Anda di halaman 1dari 37

Referat

STRIDOR : MEDIKAMENTOSA ATAU PEMBEDAHAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Program


Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS-1) Divisi Laring Faring-1 Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Oleh:

dr. Mahdalena
NPM : 2207601070007

Pembimbing:

dr. Lily Setiani, Sp.T.H.T.B.K.L., Subsp.L.F.(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA DAN LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dr. Mahdalena


Dengan judul : STRIDOR : MEDIKAMENTOSA ATAU PEMBEDAHAN
telah memenuhi persyaratan dan telah disetujui Pada
tanggal 07 September 2023 untuk dipersentasikan
Pada tanggal 12 September 2023

Pembimbing

dr. Lily Setiani, Sp. T.H.T.B.K.L., Subsp. L.F. (K) NIP:


19660503 199702 1 002

Mengetahui, Koordinator
Program Studi PPDS
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher

dr. Benny Kurnia, Sp.T.H.T.B.K.L., Subsp. Onk. (K)


NIP: 19632411 199601 1 001

ii
KATA

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini. Shalawat beserta salam
kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
kebodohan ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Lily Setiani, Sp. T.H.T.B.K.L., Subsp.
L.F. (K) yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam
penyusunan Referat yang berjudul “Stridor : Medikamentosa atau Pembedahan”, serta
para dokter dibagian /SMF Ilmu Kesehatan THT-BKL yang telah memberikan arahan
serta bimbingan hingga referat ini selesai.
Penulis menyadari referat ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak
kekurangan serta keterbatasan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun terhadap referat ini demi perbaikan di masa yang akan
datang.

Banda Aceh, 07 September 2023

Penulis

iii
DAFTAR

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ii

KATA PENGANTAR...................................................................................iii

DAFTAR ISI................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3
2.1 Anatomi Laring...............................................................................................3
2.2 Fisiologi Laring...............................................................................................9
2.3 Stridor............................................................................................................11
2.4 Jenis-Jenis Suara Napas................................................................................18
2.5 Snoring Dan Obstructive Sleep Apnea (OSA)........................................23
2.6 Penyakit Yang Berkaitan Dengan Stridor.....................................................25
BAB III KESIMPULAN...............................................................................31
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................32

iv
BA
PENDAHULUAN

Stridor didefinisikan sebagai suara bernada tinggi yang timbul dari gangguan jalan
napas pada tingkat laring dan trakea. Kata stridor berasal dari kata Latin “stridulus” yang
berarti berderit, bersiul, atau berisik.1
Stridor adalah suara getar yang keras yang biasanya dihasilkan selama
inspirasi, akibat obstruksi sebagian jalan napas yang menyebabkan aliran udara turbulen
melalui saluran pernapasan. Dibandingkan dengan orang dewasa, komponen
pendukung jalan napas pada anak-anak kurang berkembang. Otot interkostal, otot
aksesori, dan karakter tulang rawan dan tegak lurus tulang rusuk dada
mengurangi efisiensi mekanik dinding dada. Mereka terutama
mengandalkan diafragma untuk inspirasi. Oleh karena itu, anak-anak lebih rentan
terhadap penyakit saluran napas dan memburuk dengan sangat cepat jika tidak
diberikan perhatian medis yang tepat. Karena jalan napas yang sempit, stridor dapat
mengancam nyawa pada anak-anak dan memerlukan intervensi segera.1 Etiologi stridor
berbeda tergantung pada apakah pasien anak atau dewasa.
Untuk pediatri, penyebab paling umum dari stridor akut termasuk croup dan aspirasi
benda asing. Namun, ada banyak penyebab lainnya. Penyebab stridor selanjutnya dapat
dibedakan berdasarkan ketajaman dan berdasarkan penyebab kongenital (seperti
trakeomalasia) versus nonkongenital (seperti croup). 2 Pada orang dewasa penyebab
stridor diantaranya supraglotitis, abses leher ruang dalam, trauma laring, tumor laring
dengan obstuksi kritis, hematoma leher pasca operasi, kelumpuhan pita suara bilateral,
dan benda asing.3
Terlepas dari penyebabnya, stridor menyiratkan obstruksi jalan napas kritis
setidaknya 50% dari lumen jalan napas. Pasien dengan stridor berisiko tinggi mengalami
gagal napas dan kematian dan memerlukan stabilisasi awal untuk mempertahankan
ventilasi dan oksigenasi, jika hal ini konsisten dengan tujuan perawatan. Derajat distres
pernapasan tergantung pada apakah obstruksi jalan napas parsial berkembang secara
bertahap (misalnya tumor laring) atau cepat (misalnya epiglottitis akut), kecuali
diselesaikan segera di unit gawat darurat, pasien memerlukan transfer ke ICU atau ruang
operasi. Langkah darurat untuk mengamankan jalan napas harus mendahului intervensi
lainnya. 4
Pilihan manajemen jalan napas utama adalah trakeostomi dengan anestesi lokal dan
induksi anestesi inhalasi dan intubasi trakea (atau trakeostomi dengan

1
2

anestesi umum jika anatomi sulit divisualisasikan dan sementara pasien masih
mempertahankan ventilasi spontan yang memadai). Intubasi fibreoptic saat sadar
bukanlah teknik yang paling aman untuk pasien dengan obstruksi saluran napas atas
lanjut karena kesulitan mencapai anestesi lokal yang baik dengan adanya tumor atau
peradangan, risiko perdarahan (terutama dengan lesi supraglotis), risiko 'menutup' jalan
napas pasien yang tersisa dan jarak pandang yang buruk di lubang yang sangat sempit. 4
Dengan demikian, referat ini bertujuan mendeskripsikan stridor dan
penatalaksannya serta penyakit-penyakit yang mendasari gejala stridor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Laring

Laring merupakan bagian terbawah saluran nafas atas dan memiliki bentuk yang
menyerupai limas segitiga yang terpancung. Batas atas laring berupa aditus laring dan
batas bawah berupa batas kaudal kartilago krikoid. Batas depannya adalah permukaan
belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua
belah lamina kartilago krikoid.5

2.1.1 Embriologi
Faring, laring, trakea dan paru-paru merupakan derivat foregut embrional yang
terbentuk sekitar 18 hari setelah konsepsi. Tak lama sesudahnya, terbentuk alur faring
median yang yang akan menjadi cabang cabang awal sistem pernapasan dan cikal bakal
laring. Sulkus atau alur laringotrakea menjadi nyata pada sekitar hari ke 21 masa
embrional. Namun pada beberapa literatur menyebutkan bahwa laring, trakea dan paru
berkembang mulai usia 3-4 minggu usia gestasi (gambar 2.1).6-8

Gambar 2.1 Perkembangan laring pada 8 stase (I - VIII) yang digambarkan oleh
Holinger et al. Beberapa hal penting: I-kantung pernapasan berkembang dari usus bagian
depan; II-formasi kuncup bronkopulmonal , III-perpanjangan dan formasi infraglotis,
karina dan bronkus; IV-pembentukan aritenoid, perkembangan epiglotis dan susunan
lapisan epitelial; VII-pembentukan saluran lapisan epitelial; VIII-formasi ventrikel
laring. 6

3
4

Kantung respiratorius berasal dari kantung laringotrakrea, dimulai dari penebalan


dinding ventral saluran usus hingga kaudal yang berasal dari arkus brankial empat.
Dinding kantong berasal dari endoderm usus dan berkembang menjadi dinding epitelial
dan laring, trakea dan paru. Divertikulum akan membentuk kartilago dan struktur otot
pernapasan bawah. Divertikulum bagian kaudal akan membelah pada akhir minggu ke 4,
menjadi primordium paru atau bronkopulmonaris.9-10

2.1.2 Tulang dan Tulang Rawan Laring


Ada beberapa tulang rawan dan tulang yang terdapat di laring, seperti yang tampak
pada gambar 2 dan 3 di bawah.6
a. Tulang Rawan Tiroid
Tulang rawan tiroid merupakan tulang rawan hialin dan yang terbesar di laring.
Terdiri dari dua ala atau sayap yang bertemu di anterior dan membentuk sudut
lancip. Pada pria, bagian superior sudut membentuk penonjolan subkutan yang
disebut "adam's apple" atau jakun. Kornu superior adalah tempat perlekatan
ligamentum tirohioid lateral. Kornu inferior berhubungan dengan permukaan
posterolateral krikoid membentuk sendi krikotiroid. 5-7
b. Tulang Rawan Krikoid
Tulang rawan krikoid merupakan tulang rawan hialin, tidak berpasangan,
berbentuk cincin, dibentuk oleh arkus anterior yang sempit dan lamina kuadratus
yang luas di bagian posterior. Permukaan posterior lamina kuadratus ditandai
dengan eminensia vertikal yang melekat dengan serat- serat otot longitudinal
esofagus; dan eminensia ini memisahkan otot-otot krikoaritenoid posterior. Batas
dalam superior arkus merupakan tempat perlekatan inferior membran
6-7
krikoaritenoid dan konus elastikus.
c. Tulang Rawan Epiglotis
Epiglotis merupakan tulang rawan yang tipis, fleksibel, berbentuk daun dan
fibroelastik, berfungsi sebagai "backstop" terhadap saluran cerna saat menelan
makanan dengan menutup pintu masuk menuju laring.5-7
d. Tulang Rawan Aritenoid
Kartilago aritenoid merupakan tulang rawan hialin yang berpasangan, berbentuk
piramid, bersendian dengan tulang rawan krikoid, yang berfungsi saat proses
berbicara.6
5

e. Tulang Rawan Kornikulata dan Kuneiformis


Tulang rawan ini terdiri dari komponen elastik. Tulang rawan kornikulata
bersendi dengan permukaan datar apeks tulang rawan aritenoid. Tulang rawan
kuneiformis bersendi dengan tulang rawan kornikulata dan kedua tulang rawan
ini akan membentuk tonjolan pada tiap sisi posterior rima glotis.5-7
f.Tulang Hioid
Tulang hioid terletak paling atas berbentuk huruf U dan dengan mudah dapat
diraba pada leher bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat procesus
longus dibagian belakang dan procesus brevis kearah atas bagian depan. 5-7

