Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN 20 FEBRUARI 2023


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Nodul Plica Vocalis

OLEH:
Muh Alief Harun
111 2021 2056

PEMBIMBING:
dr. Mahdi Umar, Sp.THT-KL (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Dengan ini, yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Muh. Alief Harun

NIM : 11120212056

Judul : Nodul Plica Vocalis

Telah menyelesaikan tugas Referat yang berjudul “Nodul Plica Vocalis” dan

telah disetujui serta dibacakan di hadapan Dokter Pembimbing Klinik dalam

rangka Kepaniteraan Klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, 20 Februari 2023

Dokter Pendidik Klinik Mahasiswa

dr. Mahdi Umar, Sp.THT-KL (K) Muh. Alief Harun


11120212056
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

Rahmat dan Hidayah-Nya maka Referat ini dapat diselesaikan dengan baik.

Salam dan shalawat tercurah kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW

beserta para keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikuti ajarannya

hingga akhir jaman.

Referat ini dengan judul “Nodul Plica Vocalis” disusun sebagai salah

satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu

Kesehatan THT-KL. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas segala

bantuan yang diberikan dalam penulisan Referat ini. Banyak terima kasih

juga penulis sampaikan kepada dr. Mahdi Umar, Sp.THT-KL (K) sebagai

pembimbing dalam penulisan Referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Referat ini terdapat

banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan Referat ini.

Terakhir penulis berharap Referat ini dapat memberikan manfaat dan

menambah wawasan pembaca.

Makassar, 20 Februari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................ii

KATA PENGANTAR........................................................................................iii

DAFTAR ISI.....................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................7

2.1 ANATOMI PITA SUARA....................................................................7

2.2 DEFINISI.............................................................................................9

2.3 EPIDEMIOLOGI...............................................................................10

2.4 ETIOPATOGENESIS.......................................................................11

2.5 FAKTOR RESIKO............................................................................12

2.6 MANIFESTASI KLINIK....................................................................14

2.7 DIAGNOSIS......................................................................................14

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG.......................................................16

2.9 TATALAKSANA...............................................................................17

BAB III KESIMPULAN....................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Nodul pita suara adalah lesi jinak dan multi-faktorial pada laring, yang

umumnya dipercaya sebagai hasil dari trauma jaringan berulang pada pita

suara. Ada beberapa faktor risiko yang terkait dengan prevalensi nodul pita

suara yang lebih tinggi seperti usia, jenis kelamin, penyalahgunaan vokal,

refluks laringofaringeal dan kebisingan lingkungan yang berlebihan. (1)

Gangguan pada organ fonasi menyebabkan gangguan pada proses

fonasi, kualitas dan kuantitas suara yang dihasilkannya, yang disebut sebagai

disfonia. Lesi jinak pada pita suara dapat menyebabkan berbagai derajat

disfonia. Penyebab tersering disfonia adalah nodul pada pita suara dan

merupakan salah satu kasus yang sering dijumpai pada praktek di lapangan

oleh dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher (THT-KL). (2)

Prevalensi nodul pita suara pada populasi umum tidak diketahui

secara pasti. Lebih dari 50% pasien dengan keluhan suara serak ternyata

disebabkan oleh lesi jinak pita suara. Brodnitz melaporkan bahwa sekitar

45% penderita dengan kelainan berupa nodul, polip atau polipoid, sedangkan

Kleinsasser melaporkan bahwa dari 2618 pasien, 50% lebihnya merupakan

lesi jinak pita suara. Pada sebuah studi di Spanyol ditemukan 43% dari 218
kasus disfonia pada 1046 guru wanita disebabkan oleh nodul pita suara.

Pada penyanyi yang bersuara serak, 25% mengalami nodul pita suara. (2)

Secara klinis, nodul pita suara lebih dianggap sebagai gangguan

perilaku suara daripada penyakit pita suara (plica vocalis). Oleh karena itu,

ada banyak strategi untuk perawatan perilaku nodul pita suara. Di antara itu,

terapi resonansi suara telah efektif untuk meningkatkan kualitas suara

pengguna suara profesional dengan nodul pita suara seperti guru. Terapi

resonansi suara dapat memfasilitasi getaran tulang wajah, yang kemudian

dapat meningkatkan umpan balik pendengaran dari suara yang dihasilkan

sendiri karena struktur tulang organ telinga kita terhubung ke tulang wajah.

