Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2021


UNIVERSITAS HALU OLEO

SELULITIS ORBITA

Oleh :
Annisa Tri Yustika Bachrun, S.Ked
K1B1 20 039

Pembimbing
dr. Rizky Magnadi, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:


Nama : Annisa Tri Yustika Bachrun, S.Ked
Nim : K1B1 20 039
Judul Referat : Selulitis Orbita

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada


Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, 30 September 2021


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Rizky Magnadi, Sp.M

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................2
A. Definisi..........................................................................................2
B. Anatomi.........................................................................................2
C. Epidemiologi.................................................................................7
D. Etiologi..........................................................................................8
E. Patogenesis....................................................................................8
F. Gejala Klinis..................................................................................9
G. Diagnosis.......................................................................................10
H. Penatalaksanaan.............................................................................13
I. Diagnosis Banding.........................................................................17
J. Prognosis.......................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA……………………..…………………………………....22

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Selulitis orbita merupakan proses infeksi pada orbita yang jarang terjadi,
dengan gambaran klinis antara lain demam (lebih dari 75% kasus disertai
leukositosis), nyeri, penurunan visus, proptosis, kemosis, dan keterbatasan
pergerakan bola mata. Selulitis orbita juga dikaitkan dengan sejumlah komplikasi
serius lainnya seperti meningitis, sindroma apex orbita, dan sepsis.1
Selulitis orbita adalah proses inflamasi yang melibatkan jaringan yang
terletak di posterior septum orbita di dalam orbit tulang, tetapi istilah ini
umumnya digunakan untuk menggambarkan inflamasi menular. Ini
bermanifestasi dengan eritema dan edema kelopak mata, kehilangan
penglihatan, demam, sakit kepala, proptosis, chemosis, dan diplopia.  Selulitis
orbita biasanya berasal dari infeksi sinus, infeksi pada kelopak mata atau
wajah, bahkan penyebaran hematogen dari lokasi yang jauh.14
Selulitis orbita berpotensi menjadi penyakit mematikan apabila
tidak tertangani dengan baik. Saat era pra antibiotik, selulitis orbita muncul
sebagai infeksi akut yang sering menyebabkan kebutaan bahkan kematian,
dan jika sampai ke sinus kavernosus maka angka kematian mencapai
100%.2 Seiring dengan perkembangan antibiotik yang efektif, frekuensi
terjadinya komplikasi serius akibat selulitis orbita mulai menurun. 1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Selulitis orbital didefinisikan sebagai infeksi serius yang melibatkan otot dan
lemak yang terletak di dalam orbit. Kadang-kadang juga disebut sebagai selulitis
postseptal. Selulitis orbital tidak melibatkan globe itu sendiri. 3
Selulitis orbital adalah infeksi yang melibatkan jaringan posterior ke septum
orbital, termasuk lemak dan otot dalam orbit tulang. Selulitis orbita menyerang semua
kelompok umur tetapi lebih umum pada populasi anak (Seongmu dkk., 2011).
Komplikasi serius seperti abses intrakranial, meningitis, karotis oklusi arteri,
trombosis sinus kavernosa, dan kehilangan penglihatan.11
Meskipun selulitis orbital dapat terjadi pada semua usia, ini lebih sering
terjadi pada populasi pediatrik . Organisme penyebab selulitis orbital umumnya
bersifat bakteri tetapi juga dapat bersifat polimikroba, seringkali termasuk bakteri
aerob dan anaerob dan bahkan jamur atau mikobakteri.3

B. Anatomi
1. Orbita
Rongga orbita secara skematis digambarkan sebagai piramida dengan
empat dinding yang mengerucut ke posterior. Dinding medial orbita kiri dan
kanan terletak parallel dan dipisahkan oleh hidung. Pada setiap orbita, dinding
lateral dan medialnya membentuk sudut 45 derajat, menghasilkan sudut siku
antara kedua dinding lateral. Bentuk orbita dianalogikan sebagai buah pir,
dengan nervus opticus sebagai tangkainya. Diameter lingkar anterior sedikit
lebih kecil daripada diameter regio di bagian dalam tepian sehingga terbentuk
bingkai pelindung yang kokoh. 6
Volume orbita dewasa kira-kira 30 mL dan bola mata hanya menempati
sekitar seperlima bagian rongga. Lemak dan otot menempati bagian

