Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

Selulitis Orbita dan Preseptal

DISUSUN OLEH :
Stefanus Aria Anjasmara G992108066
Fitriana Rafi G992108066

Periode : 13 Desember 2021 – 8 Januari 2022

PEMBIMBING :

dr. Shabrina Hanifah, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
DR. MOEWARDI SURAKARTA

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr. Moewardi Surakarta,
dengan judul:

Selulitis Orbita dan Preseptal

Disusun Oleh:
Stefanus Aria Anjasmara G992108066
Fitriana Rafi G992108066

Mengetahui dan menyetujui,

Pembimbing Referensi Artikel

dr. Shabrina Hanifah, Sp.M


TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI1,2
Orbita adalah sebuah rongga berbentuk segi empat seperti buah
pir yang  berada di antara fossa kranial anterior dan sinus maksilaris. Tiap
orbita berukuran sekitar 40 mm pada ketinggian, kedalaman, dan
lebarnya. Orbita dibentuk oleh 7 buah tulang: Os. frontalis, Os.
maxillaris, Os. zygomaticum, Os. sphenoid, Os. palatinum, Os.
ethmoid, Os. lacrimalis.

Gambar 1. Anatomi Orbita

Secara anatomis orbita dibagi menjadi enam sisi, yaitu:

1. Dinding medial, terdiri dari os maxillaris, lacrimalis, ethmoid, dan


sphenoid. Dinding medial ini seringkali mengalami fraktur
mengikuti sebuah trauma. Os ethmoid yang menjadi salah satu

1
struktur pembangun dinding medial merupakan salah satu lokasi

terjadinya sinusitis etmoidales yang merupakan salah satu


penyebab tersering selulitis orbita.

2. Dinding lateral, terdiri dari sebagian tulang sphenoid dan


zygomaticum.

3. Langit- langit, berbentuk triangular, terdiri dari tulang sphenoid


dan frontal. Defek pada sisi ini menyebabkan proptosis pulsatil.

4. Lantai, terdiri dari os. Palatina, maxillaris, dan


zygomaticum. Bagian posteromedial dari tulang maksilaris relatif
lemah dan seringkali terlibat dalam fraktur blowout.

5. Basis orbita, merupakan bukaan anterior orbita

6. Apeks orbita, merupakan bagian posterior orbita dimana keempat


dinding orbita bekonvergensi, memiliki dua orifisium yaitu kanal
optikus dan fisura orbital superior.

Septum orbital2,3

Pada orbita terdapat suatu membran jaringan ikat yang tipis yang
melapisivberbagai struktur. Membran tersebut terdiri dari fascia bulbi,
muscular sheats, intermuscular septa, dan ligamen lockwood. Di dalam
orbita terdapat struktur- struktur sebagai berikut: bagian n. optikus,
muskulus ekstraokular, kelenjar lakrimalis, kantung lakrimalis, arteri
oftalmika, nervus III, IV, dan VI, sebagian nervus V, dan fascia serta
lemak.

Inflamasi periorbital dapat diklasifikasikan menurut lokasi dan


derajat keparahan. Salah satu pertanda anatomis dalam menentukan
2
lokasi penyakit adalah septum orbital. Septum orbital adalah
membran tipis yang berasal dari periosteum orbital dan masuk ke
permukaan anterior lempeng tarsal kelopak mata. Septum
memisahkan kelopak mata superfisial dari struktur dalam orbital dan
membentuk barier yang mencegah infeksi dari kelopak mata menuju
rongga orbita.

