SELULITIS ORBITA
Oleh:
Pembimbing:
dr. Suryani Rustam., Sp. M
Pembimbing
A. PENDAHULUAN
Selulitis orbita adalah infeksi aktif jaringan lunak orbita yang terletak
posterior dari septum orbita. Lebih dari 90% kasus selulitis orbita terjadi akibat
kasus sekunder karena sinusitis bakterial akut atau kronis. Gambaran klinisnya
antara lain demam (lebih dari 75% kasus disertai lekositosis), proptosis, kemosis,
hambatan pergerakan bola mata dan nyeri pergerakan bola mata. Keterlambatan
sindroma apeks orbita atau trombosis sinus kavernosus. Komplikasi yang terjadi
antara lain kebutaan, kelumpuhan saraf kranial, abses otak, dan bahkan dapat
terjadi kematian.1
Lebih dari 90% kasus selulitis orbita terjadi akibat kasus sekunder
karena infeksi sinus paranasal akut atau kronis terutama di sinus ethmoid,
sehingga faktor predisposisi terutama riwayat penyakit sinus atau riwayat operasi
Faktor predisposisi selulitis orbita lainnya adalah trauma okuli, riwayat operasi,
dakriosistitis, sisa benda asing di mata dan periorbita, infeksi gigi (odontogen),
tertangani dengan baik. Saat era pra antibiotik, selulitis orbita muncul sebagai
infeksi akut yang sering menyebabkan kebutaan bahkan kematian, dan jika
serius akibat selulitis orbita mulai menurun. Manajemen pasien dengan infeksi
orbita tergantung pada durasi penyakit dan sejauh mana keterlibatan orbita.
Terapi medikamentosa agresif harus diberikan sejak dini untuk mencegah infeksi
B. ANATOMI ORBITA
dibentuk oleh tujuh tulang orbita. Rongga orbita berisi bola mata, persarafan,
juga jaringan ikat. Ras dan jenis kelamin dapat mempengaruhi ukuran orbita.3
Orbita merupakan rongga yang dibentuk oleh tujuh tulang, antara lain
Bentuk rongga orbita dianalogikan sebagai buah pir yang dimana bagian apeks
terdapat di posterior dan saraf optikus sebagai tangkainya. Volume rongga orbita
Rongga orbita memiliki empat dinding yaitu atap, dasar, lateral dan
bervariasi dengan tinggi 35 mm dan lebar 45 mm. Kedalaman orbita pada orang
tengkorak antara kranium dan tulang-tulang wajah. Secara kasar orbita memiliki
bentuk seperti piramida empat sisi dengan dasarnya (margo orbitalis) menghadap
ke depan luar dan agak ke bawah, sedang puncaknya adalah foramen optikum.
Orbita merupakan lekuk untuk menempatkan bola mata, tetapi di dalamnya juga
samping itu orbita juga merupakan jalan vasa dan saraf ke daerah wajah di
sedangkan dari depan mata dilindungi oleh palpebra. Pada puncak orbita terdapat
m.oblik inferior. Orbita dilapisi oleh periorbita yang perlekatannya dengan tulang
agak longgar. Namun demikian pada tempat tertentu periorbita melekat erat.
Perlekatan erat ini terdapat pada margo orbitalis, sutura, fisura, foramina, dan
fossa lakrimalis. 4
luar), dinding nasal (dinding dalam ), dan tepi orbita (margo orbitalis). Tulang-
dan foramina, yaitu fissura orbitalis superior, yang dibentuk oleh ala magna dan
ala parva ossis sphenoidalis, dan menghubungkan orbita dengan rongga kranium;
posterior; serta foramen optikum dan kanalis optikus yang diameternya sekitar 5
paranasal, sehingga proses penyakit pada suatu sinus dapat melibatkan orbita.
