Anda di halaman 1dari 12

PRESENTASI KASUS

EPISTAKSIS

Presentator :
dr. Yulialdi Bimanto Heryanto Putra

Moderator :
dr. Kartono Sudarman, Sp.T.H.T.K.L. (K).

Departemen Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala Leher


Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan
Universitas Gadjah Mada/ RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
2020
PENDAHULUAN diagnosis epistaksis anterior, sementara

Epistaksis umumnya didefinisikan pasien dengan usia lanjut biasanya datang

sebagai pendarahan dari dalam hidung atau dengan epistaksis posterior (Parajuli, 2015).

rongga hidung. Tergantung pada tempat Pembagian epistaksis lainnya juga

asal perdarahan, Epistaksis dibedakan dapat dilakukan berdasarkan penyebab

menjadi epistaksis anterior 90% dan perdarahan dengan dikelompokkan menjadi

epistaksis posterior yang mencapai 6-10% sistemik dan lokal. Lokal paling sering

dalam rasio prevalensi (Buchberger et al., disebabkan oleh trauma digital dan

2018). kurangnya humidifikasi pada udara atau

Epistaksis anterior lebih sering terjadi pada daerah hidung pasien. Lokal juga

daripada epistaksis posterior karena tempat dapat disebabkan oleh operasi hidung atau

perdarahan jauh lebih mudah diakses. trauma maksilofasial (Ogle dan Dym,

Epistaksis anterior umumnya timbul dari 2012). Penyebab sistemik dapat berkaitan

pecahnya pleksus Kiesselbach yang juga dengan gangguan atau pengobatan yang

dikenal sebagai area kecil yang merupakan mengakibatkan gangguan pembekuan atau

ujung dari area anastomotik arteri. fungsi trombosit seperti gagal ginjal,

Epistaksis posterior dianggap jauh lebih NSAID, dan salisilat (Baileys, 2012).

serius karena biasanya mengeluarkan Epistaksis sangat umum terjadi

banyak darah dan menimbulkan tantangan sehingga memiliki prevalensi sekitar 60%

dalam manajemen kesulitan penanganan dan merupakan salah satu keluhan utama

dan akses tempat perdarahan (Parajuli, dalam studi otorhinolaryngology, yaitu

2015). sekitar 6-10% kasus memerlukan perhatian

Variasi umur terdistribusi dengan medis (Parajuli, 2015). Kondisi perdarahan

pada mereka yang memiliki umur <10 ini jarang memerlukan kunjungan ruang

tahun dan > 70 tahun (Reis et al., 2018). gawat darurat. Namun, episode epistaksis

Anak-anak dan dewasa muda umumnya berulang memerlukan kunjungan ruang

datang ke fasilitas kesehatan dengan gawat darurat karena mampu meningkatkan


morbiditas terutama pada orang usia tua (Beck et al., 2018).

(Chaaban et al., 2018). Dari 6-10% kasus Kanker merupakan penyebab

yang membutuhkan penanganan medis oleh kematian terbanyak kedua pada anak usia 0-

seorang profesional yaitu 1,6 / 10.000 14 tahun. Leukemia mewakili sekitar

pasien serta pada akhirnya pasien akan sepertiga dari semua kanker anak. Hal ini

dirawat di bangsal (Buchberger et al., ditandai dengan hematopoiesis yang tidak

2018). Tujuh puluh satu persen pasien rawat efektif dan atau kelainan morfologi sel

inap berusia 65 atau lebih dengan rata-rata hematopoietik. Trombositopenia adalah

lama rawat inap 3,6 hari (Beck et al., 2018). masalah umum di antara banyak jenis

Pasien dengan kebiasaan mengorek leukemia yang dapat menyebabkan

hidung dan memiliki riwayat ulserasi komplikasi hemoragik pada pasien

berulang pada rongga hidung berisiko lebih (Shahrabi et al., 2018).