Gambar 2. 2 (A) Ligamen dan kartilago laring serta tulang hioid, tampak anterior.
(B) Ligamen dan kartilago laring serta tulang hioid, tampak posterior.[6]

Gambar 2.3 (A) Ligamen dan artikulasi laring tampak sagital. (B) Susunan otot intrinsik
laring tampak posterolateral.6
6

2.1.3 Otot-Otot Laring


Otot ekstrinsik, otot ini berperan pada gerakan dan fiksasi laring secara
keseluruhan, terdiri dari suprahioid dan infrahioid. Suprahioid (levator); M. Tirohioid, M.
Stilohioid, M. Digastrikus, M. Geniohioid, M. Milohioid, dan M. stilofaringeus. Berperan
pada pergerakan elevasi dan ke depan selama proses menelan. Infrahioid (depresor); M.
Sternohioid, M. Sternotiroid, M. Omohioid. Berperan pada pergerakan laring ke bawah
saat proses inspirasi. 10-11
Otot Intrinsik, berperan pada saat gerakan membuka glotis (adduktor) bersamaan
dengan memanjang dan tegangan pada plika vokalis, terdiri dari: 10-11
M. Krikotiroid, M. Krikoaritenoid posterior (abduktor), M. Krikoaritenoid lateral, M.
Ariepiglotika/ M. Interaritenoid, M. Tiroaritenoid (gambar 2.4).

Gambar 2.4 (A) Otot otot intrinsik pada saat bergerak. Panah-panah tebal
menunjukkan gerakan otot; arah panah kecil yang mendekat menunjukkan gerakan
ligamen vokal; dan arah panah kecil yang menjauh menunjukkan gerakan krikoid dan
kegiatan tulang rawan tiroid. (B) Gambaran skema fungsi otot laring. Kolom kiri
menunjukkan lokasi gerakan kartilago. CT = cricothyroid muscle; IA = interarytenoid
muscle; LCA = lateral cricoarytenoid muscle; PCA = posterior cricoarytenoid
muscle; VOC = vocalis muscle; 1 = thyroid cartilage; 2 = cricoid cartilage; 3 =
arytenoid cartilage; 4 = vocal ligament; 5 = posterior cricoarytenoid ligament.
Kolom tengah tampak dari atas. Kolom kanan bentuk plika vokalis dari depan. 6

2.1.4 Rongga Laring


Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, sedangkan batas
bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas
7

depannya ialah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum


tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid.
Batas lateralnya ialah membran kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus dan
arkus kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya ialah m. aritenoid transversus dan
lamina karilago krikoid. 12
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum
ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita
suara palsu). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotis, sedangkan
antara kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibuli. Antara plika vokalis dan plika
ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventrikulus laring Morgagni. 12
Rima glotis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian
interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plika vokalis dan terletak di
bagian anterior, sedangkan bagian interkartilago ariteoid terletak antara kedua puncak
kartilago aritenoid dan terletak di bagian posterior. 12
Plika vokalis (pita suara) terletak didalam rongga laring, meluas dari dasar
ventrikel Morgagni ke bawah sampai setinggi kartilago krikoid dengan jarak 0,8 cm
sampai 2 cm. Massa pita suara berada diatas batas inferior kartilago tiroid. Secara
histologi tepi bebas pita suara diliputi oleh epitel berlapis yang tebalnya 8-10 sel dan
cenderung menipis pada prosesus vokalis.5
Pita suara terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan subepitel. Lapisan mukosa
merupakan lapisan paling luar, terdiri dari epitel pseudostratified ciliated columnar
cell dan epitel stratified squamous cell (gambar 2.5). Lapisan sub epitel (lamina propia)
terdiri dari 3 lapis; lapisan superfisial (tipis dan mengandung sedikit jaringan elastis dan
kolagen disebut juga Reinke’s Space), lapisan intermediate (terutama mangandung
jaringan elastis dan membentuk sebagian dari ligamentum vokale), dan lapisan dalam
(mengandung jaringan kolagen dan membentuk sisa dari ligamentum vokale). 9-10
Gambar 2.5 Struktur lapisan plika vokalis.9
8

2.1.5 Perdarahan Laring


Perdarahan laring berasal dari a. laringeus superior, a. laringeus inferior dan
a. krikotiroid. Arteri laringeus superior merupakan cabang a. tiroid superior dan berjalan
agak mendatar melawati bagian belakang membran tirohiod bersama- sama dengan
cabang dari n. laringeus superior, kemudian bersama-sama saraf tersebut menembus
membran ini untuk berjalan di bawah mukosa dinding lateral dan lantai sinus piriformis
untuk selanjutnya mendarahi mukosa dan otot-otot laring. Arteri laringeus inferior cabang
a. tiroid inferior lewat bersama-sama n. laringeus inferior ke belakang sendi krikoid dan
memasuki laring melalui daerah pinggir bawah m. konstriktor inferior. Di dalam laring,
arteri ini bercabang-cabang dan mendarahi mukosa dan otot, juga mengadakan
anastomosis dengan a. laringeus superior. Vena laringeus superior dan inferior letaknya
sejajar dengan arterinya untuk selanjutnya bergabung ke v. tiroid superior dan inferior
dan selanjutnya akan bermuara di v. jugularis interna.13

2.1.6 Persarafan Laring


Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n. laringis superior dan
n.laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik.
Nervus laringis superior mempersarafi m. krikotiroid, sehingga memberikan sensasi pada
mukosa laring di bawah pita suara. Saraf ini mula-mula terletak di atas m. konstriktor
faring medial, di sebelah medial a.karotis interna dan eksterna, kemudian menuju ke
kornu mayor tulang hioid dan setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal
superior kemudian membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus
internus.13
Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m. konstriktor faring inferior dan
menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh m.tirohioid terletak di
sebelah medial a.tiroid superior, menembus membran hiotiroid dan bersama-sama dengan
a.laringis superior menuju ke mukosa laring. Nervus laringis inferior merupakan lanjutan
dari n. rekuren setelah saraf itu memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior.
Nervus rekuren merupakan cabang dari n.vagus. 12
Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan di bawahnya, sedangkan
n.rekuren kiri akan menyilang arkus aorta. Nervus laringeus inferior berjalan di antara
cabang-cabang a.tiroid inferior dan melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid akan
sampai pada permukaan medial m.krikofaring. Di sebelah posterior dari sendi
krikoaritenoid, saraf ini bercabang 2 menjadi ramus
9

anterior dan ramus posterior. Ramus anterior mempersarafi otot-otot intrinsik laring
bagian lateral, sedangkan ramus posterior mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian
superior dan mengadakan anastomosis dengan n. laringeus superior ramus internus.12

Gambar 2.6 Persarafan laring14

2.2 Fisiologi Laring


Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta
fonasi. Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda asing
masuk ke dalam trakea, dengan cara menutup aditus laring dan rima glotis secara
bersamaan. Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena pengangkatan laring ke atas
akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak ke
depan akibat kontraksi m.tiroaritenoid dan m.aritenoid. Selanjutnya m. ariepiglotika
berfungsi sebagai sfingter. Penutupan rima glotis terjadi karena adanya aduksi plika
vokalis. Kartilago aritenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi otot-otot intriksik.15
Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea
dapat dibatukkan keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari
paru dapat dikeluarkan.12
Laring berfungsi sebagai katup pada saluran napas bagian atas dengan berbagai
fungsi penunjang kehidupan seperti: menjaga pembukaan pita suara (sebelumnya disebut
pita suara) untuk pertukaran udara untuk pernapasan dan penutupan saat menelan untuk
membantu mencegah aspirasi makanan dan
1

cairan ke dalam. trakea dan paru-paru. Aktivasi otot-otot laring terjadi terus menerus
sepanjang hidup karena pita suara terus-menerus dibuka pada tingkat yang berbeda-beda
untuk pertukaran udara untuk respirasi, ditutup untuk perlindungan jalan napas selama
menelan atau untuk stabilisasi dada selama mengangkat dengan menahan napas selama
beraktivitas.16
Saluran napas bagian atas melebar untuk inspirasi dan berelaksasi saat ekspirasi.
Satu-satunya otot yang memproduksi pembukaan pita suara di laring adalah
krikoarytenoid posterior. Otot melekat pada proses otot tulang rawan arytenoid dan
berinsersi pada bagian tengah dan lateral krikoid posterior. Ketika berkontraksi, ia
menarik arytenoid ke belakang dan menggerakkan proses vokal ke atas dan ke samping.
Ia terus aktif dengan peningkatan nada yang lebih besar selama inspirasi untuk
pembukaan pita suara. Otot ini penting untuk menunjang kehidupan; dengan kelumpuhan
bilateral krikoarytenoid posterior, aliran udara inspirasi menghasilkan tekanan negatif di
antara lipatan yang menyedotnya ke garis tengah dan menghalangi aliran udara inspirasi.
16

