Anda di halaman 1dari 35

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL

REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
MARET 2024
UNIVERSITAS HALU OLEO

DELAYED SPEECH

Oleh:
Nurpurnamasari, S.Ked
K1B1 22 014
Siska Nur Anggraeni, S.Ked
K1B1 22 019

Pembimbing:
dr. Nur Hilaliyah, M. Kes, Sp. THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Nurpurnamasari, S.Ked (K1B1 22 016)


Siska Nur Anggraeni, S. Ked (KB1 22 019)

Judul Referat : Delayed Speech

Laboratorium : Ilmu Kesehatan THT-KL

Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan tugas Referat dalam rangka tugas kepaniteraan

klinik pada Bagian Ilmu Kesehetan THT-KL Fakultas Kedokteran,

Universitas Halu Oleo.

Kendari, Februari 2024


Mengetahui
Pembimbing

dr. Nur Hilaliyah, M.Kes., Sp.THT-KL

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan
referat ini yang berjudul “Delayed Speech” dengan baik. Penulisan referat ini
untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan THT-KL
Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini banyak hambatan
dan tantangan didapatkan, namun atas bantuan dari berbagai pihak yang
memberikan bimbingan, motivasi, dan disertai kemauan yang kuat sehingga
penulis dapat mengatasi semua itu. Oleh karena itu, penulis menghaturkan banyak
terima kasih kepada dr. Nur Hilaliyah, M. Kes, Sp. THT-KL sebagai
pembimbing atas segala bimbingan dan arahannya sehingga berbagai masalah dan
kendala dalam proses penyusunan referat ini dapat teratasi dan terselesaikan
dengan baik.
Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan para pembaca pada umumnya serta dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya atas segala bantuan dan perhatian baik berupa tenaga,
pikiran, dan materi pada semua pihak yang terlibat dalam menyelesaikan referat
ini penulis mengucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Kendari, Februari 2024

Penulis

iii
A. PENDAHULUAN
Keterlambatan bicara adalah salah satu penyebab gangguan
perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Gangguan ini
semakin hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa laporan
menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 –
10% pada anak sekolah. Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat luas
dan banyak, terdapat beberapa resiko yang harus diwaspadai untuk lebih
mudah terjadi gangguan ini. 1
Gangguan bicara dan bahasa telah lama menjadi perhatian para
klinisi yang berkecimpung dalam kesehatan anak. Hal ini dikarenakan
adanya berbagai kelainan yang dapat menyertai gangguan tersebut, juga
adanya implikasi signifikan terhadap kehidupan anak-anak
penyandangnya. 2
Salah satu penyebab dari gangguan bicara dan bahasa adalah
gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran pada masa awal
kehidupan sangat berpengaruh terhadap timbulnya gangguan bicara dan
bahasa yang berat. Penyebab terjadinya gangguan pendengaran tersebut
dapat berupa penyebab genetik herediter, yang bersifat kongenital atau
muncul setelah kelahiran, ataupun yang didapat, baik saat kehamilan,
perinatal, ataupun paskanatal. 2
Semakin dini kita mendeteksi kelainan atau gangguan tersebut
maka semakin baik pemulihan gangguan tersebut. Semakin cepat diketahui
penyebab gangguan bicara dan bahasa maka semakin cepat stimulasi dan
intervensi dapat dilakukan pada anak tersebut. Deteksi dini gangguan
bicara dan bahasa ini harus dilakukan oleh semua individu yang terlibat
dalam penanganan anak ini, mulai dari orang tua, keluarga, dokter
kandungan yang merawat sejak kehamilan dan dokter anak yang merawat
anak tersebut. Pada anak normal tanpa gangguan bicara dan bahasa juga
perlu dilakukan stimulasi kemampuan bicara dan bahasa sejak lahir
bahkan bisa juga dilakukan stimulasi sejak dalam kandungan. 1

1
B. ANATOMI TELINGA
Telinga terdiri dari telinga 1uar, telinga tengah atau cavitas timpani,
dan telinga dalam atau labyrinthus. Telinga dalam berisi organ
pendengaran dan keseimbangan3.
1. Telinga Luar
a. Auricula

Gambar 1. Anatomi Auricula3


Auricula mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi
mengumpulkan getaran udara. Auricula mempunyai otot intrinsik
dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh nervus facialis 3. Framework
dasar auricula terdiri dari kartilago elastik. Kulit pada permukaan
lateral auricula menempel kuat pada perikondrium dan tidak dapat
digerakkan. Pada sisi belakang auricula, kulit dapat digerakkan.
Tidak memiliki jaringan lemak subkutan dan pada bagian lobulus
dari auriculae tidak mengandung kartilago4.
Akibat lokasinya yang terpajan, Auricula memiliki banyak
pembuluh darah (proteksi terhadap pembekuan, cocok untuk
konveksi panas). Arteri penyuplainya adalah cabang-cabang A.
carotis externa (A. auricularis posterior, A. temporalis
superficialis). Inervasi sensoris auricula diberikan oleh N.
auriculotemporalis (dari N. Mandibularis) di depan telinga, Plexus
cervicalis (N. auricularis magnus, N. occipitalis minor) untuk regio

2
di belakang dan di bawah telinga, N. Facialis dan N. vagus untuk
tempat masuk (Aditus) ke Meatus acusticus externus4.
b. Meatus Acusticus Externus

Gambar 2. Bagian telinga luar dan telinga dalam3


Meatus acusticus externus adalah saluran berkelok yang
menghubungkan auricula dengan membran timpanica. Meatus
acusticus externus berfungsi menghantarkan gelombang suara dari
auricula ke membran timpani. Rangka sepertiga bagian luar meatus
adalah cartilago elastis, dan dua pertiga bagian dalam adalah
tulang, yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi oleh
kulit, dan sepertiga bagian luarnya mempunyai rambut, glandula
sebacea, dan glandula ceruminosa. Glandula ceruminosa
merupakan modifikasi kelenjar keringat yang menghasilkan secret
lilin berwarna coklat kekuningan. Rambut dan 1ilin ini merupakan
barier yang lengket, untuk mencegah masuknya benda asing. Saraf
sensorik yang menyarafi kulit yang melapisi meatus berasal dari
nervus auriculotemporalis dan ramus auricularis nervi vagi. Aliran
limfe menuju ke nodi parotidei superficiales, mastoidei, dan
cervicales superficiales3.