Fenomena menyiratkan bahwa subjek dengan nodul pita suara mungkin

memiliki umpan balik audio-vokal yang tidak memadai, dan begitu banyak

sehingga menyebabkan produksi perilaku vokal kompensasi abnormal yang

dapat diperbaiki dengan terapi resonansi suara. (1)


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI PITA SUARA

Anatomi plika vokalis sangatlah kompleks. Plika vokalis dianggap

sebagai struktur antara proses vokal dari arytenoid dan komisura anterior.

Plika vokalis dan celah diantaranya (rima glotis) merupakan bagian glotis.

Bagian membran plika vokalis terdiri dari tiga lapisan. Dari superfisial hingga

lapisan dalam adalah epitel, lamina propia (lapisan superfisial atau ruang

reinke, lapisan intermedia, dan lapisan dalam) dan otot vokalis. (3)

Setiap lapisan memiliki sifatmekanik yang unik karena kepadatan yang

bervariasi antara serat elastis dan kolagen. Lapisan gelatin superfisial dari

lamina propria sebagian besar adalah aseluler dan terdiri dari matriks

ekstraseluler protein, air, kelompok kolagen dari membran basal, serat

retikuler dan serat elastin yang tersusun secara longitudinal. Makula flava

terletak di anterior dan ujung posterior plika vokalis, berfungsi sebagai

bantalan yang melindungi ujung plika vokalis dari kerusakan getaran dan

bertanggung jawab atas sintesis komponen berserat dari plika vokalis. (3)
Gambar 1. Anatomi Plica Vocalis (3)

Pita suara merupakan salah satu organ pada tubuh manusia yang

berfungsi memproduksi suara. Pita suara adalah otot pada laring yang

menggetarkan udara yang berasal dari paru-paru sehingga menghasilkan

suara. Kelainan pada pita suara dapat ditandai dengaan suara menjadi serak.

Dalam dunia medis kelainan pita dapat diamati dengan menggunakan

laringoskop/stroboskop. (4)

Gambar 2. Anatomi Pita Suara (4)


2.2 DEFINISI

Nodul Pita Suara adalah lesi bilateral, simetris, seperti callous yang

terjadi pada mid-membranous pita suara—tempat tumbukan jaringan

maksimum dan gaya geser selama fonasi. Dengan demikian, perkembangan

mereka sering dikaitkan dengan aktivitas vokal intens berulang yang kronis

termasuk berbicara keras dalam waktu lama, berteriak, berteriak, dan

bernyanyi. (5)

Disfonia pada Nodul Pita Suara pada anak-anak (1) menempatkan

beban yang signifikan pada komunikasi sosial, (2) menimbulkan atribusi

negatif oleh guru dan pendengar, dan (3) mengurangi kualitas hidup karena

sensasi fisik yang merugikan (usaha dan ketidaknyamanan) selama produksi

suara dan efek sosioemosional negatif (kemarahan, frustrasi, malu). (5)

Berdasarkan definisi, nodul pita suara ini selalu ditemukan pada pita

suara bilateral dan sering terlihat pada wanita muda atau anak-anak.

Mekanisme di balik perkembangan nodul ini biasanya karena trauma

berulang yang mengakibatkan perubahan inflamasi pada pita suara.

Awalnya, nodul pita suara dimulai sebagai lesi pita suara vaskular akut yang

tampak eritematosa dan edema. Akhirnya, dengan penyalahgunaan vokal

secara kronis, mereka menjadi lesi putih fibrotik dan menebal. Terapi lini

pertama untuk lesi ini adalah terapi suara dan tindakan konservatif lainnya

termasuk terapi wicara, berhenti merokok, dan pelembapan lipatan. (6)


2.3 EPIDEMIOLOGI

Nodul Pita Suara adalah lesi jinak lipatan vokal yang disebabkan oleh

fibrosis lapisan superfisial lamina propria. Meskipun nodul pita suara non-

neoplastik, masalah suara terkait dapat mempengaruhi kualitas hidup.

Prevalensi nodul pita suara adalah sekitar 1,31% pada populasi sehat, tetapi

dapat meningkat hingga 16,9% pada populasi dengan masalah suara. (7)

Penderita nodul pita suara paling banyak berjenis kelamin lelaki.

Kelompok umur yang paling banyak yaitu usia 45-64 tahun. Pekerjaan

penderita nodul pita suara paling banyak diantaranya adalah sebagai guru.

