Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

OTITIS MEDIA AKUT (OMA)


STADIUM PERFORASI

Disusun oleh:
Indry Nurafsari
NIM. I4061192053

Pembimbing:
dr. Saiful Bahri Bangun, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT THT-KL


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
UNIVERSITAS TANJUNGPUTA
RSUD DR. SOEDARSO PONTIANAK
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul:


Otitis Media Akut (OMA) Stadium Perforasi
Disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit THT-KL RSUD Dr. Soedarso Pontianak

Pontianak, Agustus 2021


Disetujui oleh Penyusun

dr. Saiful Bahri Bangun, Sp. THT-KL Indry Nurafsari

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul
“Otitis Media Akut (OMA) Stadium Perforasi”. Referat ini dibuat sebagai salah
satu syarat kelulusan kepaniteraan klinik stase ilmu penyakit THT-KL RSUD dr.
Soedarso Pontianak.
Penulisan ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan, dukungan, bimbingan
serta dari semua pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada dr. Saiful Bahri Bangun, Sp. THT-
KL selaku pembimbing laporan kasus di SMF Ilmu Penyakit THT-KL RSUD dr.
Soedarso Pontianak yang dengan sabar memberikan bimbingan, kritik, serta saran
yang membangun. Tidak lupa rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada para
tenaga medis dan karyawan yang telah membantu selama kami mengikuti
kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Penyakit THT-KL RSUD RSUD dr. Soedarso
Pontianak dan juga berbagai pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per
satu.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekurangan, maka
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya semoga penulisan ini bermanfaat bagi
banyak pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.

Pontianak, Agustus 2021

Indry Nurafsari

3
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis media merupakan keadaan dimana terjadinya peradangan pada telinga


tengah. Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring
dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba
ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibodi.
Secara klinis, otitis media dapat diklasifikasikan menjadi otitis media akut (OMA)
dan otitis media supuratif kronis (OMSK).1
OMA adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya inflamasi yang
terdapat pada sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, tuba Eustachius,
dan sel-sel mastoid yang terletak di belakang membran timpani. Peradangan yang
terjadi bersifat akut pada anak-anak akan menimbulkan keluhan sakit telinga,
telinga berdengung, keluar cairan keruh dari telinga, dan dapat disertai demam.
Penderita OMA pada anak sangat berhubungan dengan kejadian penyakit infeksi
saluran pernapasan atas akut (ISPA).
Prevalensi tertinggi OMA di dunia terjadi di Afrika Barat dan Tengah
(43,37%), Amerika Selatan (4,25%), Eropa Timur (3,96%), Asia Timur (3,93%),
Asia Pasifik (3,75%), dan Eropa Tengah (3,64%). Di Inggris, sebanyak 30% anak-
anak mengunjungi dokter anak setiap tahunnya karena OMA. Di Amerika Serikat,
sekitar 20 juta anak-anak menderita OMA setiap tahunnya. Di Asia Tenggara,
Indonesia termasuk negara dengan prevalensi gangguan telinga tertinggi keempat
(4,6%). Tiga negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India
(6,3%).2
OMA stadium perforasi memiliki komplikasi yang tersering yaitu
mastoiditis. Kejadian mastoiditis yang kronis akan menjadi masalah bagi anak yaitu
adanya penurunan pendengaran, pada anak yang menyebabkan penurunan
konsentrasi dalam proses belajar di sekolah. Pada laporan kasus ini akan dibahas
mengenai OMA stadium perforasi meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
penunjang untuk menegakkan diagnosis dan memberi tata laksana yang tepat pada
kasus.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga Tengah

Gambar 2.1 Anatomi telinga3


2.1.1 Membran Timpani
Membran timpani (gendang telinga) merupakan membran tipis
berbentuk kerucut yang memisahkan telinga luar dan telinga tengah.3