2
terbesarnya. Batas anterior rongga orbita adalah septum orbitale, yang
berfungsi sebagai pemisah antara palpebra dan orbita. Orbita berhubungan
dengan sinus frontalis di atas, sinus maksilaris di bawah, serta sinus
ethmoidalis dan sfenoidalis di medial. Dasar orbita yang tipis mudah rusak
oleh trauma langsung pada bola mata, mengakibatkan timbulnya fraktur
"blowout" dengan herniasi isi orbita ke dalam antrum maksilaris. Infeksi pada
sinus sfenoidalis dan etmoidalis dapat mengikis dinding medialnya yang
setipis kertas (lamina papyracea) dan mengenai isi orbita. Defek pada atapnya
(mis., neurofibromatosis) dapat berakibat terlihatnya pulsasi pada bola mata
yang berasal dari otak. 6
2. Dinding Orbita
Atap orbita terutama terdiri atas pars orbitalis ossis frontalis. Kelenjar
lakrimal terletak di dalam fossa glandulae lacrimalis di bagian anterior lateral
atap. Ala minor ossis sphenoidalis yang mengandung kanalis optikus
melengkapi bagian atap di posterior. Dinding lateral dipisahkan dari bagian
atap oleh fissure orbitalis superior, yang memisahkan ala minor dari ala major
ossis sphenoidalis. Bagian anterior dinding lateral dibentuk oleh facies
orbitalis ossis zygomatici (malar). Inilah bagian terkuat dari tulang-tulang
orbita. 6
Ligamentum suspensorium, tendo palpebralis lateralis, dan
ligamentum " check" mempunyai jaringan ikat yang melekat pada tuberculum
orbitale lateral. Dasar orbita dipisahkan dari dinding lateral oleh fissure
orbitalis inferior. Pars orbitalis maxillae membentuk daerah sentral yang luas
bagian dasar orbita dan merupakan tempat tersering terjadinya fraktur
blozoout. Processus frontalis maxillae di medial dan os zygomaticum di
lateral melengkapi tepi inferior orbita. Processus orbitalis ossis palatini
membentuk daerah segitiga kecil pada dasar posterior. Batas-batas dinding
medial rongga orbita tidak terlalu jelas. Os ethmoidale tipis seperti kertas,
tetapi menebal ke arah anterior saat bertemu dengan os lacrimale. Corpus

3
ossis sphenoidalis membentuk bagian paling posterior dinding medial, dan
processus angularis ossis frontalis membentuk bagian atas crista lacrimalis
posterior. Bagian bawah crista lacrimalis posterior dibentuk oleh os lacrimale.
Crista lacrimalis anterior teraba dengan mudah melalui palpebra dan terdiri
atas processus frontalis maxillae. Sulcus lacrimalis terletak di antara kedua
crista dan mengandung saccus lacrimalis . 6

Gambar 1. Tulang-tulang orbita kanan tampak anterior. 6

Gambar 2. Tulang-tulang dinding orbita kiri tampak medial.6

4
3. Apeks Orbita
Apeks orbita adalah tempat masuk semua saraf dan pembuluh ke mata
dan tempat asal semua otot ekstraokular, kecuali obliquus inferior. Fissura
orbitalis superior terletak di antara corpus serta ala major dan minor ossis
sphenoidalis. Vena ophthalmica superior dan nervus lacrimalis, frontalis, dan
trochlearis berjalan melalui bagian lateral fissura yang terletak di luar anulus
Zinn. 6
Ramus superior dan inferior nervus oculomotorius serta nervus
abducens dan nasociliaris berjalan melalui bagian medial fissura di dalam
anulus Zinn. Nervus opticus dan arteria ophthalmica berjalan melalui kanalis
optikus, yang juga terletak di dalam anulus Zinn. Vena ophthalmica inferior
dapat melalui bagian manapun daii fissura orbitalis superior, termasuk bagian
yang bersebelahan dengan corpus ossis sphenoidalis yang terletak di sebelah
inferomedial annulus Zinn. Vena ophthalmica inferior sering bergabung
dengan vena ophthalmica superior sebelum keluar dari orbita. 6

