Anda di halaman 1dari 71

OTITIS MEDIA EFUSI

Presentator : dr. Yulialdi Bimanto Heryanto Putra

Moderator : dr. Kartono Sudarman, Sp.T.H.T.K.L. (K).

Departmen Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Bedah


Kepala-Leher
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan
Keperawatan Universitas Gadjah Mada
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
2020
Visi Program Studi Kesehatan T.H.T.K.L 2

Menjadi program studi berstandar global yang


inovatif dan unggul, serta mengabdi kepada
kepentingan bangsa dan kemanusiaan dengan
dukungan sumber daya manusia yang profesional
dan dijiwai nilai-nilai Pancasila pada tahun 2020,
Misi Program Studi Kesehatan
T.H.T.K.L 3

1. Meningkatkan kegiatan pendidikan, penelitian dan


pengabdian masyarakat berlandaskan kearifan lokal.
2. Mengembangkan sistem tata kelola Program Studi IK
THT-KL yang mandiri dan berkualitas (Good Governance).
3. Membangun kemitraan dan kerjasama dengan rumah
sakit dan seluruh pihak yang berkepentingan dalam
rangka mendukung kegiatan pendidikan, penelitian dan
pengabdian masyarakat.
PENDAHULUAN
OTITIS MEDIA EFUSI

Otitis media efusi (OME) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya cairan bening atau nonpurulen di telinga bagian tengah dengan
membran timpani yang utuh tanpa disertai adanya gejala dan tanda
inflamasi akut

Otitis media efusi (OME) adalah peradangan telinga tengah yang ditandai
dengan adanya cairan di rongga telinga tengah dengan membran timpani
intak tanpa disertai dengan tanda-tanda infeksi akut
EPIDEMIOLOGI

Otitis media efusi sering terjadi pada anak-anak, tetapi dapat juga mengenai
orang dewasa.

Angka kejadian OME pada anak yaitu sekitar 5 – 10 %. Sekitar 90% anak-
anak menderita OME pada usia sebelum sekolah, dimana usia tersering
adalah 6 bulan-4 tahun.

Rata-rata insiden OME sebesar 14%-62%, namun beberapa


penelitian lain melaporkan angka rata-rata prevalensi OME sebesar
2% - 52%

Di negara yang mempunyai 4 musim, penyakit ini di temukan dengan


insidensi yang cukup tinggi. Di negara maju, otitis media efusi adalah
salah satu penyebab hilangnya pendengaran paling umum

Sekitar 2,2 juta orang di Amerika Serikat terdiagnosa otitis media efusi (OME)
setiap tahunnya yang diperkirakan menghabiskan biaya hampir 4 milyar US
dollar.
Di Amerika Serikat, 90% anak usia di bawah 10 tahun pernah menderita OME. Insidens
OME pada usia neonatus adalah 0-12%, usia 1 tahun 12%, usia 2 tahun 7-12%, usia 3-4
tahun 2-18%, usia 5 tahun 4-17%, usia 6-8 tahun 3-9%, dan usia 8-9 tahun 0-6%.3 Di
Inggris, 80% anak-anak usia sampai 4 tahun pernah menderita OME.1 Penelitian di Arab
Saudi mendapatkan prevalensi OME 7,5% pada anak usia di bawah 8 tahun.9 Predileksi
OME adalah jumlah anak lebih dari 4 orang, pendidikan ibu hanya setingkat sekolah
dasar, tinggal di area rural, serta sering menderita OMA.9 Di Indonesia, Anggraeni R, et
al, melakukan penelitian terhadap 7005 anak sekolah usia 6 tahun hingga 15 tahun dan
mendapatkan 26 anak dengan diagnosis OME.10 Sementara Tamin mendapatkan
prevalensi OME adalah 26,7% pada anak TK dan SD
ANATOMI TELINGA
ANATOMI TELINGA TENGAH

Telinga tengah merupakan bangunan kubus yang


terdiri dari membran timpani, kavum timpani,
tuba eusthacius dan prosesus mastoideus

Elsevier, Drake, et al. Grays Anatomy for Students. 2007


Kavitas Timpani

• Suatu ruang yg terletak antara membran timpani


dan kapsul telinga dalam
• Tulang-tulang pendengaran
• Maleus
• Inkus
• Stapes
• Otot-otot timpani
• M. tensor timpani
• M. Stapedius