3
2. Telinga Tengah
Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa
ossis temporalis. Cavitas timpani berbentuk celah sempit yang dilapisi
oleh membran mucosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran
yang berfungsi meneruskan getaran membran timpanica (gendang
telinga) ke perilympha telinga dalam. Di depan ruang ini berhubungan
dengan nasopharynx melalui tuba auditiva dan di belakang dengan
antrum mastoideum. Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding
anterior, dinding posterior, dinding lateral, dan dinding medial3:

Gambar 3. Dinding lateral cavitas timpani dextra dilihat dari sisi


medial3
a) Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang, disebut tegmen timpani,
yang merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis.
Lempeng ini memisahkan cavitas timpani dari meningen dan lobus
temporalis cerebri didalam fossa cranii media.
b) Lantai dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang, yang mungkin
sebagian diganti oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini memisahkan
cavitas timpani dari bulbus superior vena jugularis interna.
c) Dinding anterior dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang yang
memisahkan cavitas timpani dari arteria carotis interna. Pada
bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua buah saluran.
Saluran yang lebih besar dan terletak lebih bawah menuju.ke tuba

4
auditiva, dan yang terletak lebih atas dan lebih kecil menuju ke
saluran untuk musculus tensor timpani. Septum tulang tipis, yang
memisahkan saluran-saluran ini diperpanjang ke belakang pada
dinding medial, yang akan membentuk tonjolan mirip kerang,
d) Di bagian atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang
tidak beraturan, yaitu aditus ad antrum. Di bawah ini terdapat
penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil, disebut pyramis.
Dari puncak pyramis ini keluar tendo musculus stapedius.
e) Dinding lateral sebagian besar dibentuk oleh membran timpanica.
f) Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam bagian
terbesar dari dinding memperlihatkan penonjolan bulat, disebut
promontorium, yang disebabkan oleh lengkung pertama cochlea
yang ada dibawahnya. Di atas dan belakang promontorium terdapat
fenestra vestibuli, yang berbentuk lonjong dan ditutupi oleh basis
stapedis. Pada sisi medial fenestra terdapat perilympha scalae
vestibuli telinga dalam. Di bawah ujung posterior promontorium
terdapat fenestra cochleae, yang berbentuk bulat dan ditutupi oleh
membran timpanica secundaria.3

Gambar 4. Membran timpani kanan3


Membran timpanica adalah membran fibrosa tipis yang
berwarna kelabu mutiara. Membran ini terletak miring,
menghadap ke bawah, depan dan lateral. Permukaannya cekung
ke lateral, dan pada cekungan yang paling dalam terdapat

5
lekukan kecil disebut umbo, yang dibentuk oleh ujung
manubrium mallei. Jika membran terkena cahaya otoskop,
bagian cekung menghasilkan kerucut cahaya, yang memancar
ke anterior dan inferior dari umbo3.
Membran timpanica berbentuk bulat dengan diameter lebih
kurang 1 cm. Pinggirnya tebal dan melekat di dalam alur pada
tulang. Alur itu, sulcus timpanicus, di bagian atasnya berbentuk
incisura. Dari sisi-sisi incisura ini berjalan dua plica, plica
mallearis anterior dan posterior, yang menuju ke processus
lateralis mallei. Daerah segitiga kecil pada membran timpanica
yang dibatasi oleh plica-plica tersebut lemas dan disebut pars
flaccida. Bagian lainnya tegang disebut pars tensa. Manubrium
mallei dilekatkan di bawah pada permukaan dalam membran
timpanica oleh membran mucosa. Membran timpanica sangat
peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya dipersarafi oleh
nervus auriculotemporalis dan ramus auricularis nervi vagi3.

Gambar 5. Tulang-tulang pendengaran3


Telinga tengah terdapat tiga tulang pendengaran, susunan
dari luar ke dalam yaitu maleus, incus dan stapes yang saling
berikatan dan berhubungan membentuk artikulasi. Prosesus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat
pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak
tingkap lonjong atau foramen ovale yang berhubungan dengan
koklea3.

6
Tuba auditiva menghubungkan dinding anterior cavitas
timpani ke nasopharynx. Sepertiga bagian posteriornya adalah
tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah kartilago.
Tuba auditiva berfungsi menyeimbangkan tekanan udara
cavitas timpani dengan nasopharinx3. Untuk transmisi optimal
gelombang suara, dibutuhkan keseimbangan tekanan udara
antara cavitas timpani dan kompartemen meatus acusticus
externus. Jika kondisi ini tidak tercapai, seperti ketika naik
pesawat yang sedang lepas kandas atau mendarat, akan terjadi
gangguan pendengaran4.
3. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri atas dua bagian yaitu koklea yang berperan
sebagai organ auditus atau indera pendengaran dan kanalis
semisirkularis sebagai alat keseimbangan. Kedua organ tersebut saling
berhubungan sehingga apabila salah satu organ tersebut mengalami
gangguan maka yang lain akan terganggu. Koklea adalah organ
pendengaran berbentuk menyerupai rumah siput dengan dua dan satu
setengah putaran pada aksis memiliki panjang lebih kurang 3,5
centimeter. Sentral aksis disebut sebagai modiolus dengan tinggi lebih
kurang 5 milimeter, berisi berkas saraf dan suplai arteri dari arteri
vertebralis. Struktur duktus koklea dan ruang periotik sangat
kompleks membentuk suatu sistem dengan tiga ruangan yaitu skala
vestibuli, skala media dan skala timpani. Skala vestibuli dan skala
tympani berisi cairan perilim sedangkan skala media berisi endolimf.
Skala vestibuli dan skala media dipisahkan oleh membran reissner,
skala media dan skala timpani dipisahkan oleh membran basilar5.

7
Gambar 6. Skema labirin 5
Organo corti (OC) terletak di atas membran basilaris dari basis
ke apeks, yang mengandung organel penting untuk mekanisme saraf
pendengaran perifer. Terdiri dari tiga bagian sel utama yaitu sel
penunjang, selaput gelatin penghubung dan sel-sel rambut yang dapat
membangkitkan impuls saraf sebagai respon terhadap getaran suara.
OC terdiri satu baris sel rambut dalam yang berjumlah sekitar 3 000
dan tiga baris sel rambut luar yang berjumlah sekitar 12 000. Rambut
halus atau silia menonjol ke atas dari sel-sel rambut menyentuh atau
tertanam pada permukaan lapisan gel dari membran tektorial. Ujung
atas sel-sel rambut terfiksasi secara erat dalam struktur sangat kaku
pada lamina retikularis. Serat kaku dan pendek dekat basis koklea
mempunyai kecenderungan untuk bergetar pada frekuensi tinggi
sedangkan serat panjang dan lentur dekat helikotrema mempunyai
kecenderungan untuk bergetar pada frekuensi rendah.5