Gambar 3. Apeks orbita kanan tampak anterior. 6

5
4. Perdarahan
Pemasok arteri utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteria
ophthalmica, yaitu cabang besar pertama arteria carotis interna bagian
intrakranial. Cabang ini berjalan di bawah nervus opticus dan bersamanya
melewati kanalis optikus menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama
adalah arteria centralis retinae, yang memasuki nervus opticus sekitar 8-15
mm di belakang bola mata. Cabangcabang lain arteria ophthalmica adalah
arteria lacrimalis, yang mendarahi glandula lacrimalis dan kelopak mata atas;
cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita; arteria ciliaris posterior
longus dan brevis; arteriae palpebrales mediales ke kedua kelopak mata; dan
arteria supraorbitalis serta supratrochlearis. Arteriae ciliares posteriors breve
mendarahi koroid dan bagian-bagian nervus opticus. Kedua arteria ciliaris
posterior longa mendarahi corpus ciliare, beranastomosis satu dengan yang
laio dan bersama arteria ciliaris anterior membentuk circulus arteriosus major
iris. Arteria ciliaris anterior berasal dari cabang-cabang muskularis dan
menuju ke musculi recti. Arteri ini memasok darah ke sklera, episklera,
limbus, dan konjungtiva, serta ikut membentuk circulus arterialis major iris. 6
Cabang-cabang arteria ophthalmica yang paling anterior ikut
membentuk aliran-aliran arteri yang berkelok- kelok di kelopak mata, yang
membuat anastomosis dengan sirkulasi karotis eksterna melalui arteria
facialis. Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena ophthalmica
superior dan inferior, yang juga menampung darah dari venae vorticosae, vena
ciliaris anterior, dan vena centralis retinae. Vena ophthalmica berhubungan
dengan sinus cavernosus melalui fissura orbitalis superior, dan dengan pleksus
venosus pterigoideus melalui fissure orbitalis in{erior. Vena ophthalmica
superior mula-mula terbentuk dari vena supraorbitalis dan supratrochlearis
serta dari satu cabang vena angularis; ketiga vena tersebut mengalirkan darah
dari kulit di daerah periorbita. Vena ini rnembentuk hubungan langsung antara

6
kulit wajah dan sinus cavernosus sehingga ciapat menimbulkan thrombosis
sinus cavernosus yang fatal pada infeksi superfisial di kulit periorbita. 6

Gambar 4. Perdarahan mata Semua cabang arteri berasal dari arteri ophtalmica,
drainase vena melalui sinus cavernosus dan plexus pterygoideus. 6

C. Epidemiologi
Selulitis orbital biasanya terlihat pada anak kecil. Ini terlihat lebih sedikit
pada Remaja dan orang dewasa.3 Selulitis orbital adalah infeksi mata serius yang
paling umum pada anak-anak. Selulitis orbital dikenal sebagai penyebab
proptosis paling umum di kalangan anak-anak.8 Dalam 303 kasus selulitis
orbital seri Schramm, 68% pasien berusia di bawah 9 tahun dan hanya 17% yang
berusia di atas 15 tahun.4
Frekuensi komplikasi orbital dari infeksi sinus berkisar antara 0,5%
hingga 3,9%. Namun, insidensi abses orbital atau periorbital bervariasi dari 0%
hingga 25% dalam berbagai penelitian berbeda. Ulasan dari Children's Memorial
Hospital di Chicago (87 pasien) dan Children's Hospital di Pittsburgh (104
pasien) melaporkan tidak ada kasus pembentukan abses di antara pasien yang
dirawat karena selulitis preseptal dan orbital. Sebuah studi yang jauh lebih besar

7
dari Hospital for Sick Children di Toronto (6770 pasien) melaporkan bahwa
terdapat 159 pasien yang mengalami komplikasi orbital dan dari jumlah tersebut,
17 pasien (10,7%) memiliki pembentukan abses. Di antara 158 pasien yang
dirawat di Children's Hospital National Medical Center dengan selulitis preseptal
/ orbital, terdapat 20,8% insiden pembentukan abses orbital atau periorbital.13
Mikrobiologi patogen yang menyebabkan selulitis orbital pada anak-anak
berkembang dari waktu ke waktu, dengan penelitian dari sekitar 10 tahun yang
lalu menggambarkan MRSA sebagai penyebab dari 0 hingga 13% kasus selulitis
orbital. Namun, prevalensi infeksi MRSA yang didapat dari komunitas telah
menurun selama dekade terakhir. Pemahaman terkini tentang bakteri yang paling
umum ditemukan bertanggung jawab atas selulitis orbital akan menjadi penting
untuk menginformasikan rejimen antibiotik empiris untuk kasus selulitis orbital
di mana tidak ada data mikrobiologis yang tersedia.7
D. Etiologi
Penyebab paling umum dari selulitis postseptal adalah rinosinusitis
bakterial. Sekitar 86-98% kasus selulitis postseptal memiliki rinosinusitis yang
hidup berdampingan . Penyebab potensial lainnya termasuk pembedahan mata
atau kelopak mata, anestesi peribulbar, trauma orbital dengan fraktur atau benda
asing, dakriosistitis, infeksi gigi, otitis media atau mukosil terinfeksi yang terkikis
ke orbital. 9
E. Patogenesis
Patogenesis selulitis orbita odontogen adalah melalui 3 rute dasar penyebaran
infeksi yaitu sinus paranasalis, jaringan lunak premaksila atau melalui fossa
infratemporalis dan fisura orbitalis inferior. Kasus terbanyak adalah melalui sinus
paranasalis. 4
Selulitis orbital adalah komplikasi rinosinusitis bakterial yang jarang
terjadi. Namun, pada kebanyakan kasus selulitis orbital, rinosinusitis adalah
sumber infeksi. Data menunjukkan bahwa hingga 86% hingga 98% kasus selulitis
orbita, terdapat rinosinusitis yang hidup berdampingan. Selain itu, pansinusitis

