Anda di halaman 1dari 26

Referat

OTITIS MEDIA KRONIK TIPE BENIGNA

Oleh:
Safira Azzahra, S.Ked
04084821921094

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL RSMH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul: Otitis Media Kronik Tipe Benigna

Disusun oleh :
Safira Azzahra, S.Ked 04084821921094
Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP dr. Mohammad
Hoesin Palembang periode 11Maret 2019 – 15 April 2019.

Palembang, April 2019


Pembimbing

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Otitis Media Kronik tipe
Benigna” untuk memenuhi tugas referat yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran
dan penilaian kepaniteraan klinik, khususnya Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Universitas
Sriwijaya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa yang akan
datang. Semoga referat ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi kita semua.

Palembang, April 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................ii
KATA PENGANTAR........................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................2
BAB III KESIMPULAN ............................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................21

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis Media Kronis (OMK) merupakan peradangan kronis dari telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus
atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media
akut dengan perforasi membrane timpani dapat menjadi otitis media kronik apabila prosesnya
sudah melebihi dari 2 bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMK ialah
terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya
tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk.
Penelitian yang dilakukan di Indonesia pada 6 wilayah besar Indonesia (Bandung,
Semarang, Balikpapan, Makasar, Palembang, Denpasar) didapatkan bahwa otitis media
sangat signifikan terjadi pada anak usia sekolah. Prevalensi kejadian OMK adalah 27/1000
anak. Prevalensi otitis media kronik pada daerah pedesaan lebih tinggi daripada daerah
perkotaan yaitu sebesar 2.7% (daerah pedesaan) dan 0.7% (daerah perkotaan).OMK aktif
tertinggi ditemukan pada usia 10-12 tahun yaitu sebanyak 23.5 per 1000 anak, sedangkan
OMK inaktif prevalensi tertinggi pada anak usia 6-9 tahun yaitu sebanyak 62.9 per 1000
anak.
OMK dibagi menjadi dua jenis, yaitu OMK tipe aman (tipe mukosa = tipe benigna)
dan OMK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna). Proses peradangan pada OMK tipe aman
terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Umumnya OMK tipe aman
jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMK tipe aman tidak terdapat
kolesteatoma. Sedangkan OMK tipe maligna yang ditandai dengan adanya kolesteatoma.
Perforasi pada OMK tipe bahaya letaknya marginal atau di atik,terkadang terdapat juga
kolesteatoma pada OMK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang
berbahaya atau fatal timbul pada OMK tipe bahaya.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI TELINGA


Telinga sebagai indera pendengar terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar, telinga
tengah dan telinga dalam. Struktur anatomi telinga dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Struktur dan pembagian telinga.

Telinga Luar
Telinga luar berfungsi menangkap rangsang getaran bunyi atau bunyi dari luar. Telinga
luar terdiri dari daun telinga (pinna auricularis), saluran telinga (canalis auditorius externus)
yang mengandung rambut-rambut halus dan kelenjar sebasea sampai di membran timpani.
Daun telinga terdiri atas tulang rawan elastin dan kulit. Bagian-bagian daun telinga
lobula, heliks, anti heliks, tragus, dan antitragus. Liang telinga atau saluran telinga
merupakan saluran yang berbentuk seperti huruf S. Pada 1/3 proksimal memiliki kerangka
tulang rawan dan 2/3 distal memiliki kerangka tulang sejati. Saluran telinga mengandung
rambut-rambut halus dan kelenjar lilin. Rambut-rambut alus berfungsi untuk melindungi
lorong telinga dari kotoran, debu dan serangga, sementara kelenjar sebasea berfungsi
menghasilkan serumen. Serumen adalah hasil produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa,
epitel kulit yang terlepas dan partikel debu. Kelenjar sebasea terdapat pada kulit liang telinga.

2
Telinga Tengah
Telinga tengah atau cavum tympani. Telinga bagian tengah berfungsi menghantarkan
bunyi atau bunyi dari telinga luar ke telinga dalam. Bagian depan ruang telinga dibatasi oleh
membran timpani, sedangkan bagian dalam dibatasi oleh foramen ovale dan foramen
rotundum. Pada ruang tengah telinga terdapat bagian-bagian sebagai berikut:
a. Membran timpani
Membran timpani berfungsi sebagai penerima gelombang bunyi. Setiap ada
gelombang bunyi yang memasuki lorong telinga akan mengenai membran timpani,
selanjutnya membran timpani akan menggelembung ke arah dalam menuju ke telinga
tengah dan akan menyentuh tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes.
Tulang-tulang pendengaran akan meneruskan gelombang bunyi tersebut ke telinga
bagian dalam.
b. Tulang-tulang pendengaran
Tulang-tulang pendengaran yang terdiri atas maleus (tulang martil), incus (tulang
landasan) dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiga tulang tersebut membentuk rangkaian
tulang yang melintang pada telinga tengah dan menyatu dengan membran timpani.