Gambar 7. Organon corti6

8
Pada bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakus,
urtikulus dan aknalis semisirkularis. Urtikulus dan sukul mengandung
makula yang diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini
adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus silia dan pada lapisan
ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dengan berat jenis
yang lebih besar daripad endolimfe. Karena pengaruh gravitasi, maka
gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan
menimbulkan rangsangan pada reseptor6.
Sakulus berhubungan dengan urtikulus melalui suatu duktus
sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus.
Makula urtikulus terletak pada bidang yang tegak lurus terhadap
makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkulasi bermuara pada urtikulus.
Masing-masing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar
membentuk amoula dan mengandung sel-sel rambut krista. Sel-sel
rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa, gerakan endolimfe
dalam kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang
selanjutnya akan membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan
merangsang sel reseptor.6
C. FISIOLOGI
Masing-masing telinga terdiri dari tiga bagian: telinga luar, tengah,
dan dalam. Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan gelombang suara
dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan, di mana energi suara
mengalami penguatan dalam proses ini. Telinga dalam berisi dua sistem
sensorik berbeda: koklea, yang mengandung reseptor untuk mengubah
gelombang suara menjadi impuls saraf sehingga kita dapat mendengar; dan
aparatus uestibularis, yang penting bagi sensasi keseimbangan.7
Telinga luar terdiri dari pinna (daun telinga), meatus auditorius
eksternus (saluran telinga), dan membran timpani (gendang telinga). Pinna
merupakan lipatan menonjol tulang rawan berlapis kulit mengumpulkan
gelombang suara dan menyalurkannya ke saluran telinga luar. Pintu masuk
saluran telinga dijaga oleh rambut-rambut halus. Kulit yang melapisi

9
saluran mengandung kelenjar keringat modifikasi yang menghasilkan
serumen suatu sekresi lengket yang menjebak partikel-partikel kecil asing.
Baik rambut-rambut halus maupun serumen membantu mencegah partikel
di udara mencapai bagian dalam saluran telinga, tempat partikel dapat
menumpuk atau mencederai membran timpani dan mengganggu
pendengaran 7.
Membran timpani, yang membentang merintangi pintu masuk ke
telinga tengah, bergetar ketika terkena gelombang suara. Bagian dalam
gendang telinga yang menghadap ke rongga telinga tengah juga terpajan
ke tekanan atmosfer melalui tuba eustakhius (auditorius),
yang menghubungkan telinga tengah ke faring (bagian belakang
tenggorokan) Tuba eustakius dalam keadaan normal tertutup, tetapi dapat
membuka oleh gerakan menguap, mengunyah, dan menelan. Pembukaan
ini memungkinkan tekanan udara di telinga tengah menyamai tekanan
atmosfer sehingga tekanan di kedua sisi membran timpani setara 7.

10
Telinga tengah
memindahkan gerakan
bergetar membran timpani ke
cairan telinga dalam.
Pemindahan ini dipermudah
oleh adanya rantai tiga tulang
kecil, atau osikulus (maleus,
inkus, dan stapes), yang dapat
bergerak dan membentang di
telinga tengah. Tulang
pertama, maleus, melekat ke
membran timpani, dan tulang
terakhir, srapes, melekat ke
jendela oval, pintu masuk ke
dalam koklea yang berisi
cairan. Sewaktu membran
timpani bergetar sebagai
respons terhadap gelombang
suara, rangkaian tulang-tulang
tersebut ikut bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan
frekuensi getaran ini dari membran timpani ke jendela oval. Tekanan yang
terjadi di jendela oval yang ditimbulkan oleh setiap getaran akan
menimbulkan gerakan cairan telinga dalam mirip gelombang dengan
frekuensi yang sama seperti gelombang suara asal. Sistem osikulus
memperkuat tekanan yang ditimbulkan oleh gelombang suara di udara
melalui dua mekanisme agar cairan di koklea bergetar. Pertama, karena
luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada luas jendela
oval maka terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang bekerja pada
membran timpani disalurkan oleh osikulus ke jendela oval. Kedua, efek
tuas osikulus juga menimbulkan penguatan. Bersama-sama, kedua
mekanisme ini meningkatkan gaya yang bekerja pada jendela oval sebesar

11
20 kali dibandingkan dengan jika gelombang suara langsung mengenai
jendela oval. Penambahan tekanan ini sudah cukup untuk menggetarkan
cairan di koklea .7
Beberapa otot halus di telinga tengah berkontraksi secara refleks
sebagai respons terhadap suara keras (lebih dari 70 dB), menyebabkan
membran timpani mengencang dan membatasi gerakan rangkaian
osikulus. Berkurangnya getaran di struktur-struktur telinga tengah ini
menurunkan transmisi gelombang suara yang keras ke telinga dalam untuk
melindungi perangkat sensorik yang peka dari kerusakan7.
Di sebagian besar panjangnya koklea dibagi menjadi tiga
kompartemen longitudinal berisi cairan. Organ Corti, mengandung sel
rambut yang merupakan reseptor suara. Sel rambut dalam adalah sel yang
mengubah gaya mekanis suara (getaran cairan koklea) menjadi impuis
listrik pendengaran (potensial aksi yang menyampaikan pesan
pendengaran ke korteks serebri). Karena berkontak dengan membran
tektorium yang kaku dan stasioner, maka stereosilia sel-sel reseptor ini
tertekuk maju-mundur ketika membran basilar mengubah posisi relatif
terhadap membran tektorium. Deformasi mekanis maju-mundur rambur-
rambut ini secara bergantian membuka dan menutup saluran ion berpintu
mekanis di sel rambut sehingga terjadi perubahan potensial depolarisasi
dan hiperpolarisasi. Sel rambut dalam berhubungan melalui suatu sinaps
kimiawi dengan ujung serat-serat saraf aferen yang membentuk nervus
auditorius (kokhlearis). Depolarisasi sel-sel rambut ini (ketika membran
basilaris terangkat) meningkatkan laju pelepasan neurotransmiter, yang
meningkatkan frekuensi lepas muatan di serat aferen. Sebaliknya, laju
lepas muatan berkurang sewaltu sel-sel rambut ini mengeluarkan lebih
sedikit neurotransmiter ketika mengalami hiperpolarisasi akibat pergeseran
ke arah yang berlawanan.7
Deformasi mekanis rambut-rambut ini secara bergantian membuka
dan menutup saluran sel reseptor, menghasilkan perubahan potensial
berjenjang di reseptor yang menyebabkan perubahan dalam frekuensi