(Duvall,2010)
VASKULARISASI
TELINGA TENGAH
• Vaskularisasi telinga tengah dan mastoid  Cabang arteri
karotis eksterna, arteri karotis interna, & arteri basilaris.
• Arteri timpanik inferior (arteri karotis eksterna)  arteri
faringeal ascenden  ke kavum timpani melalui kanalikulus
timpani inferior bersama nervus Jacobson.
• Pembuluh darah lain cabang dari arteri karotis eksterna 
anastomose  memperdarahi telinga tengah, yaitu arteri
timpanik anterior, arteri aurikularis profunda, arteri mastoid,
arteri stilomastoid, arteri petrosus superfisialis, arteri
timpanik superior, & arteri tubarius.

Bailey, 2006. Grays, 2007.


INNERVASI TELINGA
TENGAH

• Cabang timpanik (nervus Jacobson)


ganglion inferior nervus
glosofaringeus  kavum timpani
melalui kanalikulus timpanik inferior
bersama arteri timpanik inferior 
saraf sensorik

• Serabut saraf tersebut 


promontorium dan dinding medial
kavum timpanik  bergabung
dengan nervus karotikotimpanik
(serabut simpatetik pleksus
perikarotis) setinggi foramen
rotundum  nervus petrosus
superfisialis minor.
Bailey, 2006. Grays, 2007.
MEMBRAN TIMPANI

• berbentuk elips, tipis, dan • Ketebalan rata-rata : 0.074


semi transparan mm
• Hampir lonjong • Paling tebal : 0,09 mm,
anterosuperior
• Batas KAE  kavum
• Paling tipis : 0,055 mm,
timpani
posterosuperior
• oblik  sumbu liang
telinga
•  rata-rata 1 cm
• Terpanjang  antero-
inferior ke supero posterior

Lalwani AK, 2007


MEMBRAN TIMPANI

Dibagi 4 kuadran :
1. Anterosuperior
2. Anteroinferior
3. Posterosuperior
4. Posteroinferior

Ballenger, 2002
MEMBRAN TIMPANI

Dibagi 2 bagian :
• Pars flaksida (membrana
Shrapnelli)
• Pars tensa
1. Epitel berlapis gepeng
2. Subepitel
jaringan penyambung 
p.d. & saraf >>, bula
3. Fibrosa (lamina propria)
radier & sirkuler
4. Submukosa
p.d. & saraf <<
5. Epitel kuboid simpleks
Kotikoski M, 2004
ANATOMI TUBA
EUSTHACIUS
ANATOMI TUBA
EUSTHACIUS

• Tuba Eustachius menghubungkan antara telinga tengah dan


nasofaring.
• Pada orang dewasa, ukuran tuba eustachius lebih panjang
daripada pada bayi atau anak kecil. Penambahan panjang
biasanya terjadi sebelum usia 6 tahun dan panjang rata-rata
sekitar 31-38 mm.
• Pada dewasa tuba Eustachius berada pada sudut 45º dari
bidang horizontal sedangkan pada bayi hanya 10º.

Elsevier, Drake, et al. Grays Anatomy for Students. 2007


ANATOMI TUBA
EUSTHACIUS
• Tuba Eustachius dibagi menjadi 2 bagian:
1) Bagian tulang (sepertiga bagian yang dekat dengan
telinga tengah),
2) Bagian kartilago (duapertiga bagian sisanya.

• Secara umum, tuba Eustachius cenderung selalu menutup.


Dengan adanya kontraksi dari m. tensor veli palatini, tuba
Eustachius dapat terbuka pada saat menelan, menguap, atau
membuka rahang keseimbangan tekanan atmosfer
antara kedua ruang diantara membran timpani.