Gambar 2. Tulang-tulang pendengaran

c. Tuba auditiva eustachius


Tuba auditiva eustachius atau saluran eustachius adalah saluran penghubung antara
ruang telinga tengah dengan rongga faring. Adanya saluran eustachius, memungkinkan
keseimbangan tekanan udara rongga telinga telinga tengah dengan udara luar.

3
Telinga Dalam
Telinga dalam berfungsi menerima getaran bunyi yang dihantarkan oleh telinga
tengah. Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Di dalam koklea terdapat organ
corti yang berfungsi untuk mengubah getaran mekanik gelombang bunyi menjadi impuls
listrik yang akan dihantarkan ke pusat pendengaran. Puncak dari koklea disebut helikotrema
yang menghubungkan skala timpani dengan skala vestibuli.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani
sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli
disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media
adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel
rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.

Gambar 3. Potongan melintang koklea (a) dan organ corti (b)

4
2.1 OMK TIPE BENIGNA
DEFINISI
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustakhius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau
yang biasa disebut “congek” adalah radang kronik telinga tengah dengan adanya lubang
(perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret)
dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin
serous, mukous, atau purulen.
OMK tipe benigna ialah infeksi kronis pada telinga tengah yang terbatas pada mukosa,
dengan perforasi sentral membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus
menerus atau hilang timbul dan tanpa diumpai adanya kolesteatom.
Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMK adalah terapi yang terlambat
diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien
yang rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk.

EPIDEMIOLOGI
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak ditemukan
di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor
sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian
Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan.
Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-
negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di
Pasifik.
Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan serta
gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK
pada negara yang sedang berkembang.
Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di antaranya (39–200 juta)
menderita kurangnya pendengaran yang signifikan.
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam
klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi. Pasien OMSK meliputi 25% dari
pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Berdasarkan Survei
Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh Departemen Kesehatan R.I

5
tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di
Indonesia sebesar 38,6% dengan prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan
gangguan pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronik
antara 2,1-5,2%. Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006
menunjukkan pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien.

ETIOLOGI
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala
klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas,
pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang
rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubaban
mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous.
Terjadi OMK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan
cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring
yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host yang
berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik.
Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV,
sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal
yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik.
Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum
diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

6
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media
akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan
kronis
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang
digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram-negatif,
flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atasBanyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi
infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal
berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis
media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi
terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini
belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada
telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba
eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan
tekanan negatif menjadi normal.

KLASIFIKASI
Secara klinis OMK tipe benigna terbagi menjadi penyakit aktif dan penyakit tidak aktif.
1. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan
infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman

7
masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen.
Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars
tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luas. Perluasan infeksi ke
sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang
menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi,
atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit,
dimana kadang-kadang adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.
2. Penyakit tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain
yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :
a. Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis.
b. Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis.
c. Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang
terkontaminasi.
d. Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia.
e. Otitis media supuratif akut yang berulang

PATOFISIOLOGI
Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tatapi dalam hal ini merupakan
stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti
dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi
kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis
menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis.
Suatu teori tentang patogenesis dikemukan dalam buku modern yang umumnya telah
diterima sebagai fakta. Hipotesis ini menyatakan bahwa terjadinya otitis media nekrotikans,
terutama pada masa anak-anak, menimbulkan perforasi yang besar pada gendang telinga.
Setelah penyakit akut berlalu, gendang telinga tetap berlubang, atau sembuh dengan
membran yang atrofi yang kemudian dapat kolaps kedalam telinga tengah, memberi
gambaran otitis atelektasis. Hipotesis ini mengabaikan beberapa kenyataan yang
menimbulkan keraguan atas kebenarannya, antara lain :

