Anda di halaman 1dari 27

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA TRAUMA

MATA DAN KEPALA LEHER

Disusun Oleh:

BIRAWA VIRAJATI

021918016306

PPDGS BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RSUD DR. SOETOMO

SURABAYA

2020
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i


DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 3
A. Anatomi ................................................................................................. 3
1. Palpebra ........................................................................................... 3
2. Konjungtiva ..................................................................................... 5
3. Kornea ............................................................................................. 6
B. Trauma Mata dan Kepala Leher ............................................................. 8
C. Etiologi ................................................................................................... 9
D. Tanda dan Gejala.................................................................................... 14
E. Pemeriksaan Diagnostik Trauma ............................................................ 14
F. Pemeriksaan Penunjuang ........................................................................ 16
G. Penatalaksanaan Trauma Mata............................................................... 17
H. Pencegahan............................................................................................. 21
BAB III SIMPULAN .................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 23

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Mata dan Palpebra....................................................... 5


Gambar 2. Struktur Konjungtiva................................................................. 6
Gambar 3. Struktur Lapisan Kornea .......................................................... 7
Gambar 4. Periocular Hematom dan Laserasi Palpebral ........................... 11
Gambar 5. Foto Polos Benda Tajam pada Mata dan USG pada Mata........ 16
Gambar 6. CT Scan ..................................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Kepala leher merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Seiring

kemajuan industri dan meningkatnya mobilitas manusia maka meningkat pula angka

trauma pada kepala leher. Trauma kepala leher mengakibatkan jejas, kegawatan dan

variasi yang sangat luas, mulai memar, ekskoriasi hingga fraktur. Problema yang

timbul selain aspek fungsi juga dipikirkan aspek estetik karena dapat meninggalkan

kecacatan. Bahkan tidak jarang mengakibatkan deformitas berat sampai mengancam

jiwa. Cidera yang terjadi pada trauma kepala sering kompleks dan melibatkan

beberapa organ atau struktur, salah satunya yaitu penglihatan. Oleh karena itu

penanganan penderita harus intensif dan holistic, dimana melibatkan beberapa

disiplin ilmu untuk mencapai tingkat penyembuhan yang maksimal serta

mengembalikan fungsi dari organ tersebut.

Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk

kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan

yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian

yang sangat peka. Walaupun mata mempunyai system pelindung yang cukup

baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemakretrobulbar selain terdapatnya

refleks memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia

luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata

dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan

penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan

1
2

perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat

yang akan mengakibatkan kebutaan. Maka dari itu diagnosis dan tatalaksana yang

baik penanganan trauma pada mata akan membantu dalam kesembuhan organ penting

ini.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi

1. Palpebra

Palpebra (kelopak mata) superior dan inferior adalah modifikasi

lipatan kulit yang dapat menutup dan melindungi bola mata bagian anterior.

Palpebral superior pertama kali berkembang dari hasil proliferasi permukaan

ectoderem pada usia 4 – 5 minggu gestasi selama bulan kedua. Palpebra

superior dan inferior dapat dilihat sebagai lipatan kulit yang tidak

terdefirinsiasi yang mengelilingi mecenkimal neuralcerest. Selanjutnya,

mecenkimal mesodermal menginfiltrasi palpebra dan berdiferensiasi menjadi

pelpebra muscular. Lipatan palpebra berkembang kearah lateral. Dimulai

dekat inner cantus, batas lipatan menyatu hingga pada usia 10 minggu gestasi,

karena lipatan menyatu satu sama lain, evolusi silia dan glandula tetap

berlanjut. Muskulus orbicularis menyatu kedalam lapisan pada usia gestasi 12

minggu. Penyatuan palpebra akan terlepas pada usia 5 bulan gestasi disertai

dengan secresi sebum dari glandula sebacea dan cornifikasi permukaan

epithelium.

