Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

OTITIS MEDIA EFUSI PADA

IBU HAMIL G2P1A0

Disusun Oleh:
Adinda Rabiattun Adawiah, S.Ked 14061192030

Pembimbing:

dr. Saiful Bahri Bangun, Sp.THT

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT THT-


KL RSUD DOKTER SOEDARSO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


TANJUNGPURA PONTIANAK
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul:

Otitis Media Efusi Pada Ibu

Hamil G2P1A0

Disusun sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Stase

Ilmu Penyakit THT-KL RSUD Dokter

Soedarso Pontianak

Pontianak, Januari

Disetujui Oleh 2021 Penyusun

dr. Saiful Bahri Bangun, Sp.THT Adinda Rabiattun Adawiah S. Ked


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus
dengan judul “Otitis Media Efusi Pada Ibu Hamil G2P1A0”. Laporan kasus
ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan kepaniteraan klinik Stase Ilmu
Penyakit THT-KL RSUD Doktor Soedarso Pontianak.

Penulisan ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan, dukungan,


bimbingan serta dari semua pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada dr. Saiful Bahri
Bangun, Sp.THT selaku pembimbing laporan kasus di SMF Ilmu Penyakit THT-
KL RSUD Dokter Soedarso Pontianak yang telah dengan sabar memberikan
bimbingan, kritik, serta saran yang membangun. Tidak lupa rasa terima kasih
juga kami ucapkan kepada para tenaga medis dan karyawan yang telah
membantu selama kami mengikuti kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Penyakit
THT-KL Dokter Soedarso Pontianak dan juga berbagai pihak lain yang tidak
dapat kami sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekurangan, maka
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat di harapkan demi
penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya semoga penulisan ini bermanfaat bagi
banyak pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.

Pontianak, Januari 2021

Adinda Rabiattun Adawiah, S.Ked


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Otitis media efusi (OME) adalah adanya cairan pada telinga tengah di belakang
membran timpani (MT) yang utuh tanpa adanya tanda dan gejala infeksi akut
telinga.OME umumnya terjadi pada anak-anak yaitu sekitar 85 % dan 15 % pada
dewasa.1,2

Lebih kurang 80% anak-anak pernah mengalami episode OME sampai umur 10
tahun dan pada umumnya dapat mengalami resolusi spontan. Prevalensi OME pada
dewasa sangat rendah dan sering dihubungkan dengan keadaan patologi yang
mendasarinya.1-7

Meskipun banyak kasus OME sembuh spontan, tetapi 30% hingga 40%
mengalami rekurensi setelah 3 bulan dan 5% sampai 10% kasus bisa bertahan hingga 1
tahun.Sementara di Amerika Serikat, sekitar 3 hingga 4 miliar USD setiap tahunnya
dihabiskan untuk pengobatan OME. OME bisa mengakibatkan gangguan pendengaran
permanen, keterlambatan bicara, berbahasa, ketidaksempurnaan artikulasi, masalah
komunikasi, gangguan performa anak di sekolah, dan gangguan intelek. 8-10

Penderita OME jarang memberikan gejala sehingga pada anak-anak sering


terlambat diketahui. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat. 11,12

Diagnosis dan pengobatan sedini mungkin memegang peranan penting.


Keberhasilan dari penatalaksanaan ditentukan dengan mencari factor penyebab dan
mengatasinya guna mencegah akibat lanjut penyakit tersebut.13-14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Telinga

Gambar 2.1 Anatomi Telinga15


2.1.1. Telinga Luar

Telinga luar terdiri atas daun telinga, meatus auditorius


eksternus/external auditory canal (salran telinga) dan membran timpani
(tympanic membrane). Daun telinga (pinna) adalah lipatan tulang rawan elastis
berbentuk seperti ujung terompet dan dilapisi oleh kulit. Bagian tepi pinggiran
daun telinga adalah heliks; bagian inferior adalah lobulus. Ligamen dan otot
menempelkan daun telinga ke kepala. Meatus auditorius eksternus merupakan
tabung melengkung dengan panjang sekitar 2,5cm (1inch) terletak di tulang
temporal dan mengarah ke membran timpani. 15