Sinus paranasales yang dimaksud mencakup sinus frontalis, sinus maksilaris,
Gambar 2. Orbita. (A) terlihat orientasi orbita. Dinding lateral orbit membentuk
sudut 90 derajat, sedangkan aksis bola mata membentuk 4 derajat. (B) terlihat
1. Rima Orbita
Rima orbita atau yang biasa disebut batas orbita merupakan struktur
berbentuk segi empat dengan sudut tumpul. Batas supraorbita dibentuk oleh
tulang frontal yang terdapat di bagian atas dengan penanda di tengah yang
disebut dengan supraorbita notch, batas medial dibentuk oleh bagian bawah
tulang frontal dan tulang lakrimal serta tulang maksila, batas inferior
dibentuk oleh tulang maksila dan zigomatika, serta pada bagian lateral tulang
2. Dinding Orbita
Dinding yang terdapat pada orbita dibagi menjadi empat bagian, yaitu atap,
medial, dasar, dan lateral. Tulang frontal dan sfenoid ala minor membentuk
dinding atap orbita dan terdapat fossa tempat kelenjar lakrimal yang berjalan
Dinding medial dibentuk oleh empat tulang, yaitu tulang maksila, tulang
lakrimal, tulang etmoid, dan tulang sfenoid ala minor. Tulang etmoid
merupakan tulang terbesar. Lamina papyracea adalah struktur tipis seperti
kertas, dan terletak pada tulang etmoid. Lamina papyracea mudah rapuh
Dinding dasar orbita yang merupakan atap dari antrum maksila dibentuk
oleh tiga tulang, yaitu tulang maksila, tulang palatin, dan tulang zigomatika.
maksilaris. Dinding dasar orbita mudah rapuh dan bersifat imatur sebelum
trauma.3
Dinding lateral orbita merupakan dinding paling tebal dan kuat. Dinding
lateral dibentuk oleh dua tulang orbita yaitu tulang zigomatika dan tulang
sfenoid ala mayor. Dinding lateral orbita pada batas orbita bagian tulang
3. Apex Orbita
Selain memiliki empat dinding, rongga orbita juga memiliki basis dan apex.
Basis adalah area yang digambarkan oleh garis batas orbital. Apex orbit
adalah tempat masuknya saraf dan pembuluh darah orbit, serta tempat
perlekatan otot ekstrinsik bola mata, kecuali inferior oblik. Pada apex
Fisura orbitalis superior, yaitu celah antara sayap mayor dan minor os
4. Apertura Orbita
Apertura orbita utama terletak dari anterior orbita dan dibatasi rima orbita.
Kanalis optik yang terbentang dari tulang sfenoid ala minor berada dekat
dengan apeks orbita dengan panjang 8 sampai 10 mm, menghubungkan fossa
kranial tengah dengan rongga orbita. Kanalis optik dilewati saraf optikus,
arteri oftalmika yang merupakan cabang dari arteri karotis interna setelah
saraf optik.3
Fisura orbita superior berada di antara tulang sfenoid ala minor dan ala
mayor dan menyatukan fossa kranial tengah dan rongga orbita yang juga
terletak di antara atap dan dinding lateral. Struktur yang melewati fisura
orbita superior dari lateral ke medial adalah saraf lakrimal, saraf frontal, dan
saraf troklearis; serta cabang dari bagian atas dan bawah saraf okulomotor
Fisura orbita inferior terletak diantara tulang sfenoid ala mayor, tulang
maksila dan tulang palatin, tepatnya diantara dinding lateral dan dinding
yang berganti nama menjadi saraf infraoribta, saraf tersebut berjalan ke arah
anterior pada dasar orbit melalui kanalis infraorbita dan mempersarafi bagian
bawah palpebra, pipi, bagian atas bibir, atas gigi dan gusi.3
darah dan percabangan dari saraf zigomatika melalui dinding lateral orbita
5. Vaskularisasi Orbita
adalah arteria centralis retina, yang memasuki nervus opticus sekitar 8-15
brevis; arteria palpebral medialis ke kedua kelopak mata; dan arteria suprea
orbitalis suprathrochlearis.6
beranastomosis satu dengan yang lain, dan bersama ateri ciliaris anterior
inferior, yang juga menampung darah dari venae vorticosae, vena ciliaris
serta dari satu cabang vena angularis, ketiga vena tersebut mengalirkan darah
antara kulit wajah dan sinus cavernosus yang vatal pada infeksi superficial
dikulit periorbita.6
Gambar 6. Vaskularisasi Vena Orbita
C. DEFINISI
intraorbita dibelakang septum orbita. Infeksi yang telah melewati septum orbita
jaringan posterior ke septum orbita, termasuk lemak dan otot dalam tulang orbita.
