Anda di halaman 1dari 24

SIMBLEFARON

Disusun oleh:

Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked (Oph), Sp.M(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. i
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2
2.1. Anatomi Mata .............................................................................. 2
2.2. Simblefaron.................................................................................. 9
2.2.1. Definisi .............................................................................. 9
2.2.2. Epidemiologi ..................................................................... 9
2.2.3. Etiologi .............................................................................. 10
2.2.4. Gejala Klinis ...................................................................... 11
2.2.5. Klasifikasi .......................................................................... 11
2.2.6. Diagnosis ........................................................................... 12
2.2.7. Komplikasi ........................................................................ 12
2.2.8. Penatalaksanaan................................................................. 13
2.2.9. Prognosis ........................................................................... 18
BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................ .19
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 20

i
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Tulang-tulang Orbita ................................................................... 2
Gambar 2.2. Anatomi Konjungtiva .................................................................. 4
Gambar 2.3. Anatomi Palpebra ....................................................................... 6
Gambar 2.4. Vaskularisasi Kelopak Mata dan Periorbita ................................. 6
Gambar 2.5. Cabang Nervus Fascialis Dan Muskulus Orbikularis Okuli........ 7
Gambar 2.6. Mata ............................................................................................. 9
Gambar 2.7. Simblefaron Pada Ocular Cycatrical Pemphigoid ....................... 10
Gambar 2.8. Gambar Skematik Simblefaron anterior ...................................... 11
Gambar 2.9. Simblefaron Pada Stevens-Johnson Syndrome ............................ 15
Gambar 2.10. Eksisi Simblefaron ..................................................................... 15
Gambar 2.11. Simblefaron yang Telah Dieksisi ............................................... 16
Gambar 2.12. Pengambilan Graft pada Simblefaron ........................................ 17
Gambar 2.13. Peletakan Jaringan Fibrin........................................................... 17
Gambar 2.14. Pemasangan Conformer ............................................................. 17
Gambar 2.15. Simblefaron 2 Minggu Paskaoperasi ......................................... 18

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Simblefaron merupakan perlekatan abnormal antara permukaan konjungtiva yang
dapat terjadi akibat reaksi radang, trauma, ataupun operasi. Simblefaron dapat didefinisikan
sebagai sebuah kondisi dimana terjadi perlekatan bola mata akibat adhesi antara konjungtiva
palpebra dan konjungtiva bulbi1,2,,3
Simblefaron dapat terjadi akibat proses penyembuhan permukaan antara konjungtiva
palpebra dan konjungtiva bulbi. Penyebab umumnya dapat berupa trauma kimia, trauma
panas, konjungtivitis membran, ulserasi konjungtiva, dan Stevens-Johnson Syndrome.
Simblefaron dapat juga disebabkan oleh komplikasi beberapa penyakit seperti cicatricial
conjunctivitis, cicatrcial pemphigoid, eritema multiform, pemfigus bulosa, dan
keratoconjuntivitis 2,4
Komplikasi yang terjadi pada simblefaron meliputi mata yang kering, penebalan dan
keratinisasi konjungtiva akibat paparan yang lama dan ulserasi kornea (exposure keratitis).
Simblefaron dapat menyebabkan gangguan penglihatan ringan sampai berat. Hal tersebut
terjadi karena cicatricial entropion atau gangguan dari arah bulu mata, atau trauma mekanis
terhadap permukaan mata. Trauma berulang tersebut dapat menyebabkan defisiensi limbal
stem cell dan penipisan kornea bahkan perforasi kronea. Oleh karena itu penanganan
simblefaron merupakan hal yang sangat penting.5,6
Dalam menangani kasus simblefaron, mencari penyebab simblefaron adalah hal yang
penting. Jika simblefaron bersifat asimtomatik, simblefaron munkin tidak perlu pengobatan
dan hanya mencari kausa terjadinya scarring. Menyingkirkan simblefaron yang disebabkan
oleh progressive conjungtival scaring disease seperti ocular cicatricial pemphigoid
merupakan hal penting juga. Pengobatan simblefaron yang bersifat kuratif meliputi
simblefarektomi. Area terbuka yang terbentuk dapat ditutupi dengan memobilisasi
konjungtiva sekitar pada kasus yang ringan. Conjungtival atau buccal mocusa graft mungkin
perlu dilakukan pada beberapa kasus.2,5,6

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Mata
Mata teridiri dari komponen kavum orbita, adneksa mata, bola mata dan otot-tot
penggerak bola mata.7,8
1. Kavum orbita
Terdiri dari 7 tulang, yaitu : Os frontalis, Os maksilaris, Os ethmoidalis, Os
sphenoidalis, Os zygomaticum, Os lacrimalis dan Os nasalis.

Gambar 2.1. Tulang-tulang Orbita


Sumber : Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket Atlas of Ophthalmology. New York.
2006. p 2-7

2. Adneksa mate
1. Palpebra
Palpebra adalah lipatan tipis kulit, otot, dan jaringan tibrosa yang berfungsi
melindungi struktur-struktur mata yang rentan. Palpebra terdiri dari palpebra superior
dan palpebra inferior. Palpebra superior dan inferior merupakan modifikasi lipatan
kulit yang dapat menutup dan melindungi bola mata bagian anterior. Palpebra superior
berakhir pada alis mata sedangkan palpebra inferior menyatu dengan pipi. Palpebra
terdiri atas lima bidang jaringan utama, yang dari luar ke dalam terdiri dari:9,10

1) Kulit dan jaringan ikat longgar Subkutan


Kulit pada palpebra sangat tipis dan halus, dihubungkan oleh jaringan ikat
yang halus dengan otot yang ada di bawahnya, sehingga kulit dengan mudah dapat