Membran timpani merupakan sebuah kerucut yang tidak teratur,


puncaknya dibentuk oleh umbo. Membran timpani orang dewasa berdiameter
sekitar 9 mm dan membentuk sudut lancip yang berhubungan dengan dinding
inferior liang telinga luar. Anulus fibrosus dari membran timpani
mengaitkannya pada sulkus timpanikus. Selain itu, membran timpani melekat
erat pada maleus yaitu pada prosesus lateral dan umbo.16

2.1.2. Telinga Tengah

Telinga tengah adalah rongga kecil berisi udara di bagian petrosa dari
tulang temporal yang dilapisi oleh epitel. Telinga tengah dipisahkan dari telinga
luar oleh membran timpani dan dari telinga dalam oleh partisi bertulang tipis
yang berisi dua lubang kecil yang ditutupi membran yaitu jendela oval dan
jendela bundar . Struktur selanjutnya adalah tiga tulang pendegaran yang
terletak di dalam telinga tengah disebut osikulus, yang dihubungkan oleh sendi
sinovial. Tulang pendengaran tersebut dinamai sesuai bentuknya, yaitu malleus,
incus, dan stapes yang biasa disebut martil, landasan, dan sanggurdi. 15

Telinga tengah pada bagian depannya dibatasi oleh tuba Eustachius.


Tuba Eustachius meluas sekitar 35 mm dari sisi anterior rongga timpani ke sisi
posterior nasofaring dan berfungsi untuk ventilasi, membersihkan dan
melindungi telinga tengah. 16-17

Gambar 2.2 Perbedaan Anatomi Tuba Eustachius

pada anak dan dewasa17

Lapisan mukosa tuba dipenuhi oleh sel mukosiliar, penting untuk fungsi
pembersihannya. Bagian dua pertiga anteromedial dari tuba Eustachius berisi
fibrokartilaginosa, sedangkan sisanya adalah tulang. Dalam keadaan istirahat,
tuba tertutup. Pada anak, tuba lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dari
tuba orang dewasa. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di
bawah 9 bulan adalah 17,5 mm. 16-17

2.1.3. Telinga Dalam

Telinga bagian dalam terdiri dari dua divisi utama: labirin bertulang di
bagian luar yang membungkus labirin membranosa di bagian dalam. Labirin
bertulang dilapisi dengan periosteum dan mengandung perilimfe. Labirin
membranosa mengandung cairan endolimfe di dalamnya. 13

Koklea merupakan sebuah kanal spiral bertulang yang menyerupai


cangkang siput. Koklea dibagi menjadi tiga saluran: ductus cochlearis, scala
vestibuli, dan scala tympani. Ductus cochlearis (scala media) merupakan
kelanjutan dari labirin membranosa ke koklea yang berisi endolimfe. Saluran
yang berada di atas ductus cochlearis adalah scala vestibuli yang berakhir di
jendela oval, sedangkan yang berada di bawahnya adalah scala tympani, yang
berakhir di jendela bundar. 15

Organ Corti, yang terletak di atas membran basilaris di seluruh


panjangnya, mengandung sel rambut auditorik sebanyak 15.000 di dalam koklea
tersusun menjadi empat baris sejajar di seluruh panjang membran basilaris, satu
baris sel rambut dalam dan tiga baris sel rambut luar. Setiap sel rambut memiliki
100 stereocillia di bagian ujung apikal. Sel rambut bagian dalam bersinergi
dengan 90-95% dari neuron sensorik di saraf koklearis yang menyampaikan
informasi pendengaran ke otak, sedangkan sel rambut luar secara aktif dan cepat
berubah panjang sebagai respons terhadap perubahan potensial membran, suatu
perilaku yang dikenal sebagai elektromotilitas. 15

2.2. Definisi Otitis Media Efusi


Otitis media efusi (OME) adalah peradangan telinga tengah yang ditandai
dengan adanya cairan di rongga telinga tengah dengan membran timpani intak tanpa
disertai dengan tanda-tanda infeksi akut. Nama lain penyakit ini antara lain glue ear,
allergic otitis media, mucoid ear, otitis media sekretoria, otitis media non-supuratif,
dan otitis media serosa. Glue ear adalah OME persisten dengan cairan kental seperti
lem. 18-21