Elsevier, Drake, et al. Grays Anatomy for Students. 2007


Pars osseus ( protympanum) terletak dalam petrous portion.
 menyambung ke telinga tengah
 Pertemuan osseus dan epytimpanum : 4 mm di-
atas dasar kavum timpani.
 clearence of middle ear liquid.
 selalu terbuka

Pars kartilago :
 tertutup saat istirahat
 terbuka saat memerlukan O2, menelan, menguap,
mengunyah, test valsava  m. Tensor veli palatini 
perbedaan tekanan 20-40 mmHg
OTITIS MEDIA EFUSI
OTITIS MEDIA EFUSI

Otitis media efusi (OME) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya cairan bening atau nonpurulen di telinga bagian tengah dengan
membran timpani yang utuh tanpa disertai adanya gejala dan tanda
inflamasi akut

Otitis media efusi (OME) adalah peradangan telinga tengah yang ditandai
dengan adanya cairan di rongga telinga tengah dengan membran timpani
intak tanpa disertai dengan tanda-tanda infeksi akut
EPIDEMIOLOGI

Otitis media efusi sering terjadi pada anak-anak, tetapi dapat juga mengenai
orang dewasa.

Angka kejadian OME pada anak yaitu sekitar 5 – 10 %. Sekitar 90% anak-
anak menderita OME pada usia sebelum sekolah, dimana usia tersering
adalah 6 bulan-4 tahun.

Rata-rata insiden OME sebesar 14%-62%, namun beberapa


penelitian lain melaporkan angka rata-rata prevalensi OME sebesar
2% - 52%

Di negara yang mempunyai 4 musim, penyakit ini di temukan dengan


insidensi yang cukup tinggi. Di negara maju, otitis media efusi adalah
salah satu penyebab hilangnya pendengaran paling umum

Sekitar 2,2 juta orang di Amerika Serikat terdiagnosa otitis media efusi (OME)
setiap tahunnya yang diperkirakan menghabiskan biaya hampir 4 milyar US
dollar.
ETIOLOGI

• Etiologi OME bersifat multiple


• OME terjadi karena interaksi berbagai faktor host, alergi, faktor lingkungan,
dan disfungsi tuba Eustachius.
• Tekanan telinga tengah negatif, abnormalitias imunologi, atau kombinasi
kedua faktor tersebut diperkirakan menjadi faktor utama.
• Faktor penyebab lain adalah hipertrofi adenoid, adenoiditis kronik,
palatoskisis, barotrauma, dan radang penyerta seperti sinusitis atau rinitis.
• OME bisa juga terjadi saat fase resolusi OMA  Saat proses inflamasi akut
sudah sembuh, 45% pasien OMA mengalami efusi persisten setelah 1 bulan
 berkurang menjadi 10% setelah 3 bulan
PATOFISIOLOGI
• Penyebab otitis media bersifat multifaktorial yaitu disfungsi
tuba eustachius, infeksi bakteri atau virus pada telinga
tengah, peradangan nasal karena rinitis alergi atau karena
infeksi virus saluran pernafasan bagian atas.8 Pelepasan
mediator dan sitokin oleh sel mast dan sel radang lainnya
menyebabkan edema mukosa hidung dan nasofaring
sehingga terjadi obstruksi tuba eustachius (TE). Obstruksi
tuba mengakibatkan fungsi ventilasi di telinga tengah
terganggu dan timbul tekanan negatif yang terus menerus
sehingga terjadi akumulasi cairan di telinga tengah
GEJALA DAN TANDA

• Penderita OME jarang memberikan gejala sehingga pada


anak-anak sering terlambat diketahui.
• Gejala OME ditandai dengan rasa penuh dalam telinga,
terdengar bunyi berdengung yang hilang timbul atau
terus menerus, gangguan pendengaran dan rasa nyeri
yang ringan.
• OME → tidak demam / otalgia.
• Pada orang dewasa Telinga terasa tertekan/penuh,
pendengaran berkurang, Clicking, Popping
• Pada Anak-anak pendengaran kurang atau
perkembangan berbicara terlambat
GEJALA DAN TANDA

• Otitis media efusi pada anak-anak dan dewasa, sering


menderita infeksi saluran pernapasan bagian atas viral dan
akut otitis media sebelumnya
• riwayat naik pesawat dan menyelam sebelumnya.
• Pasien tanpa adanya riwayat seperti diatas harus
dievaluasi dengan hati-hati terhadap terjadinya obstruksi
ET seperti hipertrofi adenoid atau tumor nasofaring.
GEJALA DAN TANDA

