ABSTRAK
Latar belakang : : Pada populasi umum, pada setiap 500-1000 kelahiran terdapat
1 bayi baru lahir dengan kerusakan pendengaran yang permanen. Pada populasi
resiko tiggi, kejadian ini dapat meningkat 10 sampai dengan 50 kali lipat. Bayi
lahir kurang bulan dan hiperbilirubinemia merupakan salah satu faktor resiko
kerusakan pendengaran. Deteksi dini penurunan pendengaran pada bayi baru lahir
sangatlah penting karena akan mempengaruhi perkembangan sosial, emosi dan
prestasi. Pemeriksaan OAE efisien untuk program skrining pendengaran bayi baru
lahir.
Tujuan : Mengetahui gambaran OAE sesuai umur gestasional dan
hiperbilitubinemia pada bayi yang dirawat di NICU RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta periode Januari 2011 sampai Juni 2011
Metode Penelitian : Cross sectional, deskriptif. Pengumpulan data secara
retrospektif, sample berasal dari data rekam medis.
Hasil : Dari 102 bayi didapatkan 49 bayi (48,04%) dengan hasil pass dan 53 bayi
(51,96%) dengan hasi refer. Pada kelompok pass, 36,73% bayi lahir dengan usia
gestasional ≤ 34 minggu dan 63,27% bayi lahir dengan usia gestasional > 34
minggu, sedangkan 44,90% mengalami hiperbilirubinemia dan 55,10% tanpa
hiperbilirubinemia. Pada kelompok refer, 35,85% bayi lahir dengan usia
gestasional ≤ 34 minggu, 64,15% lahir dengan usia gestasional >34 minggu.
30,19% mengalami hiperbilirubinemia sedangkan 67,92% tanpa
hiperbilirubinemia.
Kesimpulan : Pada hasil screening pendengaran dengan OAE di NICU RSUP dr.
Sardjito periode Januari 2011 s/d Juni 2011lebih banyak didapatkan hasil
refer.dari hasil OAE yang refer tersebbut, 36,73% lahir dengan umur gestasional
≤ 34 minggu, dan 30,19% mengalami hiperbilirubinemia.
Kata kunci :, hearing loss, screening, otoacoustic emission, preterm,
hipebilirubinemia
1
OTOACOUSTIC EMISSION TOWARD TO GESTATIONAL AGE, AND
HIPERBILIRUBINEMIA in NICU (NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT)
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
Yayan Mitayani,dr. Kartono Sudarman Sp,THT-KL(K)
Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery Departements, Medical Faculty of Gadjah Mada University/
2
A. PENDAHULUAN
Pada populasi umum, satu dari setiap 500-1000 kelahiran, didapatkan bayi
dapat meningkat 10 sampai dengan 50 kali lipat (Ohl C et al, 2009). Angka
unit (NICU) adalah sekitar 2%-4%, hampir 50 kali lipat lebih tinggi dibandingkan
kelahiran normal (Amatuzzi et al, 2001). Karena resiko yang tinggi terhadap
dikemukakan tahun 1994 dan direvisi tahun 2000 oleh Joint Comitee on Infant
mempunyai resiko kecacatan, termasuk ketulian (Leone B, 2010). Saat ini, jumlah
kelahiran bayi prematur telah meningkat, tepatnya 7-9% bayi dilahirkan sebelum
usia kandungan 37 minggu. Pada tahun 1960-an, bayi-bayi ini sulit untuk
3
keterlambatan perkembangan kognitif tergantung tingkat prematuritas (Isaacs O,
2011).
pendengaran bisa saja tidak diketahui sampai bayi berumur lebih dari satu tahun.
Jika penurunan pendengaran diketahui pada beberapa tahun kemudian, tidak akan
bicara dan bahasa. Perkembangan sosial, emosi dan prestasi di sekolah juga dapat
dalam 3 bulan pertama dan penanganan dapat dimulai sebelum umur 6 bulan,
merupakan pengukuran fisiologis respon “outer hair cell” terhadap rangsang suara
dan refer/tidak lulus), tidak invasif, mudah, tidak membutuhkan waktu lama dan
praktis sehingga efisien untuk progran skrining pendengaran bayi baru lahir
4
B. TINJAUAN PUSTAKA
vesikel terbagi menjadi komponen ventral yang menghasilkan sakulus dan duktus
secara spiral sampai akhir minggu ke delapan, saat duktus ini telah menyelesaikan
tulang rawan. Pada minggu ke sepuluh, selubung tulang rawan ini mengalami
vakuolisasi dan terbentuk dua ruang perilimfe, skala vestibuli dan skala timpani.