Pendidikan penderita nodul pita suara paling banyak memiliki pendidikan

tinggi. (2)

Keluhan utama penderita paling banyak adalah suara serak. Lama

keluhan pasien paling banyak 12-24 bulan. Dengan riwayat terbanyak yaitu

penggunaan suara yang berlebihan. Letak lesi nodul pita suara terbanyak

pada 1/3 anterior pita suara dan kebanyakan bilateral. Terapi yang dijalani

penderita nodul pita suara paling banyak adalah terapi konservatif dengan

medikamentosa dan terapi wicara. (2)

Meskipun nodul vokal lebih sering terjadi pada anak laki-laki berusia 5-

10 tahun daripada anak perempuan di masa kanak-kanak, ini lebih sering

terjadi pada remaja dan wanita dewasa muda, daripada anak laki-laki pada

usia yang sama. Debodt dkk., melaporkan peningkatan yang signifikan pada

anak laki-laki menuju pubertas dibandingkan dengan anak perempuan, dan


menunjukkan bahwa VFN dan disfonia terkait berlanjut pada 47% anak

perempuan dan 7% anak laki-laki di masa remaja. Menariknya, dalam

penelitian ini, anak perempuan disfoni alergi merupakan kelompok dengan

risiko tertinggi untuk bertahan pada masa remaja. (8)

2.4 ETIOPATOGENESIS

Penyebab nodul pita suara masih diperdebatkan. Penyalahgunaan

vokal yang menyebabkan fonotrauma pada pita suara dianggap penting

untuk nodul pita suara. Fonotrauma sering dikaitkan dengan penyalahgunaan

vokal (vocal abuse) selama interaksi saudara kandung, anak-anak dengan

nodul pita suara lebih cenderung memiliki saudara kandung, terutama

saudara yang lebih muda. Penyalahgunaan vokal akibat olahraga terlihat

umum pada anak laki-laki. Telah dilaporkan bahwa anak-anak cenderung

mengalami peningkatan suara serak dan kelelahan vokal setelah fonotrauma.

Selain itu, lingkungan yang bising dengan permintaan yang berlebihan pada

tingkat berbicara untuk kompetisi dianggap sebagai risiko paling signifikan

untuk nodul pita suara. (9)

Penyebab lain, seperti refluks laryngopharyngeal (respiratory reflux)

atau laryngitis alergi, dapat menjadi predisposisi nodul pada anak karena

peningkatan tekanan subglottic dan usaha diperlukan untuk fonasi selama

edema laring. Edema pita suara terlihat pada refluks pernapasan umumnya

mempengaruhi sepertiga anterior pita suara, tetapi tidak memiliki epitel yang
biasanya terlihat anterior dan posterior ketika diagnosis nodul pita suara

dibuat. Beberapa orang menyebut temuan ini 'pseudonodules' atau

'prenodules.' Brodsky et al. awalnya mengevaluasi hubungan ini, dan tinjauan

penulis yang tidak dipublikasikan dari klinik pediatrik juga tidak menemukan

korelasi yang kuat dalam temuan refluks (dinilai berdasarkan skor temuan

refluks) atau gejala refluks (dinilai berdasarkan indeks gejala refluks) dengan

diagnosis nodul pita suara. Dehidrasi dari asupan air yang buruk serta

sumbatan hidung yang mengakibatkan kurang pelembapan udara dan

peningkatan pengumpulan sekresi hidung juga mempengaruhi laring dan

dapat meningkatkan risiko pembentukan nodul. (9)

Nodul vokal biasanya terbentuk karena getaran berlebihan dari pita

suara di persimpangan sepertiga anterior ke dua pertiga posterior. Trauma

atau fonotrauma mempengaruhi kapiler lapisan mukosa plika vokalis, yang

menyebabkan variasi dinamika cairan di lamina propria dan membentuk

edema yang memicu proses pembentukan nodul vokal. (10)

2.5 FAKTOR RESIKO

Wanita dan jenis pekerjaan tampaknya menjadi faktor risiko dalam

perkembangan lesi pita suara karena penggunaan suara yang berlebihan,

penyalahgunaan atau abuse yang membuat trauma jaringan pita suara.