2.3. Epidemiologi Otitis Media Efusi


Kejadian OME pada umumnya terjadi pada anak-anak yaitu 85 %, sedangkan
pada dewasa sekitar 15 %. 4

OME sering menyerang anak usia 1 tahun hingga 3 tahun, diikuti pada usia
masuk sekolah, yaitu 4 tahun hingga 6 tahun. Sebanyak 90% anak usia 10 tahun
sekurang-kurangnya pernah mengalami satu kali episode OME. Di Inggris, OME
menjadi alasan terbesar anakanak untuk operasi dan setiap tahunnya menghabiskan
biaya sebesar 47,8 juta USD.4 Sementara di Amerika Serikat, sekitar 3 hingga 4 miliar
USD setiap tahunnya dihabiskan untuk pengobatan OME. 14,22-23

2.4. Klasifikasi Otitis Media Efusi


Otitis media terbagi atas;

(1) otitis media supuratif yaitu otitis media supuratif akut atau otitis media akut
dan otitis media supuratif kronik.

(2) otitis media non supuratif atau otitis media serosa yaitu otitis media serosa
akut (barotrauma atau aerotitis) dan otitis media serosa kronik (glue ear).

(3) otitis media spesifik seperti otitis media sifilitika atau otitis media
tuberkulosa, dan

(4) otitis media adhesiva. 24,25

2.5. Etiologi Otitis Media Efusi


Terdapat variasi etiologi OME pada anak dan dewasa. Pada anak faktor yang
menyebabkan disfungsi tuba Eustachius pada umumnya karena pembesaran adenoid,
infeksi saluran nafas atas, kelainan kongenital (misalnya labioskisis dan palatoskisis).
Sedangkan faktor alergi, barotrauma, tumor nasofaring, dan rinosinusitis merupakan
etiologi yang sering pada dewasa. 1,4, 26

Faktor lain yang menjadi predisposisi terjadinya OME adalah intubasi


nasotrakea, operasi kepala dan leher, pasca radioterapi kepala dan leher, keadaan yang
menimbulkan imunodefisiensi misalnya pada multiple myeloma, kistik fibrosis dan
HIV/AIDS. 5,7,26,27

Michael dan Andrew seperti yang dikutip oleh Tong Fai CM, dalam
penelitiannya pada 36 kasus OME dewasa didapatkan 22 % terjadi pada pasien dengan
infeksi saluran pernafasan bagian atas, 14 % sinusitis kronis, 14 % alergi, 6 %
karsinoma nasofaring dan 14 % etiologi yang lainnya. Yung MW dkk , pada
penelitiannya terhadap 53 pasien OME dewasa mendapatkan 57 % pasien memiliki
riwayat atopi dan 26,4 % sinusitis. sementara untuk bakteri dan virus penyebeb infeksi
ialah Streptokokus pneumonia, Haemophilus influenza, Moraxella kataralis dan
Adenovirus. 28

2.6. Patofisiologi Otitis Media Efusi


Disfungsi pada sistem tuba Eustachius merupakan hal yang berperan penting
dalam patogenesis penyakit pada telinga tengah. Gangguan bisa berupa gangguan
fungsi ventilasi, fungsi proteksi serta fungsi silia. 1,3

Otitis media efusi bisa disebabkan oleh gangguan fungsi ventilasi tuba
Eustachius karena adanya sumbatan pada muara atau saluran tuba. Sumbatan bisa
karena inflamasi akut atau kronis pada mukosa tuba, tumor pada nasofaring dan adanya
benda asing (tampon hidung). Sumbatan ini menimbulkan tekanan negatif pada telinga
tengah yang menyebabkan transudasi cairan serous dari kapiler telinga tengah. Selain
itu sekresi mukosa telinga tengah tidak bisa dialirkan sehingga terkumpul dalam
telinga tengah.3,4,6,27,29

2.7. Gejala dan Tanda Otitis Media Efusi


Gambar 2.3 Membran
Timpani Pada OME

Gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada Otitis media efusi dapat berupa
rasa tidak nyaman ditelinga, pendengaran menurun, telinga terasa penuh, suara diri
sendiri terdengar nyaring, gangguan tidur(jarang), nyeri apabila penyebabnya adalah
barotrauma. Pada pemeriksaan otoskopi, membran timpani tampak utuh, retraksi,
suram, dan refleks cahaya menghilang, tetapi tidak ditemukan tanda inflamasi.
Sebagian besar OME bersifat asimtomatik.21