vestibularis dan skala timpani oleh membrana basilaris. Pada awalnya, sel-sel
epitel duktus koklearis tampak sama. Pada perkembangan selanjutnya, sel-sel ini
membentuk dua bumbungan: inner ridge yaitu bakal limbus spiralis dan uoter
ridge. Outer ridge membentuk satu baris sel rambut dalam dan tiga atau empat
baris sel rambut luar yang merupakan sel sensorik pendengaran. Sel-sel ini
dilapisi oleh membrana tektoria. Sel sensorok dan membrana tektoria bersama-
5
Telinga dalam terdiri dari koklea dan tiga buah kanalis semisirkularis.
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli
di sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala mmedia diantaranya.
Skala timpani dan skala vestibuli berisib perilimfa sedangkan skala media berisis
endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan yang
terdapat di endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli
media adalah membran basilaris. Pada membran ini terletak organ corti. Pada
skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria,
dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam,
sel rambut luar dan kanalis korti yang membentuk organ Korti (Soetirto et al,
2007).
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
membran timpani dan tingkap lonjing. Energi getar yang telah diamplifikasi ini
pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang
6
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
Telah diteliti bahwa koklea mencapai fungsi normal seperti orang dewasa
setelah usia gestasi 20 minggu. Pada masa tersebut janin dalam kandungan telah
dapat memberikan respon terhadap suara yang ada di sekitarnya, namun reaksi
perinatal dan postnatal. Kelainan pada pranatal bisa disebabkan karena faktor
trimester pertama sehingga setiap gangguan atau kelainan yang terjadi pada masa
tersebut dapat menyebabkan ketulian pada bayi. Infeksi bakteri maupun virus
Sifilis (TORCHS) dapat berakibat buruk pada bayi yang akan dilahirkan.
organogenesis dan merusak sel-sel rambut koklea seperti salisilat, kina, neomisin,
7
dihidrostreptomisin, gentamisin, barbiturat, thalidomid dan lain-lain (Suwento,
2007).
Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir juga merupakan faktor
atau virus seperti rubella, campak, parototis, infeksi otak, perdarahan pada telinga
setelah persalinan. Pada masa matenatal ditentukan dengan cara sederhana yaitu
dengan menghitung Hari Pertama Mens Terakhir (HPHT). Masa gestasi atau
umur kehamilan yaitu masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat
kelahiran dihitung dari hari pertama haid terakhir. Bayi kurang bulan (BKB)
adalah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi <37 minggu (<259 hari). Bayi
cukup bulan (BCB) adalah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi antara 37
minggu sampai dengan 42 minggu (259 hari sampai dengan 293 hari). Bayi lebih
bulan (BLB) adalah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi > 42 bulan (>294
bayi, walaupun banyak faktor lainnya seperti kernikterus, hipoksia yang lama,
tidak berhasil menentukan salah satu faktor saja, dan mengemukakan bahwa
kerusakan pendengaran. Rutlege (1969) pada suatu penelitian dari 12 telinga bayi,
8
menggambarkan suatu “presipitat homogen yang difus” dengan celah perilimfatik
pada bayi yang dilahirkan pada usia 7 bulan dengan berat 720 gram, tetapi tidak
pada suatu penelitian tentang mikropatologi koklea pada bayi preterm menemukan
bahwa terdapat bekuan darah pada telinga dalam yang berhubungan dengan
kerusakan hair cell dan hal ini diyakini akan menyebabkan kerusakan
pendengaran apabila bayi ini dapat bertahan hidup. Fakta bahwa hanya pada
telinga yang terdapat bekuan darah yang mengalami kerusakan hair cell
darah berakibat kerusakan hair cell dan merupakan faktor resiko yang besar
terhadap terjadinya kerusakan pendengaran pada bayi preterm (Slack R.W.T et al,
1986).
didokumentasikan tahun 1994 dan direvisi tahun 2000 oleh Joint Comitee on
Infant hearing (JCIH) yaitu; kelahiran prematur (umur kandunga ≤ 34 mgg), berat
penurunan pendengaran, dan asfiksia berat. Faktor lain juga telah diteliti seperti
protein yang tinggi, tetapi belum dibuktikan secara signifikan. (Ohl C et al, 2009).