Fisiologi produksi suara pada manusia melibatkan beberapa organ, mulai dari paru
dan saluran napas bawah sebagai sumber utama udara dan tekanan, pita suara untuk
memodulasi udara dengan getaran, yang kemudian akan memproduksi bunyi dan saluran
vokal yang akan memodifikasi bunyi dari sumber bunyi sehingga menciptakan bunyi
pada frekuensi yang berbeda. 17
Produksi suara atau fonasi memerlukan empat komponen penting, diantaranya :17
a) Power source, atau paru, yaitu tempat udara berasal.
b) Fonasi, yaitu produksi bunyi melalui getaran pita suara.
c) Resonansi, yaitu amplifikasi dan modulasi dari bunyi yang diproduksi terhadap
struktur sekitar.
d) Artikulasi, yaitu modifikasi suara oleh bibir, gigi, lidah, palatum, dan laring itu
sendiri.
Dengan bantuan diafragma, otot abdomen, otot dada, dan tulang rusuk, udara dari
paru dihembuskan dan melewati pita suara. Saat istirahat, pita suara berada dalam posisi
terbuka agar udara dapat mengalir keluar dari dan menuju paru.17
Saat fonasi, otot aduktor intrinsik menggeser pita suara menuju garis tengah, menutup
pita suara sepenuhnya. Peningkatan tekanan udara di bawah pita suara, atau disebut juga
tekanan subglotis yang akan terus menerus meningkat hingga melebihi resistansi otot,
sehingga pita suara akan terbuka secara posteroanterior. Di fase terbuka, udara dari paru
akan mengalir melalui pita suara, menimbulkan
1

getaran yang akan memproduksi gelombang suara. Setelah udara dihembuskan, tekanan
subglotis akan berkurang sehingga pita suara akan berekoil dan beraduksi, menyebabkan
penutupan glottis, siklus glottis pun akan berulang. Proses terbukanya pita suara terjadi
dari bawah ke atas. Saat bagian atas mulai terbuka, bagian bawah akan menutup,
menciptakan suatu gerakan yang menyerupai gelombang. Proses penutupan dimulai dari
bagian bawah yang diikuti oleh bagian atas sesuai dengan efek Bernoulli. Proses buka
tutup yang cepat dari pita suara menyebabkan gelombang pada mukosa, sehingga
produksi suara dapat terjadi.17
Bunyi yang diproduksi oleh glottis akan dimodifikasi saat udara melewati struktur
sekitar. Suara bicara hanya bisa terjadi bila bunyi dibentuk menjadi konsonan dan huruf
vocal yang berbeda oleh bibir, gigi, lidah, palatum dan faring. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi kualitas suara yang diproduksi adalah kekuatan ekspirasi, posisi pita
suara, bentuk serta kapasitas getaran dari pita suara.17

Gambar 2.7 Mekansime Produksi Suara17


2.3 Stridor
2.3.1 Definisi Stridor

Stridor adalah jenis pernapasan yang keras dan biasanya berhubungan dengan
obstruksi bronkus utama yang terjadi dengan aspirasi.18 Stridor merupakan suara keras
bernada tinggi yang dihasilkan oleh aliran udara turbulen melalui jalan napas yang
tersumbat sebagian pada tingkat jalan napas utama atau laring. Stridor memiliki nada
yang lebih rendah daripada mengi. Stridor ini merupakan suara paling keras dalam
insipirasi karena obstruksi biasanya terjadi pada trakea ekstratoraks dan dengan demikian
tidak bergantung pada perubahan tekanan intratoraks.8 Stridor akut adalah keadaan
darurat yang mengancam jiwa.
1

Biasanya terjadi pada anak-anak, tetapi kadang-kadang ditemukan pada orang dewasa.19

2.3.2 Etiologi Stridor


Penyebab obstruksi jalan napas atas secara umum terbagi menjadi 2 yaitu:
1) Kongenital
2) Didapat : Infektif (laringotrakeobronkitis(croup), epiglotitis), Traumatis
(terbakar/terhirup asap, inhalasi benda asing, pasca intubasi
laringospasme/neoplastik edema).
Faktor risiko terjadinya stridor diantaranya bayi dan anak-anak dengan jalan napas
sempit, infeksi saluran napas atas, aspirasi benda asing, massa jalan napas, anomali jalan
napas kongenital.20
Ada banyak penyebab stridor pada populasi dewasa dan anak-anak. Pasien anak-
anak lebih cenderung memiliki penyebab kongenital dari stridor, tetapi semua kelompok
usia mungkin mengalami stridor sekunder akibat trauma, inflamasi, neoplasma, polip,
atau papiloma, dan benda asing. Anomali kongenital yang umum meliputi laringomalasia,
kelumpuhan pita suara asli, stenosis subglotis, laringeal web dan laringeal cleft.
Hemangioma subglotis, anomali pembuluh besar, dan complete tracheal rings.
Sebagian besar kasus stridor akut disebabkan oleh gangguan inflamasi, termasuk croup,
epiglotitis, dan trakeitis. Penyebab kronis stridor lebih cenderung kongenital, neoplastik,
atau dari stenosis saluran napas. 21
Tabel 2.1 Penyebab Stridor21
a) Stenosis hidung
b) Atresia koanal (unilateral atau bilateral)
Hidung
c) Polip hidung
d) Neoplasia

a) Angina ludwig
b) Hipertrofi tonsil atau tonsilitis akut
c) Abses peritonsil
Rongga mulut atau
d) Abses parafaringeal
orofaring
e) Makroglossia
f) Retrognathia
g) Neoplasia
1

a) Laringomalasia
b) Kelumpuhan pita suara bilateral
c) Papilloma
Laring
d) Laringotrakeobronkitis (croup)
e) Epiglotitis
f) Neoplasia
a) Neoplasia
b) Stenosis subglotis
c) Anomali vaskular
d) Hemangioma
e) Complete tracheal rings
Trakea f) Fistula trakeoesofagus
g) Trakeitis
h) Trakeomalasia
i) Pembesaran tiroid
j) Benda asing
k) Neoplasia

2.3.3 Epidemiologi Stridor


Epidemiologi stridor tergantung pada penyebab asli stridor. Secara umum, stridor
lebih sering terjadi pada pediatri dibandingkan pada orang dewasa. Dengan croup
misalnya, puncak kejadiannya antara 6 bulan sampai 36 bulan, dimana ada sekitar 5
sampai 6 kasus per 100 balita. Ada juga sedikit dominasi laki-laki 1,4:1. Selain itu,
aspirasi benda asing menyumbang lebih dari 17.000 kunjungan gawat darurat per tahun di
Amerika Serikat, dengan sebagian besar kasus terjadi sebelum usia 3 tahun.2

2.3.4 Klasifikasi Stridor


Berdasarkan lokasi obstruksi, stridor dibagi menjadi 3 jenis : 21
a) Stridor Inspirasi, biasanya disebabkan oleh obstruksi pada atau di atas tingkat
pita suara yang sebenarnya.
b) Stridor Ekspirasi, biasanya terlokalisasi pada cabang trakeobronkial yang lebih
distal.
c) Stridor Bifasik, biasanya disebabkan oleh sumbatan pada pita suara asli,
biasanya pada tingkat subglotis langsung.
1

2.3.5 Patofisiologi Stridor


Stridor inspirasi merupakan stridor yang paling umum dan disebabkan oleh
obstruksi pada atau diatas cincin krikoid. Stridor bifasik (inspirasi dan ekspirasi)
disebabkan oleh obstruksi pada subglotis atau trakea.8 Stridor insipirasi menunjukkan
obstruksi ekstratoraks. Stridor ekspirasi menunjukkan obstruksi intratoraks bagian bawah
(misalnya benda asing). 21-22
Patofisiologi stridor didasarkan pada lokasi anatomi yang terlibat serta proses
penyakit yang mendasarinya. Penyempitan area supraglotis dapat terjadi dengan cepat
karena tidak ada tulang rawan di area ini. Area subglottis paling memprihatinkan pada
bayi, di mana penyempitan jalan napas minimal di sini dapat menyebabkan peningkatan
resistensi jalan napas yang dramatis.
Obstruksi di daerah ekstratoraks menyebabkan stridor inspirasi. Selama inspirasi,
tekanan intratrakeal turun di bawah tekanan atmosfer, menyebabkan kolapsnya jalan
napas.2 Obstruksi di daerah intrathoracic menyebabkan stridor ekspirasi. Selama
ekspirasi, peningkatan tekanan pleura menekan jalan napas yang menyebabkan
penurunan ukuran jalan napas di lokasi obstruksi intrathoraks.2
Stridor inspirasi dan ekspirasi terjadi karena trakeitis bakteri dan benda asing.
Laringeal web dan kelumpuhan pita suara terjadi karena obstruksi jalan napas yang
tetap, yang tidak berubah dengan pernapasan.2