Selulitis orbita merupakan kedaan yang kurang umum, mungkin terkait dengan
visual yang signifikan dan gejala sisa yang mengancam jiwa, termasuk neuropati
abses intracranial.8
D. EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 90% kasus selulitis orbita terjadi akibat kasus sekunder
karena infeksi sinus paranasal akut atau kronis terutama di sinus ethmoid,
sehingga faktor predisposisi terutama riwayat penyakit sinus atau riwayat operasi
terutama mengenai anak antara umur 2-10 tahun. Walaupun sebagian besar kasus
timbul pada anak-anak, orang berusia lanjut dan yang mengalami gangguan
dewasa. Namun pada anak laki-laki dua kali lebih mungkin untuk
rata-rata anak dirawat di Rumah Sakit dengan selulitis orbita adalah 7 – 12 tahun.
Dalam analisis retrospektif dari infeksi orbital anak, usia rata-rata pasien yang
terkena adalah 6,8 tahun, mulai dari 1 minggu sampai 16 tahun . Kondisi ini lebih
selulitis orbita setinggi 80%. Sejak pengenalan vaksin Hib, angka kejadia
E. FAKTOR PREDISPOSISI2
Sinusitis
Trauma okuli
Riwayat operasi
Dakriosistitis
Endoftalmitis
F. ETIOLOGI
skleritis, juga truma kotor yang masuk ke dalam rongga orbita, sepsis, piemia dan
stafilokokus dan berjalan akut. Bila terjadi akibat lues, jamur dan sarkoidosis
maka perjalanan penyakit dapat kronis. Pada dewasa, selulitis orbita sering
disebabkan oleh campiran infeksi gram positif kokus, gram negati, dan terkadang
bakteri anaerob.7,9,10
umum dari organisme yang terkait dengan selulitis orbita pada anak-anak
sebelum pengenalan dan tersebarnya secara luas vaksin Hib pada tahun 1985.
G. PATOGENESIS
1. Secara langsung dari radang sinus dan radang kelenjar air mata
3. Melalui trauma terutama bila ada benda asing yang masuk ke rongga orbita.
sinus paranasal, penyebaran melalui pembuluh darah dan bakteremia atau berama
bahan tercemar ke dalam orbita melalui kulit atau sinus paranasal. Orbita
dikelilingi oleh sinus-sinus paranasal, dan sebagian dari drainase vena sinus-
melalui tulang-tulang ethmoid yang tipis. Orbita dipisahkan dari sinus ethmoid
dan maksila oleh lempengan tulang yang tipis yang disebut lamina papyracea,
yang memiliki struktur tipis dan memiliki beberapa defek. Infeksi dapat
menyebar langsung akibat penetrasi langsung melalui tulang tipis tersebut, atau
Kombinasi dari tulang tipis, banyak foramen neurovaskular, dan beberapa defek
bahan infeksius yang berasal dari ruang ethmoidal dan ruang subperiosteal
medial sehingga lokasi yang paling sering terjadinya abses subperiosteal
lebih tipis, garis sutura yang masih terbuka dan foramen vaskular yang lebih
meningitis, abses epidural dan subdural, dan abses parenkim otak terutama dari
lobus frontal.2
H. KLASIFIKASI
papyracea
dalam orbita
3. Abses orbita
I. MANIFESTASI KLINIS
periorbita yang cepat diikuti oleh nyeri hebat, mata kabur dengan atau tanpa
dapat disertai gejala sistemik seperti demam, sakit kepala, dan nyeri sendi. Tajam
riwayat trauma, sinusitis akut atau infeksi saluran pernapasan atas beberapa hari
sebelum edema kelopak mata. Pada retina terlihat tanda statis pembuluh darah
Pada infeksi yang berat, inflamasi dapat berlanjut menjadi nekrosis dan
abses yang melibatkan saraf optic, sclera, koroid, dan retina. Mekanisme dari
atau neuritis, kompresi mekanik langsung dari abses, atau oklusi vascular dari
Scan atau MRI bermanfaat untuk membedakan antara keterlibatan pra dan pasca
mengidentifikasi dan menentukan lokasi abses orbita atau benda asing. Foto sinar
menyebabkan gangguan bilateral nervus kranialis II-VI, disertai edema berat dan
demam septik. Erosi tulang-tulang orbita dapat menyebabkan abses otak dan
meningitis.6
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG15,16
3. Kultur darah
dapat memberikan keuntungan lebih lanjut dalam evaluasi dari benda asing
Gambar 11. (a) MRI memperlihatkan selulitis orbita dextra disertai dengan
benda asing pada intraorbital. (b) setelah explorasi dengan pembedahan
fragmen kayu dari cabang pohon sebagai benda asing
K. PENATALKASANAAN
dosis tinggi, istirahat atau dirawat, bila terlihat daerah fluktuasi abses maka
dilakukan insisi, selain pengobatan penyebab seperti kelainan sinus dan lainnya.