Manifestasi klinis OME pada orang dewasa lebih jelas daripada anak-anak,
karena anakanak tidak bisa mengekspresikan keluhan yang terjadi. Adanya gangguan
pendengaran derajat ringan sampai sedang (≤ 40 dB)5,6

2.8. Diagnosis Otitis Media Efusi


Diagnosis ditegakkan secara klinis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
menggunakan alat seperti otoskop, serta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
audiologi pada OME berupa tes penala, audiometri yang dapat membuktikan adanya
gangguan pendengaran. Selanjutnya temuan otoskopi dan pemeriksaan audiologi
dikonfirmasi dengan pemeriksaan timpanometri yang dapat memeriksa secara objektif
keadaan pada telinga tengah, mobilitas MT dan adanya cairan di telinga tengah yang
ditandai dengan gambaran timpanogram adalah tipe B. Pemeriksaan ini merupakan
pemeriksaan yang obyektif dan gold standar pada OME terutama untuk OME
anak.Radiologi pada kasus OME berguna untuk konfirmasi penyebab OME misalnya
infeksi sinus paranasal dan dugaan OME karena tumor nasofaring. 1,4,5,21

2.9. Komplikasi Otitis Media Efusi


Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari OME adalah Otitis Media Akut,
timpanosklerosis, perforasi membran timpani, gangguan pendengeran dan
keseimbangan, dan keterlambatan bicara pada anak.21

2.10. Prognosis Otitis Media Efusi


Sebagian besar OME sembuh secara spontan dalam 3 bulan(50-70%), dengan
resiko OME berulang sebesar 30 % dan OME berkepanjangan (>1 Tahun) pada 5-10%
kasus.21
BAB III
PENYAJIAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 21 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Alamat : Jalan Prof. M Yamin, Kota Pontianak.

3.2. Anamnesis
3.2.1. Keluhan Utama
Nyeri telinga sebelah kanan
3.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri telinga sebelah kanan. Nyeri dirasakan
sejak 4 hari yang lalu disertai dengan rasa penurunan pendengaran dan
telinga berdengung. Pasien mengatakan keluhan terasa semakin parah
apabila mendengar suara yang sangat bising bising seperti sepeda motor.
Pasien mengatakan keluhan menjadi lebih nyaman ketika pasien berbaring
dan memiringkan kepalanya ke sisi telinga yang sakit. Pasien sedang hamil
32 minggu G2P1AO . Pasien mengatakan bahwa tidak dirasakan keluhan
lain seperti pilek (-), demam (-) dan tidak ada cairan yang keluar dari
telinga (-).

3.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan tidak pernah mengalami keluhan pada telinga
sebelumnya. Tidak ada riwayat Alergi (-), Hipertensi (-), dan DM (-).

3.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan serupa.
3.2.5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang seorang ibu rumah tangga.

3.3. Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
Tekanan Darah : 135/54 mmHg

Nadi : 92 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,4 oC
SpO2 : 99%
Berat Badan : 65 Kg
Tinggi Badan : 155 cm

3.3.2 Status Generalis


Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera


ikterik (-), injeksi konjungtiva (-),
refleks cahaya langsung (+/+),refleks
cahaya tidak langsung (+/+), pupil
isokor (3 mm/3 mm)
Telinga : Sekret (-/-), Aurikula hiperemis (-/-)

Mulut : Bibir Sianosis (-), bibir kering (-)

Hidung : Sekret (-/-), deformitas (-)

Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid


(-
), pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP
meningkat (-)

Dada : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Paru : Inspeksi : gerakan dinding dada


simetris Palpasi : fremitus taktil
kanan=kiri Perkusi : sonor di
seluruh lapang paru Auskultasi :
vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)

Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak


terlihat Palpasi : iktus kordis
teraba
Perkusi : batas pinggang jantung SIC III
linea parasternalis sinistra, batas
jantung kanan pada SIC IV linea
parasternalis dekstra, batas kiri jantung
pada ICS VI linea axillaris anterior
Auskultasi : S1,S2 reguler,
Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen : Inspeksi : simetris, hiperemis (-),
hematom (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
normal Perkusi : timpani,
pekak hepar (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), batas hepar dan
lien dalam batas normal

Ekremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)


3.3.3 Status Lokalis

Auris
Bagian Kelainan

Dextra Sinistra
Kelainan kongenital - -
Prearikula Radang dan tumor - -
Nyeri tekan tragus - -
Kelainan kongenital - -
Radang dan tumor - -
Aurikula Nyeri penarikan telinga - -
Krusta - -

Edema Hiperemis - -
Nyeri tekan Fistula - -
Retroaurikula Fluktuasi - -

Kelainan Kongenital Kulit - -


Sekret debris Normal, Normal,
Tenang Tenang
Canalis Serumen - -
Acustikus Edema - -
Externa Jaringan granulasi - -
Massa - -
Kolesteatoma - -
Bentuk retraksi Konkaf
Warna Suram Jernih
Membrana Intak + +
Timpani Cahaya + +

Pemeriksaan Telinga
3.4. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Timpanometri
Keterangan I II III
AD B B B
AS A A A

Hasil Audiometri

AC BC
AD 51 25
AS 17 -
3.5. Resume Medis
Pasien datang dengan keluhan nyeri telinga sebelah kanan. Nyeri
dirasakan sejak 4 hari yang lalu disertai dengan rasa penurunan pendengaran
dan telinga berdengung. Pasien mengatakan keluhan terasa semakin parah
apabila mendengar suara yang sangat bising bising seperti sepeda motor.
Pasien mengatakan keluhan menjadi lebih nyaman ketika pasien berbaring
dan memiringkan kepalanya ke sisi telinga yang sakit. Pasien sedang hamil
32 minggu. Pasien mengatakan bahwa tidak dirasakan keluhan lain seperti
pilek (-), demam (-) dan tidak ada cairan yang keluar dari telinga (-).
3.6. Diagnosis
Otitis Media Efusi

3.7. Tatalaksana
Medikamentosa
a. Antibiotik Sistemik (Co-Amoksiklav 625 mg 3 x 1 caps) No. XV

b. Antibiotik Topikal ( Gentamicin Sulfate 3 mg ) No. I

c. Tindakan Parasentesis

Non Medikamentosa
a. Edukasi pasien mengenai penyakit yang dialami.

b. Edukasi pasien untuk menghindari penyebab terjadinya kekambuhan


otitis media efusi pada pasien

c. Edukasi penggunaan obat yang diberikan.

d. Edukasi pasien mengenai tindakan parasentesis yang dilakukan dengan


segala risiko dan prosedur yang mesti dijalani.

e. Edukasi pasien untuk menjaga telinga yang telah dilakukan parasentesis


agar tidak kemasukan air.

f. Edukasi pasien untuk kontrol kembali pengobatan ke Rumah Sakit


apabila terjadi kekambuhan.
3.8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam


