REFERAT II
Diajukan oleh :
Didit Yudhanto
08/308747/PKU/11904
Pembimbing:
REFERAT II
Diajukan oleh :
Didit Yudhanto
08/308747/PKU/11904
12 November 2013
Pembimbing:
Mengetahui,
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
DAFAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ..........................................................................................2
BAB II URAIAN .....................................................................................................3
A. Anatomi, Fisiologi dan Histologi Konka Inferior ........................................3
B. Hipertrofi Konka Inferior .............................................................................8
1. Definisi dan epidemiologi .....................................................................8
2. Etiologi dan patofisiologi ......................................................................8
3. Diagnosis.............................................................................................11
C. Bedah Hipertrofi Konka Inferior................................................................14
1. Reposisi konka dengan lateroposisi ....................................................15
2. Pembedahan pada hipertrofi mukosa konka........................................15
3. Pembedahan pada hipertrofi tulang konka ..........................................23
4. Pembedahan pada hipertrofi mukosa tulang konka.............................24
BAB III RINGKASAN ..........................................................................................29
ALGORITMA........................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................32
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidung tersumbat merupakan salah satu gejala yang paling sering di klinik
telinga, hidung dan tenggorokan (THT), dan hipertrofi konka inferior merupakan
(Barbieri et al., 2003). Sekitar 20% penyebab sumbatan hidung adalah hipertrofi
konka inferior. Walaupun tidak mengancam jiwa namun sumbatan hidung kronik
menyebabkan gejala yang berat seperti nafas melalui mulut, orofarings kering,
suara sengau, gangguan tidur, malaise, penurunan volume paru dan penurunan
dan tidak respon terhadap pengobatan stimulan sistem saraf simpatis, atau dapat
juga karena fibrosis. Jadi beberapa pasien refrakter terhadap medikamentosa atau
berespon sedikit dan mengeluh gejala yang menetap, sehingga pembedahan konka
1
2
aliran udara hidung antara lain, lateroposisi, konkotomi total atau parsial,
B. Perumusan Masalah
Hidung tersumbat merupakan salah satu gejala yang paling sering di klinik
THT, dan hipertrofi konka inferior merupakan penyebab yang paling sering,
C. Tujuan Penulisan
URAIAN
Konka terletak pada dinding lateral kavum nasi, terdiri atas konka inferior,
konka media, konka superior dan suprema dimana konka suprema ini rudimenter.
Diantara ketiganya yang terbesar adalah konka inferior. Secara embriologi konka
anterior (Roth dan Kennedy, 1994; Matthias et al., 1997). Segmen dari konka
dapat dibagi atas segmen anterior, media dan posterior. Segmen anterior disebut
kepala, median disebut badan dan posterior disebut ekor. (Millas et al., 2009; Lee
et al., 2009).
konduksi panas ke udara inspirasi sebelum masuk paru-paru (Millas et al., 2009;
3
4
Inervasi sensoris dibawa oleh cabang kedua nervus (n.) trigeminal melalui
parasimpatis mencapai dinding lateral kavum nasi. Saraf simpatis berasal dari
sfenopalatina menuju konka inferior (Roth dan Kennedy, 1994; Mathai, 2004).
sinus maksila. Struktur tulang konka dapat terbentuk dalam berbagai jenis, yang
paling sering pada konka inferior adalah jenis lamelar. Tidak seperti konka media,
konka bulosa jarang terjadi pada konka inferior, hanya terdapat sekitar 11 kasus
Bagian terpenting dalam resistensi hidung adalah valve (katup) hidung, yang
merupakan area tersempit kavum nasi. Kompleks katup hidung dibatasi oleh tepi
kaudal kartilago lateral dan septum di superior, kepala konka inferior di posterior
dan dasar hidung di inferior serta apertura piriformis beserta jaringan lemak
Konka inferior adalah struktur dinamis yang berperan besar pada regulasi
2). Organ ini dibawah kontrol otonom dimana pada keadaan istirahat dikontrol
hidung. Pada orang dewasa resistensi hidung berubah dari sisi ke sisi sedangkan
resistensi total tetap konstan (Roth dan Kennedy, 1994: Voigt dan Edelstein,
2005).