12
potensial aksi yang dikirim ke otak. Dengan cara ini, gelombang suara
diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat diterima oleh otak sebagai
sensasi suara.7
D. DEFINISI
Seorang anak dikatakan memiliki speech delay ketika kemampuan
bicaranya jauh dibwah rata- rata anak sebayanya. Ketika berbicara
mengenai speech delay sebaiknya disinggung juga mengenai speech
disorder. Harus dibedakan antara speech delay dengan speech disorder.
Speech disorder merajuk kepada kemampuan bicara anak yang tidak
berkembang seperti berkembangnya kemampuan bicara anak pada
umumnya, sedangkan pada speech delay kemampuan bicara anak masih
dapat berkembang seperti anak pada umumnya hanya saja waktunya lebih
lambat dari pada anak pada umumnya. 8
E. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi dari keterlambatan bicara dan berbahasa telah
dilaporkan dalam rentang yang luas. Sebuah tinjauan terkini dari Cochrane
menyimpulkan data prevalensi pada keterlambatan bicara, keterlambatan
berbahasa, dan keterlambatan kombinasi pada anak-anak usia prasekolah
dan sekolah. Untuk anak-anak usia prasekolah, 2 sampai 4,5 tahun, studi
yang menilai kombinasi keterlambatan bicara dan berbahasa melaporkan
angka prevalensi berkisar antara 5% sampai 8%, dan studi dari
keterlambatan berbahasa dari 2,3% sampai 19%. Keterlambatan bicara dan
berbahasa pada anakanak prasekolah telah menunjukan berbagai tingkat,
dari 0% sampai 100%, dengan kebanyakan antara 40% sampai 60%.1
Prevalensi keterlambatan perkembangan berbahasa di Indonesia
belum pernah diteliti secara luas. Data di Departemen Rehabilitasi Medik
RSCM tahun 2006, dari 1125 jumlah kunjungan pasien anak terdapat
10,13% anak terdiagnosis keterlambatan bicara dan bahasa. Penelitian
Wahjuni tahun 1998 di salah satu kelurahan di Jakarta Pusat menemukan
prevalensi keterlambatan bahasa sebesar 9,3% dari 214 anak yang berusia
bawah tiga tahun.1

13
F. ETIOLOGI
Salah satu penyebab dari gangguan bicara dan bahasa adalah
gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran pada masa awal
kehidupan sangat berpengaruh terhadap timbulnya gangguan bicara dan
bahasa yang berat. Penyebab terjadinya gangguan pendengaran tersebut
dapat berupa penyebab genetik herediter, yang bersifat kongenital atau
muncul setelah kelahiran, ataupun yang didapat, baik saat kehamilan,
perinatal, ataupun paskanatal.2
Gangguan pendengaran dapat berupa gangguan konduksi maupun
sensorineural. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan
gangguan konduksi akibat adanya cairan pada telinga tengah sangat
berisiko untuk mengalami gangguan bicara dan bahasa. Gangguan
pendengaran konduksi umumnya terjadi pada balita dengan persentase
sekitar 3-4%, sedangkan gangguan pendengaran sensorineural pada awal
kehidupan umumnya terjadi pada 1 dari 1000-2000 anak. Gangguan
sensorineural dapat disebabkan karena infeksi intra uteri, kernikterus, obat
ototoksik, meningitis bakterial, hipoksia, perdarahan intrakranial, juga
beberapa sindrom dan abnormalitas kromosom. Gangguan pendengaran
yang dapat mengganggu perkembangan berbicara dan berbahasa pada
anak secara bermakna adalah gangguan pendengaran sensorineural derajat
sedang hingga sangat berat.2
G. DETEKSI DINI DELAYED SPEECH
Semakin cepat diketahui penyebab gangguan bicara dan bahasa
maka semakin cepat stimulasi dan intervensi dapat dilakukan pada anak
tersebut. Deteksi dini gangguan bicara dan bahasa ini harus dilakukan oleh
semua individu yang terlibat dalam penanganan anak ini, mulai dari orang
tua, keluarga, dokter kandungan yang merawat sejak kehamilan dan dokter
anak yang merawat anak tersebut. Pada anak normal tanpa gangguan
bicara dan bahasa juga perlu dilakukan stimulasi kemampuan bicara dan
bahasa sejak lahir bahkan bisa juga dilakukan stimulasi sejak dalam
kandungan.1 Secara umum seorang anak dikatakan keterlambatan bicara

14
atau gangguan bicara, bila perkembangan bicara anak tersebut secara
signifikan dibawah nilai normal untuk anak seusianya.1
Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 137 tahun 2014 untuk
kemampuan aspek bahasa anak usia 3 s.d 5 tahun dijelaskan dalam tabel
dibawah : 9
Tabel 1. Ruang Lingkup Perkembangan Aspek Bahasa Anak Usia 3 s.d 5
Tahun9

Lingkup Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak


Perkembangan
3 s.d 4 tahun 4 s.d 5 tahun
Memahami Bahasa 1. Pura-pura membaca 1. Menyimak
cerita bergambar perkataan orang lain
dan dalam buku (bahasa ibu atau
dengan kata-kata bahasa lainnya).
sendiri. 2. Mengerti dua
2. Mulai memahami perintah yang
dua perintah yang diberikan
diberikan bersamaan.
bersamaan contoh: 3. Memahami cerita
ambil mainan diatas yang dibacakan.
meja lalu berikan 4. Mengenal
kepada ibu perbendaharaan kata
pengasuh atau mengenai kata sifat
pendidik. (nakal, pelit, baik
hati, berani, baik
jelek, dsb)
5. Mendengarkan dan
membedakan -
bunyian dalam
Bahasa Indonesia
(contoh, bunyi dan
ucapan harus sama)
Mengungkapkan 1. Mulai menyatakan 1. Mengulang
Bahasa keinginan dengan kalimat sederhana
mengucapkan 2. Bertanya dengan
kalimat sederhana kalimat benar.
kata). 3. Menjawab
2. Mulai pertanyaan sesuai
menceritakan dengan
pengalaman yang

15
dialami dengan pertanyaan.
cerita sederhana. 4. Mengungkapkan
perasaan dengan
kata baik, senang,
nakal, pelit, baik
hati, berani, baik,
jelek, dsb)
5. Menyebutkan
kata-kata yang
dikenal.
6. Mengutarakan
pendapat kepada
orang lain.
7. Menyatakan
alasan terhadap
sesuatu yang
diinginkan atau
ketidaksetujuan.
8. Menceritakan
kembali
cerita/dongeng
yang pernah
didengar.
9. Memperkaya
perbendaharaan
kata.
Berpartisipasi
dalam percakapan.
Keaksaran - 1. Mengenal simbol-
simbol.
2. Mengenal suara-
suara hewan
/benda
3. Membuat coretan
yang bermakna.
4. Meniru
(menuliskan dan
mengucapkan)
huruf A-Z

National Institutes of Health secara umum menuliskan tahap


perkembangan bahasa pada anak terpenting terjadi secara normal pada usia
0 sampai 5 tahun. Pada masa tumbuh kembang tersebut biasanya