Gambar 2.2 Membran timpani (sisi kanan)4


Membran timpani berbentuk kerucut dengan puncaknya disebut
umbo, dasar membran timpani tampak sebagai bentukan oval. Membran
timpani dibagi dua bagian yaitu pars tensa dan pars flasida. Pars tensa
memiliki tiga lapisan yaitu lapisan skuamosa, lapisan mukosa, dan

5
lapisan fibrosa. Lapisan ini terdiri dari serat melingkar dan radial yang
membentuk dan mempengaruhi konsistensi membran timpani. Pars
flasida hanya memiliki dua lapis saja yaitu lapisan skuamosa dan lapisan
mukosa. Sifat arsitektur membran timpani ini dapat menyebarkan energi
vibrasi yang ideal. Membran timpani bagian medial disuplai cabang
arteri aurikularis posterior, lateral oleh ramus timpanikus cabang arteri
aurikularis profundus.5
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis
searah prosessus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu
di umbo, sehingga didapatkan bagian atas depan, atas belakang, bawah
depan, serta bawah belakang untuk menyatakan letak perforasi
membrane timpani.6
2.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri dari rongga telinga tengah dan tulang-
tulang pendengaran (maleus, inkus, dan stapes), yang melekat pada
membran timpani. Telinga tengah terdapat dua buah otot yaitu m. tensor
timpani dan m. stapedius. M. tensor timpani berorigo di dinding
semikanal tensor timpani dan berinsersio di bagian atas tulang maleus,
inervasi oleh cabang saraf trigeminus. Otot ini menyebabkan membran
timpani tertarik ke arah dalam sehingga menjadi lebih tegang, dan
meningkatkan frekuensi resonansi sistem penghantar suara dan
melemahkan suara dengan frekuensi rendah. M. stapedius berorigo di
dalam eminensia piramid dan berinsersio di ujung posterior kolumna
stapes. Hal ini menyebabkan stapes kaku, memperlemah transmini
suara, dan meningkatkan resonansi tulang-tulang pendengaran. Kedua
otot ini berfungsi mempertahankan, memperkuat rantai osikula, dan
meredam bunyi yang terlalu keras sehingga dapat mencegah kerusakan
organ koklea.5

6
Gambar 2.3 Tulang pendengaran3
Rongga telinga tengah dihubungkan dengan nasofaring oleh
tuba Eustachius. Suplai darah untuk kavum timpani dialiri oleh arteri
timpani anterior, arteri stylomastoid, arteri petrosal superficial, dan
arteri timpani inferior.7

Gambar 2.4 Kavum timpani4


Telinga tengah merupakan rongga kecil disebelah medial
membran timpani yang dibatasi oleh:6
a. Lateral: permukaan dalam membran timpani
b. Superior: tegmen timpani

7
c. Inferior: bulbus superior vena jugularis interna
d. Anterior: kanalis karotikus, resesus fasialis/resesus retrofasial
e. Medial: promontorium dan dinding labirin yang terdapat foramen
ovale dan foramen rotundum
2.2 Otitis Media Akut (OMA)
2.2.1 Definisi
Otitis media akut didefinisikan sebagai infeksi pada rongga
telinga tengah. Otitis media akut adalah diagnosis pediatrik kedua yang
paling umum di unit gawat darurat setelah infeksi saluran pernapasan
atas. Meskipun otitis media dapat terjadi pada semua usia, otitis media
paling sering terlihat antara usia 6 hingga 24 bulan.8
2.2.2 Epidemiologi
OMA merupakan masalah global dan ditemukan sedikit lebih
sering terjadi pada pria daripada wanita. Jumlah spesifik kasus per tahun
sulit ditentukan karena kurangnya pelaporan dan insiden yang berbeda
di banyak wilayah geografis yang berbeda. Insiden puncak OMA terjadi
antara 6-12 bulan kehidupan dan menurun setelah usia 5 tahun. Sekitar
80% dari semua anak akan mengalami kasus OMA selama hidup
mereka, dan antara 80%-90% dari semua anak akan mengalami otitis
media dengan efusi sebelum usia sekolah. OMA jarang terjadi pada
orang dewasa dibandingkan pada anak-anak.8
2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko
OMA merupakan penyakit multifaktorial. Faktor yang
menyebabkan OMA antara lain:8
1) Penurunan kekebalan karena human immunodeficiency
virus (HIV), diabetes, dan defisiensi imun lainnya
2) Predisposisi genetik
3) Kelainan anatomi
4) Disfungsi silia
5) Implan koklea
6) Kekurangan vitamin A