6
(Gambar 2). Pada keadaan membengkak, konka inferior dapat menjadi 3 kali
ukuran saat mengecil, dan dapat menyumbat hampir seluruh aliran udara bagian
bawah. Kontrol suplai darah ke mukosa melalui pembuluh arteri resistan yang
dekongesti mukosa. Pada posisi supinasi dengan peningkatan CO2 atau inhalasi
pada konka inferior lebih banyak dibanding dengan konka media. Hal tersebut
Secara histologis konka inferior terdiri atas tiga lapisan yaitu lapisan
mukosa medial dan lateral serta lapisan tulang diantaranya (Gambar 3). Mukosa
bagian medial lebih tebal dari bagian lateral. Sedangkan tulang konka lebih tebal
dibagian anterior dibandingkan dengan posterior. Rata-rata tulang ini tebalnya 1,2
diselimuti oleh dua lapis selimut mukus dan bertanggung jawab terhadap transpor
mukosiliar. Selimut mukus diproduksi oleh glandula seromukus dan sel goblet
yang berada pada bagian submukosa. Jumlah sel goblet pada konka inferior lebih
banyak jika dibanding dengan konka media. Epitel dipisahkan dengan lamina
propria oleh lamina basalis. Lamina propria bagian medial lebih tebal dari bagian
lateral. Mukosa ini berisi jaringan penunjang yang mengandung sedikit limfosit,
kelenjar seromukus, banyak sinus venosus pada dinding lateral yang tipis dan
oleh kelainan ini (Farmer dan Eccles, 2006; Rodrigues et al., 2011)
yang didapat setelah lahir. Kelainan ini dapat berupa hipertrofi mukosa,
pembesaran konka (Berger et al., 2006; Friedman dan Vidyasagar, 2006; Mrig
et al., 2009).
Persepsi aliran udara belum diketahui dengan baik, adanya reseptor aliran
semakin lega sensasi bernafas, hal ini mendukung teori bahwa sensasi udara
paling sensitif pada sensasi aliran udara ada yang menyebutkan pada
daerah yang sensitif terhadap aliran udara tersebut harus diperhatikan untuk
hipertrofi seperti disebutkan oleh Berger yaitu pada konka normal terdiri atas
periosteum dan tulang konka. Sedangkan konka yang hipertrofi secara patologi
terdapat penebalan yang bermakna pada bagian medial mukosa konka dengan
penebalan dua kali lipat. Hal ini merupakan kontribusi yang paling besar
basalis dan fibrosis pada lamina propria yang mengarah pada rangkaian
progresif dan ireversibel akhir dari inflamasi (Gambar 4). Pada keadaan ini
Gambar 4. Hasil pemeriksaan histopatologi konka inferior, hipertrofi (A) dan normal
(B); B indicates bone; IML, inferior mucosal layer; LML, lateral mucosal layer; dan
MML, medial mucosal layer (Berger et al., 2006).
tulang didapatkan dua kali lipat. Pembesaran konka pada septum deviasi untuk
melindungi kavum nasi dari kekeringan dan terbentuknya krusta karena udara
agar dilakukan operasi pada hipertrofi konka saat dilakukan koreksi deviasi
Jumlah pembuluh darah juga meningkat dengan kongesti dan dilatasi serta
didapatkan edema jaringan stroma. Jumlah sel eosinofil pada rinitis alergi
meningkat sedangkan pada rinitis non alergi didapatkan dominasi kelenjar sel
Sementara pada rinitis alergi tidak ditemukan densitas vaskular yang lebih
11
banyak. Hasil biopsi konka diperoleh lebih banyak epitel kolumnar pseudo-
ditemukan pada hipertrofi konka. (Farmer dan Eccles, 2006; Berger et al.,
2006).
propria yang mengandung sel inflamasi subepitel, sinus venosus, dan kelenjar
submukosa. Oleh karena itu target pembedahan pada hipertrofi konka adalah
pada sisi medial dan juga sisi inferior. Pada sisi inferior pembesaran ini tidak
begitu signifikan, namun reduksi pada regio inferior ini dapat dilakukan
karena: 1) kaya akan sinus venosus sehingga dapat mengurangi kongesti yang
dipertahankan karena daerah ini kaya kelenjar, tidak menganggu pada jalan
nafas, dan penting dalam menjaga kelembaban udara yang diinspirasi dan
3. Diagnosis
konka adalah hidung tersumbat. Penilaian derajat keluhan ini dapat dilakukan
secara Visual Analog Scale (VAS) dengan skala 0-10. Pada pemeriksaan fisik
12
konka inferior menurut Yanes adalah: A). konka inferior mencapai garis yang
terbentuk antara midlle nasal fosa dengan lateral hidung B). Pembesaran
konka inferior melewati sebagian dari kavum nasi C). Pembesaran konka
inferior telah mencapai nasal septum (gambar 5) (Yanes, 2008; Businco et al.,
2010).