B. DEFINISI
Selulitis orbita (selulitis postseptal) adalah infeksi aktif jaringan
lunak orbita yang terletak posterior dari septum orbita. 3 Faktor predisposisi
dari selulitis orbita adalah sinusitis, trauma okuli, Riwayat operasi,
dakriosistitis, sisa benda asing di mata, infeksi gigi, tumor orbita atau
intraokuler, serta enfortalmitis.4

C. EPIDEMIOLOGI
Infeksi bakteri orbital dapat terjadi pada semua usia tetapi
lebih sering pada populasi usia anak anak. Dalam analisis retrospektif dari
infeksi orbital anak, usia rata-rata pasien yang terkena adalah 6,8 tahun,
mulai dari 1 minggu sampai 16 tahun. Predileksi jenis kelamin tidak
mempengaruhi. selulitis orbita terjadi lebih sering pada musim dingin
karena terkait erat dengan sinus paranasal dan infeksi saluran pernapasan
atas. sebagian besar kasus memberikan gambaran klinis pada mata yang
bersifat unilateral.2
Pada studi lain menyatakan Sebagian besar kasus selulitis orbita
terjadi pada kelompok usia anak anak (0- 20 tahun) dengan presentase
sebesar (44%), kemudian dilanjutkan dengan usia pertengahan sebesar
(40%), dan lanjut usia dengan presentase sebesar (16%) dengan usia di
atas 50 tahun.5

3
D. ETIOLOGI
Orbita dapat terinfeksi melalui tiga jalur seperti pada selulitis
preseptal6
a. Infeksi eksogen
dapat berasal dari trauma tembus pada mata khususnya terkait
dengan retensi benda asing intraorbital dan kadang- kadang terkait
dengan tindakan bedah seperti eviserasi, enukleasi, dan orbitotomi.
b. Persebaran infeksi sekitar, seperti sinusitis, infeksi gigi, kelopak
mata dan struktur intraorbita merupakan rute infeksi tersering.
c. Infeksi endogen
jarang terjadi. Penyebab tersering selulitis orbita adalah bakteri,
dapat juga jamur dan virus namun jarang. Bakteri tersering adalah
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococci,
Diphtheroids, Haemophilus influenza, Escherichia coli.7

E. PATOFISIOLOGI
Selulitis orbita adalah infeksi dari jaringan lunak orbita yang terletak
posterior dari septum orbita. Penyebab dan faktor predisposisi selulitis
orbita antara lain sinusitis, trauma okuli, riwayat operasi, dakriosistitis,
sisa benda asing di mata dan periorbita, infeksi gigi (odontogen), tumor
orbita atau intraokuler, serta endoftalmitis. Gambaran klinisnya antara
lain demam (lebih dari 75% kasus disertai lekositosis), proptosis,
kemosis, hambatan pergerakan bola mata dan nyeri pergerakan bola mata.
Pasien mulanya berkembang dari selulitis preseptal dan menjadi selulitis
orbital. Menurut klasifikasi Chandler, secara kilnis selulitis orbita dibagi
dalam 5 stadium yaitu stadium 1 (edema inflamasi) stadium 2 (selulitis
4
orbita) stadium 3 (abses periosteal) stadium 4 (abses orbita) dan stadium 5
(trombosis sinus kavernosus). Sedangkan secara radiologis selulitis orbita
diklasifikasikan ke dalam 3 kategori utama yaitu infiltrasi difus jaringan
lemak, abses subperiosteal, dan abses orbita.4,8,9 Bakteri dapat menginfeksi
jaringan preseptal dan orbital melalui salah satu dari tiga cara berikut4
1. Inokulasi langsung. Contohnya termasuk gigitan serangga atau
trauma yang tidak disengaja. Jenis-jenis infeksi ini biasanya
disebabkan oleh Streptococcus aureus atau pyogenes
2. Infeksi adneksa okular yang berdekatan seperti episode akut
sinusitis, dakriosistitis, atau hordeolum yang dapat menyebar ke
ruang preseptal dan posteptal.
3. Infeksi juga dapat menyebar melalui jalur hematogen dari sumber
infeksi yang jauh seperti otitis media atau pneumonia.
Pada selulitis orbital, timbul tekanan, akibat dari peradangan di ruang
posteptal, hal ini dapat meningkatkan risiko oklusi arteri retina sentral atau
vena, atau kerusakan pada saraf optik. Hal ini dapat meningkatkan risiko
iskemia saraf retina dan optik, yang dapat menyebabkan sampai
kebutaan.4,8,9