Pada otoscopy dapat


terlihat:
 Cairan di belakang
membran tympani
berwarna oranye / abu-
abu
 Membran timpani bulging
/ retraksi / normal,
terdapat gelembung
udara (air bubbles) / air
fluid level.
Diagnosis
Anamnesis
(Gejala klinis, Riwayat diving / naik pesawat / Riwayat
alergi)

Pemeriksaan fisik
(Status lokalis, Otoskopi, Endoskopi Telinga)

Pemeriksaan Penunjang
(Audiometri, Timpanometri, ETF)

(Bailey, 2014)
Tatalaksana

• ASIMTOMATIS  Tidak perlu pembedahan  analgetik dan


dekongestan dapat diberikan sebagai terapi tambahan
untuk mengurangi gejala.
• Septum Deviasi yang menyebabkan gejala obstruksi perlu
dilakukan Tindakan pembedahan
• Pembedahan  Reseksi Submukosa & Septoplasti (dengan
atau tanpa Turbinoplasti)

Valsamidis et al., 2019


Penatalaksanaan
• observasi → Gejala klinis
• antibiotik
• pengobatan faktor predisposisi
• selama 6 minggu → bila keluhan masih ada → 3
bulan.
• Pemilihan operasi pada OME adalah miringotomi,
parasintesis, pemasangan pipa timpanostomi dan
adenoidektomi.
• Bila tidak ada perbaikan → tindakan miringotomi +
ventilasi tube (grommet)
TUJUAN TERAPI

• Menghilangkan gejala
• Perbaikan klinis
• Mencegah komplikasi supuratif
• Mengeringkan telinga tengah
• Mengurangi insidensi rekurensi
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
17

• Nama : Ny. B
• Umur : 66 tahun
• Jenis Kelamin : Perempuan
• No. RM : 00.54.85.92
KELUHAN UTAMA
18

Telinga kanan terasa penuh


ANAMNESIS
19

• RPS : Keluhan telinga kanan terasa penuh sejak 6 bulan yang


lalu. Keluhan penuh seperti berisi air di sebelah kanan. Pasien
sebelumnya sudah berobat ke 2 RS di Yogyakarta dan diberikan
obat selama 5 minggu tetapi tidak ada perubahan kemudian
dirujuk ke RSUP dr. Sardjito. Selama di RSUP dr. Sardjito
diberikan obat selama 2 minggu tetapi tidak ada perubahan.
• Keluhan keluar cairan pada telinga, penurunan pendengaran,
berdenging pada telinga, pusing berputar, telinga gatal dan
nyeri disangkal.
• Keluhan hidung dan tenggorokan disangkal.
• Riwayat Alergi dan Asthma disangkal.
ANAMNESIS

RPD : Riwayat trauma pada hidung disangkal, riwayat alergi disangkal. Riwayat
operasi disangkal. Riwayat HT terkontrol dengan obat Amlodipine 1x10 mg
dan Candesdartan 1x16 mg) dan riwayat DM disangkal oleh pasien
RPK : Keluhan serupa pada keluarga disangkal
Resume Anamnesis

• Hidung tersumbat
• Keluar ingus encer berwarna bening
• Nyeri hidung sebelah kanan
• Penurunan penghidu
PEMERIKSAAN FISIK

• KU baik, kesadaran compos mentis, gizi cukup.


• Tanda vital
o Tekanan Darah : 118/76 mmHg
o Nadi: 88 x/menit,
o Suhu: 36,5 0C,
o Frekuensi Pernapasan: 20x/menit
• Ambang nyeri : VAS 1-2
• Tinggi Badan : 169 cm
• Berat badan : 60 kg
Pemeriksaan Fisik
Foto Klinis Pasien
Pemeriksaan Fisik

• Pemeriksaan telinga kanan : dalam batas normal


• Pemeriksaan telinga kiri : dalam batas normal
• Pemeriksaan rhinoskopi anterior : pada kavum nasi deksra
tampak deviasi septum ke arah dextra dan pada cavum nasi
sinistra tampak hipertrofi konka inferior
• Pemeriksaan rhinoskopi posterior : tampak deviasi septum ke
arah dekstra dan pada cavum nasi sinistra tampak hipertrofi
konka inferior.
• Pemeriksaan orofaring : dalam batas normal
• Pemeriksaan laringoskopi indirek : dalam batas normal
Nasoendoskopi 2/11/2020
22
MSCT SPN
tanpa Kontras
26/10/2020
MSCT SPN
26/10/2020
DIAGNOSIS
23