Berpotensi, wanita berisiko lebih tinggi terkena nodul karena mereka memiliki

jumlah asam hialuronat (HA) yang lebih sedikit, di lapisan superfisial lamina
propria pita suara, jika dibandingkan dengan pria (3:1 pria:wanita) . Tingkat

HA mempengaruhi hidrasi, viskositas, dan ketebalan jaringan lipatan vokal

yang mempengaruhi biomekanik produksi suara dan kualitas suara. Lebih

sedikit HA mungkin menunjukkan perlindungan yang berkurang dari trauma

getaran dan penggunaan berlebihan. Faktor lain yang membedakan jenis

kelamin adalah bahwa wanita memiliki nada (frekuensi) suara yang lebih

tinggi, yang secara teori, dapat mengakibatkan peningkatan benturan pita

suara berulang dan karenanya, fonotrauma. (11)

Menurut Vilkman et al., beberapa profesi dianggap berisiko

mengembangkan nodul pita suara, yaitu yang melibatkan kegiatan mengajar

untuk kelompok besar siswa dan tempat kerja dengan kebisingan lingkungan

yang tinggi (misalnya guru). Demikian pula, Jones et al., Menyatakan bahwa

nodul vokal sering terjadi pada pekerjaan yang menuntut vokal dan

lingkungan atau gaya hidup yang penuh tekanan (misalnya instruksi aerobik

dan penyanyi). (11)

Ada beberapa faktor risiko yang terkait dengan prevalensi nodul

lipatan vokal yang lebih tinggi seperti usia, jenis kelamin, penyalahgunaan /

penyalahgunaan vokal, refluks laringofaringeal dan kebisingan lingkungan

yang berlebihan. (1)

Data menunjukkan wanita dan anak-anak memiliki insidensi lesi pita

suara yang lebih tinggi karena mereka memiliki frekuensi suara yang relatif
lebih tinggi yang secara teori menghasilkan peningkatan trauma yang

disebabkan oleh benturan pita suara yang berulang-ulang. (6)

2.6 MANIFESTASI KLINIK

Pasien biasanya mencari pertolongan medis ketika mereka mengalami

'kelelahan', suara mereka menjadi 'kasar', dan rentang nada yang berkurang.

Gejala disfonia meliputi: gangguan yang ditandai dengan perubahan kualitas

vokal, nada, dan kenyaringan yang mengganggu kemampuan pasien untuk

berkomunikasi dan mengurangi kualitas hidup terkait suara. (11)

Suara serak kronis atau terus-menerus dapat disebabkan oleh nodul

pita suara, polip pita suara, penyalahgunaan vokal. Suara serak lebih sering

terjadi pada profesi tertentu seperti guru, penyanyi, pemimpin, dan

pengkhotbah yang memiliki penggunaan dan penyalahgunaan suara yang

berlebihan. Anak kecil yang memiliki kebiasaan berbicara atau berteriak

berlebihan sering menderita masalah ini. (12)

2.7 DIAGNOSIS

Penilaian pada anak dengan disfonia harus terdiri dari anamnesis

termasuk penyalahgunaan vokal dan profil lingkungan, evaluasi suara akustik

dan perseptual, penilaian dampak pada kualitas hidup, dan laringoskopi

dan/atau stroboskopi. Kombinasi temuan dari item ini harus ditujukan untuk

menarget diagnosis, penyebab, dan pengobatan untuk anak-anak dengan

nodul pita suara. Sebuah studi baru-baru ini juga menawarkan USG laring
sebagai metode untuk evaluasi nodul pita suara dengan kesepakatan yang

baik antara USG dan stroboskopi, dengan sensitivitas 100% dan spesifisitas

87%. (9)

Penilaian lesi pita suara telah ditingkatkan dengan ujung distal dalam

cakupan dengan pencitraan definisi tinggi. Lingkup chip tip-in ukuran anak

dan bayi tersedia untuk dihubungkan ke sistem stroboskopi. Selain itu,

instrumentasi stroboskopi pediatrik yang kaku sekarang tersedia. Diagnostik

laringoskopi operasi langsung di bawah anestesi diperlukan pada anak-anak

yang tidak dapat mentolerir pemeriksaan klinis, atau ketika pemeriksaan saat

bangun tidak mencukupi. Sebuah studi baru-baru ini mengevaluasi

keakuratan stroboskopi kaku pra operasi dan laringoskopi fleksibel halogen

dan menemukan tingkat akurasi masing-masing 64 dan 30%, bila

dibandingkan dengan laringoskopi operasi langsung. (9)