8
7) Bakteri patogen, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenza, dan Moraxella (Branhamella) catarrhalis.
8) Patogen virus seperti virus pernapasan syncytial, virus
influenza, virus parainfluenza, rhinovirus, dan adenovirus
9) Alergi
10) Paparan asap rokok
11) Status sosial ekonomi rendah
12) Riwayat keluarga dengan OMA berulang pada orang tua atau
saudara kandung
2.2.4 Patofisiologi
OMA dimulai sebagai proses inflamasi setelah ISPA yang
melibatkan mukosa hidung, nasofaring, mukosa telinga tengah, dan
saluran Eustachius. Karena ruang anatomi telinga tengah yang
menyempit, edema yang disebabkan oleh proses inflamasi menyumbat
bagian tersempit dari tuba Eustachius yang menyebabkan penurunan
ventilasi. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan negatif di telinga
tengah, peningkatan eksudat dari mukosa yang meradang, dan
penumpukan sekresi mukosa, yang memungkinkan kolonisasi
organisme bakteri dan virus di telinga tengah. Pertumbuhan mikroba ini
di telinga tengah kemudian menyebabkan nanah dan akhirnya purulen
di ruang telinga tengah. Hal ini ditunjukkan secara klinis oleh membran
timpani yang menonjol atau eritematosa dan cairan telinga tengah
purulen. OMA harus dibedakan dari OMSK, yang muncul dengan cairan
kental berwarna kuning di ruang telinga tengah dan membran timpani
yang retraksi pada pemeriksaan otoskopi. Keduanya akan menghasilkan
penurunan mobilitas membran timpani pada timpanometri atau otoskopi
pneumatik.8
2.2.5 Manifestasi Klinis
Gejala dapat diawali dengan infeksi saluran nafas yang
kemudian disertai keluhan nyeri telinga, demam, dan gangguan
pendengaran. Pada bayi gejala ini dapat tidak khas, sehingga gejala yang

9
timbul seperti iritabilitas, diare, muntah, malas minum dan sering
menangis. Pada anak yang lebih besar keluhan biasanya rasa nyeri dan
tidak nyaman pada telinga.
Salah satu manifestasi OMA adalah ketulian, termasuk pada
anak, sehingga anak dapat menjadi hipoaktif maupun inatentif. Selain
itu, manifestasi klinis seperti batuk, rhinitis, dan kongesti sinus
umumnya tidak spesifik untuk gangguan telinga dan umumnya
dianggap sebagai ISPA. OMA sebagai komplikasi maupun penyakit
penyerta ISPA umumnya tidak diperkirakan, kecuali manifestasi klinis
spesifik telinga sudah muncul.9,10
2.2.6 Diagnosis
Anamnesis
Diagnosis OMA dapat dilakukan dengan mencari tanda dan
gejala dari OMA. Pada anak-anak biasanya terjadi sakit pada telinga
(otalgia) dengan atau tanpa panas yang bersifat akut.10 Biasanya terdapat
riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada
orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran
berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak
kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5 oC
(pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak
menjerit waktu tidur, diare, kejang, dan terkadang anak memegang
telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret
mengalir ke liang telinga luar (ottorhea), suhu tubuh turun dan anak
mulai tertidur dengan tenang.10
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan otoskop, membran timpani akan
mengembung/menonjol (bulging) karena adanya efusi pada telinga
bagian tengah, terlihat area kemerahan atau warna kekuningan,
berkurangnya kebeningan dari membran timpani dan menjadi keruh,
dan berkurangnya mobilitas.10 Bulging memiliki nilai prediktif tertinggi
untuk OMA.