F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama yang didapatkan pada selulitis orbita berupa
pembengkakan pada mata yang biasa bersifat unilateral dan nyeri hebat
yang meningkat dengan pergerakan bola mata atau adanya tekanan.
Gejala yang lain yang bisa didapat antara lain demam, mual, muntah,
dan kadang-kadang kehilangan penglihatan.7 kadang pasien mengeluh
tidak bisa membuka mata untuk melihat gerakan mata yang terbatas.
Biasanya ada riwayat sinusitis akut atau infeksi saluran pernapasan atas
pada hari-hari sebelum terjadi edema kelopak mata. Gejala dapat

5
berkembang dengan cepat, dan dengan demikian, diagnosis dan
pengobatan cepat adalah hal yang terpenting.6

Tanda-tanda selulitis orbita yang didapat kan pada pemeriksaan


fisis dan oftalmologi adalah:3,7
 ditandai dengan adanya pembengkakan yang menutup bola mata
dengan karakteristik kekerasan seperti papan dan kemerahan
 ditemukan adanya chemosis konjungtiva, yang menonjol dan
menjadi
kering atau nekrotik.
 Bola mata proptosis.
 gerakan bola mata terbatas
 Pemeriksaan fundus dapat menunjukkan adanya kongesti vena retina
dan tanda-tanda papillitis atau edema papil.
 Penurunan visus, gangguan pengelihatan warna.

Gambar 2. Selulitis orbita mata kiri

6
G. DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda selulitis orbita yang didapat kan pada pemeriksaan fisik
dan oftalmologi adalah:10 
a. Ditandai dengan adanya pembengkakan yang menutup bola mata
dengan karakteristik kekerasan seperti papan dan kemerahan
b. Ditemukan adanya chemosis konjungtiva, yang menonjoldan
menjadi kering atau nekrotik.
c. Bola mataproptosis.
d. Gerakan bola mata terbatas
e. Pemeriksaan fundus dapat menunjukkan adanya kongesti vena
retina dan tanda-tanda papillitis atau edema papil.
f. Penurunan visus, gangguan penglihatan warna.
2. Pemeriksaan laboratorium6 
Pada pemeriksaan laboratorium untuk evaluasi laboratorium pada
selulitis orbita harus mencakup beberapa hal berikut (aspirasi jarum dari
orbita dikontraindikasikan):
a. Hitung darah lengkap (CBC) - Leukositosis lebih besar dari
15.000 dengan pergeseran ke kiri biasanya terlihat.
b. Kultur darah - Dapatkan kultur darah sebelum pemberian antibiotik
apa pun, meskipun mereka tidak mungkin mengungkapkan
organisme yang bertanggung jawab 
c. Penilaian bahan purulen - Kumpulkan bahan purulen dari hidung
dengan kapas atau kalsium alginat, apusan untuk pewarnaan Gram,
dan kultur pada media aerob dan anaerob; menilai setiap bahan

7
yang diperoleh dari sinus atau langsung dari abses orbital dengan
cara yang sama

3. Pemeriksaan Radiologi6
a. X-Ray PNS untuk mendeteksi adanya sinusitis terkait
b. USG orbital untuk mendeteksi adanya abses intraorbital
c. CT scan dan MRI untuk :
i. Membedakan selulitis preseptal dan postseptal
ii. Mendeteksi abses subperiosteal dan abses orbital
iii. Mendeteksi ekstensi intracranial
iv. Menentukan kapan dan darimana dilakukan drainase abses
orbital
d. Punksi lumbal bila terdapat tanda-tanda keterlibatan meningel dan
serebral

Gambar 3. CT Scan selulitis orbita (kiri) dan selulitis preseptal (kanan)