2.3.6 Manifestasi Klinis Stridor


Stridor adalah suara pernapasan bernada tinggi yang tidak normal yang dapat
dinilai selama bernapas. Manifestasi klinis stridor dapat muncul bersamaan dengan gejala
lain diantaranya : 2
a) Gatal-gatal: Harus segera dievaluasi untuk anafilaksis sekunder akibat pemicu
alergi
b) Batuk: Biasanya muncul dengan croup
c) Air liur: Biasanya terlihat dengan abses retropharyngeal dan epiglottitis, atau
aspirasi benda asing

2.3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding Stridor


Stridor adalah gejala, bukan diagnosis pasti.21 Anamnesis dan pemeriksaan fisik
dilakukan dengan maksud untuk mengungkap masalah atau kondisi yang mendasarinya.
Rontgen dada dan leher, CT Scan, dan/atau MRI dapat mengungkap patologi struktural.
Bronkoskopi fiberoptik fleksibel juga bisa sangat
1

membantu terutama dalam menilai fungsi pita suara atau mencari tanda-tanda kompresi
atau infeksi. 22

Gambar 2.9 Algoritma Stridor23

Riwayat medis memberikan informasi berharga dalam evaluasi stridor. Pada


populasi pediatrik, anamnesis harus menyertakan pertanyaan tentang sianosis, kesulitan
makan, kegagalan untuk menambah berat badan, dan retraksi. Waktu timbulnya stridor,
riwayat kelahiran, prematuritas, dan kebutuhan intubasi segera saat lahir dapat membantu
mengidentifikasi penyebab stridor. Riwayat penggunaan rokok dan penyalahgunaan
ethanol pada pasien dewasa harus meningkatkan kecurigaan proses neoplastik. Faktor-
faktor yang cenderung memperburuk stridor dicatat. Ini termasuk perubahan intensitas
stridor saat dalam posisi berbeda, saat menangis, dan saat makan. Intubasi sebelumnya
atau trauma laryngotracheal dapat menyebabkan stenosis subglotis atau trakea. Adanya
demam dan riwayat onset akut mungkin signifikan untuk proses infeksi, termasuk
epiglotitis, croup, atau tracheitis. Stridor awitan baru atau stridor yang meningkat dapat
menandakan adanya gangguan jalan napas, yang membutuhkan pemeriksaan lebih cepat.
21

Pemeriksaan harus mencakup dokumentasi stridor pada fase respirasi dan apakah
terdapat retraksi suprasternal atau interkostal. Patensi hidung, rongga mulut, dan
orofaring harus diperhatikan. Tonsil dan adenoid yang besar dapat menyebabkan
obstruksi jalan napas. Leher harus dipalpasi untuk setiap massa
1

yang dapat menyebabkan kompresi ekstrinsik. Obstruksi yang signifikan dapat


menyebabkan tanda-tanda takikardia, takipnea, kebingungan, kegelisahan. Visualisasi
laring adalah yang terpenting. Laringoskopi fiberoptik fleksibel adalah modalitas yang
paling berguna dalam pemeriksaan stridor. 21
Diagnosis Banding Stridor
Beberapa penyakit yang perlu dipertimbangkan terkait dengan stridor : 20
a) Laryngomalacia (penyebab stridor paling umum stridor pada neonatus)
b) Croup (penyebab umum stridor akut pada anak usia 6 bulan sampai 2 tahun)
c) Aspirasi benda asing
d) Trakeomalasia
e) Abses peritonsil
f) Anafilaksis
g) Epiglotitis
h) Paresis pita suara (stridor bifasik)
i) Stenosis subglotis
j) Laringeal web, tumor, kista, papiloma
k) Atresia choanal
l) Laringospasme
m) Vascular rings
n) Hemangioma subglotis
Beberapa penyakit yang perlu dipertimbangkan terkait dengan stridor akut pada dewasa
dan anak-anak:3
Pada orang dewasa :
a) Infektif : supraglotitis, abses leher ruang dalam
b) Trauma : trauma laring
c) Keganasan : tumor laring dengan obstuksi kritis
d) Iatrogenik : hematoma leher pasca operassi, kelumpuhan pita suara bilateral
e) Psikogenik : paradoxical cord movement
f) Lain-lain : benda asing, anafilaksis
Pada anak-anak :
a) Infektif : viral croup, epiglotitis, abses retropharyngeal/parapharyngeal,
trakeitis
b) Lain-lain : inhalasi benda asing
1

2.3.8 Tata Laksana Stridor


Penting untuk menilai tingkat keparahan stridor, karena ini akan memandu
penatalaksanaan. 24
a) Stridor ringan, dapat muncul dengan resesi dan batuk minimal. Pasien akan dapat
makan dan minum dengan normal, dan saturasi oksigen akan normal.24
b) Stridor sedang, mungkin muncul dengan beberapa resesi subkostal dan interkostal
tetapi hanya penarikan ringan supraklavikula ke dalam. Suara stridor sering kali
keras, disertai batuk menggonggong. Saturasi oksigen sering kali normal. 24
c) Stridor berat, ditandai dnegan penarikan supraklavikula ke dalam, resesi subkostal
dan interkostal, serta berkurangnya udara yang masuk. Hati-hati, stridornya sendiri
mungkin tidak akan terdengar keras jika jalan napas terganggu. Saturasi oksigen <
92% merupakan tanda penyakit yang sangat parah. 24
Pasien dengan stridor sedang hingga berat sebaiknya tidak diberikan obat apapun
dan segera diteruskan ke spesialis THT dan tim anestesi. Sementara itu, biarkan pasien
tetap dalam posisi apapun yang paling nyaman. Dalam semua kasus, pantau saturasi
oksigen secara ruton dan titrasi oksigen sesuai kebutuhan. Salbutamol nebulisasi dapat
dipertimbangkan jika saturasi oksigen tetap rendah. Setelah mengamankan jalan napas
dan menyadarkan pasien, pengobatan harus mengatasi penyebab utamanya. Misalnya,
anak-anak yang mengalami stridor akibat epiglotitis memerlukan oksigen dan antibiotik
IV dan beberapa mungkin memerlukan steroid. 24
Pada anak-anak dengan obstruksi saluran napas atas akut dengan stridor,
pengobatan utama mungkin konservatif dengan steroid sistemik dan antibiotik. Jika hal
ini tampaknya tidak memadai, intubasi endotrakeal dapat dilakukan. Pada orang dewasa
dengan gangguan pernapasan akut, pembedahan biasanya merupakan pengobatan
pilihan.25
Jika stridor terus-menerus dan parah maka setidaknya pasien memerlukan
observasi di rumah sakit. Ketika stridor parah hadir ada kemungkinan obstruksi
pernapasan atas lengkap. Salah satu dari prosedur berikut mungkin diperlukan, tergantung
dimana keadaan darurat terjadi dan pengalaman dokter yang bersangkutan. 26
1

a) Laringotomi
Laringotomi melibatkan penempatan jarum atau pisau melalu mebran krikotiroid
(antara kartilago krikoid dan tiroid) dan menjaga agar lubang tetap terbuka. 26
b) Intubasi endotrakeal
Intubasi endotrakeal biasanya merupakan perawatan yang paling tepat di rumah
sakit. Namun, mungkin sulit atau tidak mungkin pada trauma laring, atau ketika
tumor laring/faring yang besar menajdi penyabab obstruksi jalan napas bagian atas.
Jika penyebabnya adalah benda asing, benda tersebut dapat dilihat dan dikeluarkan
pada saat melewati tabung. 26
c) Trakeostomi
Trakeostomi dilakukan jika terbukti tidak mungkin untuk mengintubasi pasien. 26

2.4 Jenis-jenis suara napas


A. Suara napas normal
Suara napas normal diklasifikasikan sebagai bronkial, vesikular, atau
bronkovesikular, yang memiliki sifat akustik berbeda berdasarkan karakteristik anatomi
lokasi di mana dilakukan auskultasi, diantaranya : 27
a) Suara bronkial (juga disebut suara tubular) biasanya muncul dari
trakeobronkial tree
b) Suara vesikular biasanya muncul dari parenkim paru yang lebih halus.
c) Suara bronkial yang keras, dan bernada tinggi biasanya terdengar di atas trakea
atau di apeks kanan. Sebagian besar terdengar selama ekspirasi. Jika terdengar di
area paru lain, suara bronkial tidak normal.
d) Bunyi bronkovesikular dapat terdengar selama inspirasi dan ekspirasi serta
memiliki nada dan intensitas mid-range. Mereka biasanya terdengar di sepertiga
atas dada anterior.
Perhatikan bahwa istilah nada tinggi dan rendah didefinisikan oleh American
Thoracic Society Committee masing-masing sebagai 400hz atau lebih besar dan 200hz
atau kurang, meskipun frekuensi sebenarnya dari suara ini mungkin melanggar aturan
resmi tersebut. 27
B. Suara Adventif
Suara adventif mengacu pada suara yang terdengar selain suara nafas yang
diharapkan yang disebutkan di atas. Suara adventif yang paling sering terdengar termasuk
crackles, ronchi, dan mengi. Stridor dan rubs juga akan dibahas di sini.27
1