10
OMA memiliki beberapa stadium berdasarkan pada gambaran
membran timpani yang diamati melalui liang telinga luar yaitu stadium
oklusi, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi dan
stadium resolusi. Pada stadium oklusi terdapat retraksi membran
timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorpsi
udara. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat dan sukar
dibedakan dengan otitis media serosa virus. Pada stadium hiperemis,
pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran timpani. Sekret
yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa
sehingga sukar terlihat. Pada stadium supurasi, edema yang hebat pada
mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta
terbentuk eksudat purulen di kavum timpani menyebabkan membran
timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Nekrosis pada
membran timpani terlihat sebagai daerah yang lembek dan berwarna
kekuningan. Pada stadium perforasi, karena beberapa sebab seperti
terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi
maka dapat menyebabkan membran timpani ruptur. Keluar nanah dari
telinga tengah ke telinga luar. Tipe perforasi membran timpani yaitu
atik, marginal, dan sentral. Pada stadium resolusi, bila terjadi perforasi,
maka sekret akan berkurang dan mengering. Resolusi dapat terjadi tanpa
pengobatan bila virulensi rendah dan daya tahan tubuh baik.
Pemeriksaan Penunjang
Evaluasi laboratorium jarang diperlukan. Pemeriksaan sepsis
lengkap pada bayi kurang dari 12 minggu dengan demam dan tidak ada
sumber yang jelas selain OMA mungkin diperlukan. Studi laboratorium
mungkin diperlukan untuk mengkonfirmasi atau mengecualikan
kemungkinan penyakit sistemik atau kongenital terkait. 8
Studi pencitraan tidak diindikasikan kecuali terdapat komplikasi
intra-temporal atau intrakranial. CT Scan tulang temporal dapat
mengidentifikasi mastoiditis, abses epidural, tromboflebitis sinus
sigmoid, meningitis, abses otak, abses subdural, penyakit tulang

11
pendengaran, dan kolesteatoma. MRI dapat mengidentifikasi kumpulan
cairan.
Timpanosentesis dapat digunakan untuk menentukan adanya
cairan telinga tengah, diikuti dengan kultur untuk mengidentifikasi
patogen. Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan pada sembarang anak.
Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain OMA pada bayi berumur
di bawah 6 minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit,
anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi
respon pada beberapa pemberian antibiotik atau dengan gejala sangat
berat dan komplikasi. Timpanometri dan reflektometri akustik juga
dapat digunakan untuk mengevaluasi efusi telinga tengah.
2.2.7 Penatalaksanaan
Setelah diagnosis OMA ditegakkan, tujuan pengobatan adalah
untuk mengontrol rasa sakit dan untuk mengobati proses infeksi dengan
antibiotik. Pada stadium oklusi, terapi dikhususkan untuk membuka
kembali tuba Eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5%
dalam larutan fisiologik untuk anak <12 tahun dan HCl efedrin 1%
dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 tahun atau
dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan
memberikan antibiotik.
Pada stadium hiperemis, diberikan antibiotik, obat tetes hidung,
dan analgesik. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin.
Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam
klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin
intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga
tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran
sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal
selama 7 hari. Bila alergi terhadap penisilin maka diberikan eritromisin.
Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, atau amoksisilin
4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari. Pada anak-
anak yang muntah atau jika ada situasi di mana antibiotik oral tidak