antibiotik yang poten untuk bakteri gram positif dan bakteri gram negatif, serta
penetrasi baik pada blood brain barrier juga lebih disuka seperti agen antimikroba
antibiotic untuk mengatasi basil gram negatif dan gram positif. Dekongestan
Menurut Pat dan Manning tindakan bedah orbita dan sinus pada kasus selulitis
adanya komplikasi lebih berat seperti kebutaan dan defek pupil aferen dengan
jika saraf optic terganggu. Fungsi saraf optik harus diamati dengan ketat, monitor
tajam penglihatan, penglihatan warna, dan tes defek pupil aferen relative.
Drainase abses subperosteal sangat diperlukan kecuali anak yang sangat muda.
mata. Edema dan kemosis kelopak mata juga dapat terjadi pada penyakit ginjal,
Sindrom inflamasi orbita idiopatik sering terjadi salah diagnosis dengan selulitis
orbita. Orang dewasa dengan kondisi ini mengalami demam,tidak enak badan,
dan infeksi sinus terkait. Peradangan akut itu sering hadir pada penyakit mata
tiroid bisa tampak serupa untuk tanda-tanda selulitis adanya retraksi kelopak
mata dan seringkali studi fungsi tiroid yang abnormal, biasanya menunjukkan
orbita yang tidak biasa seperti TBC, sifilis, dan aktinimikosis, jamur, dan parasit
harus diperimbangkan.8
M. KOMPLIKASI
obstruksi arteri dan vena retina sentralis, neuropati optik, trombosis sinus
cavernous, abses periosteal dan abses orbita. Komplikasi intra kranial juga dapat
N. PROGNOSIS
Outcome dari terapi medikamentosa pada pasien infeksi orbita tergantung pada
penyakit mematikan apabila tidak tertangani dengan baik. Prognosis sangat baik
apabila segera diterapi dengan antibiotik dan bedah drainase atas indikasi.
2. Liyanti, R., dkk. 2019. Orbital Cellulitis. Jurnal Kesehatan Andalas volume 8(4):
295-304
4. Suhardjo. 2007. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas
5. Moore, Keith L. Dalley, Arthur F, Agur, Anne MR. 2010. Clinically Oriented
Universitas Indonesia.
8. Mallika O.U. MS., dkk. 2011. Orbital and Preseptal Cellulitis. Kerala Journal of
Universitas Indonesia
10. Hedge, R., Sundar, G.. 2017. Orbital Cellulitis; A Review. TNOA Journal of
https://radiopaedia.org/articles/chandler-classification-of-orbital-infections.
12. Paediatric Emergency Medicine CHQ. 2019. Guideline: Peri-Orbital and Orbital
13. Elshafei, A.M., dkk. 2017. Clinical profile and outcomes of management of
14. Yanoff M., Duker J.S. 2014. Opthalmology Fouth Edition. Elsevier Saunders.
China.
Elsevier
16. Seongmu, L., Yen, MT. 2010. Management of preseptal and orbital cellulitis.
17. James, B., dkk. 2006. Lecture note: Oftalmologi. Edisi Sembilan. PT. Glora
18. Durrani, O., Oluwole, M. 2012. Management of Orbital Cellulitis and Orbital
Abscess (Adults and Children). NHS Trust; Sandwell and West Birmingham
Hospitals
19. Akcay, E., dkk. 2014. Preseptal and Orbital Cellulitis. Journal of Microbiology
21. Saiba, S.E., Mutesa, L. 2010. Orbita and Facial Cellulitis. Rwanda Medical