BAB IV

PEMBAHASAN
Ny.S G2P1A0 dengan keluhan nyeri telinga sebelah kanan sejak 4 hari
yang lalu. Keluhan disertai dengan rasa penurunan pendengaran dan telinga
berdengung. Pasien ini didiagnosis dengan Otitis Media Efusi. Diagnosis
ditegakkan dari gejala klinis pasien, pemeriksaan otoskopi yang menunjukan
gambaran membran timpani dekstra agak suram dan retraksi. Kemudian pada
pemeriksaan timpanometri juga menujukan grafik B pada auris dekstra yang
menujukankan adanya cairan di telinga tengah, pada hasil audiometri auris
desktra menujukan pasien mengalami tuli konduktif dengan nilai AC sebesar 51
dan BC sebesar 25. Sedangkan pada auris sinistra, baik gambaran membran
timpani, hasil audimetri, dan timpanometri menunjukan dalam batas normal.
Untuk penatalaksanaan pada pasien ini, dilakukan berbagai
pertimbangan dalam memilih terapi dan terapi yang tepat dikarena pasien
sedang hamil. Pada pasien ini diberikan terapi antibiotik sistemik dan topikal.
Antibiotik sistemik yang diberikan berupa Co-Amoksiklav 625 mg, yang terdiri
atas kandungan amoksilin 500 mg dan Clavulanic Acid 125 mg. Kemudian
pasien diberikan tindakan parasentesis atau insisi membran timpani, yaitu suatu
prosedur untuk mengeluarkan cairan patologis dari membran timpani yang
biasanya dilakukan pada pasien otitis media akut akibat infeksi bakteri atau
otitis media kronik dengan efusi. Insisi biasanya dilakukan pada dua kuadran
bawah membaran timpani yaitu, yaitu kuadran anteroinferior dan
posteroinferior. Prosedur pengeluaran cairan dilakukan dengan menggunakan
spuit dan tindakan ini biasanya hanya memerlukan waktu beberapa menit, serta
dilakukan anestesi lokal sebelumnya. Tindakan parasentesis pada pasien ini
bertujuan untuk memperbaiki pendengaran pasien dan mengurangi durasi dari
OME ,serta mencegah komplikasi OME itu sendiri. 30
Pada sebagian kasus, biasanya dapat terjadi akumulasi cairan di telinga
tengah secara berulang walaupun setelah tindakan parasentesis ini. Sehingga
diperlukan antibiotik topical atau bisa juga antibiotik sistemik. Pada pasien ini,
setelah tindakan parasentesis, pasien diberikan antibiotik topical yaitu salep
gentamisin sulfate 3 mg, untuk mencegah infeksi dan sebagai antiseptik yang
penggunaannya diberikan dengan mengoleskannya dengan tissue dan dioleskan
kedalam telinga. 30
Antibiotik sistemik yang diberikan pada pasien ini merupakan golongan
antibiotik dengan katogori B untuk Ibu Hamil. Sedangkan antibiotik topical
diberikan, yaitu gentamisin sulfate salep merupakan obat kategori C, dalam hal
ini tetap diberikan sebagai mengingat manfaat yang diperoleh akan jauh lebih
besar daripada potensi resikonya.
BAB V

KESIMPULAN

Ny.S G2P1A0 dengan keluhan nyeri telinga sebelah kanan sejak 4 hari yang
lalu. Keluhan disertai dengan rasa penurunan pendengaran dan telinga berdengung.
Pasien ini didiagnosis dengan Otitis Media Efusi. Diagnosis tersebut ditegakkan
dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan. Terapi farmakologi yang diberikan pada pasien ini berupa pemberian
antibiotik sistemik dengan kategori B dan antibiotik topical kategori C yang
diberikan setelah tindakan parasentesis atau insisi membran timpani. Terapi non-
faramakologis yang diberikan berupa edukasi kepada pasien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tong Fai CM, Hasselt VA.Otitis media with effusion in adults. In: Scott Brown’s
otorhinolaryngology head and neck surgery. Gleeson M, Browning GG, Burlan JM,
Clarke R, Hibbert J, Jonas SN editor. 7th edition. London: Edward Arnold
Publisher:2008. p.3388-93.

2. Zulkiflee S, Asma A, Philip R, Sabzah S,H,M, Sobani D,Khairulddin N,Y,K et al. A


Systematic review of management of otitis media with effusion in children. British
Journal of Med & Medical Research. 2014:4(11):2119-28

3. Healy GB, Rosbe KW. Otitis media and middle ear effusions. In: Ballenger’s
otorhinolaryngology head and neck surgery. Snow JB, Ballenger JJ,editor. 16th
edition. New York: BC Decker;2003. p.249-59.

4. Probst R. Middle ear. In: Probst R,Grevers G, Iro H. Basic Otorhinolaryngology. 1st
edition. New York. Thieme:2006.p.240- 42.

5. Nwaorgu OGB, Ibekwe TS. Classification and management challenges of otitis


media in a resource-poor country. Nigerian Journal of Clinical
Practice.2011:14:264-67

6. Qureishi A, Lee Y, Belfield K, Birchall PJ, Daniel M. Update on otitis media-


prevention and treatment. Inf and drug resistance.2014:7:15-22

7. Yung WM, Arasaratnam R. Adult-onset otitis media with effusion: results following
ventilation tube insertion. Otolaryngology journal .2001:115.p.874-78

8. Waldron CA, Jones ET, John RC, Hood K, Powell C, Roberts A, et al. Oral steroids
for the resolution of otitis media with effusion in children (OSTRICH): Study
protocol for a randomized controlled trial. Biomed Central. 2016;17:115-25. doi:
10.1186/s13063-016-1236-1

9. Evidence-based practice center systematic review protocol. Project title: Otitis


media with effusion: Comparative effectiviness of treatments. Effective Health Care
Program 2012.