9
Kegunaan pemeriksaan OAE adalah untuk menilai fungsi koklea, terutama
fungsi hair cell. Suara yang berasal dari dunia luar diproses oleh koklea menjadi
telinga. Proses ini mirip dengan peristiwa echo produk sampingan koklea ini
hanya menerima dan memproses bunyi tetapi juga dapat memproduksi energi
bunyi dengan intensitas rendah yang berasal dari sel rambut luar koklea (outer
Terdapat 2 jenis OAE yaitu (1) Spontaneus OAE dan (2) Evoked OAE.
SPOAE adalah mekanisme aktif koklea untuk memproduksi OAE tanpa harus
mempunyai SPOAE. EOAE hanya akan timbul bila diberikan stimulus akustik
yang dibedakan menjadi (1) Transient Evoked OAE (TOAE) dan (2) Distortion
Product OAE (DPOAE). Pada TOAE stimulus akustik berupa click sedangkan
refer/tidak lulus), tidak invasif, mudah, tidak membutuhkan waktu lama dan
praktis sehingga sangat efisien untuk program skrining pendengaran bayi baru
10
C. TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui gambaran OAE pada bayi yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta periode Januari 2011 sampai Juni 2011 terhadap umur gestasional,
D. METODE PENELITIAN
penelitian ini berasal dari data rekam medis pasien yang dirawat di NICU RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari 2011 – Juni 2011 yang memenuhi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :1). Bayi baru lahir yang dirawat di
NICU RSUP dr. Sardjito periode Januari – Juni 2011. 2). Dilakukan tes OAE pada
pasien ini 3). Data pada Rekam Medis tentang keadaan setelah lahir lengkap
hiperbilirubinemia.
Kriteria ekslusi meliputi penderita yang memenuhi kriteria inklusi tetapi pada
antara lain adalah : 1). Tidak berhasil dilakukan pemeriksaan OAE atau
pemeriksaan OAE tidak lengkap pada dua telinga 2). Data pada RM tentang
Variabel penelitian yang diambil adalah 1). Umur gestasional saat dilahirkan
11
D. HASIL PENELITIAN
Dari data hasi OAE yang dilakukan selama periode Januari – Juni 2011,
dari 102 sampel penelitian didapatkan 49 sampel (48,04%) dengan hasil pass dan
Pada kelompok dengan hasi pass, 18 sampel (36,73%) lahir pada usia
dilahirkan
hiperbilirubinemia
a
Ya 22 44,90%
12
Tidak 27 55,10%
Total 49 100%
Pada kelompok dengan hasil refer, 19 sampel (35,85%) lahir pada usia
dilahirkan
hiperbilirubinemia
a
Ya 16 30,19%
Tidak 37 69,81%
Total 53 100%
E. PEMBAHASAN
13
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan hasil bahwa pada bayi yang
dirawat dan dilakukan pemeriksaan OAE di NICU RSUP dr. Sardjito dadapatkan
hasil 48,04% pass dan 51,96% refer. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar
bayi di NICU mempunyai faktor resiko dari Joint Comitee on Infant Hearing
(Hille et al, 2007). Di dalam penelitian ini faktor resiko yang diteliti adalah umur
gestasional bayi saat dilahirkan dan hiperbilirubinemia pada kelompok pass dan
tinggi. Pereira (2006) dalam penelitiannya tentang hubungan ketulian dan faktor
yang signifikan secara statistik hilangnya pendengaran antara bayi baru lahir
cukup bulan dan kurang bulan. Bayi baru lahir preterm memiliki resiko SNHL
1,82 kali lebih besar daripada bayi aterm. Dikemukakan juga bahwa semakin kecil
umur gestasional (<30 minggu) dan berat badan lahir (<1500 gram), semakin
besar kemungkinan untuk gagal dalam skrining pendengaran (Pereira et al, 2006).