tinggi mengalami epistaksis. Hipertensi Epistaksis dengan kategori darurat

adalah penyakit yang sangat umum dan lebih sering terjadi pada pria, orang tua,

sering menyebabkan epistaksis pada pasien pasien dengan komorbiditas yang

usia lanjut. Tempat perdarahan akibat mendasari, lingkungan yang selama

hipertensi biasanya berada di bagian berbulan-bulan mengalami musim dingin

posterior hidung. Faktor lain seperti batuk dan menunjukkan risiko rujukan dan rawat

berlebihan pada penyakit paru obstruktif inap yang lebih tinggi dengan

kronik (PPOK), bersin yang terlalu kuat, bertambahnya usia sebagai akibat dari

mengejan dan mengeluarkan nafas berperan populasi yang menua di negara-negara barat

berkontribusi dengan menyebabkan (Reis et al., 2018 ).

peningkatan tekanan vaskular (Maqbool Kasus epistaksis pada anak-anak

Mohammad, 2013). Faktor hematologis terutama merupakan penyebab manipulasi

seperti trombositopenia, hemofilia A dan B, digital dan jarang menjadi kasus kritis

penyakit Von Willebrand dan gagal hati (Send et al., 2019). Faktor risiko lain yang

juga dapat menjadi penyebab epistaksis diduga menjadi penyebab epistaksis adalah
perdarahan diatesis karena asupan obat anti- depan disebut nares anterior dan lubang

platelet atau antikoagulan. (Chaaban dkk., belakang disebut nares posterior (choanae).

2018). Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah

TINJAUAN PUSTAKA dinding; dinding medial, lateral, inferior


Anatomi Hidung
dan superior. Dinding medial hidung adalah
Hidung terdiri dari hidung bagian luar
septum nasi, yang dibentuk oleh tulang
atau piramid hidung dan rongga hidung.
( lamina perpendikulais os ethmoid, vomer,
Hidung luar berbentuk piramid dengan
krista nasalis os maksila dan krista nasalis
bagian-bagiannya (atas ke bawah) : pangkal
os palatina) dan tulang rawan ( kartilago
hidung (bridge), dorsum nasi, puncak
septum/lamina kuadrangularis dan
hidung, ala nasi, kolumela dan lubang
kolumela). Pada dinding lateral hidung
hidung (nares anterior). Hidung luar
terdapat 4 buah konka; konka inferior,
dibentuk dari kerangka tulang dan tulang
merupakan konka terbesar dan letaknya
rawan yang dibalut oleh kulit, jaringan ikat
paling bawah; konka media; konka superior
dan beberapa otot yang berfungsi
dan yang terkecil konka supreme. Konka
melebarkan dan menyempitkan lubang
inferior melekat pada os maksila dan labirin
hidung. Kerangka tulang terdiri dari : tulang
ethmoid, sedangkan konka media, superior
hidung (os Nasalis), prosesus frontalis os
dan supreme merupakan bagian dari labirin
maksila, dan prosesus nasalis os frontal.
ethmoid. Sedangkan dinding inferior
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri
merupakan dasar hidung yang dibentuk oleh
dari : sepasang kartilago nasalis lateralis
os maksila dan os palatum. Dinding
superior, sepasang kartilago nasalis lateralis
superior dibentuk oleh lamina kribiformis,
inferior (alar mayor), kartilago alar minor
yang memisahkan rongga tengkorak dan
5,6
dan kartilago septum.
rongga hidung.5,6
Rongga hidung atau kavum nasi
Diantara konka dan dinding lateral
berbentuk terowongan dari depan ke
hidung terdapat meatus. Meatus inferior
belakang dipisahkan oleh septum nasi.
terletak antara konka inferior dengan dasar
Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian
hidung dan dinding lateral, terdapat muara cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid

(ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus anterior, arteri labialis superior dan arteri

media terletak antara konka media dan palatina mayor, yang disebut Plexus

dinding lateral rongga hidung, terdapat bula Kiesselbach (little’s area). Pleksus

ethmoid, prosesus unsinatus, hiatus Kiesselbach letaknya superficial dan mudah

semilunaris (muara sinus frontal, sinus cedera oleh trauma, sehingga sering

maksila, dan sinus etmoid anterior) dan menjadi sumber epistaxis (pendarahan

infundulum ethmoid. Meatus superior hidung), terutama pada anak.7,10

terletak antara konka superior dan konka Vena-vena hidung mempunyai nama

media, terdapat muara sinus etmoid yang sama dengan arteri dan berjalan

posterior dan sinus sfenoid.5,6 berdampingan. Vena di vestibulum dan

Vaskularisasi Hidung struktur luar hidung bermuara ke vena

Untuk vaskularisasi bagian atas rongga optalmika yang berhubungan dengan sinus

hidung mendapat pendarahan dari arteri kavernosus. Vena-vena di hidung tidak

etmoid anterior dan posterior yang memiliki katup, sehingga merupakan faktor

merupakan cabang dari arteri oftalmika dari predisposisi untuk mudahnya penyebaran

arteri karotis interna. Bagian bawah rongga infeksi sampai ke intrakranial.7,10

hidung mendapat pendarahan dari cabang Inervasi Hidung

arteri maksilaris interna, diantaranya ialah Bagian depan dan atas rongga hidung

ujung arteri palatina mayor dan arteri mendapat persarafan sensoris dari nervus

sfenopalatina yang keluar dari foramen etmoidalis anterior, yang merupakan cabang

sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dari nervus nasosiliaris , yang berasal dari

dan memasuki rongga hidung di belakang nervus optalmikus (N. V-1). Rongga hidung

ujung posterior konka media. Bagian depan lainnya sebagian besar mendapat persarafan

hidung mendapat perdarahan dari cabang- sensoris dari nervus maksilaris melalui

cabang arteri fasialis. Pada bagian depan ganglion sfenopalatina. Ganglion

septum terdapat anastomosis dari cabang- sfenopalatina juga memberikan persarafan


vasomotor atau otonom untuk mukosa Epistaksis atau perdarahan hidung

hidung. Ganglion ini menerima serabut diawali oleh pecahnya pembuluh darah di

sensoris dari nervus maksila (N.V-2), dalam selaput mukosa hidung. Sebanyak

serabut parasimpatis dari n. petrosus 95% dari kasus epistaksis adalah epistaksis

superfisialis mayor dan serabut saraf anterior, dimana perdarahan berasal dari

simpatis dari n. petrosus profundus. Plexus Kiesselbach yang terjadi secara

Ganglion sfenopalatina terletak dibelakang spontan atau karena trauma di septum nasi.

dan sedikit di atas ujung posterior konka Beberapa literatur membagi penyebab

media. Di dalam rongga hidung juga epistaksis menjadi 2: lokal dan sistemik.

terdapat n. olfaktorius yang berfungsi Berikut ini adalah beberapa penyakit atau

sebagai saraf penghidu.5,6 kelainan yang dapat menimbulkan

Epistaksis terjadinya epistaksis.3,8

Epistaksis (nosebleed) bisa Lokal:

didefinisikan perdarahan akut dari rongga 1. Trauma

hidung atau nasofaring. Epistaksis anterior Perdarahan dapat terjadi karena

dapat berasal dari Plexus Kiesselbach, trauma ringan, misalnya mengorek

merupakan sumber perdarahan paling hidung, benturan ringan, bersin yang

sering dijumpai anak-anak. Perdarahan terlalu keras, kena pukul,

dapat berhenti sendiri (spontan) dan dapat kecelakaan, atau bisa juga akibat

dikendalikan dengan tindakan sederhana. benda asing yang tajam dan trauma

Epistaksis posterior, berasal dari arteri pembedahan. Dapat juga disebabkan

sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior, oleh spina, perdarahan terjadi di

perdarahan cenderung lebih berat dan spina itu sendiri atau mukosa konka

jarang berhenti sendiri, sehingga dapat yang berhadapan.