inferior belum melewati garis koana; 2) konka inferior telah mencapai garis
hipertrofi yang lain oleh Businco adalah: derajat 1 normal, apabila konka
inferior tidak ada kontak dengan septum atau dengan dasar hidung; derajat 2
sedang, apabila terjadi kontak dengan septum dan dasar hidung; derajat 4
hipertrofi berat, jika terjadi kontak dengan septum, dasar hidung dan
13
resistensi nasal lebih dari 0,3 Pa/cm3/detik, dimana pada keadaan normal pada
nasi lebih kecil dari 0,3 cm2. Masih terdapat kontroversi hubungan
pemeriksaan fisik dengan endoskopi atau pada kecurigaan tumor dan polips.
diagnosis hipertrofi konka saja. Akan tetapi, jika pemeriksaan CT-scan sudah
ada karena alasan pemeriksaan lain, hal ini dapat memberikan informasi yang
struktural konka, hipertrofi mukosa yang telah irreversibel, hipertrofi tulang dan
pada hipertrofi yang terjadi pada mukosa bersama tulang konka. Terapi
konservatif harus menjadi pilihan pertama, pada pasien dengan alergi atau hiper-
tidak 3 bulan. Pada pasien dengan infeksi terlebih dahulu diterapi antibiotik yang
konka inferior terutama bagian anterior, yang merupakan komponen dari katup
hidung, bagian yang paling resistif pada saluran nafas atas. Dengan demikian
mukosa; 3) reduksi tulang jika perlu dan 4) komplikasi yang minimal. Namun,
tidak ada terapi tunggal yang ideal untuk semua pasien. Oleh karena itu, harus
memilih jenis prosedur terbaik yang sesuai dengan keadaan patologis pasien.
15
Killian pada tahun 1904. Teknik konservatif yang mempertahankan fungsi ini
konka yang berada pada posisi median atau pada kasus pembesaran konka
karena kompensasi dari septum deviasi. Teknik ini dilakukan pada penebalan
konka inferior kembali ke medial, sehingga keberhasilan terapi ini hanya dalam
dipakai 2 dan 2,9 mm. Bila blade mikrodebrider tidak tersedia dapat
dan bergerak maju mundur dalam gerakan menyapu (Gambar 8). Lapisan
mukosa akan kolaps dan proses dilanjutkan sampai volume reduksi yang
adekuat dicapai. Reseksi yangi lebih agresif dapat dicapai dengan memutar
tepi tajam blade menuju permukaan mukosa tetapi harus hati-hati untuk
jaringan, dan saat temperatur mencapai lebih dari 470 C, terjadi koagulasi
setelah jejas dan pada minggu ke tiga terjadi inflamasi kronis, reduksi
volume jaringan dan jaringan parut kontraktur. Hal tersebut dapat terjadi
dapat digunakan pada bagian anterior dan jika diperlukan bagian tengah
konka, dan setelah probe dilepas ditampon dengan kapas yang diberi
daripada unipolar pada reduksi jaringan, namun belum ada penelitian yang
24-72 jam. Reduksi konka terjadi dalam 3-4 minggu, dan terapi dapat
Tujuan dari teknik ini adalah merusak mukosa konka dengan kauterisasi.
terjadinya sinekia. Terapi ini juga tidak efektif untuk jangka panjang
selama satu menit dan diulang setiap satu minggu selama satu bulan.
Teknik ini dapat dilakukan pada rawat jalan. Hal ini akan mengecilkan
al., 2013).
d. Kauterisasi/diatermi submukosa
posterior konka, dan saat insersi dijaga agar tetap dekat dengan tulang
tingkat absorpsi jaringan dan energi cahaya yang digunakan. Laser dapat
dapat digunakan untuk terapi kelainan struktur anatomi pada tulang konka.