Berkedip membantu menyebarkan lapisan tipis air mata, yang

melindungi kornea dan konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra superior berakhir

pada alis mata; palpebra inferior menyatu dengan pipi. Kelopak mata terdiri

atas empat bidang jaringan yang utama. Dari superfisial ke dalam antara lain
3
4

a. Lapisan kulit. Kulit palpebra berbeda dari kulit di kebanyakan bagian lain

tubuh karena tipis, longgar, dan elastis, dengan sedikit folikel rambut serta

tanpa lemak subkutan

b. Musculus Orbicularis Oculi. Fungsi musculus orbicularis oculi adalah

menutup palpebra. Serat-serat ototnya mengelilingi fissura palpebrae

secara konsentris dan menyebar dalam jarak pendek mengelilingi tepi

orbita.Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang terdapat

di dalam palpebra dikenal sebagai bagian pratarsal; bagian di atas septum

orbital adalah bagian praseptal. Segmen di luar palpebra disebut bagian

orbita. Orbicularis oculi dipersarafi oleh nervus facialis.

c. Jaringan areolar. Jaringan areolar submuskular yang terdapat di bawah

musculus orbicularis oculi berhubungan dengan lapisan subaponeurotik

kulit kepala.

d. Tarsus. Struktur penyokong palpebra yang utama adalah lapisan jaringan

fibrosa padat yang-bersama sedikit jaringan elastik - disebut lempeng

tarsus. Sudut lateral dan medial serta juluran tarsus tertambat pada tepi

orbita dengan adanya ligamen palpebrae lateralis dan medialis. Lempe

tarsus superior dan inferior juga tertambat pada tepi atas dan bawah orbita

oleh fasia yang tipis dan padat. Fasia tipis ini membentuk septum orbita.
Gambar 1. Struktur mata dan palpebra

2. Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak

bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan

oleh sel goblet yang berfungsi membasahi bola mata terutama kornea.

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar

digerakkan dari tarsus.

b. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di

bawahnya.

c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat

peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar

dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak. kantung

konjungtiva termasuk konjungtiva bulbar, forniks pada 3 sisi dan lipatan

semilunar medial, dan konjungtiva palpebra. serat otot polos membentuk otot
levator mempertahankan fornix superior dan slip fibrosa memperpanjang

bentuk tendon rectus horisontal ke konjungtiva dan plika temporal untuk

membentuk suapan selama tatapan horizontal.

Gambar 2. Struktur Konjungtiva

3. Kornea

Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya

sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke

dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut

sulcus sclearis. Kornea dewasa ratarata mempunyai tebal 550 um di pusatnya

(terdapat variasi menurut ras); diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan

vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai 5 lapisan

yang berbeda-beda, antara lain

a. Lapisan Epitel : berlaku sebagai barrier terhadap air, bakteri dan mikroba.

Menyediakan permukaan optic yang lembut sebagai bagian internal dari


Film Air mata – kornea yang juga berkontribusi terhadap kemampuan

refraksi mata. Serta fungsi imunologis (Langerhans cell).

b. Lapisan Bowman : membantu mempertahankan bentuk dari kornea.

c. Lapisan Stroma : berfungsi sebagai sumber kekuatan mekanik kornea,

memberikan kesan transparansi pada kornea dan sebagai lensa refraksi

utama pada kornea.

d. Membran Descemet : berfungsi sebagai pondasi lapisan pada sel sel

endothelial.

e. Lapisan Endotel : menjaga deturgesensi stroma kornea, endotel kornea

cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan

penuaan. Reparasi endotel terjadi hanya dalam wujud pembesaran dan

pergeseran sel-sel dengan sedikit pembelahan sel. Kegagalan pada fungsi

endotel akan menyebabkan edema kornea

Gambar 3. Struktur lapisan kornea


Fungsi penting dari kornea pada mata termasuk sebagai fungsi proteksi

terhadap struktur internal mata, berkontribusi terhadap kekuatan refraksi mata,

dan memfokuskan cahaya kepada retina dengan pecahan dan degradasi optic

yang minimal. Kornea dan sklera bergabung sebagai kesatuan pelindung isi

dari bola mata bersamaan dengan film air mata ( Akbar M, et al, 2019).