Ciri pertama yang membantu dalam klasifikasi bunyi adventif adalah apakah bunyi
tersebut kontinu atau intermiten. Misalnya, ronchi dan mengi adalah suara terus menerus
sedangkan crackles tidak. Crackles dapat dihitung oleh pemeriksa sebagai peristiwa
akustik diskrit (<25ms, terputus, seperti menjatuhkan kelereng di lantai), sedangkan
ronkhi dan mengi adalah suara yang tidak dapat dipisahkan (>250ms, konstan, seperti
desingan kipas angin). Hal berikutnya yang perlu diperhatikan adalah nada: mengi dan
crackles halus bernada tinggi, sedangkan ronchi dan crackles kasar bernada rendah. 27
a) Crackles dihasilkan oleh saluran udara kecil yang terbuka saat inspirasi. Oleh
karena itu, mereka sebagian besar bersifat inspirasional. Perbedaan antara
crackles halus dan crackles kasar diyakini berasal dari ukuran jalan napas yang
terbuka (airway yang lebih besar, nada yang lebih dalam, crackles kasar).
Beberapa dibandingkan dengan memisahkan pengencang hook-and-loop
27
(misalnya, velcro).
b) Mengi dan ronkhi, yang memiliki patologi yang sama dan hanya dipisahkan oleh
nada, dihasilkan oleh kepakan saluran udara yang menyempit dan udara yang
mengalir melaluinya. Mengi adalah suara yang disebabkan oleh pergerakan udara
melalui saluran udara kecil yang menyempit, seperti bronkiolus. Ronkhi adalah
suara kasar dan keras yang disebabkan oleh penyempitan saluran udara yang
lebih besar, termasuk saluran trakeobronkial. Bunyi-bunyi ini terjadi selama
ekspirasi, atau inspirasi dan ekspirasi, tetapi tidak hanya terjadi pada inspirasi. 27
c) Stridor adalah suara bernada tinggi yang berasal dari saluran napas bagian atas
dan terjadi saat inspirasi. Itu dibedakan dari suara lain dengan intensitasnya di
leher lebih dari dada, waktu (inspirasi), dan nada (tinggi). Seperti mengi, stridor
dihasilkan oleh penyempitan saluran napas, tetapi hanya di saluran napas bagian
atas. 27
d) Rubs adalah suara kisi-kisi yang berasal dari pleura yang meradang bergesekan
satu sama lain. Biasanya lebih keras daripada suara paru-paru lainnya karena
lebih dekat ke dinding dada. Rubs biasanya terjadi selama inspirasi dan
ekspirasi. Rubs paling sering dikacaukan dengan crackles tetapi dibedakan
dengan Rubs bifasik, kualitas lokal, seringkali dengan nyeri titik di atasnya di
dinding dada. 27
2

C. Resonansi Vokal
Jaringan paru-paru normal bertindak sebagai filter low-pass yang memungkinkan
suara frekuensi rendah bergerak dengan mudah sambil menyaring suara frekuensi tinggi.
Jaringan paru patologis dapat mengirimkan suara dengan frekuensi lebih tinggi secara
lebih efisien; ini terjadi ketika paru-paru yang biasanya berisi udara ditempati oleh bahan
lain, seperti cairan. Tes yang digunakan untuk mendeteksi fenomena ini, yang dikenal
sebagai resonansi vokal, meliputi bronkofoni, egofoni, dan pectoriloquy berbisik. Untuk
mengujinya, dokter menempatkan stetoskop di atas area simetris di dada pasien dan
meminta pasien untuk berbicara. Dokter biasanya akan mendengar suara vokal yang tidak
dapat dipahami, jauh, dan teredam. Dalam bronkofoni, suara terdengar lebih dekat dan
lebih keras. Pectoriloquy menggambarkan temuan suara yang jelas dan dapat dipahami
saat pasien berbisik; biasanya tidak jelas dan tidak dapat dipahami. 27

2.5 Snoring dan Obstructive Sleep Apnea (OSA)


Nafas berisik saat tidur bisa disebabkan oleh snoring (dengkuran) atau stridor.
Waktu terjadinya pernapasan yang bising dapat memberikan pemahaman yang
mendalam. Mendengkur terjadi saat tidur, sedangkan stridor dapat terjadi saat bangun dan
tidur.28 Snoring (dengkuran) adalah suara jaringan lunak saluran napas bagian atas yang
menimbulkan hambatan (atau penyumbatan sebagian) terhadap aliran udara. Banyak
orang biasanya mendengkur saat tidur, namun mendengkur saat cedera atau sakit
seringkali mengindikasikan penurunan status mental sehingga tonus otot saluran napas
berkurang. Ini juga mengindikasikan bahwa jalan napas memerlukan bantuan agar tetap
terbuka. Sedangkan stridor biasanya disebabkan oleh pergerakan udara yang sangat
terbatas di saluran napas bagian atas. Saat udara didorong oleh tekanan melalui obstruksi
parsial, suara bernada tinggi, terkadang hampir seperti siulan, dapat terdengar. 29
Snoring sangat umum terjafi tetapi juga merupakan gejala paling umum dari OSA.
OSA terjadi ketika saluran napas bagian atas kolaps saat tidur, menyebabkan obstruksi,
hipoventilasi, dan hipoksemia. OSA telah dikaitkan dengan perkembangan atau
eksaserbasi hipertensi, penyakit arteri koroner, hipertensi pulmonal, obesitas, depresi.
Laki-laki lebih banyak menderita OSA dibandingkan perempuan. Orang dewasa dengan
OSA sering kali kelebihan berat badan. Gejala OSA termasuk mendengkur keras,
kelelahan di siang hari, sakit kepala di pagi hari (sekunder akibat hipoksemia), kebiasaan
tidur yang tidak nyenyak. 21
2

Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan kebiasaan tubuh


pasien. Rongga mulut harus diperiksa untuk mengetahui adanya hipertrofi tonsil dan
bukti adanya kelebihan jaringan palatum lunak. Ukuran dan posisi lidah harus
diperhatikan. Hidung harus diperiksa untuk mengetahui adanya sumbatan hidung. 21
Kecurigaan kuat terhadap OSA harus dikonfirmasi dengan overnigt sleep study
atau polysomnogram. Studi tidur mengukur intensitas mendengkur, adanya apnea atau
hipopnea (apnea parsial), saturasi oksigen, efisiensi tidur, dan ritme jantung. RDI
(Respiratory Distress Index) kurang dari 5 dianggap normal. RDI lebih besar dari 5
dengan atau tanpa desaturasi oksigen menunjukkan sleep apnea. Beberapa pasien
ditemukan nilai RDI normal tetapi mendengkur dengan gangguan tidur. Kondisi ini
digambarkan sebagai “upper airway resistance syndrome”. 21
Perawatan untuk OSA bisa berupa non-bedah atau bedah. Metode non- bedah
selalu diupayakan terlebih dahulu dan mencakup penurunan berat badan dan bantuan
ventilasi malam hari dengan CPAP (Continuous Positive Airway Pressure), CPAP
pada dasarnya membalut jalan napas yang kolaps agar terbuka dengan tekanan positif,
yang diberikan saat pasien mulai menghirup. 21
Ada banyak prosedur bedah untuk pengobatan OSA. Terapi bedah Gold standard
untuk OSA adalah trakeotomi. Bagi pasien dengan OSA parah dan obesitas, trakeotomi
dapat memberikan hasil yang sangat memuaskan. Prosedur yang lebih populer telah
dirancang untuk mencoba menghilangkan obstruksi saluran napas bagian atas.
Uvulopalatopharyngo-plasty paling sering digunakan dan memerlukan pengangkatan
jaringan orofaring yang berlebihan, termasuk tonsil, uvula, dan potongan palatum lunak.
Keberhasilannya bergantung pada tingkat keparahan OSA dan anatomi pasien. 21

2.6 Penyakit yang Berkaitan dengan Stridor


2.6.1 Laryngomalacia
Laryngomalacia adalah penyebab paling umum dari stridor kronis pada neonatus
dan ditandai dengan stridor inspirasi bernada tinggi yang dapat diintensifkan dengan
agitasi, makan, dan penempatan dalam posisi terlentang. Gangguan ini disebabkan oleh
ketidakmatangan kartilago laring dan biasanya terlihat pada pemeriksaan sebagai
epiglotis berbentuk omega dan lipatan floppy aryepiglottic yang sebagian menyumbat
jalan masuk laring saat inspirasi. Kunci diagnosis terletak pada anamnesis dan temuan
tipikal pada laringoskopi fiberoptik
2

fleksibel. Perawatan jarang diperlukan karena masalahnya sembuh sendiri dan sembuh
pada usia 18 bulan. Refluks gastroesofagus sangat umum terjadi karena peningkatan
gradien tekanan yang diperlukan untuk ventilasi yang memadai yang menyebabkan
peningkatan refluks asam ke kerongkongan. Ini memperburuk kondisi dengan
menyebabkan komponen refluks laringitis. 21