Laser yang ideal untuk reduksi konka inferior yang diharapkan adalah: 1)
sekitarnya. Saat ini terdapat 6 jenis laser yaitu laser carbon dioxide (CO2),
dosis energi yang tepat. Pemberian energi yang besar dapat mereduksi
volume yang besar pula, namun juga menimbulkan kerusakan yang luas
f. Krioterapi
yang bebas dan kemudian ke permukaan medial selama dua menit pada
dapat dilakukan dalam anastesi lokal. Tujuan dari teknik ini untuk
imun lokal yang lebih baik, dan absorpsi obat yang lebih baik melalui jalur
medial dan mengobstruksi kavum nasi atau jika hipertrofi terjadi pada
pemberian anestesi dan vasokonstriksi yang kuat pada konka dan dinding
lateral kavum nasi. Dilakukan insisi pada sisi bawah konka inferior
bagian anterior dan ditampon dengan kasa dengan vaselin dan antibiotik
Vidyasagar, 2006).
a. Konkotomi total
keringnya mukosa hidung. Juga nyeri yang lebih kuat setelah operasi
25
2003).
b. Konkotomi parsial
konka yaitu tulang dan mukosa direseksi secara lengkap sepanjang 1,5-
kepala konka. Teknik ini memberikan hasil yang baik dalam janka
sama dengan konkotomi total tetapi krusta lebih sedikit dan rinitis atrofi
chrusing and trimming. Konka pertama kali dipres dengan forsep kusus
kelateral kembali dan ditampon dengan kasa vaseline selama 1-3 hari
c. Konkoplasti inferior
berada pada area kepala konka maka teknik ini disebut juga konkoplasti
(Willat, 2009).
d. Konkoplasti submukosa
2003).
RINGKASAN
namun sumbatan hidung kronik menyebabkan gejala yang berat seperti nafas
struktural konka, hipertrofi mukosa yang telah irreversibel, hipertrofi tulang dan
pada keduanya (hipertrofi mukosa dan tulang). Terapi konservatif harus menjadi
pilihan pertama, pada pasien dengan alergi atau hiper-reaktifitas harus diterapi
dengan antihistamin atau kortikosteroid selama paling tidak 3 bulan. Pada pasien
mukosa; 3) reduksi tulang jika perlu dan komplikasi yang minimal. Namun, tidak
ada terapi tunggal yang ideal untuk semua pasien. Oleh karena itu harus memilih
pasien. Jika kelainan anatomis tulang konka berada diarah median dapat
29
30
hipertrofi tulang konka inferior dapat dilakukan dengan teknik reseksi submukosa
tulang konka. Sedangkan pilihan pembedahan untuk hipertrofi pada mukosa dan
.
31
DAFTAR PUSTAKA
TS, Draf W, Schick B, 2009. Rhinology and facial plastic surgery. Springer-
Verlag Berlin Heidelberg.
Lee KC, Lee SS, Lee JK, 2009. Medial fracturing of the inferior turbinate:effect
on the ostiomeatal unit and the uncinate process. Eur Arch
Otorhinolaryngol. 266: 857-1
Pallanch J, 2013. Turbinate Surgery: tips for success. 37th Midwinter Symposium
on Practical Surgical Challenges in Otorhinolaryngology. Diunduh dari:
www.uicentskimeeting.org/data/papers/2.5.pdf
Quinn FB, Ryan MW, Reddy SS, 2003. Turbinate dysfunction: focus on the role
of the inrferior turbinates in nasal airway obstruction. Grand Rounds
Presentations UTMB, Dept of Otolaryngol:1-11
Rodrigues MM, Dibbern RS, Oliveira LF, Marques MDO, Bella M, Paula Junior
FA, Araújo FCA, 2011. Comparison between turbinoplasty and endoscopic
turbinectomy: Efficacy and clinical parameters. Intl. Arch.
Otorhinolaryngol.15;4:426-430
34
Roth M, dan Kennedy DW, 1994. The case for inferior turbinate preservation. In
Tos M, Thomsen J, Balle V. Rhinology a state of the art. 15th European
Rhinologic Congress. Kluger Publication, Amsterdam/New York.
Scheithauer MO, 2010. Surgery of the turbinates and “empty nose” syndrome.
GMS Current Topics in Otorhinolaryngology-Head and Neck Surgery, 9:1-
28
Voigt, E.P., Edelstein, D.R., 2005. Nasal and paranasal sinus physiology. In:
Water, VDe.,Staecker, eds. Otolaryngology basic sicience and clinical
review. Thieme Medical Publisher Inc, New York USA.
Willat D, 2009. The evidence for reducing inferior turbinate. Rhinology, 47: 227-
36