16
digunakan sebagai tolok ukur oleh para dokter atau ahli kesehatan untuk
melihat apakah perkembangan bahasa pada anak tersebut normal ataukah
memerlukan bantuan dari tenaga profesional. Beberapa indikasi anak
memerlukan bantuan dari tenaga profesional dan perlakuan khusus seperti
terjadinya speechdelay (keterlambatan berbicara), receptive language (sulit
menangkap atau memahami ucapan orang lain) hingga difficulty sharing
(sulit untuk menyampaikan pemikiran melalui bahasa).9
Menurut Piaget dan Vygotsky tahap-tahap perkembangan bahasa
anak disajikan dalam tabel berikut9 :
Tabel 2. Tahap Perkembangan Bahasa Anak Menurut Piaget Dan
Vygotsky.9

TandaTanda Speech Delay Pada Anak


Tanda- Tanda Speech Delay pada anak Terlambatnya kemampuan
biacara anak dapat dilihat dari munculnya beberapa ciriciri khusus. Early
Support for Children, Young People and Families (2011) menjelaskan
bahwa apabila tanda- tanda di bawah ini mulai muncul atau terlihat pada
anak, orang tua sebaiknya mulai wasapada. Tanda- tandanya adalah: 8
1. Tidak merespon terhadap suara
2. Adanya kemunduran dalam perkembangan
3. Tidak memiliki ketertarikan untuk berkomunikasi
4. Kesulitan dalam memahami perintah yang diberikan
5. Mengeluarkan kata- kata atau kalimat yang tidak biasa seperti anak-
anak pada umumnya
6. Berbicara lebih lambat dari pada anak seumurannya
7. Perkataanya sulit dimengerti bahkan oleh keluarganya sendiri

17
8. Kesulitan memahami perkataan orang dewasa.
9. Kesulitan berteman, bersosialisasi dang mengikuti permainan.
10. Kesulitan dalam belajar mengeja, bahasa bahkan matematika.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada prinsipnya gangguan pendengaran pada bayi harus diketahui
sedini mungkin. Walaupun derajat ketulian yang dialami seorang
bayi/anak hanya bersifat ringan, namun dalam perkembangan selanjutnya
akan mem-pengaruhi kemampuan berbicara dan berbahasa. Dalam
keadaan normal seorang bayi telah memiliki kesiapan berkomunikasi yang
efektif pada usia 18 bulan, berarti saat tersebut merupakan periode kritis
untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran.10
Beberapa pemeriksaan pendengaran yang dapat dilakukan pada bayi dan
anak antara lain :
1. Behavioral observation audiometry (BOA)
Tes ini berdasarkan respons aktif pasien terhadap stimulus
bunyi dan merupakan respons yang disadari (voluntary response).
Metode ini dapat mengetahui seluruh sistem auditorik termasuk pusat
kognitif yang lebih tinggi. Behavioral audiometry penting untuk
mengetahui respons subyektif sistem auditorik pada bayi dan anak,
dan juga bermanfaat untuk penilaian habilitasi pendengaran yaitu pada
pengukuran alat bantu dengar (hearing aid fitting). Pemeriksaan ini
dapat digunakan pada setiap tahap usia perkembangan bayi, namun
pilihan jenis tes harus disesuaikan dengan usia bayi. 10
Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang cukup tenang
(bising lingkungan tidak lebih dari 60 dB), idealnya pada ruang kedap
suara (sound proof room). Sebagai sumber bunyi sederhana dapat
digunakan tepukan tangan, tambur, bola plastik berisi pasir, remasan
kertas minyak, bel, terompet karet, mainan yang mempunyai bunyi
frekuensi tinggi (squaker toy), dll.10
Sumber bunyi tersebut harus dikalibrasi frekuensi dan
intensitasnya. Bila tersedia bisa dipakai alat buatan pabrik seperti baby

18
reactometer, Neometer, Viena tone (frekuensi 3000 Hz dengan pilihan
intensitas 70 8Q, 90 dan 100 dB).10
 Behavioral Reflex Audiometry
Dilakukan pengamatan respons behavioral yang bersifat
refleks sebagai reaksi terhadap stimulus bunyi.10
Respons behavioral yang dapat diamati antara lain.
mengejapkan mata (auropalpebral reflex), melebarkan mata (eye
widening), mengerutkan wajah (grimacing), berhenti menyusu
(cessafign reflex), denyut jantung meningkat, refleks Moro
(paling konsisten). Refleks auropalpebral dan Moro rentan
terhadap efek habituasi, maksudnya bila stimulus diberikan
berulang ulang bayi menjadi bosan sehingga tidak memberi
respon walaupun dapat mendengar. Stimulus dengan intensitas
sekitar 65 - 80 dBHL diberikan melalui loudspeaker, jadi
merupakan metode sound field atau dikenal juga sebagai Free
field fest. Stimulus juga dapat diberikan melalui noisemaker yang
dapat dipilih intensitasnya. Pemeriksaan ini tidak dapat
menentukan ambang dengar. 10
Bila kita mengharapkan terjadinya refleks Moro dengan stimulus
bunyi yang keras sebaiknya dilakukan pada akhir prosedur karena
bayi akan terkejut, takut dan menangis, sehingga menyulitkan
observasi selanjutnya.10
 Behavioral Response Audiometry
Pada bayi normal sekitar usia 5 - 6 bulan, stimulus akustik
akan menghasilkan pola respons khas berupa menoleh atau
menggerakkan kepala ke arah sumber bunyi di luar lapangan
pandang Awalnya gerakan kepala hanya pada bidang horizontal,
dan dengan bertambahnya usia bayi dapat melokalisir sumber
bunyi dari arah bawah Selanjutnya bayi mampu mencari sumber
bunyi dari bagian atas Pada bayi normal kemampuan melokalisir

19
sumber bunyi dari segala arah akan tercapar pada usia 13 - 16
bulan.10
Teknik Behavioral Response Audiometry yang seringkali
digunakan adalah (1) Tes Distraksi dan (2) Visual Reinforcement
Audiometry (VRA).10
2. Audiometri bermain (Play Audiometry)
Pemeriksaan Play Audiometry (Conditioned play audiometry)
meliputi teknik melatih anak untuk mendengar stimulus bunyi disertai
pengamatan respons motorik spesifik dalam suatu aktivitas permainan.
Misalnya sebelum pemeriksaan anak dilatih (conditioned) untuk
memasukkan benda tertentu ke dalam kotak segera setelah mendengar
bunyi. Diperlukan 2 orang pemeriksa, yang pertama bertugas
memberikan stimulus melalui audiometer sedangkan pemeriksa kedua
melatih anak dan mengamati respons. Stimulus biasanya diberikan
melalui headphone. Dengan mengatur frekuensi dan menentukan
intensitas stimulus bunyi terkecil yang dapat menimbulkan respons
dapat ditentukan ambang pendengaran pada frekuensi tertentu
(spesifik). 10
3. Timpanometri
Timpanometri merupakan suatu metode pemeriksaan fungsi
telinga tengah yang aman dan cepat pada anak-anak maupun orang
dewasa, dimana tekanan udara didalam liang telinga luar diubah untuk
mengukur nilai imitans akustik pada permukaan lateral membran
timpani. 11
Gambaran timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau
tekanan negatif di telinga tengah) merupakan petunjuk adanya
gangguan pendengaran konduktif. Melalui probe tone (sumbat liang
telinga) yang dipasang pada liang telinga dapat diketahui besarnya
tekanan di liang telinga berdasarkan energi suara yang dipantulkan
kembali (ke arah luar) oleh gendang telinga. Pada orang dewasa atau
bayi berusia diatas 7 bulan digunakan probe tone frekuensi 226 Hz.