menyebabkan anemia, hipovolemi dan 2. Tumor

syok. Sering ditemukan pada pasien dengan Epistaksis berat sering timbul pada

penyakit kardiovaskular.1,3 angiofibroma, tumor lain penyebab


epistaksis adalah hemangioma dan 2. Kelainan Kardiovaskuler

karsinoma. Hipertensi dan kelainan

3. Infeksi lokal pembuluh darah seperti yang

Epistaksis bisa terjadi pada rhinitis terjadi pada aterosklerosis,

dan sinusitis. nefritis kronik, sirosis hepatis,

4. Kelainan Pembuluh darah lokal atau diabetes melitus bisa

Biasanya merupakan kelainan menyebabkan epistaksis.

kongenital, misalnya pembuluh 3. Infeksi sistemik

darah yang lebih leber, tipis, Yang sering menyebabkan

jaringan ikat dan sel – selnya lebih epistaksis adalah Demam

sedikit. berdarah dengue.

5. Perubahan udara dan tekanan 4. Gangguan hormonal

atmosfir. Epistaksis dapat terjadi pada

Epistaksis ringan sering terjadi bila wanita hamil dan menopause.

seorang berada di tempat yang 5. Telangiektasia hemoragik

sangat dingin atau kering. Hal-hal herediter (Osler weber rendu

serupa dapat juga disebabkan oleh disease). Merupakan penyakit

zat-zat kimia industri yang autosomal dominan yang

menyebabkan keringnya mukosa ditunjukkan dengan adanya

hidung. perdarahan berulang karena

anomali pembuluh darah.

Sistemik: 6. Obat-obatan : NSAID, aspirin,

1. Kelainan darah warfarin, agen

Misalnya Hemofilia, kemoterapeutik.

Leukemia dan berbagai 7. Defisiensi Vitamin C dan K.

macam anemia. Pada pasien epistaksis yang pasti akan

terlihat adanya perdarahan dari hidung


dengan jumlah perdarahan yang bervariasi, konsumsi obat-obatan.7

bisa sedikit atau profus sehingga Pada pemeriksaan fisik perlu

membahayakan. Perdarahan dapat keluar diperhatikan keadaan umum pasien, apakah

dari depan/anterior atau posterior (post sangat lemah ataukah ada tanda-tanda syok,

nasal), dimana darah bisa ditelan atau sebagai akibat banyaknya darah yang keluar

diludahkan pasien. Sifat perdarahan bisa bila mungkin lakukan pemeriksaan

terus-menerus (continous) atau hilang rinoskopi anterior dengan pasien dalam

timbul (intermittent). Kadangkala pasien posisi duduk untuk melakukan pemeriksaan

juga mengeluhkan adanya haemoptysis atau yang adekuat, pasien harus ditempatkan

hematemesis dan biasanya datang dengan pada ketinggian yang memudahkan

keadaan cemas. Bahkan pada kasus pemeriksaan bekerja, harus cukup untuk

perdarahan yang hebat bisa terjadi syok.8,9 menginspeksi sisi dalam hidung. Sisi

Penegakan diagnosis pada kasus anterior hidung harus diperiksa dengan

epistaksis lebih ditekankan pada kelainan spekulum hidung. Spekulum harus

atau penyakit yang mendasari, untuk itu disokong dengan jari telunjuk pada ala nasi.