12
dapat diberikan, ceftriaxone (50 mg/kg per hari) selama tiga hari
berturut-turut, baik secara intravena atau intramuskular, merupakan
pilihan alternatif.
Pada stadium supurasi, selain antibiotik, pasien harus dirujuk
untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain
itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani,
agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Pasien yang telah mengalami empat atau lebih episode OMA dalam 12
bulan terakhir harus dipertimbangkan sebagai kandidat untuk
miringotomi dengan penempatan tabung (grommet).
Pada stadium perforasi, diberikan antibiotik ototopikal yang
aman untuk penggunaan telinga tengah seperti ofloksasin, daripada
antibiotik sistemik, karena ini memberikan konsentrasi antibiotik yang
jauh lebih tinggi tanpa efek samping sistemik.8
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi OMA dibagi menjadi intrakranial dan intratemporal.
Komplikasi intrakranial yang dapat terjadi antara lain meningitis, abses
otak, tromboflebitis supuratif otogenik, hidrosefalus otikus, empiema
subdural, abses ekstradural, dan trombosis sinus lateral. Komplikasi
intratemporal yang dapat terjadi adalah otitis media supuratif kronik
(OMSK) dengan atau tanpa kolesteatoma, atelektasis telinga tengah,
mastoiditis akut, petrositis, paresis fasialis, labirintitis, dan gangguan
pendengaran (konduktif atau sensorineural).11 Penting untuk membahas
pengaruh OMA pada pendengaran, terutama pada rentang usia 6-24
bulan, karena ini adalah waktu yang penting untuk perkembangan
bahasa, yang terkait dengan pendengaran. Gangguan pendengaran
konduktif akibat OMA berulang dapat mempengaruhi perkembangan
bahasa dan mengakibatkan masalah bicara berkepanjangan yang
membutuhkan terapi wicara.8

13
2.2.9 Prognosis
Prognosis untuk sebagian besar pasien dengan OMA sangat
baik. Kematian akibat OMA adalah kejadian langka di zaman modern
dan memberikan prognosis lebih baik karena akses yang lebih baik ke
perawatan kesehatan, diagnosis, dan pengobatan dini yang tepat. Terapi
antibiotik yang efektif adalah andalan pengobatan. Beberapa faktor
prognostik mempengaruhi perjalanan penyakit. Anak-anak yang
mengalami kurang dari tiga episode OMA lebih mungkin untuk
mengatasi gejalanya dengan antibiotik tunggal.8
Anak-anak yang mengalami komplikasi bisa sulit diobati dan
cenderung memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi. Komplikasi
intratemporal dan intrakranial, meskipun sangat jarang, memiliki angka
kematian yang signifikan. Anak-anak dengan riwayat OMA prelingual
berisiko mengalami gangguan pendengaran konduktif ringan hingga
sedang. Anak-anak dengan OMA dalam 24 bulan pertama kehidupan
sering mengalami kesulitan memahami konsonan yang melengking atau
berfrekuensi tinggi, seperti desisan.8
2.2.10 Edukasi
Vaksin pneumokokus dan influenza mencegah infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) pada anak-anak. Selain itu, menghindari asap
rokok dapat menurunkan risiko ISPA. Asap tembakau adalah stimulan
pernapasan yang meningkatkan risiko pneumonia pada anak-anak. Bayi
dengan OMA harus disusui bila memungkinkan, karena ASI
mengandung imunoglobulin yang melindungi bayi dari patogen asing
pada fase-fase kehidupan ekstra-uterin awal.8

14
BAB III
PENYAJIAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama pasien : An. IA
Usia : 15 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 102511
Alamat : Parit Pangeran
Tanggal pemeriksaan : 16 Agustus 2021
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Telinga kanan berair.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan telinga kanan berair sejak 3 minggu
SMRS. Cairan pada telinga kanan berbau. Pasien mengeluh gatal pada telinga
kanan dan terdapat nyeri ringan. Riwayat demam dan pilek disangkal, batuk (+).
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien sebelumnya pernah menderita keluhan telinga berair dan terasa
gatal. Riwayat hipertensi (-), DM (-), asma (-), operasi (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien belum pernah menderita keluhan yang sama seperti
pasien. Riwayat hipertensi (-), DM (-), asma (-).
Riwayat Alergi
Riwayat alergi pada pasien disangkal.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum mengobati keluhan saat ini.
Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan berenang. Riwayat konsumsi alkohol
disangkal.