20
Khusus untuk bayi dibawah usia 6 bulan tidak digunakan probe tone
226 Hz karena akan terjadi resonansi pada liang telinga sehingga
harus digunakan probe tone frekuensi tinggi (668, 678 atau 1.000
Hz).10
Terdapat 4 jenis tympanogram yaitu :
 Tipe A (normal)
 Tipe A0 (diskontinuitas tulang-tulang pendengaran)
 Tipe A8 (kekakuan rangkaian tulang pendengaran)
 Tipe B (cairan di dalam telinga tengah)
 Tipe C (Gangguan fungsi tuba Eustachius)
Timpanometri merupakan pemeriksaan pendahuluan sebelum
tes OAE, dan bila terdapat gangguan pada telinga tengah maka
pemeriksaan OAE harus ditunda sampai telinga tengah normal.10
Refleks akustik pada bayi juga berbeda dengan orang dewasa.
Dengan menggunakan probe tone frekuensi tinggi, refleks akustik
bayi usia 4 bulan atau lebih sudah mirip dengan dewasa.10
4. Audiometri Nada Murni
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan audiometer, dan
hasil pencatatannya disebut sebagai audiogram. Dapat dilakukan pada
anak berusia lebih dari 4 tahun yang koperatif. Sebagai sumber suara
digunakan nada murni (pure tone) yaitu bunyi yang hanya terdiri dari
1 frekuensi. Pemeriksaan dilakukan pada ruang kedap suara, dengan
menilai hantaran suara melalui udara (air conduction) melalui
headphone pada frekuensi 125, 250, 5000, 1000, 2000,4000 dan 8000
Hz. Hantaran suara melalui tulang (bone conduction) diperiksa dengan
memasang bone vibrctor pada prosesus mastoid yang dilakukan pada
frekuensi 500, 1000, 2000, 4000 Hz. lntensitas yang biasa digunakan
antara 10 - 100 dB (masing-masing dengan kelipatan 10), secara
bergantian pada kedua telinga. Suara dengan intensitas terendah yang
dapat didengar dicatat pada audiogram untuk memperoleh informasi
tentang jenis dan derajat ketulian.10

21
5. Otoacoustic Emission (OAE)
Pemeriksaan OAE dilakukan untuk menilai apakah koklea
berfungsi normal. OAE merupakan respon akustik nada rendah
terhadap stimulus bunyi dari luar yang tiba di sel-sel rambut luar
(outer hair cells/ OHC’s ) koklea. Telah diketahui bahwa koklea
berperan sebagai organ sensor bunyi dari dunia luar. Didalam koklea
bunyi akan dipilah-pilah berdasarkan frekuensi masing, setelah proses
ini maka bunyi akan diteruskan ke sistim saraf pendengaran dan
batang otak untuk selanjutnya dikirim ke otak sehingga bunyi tersebut
dapat dipersepsikan. Kerusakan yang terjadi pada sel-sel rambut luar,
misalnya akibat infeksi virus, obat obat ototoksik, kurangnya aliran
darah yang menuju koklea menyebabkan OHC’s tidak dapat
memproduksi OAE. Otoacoustic emissions adalah suatu teknik
pemeriksaan koklea yang relatif baru, berdasarkan prinsip
elektrofisiologik yang obyektif, cepat, mudah, otomatis, non-invasif,
dengan sensitivitas mendekati 100%. Kelemahannya dipengaruhi oleh
bising lingkungan, kondisi telinga luar dan tengah, kegagalannya pada
24 jam pertama kelahiran cukup tinggi, serta harga alat relatif mahal. 2

Gambar 9. Mekanisme respon OAE10


Keterangan :
 P : probe tone (berisi loudspeaker dan mikrofon mini)
 (a) : stimulus akustik
 (b) otoacoustic emission
Terdapat 2 jenis OAE yaitu (1) Sponlaneous OAE (SPOAE)
dan (2) Evoked OAE. SPOAE adalah mekanisme aktif koklea untuk

22
memproduksi OAE tanpa harus diberikan stimulus, namun tidak
semua orang dengan pendengaran normal mempunyai SPOAE EOAE
hanya akan timbul bila diberikan stimulus akustik yang dibedakan
menjadi (1) Transient Evoked OAE (TEOAE) dan (2) Distortion
Product OAE (DPOAE). Pada TEOAE stimulus akustik berupa click
sedangkan DPOAE menggunakan stimulus berupa 2 buah nada murni
yang berbeda frekuensi dan intensitasnya.10

Gambar 10. Transient Evoked OAE (TEOAE)10

Gambar 11. Transient Evoked OAE (TEOAE)10


Pemeriksaan OAE juga dimanfaatkan untuk memonitor efek
negatif dari obat ototoksik, diagnosis neuropati auditorik, membantu

23
proses pemilihan alat bantu dengar, skrining pemaparan bising (noise
induced hearing loss) dan sebagai pemeriksaan penunjang pada kasus
kasus yang berkaitan dengan gangguan koklea.10
Apabila OAE menunjukkan hasil yang abnormal maka perlu
dilanjutkan dengan pemeriksaan auditory brainstem response (ABR).
Bisa juga dilakukan auditory steady state response (ASSR). 2
6. Brainstem evoked response audiometry (BERA)
Brain evoked response audiometry atau BERA merupakan alat
yang bisa digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan
pendengaran, bahkan sejak bayi baru saja dilahirkan. Pemeriksaan
BERA berguna untuk menilai fungsi pendengaran batang otak
terhadap rangsangan suara (click) dengan mendeteksi aktivitas listrik
pada telinga bagian dalam ke colliculus inferior. Alat ini mempunyai
nilai obyektifitas yang tinggi bila dibandingkan dengan pemeriksaan
audiologi konvensional. BERA sering digunakan untuk menentukan
sumber gangguan pendengaran apakah di koklea atau retro koklea,
mengevaluasi brainstem (batang otak), serta menentukan apakah
gangguan pendengaran disebabkan karena psikologis atau fisik.
Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada efek samping,
sehingga bisa juga dimanfaatkan untuk skrining pendengaran.2
BERA merupakan pemeriksaan yang berguna untuk melihat
fungsi dari nervus VIII. Prinsip dari BERA ini adalah menilai
perubahan potensial listrik diotak setelah diberi rangsang berupa
bunyi. Rangsang bunyi diberikan melalui headphone dan akan
menempuh perjalanan yang terdiri dari 5 gelombang. Untuk
penentuan diagnosa, puncak gelombang dapat digunakan untuk
interpretasi, tetapi tidak dapat memberikan perkiraan ambang
dengar.12
Respons terhadap stimulus auditorik berupa evoked potential
yang sinkron, direkam melalui elektroda permukaan (sufface
electrode) yang ditempelkan pada kulit kepala (dahi dan prosesus