Anak-anak dengan nodul pita suara versus mereka yang tidak memiliki

keluhan suara seringkali memiliki perubahan pada parameter suara auditori-

perseptual dan akustik. Perubahan frekuensi fundamental telah menunjukkan

variabilitas dalam kegunaannya pada anak-anak dengan beberapa penelitian

menunjukkan tidak ada perbedaan, dan yang lain menunjukkan perbedaan

yang signifikan bila dibandingkan dengan anak-anak tanpa nodul. Analisis

auditori-perseptual menggunakan skala disfonia keseluruhan, kekasaran,

sesak napas, astenia, dan regangan (GRBAS) menunjukkan kompromi yang

lebih besar dari parameter suara pada anak-anak dengan nodul pita suara
adalah G, R, B, dan S. Jitter, shimmer, dan noise to harmonic ratio juga dapat

meningkat, dan dapat menjadi alat yang berguna untuk mengikuti hasil pada

anak-anak dengan nodul pit suara. Sebuah studi terbaru oleh Bilal et al.

menggunakan teknik rekayasa biomedis untuk menilai nodul berdasarkan

lebar dan panjang dasar untuk melengkapi sistem penilaian yang

dikembangkan oleh Shah et al. Studi-studi ini menunjukkan perubahan dalam

nilai analisis tic tergantung pada tingkat nodul dengan parameter yang

memburuk biasanya terlihat pada nodul yang lebih luas.(9)

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dalam dunia medis kelainan pita dapat diamati dengan menggunakan

laringoskop/stroboskop. Ciri yang teramati merupakan bentuk fisik dari pita

suara secara langsung, seperti terdapat bintil, adanya pembengkakan,

kelumpuhan, dan lainnya. (4)

Gambar 3. Nodul Pita Suara (10)

Secara histologis, nodul vokal menunjukkan proliferasi lapisan epitel,

penebalan membran basal, dan pembentukan fibronektin yang melimpah di


lamina propria. (10)

Gambar 4. Gambar laringoskopi yang memperlihatkan nodul pita suara pada


pelayan restoran. (13)

2.9 TATALAKSANA

Opsi perawatan untuk mengelola nodul pita suara mencakup terapi

suara, farmakoterapi (kortikosteroid), dan pembedahan. Bukti menunjukkan

penggunaan intervensi patologi bahasa bicara sebagai pilihan pengobatan

pilihan untuk nodul pita suara dan intervensi bedah harus dipertimbangkan

pada pasien yang tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan setelah terapi

suara. Pilihan bedah terdiri dari eksisi nodul dengan teknik bedah mikro. (11)

Praktik klinis standar untuk program terapi suara pada pasien dengan

nodul pita suara bilateral memerlukan kombinasi metode langsung dan tidak

langsung. Intervensi langsung—fokus pada pengendalian mekanisme

penghasil suara (fonasi, pernapasan, dan fungsi muskuloskeletal) dengan

pelatihan ulang suara, intervensi tidak langsung—fokus pada pendidikan


pasien termasuk konseling mengenai kebersihan vokal, istirahat suara dan

penyalahgunaan vokal. Saat ini, tidak ada konsensus mengenai rencana

terapi suara terbaik. Ini menyiratkan bahwa beberapa penulis berkonsentrasi

untuk secara langsung memodifikasi gejala spesifik (yaitu, terapi suara

simptomatik) dari suara yang tidak memadai, sedangkan yang lain,

mengadopsi pendekatan yang lebih holistik (terapi suara fisiologis), yaitu,

ketika teknik terapi suara hadir. tiga subsistem produksi suara (reparasi,

fonasi dan resonansi). Beberapa latihan suara, teknik, dan program

dijelaskan dalam literatur, di mana pemilihan didasarkan pada jenis dan

tingkat keparahan disfonia pasien serta kebutuhan komunikasi mereka.

Selain itu, konsensus juga kurang antara penulis dalam hal intensitas terapi

suara-ini menyinggung durasi dan frekuensi sesi, dosis episode pengajaran

dalam sesi, dan jumlah sesi (atau periode waktu) yang diperlukan untuk

mencapai hasil klinis yang diinginkan. Secara tradisional, durasi program

terapi suara berlangsung selama 6-12 minggu, selama perbaikan diamati

pada kualitas suara pasien. Selain itu, setiap sesi terapi, yang frekuensinya

mingguan, akan berlangsung rata-rata 30 menit. (11)

Tujuan dari terapi suara adalah mengubah pola produksi suara untuk

mengurangi fonotrauma dalam kehidupan sehari-hari. Terapi suara adalah

pengobatan lini pertama untuk nodul pita suara karena biasanya mengatasi

masalah suara dan mencegah kekambuhan pada sebagian besar pasien.