10.Choung YH, Shin YR, Choi SJ, Park K, Lee JB, Han DH, et al. Management for the
children with otitis media with effusion in the tertiary hospital. Clin Experiment
Otorhinolaryngol. 2008;1(4):201-

11.Zakrzewski L, Lee DT. An algorithmic approach to otitis media with effusion. JFam
Pract. 2013;62(12):700-6.

12.Inglis AF. Gates GA. Acute Otitis Media With Effusion. Dalam: Cummings,
Otolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi ke-4. Philadelphia: Elsevier Mosby;
2005.h. 200-1.

13.Bull PC, Barrow H, Davies GJ, Fonseca S, Haggard M, Hart J, dkk. Surgical
management of otitis media with effusion in children. National Collaborating Centre
for Women’s and Children’s Health. London: RCOG; 2008. h. 28-44.

14.Choung YH, Shin YR, Choi SJ, Park KH, Park HY, Lee JB, dkk. Management for
the children with otitis media with effusion in the tertiary hospital. Clin Exp
Otorhinolaryngol. 2008;1(4):201-5.

15.ortora, Gerard J. Mark T. Nielsen. Principles of Human Anatomy. 12th edition.


John Wiley & Sons, Inc. 2012.

16.Gulya AJ. Anatomy of the ear and temporal bone. In: Glasscokc-Shambaugh,
surgery of the ear. Glasscock III ME, Gulya AJ, editors. Fifth edition. Ontario:BC
Decker Inc.,2003.p.44.

17.Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Dalam: Buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta:
FKUI;2007.p.65-9.

18.Khmmas AH, Dawood MR, Kareem A, Hammadi YA. Diagnostic accuracy of otitis
media with effusion in children. Mustansiriya Medi J. 2016;15(1):1-6

19.Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorok kepala dan leher. 7th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2015.

20.Kalu SU, Hall MC. A study of clinician adherence to treatment guidelines for otitis
media with effusion. Wisconsin Med J. 2010;109(1):15-20.

21.Liwang F, Yuswar P W, Wijaya E, Sanjaya Nadira P. Kapita Selekta Kedokteran


Jilid II Edisi V. Jakarta : Media Aesculapius. 2020

22.Butler CC, Voort JH. Steroid for otitis media with effusion. A systemic review.
Arch Pediatr Adolesc. 2001;155:641-7.

23.Burrow HL, Blackwood RA, Cooke JM, Harrison RV, Harmes KM, Passamani PP,
editors. Otitis media guideline 2013. USA: University of Michigan Health System;
2014.

24.Rettig E, Tunkel DE. 2014. Contemporary Concepts in Management of Acute Otitis


Media in Children. Am Otolaryngol Clin North. 47(5):651-72.

25.Nagel P. 2012. Dasar-Dasar Ilmu THT. Edisi ke2. Jakarta: EGC.

26.Somefun AO, Adefuye SA, Danfulani MA, Afolabi S, Okeowo PA. Adult onset
otitis media with effusion in Lagos. Niger Postgrad Med J 2005;12:73-6

27.Politzer A. Pathogenesis. In Bluestone, Eustachian tube structure, function, role in


otitis media. Bluestone D.C, Bluestone B.M editor. Volume 2. London : BC
Decker:2005.p93-103.

28.Nur Azizah. Otitis Media Efusi pada Dewasa. Bagian Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher : Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
RSUP Dr. M. Djamil : Padang. 2016

29.Dang TP, Gubbels PS. Is nasopharyngoscopy necessary in adult-onset otitis media


with effusion? Laryngoscope. 2013:123(9).1-4.

30.Beata Zielnik-Jurkiewicz. Drainage or paracentesis.Prof. MD Jan Bogdanowicz


Children’s Hospital in Warsaw, ENT Department : Index Copernicus. 2017

Anda mungkin juga menyukai