2.6.2 Benda Asing


Baik anak-anak maupun orang dewasa dapat terjadi inhalasi benda asing. Anak-
anak kecil akan mencoba menelan berbagai macam benda seperti koin, maink-manik, dan
bagian dari mainan. Pada orang dewasa, aspirasi biasanya dapat berupa makanan,
terutama tulang dan daging yang tidak cukup dikunyah. Hal ini lebih sering terjadi pada
orang tua. Kadang-kadang sebagian dari gigi palsu dapat terinhalasi, terutama yang
berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas.30
Riwayatnya sangat penting dan riwayat menelan atau menghirup benda asing pada
anak, meskipun nyeri, disfagia, batuk, mungkin telah menetap, harus selalu ditanggapi
dengan serius. Orang dewasa biasanya memiliki daya ingat yang, yang memudahkan
diagnosis. Tulang ikan dapat tersangkut di amandel atau pangkal lidah dengan gejala
minimal, tetapi tulang ikan kecil dapat menyebabkan pembentukan abses para dan
retropharyngeal yang tertunda. Adanya benda asing dapat dicurigai dengan pengumpulan
saliva di dalam fossa piriform atau edema yang berdekatan dari mukosa faringolaringeal.
30

Radiologi mungkin membantu tetapi tidak kritis. Tulang ikan seringkali tidak
terlihat pada radiografi polos. Studi khusus dapat membantu dalam kasus keraguan,
menggunakan CT scan atau dengan kontras dalam kasus dugaan benda asing esofagus. 30
Dalam kasus benda asing yang terhirup menyebabkan stridor parah pada neonatus
atau bayi, benda tersebut dapat dikeluarkan dengan mengaitkannya dari faring dengan jari
atau dengan membalikkan pergelangan kaki anak dengan hati- hati dan menepuk
punggungnya. Pada aaak yang lebih besar, lebih tepat untuk anak di atas lutut tenaga
kesehatan dengan kepala anak menunduk dan sekali lagi memukul anak dengan kuat di
antara bahu. Dalam kasus orang dewasa, benda asing laring yang terkena dampak dapat
terbatuk keluar menggunakan dorongan perut (sering disebut sebagai manuver heimlich).
Ini melibatkan berdiri di belakang pasien, menggenggam lengan di sekitar dada bagian
bawah, sehingga buku-buku jari dari tangan yang digenggam bersentuhan dengan
xiphisternum pasien, dan kemudian kompresi singkat dan kuat dari dada bagian bawah
dapat membantu
2

ekspirasi instan dari benda asing. Jika tidak satu pun dari tindakan darurat segera ini yang
menghilangkan benda asing dan pasien sianosis dan sangat parah, krikotiroidotomi atau
trakeostomi segera mungkin diperlukan. Dalam kasus yang kurang mendesak, dan ketika
benda asing diduga kuat, endoskopi dengan anestesi umum dapat diindikasikan.30

2.6.3 Obstruksi Saluran Napas Atas


Penyebab obstruksi saluran napas atas banyak dan bervariasi. Cara praktis untuk
memisahkannya adalah berdasarkan onset akut (berkali-kali dalam beberapa jam)
dibandingkan dengan onset kronis (berhari-hari atau lebih lama). Usia pasien juga penting
dalam membedakan penyebab obstruksi. Anomali saluran napas kongenital mendominasi
diantara anak-anak, tetapi tumor merupakan penyabab yang jauh lebih umum dari
obstruksi saluran napas pada orang dewasa, terutama pada pasien dengan faktor risiko
penggunaan tembakau dan alkohol. Lokasi obstruksi juga membedakan diagnosis. 31
Pemeriksaan fisik sangat penting untuk menilai keparahan obstruksi jalan napas
bagian atas. Pasien dapat menggunakan otot pernapasan tambahan seperti otot
sternokleidomastoid dalam segala bentuk obstruksi jalan napas. Sternal notch dan
midline neck diperiksa untuk bukti retraksi. Stridor atau pernapasan yang bising karena
aliran udara yang terhambat, adalah gejala khas dari obstruksi jalan napas bagian atas.
Kebisingan jalan napas inspirasi biasanya disebabkan oleh obstruksi di laring atau
diatasnya. Kebisingan ekspirasi dapat disebabkan oleh obstruksi distal. Obstruksi
midtrakeal subglotis dapat bermanifestasi sebagai stridor bifasik (melalui insiprasi dan
ekspirasi). 31
Dalam kasus lain dari obstruksi jalan napas, suara mungkin menjadi abnormal.
Suara serak (hoarse voice) atau suara tangisan menunjukkan keterlibatan laring. Suara
teredam (muffled voice) menunjukkan obstruksi supraglotis. Suara tangisan lemah atau
tidak adanya glottic stop menunjukkan kelumpuhan pita suara. Gejala bersamaan seperti
batuk, atau tersedak menunjukkan kondisi patologis tertentu, seperti kelumpuhan pita
suara unilateral, aspirasi, refluks gastroesofageal, atau cacat anatomi seperti sumbing
laring, atau fistula trakeoesofagus.31
2

Tabel 2.2 Penyebab Obstruksi Saluran Napas Bagian Atas31


Anak-anak
Akut Kronik
Inflamasi Supraglotis
Croup Atresia koana
Epiglotitis Stenosis
Benda asing Massa, kista
Trauma Hipertrofi adenoid dan tonsil

Glotis
Laryngomalacia
Benda asing
Kelumpuhan pita suara

Papillomatosis
Subglotis
Stenosis
Massa Benda
asing
Hemangioma

Trakea
Benda asing
Stenosis
Massa
Tracheomalacia
Kompresi vaskular

Dewasa
Akut Kronik
Inflamasi Tumor
Croup Kongenital
Supraglottitis Post trauma
Angina ludwig Inflamasi (wegener granulomatosis)
Trauma Idiopatik
Benda asing
2

Radiografi polos dapat berguna dalam skenario klinis tertentu, meskipun


sensitivitasnya bisa rendah pada banyak diagnosis obstruksi saluran napas, seperti
laringomalasia. Tampilan radiografi polos lateral lebih disukai untuk menggambarkan lesi
saluran napas supraglotis, dan tampilan posteroanterior lebih baik baik untuk
penggambaran kelainan subglotis. Pada posisi lateral, leher diekstensikan, dan radiografi
diperoleh selama inspirasi. Benda asing radioopak dapat diidentifikasi dan ditemukan. 31
Fluoroskopi menguraikan hubungan struktur bergerak seperti faring dan
menunjukkan karakteristik struktural dan dinamis yang dapat membantu dalam penilaian
seperti kemungkinan abses retropharyngeal. Lokasi benda asing yang diaspirasi dapat
dilokalisir saat mediastinum bergerak ke samping benda asing selama inspirasi.31
Endoskopi adalah pemeriksaan diagnostik definitif daluran napas bagian atas.
Pemeriksaan meliputi nasofaringoskopi dengan nasofaringoskop fiberoptik fleksibel,
yang digunakan untuk menilai jalan napas dari alae hidung hingga tingkat pita suara atau
laring subglotis.31
Bronkoskopi juga dapat dilakukan ketika trakea dan bronkus harus dievaluasi.
Sebuah bronkoskop fleksibel berguna untuk menilai aspek dinamis jalan napas bagian
atas tanpa mendistorsi kekuatan mekanik yang diperlukan untuk bronkoskopi kaku.
Nasofaringsokopi fleksibel dikombinasukan dengan bronkoskopi kaku, atau bronkoskopi
fleksibel saja, dapat digunakan untuk penilaian yang akurat dari abnormalitas seluruh
jalan napas bagian atas. 31

Tabel 2.3 Diagnosis Obstruksi Saluran Napas Bagian Atas31


Diagnosis Gejala Pemeriksaan
Stenosis glotis posterior Stridor Laringoskopi langsung
dengan palpasi aritenoid
Hemangioma subglotis Stridor Laringoskopi dan
bronkoskopi
Benda asing Stridor, pneumonia Radiografi thorax,
laringoskopi, dan
bronkoskopi kaku
dengan retraksi
Papilloma laring Suara serak, stridor Laringoskopi,
progresif bronkoskopi
2