Selain itu, terapi suara menghindari komplikasi serius yang terkait dengan
pembedahan, termasuk kerusakan permanen pada pita suara. Injeksi steroid

dan operasi pengangkatan lesi merupakan pilihan pengobatan alternatif;

namun, tingkat kekambuhan dan komplikasi yang terkait dengan intervensi ini

lebih tinggi daripada terapi suara. Selain itu, Holmberg et al melaporkan

bahwa meskipun terapi suara meningkatkan kualitas suara, pemulihan

sempurna tidak tercapai pada semua pasien. (14)

Terapi suara

Terapi suara terus menjadi andalan pengobatan untuk nodul pita suara

dan sering dapat dikombinasikan dengan modalitas pengobatan lain untuk

nodul berulang atau keras. Terapi suara biasanya terdiri dari modifikasi

perilaku dan kebiasaan, pendidikan kebersihan vokal, peningkatan hidrasi,

dan menghindari kliring tenggorokan. (13)

Operasi

Phonomicrosurgery telah terbukti menjadi modalitas pengobatan yang

efektif untuk nodul pita suara. Sebuah studi oleh Uloza dan rekan

menunjukkan skor analog visual yang meningkat secara signifikan dan skor

grade, kasar, dan breathy yang menurun secara signifikan pada pasien yang

diobati dengan operasi fonomik versus kontrol. Ada beberapa studi terbaru

menyoroti strategi untuk menambah manfaat eksisi bedah. Terapi suara

setelah operasi telah terbukti menurunkan tingkat kekambuhan nodul seperti

yang ditunjukkan dalam studi retrospektif dari 62 pasien di mana tidak


adanya terapi suara pasca operasi dikaitkan dengan tingkat kekambuhan

nodul yang lebih tinggi secara signifikan. (13)

Injeksi intralesi

Pilihan manajemen yang lebih baru, termasuk suntikan steroid intralesi,

telah terbukti meningkatkan resolusi nodul ini. Dalam studi kohort retrospektif

dari 211 pasien dengan polip vokal, nodul, atau kista, pasien yang menjalani

injeksi triamcinolone intralesi pada saat bedah mikro laring dibandingkan

dengan mereka yang menjalani bedah mikro laring saja. Pada kelompok

dengan injeksi steroid intralesi terdapat tingkat kekambuhan dan risiko

disfonia persisten yang lebih rendah secara signifikan. Hal ini diduga karena

pengurangan pembentukan jaringan parut dan pembentukan jaringan

granulasi dari eksisi bedah. Dalam serangkaian kasus retrospektif, Wang dan

rekan menunjukkan tingkat regresi nodul yang lebih baik dengan injeksi

transoral triamcinolone dan dexamethasone dibandingkan dengan pendidikan

kebersihan suara saja. Mortenson dan Woo membahas penggunaan injeksi

steroid laring kantor untuk mengurangi jaringan granulasi untuk mempercepat

penyembuhan primer, mengurangi pembentukan bekas luka hipertrofik, dan

untuk mengurangi peradangan untuk menghindari intervensi bedah pada

pasien dengan nodul lipatan vokal, polip, bekas luka, dan granuloma. Selain

itu, injeksi steroid intralesi dapat dilakukan secara serial di kantor,

memberikan perawatan untuk pasien tanpa biaya, waktu, dan morbiditas dari
beberapa sesi perawatan di ruang operasi. Contoh fotografi dari prosedur ini

ditunjukkan pada Gambar 5 dan 6 masing-masing menggambarkan

pendekatan transcervical dan transnasal. Ini juga bisa menjadi intervensi

sadar, memungkinkan pasien untuk menghindari risiko anestesi dan waktu

yang dihabiskan untuk keseluruhan prosedur. (13)

Gambar 5. Suntikan steroid intralesi terjaga di kantor dari nodul pita suara, melalui
rute transcervical melalui membran thyrohyoid. (A) Nodul pita suara sebelum injeksi.
(B) Nodul pita suara setelah injeksi steroid intralesi. (13)

Gambar 6. Injeksi steroid intralesi transnasal fleksibel pada nodul pita suara. (13)
BAB III

KESIMPULAN

Nodul Pita Suara adalah lesi bilateral, simetris, seperti callous yang

terjadi pada mid-membranous pita suara—tempat tumbukan jaringan

maksimum dan gaya geser selama fonasi.

