boric acid adalah medium asam dan sering digunakan sebagai
antiseptik dan insektisida. Dapat diberikan bila penyebabnya adalah
Candida albicans.
- Gentian Violet yang disediakan dalam bentuk larutan konsentrasi
rendah. Misalnya 1% dalam air. Gentian violet bersifat antibakteri,
antifungi, antiinflamasi dan antiseptik. Beberapa penelitian
menunjukkan efektivitas agen ini hingga 80%.
- Castellani’s paint (acetone, alkohol, fenol, fuchsin, resocinol)
- Cresylate (merthiolate, M-cresyl acetate, propyleneglycol, bric acid,
dan alkohol)
- Merchurochrome yang merupakan antiseptik topikal dan antifungi.
Penelitian menunjukkan efektivitasnya hingga 93, 4%.
19
dihasilkan oleh akumulasi peroksida pada sel dan menyebabkan
kematian sel. Efektif hingga 90%.
4. Bifonazole. Solusio 1% memiliki potensi sama dengan klotrimazol
dan miconazole. Efektif hingga 100%.
5. Itraconazole memiliki efek in vitro dan in vivo melawan spesies
Aspergillus. Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan
Venkataramanan dan Kumar (2016) menunjukkan pemberian
itrakonazole per oral pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan
otitis eksterna fungi rekuren selama 5 hari sangat efektif.
Tabel 2.1 Obat yang digunakan pada kasus otomikosis dan efikasinya 20
20
Otomikosis terkadang sulit diatasi walaupun telah diobati dengan
pengobatan yang sesuai. Maka dari itu perlu ditentukan apakah kondisi ini
akibat penyakit otomikosis itu sendiri atau berhubungan dengan gangguan
sistemik lainnya atau hasil dari gangguan immunodefisiensi yang
mendasari. Pengobatan lain selain medikamentosa yaitu menjaga telinga
tetap kering dan mengarahkan pada kembalinya kondisi fisiologis dengan
mencegah gangguan pada kanalis akustikus eksternus.8
2.8 KOMPLIKASI
Perforasi membran dapat terjadi sebagai komplikasi dari otomikosis yang
bermula pada telinga dengan membran timpani intak. Insidens perforasi
timpani pada mikosis ditemukan menjadi 11%. Perforasi lebih sering
terjadi pada otomikosis yang disebabkan oleh Candida albicans.
Kebanyakan perforasi terjadi bagian malleus yang melekat pada membran
timpani. Mekanisme dari perforasi dihubungkan dengan trombosis mikotik
dari pembuluh darah membran timpani, menyebabkan nekrosis avaskuler
dari membran timpani. Enam pasien pada grup immunocompromised
mengalami perforasi timpani. Perforasi kecil dan terjadi pada kuadran
posterior dari membran timpani. Biasanya akan sembuh secara spontan
dengan pengobatan medis. Jarang namun jamur dapat menyebabkan otitis
eksterna invasif , terutama pada pasien immunocompromised. Terapi
antifungal sistemik yang adekuat sangat diperlukan pada pasien ini.8
BAB IV
PEMBAHASAN
21
Seorang laki-laki usia 67 tahun datang ke poli THT luar dengan keluhan utama
gatal di telinga kanan dan kiri dengan disertai keluhan nyeri, terasa penuh di liang
telinga dan gangguan pendengaran. Menurut penelitian yang dilakukann Bayati
dkk di Iran didapatkan gejala dari otomikosis adalah pruritus (65%), otalgia
(55%), rasa penuh ditelinga (46%), otorrhea (40%) and kehilangan pendengaran
(33%).1 Ho mencatat bahwa pruritus ditemukan 23% kasus, otalgia dan otorrhea
adalah 48%, gangguan pendengaran ditemukan pada 45% kasus. Mirip dengan
penelitian yang dilakuakn Ozcan yang ditemukan sebagian besar kasus memiliki
gejala aural seperti gatal, otalgia, gangguan pendengaran, discharge telinga dan
tinnitus. Otomycosis ditemukan pada semua kelompok usia.21,22
Kebiasaan membersihkan telinga dengan bulu, batang korek api dan ujung jari
yang terkontaminasi dapat mendorong inokulasi dan pertumbuhan spora jamur
pada CAE terutama pada pasien dengan hygiene pribadi yang buruk. 3 Saluran
telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang sel-sel kulit
yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga. Membersihkan saluran
telinga dengan cotton buds (kapas pembersih) dapat mengganggu mekanisme
pembersihan ini dan dapat mendorong sel-sel kulit yang mati beserta serumen ke
arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana. Penimbunan sel-sel
kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan penimbunan air yang masuk ke
dalam saluran ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah dan lembab pada
saluran telinga akan lebih mudah terinfeksi oleh bakteri atau jamur. 23
Temuan massa putih keabu-abuan dengan bintik hitam dan filamen halus yang
khas untuk otomikosis. Diagnosis pasti dapat dibantu dengan pemeriksaan KOH
untuk mengidentifikasi elemen jamur atau melalui kultur jamur. Kumar
menemukan jamur dari isolat pasien otomikosis sebanyak 43 kasus (52,43%).
Kumar juga mengisolasi Aspergillus niger (52.43%), Aspergillus fumigates
(34.14%), C.albicans (11%), C.pseudotropicalis (1.21%) and Mucor sp (1.21%).