8
dan sinusitis etmoid adalah bentuk rinosinusitis yang paling mungkin
menyebabkan selulitis orbital. 3
Jaringan lunak kelopak mata, adneksa, dan orbitnya biasanya steril. Infeksi
biasanya berasal dari situs non-steril yang berdekatan tetapi juga dapat meluas
secara hematogen dari tempat terinfeksi yang jauh saat septikemia terjadi.
Selulitis preseptal biasanya berasal dari infeksi kulit dengan atau tanpa trauma
lokal. Bisa juga berasal dari struktur di dalam kelopak mata yang terhubung ke
permukaan dan menjadi terinfeksi seperti hordeolom eksternal dan internal.
Chalazion adalah contoh hordeolom internal dan ini semua adalah kelenjar yang
terinfeksi dengan koneksi permukaan. Kelenjar dengan lokasi preseptal bahkan
parsial seperti kelenjar lakrimal, di mana lobus palpebra terletak secara preseptal,
juga dapat menyebabkan selulitis preseptal.
Selulitis orbital terjadi dalam tiga situasi berikut:
1. Penyebaran infeksi dari struktur periorbital, biasanya dari sinus paranasal,
tetapi juga dari wajah, bola mata, dan kantung lakrimal.
2. Inokulasi langsung orbit dari trauma bedah.
3. Penyebaran hematogen dari tempat yang jauh (bakteremia).5
F. Gejala Klinis
Gambaran klinis selulitis orbita termasuk proptosis, pembengkakan kelopak
mata, kemosis konjungtiva, dan motilitas okular terbatas. Mungkin ada keratopati
paparan yang mengakibatkan ulserasi kornea. Sebagian besar pasien ini datang
dengan gejala lokal seperti edema, eritema, nyeri, chemosis, penurunan motilitas
okular, dan proptosis. 13
Gejala lainnya dapat berupa demam, mual, muntah, prostrasi, dan terkadang
kehilangan penglihatan. Tanda yang sering dijumpai pada selulitis orbital adalah
- Pembengkakan kelopak mata yang kemerahan dan keras seperti kayu,
- Kemosis konjungtiva yang dapat mengalami protrusi dan menjadi nekrotik,
- Bola mata mengalami proptosis aksial,
- Terdapat restriksi dari gerakan okular, dan

9
- Pada pemeriksaan fundus didapati kongesti vena retinal dan tanda papilitis
atau papiloedema. Dapat juga ditemui disfungsi saraf optik.15

Gambar 5. seorang anak laki-laki berusia 10 tahun yang mengalami edema


kelopak mata kanan, pembengkakan bersama dengan proptosis
yang ditemukan memiliki etmoiditis dan sinusitis maksilaris
bersama dengan abses subperiosteal yang membutuhkan
drainase13

G. Diagnosis
Diagnosis selulitis preseptal dan orbital dibuat sesuai dengan temuan
klinis yang tercatat. Hiperemia, nyeri tekan, dan pembengkakan jaringan
periorbital diterima sebagai ciri yang tidak dapat membedakan, sedangkan
chemosis, proptosis, keterbatasan gerakan ekstraokuler mata, nyeri dengan
gerakan mata diterima sebagai tanda khas selulitis orbital.16

10
Diagnosis selulitis orbital harus selalu menilai pemeriksaan fisik untuk
mencari temuan klinis dari selulitis orbital, tetapi juga komplikasi
seriusnya. Penting untuk mengevaluasi pasien dengan dugaan selulitis orbital
untuk pergerakan ekstraokuler, ketajaman visual, dan untuk menilai proptosis. 
1. Pemeriksaan laboratorium
Meskipun hasil rendah, dianjurkan untuk mendapatkan kultur darah
untuk patogen bakteri yang umum dan tergantung pada keadaan, jamur dan
mikobakteri dari pasien dengan dugaan selulitis orbital sebelum pemberian
antibiotic.3
Kultur biasanya tidak berkontribusi pada penatalaksanaan medis
selulitis orbital kecuali terdapat luka bernanah yang terbuka, sekret yang
banyak, atau pireksia. Biakan yang diambil langsung dari abses lebih
mungkin menghasilkan hasil positif daripada yang diambil dari darah.
Sampel usap yang dikumpulkan dari konjungtiva mungkin tidak memiliki
korelasi dengan organisme penyebab. Mikroorganisme yang biasanya
terlihat pada sinusitis akut seringkali menjadi penyebabnya. S. aureus,
Streptococcus, Haemophilus infuenzae, dan beberapa strain anaerobik
seperti Bacteroides, Peptostreptococcus, dan Fusobacterium adalah
organisme yang paling sering diisolasi pada pasien dari kultur nanah.2
2. Pemeriksaan radiologi
Pencitraan orbital ultrasonik adalah salah satu modalitas pencitraan
pertama dan termudah yang tersedia bagi dokter namun fitur tersebut sering
kali non-diagnostik, visualisasi bersifat semi-kuantitatif dan seringkali
bergantung pada teknisi. Kegunaan sinar-X dalam skenario saat ini terbatas
untuk mendeteksi patologi sinus dan juga tidak terlalu berguna dalam
diagnosis selulitis orbital.2
Kontras CT yang ditingkatkan dari orbit dan sinus paranasal adalah
pencitraan pilihan untuk selulitis orbital yang dicurigai tidak hanya untuk
mengkonfirmasi sumber infeksi tetapi juga menentukan penyebab proptosis