15
3.3 Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Keadaan umum : Baik
Tekanan darah : 112/82 mmHg
Nadi : 87 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36oC
SpO2 : 99%
Berat badan : 40 kg
Status Lokalis

Kiri Kanan Gambar


Auricula DBN DBN
Planum
DBN DBN
mastoidium
Gland
DBN DBN
Lymphatica
Telinga
Kanalis
Akustikus DBN DBN
Externa
Membran Perforasi
DBN
Timpani sentral
Discharge - -
Concha Eutrofi Eutrofi
Septum DBN DBN
Hidung
Tumor - -
Sinus paranasalis DBN DBN
Palatum DBN DBN
Uvula DBN DBN
Orofaring Tonsilo palatina DBN DBN
Tonsilo lingualis DBN DBN
Dinding belakang DBN DBN

16
Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan Kelainan Kiri Kanan
Kelainan Kongenital - -
Preaurikula Radang dan tumor - -
Nyeri tekan tragus - -
Kelainan Kongenital - -
Radang dan Tumor - -
Aurikula
Nyeri penarikan - -
Krusta
telinga - -
Kelainan Kongenital - -
Secret Debris - -
Kanalis Serumen + +
akustikus Edema - -
eksterna Jaringan granulasi - -
Massa - -
Kolesteatoma - -
Bentuk Konkaf Perforasi sentral
Warna Jernih Keruh
Bulging - -
Cone of light + -
Membran
timpani

Gambar -

3.4 Resume
Pasien An. IA, 15 tahun, mengeluh telinga kanan berair sejak 3 minggu
SMRS. Cairan pada telinga kanan berbau. Pasien mengeluh gatal pada telinga
kanan dan terdapat nyeri ringan serta terdapat riwayat batuk (+). Pada
pemeriksaan fisik didapatkan gambaran membran timpani stadium perforasi
tipe sentral.

17
3.5 Diagnosis Banding
Otitis Media Akut (OMA)
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
Otitis Media Efusi (OME)
3.6 Diagnosis
Otitis Media Akut stadium perforasi auricular dextra
3.7 Saran Pemeriksaan Penunjang
Kultur sekret telinga kanan
3.8 Rencana Terapi
Medikamentosa
1) Cefixime 2x200 mg
2) Mefinal 3x500 mg
Non-medikamentosa
Mengunyah agar saluran Eustachius dapat terbuka dan tekanan dapat
tersamarkan atau melakukan manuver valsava dengan cara menghembuskan
napas paksa dengan menutup bibir dan hidung sehingga udara mendesak
saluran Eustachius agar terbuka dan mendorong cairan.
KIE
1) Pasien dianjurkan tetap menjaga kebersihan telinga dan tidak mengorek-
ngorek telinga.
2) Untuk sementara, pasien dianjurkan tidak berenang dan telinga jangan
sampai kemasukan air.
3.9 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Dilaporkan kasus OMA stadium perforasi tipe sentral aurikula dekstra pada
pasien An. IA 15 tahun, yang ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pasien datang dengan keluhan telinga kanan berair sejak 3 minggu SMRS.
Cairan pada telinga kanan berbau. Pasien mengeluh gatal pada telinga kanan dan
terdapat nyeri ringan. Riwayat demam dan pilek disangkal, batuk (+).
Pada anamnesis, riwayat batuk pada pasien merupakan faktor risiko untuk
terjadinya OMA. Infeksi pada hidung dan tenggorokan dapat menyebabkan
gangguan tuba auditiva yang selanjutnya menyebabkan tekanan negatif pada telinga
tengah. Sumbatan tuba yang terus berlanjut menyebabkan hipersekresi sel goblet
pada mukosa telinga tengah. Sekret merupakan media pertumbuhan bakteri yang
baik, sehingga kemudian timbul proses infeksi pada telinga tengah. Rasa nyeri pada
telinga merupakan akibat proses inflamasi.8
Pemeriksaan fisik telinga mengkonfirmasi adanya proses inflamasi akibat
infeksi pada telinga tengah. Tampak sekret mukopurulen pada liang telinga kanan,
dengan daerah hiperemis pada MAE dekat membran timpani. Pada membran
timpani terlihat perforasi pada sentral dengan sekret yang aktif keluar melalui
lubang perforasi. Diagnosis banding pada kasus ini dapat berupa otitis media efusi.
Perbedaan otitis media akut dan otitis media efusi dapat dinilai dari gejala turunnya
pendengaran, tinnitus atau suara berdenging di telinga, dan vertigo atau pusing
berputar yang dapat terjadi pada otitis media efusi.
Pada saat pemeriksaan, pasien diminta melakukan manuver valsava dengan
cara menghembuskan napas paksa dengan menutup bibir dan hidung sehingga
udara mendesak saluran Eustachius agar terbuka dan mendorong cairan. Antibiotik
oral diberikan pada pasien ini untuk menjamin terapi uang adekuat. Tetes telinga
tidak diberikan karena sekret masih aktif mengalir keluar sehingga antibiotik tidak
akan sampai ke telinga tengah dan tidak dapat bekerja dengan baik.