B. Trauma Mata dan Kepala Leher

Cedera atau trauma mata adalah perlukaan/cedera mata yang dapat terjadi

dalam bentuk trauma tumpul, trauma tajam, trauma kimia, trauma termis dan

trauma radiasi (Ilyas, S., 2015). Trauma mengakibatkan kerusakan pada jaringan

mata anterior sampai posterior. Trauma mata merupakan kasus kegawatdaruratan,

jika tidak segera ditatalaksana dapat menyebabkan penurunan visus (low vision)

hingga kebutaan (Ilyas, S., 2015).

Trauma mata merupakan penyebab kebutaan tersering di dunia setelah

katarak, glaukoma, degenerasi makula, retinopati diabetik dan trakoma. Di

Indonesia, trauma mata merupakan penyebab kebutaan tersering setelah katarak,

glaukoma, kelainan refraksi, gangguan retina dan kelainan kornea (Bourne, R. et

al., 2013). Trauma oleh benturan yang dapat menyebabkan energi mekanis yang

cukup untuk menghasilkan suatu injuri/luka. Peristiwa ini terjadi karena aktivitas

yang menyebabkan kejadian seperti jatuh, benturan, aktivitas fisik diwaktu

senggang, kecelakaan lalu lintas, permaian yang kasar, kekerasan, penggunaan

gigi yang tidak sesuai, serta menggigit benda keras. Perilaku manusia seperti

pengambilan resiko,
masalah hubungan dengan kawan, hiperaktivitas, dan perilaku stress juga

merupakan penyebab terjadinya trauma mata.

Penderita yang mengalami trauma berat ternyata disertai juga trauma okuli

yang serius (rupture bola mata, laserasi, penurunan penglihatan). Pada

pemeriksaan fisik penderita trauma kepala dan leher didapatkan adanya tanda –

tanda hifema, bola mata yang lunak, penurunan penglihatan, laserasi sclera

dimana sebaiknnya dikunsulkan atau dikomunikasikan kepada dokter spesialis

mata (Opthalmologist). Penderita dengan fraktur pada wajah sepertiga atas

misalnya zigoma, nasoethmoid orbital complex, maksila, sebaiknya juga

dikomunikasikan kepada dokter spesialis mata (Wijahayadi R, 2006).

C. Etiologi

Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya trauma.

1. Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya

benda asing didalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak

beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam besi, tembaga serta

bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti

pasir, kaca. Bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika

tercemar oleh kuman. Trauma tajam ini dapat mengakibatkan :

a. Trauma tembus kelopak mata. Trauma ini dapat menembus sebagian atau

seluruh tebal kelopak mata. Jika mengenai levator apoeurosis dapat

menyebabkan ptosis yang permanen.


b. Trauma tembus pada saluran lakrimal. Trauma dapat menyebabkan

gangguan pada salah satu bagian dari sistem pengaliran air mata dan

pungtum lakrimal sampai rongga hidung. Jika penyembuhan tidak

sempurna akan terjadi gangguan sistem ekskresi air mata dan

mengakibatkan epifora.

c. Trauma tembus pada konjungtiva. Taruma ini dapat menyebabkan ruptur

pembuluh darah kecil yang menimbulkan robekan konjungtiva dan

perdarahan subkonjungtiva mirip trauma tumpul. Jika panjang robekan

tidak lebih dari 5 mm, konjungtiva tidak perlu dijahit.

d. Trauma tembus pada sklera. Luka kecil pada sklera sukar dilihat. Pada

luka yang agak besar, akan terlihat jaringan uvea yaitu iris, badan silier

dan koroid yang berwarna gelap disertai COA yang dangkal. Jika luka

perforasi pada sklera terletak dibelakang badan silier,biasanya COA

bertambah dalam dan iris terdorong ke belakang,koroid dan korpus

vitreus prolaps melalui luka tembus.

e. Trauma tembus pada kornea, iris, badan silinder, lensa dan korpus vitreus.