11
selanjutnya dan lainnya. . Untuk dilihat di jendela tulang dan jendela jaringan
lunak, ini memberikan resolusi tulang yang baik, membantu mendiagnosis
sinusitis akut serta SPA. CT scan juga dapat membantu memberikan arahan
pada protokol pengobatan berdasarkan lokasi dan tingkat keterlibatan.
Namun ini tidak boleh secara rutin digunakan untuk membedakan preseptal
dari selulitis orbital tetapi hanya jika sangat mencurigakan.2
MRI mungkin diperlukan dalam beberapa kasus di mana CT scan
mungkin tidak cukup untuk memberikan gambaran yang lengkap. Meski
peran MRI dalam selulitis orbita belum mapan, ia memiliki beberapa
kegunaan pada pasien yang dicurigai terlibat saraf optik, apeks orbital, dan
ekstensi intrakranial seperti yang melibatkan sinus kavernosus.2

Gambar 6. Abses subperiosteal medial dan inferior kanan dari pansinusitis


kanan

12
Gambar 7. MRI dengan kontras menunjukkan selulitis orbital kiri dengan
pembentukan abses

H. Penatalaksanaan
Antibiotik intravena biasanya dimulai setelah diagnosisnya dicurigai
selulitis orbita. Antibiotik spektrum luas yang mencakup sebagian besar bakteri
gram positif dan gram negatif harus dipilih. Rekomendasi antibiotik didasarkan
pada mikroorganisme yang paling sering biasanya seperti Spesies S. aureus, S.
epidermidis, Streptococci, dan Haemophilus.13
Selulitis orbita tanpa komplikasi dapat diobati dengan antibiotik
saja. Regimen pengobatan biasanya empiris dan dirancang untuk mengatasi
patogen yang paling umum seperti dijelaskan di atas karena hasil kultur yang
dapat diandalkan sulit diperoleh tanpa adanya intervensi bedah. Untuk pasien
dengan selulitis orbita tanpa komplikasi, disarankan agar antibiotik dilanjutkan
sampai semua tanda selulitis orbital teratasi. Durasi terapi antibiotik berkisar dari
total minimal 2 sampai 3 minggu. Untuk pasien dengan sinusitis ethmoid yang
parah dan kerusakan tulang pada sinus, waktu yang lebih lama, paling tidak 4
minggu direkomendasikan.3
Regimen antibiotik yang sesuai untuk pengobatan empiris pada pasien
dengan fungsi ginjal normal meliputi:

13
1. Terapi Intravena (IV) 3
Vankomisin
Untuk cakupan MRSA
• Anak-anak: 40 hingga 60 mg / kg per hari IV dibagi menjadi 3 atau 4
dosis; Dosis harian maksimum 4 g
• Dewasa: 15 hingga 20 mg / kg IV per hari setiap 8 hingga 12 jam;
Maksimum 2 g untuk setiap dosis
Ditambah satu dari :
Ceftriaxone
• Anak-anak: 50 mg / kg per dosis IV sekali atau dua kali per hari (dosis
yang lebih tinggi harus digunakan jika diduga ada ekstensi intrakranial);
Dosis harian maksimum 4 g per hari
• Dewasa: 2 g IV per hari (2 g IV setiap 12 jam jika diduga ada ekstensi
intrakranial)
Sefotaksim
• Anak-anak: 150 hingga 200 mg / kg per hari dalam 3 dosis; Dosis harian
maksimum 12 g
• Dewasa: 2 g IV setiap 4 jam
Ampisilin-sulbaktam
• Anak-anak: 300 mg / kg per hari dalam 4 dosis terbagi; Dosis harian
maksimum 8 g komponen ampisilin
• Dewasa: 3 g IV setiap 6 jam kombinasi ampisilin-sulbaktam
Piperacillin-tazobactam
• Anak-anak: 240 mg / kg per hari dalam 3 dosis terbagi; Dosis harian
maksimum 16 g komponen piperacillin
• Dewasa: 4,5 g IV setiap 6 jam kombinasi piperacillin-tazobactam
Metronidazole
Harus ditambahkan untuk memasukkan cakupan untuk anaerob.
• Dewasa: 500 mg IV atau oral setiap 8 jam