24
mastoid), kemudian diproses melalui program komputer dan
ditampilkan sebagai 5 gelombang defleksi positif (gelombang I
sampai V) yang terjadi sekitar 2-12 ms setelah stimulus diberikan.
Analisis gelombang BERA berdasarkan (1) morfologi gelombang, (2)
masa laten dan (3) amplitudo gelombang.10
Salah satu faktor penting dalam menganalisa gelombang
BERA adalah menentukan masa laten, yaitu waktu (milidetik) yang
diperlukan sejak stimulus diberikan sampai terjadi evoked potential
untuk masing-masing gelombang (gel I sampai V). Dikenal 3 jenis
masa laten: (1) masa laten absolut dan (2) masa laten antar gelombang
(intervawe latency atau interpeak latency) dan (3) masa laten antar
telinga (interaural latency). Masa laten absolut gelombang I adalah
waktu yang dibutuhkan sejak pemberian stimulus sampai timbulnya
gelombang I Masa laten antar gelombang adalah selisih waktu antar
gelombang, misalnya masa laten antar gelombang I - III, III - V, I – V.
Masa laten antar telinga yaitu membandingkan masa laten absolut
gelombang yang sama pada kedua telinga. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah pemanjangan masa laten fisiologik yang terjadi
bila intensitas stimulus diperkecil. Terdapatnya pemanjangan masa
laten pada beberapa frekuensi menunjukkan adanya suatu gangguan
konduksi.10

Gambar 12. Berbagai gelombang BERA sesuai dengan lokasi


respon (neural generator)10

25
Gambar 13. Gelombang BERA dan masa laten absolut &
antar gelombang10
7. Auditory steady state response (ASSR)
Merupakan pemeriksaan bersifat objektif. Ambang dengar
pada bayi dan anak dapat diperkirakan dengan efektif melalui ASSR.
12

Auditory steady state response (ASSR) merupakan tes yang


bersifat objektif untuk mengukur kemampuan mendengar anak yang
masih belum mampu menjalani prosedur tes subjektif seperti play
audiometri atau audiometri nada murni. Seperti pada ABR, ASSR
juga dapat digunakan untuk memperkirakan ambang batas
pendengaran bagi mereka yang tidak dapat dilakukan audiometri
konvensional. Oleh karena itu, manfaat utama untuk ASSR yaitu
untuk penilaian ambang pendengaran terutama pada bayi serta
neonatus yang sedang dalam perawatan unit perawatan intensif, pasien
tidak responsif dan/atau koma, dan lain-lain. Pada dasarnya, cara
pemeriksaan pada tes ASSR ini sama dengan pemeriksaan pada
BERA. Yang membedakan adalah frekuensi yang diperiksa serta
gambaran hasil tes. Hasil tes BERA gambarannya berupa gelombang-
gelombang sedangkan hasil tes ASSR berupa audiogram. 2

I. TATALAKSANA
Setelah diketahui seorang anak menderita ketulian upaya habilitasi
pendengaran harus dilaksanakan sedini mungkin. Amrican Joint

26
Committee on lnfant Hearing (2000) merekomendasikan upaya habilitasi
sudah harus dimulai sebelum usia 6 bulan. Penelitian-penelitian telah
membuktikan bahwa bila habilitasi yang optimal sudah dimulai sebelum
usia 6 bulan maka pada usia 3 tahun perkembangan wicara anak yang
mengalami ketulian dapat mendekati kemampuan wicara anak normal. 10
Pemasangan alat bantu dengar (ABD) merupakan upaya pertama
dalam habilitasi pendengaran yang akan dikombinasikan dengan terapi
wicara atau terapi audio verbal. Sebelum proses belajar harus dilakukan
penilaian tingkat kecerdasan oleh Psikolog untuk melihat kemampuan
belajar anak. Anak usia 2 tahun dapat memulai pendidikan khusus di
Taman Latihan dan Observasi (TLO), dan melanjutkan pendidikannya di
SLB-B atau SLB-C bila disertrai dengan retardasi mental. Proses habilitasi
pasien tuna rungu membutuhkan kerjasama dari beberapa disiplin, antara
lain dokter spesialis THT, Audiologist, Ahli madya audiologi, Ahli terapi
wicara, Psikolog Anak, guru khusus untuk tuna rungu dan keluarga
penderita.10
Saat ini dikenal beberapa strategi habilitasi pendengaran seperti;

1. Alat Bantu Dengar (ABD)


Alat bantu dengar (ADB) adalah suatu perangkat elektronik
yang berguna untuk memperkeras (amplifikasi) suara yang masuk ke
telinga dalam; sehingga si pemakai dapat mendengar lebih jelas suara
yang ada disekitarnya.10
Saat ini dapat dijumpai berbagai jenis ABD dengan berbagai
ukuran, mulai dari yang relatif besar sampai yang demikian kecilnya
sehingga tidak dapat dilihat luar karena seluruh ABD berada di dalam
liang telinga. Namun pilihan kita harus disesuaikan dengan jenis dan
derajat ketulian masing masing telinga.10
Jenis alat bantu dengar :
 ADB jenis saku (Pocket/Body worn type)

27
 ABD jenis belakang telinga (Behind The Ear atau BTE)
 ABD jenis ITE (In The Ear)
 ABD jenis ITC (In The Canal)
 ABD jenis CIC (Completely In The Canal)
 ABD jenis kacamata (Spectacle aid)
 ABD jenis hantaran tulang (Bone conduction aid)
 ABD jenis CROS (Contralateral Routing Of Signals) dan
BICROS
2. Assisttive Listening Device (ALD)
ALD adalah perangkat elektronik untuk meningkatkan
kenyamanan pendengar pada kondisi lingkungan pendengaran
tertentu seperti menonton televisi, mendengarkan telepon, mendengar
suara bel rumah atau pada saat berada di ruang aula/auditorium. ALD
dapat dipergunakan tersendiri atau dipasang pada ABD dengan
maksud mengoptimalkan kerja ABD.10
Dikenal beberapa jenis ALD :
 Sistim Kabel
 Sistim FM (Frequency Modulation)
 Sistim Infra Merah (Infra Red)
 Induction Loops
3. lmplan koklea
Merupakan perangkat elektronik yang mempunyai kemampuan
menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan kemampuan
mendengar dan berkomunikasi pada pasien tuli saraf berat dan total
bilateral. lmplan koklea sudah mulai dimanfaatkan semenjak 25 tahun
yang lalu dan berkembang pesat di negara maju.10
Cochleor implan (CI) merupakan alat elektronik yang sebagian
ditanam melalui prosedur pembedahan (komponen internal) dan
sebagian lagi berada di luar tubuh (komponen eksternal), yang
memiliki fungsi memperbaiki proses mendengar dan komunikasi baik