Langkah pertama dan paling penting dalam manajemen non-bedah obstruksi jalan
napas adalah pemberian oksigen untuk meredakan hipoksia. Campuran helium-oksigen
dari 80% helium 20% oksigen dapat digunakan dalam beberapa kasus untuk untuk
sementara mendapatkan jalan napas. Campuran ini dikenal sebagai heliox, bergantung
pada densitas helium yang rendah untuk mengangkut oksigen melewati lesi yang
menghalangi laring, trakea atau bronkus. Penggunaan helium 40% telah dikaitkan dengan
peningkatan aliran gas terbesar melalui jalan napas yang menyempit, sehingga oksigen
dapat ditambahkan ke dalam camupran jika hipoksia.31
Krikotiroidotomi adalah prosedur pembedahan dengan membuat insisi mellaui
kulit dan membran krikotiroid. Prosedur yang sederhana dan cepat ini dianjurkan lebih
baik daripada trakeotomi dalam pengobatan pasien yang memerlukan intervensi jalan
napas bedah darurat. 31
2.6.4 Kelumpuhan true vocal cords
Kelumpuhan true vocal cords adalah penyebab umum dari stridor kongenital dan
biasanya terjadi saat lahir hingga usia 2 bulan. Pada bayi baru lahir, penyebabnya
biasanya adalah cedera pada saraf vagus yang terjadi saat lahir atau bisa juga akibat
kelainan SSP. Kelumpuhan unilateral lebih umum daripada kelumpuhan bilateral.
Diagnosis ditegakkan dengan laringoskopi fiberoptik fleksibel. Pemeriksaan juga meliputi
barium swallow, radiografi leher dan dada, dan konsultasi radiologi untuk menyingkirkan
penyebab kardiotoraks dari kelumpuhan vagal. Perawatan jarang diperlukan karena
sebagian besar pasien membaik atau mengkompensasi secara memadai dengan pita suara
yang berlawanan. Di samping itu, kelumpuhan pita suara bilateral bermanifestasi dengan
stridor bernada tinggi dan obstruksi saluran napas bagian atas. MRI otak harus disertakan
dalam pemeriksaan untuk menyingkirkan hidrosefalus dan malformasi Arnold-Chiari.
Intervensi saluran napas darurat dengan intubasi atau trakeotomi mungkin diperlukan. 21
Orang dewasa juga dapat terkena kelumpuhan pita suara, baik unilateral atau
bilateral. Etiologi yang mungin termasuk proses neoplastik, cedera traumatis pada saraf
laring berulang, atau penyebab idiopatik. Jika penyebabnya diketahui (misalnya terjadi
setelah operasi serviks yang mengakibatkan cedera saraf laring berulang), pemeriksaan
lebih lanjut mungkin tidak direkomendasikan. jika penyebabnya tidak jelas, pencitraan
otak, leher, dan dada disarankan untuk menyingkirkan lesi kompresif yang mempengaruhi
saraf laring rekuren. 21
2

2.6.5 Papillomatosis pernapasan berulang


Papillomatosis pernapasan berulang terjadi pada semua usia tetapi lebih sering
terjadi pada anak-anak. Ini adalah tumor jinak saluran napas yang paling umum dan
biasanya ditemukan pada pita suara asli dan daerah supraglottic dan subglottic. Agen
penyebabnya adalah HPV, biasanya subtipe 6 dan 11. Dalam kasus onset remaja, virus
dianggap diperoleh melalui jalan lahir. Kasus dewasa dianggap menular seksual. Gejala
biasanya dimulai dengan suara serak atau aphonia dan berkembang menjadi stridor dan
sypnea pada stadium penyakit selanjutnya. 21

2.6.6 Laryngotracheobronchitis (croup)


Penyebab tersering stridor akut pada populasi anak adalah croup. Virus
parainfluenza adalah penyebab paling umum dan mempengaruhi terutama daerah
subglotis tetapi juga dapat mempengaruhi bagian lain dari kompleks laringotrakeal.
Stridor bisa inspirasi atau bifasik dan sering dikaitkan dengan batuk menggonggong.
Radiografi biasanya menunjukkan penyempitan glotis yang khas yang disebabkan oleh
edema. Kelompok usia yang khas adalah 6 bulan hingga 2 tahun. Infeksi dan peradangan
biasanya sembuh sendiri dan manajemen konservatif direkomendasikan. Bukti
mendukung penggunaan rutin kortikosteroid pada kebanyakan anak dengan croup. 21
Kasus croup yang parah dapat bermanifestasi dengan gangguan pernapasan yang
signifikan atau bahkan obstruksi. Terapi pada pasien ini memerlukan rawat inap (ICU
dalam beberapa kasus), pengobatan termasuk kortikosteroid, oksigen, cairan,
humidifikasi, nebulisasi aerosol epinefrin rasemat, heliox, dan kadang-kadang intubasi.
Komplikasi dari croup meliputi obstruksi jalan napas, penumonia, edema paru, dan gagal
jantung. 21

2.6.7 Stenosis trakea subglotis


Stenosis trakea subglotis disebabkan oleh jaringan parut cicatricial pada trakea
subglotis dan dapat bersifat bawaan atau didapat. Daerah ini sering terkena karena
kartilago krikoid merupakan satu-satunya cincin lengkap di trakea dan merupakan
segmen tersempit di jalan napas. Stenosis subglotis yang didapat paling sering merupakan
akibat dari intubasi jangka panjang, dan cedera traumatis pada segmen subglotis yang
menyebabkan nekrosis tekanan dan jaringan parut selanjutnya. Stenosis subglotis dapat
terjadi pada orang dewasa atau anak-anak. Pasien dengan segmen stenotik berat yang
menyebabkan gejala pernapasan
2

yang signifikan biasanya memerlukan intervensi bedah yang mencakup pemisahan


subglotis dengan stent jangka pendek, penggunaan cangkok tulang rawan, atau
penempatan stent jangka panjang. 21

2.6.8 Complete tracheal rings


Saat otot trakea gagal berkembang, complete tracheal rings terbentuk.
Diperkirakan bahwa 80% pasien dengan complete tracheal rings akan memerlukan
intervensi bedah. Berbagai tingkat gangguan pernapasan dapat diamati pada pasien
dengan stenosis trakea atau bronkial. Hal ini dapat disertai dengan retraksi dan suara jalan
napas “washing machine”. Bergantung pada tingkat keterlibatan, stridor dapat berupa
inspirasi, ekspirasi, atau bifasik. Bronkoskopi tetap menjadi gold standard, baik kaku
atau fleksibel, untuk mendiagnosis secara akurat lokasi, tingkat keparahan dan panjang
stenosis. MRI, CT, dan ekokardiogram dapat menambah informasi tambahan tentang
anomali vaskular bersamaan, misalnya pulmonary sling. Pada pasien yang memerlukan
internvensi bedah, trakeoplasti slide telah menjadi pendekatan standar. 31

2.6.9 Trauma Laring


Trauma pada laring dapat berupa trauma tumpul atau trauma tajam akibat luka
sayat, luka tusuk dan luka tembak. Pasien trauma laring sebaiknya dirawat untuk
observasi dalam 24 jam pertama. 12
Beberapa gejala yang dialami pada pasien trauma laring diantaranya : 12
a) Stridor yang perlahan-lahan yang makin menghebat atau timbul mendadak
sesudah trauma merupakan tanda adanya sumbatan jalan napas.
b) Suara serak (disfoni) atau suara hilang (afoni) timbul bila terdapat kelainan pita
suara akibat trauma seperti edema, hematoma, laserasi atau parese pita suara.
c) Emfisema subkutis terjadi bila ada robekan mukosa laring atau trakea, atau
fraktur tulang rawan laring hingga mengakibatkan udara pernapasan akan keluar
dan masuk ke jaringan subkutis leher. Emfisema leher dapat meluas sampai ke
daerah muka, dada dan abdomen dan pada perabaan terasa sebagai krepitasi kulit.
d) Hemoptisis terjadi akibat laserasi mukosa jalan napas dan bila jumlahnya banyak
dapat menyumbat jalan napas. Perdarahan ini biasanya terjadi akibat luka tusuk,
luka sayat, luka tembak maupun luka tumpul.
2

e) Disfagia (sulit menelan) dan odinofagia (nyeri menelan) dapat timbul akibat ikut
bergeraknya laring yang mengalami cedera pada saat menelan.
Penatalaksanaan luka terbuka pada laring terutama ditujukan pada perbaikan
saluran napas dan mencegah aspirasi darah ke paru. Tindakan segera yang harus
dilakukan ialah trakeostomi dengan menggunakan kanul trakea yang memakai balon,
sehingga tidak terjadi aspirasi darah. Tindakan intubasi endotrakea tidak dianjurkan
karena dapat menyebabkan kerusakan struktur laring yang lebih parah. Setelah
trakeostomi barulah dilakukan eksplorasi untuk mencari dan mengikat pembuluh darah
yang cedera serta memperbaiki struktur laring dengan menjahit mukosa dan tulang rawan
yang robek. 12
Pada umumnya pengobatan konservatif dengan istirahat suara, humidifikasi dan
pemberian kortikosteroid diberikan pada keadaan mukosa laring yang edema, hematoma
atau laserasi ringan, tanpa adanya gejala sumbatan laring. 12
lndikasi untuk melakukan eksplorasi adalah: 12
a) Sumbatan jalan napas yang memerlukan trakeostomi
b) Emfisema subkutis yang progresif,
c) Laserasi mukosa yang luas
d) Tulang rawan krikoid yang terbuka
e) Paralisis bilateral pita suara.
Eksplorasi laring dapat dicapai dengan membuat insisi kulit horisontal Tujuannya
adalah untuk melakukan reposisi pada tulang rawan atau sendi yang mengalami fraktur
atau dislokasi, menjahit mukosa yang robek dan menutup tulang rawan yang terbuka
dengan flap atau graft kulit. Untuk menyangga lumen laring dapat digunakan bidai, alau
mold dari silastik, porteks atau silikon, yang dipertahankan selama 4 atau 6 minggu.
Penyangga tersebut biasanya berbentuk seperti huruf T sehingga disebut T tube. 12