14
• Anak-anak: 30 mg / kg IV per hari atau oral dalam dosis terbagi setiap 6
jam
Agen lain yang menutupi infeksi MRSA adalah daptomycin, linezolid,
dan telavancin; Namun, ada sedikit pengalaman menggunakannya untuk
infeksi orbital atau intrakranial. Dengan tidak adanya kontraindikasi alergi
seperti itu, vankomisin adalah agen yang disukai untuk cakupan MRSA
selulitis orbital. Linezolid tidak direkomendasikan untuk anak-anak dengan
infeksi SSP karena konsentrasinya dalam SSP tidak konsisten pada anak-anak.
Dalam kasus alergi terhadap penisilin dan / atau sefalosporin,
pengobatan dengan kombinasi vankomisin ditambah:
Ciprofloxacin
• Dewasa: 400 mg IV dua kali sehari atau 500 hingga 750 mg per oral dua
kali sehari
• Anak-anak: 20 hingga 30 mg / kg per hari dibagi setiap 12 jam; Dosis
maksimum 1,5 g oral per hari atau 800 mg IV setiap hari

Levofloxacin
• Dewasa: 500 hingga 750 mg IV atau oral setiap hari
• Anak-anak 5 tahun atau lebih tua: 10 mg / kg per dosis setiap 24 jam;
Dosis harian maksimum 500 mg
• Bayi 6 bulan atau lebih dan anak-anak 5 tahun atau lebih muda: 10 mg /
kg per dosis setiap 12 jam
2. Terapi Oral3
Tidak ada uji coba terkontrol yang menentukan durasi ideal terapi
antimikroba dalam selulitis orbital atau kapan harus beralih ke perawatan oral
dari intravena. Untuk selulitis orbital tanpa komplikasi dengan respons yang
baik terhadap antibiotik IV, masuk akal untuk beralih ke terapi oral. Jika pasien
tetap afebris dan kelopak mata dan orbital telah mulai membaik secara
substansial, yang biasanya membutuhkan tiga hingga lima hari, maka

15
pergantian ke antibiotik oral diperlukan. Jika data kultur definitif tersedia, terapi
oral harus diarahkan terhadap organisme yang menginfeksi. Ketika tidak ada
data kultur definitif, rejimen oral empiris yang tepat meliputi yang berikut ini:
Clindamycin (Tunggal)
• Dewasa: 300 mg Q8H
• Anak-anak: 30-40 mg / kg per hari dalam 3 hingga 4 dosis yang dibagi rata,
tidak melebihi 1,8 g per hari
Clindamycin atau Trimethoprim-Sulfamethoxazole
• Dewasa: 1 hingga 2 tablet DS setiap 12 jam
• Anak-anak: 10 hingga 12 mg / kg per hari komponen trimethoprim dibagi
setiap 12 jam
Ditambah satu dari yang berikut:
Amoksisilin
• Dewasa: 875 mg oral setiap 12 jam
• Anak-anak: 45 mg / kg per hari dalam dosis terbagi setiap 12 jam atau 80
hingga 100 mg / kg per hari dalam dosis terbagi setiap 8 jam; Dosis
maksimum 500 mg per dosis.
Amoksisilin-klavulanat
• Dewasa: 875 mg setiap 12 jam
• Anak-anak: 40 hingga 45 mg / kg per hari dalam dosis terbagi setiap 8
hingga 12 jam atau 90 mg / kg per hari dibagi setiap 12 jam (suspensi 600
mg / 5 mL)
Cefpodoxime
• Dewasa: 400 mg setiap 12 jam
• Anak-anak: 10 mg / kg per hari dibagi setiap 12 jam, tidak melebihi 200 mg
per dosis
Cefdinir
• Dewasa: 300 mg dua kali sehari
• Anak-anak: 7 mg / kg dua kali sehari, tidak melebihi 600 mg per hari

16
3. Operasi/Pembedahan
Pembedahan hampir selalu diindikasikan pada pasien dengan perluasan
intrakranial infeksi. Indikasi lain untuk pembedahan adalah buruk atau kegagalan
untuk merespon terapi antibiotik, perburukan ketajaman visual atau perubahan
pupil, atau bukti adanya abses, terutama abses besar, dengan diameter lebih dari
10 mm. Abses yang lebih kecil dapat diikuti secara klinis dan dengan pencitraan
ulang kecuali gangguan penglihatan menjadi perhatian. Jika temuan klinis atau
CT scan tidak menunjukkan perbaikan dalam 24 sampai 48 jam, drainase bedah
biasanya diindikasikan. Pembedahan juga dapat diindikasikan untuk mendapatkan
bahan kultur, misalnya, pada pasien dengan dugaan infeksi jamur atau
mikobakteri pada orbit. Pendekatan eksternal dan operasi transcaruncular
endoskopi dapat dilakukan.3