Ahmad et al (1989) yang mempublikasi sebuah karya prospective study pada 53
22
pasien di poli THT FK UI juga membuktikan bahwa spesies yang sering terisolasi
adalah Aspergillus sp. dari pada Candida sp. 3
Tidak ada antifungal telinga yang disetujui FDA (Food and Drugs Approval
Bureau in United States) untuk pengobatan otomikosis. Banyak agen dengan
berbagai properti antimycotic telah digunakan dan dokter telah berjuang untuk
mengidentifikasi agen yang paling efektif untuk mengobati kondisi ini. Selain
terapi topikal, beberapa literatur menekankan kebersihan telinga pada pengobatan
otomikosis sebagai pendukung ototopical untuk membuat lingkungan liaang
telinga yang lebih kering dan membantu kerja obat untuk membersihkan obat
sekresi dan debris.3,20,21,22,
Otomikosis bisa tanpa gejala tetapi jika tidak ditangani dapat menyebabkan
morbiditas seperti kehilangan pendengaran. Dalam studi baru-baru ini 56 pasien
(14,8%) memiliki berbagai derajat tuli konduktif. Prognosis pada pasien ini baik
tetapi perlu follow up dan mengobserviasi tingkat rekurensinya.
23
BAB IV
24
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Barati, B. Dkk. Otomycosis in Central Iran: A Clinical and Mycological
Study. Iran Red Crescent Med J 2011; 13(12):873-876. Vol.13.
www.ircmj.com, diakses pada tanggal 20 agustus 2016
2. Sanna, M. Color Atlas of Otoscopy: From Diagnosis to Surgery. New
York: Thieme Stuttgart. 1999
3. Kumar, Ashish. Fungal Spectrum in Otomycosis Patients. JK Science. Vol.
7 No. 3, July-September 2005. Diakses pada tanggal 20 agustus 2016
4. Gutiérrez, P.H, dkk. Presumed Diagnosis: Otomycosis. A Study of 451
Patients. Acta Otorrinolaringol Esp 2005; 56: 181-186. Diakses pada 20
agustus 2016
5. Knott, Laurence. Fungal Ear Infection
(Otomycosis).http://www.patient.co.uk/doctor/Fungal-Ear-Infection
(Otomycosis).htm diakses pada tanggal 20 agustus 2016.
6. Ballenger, James. Jr, Snow. Manual of Otorhinolaryngology Head and
Neck Surgery. London: BC Decker. 2002
7. Lee KJ. Infection of the ear. In: Lee KJ, editor. Essential otolaryngology
Head & Neck surgery. New York: McGraw Hill;2003:p.462-511.
8. Edward Y, Irfandy D. 2013. Otomycosis. Available at:
http://repository.unand.ac.id/17717/1/crotomycosis.pdf
9. Anwar K, Gohar MS. 2014. Otomycosis: clinical features, presdisposing
factors, and treatment implications. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4048507/pdf/pjms-30-
564.pdf
10. Chaudhry A. Otomycosis. Available at:
http://www.rmc.edu.pk/Otomycosis.pdf
11. Khan F, Muhammad R, Khan MR Rehman F. 2013. Effifacy of Topical
Clotrimazole in Treatment of Otomycosis. Available at:
http://www.ayubmed.edu.pk/JAMC/25-1/Farida.pdf
12. Ahmad A. 2014. Ketepatan Diagnosis Otomikosis di Bagian THT R. S.
DR. Ciptomangunkusumo Jakarta. Available at: http://lib.ui.ac.id/file?
file=pdf/abstrak-78798.pdf
13. Bhat VS, Bhat SP, Rao H, Bhandary SK. 2015. External Ear Infections in
Diabetics – Challenges in Management. K S Hedge Medical Academy.
Available at: http://www.alliedacademies.org/articles/external-ear-
infections-in-diabetics-challenges-in-management.pdf
14. Satish HS, Viswanatha B, Manjuladevi M. A. 2013. Clinical Study of
Otomycosis. Journal of Dental and Medical Sciences. Available at:
http://www.iosrjournals.org/iosr-jdms/papers/Vol5-issue2/L0525762.pdf
15. Venkataramanan R, Kumar RS. 2016. Efficiency of 5 Day Course Oral
Itraconazole in Management of Recurrent Otomycosis in Diabetic
Patients- a Randomized Control Clinical Trial. Available at:
http://www.worldwidejournals.com/paripex.pdf
16. Boeis, Lawrence R. Adams, George L. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi 6. Jakarta: EGC. 1997
26
17. Abdullah , Farhaan. Uji Banding Klinis Pemakaian Larutan Burruwi
Saring dengan Salep Ichthyol (Ichthammol) pada Otitis Eksterna Akut.
www.USUdigitallibrary.com . 2003.
18. http://eac.hawkelibrary.com/otomycosis
19. Edward Y, Irfandy Y. Otomycosis. Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(2)
20. Munguia, Raymundo. Daniel, Sam J. Ototopical Antifungal and
Otomycosis: A Riview. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology. 2008. 72, 453—459. www.elsevier.com/locate/ijporl
21. Ho T, Vrabec JT, Yoo D, Coker NJ. Otomycosis : Clinical features and
treatment implications. Otolaryngol-Head Neck Surg. 2006;135:787-91.
22. Ozcan K, Ozcan M, Karaarslan A, Karaarslan F. Otomycosis in Turkey;
Predisposing Factors,Etiology and Therapy. J Laryngol & Otol 2003; 117:
39-42.
23. Bailey, BJ. Johnson, JT. Newlands, SD. Head and Neck Surgery-
Otolaryngology. 4th Edition. Volume 2. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins. 2006
27