19
Gambar 4.1 Membran timpani pasien setelah manuver valsava

20
BAB V
KESIMPULAN

Pasien An. IA, 15 tahun, mengeluh telinga kanan berair sejak 3 minggu
SMRS. Cairan pada telinga kanan berbau. Pasien mengeluh gatal pada telinga
kanan dan terdapat nyeri ringan serta terdapat riwayat batuk (+). Pada
pemeriksaan fisik didapatkan gambaran membran timpani stadium perforasi
tipe sentral. An. IA didiagnosis otitis media akut stadium perforasi auricular
dextra dan diberikan tatalaksana antibiotik dan analgetik. Pasien dianjurkan
untuk tidak berenang sementara waktu dan menjaga kebersihan telinga.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar I, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu


kesehatan: telinga hidung tenggorol kepada & leher ed 7th. Fakultas
Kedoteran Universitas Indonesia; 2017.
2. Yuniarti D, Asman ST, dan Fitriyasti B. Prevalensi Otitis Media Akut di RS
Islam Siti Rahmah Padang Tahun 2017. Padang: Universitas Baiturrahmah;
2019.
3. Schilder AGM, Chonmaitree T, Cripps AW, Rosenfeld RM, Casselbrant
ML, Haggard MP, et al. Otitis media. Nature Public Health Emergency
Collection; 2016.
4. Paulsen F, Waschke J. Sobotta: Atlas of Human Anatomy Head, Neck and
Neuroanatomy. 15th Edition. Munchen: Elsevier Urban & Fischer; 2015.
5. Nugroho PS, Wiyadi HMS. Anatomi Dan Fisiologi Pendengaran Perifer.
Jurnal THT-KL; 2009.
6. Dewi, Yussy Afriani et al. West Java Othorhinoloaryngology Head and
Neck Surgery Update on Daily and Emergency Setting. PERHATI-KL
Cabang Jawa Barat; 2020.
7. Atkinson, H., Wallis, S., & Coatesworth, A. P. Otitis media with effusion.
Postgraduate Medicine. 2015; 127(4): 381–385.
8. Danishyar A, Ashurst JV. Acute Otitis Media. [Updated 2021 Mar 16]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-
. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470332/
Diakses 21 Agustus 2021.
9. Lestari RD, Mandala Z, Marni. Distribusi Usia Dan Jenis Kelamin Pada
Angka Kejadian Otitis Media Akut Di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016. Lampung: Universitas Malahayati;
2018.
10. Mahardika P, Sudipta, Sutanegara SWD. Karakteristik Pasien Otitis Media
Akut Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode Januari-
Desember Tahun 2014. Denpasar: Universitas Udayana; 2019.

22
11. Nazarudin N. Otitis Media Akut Dengan Komplikasi Mastoiditis Akut Dan
Labirintitis Akut Pada Dewasa. Bandung: Universitas Jenderal Achmad
Yani Cimahi; 2020.

23

Anda mungkin juga menyukai