I. Diagnosis Banding
1. Fistula kavernosa karotis
Fistula kavernosa karotis (CCF) terjadi akibat terbentuknya hubungan
abnormal antara arteri karotis yang sebelumnya normal dan sinus kavernosa.
Etiologi CCF langsung yang paling umum (70% -90%) adalah trauma dari
fraktur tengkorak basal yang mengakibatkan robekan pada arteri karotis
interna (ICA) di dalam sinus kavernosus. 1-3 Kecelakaan kendaraan bermotor,
jatuh dan cedera benturan lainnya berkontribusi untuk kejadian fraktur
tengkorak basilar dan pembentukan beberapa CCF. Pasien dengan kasus ini
mungkin datang dengan tanda dan gejala seperti kemosis konjungtiva,
proptosis, exophthalmos berdenyut, diplopia, ophthalmoplegia, nyeri orbital,
bising yang terdengar dan kebutaan.

17
Gambar 8. Pria berusia 25 tahun ini datang dengan keluhan utama proptosis
mata kanan, penurunan penglihatan dan peningkatan tekanan intraokular (A).
Pemeriksaan lebih dekat mengungkapkan pembuluh episkleral melebar.
Berdasarkan riwayat dan studi pencitraan, diagnosis CCF ditegakkan(B).17
2. Konjungtivitis virus
Konjungtivitis, juga dikenal sebagai mata merah muda, adalah
peradangan pada jaringan konjungtiva akibat infeksi atau bahan iritan
lainnya.  Konjungtivitis menyebabkan mata tampak merah, pembuluh darah
melebar dan biasanya disertai dengan peningkatan robekan dan / atau
keluarnya lendir. Penyebab paling umum dari konjungtivitis virus adalah
adenovirus, Secara keseluruhan, konjungtivitis virus adalah kelainan jinak
yang sembuh sendiri tetapi cenderung berlangsung lama dibandingkan dengan
konjungtivitis bakteri.18

Gambar 9. Konjungtivitis virus 18

18
3. Inflamasi Orbital Idiopatik
Inflamasi orbital idiopatik (IOI), juga dikenal sebagai pseudotumor
orbital, inflamasi orbital nonspesifik, sindrom inflamasi orbital, adalah
kondisi inflamasi jinak dan noninfeksi pada orbit tanpa penyebab lokal atau
sistemik yang dapat diidentifikasi. IOI menyumbang sekitar 8% -10% dari
semua lesi massa orbital. 19
IOI dapat muncul dengan berbagai manifestasi klinis. IOI anterior
mempengaruhi bola mata, konjungtiva, kelopak mata, saraf, dan struktur otot
yang berdekatan. Nyeri dan pembengkakan periorbital adalah gambaran yang
paling sering ditemui. Gambaran umum lainnya termasuk kemosis
konjungtiva dan motilitas mata yang terbatas. Jarang, proptosis, uveitis,
papillitis, dan ablasi retinal eksudatif juga dapat terlihat. 19

Gambar 10. (a) Seorang wanita 60 tahun dengan gejala ptosis komplit kanan
karena edema kelopak mata. (b) Gambar resonansi magnetik
aksial berbobot T1 menunjukkan bahwa peradangan yang
menempati orbit anterior kanan memiliki tampilan yang tercetak
dengan margin yang tidak jelas dan isointense sehubungan
dengan otot ekstraokuler. 19

4. Orbital Apex Syndrome


Orbital Apex Syndrome mengacu pada kumpulan gejala dan tanda
yang dihasilkan dari keterlibatan berbagai struktur di wilayah puncak orbital
oleh proses penyakit. Struktur ini termasuk empat otot rektus yang berasal

19
dari anulus tendinous Zinn, saraf optik dan arteri ophthalmic melalui kanal
optik. Cabang superior dan inferior dari saraf okulomotorik, saraf abducens
dan saraf nasosiliaris melewati anulus Zinn melalui bagian tengah fisura
orbital superior. 20
Karena berbagai macam kondisi penyakit yang dapat mempengaruhi
apeks orbital, gejala klinis dan tingkat keparahan yang menonjol bisa sangat
bervariasi. Gambaran klinis yang paling umum dari proses penyakit pada
apeks orbital adalah kehilangan penglihatan dan nyeri serta pergerakan mata
yang terbatas. Selain itu, gejala dan tanda tertentu dapat membantu dalam
melokalisasi lesi, misalnya, nyeri di sekitar orbita atau kulit di sekitar orbita
kemungkinan akan menunjukkan keterlibatan oftalmikus sedangkan nyeri
wajah akan mengarah ke bagian maksila dari trigeminal. 20