8
H. TATALAKSANA

1. Terapi antibiotik yang intensif untuk mengatasi infeksi.3


Infeksi selulitis orbita adalah suatu kegawat daruratan dan
membutuhkan penanganan segera antibiotik intravena. Pasien dengan
selulitis orbita harus dirawat inap. Terapi antibiotik ini harus diberikan
pada kecurigaan klinis tanpa harus menunggu hasil pemeriksaan kultur,
sementara pemeriksaan penunjang seperti pencitraan dapat dilakukan
setelahnya.
Segera setelah didapatkan biakan hidung, konjungtiva dan darah,
harus diberikn antibiotik intravena sesuai bakteri penyebab. Selain itu,
dalam rangka untuk menyediakan cakupan yang lebih luas gram negatif
dan organisme anaerob, sefotaksim dan metronidazole atau clindamycin
biasanya bersamaan diberikan. Pilihan antibiotik lain seperti piperacillin-
Tazobactam, tikarsilin-klavulanat, dan ceftriaxone. Untuk pasien alergi
penisilin, vankomisin dalam kombinasi dengan fluorokuinolon dapat
dipertimbangkan. Pengobatan harus dimodifikasi berdasarkan hasil
sensitivitas dan resistensi lokal dan konsultasi dengan bagian THT.6
Setelah mendapatkan kultur dari apusan hidung, konjungtiva dan
sampel darah, antibiotik intravena harus diberikan. untuk infeksi
staphylococcal dapat diberikan penisilinase (misalnya, oksasilin)
dikombinasikan dengan ampisilin harus diberikan. Untuk menangani H.
Influenzae terutama pada anak-anak, kloramfenikol atau asam klavulanat
juga harus ditambahkan. sefotaksim, ciprofloxacin atau vankomisin dapat
9
digunakan alternatif untuk menggantikan kombinasi oksasilin dan
penisilin. Antibiotik yang tepat harus berada di dosis yang cocok dan aktif
terhadap Organisme dengan memberikan antibiotik spektrum luas:
Cefuroxime 1 · 5g setiap 8 jam (yang anak menerima dosis dikurangi),
bersama dengan Metronidazole 500mg setiap 8 jam. 7 atau Ceftazidime
1gr setiap 8 jam IM dan metronidazole 500mg oral setiap 8 jam, Sebagian
kasus berespon dengan cepat terhadap pemeberian antibiotik. Kasus yang
tidak berespon mungkin memerlukan drainase sinus paranasal melalui
pembedahan. MRI bermanfaat untuk memutuskan kapan dan dimana
drainase abses orbita dilakukan.3 Selama proses pengobatan berlangsung,
dilakukan monitoring fungsi nervus optikus setiap 4 jam dengan penilaian
reaksi pupil, visus, dan collour vision.6

2. Obat analgesik dan anti-inflamasi yang membantu dalam


mengontrol rasa sakit dan demam.

3. Intervensi bedah.11
Kira-kira, 12-15% pasien memerlukan manajemen bedah. Anak-
anak 10-19 tahun lebih mungkin memerlukan intervensi bedah dan pasien
yang jauh lebih tua dengan leukositosis. Kehadiran sinusitis akut dan
kronis, proptosis, diplopia, kemosis konjungtiva meningkatkan rasio
peluang intervensi bedah. Perawatan bedah digunakan untuk pengobatan
sumber infeksi (pan sinusitis) dan komplikasi selulitis orbital (intraorbital
atau intrakranial) dengan hasil yang baik. Drainase abses subperiosteal
membutuhkan sayatan pada periosteum. Penyisipan saluran untuk
beberapa hari dapat digunakan. Operasi sinus endoskopi fungsional
(FESS) dapat dilakukan untuk beberapa abses periosteal, dengan
menghilangkan kebutuhan untuk etmoidektomi eksternal dan bekas luka
wajah. Pada selulitis orbital jamur, diagnosis dini dan memulai pengobatan

10
juga mungkin memerlukan debridemen terbatas. Namun, selulitis orbital
jamur invasif yang parah mungkin memerlukan eksenterasi.