Dapat terjadi laserasi kornea yang disertai penetrasi kornea.Jika terjadi

perforasi kornea yang disertai prolaps jaringan iris melalui luka akan

timbul gejala penurunan TIO, COA dangkal atau menghilang,

inkarserasi iris melalui luka perforasi, adanya luka pada kornea, edema

disertai edema kelopak mata, kemosis konjungtiva,hiperemia, lakrimasi,

fotofobia, nyeri yang hebat, penglihatan menurun dan klien tidak dapat

membuka mata sebagai mekanisme protektif. Pada lasersi kornea yang


terjadi kerena penetrasi benda tidak boleh dicabut kecuali oleh ahli

oftalmologi untukmempertahankan struktur mata pada tempatnya. Trauma

tembus pada kornea dapat disertai trauma pada lensa. Penetrasi lensa yang

kecil hanya menyebabkan katarak yang terisolasi tanpa mengganggu

penglihatan.

f. Trauma tembus pada koroid dan retina. Trauma tembus yang disertai

keluarnya korpus vitreus menimbulkan luka perforasi cukup luas pada

sklera. Sering terjadi perdarahan korpus vitreus dan ablasi retina.

g. Trauma tembus pada orbita. Trauma yang mengenai orbita dapat merusak

saraf optik sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Tanda berupa

proptosis karena perdarahan intraorbital, perubahan posisi bola mata,

protrusi lemak orbital ke dalam luka perforasi, defek lapang pandang

sampai kebutaan jika mengenai saraf optik, serta hilangnya sebagian

pergerakan bola mata dan diplopia jika mengenai otot-otot luar mata.

(Asuhan Keperawatan Klien Gagguan Mata, 2012)

Gambar 4. A. Periocular hematom, B. Laserasi palpebral


2. Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan

penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata,

terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan

sehingga menimbulkan kebutaan menetap. Pada trauma tumpul dapat

mengenai

a. Organ Eksternaa

a). Orbita. Trauma tumpul bagian ini dapat menimbulkan fraktur orbita

ditandai dengan tepi orbita tidak rata pada perabaan.

b) Kelopak mata ( dapat terjadi hematoma kelopak). Kelopak mata atau

palpebra dapat mengalami hematom atau edema palbebrayang

menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan sempurna

(ptosis). Dapat juga terjadi kelumpuhan N.VII yang menyebabkan

kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna (lagoftalmos).

b. Organ Internaa

a). Konjungtiva (dapat terjadi edema kronis, hematoma

subkonjungtiva). Trauma tumpul pada konjungtiva dapat

menimbulkan gangguan penglihatan. Dapat terjadi robekan

pembuluh darah konjungtiva yang menyebabkan perdarahan

subkonjungtiva ditandai dengan konjungtiva tampak

merah,berbatas tegas dan tidak menghilang/menipis dengan penekanan

yang kemudian berubah menjadi biru, menipis dan umumnya

diserap dalam waktu 2-3 hari

b). Kornea (dapat terjadi edema kornea, erosi kornea, erosi kornea

rekuren) c). Iris / badan silinder (dapat terjadi iridodialis dan hifema)
d). Lensa (dapat terjadi dislokasi lensa, subluksasi lensa, luksasi lensa

anterior, subluksasi lensa posterior, katarak trauma dan

cincinvossius)

e). Korpus vitreus. Pada bagian ini trauma tumpul mengakibatkan

subluksasi atau luksasi lensa mata, maka zonula Zin dan korpus vitreus

menonjol ke COA sebagai herniasi korpus vitreus. Taruma tumpul

menyebabkan korpus vitreus.

f). Retina (dapat terjadi edema retina & koroid, dan ablasi retina)

g). Nervus optikus (N. II). Akibat trauma tumpul nervus optikus dapat

terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan kebutaan.