8
1. Hampir seluruh kasus otitis media akut sembuh dengan perbaikan lengkap membran
timpani. Pembentukan jaringan parut jarang terjadi, biasanya ditandai oleh penebalan dan
bukannya atrofi.
2. Otitis media nekrotikans sangat jarang ditemukan sejak digunakannya antibiotik. Penulis
(DFA) hanya menemukan kurang dari selusin kasus dalam 25 tahun terakhir. Dipihak
lain, kejadian penyakit telinga kronis tidak berkurang dalam periode tersebut.
3. pasien dengan penyakit telinga kronis tidak mempunyai riwayat otitis akut pada
permulaannya, melainkan lebih sering berlangsung tanpa gejala dan bertambah secara
bertahap, sampai diperlukan pertolongan beberapa tahun kemudian setelah pasien
menyadari adanya masalah. Anak-anak tidak dibawa berobat sampai terjadi gangguan
pendengaran yang ditemukan pada pemeriksaan berkala disekolah atau merasa terganggu
karena sekret yang selalu keluar dari telinga

OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari OMSK
dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang disebabkan oleh
multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh virus atau bakteri, gangguan
fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun, lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan
penyebab terpenting mudahnya anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba
pada anak yang berbeda dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang
sempurna sehingga bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi
telinga tengah berupa Otitis Media Akut (OMA).
Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika proses inflamasi ini
tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel.
Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam menghentikan infeksi biasanya menyebabkan
terdapatnya jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang
telinga tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya
jaringan granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan sekitarnya.

9
Bagan 1. Patogenesis Otitis Media.

FAKTOR RISIKO
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis) dan mencapai telinga tengah melalui tuba eustakhius. Fungsi tuba
eustakhius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan
palatoskisis dan sindrom down. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring
yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host yang
berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan
humoral, seperti hipogammaglobulinemia dan cell-mediated (infeksi HIV) dapat timbul
sebagai infeksi telinga kronik.
Secara umum, faktor-faktor yang kerap dihubungkan dengan risiko OMSK adalah
lingkungan, genetik, riwayat otitis media sebelumnya, infeksi, infeksi saluran nafas atas,
autoimun, alergi dan gangguan fungsi tuba eustachius.

10
GEJALA KLINIS
Gejala berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk, ketika pertama kali
ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan penggunaan
antibiotik lokal biasanya cepat hilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu di dapat pada pasien dengan derajat ketulian
tergantung beratnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik
akut pada awal penyakit.
Perforasi membran timpani terbatas pada mukosa sehingga membran mukosa
menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat infeksi membran mukosa dapat tipis dan
pucat atau merah dan tebal, kadang suatu polip di dapat tapi mukoperiosteum yang tebal dan
mengarah pada meatus menghalangi pandangan membran timpani dan telinga tengah sampai
polip tersebut diangkat. Discharge terlihat berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba
eustachius yang mukoid dan setelah satu atau dua kali pengobatan lokal bau busuk akan
berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau, datang dari perforasi besar tipe sentral
dengan membran mukosa yang berbentuk garis pada rongga timpani merupakan diagnosa
khas pada OMSK tipe benigna.
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik
telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang
tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh
perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul.
Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau
kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium
inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga.
2. Gangguan pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Penurunan
fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena
penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa
terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli
saraf berat. Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.
3. Otalgia (nyeri telinga)

11
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda
yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus.
Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,
terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses
otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder.
Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis,
subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Anamnesis
Penyakit telinga kronik ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali
datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering
dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih banyak dan seperti
benang, tidak berbau bususk, dan intermiten.

2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat
dinilai kondisi mukosa telinga tengah dan membran timpani. Pada OMK tipe benigna
dijumpai perforasi tipe sentral.

Gambar 3. Perforasi sentral membran timpani.

3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran
tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk
menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech
reception threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.

12
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati jenis tuli konduktif,
tetapi dapat pula dijumpai adanya jenis tuli sensorineural, Penurunan tingkat
pendengaran tergantung kondisi membran timpani seperti letak perforasi, tulang-tulang
pendengaran dan mukosa telinga tengah.

4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis memiliki nilai
diagnostik yang terbatas bla dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di
daerah atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi tyang sekarang biasa
digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan
luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Pada CT scan akan terlihat
gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada atau tidaknya tulang–tulang
pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.
Pemeriksaan radiologi dapat memberikan informasi tambahan untuk melengkapi
pemeriksaan klinis. CT-scan dan MRI dari tulang temporal dapat menggambarkan
luasnya penyakit dan dapat mengidentifikasi kolesteatoma pada pasien yang
asimtomatik. Meskipun CT-Scan dianggap standar emas pencitraan kolesteatoma namun
CT-Scan mempunyai kekurangan specificity dalam membedakan kolesteatoma dengan
jaringan granulasi atau edema terutama ketika erosi tulang tidak ada

5. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjuan dari mulainya infeksi akut,
bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronik berbeda dengan yang ditemukan pada
otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan bakteri
pada otitis media supuratif akut adalah Streptococcus pneumonie dan H. influenza.
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus paranasal,
adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus,
streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan ini agak berbeda
karena adanya perforasi membran timpani maka infeksi lebih sering berasal dari luar
yang masuk melalui perforasi tadi.