diperlukan anamnesis yang teliti, Kemudian pemeriksa menggunakan tangan

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan yang satu lagi untuk mengubah posisi

penunjang. Pada anamnesis perlu kepala pasien untuk melihat semua bagian

ditanyakan apakah darah terutama mengalir hidung. Hidung harus dibersihkan dari

ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar bekuan darah dan debris secara memuaskan

dari hidung depan (anterior) bila pasien dengan alat penghisap. Lalu dioleskan

duduk tegak, lamanya perdarahan dan senyawa vasokonstriktif topikal seperti

frekuensinya, riwayat perdarahan efedrin atau kokain untuk mengerutkan

sebelumnya, riwayat gangguan perdarahan mukosa hidung. Pemeriksaan harus

dalam keluarga, hipertensi, diabetes dilakukan dalam cara teratur dari anterior

mellitus, penyakit hati, gangguan koagulasi ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung

trauma hidung yang belum lama terjadi, dan septum nasi, dinding lateral hidung dan
konka inferior harus diperiksa dengan d) Pada epistaksis anterior, jika sumber

cermat. Pemeriksaan endoskopi juga bisa perdarahan dapat dilihat dengan

dilakukan untuk melihat bleeding point.8,12 jelas, dilakukan kaustik dengan

Pemeriksaan penunjang pada pasien larutan nitras argenti 20%-30%,

epistaksis meliputi pemeriksaan darah yang asam trikloroasetat 10% atau dengan

mencakup pemeriksaan darah rutin, kimia elektrokauter. Sebelum kaustik

darah, skrining koagulopati, serta diberikan analgesia topikal terlebih

pemeriksaan radiologi pada kasus-kasus dahulu.

tertentu.5,11 e) Bila dengan kaustik perdarahan

Tujuan pengobatan epistaksis adalah anterior masih terus berlangsung,

untuk menghentikan perdarahan.12 diperlukan pemasangan tampon

a) Perbaiki keadaan umum penderita, anterior dengan kapas atau kain kasa

penderita diperiksa dalam posisi yang diberi vaselin yang dicampur

duduk kecuali bila penderita sangat betadin atau zat antibiotika. Dapat

lemah atau keadaaan syok. juga dipakai tampon rol yang dibuat

b) Pada anak yang sering mengalami dari kasa sehingga menyerupai pita

epistaksis ringan, perdarahan dapat dengan lebar kurang ½ cm,

dihentikan dengan cara duduk diletakkan berlapis-lapis mulai dari

dengan kepala ditegakkan, dasar sampai ke puncak rongga

kemudian cuping hidung ditekan ke hidung. Tampon yang dipasang

arah septum selama beberapa menit. harus menekan tempat asal

c) Tentukan sumber perdarahan perdarahan dan dapat dipertahankan

dengan memasang tampon anterior selama 1-2 hari.

yang telah dibasahi dengan f) Perdarahan posterior diatasi dengan

adrenalin dan pantokain/lidokain, pemasangan tampon posterior atau

serta bantuan alat penghisap untuk tampon Bellocq, dibuat dari kasa

membersihkan bekuan darah. dengan ukuran lebih kurang 3x2x2


cm dan mempunyai 3 buah benang,

2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi

pada sisi yang lainnya. Tampon

harus menutup koana (nares

posterior).

Penatalaksanaan pada kasus epistaksis

sesuai dengan guideline dari Kelompok

Studi Rhinologi PERHATI-KL, sebagai

berikut:

LAPORAN KASUS
Seorang perempuan, usia 66 tahun

datang ke poliklinik THT RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta dengan keluhan telinga

kanan terasa penuh. Riwayat Penyakit

Sekarang : sejak 6 bula yang lalu, pasien

mengeluh telinga kanan terasa penuh serta

semakin lama semakin berat. Pasien juga

mengatakan pada telinga kanan disertai

dengan keluhan mendengung. Pasien tidak

mengeluh adanya rasa nyeri, gatal, meler,

pusing berputar dan demam. Pasien tidak

ada keluhan hidung dan tenggorok.