3. Trauma khemis asam umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada

trauma khemis basa. Mata nampak merah, bengkak, keluar air mata

berlebihan dan penderita nampak sangat kesakitan, tetapi trauma basa akan

berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan mata/kornea secara

perlahan-lahan.

4. Trauma Mekanik

a. Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan

menyebabkan kromatolisis sel.

b. Reaksi pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa

sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari

pembuluh darah maka terjadi edema.


c. Reaksi jaringan. Reaksi jaringan ini biasanya berupa robekan pada kornea,

sclera dan sebagainya.

D. Tanda dan Gejala

1. Tajam penglihatan yang menurun

2. Tekanan bola mata rendah

3. Bilikmata dangkal

4. Bentuk dan letak pupil berubah

5. Terlihat adanya ruptur pada corneaatau sclera

6. Terdapat jaringan yang prolapse seperti caiaran mata iris,lensa,badan kaca atau

retina

7. Kunjungtiva kemotis

E. Pemeriksaan Diagnostik Trauma

Evaluasi awal pada trauma mata dimulai dengan penilaian kondisi keseluruhan

pasien untuk mengidentifikasi dan mengelola masalah yang mengancam jiwa.

1. Anamnesis

Dalam kasus cedera mata, petugas kesehatan perlu mendapatkan

deskripsi singkat tentang apa yang terjadi. Anamnesis dan riwayat terperinci

dapat diperoleh setelah kondisi kegawatan teratasi.

a. Kecurigaan trauma kimia : segera lakukan irigasi


b. Perdarahan aktif : hentikan perdarahan dan lindungi mata

c. Keluhan nyeri berat : beri analgesic

Anamnesis yang dilakukan pada pasien dengan cedera mata meliputi

Usia dan pekerjaan

a. Mekanisme terjadinya trauma, apakah trauma tajam atau tumpul,

dengan kecepatan tinggi atau lambat.

b. Gejala yang muncul

c. Waktu terjadinya trauma.

d. Lokasi terjadinya trauma.

e. Tatalaksana awal yang sudah dilakukan

f. Riwayat penyakit mata sebelumnya atau riwayat operasi

g. Riwayat penyakit lain seperti diabetes mellitus, hipertensi, riwayat alergi.

2. Pemeriksaan mata

Langkah berikutnya yaitu pemeriksaan mata. Dimulai dengan

melakukan inspeksi pada mata dan jaringan periorbita, apakah terdapat

laserasi, ekimosis, proptosis, kekeruhan kornea, atau hyphema. Pada trauma

yang parah, pemeriksaan mata harus dilakukan secara hati-hati sehingga tidak

memperberat kondisi trauma. Pupil diperiksa untuk menentukan ukuran,

bentuk, dan responnya terhadap cahaya. Pada pasien yang sadar dapat

dilakukan pemeriksaan kerajaman pengelihatan dan lapang pandang.


F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi. Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat

membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing.

Pemeriksaan ultrasonographi untuk menentukan letaknya, dengan

pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa,

retina.

Gambar 5. A. Foto polos benda tajam pada mata, B. USG adanya foreign body

pada mata

2. Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT). Suatu tomogram dengan

menggunakan komputer dan dapat dibuat “scanning”dari organ tersebut


Gambar 6. CT- Scan adanya foreign body pada mata kanan

3. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan

bola mata (normal 12-25 mmHg). Pengkajian dengan menggunakan

optalmoskop: mengkaji struktur internaldari okuler, papiledema, retina

hemoragi.

4. Pemeriksaan Laboratorium, seperti :. SDP, leukosit , kemungkinan adanya

infeksi sekunder.

5. Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya.

6. Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi,

dantonografi, maupun funduskopi (Ilyas, S., 2015)

G. Penatalaksanaan Trauma Mata

Tatalaksana utama pada kasus-kasus trauma pada mata adalah Tindakan

rekonstruksi guna mencegah perburukan prognosis dan mengembalikan kualitas

hidup pasien.Semua trauma yang terjadi pada mata dan mengganggu serta

menimbulkan gejala adalah indikasi untuk dilakukannya rekonstruksi. Pada kasus

trauma mata bila jelas terjadi ruptur bola mata, sebaikanya dilakukan pembedahan

dalam kondisi steril dan dengan anesteasi umum. Obat sikloplegik atau antibiotic
topikal tidak boleh diberikan sebelum pembedahan karena potensi toksisitas pada

jaringan intraocular yang terpajan ( Akbar M, et al, 2019)

1. Fisik atau Mekanik

a. Perawatan trauma tumpul

a). Terlebih dahulu beri kompres dingin untuk mengurangkan sakit dan

pembengkakan jaringan.

b). Segera cari tempat pertolongan pertama bila mata sakit, penglihatan

mundur, mata menjadi hitam yang mungkin merupakan tanda

kerusakan bola mata bagian dalam.

3) .Perawatan khusus diperlukan untuk melihat kelainan dibagian dalam

bola mata bila sakit tidak berkurang, penglihatan mundur atau

berkurang.

4). Trauma tumpul dapat mengakibatkan kelainan pada jaringan diluardan

diadalam bola mata.

5) . Jangan memegang mata atau membersihkan mata tanpa

kelengkapanalat, bebat mata dengan kain kassa bersih ( Ilmu

Perawatan Mata,2004)

b. Trauma tajam

1). Tindakan awal

a). Tindakan awal adalah tutup mata dan lakukan kompres es untuk

menurunkan perdarahan

b). Kurangi kecemasan klien


c). Kirim klien ke rumah sakit secepat mungkin. Jika jaringan lepas,

kirim jaringan dalam wadah yang dibungkus dengan es. Jika benda

menonjol, stabilkan sebelum dikirim. Shield temporer perlu

diberikan pada cedera karena gelas/botol/kaca, plastik tutup sprei

dan cangkir plastik.

2). Tindakan di rumah sakit

a). Pemeriksaan visus jika klien dapat membuka mata

b). Membersihkan kelopak matac. Pemberian antibiotikd. Pembedahan

:Preoperasi : karena menggunakan anastesi umum, maka klien harus

dipuasakan sebelumnya. Klien perlu diberi antibiotik

intravena,kalau perlu tetanus booster.Pascaoperasi: antibiotik dan

pemantauan mata terhadap tanda dan gejala infeksi serta batasi

aktivitas. (Asuhan Keperawtan Klien Gangguan Mata, 2012).

2. Trauma Kimia

Bagian terapi terpenting adalah irigasi mata segera dengan air bersih dalam

jumlah banyak. Selain itu bagian bawah kelopak mata atas dan bawah juga

harus diirigasi untuk melepaskan partikel solid, misal butiran

kapur.Kemudian sifat bahan kimia dapat ditentukan berdasarkan anamnesis

dan mengukur pH dengan kertas litmus. Pemberian tetes mata steroid dan dilator

mungkin diperlukan. Vitamin C yang diberikan baik melalui oral maupun

topikal dapat memperbaiki penyembuhan. Mungkin diperlukan

antikolagenasesistemik
dan topikal (misal tetrasiklin) Kerusakan luas pada limbus dapat menghambat

regenerasi epitel padapermukaan kornea. Defek epitel yang terjadi lama dapat

mengakibatkan kornea‘meleleh’ (keratolisis). Keadaan ini diterapi dengan

transplantasi limbus (yang memberi sumber baru untuk sel benih) atau dilapisi

dengan membran amnion (yang memperbanyak sel benih yang tersisa).

(Khurana AK,2015).