13
TATALAKSANA
Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu pengobatan
haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-
perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses
infeksi yang terdapat ditelinga.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas :
1. Konservatif
2. OperasI
Pada OMSK benigna tenang, keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan
dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi,
dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas
memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti)
untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

Gambar 4. Penatalaksanaan OMK dengan metode operatif.

Pada OMK benigna aktif prinsip pengobatan adalah:


1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan
mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan
mikroorganisme
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga) :

14
 Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat juga
dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap
hari sampai telinga kering.
 Toilet telinga secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian
dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif
untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi
ke bagian lain dan kemastoid. Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang
dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan
serbuk antiseptik, misalnya asam boricdengan Iodine.
 Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi adalah
metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang
berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya
terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif
cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anastesi. Pencucian
telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan
“displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

2. Pemberian antibiotika topikal (antimikroba) dan atau sistemik.


Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotik topikal
untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak
tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi
diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Rif menganjurkan
irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang
buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakannya, bahwa tempat infeksi pada
OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan
antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup memuaskan, kecuali
kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan kavum mastoid.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah,
maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak

15
lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan
kultur kuman penyebab dan uji resistesn
Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai
setelah telinga dibersihkan dahulu.Bubuk telinga yang digunakan seperti :
a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
b. Terramycin.
c. Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang
dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin
dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram
negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena
meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan
beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif. Seperti
aminoglokosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram
negatif dan gentamisin kerjanya “sedang” dalam melawan Streptokokus. Tidak ada satu
pun aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan
hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
a. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E.
Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B.
fragilis Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
b. Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus
aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap
ginjal dan telinga.
c. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap : Stafilokokus koagulase positif, 99%;
Stafilokokus koagulase positif, 95%; Stafilokokus group A, 100%; E. coli, 96%;
Proteus sp, 60%; Proteus mirabilis, 90%; Klebsiella, 92%; Enterobakter, 93%;
Pseudomonas, 5%.

16
Dari penelitian terhadap 50 penderita OMSK yang diberi obat tetes telinga
dengan ofloksasin dimana didapat 88,96% sembuh, membaik 8,69% dan tidak ada
perbaikan 4,53%
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur
kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai
pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan , perlu diperhatikan faktor
penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dalam pengunaan antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya terhadap
masing-masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-masing
kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing jaringan tubuh, toksisitas obat
terhadap kondisi tubuhnya . dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya
terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya
bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh,
misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah
antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis
tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat
asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral.
Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan
sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap
pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk
OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK.
Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing
dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik (sefaleksin dan
kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg
per 8 jam selama 2-4 minggu.

17
Bagan 2. Tatalaksana OMK

Bagan 3. Tatalaksana OMK

18
KOMPLIKASI
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya
yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Tendensi otitis media
mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore.
pemberian antibiotika telah menurunkan insiden komplikasi. Walaupun demikian organisme
yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya
komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau
suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat
menyebabkan komplikasi.
Infeksi dapat menyebar melalui penyebaran hematogen ataupun penyebaran melalui
jalan yang sudah ada. Pengenalan yang baik terhadap perkembangan prasyarat untuk
mengetahui timbulnya komplikasi. Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil
mengurangi gejala klinik dengan tidak berhentinya otore dan pada pemeriksaan otoskopik
tidak menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus
diwaspadai kemungkinan adanya komplikasi. Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh, nyeri
kepala atau adanya tanda-tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk, somnolen
atau gelisah yang menetap dapat merupakan tanda bahaya.Timbulnya nyeri kepala di daerah
parietal atau oksipital dan adanya keluhan mual, muntah proyektil serta kenaikan suhu badan
yang menetap selama terapi diberikan merupakan tanda kenaikan tekanan intrakranial.
Komplikasi OMSK antara lain:
1.     Komplikasi di telinga tengah
Akibat infeksi telinga tengah hampir selalu berupa tuli konduktif. Pada membran
timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang pendengaran terputus, akan
menyebabkan tuli konduktif yang berat.
2. Komplikasi di telinga dalam
Apabila peninggian tekanan di telinga tengah oleh produk infeksi, ada kemungkinan
produk infeksi itu akan menyebar ke telinga dalam melalui tingkap bulat (fenestra
rotundum). Selama kerusakan hanya sampai bagian basalnya saja biasanya tidak
menimbulkan keluhan pada pasien. Akan tetapi apabila kerusakan telah menyebar ke
koklea akan menjadi masalah. Hal ini sering dipakai sebagai indikasi untuk melakukan
miringotomi segera pada pasien otitis media akut yang tidak membaik dalam 48 jam
dengan pengobatan medikamentosa saja. Komplikasi ke telinga dalam dapat berupa
fistula labirin atau labirinitis.