Riwayat penyakit dahulu : riwayat

penyakit yang sama (-), riwayat alergi

disangkal. Pasien memiliki Riwayat HT dan


terkontrol dengan Amlodipine 1x10 mg dan sinistra sama dengan pemeriksa. Kesan

Candesartan 1x16 mg. Aurikula dextra conductive hearing loss dan

Riwayat penyakit keluarga : tidak aurikula sinistra dalam batas normal.

ada yang menderita penyakit yang sama. Dari pemeriksaan

Dari pemeriksaan fisik didapatkan Audiometri dan timpanometri kesan auris

keadaan umum baik, compos mentis, gizi dextra CHL Sedang dan auris sinistra

cukup. Tekanan Darah: 142/89 MmHg, normal hearing. Berdasarkan anamnesis,

Nadi: 90x/menit, Suhu: 36,4ºC, Frekuensi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

Pernapasan: 20x/menit. Pada pemeriksaan penunjang pasien kami diagnosis dengan

THT didapatkan, pada pemeriksaan telinga Auris Dekstra Otitis Media Efusi.

kanan : pada liang telinga kanan tidak Penatalaksanaan pada pasien ini

tampak kelainan, pada pemeriksaan dengan pemberian Pseudoefedrin 3 X

otoskopi membran timpani didapatkan intak 60mg, Methypredinisolone 8mg-4mg-0,

dengan gambaran efusi serta kesan cairan di ambroxol 3x30mg. Direncanakan

belakang membran timpani. Pemeriksaan pemasangan grommet tube telinga kanan.

telinga kiri : pada inspeksi aurikula kiri Permasalahan pada kasus ini

tidak tampak ada kelainan, liang telinga kiri adalah etiologi.

tidak tampak kelainan. Pada pemeriksaan KESIMPULAN


Telah dilaporkan seorang wanita usia 66
otoskopi : membran timpani didapatkan
tahun, dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan
intak dengan reflek cahaya (+).
penunjang didiagnosa dengan Auris Dekstra
Pemeriksaan hidung dalam batas
Otitis Media Efusi . Telah diberikan terapi
normal. Pemeriksaan tenggorok dalam batas
pseudoefedrin 3 x 60mg, ambroxol 3 x
normal.
30mg dan direncanakan untuk pemasangan
Pada pemeriksaan garputala, di
grommet tube.
dapatkan tes rhinne AD (-)/ AS (+), tes

webber lateralisasi ke kanan dan tes

swabach auris dekstra memanjang dan auris


Neck Surgery 8th ed. McGraw-Hill

Medical Publishing Division, New

York 2003: 466-484.


REFERENSI
7. Khurshid Anwar, Saeed Khan. Otitis
1. Rosenfeld RM,et al. Clinical practice
media with effusion: Accuracy of
guidelines : Otitis Media Efussion.
tympanometry in detecting fluid in
Departement of Pediatric
the middle ears of children at
Otolaryngology. Brooklyn,New
myringotomies. Department of ENT
York.2004: volume 130,number 5.
and Head & Neck Surgery. PGMI
2. Thrasher RD, et al. In : Middle Ear,
Hayatabad Medical Complex,
Otitis Media Wth Effusion.
Peshawar, Pakistan. 2016
Departement of Otolaryngology-
8. Margaretha L, Ellen M Mandel.
Head Neck suergery, university of
Otitis Media in the age of
colorado school of Medicine,2007.
antimicrobial resistance. Bailey,s
3. Kenna MA,Latz AD. InfecOtitis Media
Head & Neck Surgery-
with Effusion. In: Head & Neck
Otolaryngology, 4th Edition,
Surgery Otolaryngology 4th ed.
Lippincott Williams & Wilkins.2014.
Lippincot Williams & Wilkins.

Philadelpia 2006:1265-1275

4. Liston SL, Duvall III AJ. Embriologi,

anatomi dan fisiologi telinga. Dalam:

Boies: Buku Ajar Penyakit THT edisi 6.

Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta 1997: 27-31.

5. Djaafar Z A. Kelainan Telinga

Tengah dalam Buku Ajar Ilmu

Penykit Telinga Hidung

Tenggorokan . Edisi Keenam, Jakarta

FKUI, 2007, hal 50 – 53

6. Lee KJ. Infection of the ear. In:

Essential Otolaryngology Head &

Anda mungkin juga menyukai