3. Perawatan pada luka perforasi

Pertama-tama adalah pemberian tetes mata anestetik, kemudian

pembersihan luka dengan larutan garam fisiologik. Bila ada jaringan iris atau

badan kaca yang prolaps, bagian yang prolaps dipotong (jaringan direposisi

kembali kecuali bila yakin tidak ada infeksi). Bila benda asing dapat dilihat

langsung, maka mungkin dapat dikeluarkan dengan pinset atau magnit melalui

luka perforasi. Luka perforasi dijahit dengan jarumdan benang yang halus.

Apabila fasilitas tidak memungkinkan untuk dapat melakukan jahitan penutupan

luka, penderita dirujuk ke rumah sakit yang lengkapfasilitasnya.Sebelum

penderita dikirim ke pusat, untuk mencegah jangan sampai banyak isi bola mata

yang prolaps melalui luka perforasi, makamata tersebut detelah ditutup dengan

kain kasa steril masih harus ditutuplagi dengan semacam penutup (dob) yang

sedemikian rupa sehingga bolamata terlindung dari tekanan atau sentuhan

( yang paling sederhana adalah menutup mata tersebut dengan kepala sendok).

Penderita juga diberi obat penenang, obat analgesik, dan bila perlu dapat

ditambah obat antiemetik bila penderita muntah-muntah karena dengan muntah-

muntah akan menambah


banyak isi bola mata yang prolaps. Dalam perjalanan ke pusat, sebaiknya

penderita dalam posisi berbaring. Pemberian ATS dapat dipertimbangkan.

H. Pencegahan

Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan


kepadamasyarakat untuk menghindarkan terjadinya trauma pada mata, seperti :

1. Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali trauma tumpul
perkelahian.

2. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya trauma


tajam.

3. Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia sebaiknya


mengerti bahan apa yang ada ditempat kerjanya.

4. Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan percikan
bahan las dengan memakai kaca mata.
BAB 3

Penutup

Tauma mata merupakan penyebab umum kebutaan unilateral pada

anak dan dewasa muda Trauma oculi dapat dibagi menjadi trauma tajam,

trauma tumpul, trauma kimia, dan trauma tembus berdasarkan mekanisme

trauma. Penegakan diagnosis dari trauma oculi cukup dengan mengandalkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik yang adekuatdisertai pemeriksaan

penunjang. Tatalaksana utama dari kasus Trauma mata adalah menghilangkan

gejala dan mencegah komplikasi. Pemberian terapi medikamentosa yang

dipertimbangkan pasca menghilangkan gejala adalah Antibiotik sebagai agen

profilaktif infeksi dan analgetik untuk meredakan nyeri pasca tindakan. Mata

sembuh dengan baik setelah trauma minor dan jarang terjadi sekuele jangka

panjang karena munculnya sindrom erosi berulang, trauma kimia pada mata

dapat menyebabkan gangguan penglihatan berat jangka panjang dan rasa tidak

enak pada mata. Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan penglihatan

yang tidak dapat diterapi jika terjadi lubang retina pada fovea. Penglihatan

juga terganggu jika koroid pada pada macula rusak.

22
DAFTAR PUSTAKA

Akbar M, Helijanti M, Munir A.M, Sofyan A. 2019. Conjunctival Laceration Of The Tarsalis

Palpebra Inferior Et Causing By A Fishing Hook. Jurnal Medical Profession

(MedPro). Vol.1(2). Hal 151-166.

Ilyas S, Yulianti SR. 2015. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Bourne, R. et al. 2013. "Causes of vision loss worldwide, 1990–2010: a systematic analysis",

The Lancet Global Health, 1(6), pp. e339-e349.

Wijayahadi R, Murtedjo U, Reksoprawiro S.2006. Trauma Maksilofasial Diagnosis dan

Tatalaksananya. Edisi 1. Surabaya : Badan Penerbit FKUA.

Istiqomah, Indriana N. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta: EGC.

Khurana, A. K. 2015. Comprehensive Ophtalmology Sixth Edition. New Delhi: New Age

International (P) Limited.

Vaughan and Asbury. 2018. General Ophthalmology, 19th edition. Lange: McGraw-Hill.

23

Anda mungkin juga menyukai