19
3. Komplikasi ke ekstradural
Infeksi pada telinga tengah dapat menyebabkan petrositis atau tromboflebitis sinus
lateralis.

PENCEGAHAN
Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMK adalah terapi yang terlambat
diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien
yang rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk. Guna mencegah terjadinya OMK, pasien
diedukasi untuk sedapat mungkin menghindari faktor-faktor pencetus, seperti menuntaskan
terapi secara adekuat, menjaga daya tahan tubuh, atau dengan selalu menjaga kondisi higiene.

PROGNOSIS
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol yang
baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan
tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat
dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna.
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani
dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah mengalami
komplikasi intrakranial yaitu meningitis.

20
BAB III
KESIMPULAN

Otitis media kronik terbagi menjadi dua, yaitu otitis media kronik tipe benigna dan
maligna. OMK tipe benigna merupakan infeksi kronis pada telinga tengah yang terbatas pada
mukosa, dengan perforasi sentral membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah
terus menerus atau hilang timbul dan tanpa diumpai adanya kolesteatom.
Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMK adalah terapi yang terlambat
diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien
yang rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk. Gejala yang dikeluhkan dapat berupa
nyeri telinga, keluar cairan dari telinga, atau bahkan jika sudah parah dapat berupa gangguan
pendengaran.
Penatalaksanaan OMK tipe benigna disesuaikan dengan fasenya, aktif atau pasif. Pada
OMK tipe benigna pasif dilakukan ear toilet atau pencucian telinga baik dengan dry, syringe,
ataupun suction, dan bila memungkinkan dilakukan operasi untuk mencegah kekambuhan
infeksi. Sedangkan pada OMK tipe maligna, dilakukan pemberian antibiotik.

21
DAFTAR PUSTAKA

Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Boies, Buku Ajar
Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119..
Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Bagian
Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala Leher. Kampus USU. 2007
Fairbanks D.N.F., Antimicrobial Therapy for Chronic Suppurative Otitis Media, Annals of
Otology Rhinology and Laryngology 90 (supp.84), 1981 h. 58-62.
Farida et al. Alergi Sebagai Faktor Resiko Terhadap Kejadian Otitis Media Supuratif Kronik
Tipe Benigna. Medical Faculty of Hasanuddin. 2009.
Glasscock III M.E, Shambaugh GE, Pathology and Clinical Course of inflammatory Discase
of the Middle Ear, Dalam : Surgery of the Ear, 4th ed, Philadelphia, WB. Saunders
Company, 1990 ; h.184-7.
Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi otitis media supuratif. Dalam : Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD (editor). Buku ajar ilmu kesehatan telinga,
hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi 6. 2009. Jakarta : FKUI. h.86.
Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotik Topikal Pada Otitis Media Supuratif Kronik Jinak
Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132.2001.
Mittal, R., Lisi, Christopher V., Gerring, R., et al. 2015. Current concepts in the pathogenesis
and treatment of chronic suppurative otitis media. J Med Microbiol, 64(10), 1103-1116.
Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap Beberapa
Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan. Medan : FK USU.
2003
Soepardi EA, dkk. Otitis Media Supuratif Kronis, Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 7th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2012. Hal.
62-63.
Zainul A. Djaafar, Konsep Penatalaksanaan Pasien OMSK Di Bagian THT/FK UI RSCM,
Dalam : Simposium dan Demo Ojurasi Rhinosinusitis Otokologi, Otologi, Millenium
ENT Medical Course Programme THT FK-UI RSCM, Jakarta 14-17 Mei 2001, h. 114

22

Anda mungkin juga menyukai