2.6.10 Epiglotitis
Epiglotitis jarang terjadi karena imunisasi rutin untuk infeksi Hemophilus
influenza tipe B. Namun, jika dicurigai epiglotitis, itu adalah keadaan darurat medis.
Gejalanya berupa ngiler (drooling), odinofagia, demam tinggi, dan stridor berkembang
dengan cepat. Jika dicurigai epiglotitis, pendekatan tim dimulai yang bergantung pada
dukungan otolaringologi dan anestesi serta personel departemen gawat darurat.
Manipulasi faring atau pengambilan darah ditunda sampai jalan napas stabil secara
terkendali. Setelah intubasi, apusan epiglotis dan biakan darah dapat diperoleh sambil
mengkombinasikan terapi antiibiotk. 31
3

2.6.11 Supraglotitis
Supraglotitis juga terjadi pada orang dewasa, tetapi jalan napas orang dewasa yang
lebih besar dapat divisualisasikan dengan endoskopi tidak langsung atau fleksibel dengan
sedikit perhatian tentang laringosapsme daripada yang ditemukan dalam perawatan anak-
anak. Intubasi mungkin tidak perlu. Pengamatan ketat, pemberian antibiotik intravena,
dan hidrasi seringkali cukup.31

2.6.12 Abses Retrofaring


Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya abses ruang retrofaring adalah: 12
a) Infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfaadenitis retrofaring.
b) Trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau
tindakan medis, seperti adenoidektomi, intubasi endotrakea dan endoskopi.
c) Tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas (abses dingin).
Gejala utama abses retrofaring ialah rasa nyeri dan sukar menelan. Pada anak kecil,
rasa nyeri menyebabkan anak menangis terus (rewel) dan tidak mau makan atau minum.
Juga terdapat demam, leher kaku dan nyeri. Dapat timbul sesak napas karena sumbatan
jalan napas, terutama di hipofaring. Bila proses peradangan berlanjut sampai mengenai
laring dapat timbul stridor. Sumbatan oleh abses juga dapat mengganggu resonansi suara
sehingga terjadi perubahan suara. Pada dinding belakang faring tampak benjolan,
biasanya unilateral. Mukosa terlihat bengkak dan hiperemis. Pada foto Rontgen akan
tampak pelebaran ruang retrofaring lebih dari 7 mm pada anak dan dewasa serta
pelebaran retrotrakeal lebih dari 14 mm pada anak dan lebih dari 22 mm pada orang
dewasa. Selain itu juga dapat terlihat berkurangnya lordosis vertebra servikal. 12
Terapi abses retrofaring ialah dengan medikamentosa dan tindakan bedah Sebagai
terapi medikamentosa diberikan antibiotika dosis tinggi, untuk kuman aerob dan anaerob,
diberikan secara parenteral. Selain itu dilakukan pungsi dan insisi abses melalui
laringoskopi langsung dalam posisi pasien baring Trendelenburg. Pus yang keluar
segera diisap, agar tidak terjadi aspirasi. Tindakan dapat dilakukan dalam analgesia lokal
atau anestesia umum. Pasien dirawat inap sampai gejala dan tanda infeksi reda. 12
BAB III
KESIMPULAN

Stridor adalah tanda klinis penting yang terkait dengan berbagai penyebab.
Stridor adalah suatu tanda bahaya dari berbagai penyebab yang mendasarinya. Stridor
didefinisikan sebagai suara bernada tinggi yang timbul dari gangguan jalan napas pada
tingkat laring dan trakea. Stridor dapat berupa inspirasi, ekspirasi, atau bifasik. Stridor
inspirasi terlihat pada obstruksi di atas glotis (ekstratoraks) sedangkan stridor ekspirasi
terlihat pada obstruksi trakea bawah (intratoraks) dan stridor bifasik pada patologi glottis
atau supraglotik (ekstratoraks atau intratoraks). Semua pasien dengan stridor memerlukan
perhatian segera dan evaluasi penyebab yang mendasarinya. Hasilnya tergantung pada
pemahaman segera bahwa itu adalah tanda darurat jalan nafas yang mengancam jiwa,
pengobatan yang cepat dari penyebab reversibel dan pendekatan multidisiplin awal,
apakah hanya sebatas medikamentosa ataupun diperlukan intervensi pembedahan terlepas
dari penyebab yang mendasarinya.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Patnaik S, Zacharias G, Jain MK, Samantaray KK, Surapaneni SP. Etiology,


Clinical Profile, Evaluation, and Management of Stridor in Children. Indian J
Pediatr 2021;88(11):1115–20.
2. Sicari V, Zabbo CP. Stridor. 2023.
3. Miller R. Emergency Cross-cover of Surgical Specialties. Cambridge Scholars
Publishing; 2020.
4. Zochios V, Protopapas AD, Valchanov K. Stridor in adult patients presenting from
the community: An alarming clinical sign. J Intensive Care Soc 2015;16(3):272–3.
5. Haryuna S. Anestesi Umum Pada Penatalaksanaan Papiloma Laring Secara Bedah
Mikrolaringeal. Medan: USU digital library; 2004.
6. Sasaki C et al. Development, Anatomy, and Physiology of the Larynx. Ballenger’s
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 17th ed. 2009.
7. Cohen J. Anatomi dan Fisiologi Laring. Boies Buku Ajar Penyekit THT. 6th ed.
Jakarta: EGC; 2017.
8. Haydock S, Whitehead D, Fritz Z. Acute Medicine. Cambridge University Press;
2015.
9. Derkay C, Baldassari C. Recurrent Respiratory Papillomatosis. Bailey’s Head &
Neck Surgery Otolaryngology. 5th ed. 2014.
10. Derkay C, Wiatrak B. Recurrent Respiratory Papillomatosis: Review. The
Laryngoscope. 2008.
11. Novialdi RR. Diagnosis dan Penatalaksanaan Papiloma Laring pada Dewasa.
Bagian THT-KL FK UNAND/RSUP Dr.M.Djamil Padang. 2008.
12. Soepardi EA, Lskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2007.
13. Ballenger J. Anatomi Laring. Dalam: Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher. 13th ed. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994.
14. Netter F. Cartilage of Larynx Anterior View, Sagital View, Intrinsic Muscle of
Larynx. In: Interactive Atlas of Human Anatomy. Illinois: Ciba-Geigy
Corporation; 1995.
15. Loehm B, Kunduk M et al. Advanced Laryngeal Cancer. In: Johnson JT, Rosen
CA. Bailey’s Head Neck Surgery. Philadelphia: Lippincott Williams &

32
33

Wilkins; 2014.
16. Ludlow CL. Laryngeal Reflexes: Physiology, Technique, and Clinical Use. J Clin
Neurophysiol 2015;32(4):284–93.
17. Juniati SH, Yusuf M, Pawarti DR, Kristyono I. Paradigma dan Manajemen
Terkini pada Kasus Onkologi THT-KL. Airlangga University Press; 2022.
18. Swartz MH. Textbook of Physical Diagnosis. 7th ed. Philadelphia: Elsevier; 2014.
19. Robinson N, Hall G, Fawcett W. Stridor-Upper Airway Obstruction.
Cambridge University Press; 2017.
20. Young DA, Olutoye OA. Handbook of Critical Incidents and Essential Topics in
Pediatric Anesthesiology. Cambridge University Press; 2015.
21. Rakel RE. Textbook of Family Medicine. 9th ed. Saunders Elsevier; 2015.
22. Doyle JD. Anesthesia for Otolaryngologic Surgery. Cambridge University
Press; 2012.
23. Douglas CR. Algorithmic Diagnosis of Symptoms and Signs 4th Edition. 4th ed.
Lippincott Wiliiams & Wilkins; 2017.
24. Ramanathan A, Taylor AK et al. The Unofficial Guide to Medical and
Surgical Emergencies. Elsevier Health Sciences; 2022.
25. Cuschieri A, Darzi A, Rowley DI, Borley NR, Grace PA. Clinical Surgery.
Wiley; 2012.
26. Milford C, Rowlands A. Shared Care For ENT. 1st ed. CRC Press; 2021.
27. Zimmerman B, Williams D. Lung Sounds. 2023.
28. Gozal D, Kheirandish-Gozal L. Pediatric Sleep Medicine : Mechanisms and
Comprehensive Guide to Clinical Evaluation and Management 2021. Springer
International Publishing; 2021.
29. Deakin MH. Lifeline 16-911 Emergency Medical Technician (EMT-B). Lifeline
16911 Medical, Inc.; 2021.
30. O’Connell PR, McCaskie AW, Sayers RD. Bailey & Love’s Short Practice of
Surger. CRC Press; 2023.
31. Rosen CA. Bailey’s Head and Neck Surgery: Otolaryngology (Head & Neck
Surgery- Otolaryngology). 6th ed. Lippincott Wiliiams & Wilkins; 2022.

Anda mungkin juga menyukai