Gambar 11. Foto sembilan tatapan pasien dengan sindrom apeks orbital
yang menunjukkan keterbatasan motilitas di semua tatapan
mata kiri. 20

20
J. Prognosis
Hasil selulitis orbital sepenuhnya bergantung pada apakah ada
komplikasi. Sebagian besar, pasien dengan selulitis orbital merespons dengan
cepat dan lengkap terhadap terapi antibiotik yang sesuai. Komplikasi serius
seperti trombosis sinus kavernosus, ekstensi intrakranial, dan kehilangan
penglihatan dapat menyebabkan gejala sisa permanen. Kematian adalah gejala
sisa yang jarang tetapi mungkin terjadi dari komplikasi selulitis orbital.3
Keterlambatan pengobatan akan mengakibatkan progresifitas dari infeksi
dan timbulnya sindroma apeks orbita atau trombosis sinus kavernosus.
Komplikasi yang terjadi antara lain kebutaan, kelumpuhan saraf kranial, abses
otak, dan bahkan dapat terjadi kematian.4

21
DAFTAR PUSTAKA
1. Liyanti R, Sukmawati G, Vitresia H, Laporan Kasus: Selulitis orbital. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2019: 8(4): 295-304
2. Hegde R, Sundar G. Orbital Cellulitis-A Review. TNOA Journal of Ophthalmic
Science and Research. January 2017: 55: 211-219
3. Danishyar A., Sergent S.R.Orbital Cellulitis. US: StatPearls Publishing. August
13, 2020.
4. Riyanto H, Desy B, Kaloso HD, Soebagyo. Orbital Cellulitis and Endophthalmitis
Associated with Odontogenic Paranasal Sinusitis. JOI. 1 Juni 2009: 7(1):28-31
5. Hakim A. Eyelid and Orbital Infections. Department of Ophthalmology, Western
Galilee - Nahariya Medical Center, Nahariya, Israel. 2012
6. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17.
EGC:Jakarta. 2014
7. Sharma M, Espinel A, Ansusinha E, Hamdy RF. Clinical Epidemiology of
Children with Orbital Cellulitis. Pediatric Bacterial Diseases: Epidemiology. 4
Oktober 2019: 6(2).
8. Amir SP, Kamaruddin MI, Akib MNR, Sirajuddin J. Orbital cellulitis clinically
mimicking rhabdomyosarcoma. International Medical Case Reports Journal.
2019: 2012:285-289
9. Stead TG, Retana A, Houck J, et al. Preseptal and Postseptal Orbital Cellulitis of
Odontogenic Origin. Cureus. 06 July 2019; 11(7): p9
10. Ilham IM, Syafi ABM, Shamel STK, Shatriah I. Clinical characteristics and
outcomes of paediatric orbital cellulitis in Hospital Universiti Sains Malaysia: a
five-year review. Singapore Med J 2020; 61(6): 312-319
11. Akçay E, Can GD, Çağıl N. Preseptal and orbital cellulitis. JMID. 2014; 4 (3):
123-127
12. Lee S, Yen MT. Management of preseptal and orbital cellulitis. Saudi Journal of
Ophthalmology. 2011: 25: 21–29

22
13. Chaudhry IA, Al-Rashed W, Arat YO. The Hot Orbit: Orbital Cellulitis. Middle
East African Journal of Ophthalmology. January - March 2012:19(1):34-42
14. Tsirouki T, Dastiridou AI, Fores NI, Et al. Major review: Orbital cellulitis. survey
of ophthalmology. 2018: 534-553
15. Khurana, A.K. Comprehensive ophthalmology fourth edition. New Age
International (P) Limited Publishers. India. 2007.
16. Demİr SO, Çağan E, Kadayifci EK. Clinical features and outcome of preseptal
and orbital cellulitis in hospitalized children: Four years experience. Medeniyet
Medical Journal. 2017; 32(1):7-13
17. Chaudhry IA, Elkhamry SM, Al-Rashed W, Bosley TM. Carotid Cavernous
Fistula: Ophthalmological Implications. Middle East African journal of
ophthalmology. April-Juni 2009; 16(2):57-63
18. Solano D, Fu L; Czyz CN. Viral Conjunctivitis. StatPearls Publishing. 4
September 2020.
19. Yeşiltaş YS. Gunduz AK. Idiopathic Orbital Inflammation: Review of Literature
and New Advances. Middle East African journal of ophthalmology. April-Juni
2018; 25(2):71-80
20. Badakere A, Patil-Chhablani P. Orbital Apex Syndrome: A Review. Eye and
Brain. 2019:11: 63-72

23

Anda mungkin juga menyukai