28
pada dewasa maupun anak-anak dengan ketulian sensorineural berat
(severe) hingga sangat berat (profound).15
lmpuls suara ditangkap oleh mikrofon dan diteruskan menuju
speech processor melalui kabel penghubung. Speech processor akan
melakukan seleksi informasi suara yang sesuai dan mengubahnya
menjadi kode suara yang akan disampaikan ke transmiter. Kode suara
akan dipancarkan menembus kulit menuju receiver atau stimulator.
Pada bagian ini kode suara akan diubah menjadi sinyal listrik dan
akan dikirim menuju elektroda-elektroda yang sesuai di dalam koklea
sehingga menimbulkan stimulasi serabut-serabut saraf. Pada speech
processor terdapat sirkuit listrik khusus yang berfungsi meredam
bising lingkungan.10

Gambar 14. Mekanisme kerja implan koklea10


Prosedur pembedahan dilakukan dengan anestesi umum,
biasanya memakan waktu kurang dari dua jam dan waktu rawat inap
kurang dari 24 jam. Secara garis besar dilakukan mastoidektomi dan
pendekatan timpanotomi posterior (resesus fasialis). Skala timpani
dibuka melalui kokleostomi pada promontorium anteroinferior.
Setelah endosteum koklea teridentifikasi dilakukan pembukaan
dengan jarum berdiameter satu milimeter. Sebelum insersi alat,
dilakukan lubrikasi dengan healon, (mengandung Natrium
Hyaluronat). Insersi CI (derelan elektrode) dilakukan secara manual
berlawanan dengan arah jarum jam setelah mencanci kedalaman lima

29
sampai sepuluh milimeter. Selanjutnya, insersi lima belas milimeter
dilakukan dengan bantuan penuntun (Clow), agar elekrode berjalan
sepanjang dinding laterokaudal. Setelah insersi elektrode selesai,
dilakukan pemeriksaan refleks stapedius dan neural response
telemetry (NRT) untuk rnemastikan elektrode telah berada pada
tempat yang tepat.15
lndikasi pemasangan implan koklea adalah keadaan tuli saraf
berat bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun dewasa) yang
tidak / sedikit mendapat manfaat dengan alat bantu dengar
konvensional, usia 12 bulan sampai 17 tahun, tidak ada kontraindikasi
medis dan calon pengguna mempunyai perkembangan kognitif yang
baik. Sedangkan kontra indikasi pemasangan implan koklea antara
lain tuli akibat kelainan pada jalur saraf pusat (tuli sentral), proses
penulangan koklea, koklea tidak berkembang.10

J. PROGNOSIS
Speech delay mempunyai dampak yang cukup besar pada anak.
Pada kondisi ini terjadi keterlambatan pematangan proses neurologis
sentral yang diperlukan untuk menghasilkan ucapan. Kondisi ini lebih
umum terjadi pada anak laki-laki, dan riwayat keluarga yang “Speech
Delay”. Prognosis anak-anak yang mengalami speech delay akan membaik
hingga normal pada usia masuk sekolah. 13
Intervensi terapi wicara-bahasa sangat efektif. Terapi yang
diberikan orang tua di bawah bimbingan seorang dokter sama efektifnya
dengan terapi yang diberikan dokter. Intervensi berlangsung lebih dari
delapan minggu mungkin lebih efektif dibandingkan yang berlangsung
kurang dari delapan minggu. Prognosisnya sangat baik dan anak-anak
biasanya akan normal pada usia masuk sekolah.14

30
DAFTAR PUSTAKA
1. Sari Sarah, Yuli D Memy, dkk. Angka Kejadian Delayed Speech Disertai
Gangguan Pendengaran pada Anak yang Menjalani Pemeriksaan
Pendengaran di Bagian Neurootologi IKTHT-KL RSUP Dr.Moh. Hoesin.
Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan. 2015. 2(1).

2. Wiryadi I Made Rai, I Made Wiraadha. Gambaran hasil skrining


pendengaran pada pasien dengan keterlambatan bicara & bahasa di
poliklinik THT-KL RSUP Sanglah periode Januari-Desember 2017.
Directory Of Open Acces Journal Medicina. 2019. 50(3)

3. Snell, Rochard S. Anatomi klinis: Berdasarkan regio 9th ed. p626-638.


Jakarta: EGC; . 2014

4. Paulson, Friedrich., et al. Sobotta: Atlas anatomi manusia 23th ed. p110-
114. Jakarta: EGC; 2012

5. Nugroho PS., Wiyadi HMS. Anatomi dan fisiologi pendengaran perifer.


ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok bedah kepala dan leher. 2009.
Jurnal THT-KL.2(2):76-85

6. Adams, GL., Boies, L.R., Higler, P.A. Buku ajar penyakit THT Boies 6th
ed. p35.Jakarta : EGC; 2012

7. Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia dari sel ke sistem 6th ed. p230-238.
Jakarta: EGC; 2012

8. Fauzia Wulan, Fithri, dkk. Mengenali dan Menangani Speech Delay Pada
Anak. Jurnal Al-Shifa. 2020. 1(2).

9. Alfin Jauharoti, Ratna Pangastuti. Perkembangan Bahasa Pada Anak


Speech Delay. Journal Of Early Childhood Education and Development.
2020. 2 (1).

10. Utama, H. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan. Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Edisi Keenam. Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2010. P.33-
92

11. Asroel, H. A., Ningsih, M., Adnan, A. Gambaran Ukuran Timpanogram


Pada Orang Dewasa Normal di RSUP H.Adam Malik Medan. Departemen
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Universitas Sumatera Utara.

12. Halim, A. S., dkk. Keterlambatan Bicara Dengan dan Tanpa Gangguan
Pendengaran pada Anak Usia 6 Bulan sampai 3 Tahun di Jala Puspa

31
RSPAL Dr Ramelan Surabaya Periode 2017-2020. Jurnal Kesehatan
Andalas. 10(2), 70-74.

13. McLaughlin, Maura. Speech and Language Delay in Children. American


Family Physician.

14. Alexander. K.C. dkk. Evaluation and Management of the Child with
Speech Delay. American Family Physician.

15. Husni, Teuku. Cochlear Implant. Jurnal Kedokteran Siah Kuala. Volume
8. Nomor 3.

32

Anda mungkin juga menyukai