Septum Deviasi
Terapi
24

Septoplasti
Masalah
25

Prognosis
DISKUSI
 Anamnesis : Hidung kanan tersumbat sejak 6 tahun yang lalu  memberat
sejak 2 tahun terakhir  Nyeri pada hidung sebelah kanan (+), terkadang
keluar ingus encer berwarna bening (+), penurunan penghidu (+), lendir di
tenggorokan (-), mimisan (-). Keluhan pada telinga dan tenggorok disangkal.
 Pemeriksaan rhinoskopi anterior : pada kavum nasi dextra tampak deviasi
septum ke arah dextra dan pada cavum nasi sinistra tampak hipertrofi konka
inferior
 Pemeriksaan rhinoskopi posterior : tampak deviasi septum ke arah dextra dan
pada cavum nasi sinistra tampak hipertrofi konka inferior.
 Pemeriksaan Nasoendoskopi :Pada cavum nasi dextra, tampak konka inferior
normal, tampak septum nasi ke arah dekstra, Pada cavum nasi sinistra, tampak
area Kompleks Osteomeatal kesan menyempit
 Pemeriksaan CT SCAN : Tampak deviasi septum lebih prominen ke arah
dekstra dan hipertrofi konka inferior sinsitra

SEPTUM DEVIASI
61
DISKUSI

ANAMNESIS TEORI
• Diagnosis Septum Deviasi • Hidung tersumbat
pada pasien ini berdasarkan merupakan keluhan tersering
anamnesis, pemeriksaan fisik pada pasien dengan deviasi
dan pemeriksaan penunjang septum hidung, diikuti oleh
• Pada anamnesis didapatkan sekret hidung, dan sakit
keluhan hidung tersumbat, kepala. pasien dengan
keluar ingus encer berwarna deviasi septum datang
bening, nyeri hidung sebelah dengan hidung tersumbat
kanan dan penurunan (85%), sakit kepala (50%),
penghidu. post nasal drip (28%), dan
sakit tenggorokan (22%).

(Salafoleanu et al, 2017)


62
DISKUSI
PEMERIKSAAN FISIK TEORI
 Pemeriksaan rhinoskopi anterior : • Pemeriksaan fisik rinoskopi
pada kavum nasi dextra tampak anterior dan endoskopi hidung
deviasi septum ke arah dextra dan
pada cavum nasi sinistra tampak merupakan pemeriksaan yang
hipertrofi konka inferior paling akurat dalam
 Pemeriksaan rhinoskopi posterior : mendiagnosis deviasi septum
tampak deviasi septum ke arah hidung.
dextra dan pada cavum nasi
sinistra tampak hipertrofi konka
inferior.
 Pemeriksaan Nasoendoskopi :Pada
cavum nasi dextra, tampak konka
inferior normal, tampak septum
nasi ke arah dekstra, Pada cavum
nasi sinistra, tampak area Kompleks
Osteomeatal kesan menyempit

(Salafoleanu et al, 2017)


63
DISKUSI

PEMERIKSAAN PENUNJANG TEORI


 Pemeriksaan CT SCAN : Tampak • CT Scan dapat memberikan
deviasi septum lebih prominen ke gambaran tiga dimensi yang
arah dekstra dan hipertrofi konka
inferior sinsitra akurat tentang deviasi septum,
tetapi pemeriksaan ini lebih
berguna dalam pemeriksaan
kelainan patologis pada hidung
seperti sinusitis daripada hanya
memeriksa deviasi septum.

Salafoleanu et al, 2017


64
DISKUSI
TERAPI TEORI
• Pasien menjalani septoplasti • Septoplasti saat ini
dan turbinoplasti dengan merupakan satu-satunya
anestesi umum. cara untuk menangani
deviasi septum hidung. Ini
tidak hanya meringankan
gejala pasien, tetapi juga
menyediakan ruang yang
luas untuk akses ke meatus
tengah selama operasi sinus
endoskopi.