Tabel 1. Daftar obat pada selulitis orbita3

I. PROGNOSIS2,3
Dengan pengenalan dan penanganan yang tepat, prognosis untuk
sembuh total tanpa komplikasi sangat baik.
1. Selulitis orbital dapat berlanjut menjadi abses orbital dan menyebar
secara posterior menyebabkan trombosis sinus kavernosus.
2. Penyebaran sistemik dapat menyebabkan meningitis dan sepsis.

11
3. Pada studi terhadap pasien pediatrik, faktor risiko tinggi adalah
sebagai berikut:
a. Usia di atas 7 tahun
b. Abses subperiosteal
c. Nyeri kepala dan demam yang menetap setelah pemberian
antibiotik IV
4. Pasien yang mengalami imunokompromais atau diabetes memiliki
kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami infeksi fungal.

J. KOMPLIKASI
Komplikasi dari selulitis orbital dapat disebabkan oleh faktor
mekanik di orbit atau penyebaran hematogen dan berdekatan. Ada vena
tanpa katup di sekitar orbit yang merupakan predisposisi penyebaran ini.
Komplikasi mata disebabkan oleh proptosis dan peningkatan tekanan di
orbit. Ini termasuk paparan keratopati, glaukoma, oklusi arteri retina
sentral atau vena, neuropati optik dari suatu sindrom apeks orbital.
Komplikasi lain selulitis orbital termasuk abses subperiosteal, komplikasi
intrakranial (thaverosis sinus kavernosus, meningitis dan abses otak). Kira-
kira, 0,3-5,1% mengalami abses orbital atau subperiosteal. Pengembangan
abses orbital tidak berkorelasi secara spesifik dengan penglihatan,
proptosis, atau tanda lain pasien.7
Abses orbital atau periosteal harus dicurigai pada pasien dengan
proptosis progresif dengan perpindahan bola mata, swinging pirexia, dan
kegagalan untuk membaik walaupun diberikan antibiotik intravena.
Mereka biasanya terlokalisasi berdekatan dengan sinus yang terkena di
ruang subperiosteal, biasanya dinding orbital medial. Mungkin diperlukan
pencitraan serial.7

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th


ed.Elsevier, 2011.

2. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New age international,


2007. p. 377-378, 384-386

3. Sullivan JA, Orbita. Dalam: Vaughan DG, Asbury T, Riordan EP, editor.
Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. 2007. p.
251-256.

4. Riyanto, H., Desy, B., & Soebagjo, H. D. (2009). Orbital Cellulitis and
Endophthalmitis Associated with Odontogenic Paranasal Sinusitis. Jurnal
Oftamology Indonesia, 7(1), 28-31.

5. Babu RP. A Case Report of Orbital Cellulitis. Indian Journal of Mednodent


and Allied Sciences Vol. 2, No. 3, November, 2014, pp- 286- 289

6. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th


ed.Elsevier, 2011.

7. Chaudhry IA, Al‐Rashed W, Arat YO. The hot orbit: Orbital cellulitis.
Middle East Afr J Ophthalmol 2012;19:34‐42.

8. Paul S, Heaton P. Diagnosis, management and treatment of orbital and


periorbital cellulitis in children. Emergency nurse: the journal of the RCN
Accident and Emergency Nursing Association. 2016; 24(1).

9. Sundar G, Hedge R. Orbital cellulitis-a review. TNOA Journal of Ophthalmic


Science and Research. 2017;55(3).

10. Mallika OU, Sujatha, Narayan S. Orbital and preseptal cellulitis. Kerala
Journal of Opthalmology. 2011; Vol XXIII (1); 10-4.

13
11. Mowatt L. Orbital Cellulitis. InChallenging Issues on Paranasal Sinuses 2018
Nov 5. IntechOpen.

14

Anda mungkin juga menyukai