yang kuat antara faktor resiko perinatal dengan SNHL. Hal ini disebabkan oleh
komplikasi perinatal yang berakibat hipoksia, asidosis, dan syok yang dapat
faktor penyebab utama ketulian pada bayi preterm. Selanjutnya dijelaskan bahwa
14
Pada penelitian lain oleh Yoshikawa S (2004) dalam penelitian tentang
signifikan antara kelompok refer dan kelompok pass terhadap berat badan (<2200
gram), umur dalam kandungan, total serum bilirubin tidak berhubungan secara
berhubungan dengan ketulian, TORCH, riwayat tuli pada keluarga, umur bayi saat
dilakukan skrining, dan gabungan dari dua atau lebih faktor tersebut. Sedangkan
berat badan kurang dari 1500 gram dan kelahiran prematur kurang dari 34 minggu
desebabkan karena proporsi bayi premature yang terlalu tinggi. Hal ini juga
mengapa data yang diambil hanya bayi dengan kelahiran prematur dengan tujuan
F. KESIMPULAN
variabel yang lebih banyak, untuk tambahan pengetahuan umumnya dan untuk
mengetahui faktor resiko penurunan pendengaran pada bayi baru lahir khususnya
15
secepatnya terhadap kondisi ini. Perlu dilakukan dilakukan follow-up untuk
DAFTAR PUSTAKA
Amatuzzi MG, et al, 2001. Selective Inner hair Cell Loss in Premature Infants and
Covhlea Pathological Patterns from neonatal Intensive Care Unit Autopsis.
Arch otolaryngol Head Neck Surgery, vol 127: 629-636
Campbell K.C.M, 2010. Otoacoustic Emission. Avaiable from
http://emedicine.medscape.com/article/835943-overview
Damanik SM, 2008. Klasifikasi bayi menurut berat lahir dan masa gestasi. Buku
Ajar Neonatologi edisi pertama; 11-30
Delaney AM, 2010. Newborn Hearing Screening. Avaiable from
http://emedicine.medscape.com/article/836646-overview">
Hille E, Straaten HML, Verkerk PH. Prevalence and Independennt risk factor for
hearing loss in NICU infants. Acta Paediatrica 2007; 96:1155-1158
Isaac O, 2011. Consequences of Premature Birth. Available from
http://www2.warwick.ac.uk/knowledge/health/pretermbabies/
Leone B, 2011. Premature Birth Injury Topic of New York Cerebral Palsy
Conferences in Syracuse, Binghamton and Watertown. Available from
http://www.newyorkbirthinjurylawyerblog.com/cerebral-palsy/"
Morrisette C, 2011. What is the Newborn Hearing Test and how is it Different in
the NICU?. Available from
http://preemies.about.com/lr/nicu_discharge/1010509/1/
Ohl C, Dornier L, Czajka C, Chobaut J, Tavernier L, 2009. Newborn hearing
screening on infants at risk. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology, 73, 1691-1695.
Pereira P.K.S, Martins A.S, Vieira M.R, Azevedo M.F, 2006. Newborn Hearing
Screening Program: assosoation between Hearing loss and risk Factor. Pro
Fono revista de Atualizacao Cientifica Vol 19 No 2, maio-ago.
Sadler TW, 2006. Telinga. Langman Embriologi Kedokteran edisi 10, 18: 375-
384
Slack R.W.T, wright A, Michaels L, Frohlich S.A. Inner hair cell loss and
intracochlear clot in the preterm infant. Clin Otolaryngol 11; 443-446
Smith DP, 2009. Hearing loss in baby. Available from
"http://www.bettermedicine.com/article/hearing-loss-in-babies"
Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J, 2007. Gangguan Pendengaran. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung tenggorok Kepala & Leher, edisi keenam,
FK UI;10-22
Stennert E, Schulte F.J, Vollrath M, Brunner E, Frauenrath C, 1978. The Etiology
of Neurosensory Hearing Defects in Preterm infant, arch otolaryngol 221;
171-182.
16
Suwento R, Zizlavsky S, Hendramin H, 2007. Gangguan pendengaran pada Bayi
dan Anak. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung tenggorok Kepala &
Leher, edisi keenam, FK UI; 31-42
Yoshikawa S, Ikeda K, Kudo T, Kobayashi T, 2004. The effect of hypoxia,
premature birth, infection, ototoxic drug, circulatory system, and congenital
disease on neonatal hearing loss.
17