Penyebab nodul pita suara masih diperdebatkan. Penyalahgunaan

vokal yang menyebabkan fonotrauma pada pita suara dianggap penting

untuk nodul pita suara. Fonotrauma sering dikaitkan dengan penyalahgunaan

vokal (vocal abuse). Penyebab lain, seperti refluks laryngopharyngeal

(respiratory reflux) atau laryngitis alergi, dapat menjadi predisposisi nodul.

Pasien biasanya mencari pertolongan medis ketika mereka mengalami

'kelelahan', suara mereka menjadi 'kasar', dan rentang nada yang berkurang.

Penilaian pada anak dengan disfonia harus terdiri dari anamnesis termasuk

penyalahgunaan vokal dan profil lingkungan, evaluasi suara akustik dan

perseptual, penilaian dampak pada kualitas hidup, dan laringoskopi dan/atau

stroboskopi.

Opsi perawatan untuk mengelola nodul pita suara mencakup terapi

suara, farmakoterapi (kortikosteroid), dan pembedahan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Lee SH, Yu JF, Fang TJ, Lee GS. Vocal fold nodules: A disorder of

phonation organs or auditory feedback? Clin Otolaryngol.

2019;44(6):975–82.

2. Fredlina UTD. Karakteristik penderita nodul pita suara di RSUP

Sanglah. Medicina (B Aires). 2018;49(3):308–13.

3. Putra DP, Novialdi N. Ekstirpasi Polip Plika Vokalis Dekstra dengan

Laser Dioda. J Otorinolaringol Kepala dan leher Indones. 2022;1(1):46–

54.

4. Bethaningtyas H, Suwandi S, Anggraini CD. Sistem Klasifikasi Kondisi

Pita Suara dengan Metode Decision Tree. J Nas Tek Elektro dan

Teknol Inf. 2019;8(2):168.

5. Lee JM, Roy N, Dietrich M. Personality, Psychological Factors, and

Behavioral Tendencies in Children With Vocal Nodules: A Systematic

Review. J Voice. 2019;33(6):945.e1-945.e18.

6. Saran M, Georgakopoulos B, Bordoni B. Anatomy, Head and Neck,

Larynx Vocal Cords. StatPearls [Internet]. 2021; Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30570963

7. Doruk C, Enver N, Çaytemel B, Azezli E, Başaran B. Readibility,


Understandability, and Quality of Online Education Materials for Vocal

Fold Nodules. J Voice. 2020;34(2):302.e15-302.e20.

8. Ercan N, Bostanci I, Kaygusuz U, Ceylan K. Interaction between

childhood vocal fold nodules and allergic diseases. Int J Pediatr

Otorhinolaryngol [Internet]. 2020;138(May):110404. Available from:

https://doi.org/10.1016/j.ijporl.2020.110404

9. Mudd P, Noelke C. Vocal fold nodules in children. Curr Opin

Otolaryngol Head Neck Surg. 2018;26(6):426–30.

10. . SKS, . BN, . LS, . SM, . MCS. Pediatric Dysphonia - a Review. Indian

J Child Health. 2019;6(1):1–5.

11. Alegria R, Vaz Freitas S, Manso MC. Effectiveness of voice therapy in

patients with vocal fold nodules: a systematic search and narrative

review. Eur Arch Oto-Rhino-Laryngology [Internet]. 2020;277(11):2951–

66. Available from: https://doi.org/10.1007/s00405-020-06059-8

12. Ridha SAM. Etiological spectrum of the hoarseness of voice. J Pharm

Sci Res. 2018;10(9):2326–7.

13. Kraimer KL, Husain I. Updated Medical and Surgical Treatment for

Common Benign Laryngeal Lesions. Otolaryngol Clin North Am

[Internet]. 2019 Aug;52(4):745–57. Available from:

https://doi.org/10.1016/j.otc.2019.03.017

14. Saltürk Z, Özdemir E, Sari H, Keten S, Kumral TL, Berkiten G, et al.

Assessment of Resonant Voice Therapy in the Treatment of Vocal Fold


Nodules. J Voice [Internet]. 2019;33(5):810.e1-810.e4. Available from:

https://doi.org/10.1016/j.jvoice.2018.04.012

Anda mungkin juga menyukai