65
(Li et al, 2017)
DISKUSI - TREATMENT

Septoplasti
• Operasi pelurusan Septum yang menyimpang /
tidak sesuai
• Prosedur ini melibatkan pengangkatan bagian
tulang rawan dan tulang yang menyimpang dari
septum bersama dengan taji dan punggung yang
menonjol  menanamnya kembali sesuai
kebutuhan sampai septum menempati posisi
yang sesuai di bidang median.
(Probst et al, 2016) 66
DISKUSI - TREATMENT

Septoplasti
• Prosedur THT-KL yang paling sering dilakukan  meredakan
sumbatan hidung.
• Namun, tingkat keberhasilan septoplasti primer bervariasi dari 43%
hingga 85%  yang mengindikasikan lebih dari 15% pasien
septoplasti gagal menunjukkan rekurensi gejalanya.
• Obstruksi hidung yang persisten setelah septoplasti dapat dikaitkan
dengan beberapa alasan:
- deviasi septum sisa,
- kambuhnya deviasi septum,
- gangguan katup hidung yang tidak dikenal
- manajemen hipertrofi konka yang kurang tepat, atau
- perkembangan penyakit mukosa alergi
67
(Jin et al, 2018)
Indikasi

Indikasi septoplasty  kelainan septum yang


menyebabkan keluhan subyektif dengan gangguan
fungsional pernafasan hidung.

(Bailey, 2014; Probst et al, 2016)


75
Post Operatif

• Memasukkan tampon setelah septoplasty  mengontrol


perdarahan primer  menstabilkan struktur tulang
rawan-tulang hidung, menghindari komplikasi pada
periode pasca bedah  hematoma septum, infeksi,
perkembangan abses.
• Tampon Nasal  melindungi lingkungan yang lembab
untuk meningkatkan proses fisiologis, bertindak sebagai
penghalang, dan memulai proses hemostatis dan
restoratif fisiologis.

(Velasco et al, 2011; Caglar et al, 2019)


76
Komplikasi
• Mual, muntah dan sakit tenggorokan jarang terjadi dan biasanya
hilang dalam 48 jam pertama.
• Komplikasi dari septoplasi jarang terjadi tetapi termasuk yang paling
signifikan
- Hematoma septum
- Epistaksis
- CSF bocor (Sangat Jarang)
- Sinekia
- Anosmia
- Lebih sering perforasi septum dan Saddle Nose

(Bailey, 2014; Phillips et al, 2016)


77
Komplikasi Spesifik
• Pendarahan: dapat terjadi sesekali  jika parah  tampon
hidung untuk menghentikan pendarahan
• Infeksi: dapat terjadi di kulit atau mukosa hidung atau septum
• Mati rasa: di sekitar ujung hidung atau gigi depan biasanya hanya
bersifat sementara tetapi dapat menetap
• Adhesi Nasal: (di mana konka melekat dengan septum)  dapat
diperiksa dan ditangani saat kontrol  Insiden <5%.
• Perforasi septum: (lubang di septum hidung antara sisi kiri dan
kanan) seringkali asimtomatik atau dapat menyebabkan
pengerasan kulit dan pendarahan hidung dengan volume kecil
yang intermiten  Insiden <2%.
• Perubahan penampilan luar hidung - insiden <1%
• Tidak ada perbaikan dalam aliran Udara Hidung - insiden 5%

(Phillips et al, 2016)


78
RESUME

• Telah dilaporkan seorang pria berumur 40 tahun datang


ke poli THT-KL RSUP Dr. Sardjito. Berdasarkan anamnesis
yang didapatkan mengalami hidung tersumbat, rinorhe,
nyeri pada hidung kanan dan penurunan penghidu.
• Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didiagnosis dengan Septum Deviasi.
• Pasien dilakukan tindakan Septoplasti. Dua hari setelah
menjalani septoplasti, pasien diizinkan pulang dan
selanjutnya kontrol ke Poliklinik THTKL dengan
perbaikan gejala klinis.

79
TERIMA KASIH

Mohon Asupan

Anda mungkin juga menyukai