2
digerakkan dari dasarnya. Dengan demikian, edema atau perdarahan dapat dengan
mudah terkumpul di sini sehingga menimbulkan pembengkakan palpebra. Di kulit
palpebra juga terdapat kelenjar keringat Zeis dan Moll, serta rambut seperti pada kulit
bagian tubuh yang lain.9,10
2) Jaringan otot
Di palpebra terdapat beberapa otot, antara lain:
a. Muskulus Orbikularis okuli
Muskulus ini berjalan sirkuler, mengelilingi mata dan dipersarafi oleh N. VII
yang mengikuti N.III.
b. Muskulus Riolani
Terdapat di pinggir palpebra. M. Riolani bersama dengan M. Orbikularis okuli
berfungsi untuk menutup mata.
c. Muskulus Levator palpebra
Origonya di zonula Zintt, di bagian belakang orbita dan dipersarafi oleh N.III.
Muskulus ini terdapat di palpebra, hanya berupa fasia, melekat pada bagian
atas tarsus dan kulit.
d. Muskulus Mulleri
Terletak di bawah tendo dari M. Levator palpebra. Dipersarati oleh saraf
simpatis.
M. Mulleri bersama dengan M. Levator palpebra berfungsi untuk mengangkat
palpebra.
3) Tarsus
Tarsus terdiri dari jaringan yang rapat dengan sedikit jaringan elastis. Tarsus
merupakan pemberi bentuk palpebra.Tarsus superior lebih besar daripada tarsus
inferior. Di dalam tarsus terdapat glandula sebasea Meibom sebanyak +20 buah
yang tampak berbayang sebagai garis-garis kekuning-kuningan berjajaran di
bawah konjungtiva dan mengeluarkan isinya di margo palpebra. Isi dari glandula
Meibom berguna untuk menutup rapat margo palpebra superior dan inferior pada
saat mengedipkan mata, sehingga at mata tidak dapat meleleh ke pipi. Di medial
dan lateral, tarsus bersatu membentuk ligamentum tarsalis medialis dan lateralis
yang melekat pada pinggir orbita.
4) Konjungtiva
Bagian posterior palpebra dilapisi selapis membran mukosa yaitu konjungtiva
palpebra yang melekat erat pada tarsus. Konjungtiva palpebra menyatu dengan

3
konjungtiva yang berasal dari bola mata dan mengandung kelenjar-kelenjar yang
berperan dalam pelumasan kornea.
Konjungtiva terbagi atas 3, yaitu :
 Konjungtiva tarsalis : melapisi permukaan posterior palpebra dan melekat erat
ke tarsus.
 Konjungtiva bulbi : melekat longgar ke septum orbitale dan di fornices.
 Konjungtiva forniks : peralihan dari tarsalis dan bulbi

Gambar 2.2. Anatomi Konjungtiva


Sumber : Lang GK. Ophthalmology: A Short Textbook. New York : Thieme. 2000. p 67-68

5) Vaskularisasi dan Inervasi


Pembuluh arteri di palpebra berasal dari arteri oftalmika dan arteri fasialis yang
membentuk arkus superior di pinggir atas tarsus dan arkus inferior di pinggir bawah
tarsus. Dari arkus-arkus keluar pembuluh darah yang menuju kulit, ujung palpebra dan
menerobos tarsus menuju konjungtiva. Pembuluh vena mengikuti jalannya untuk
kemudian menjadi vena fasialis dan vena oftalmika dan masuk ke dalam sinus
kavernosus di dalam rongga tengkorak. Pembuluh Limfe berjalan pararel dengan vena
dimana terdapat dua kelompok pembuluh limfe yaitu medial yang berdrainase ke
nodus limfatikus submandibularis, dan kelompok lateral yang berdrainase ke nodus
limfatikus peraurikularis superficialis9,11
Vaskularisasi pada orbita merupakan jaringan anastomose yang kompleks
yang berasal dari sirkulasi Arteri Karotis Interna dan Eksterna. Arteri Karotis Interna

4
akan bercabang menjadi Arteri Oftalmika yang menyediakan suplai darah utama
untuk orbita termasuk bola mata. Sedikit kontribusi berasal dari A. Karotis Komunis
Eksterna melalui A. Maksillaris dan A. Facialis.9
Vaskularisasi palpebra bersumber dari dua arteri, yaitu: (1) arteri karotis
interna yang mempercabangkan arteri oftalmika yang selanjutnya bercabang menjadi
arteri supraorbital, arteri supra trochlear dan arteri dorsonasal di sebelah medial serta
arteri lakrimal di sebelah lateral dan (2) arteri karotis eksterna melalui arteri facial,
arteri temporal pada wajah dan arteri infraorbitalis. 9
Otot-otot di palpebra dipersarafi oleh nervus okulomor dan nervus facialis.
muskulus orbikularis okuli dan muskulus Rioland dipersarafi N. facial. Muskulus.
levator palpebra berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas
dengan sebagian menembus muskulus orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian
tengah. Bagian kulit tempat insersi muskulus levator palpebra terlihat sebagai sulkus
(lipatan) palpebra. Otot ini dipersarafi oleh N. III, yang berfungsi untuk mengangkat
kelopak mata atau membuka mata.

Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal N.V,
sedangkan kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V. Konjungtiva bulbi dipersarafi
oleh nervus siliaris longus yang merupakan cabang nervus nasosiliaris yang
merupakan bagian Nervus trigeminus cabang V1. Konjungtiva palpebra superior dan
forniks superior dipersarafi cabang frontal dan lakrimal nervus trigeminus V1.,
Konjungtiva palpebra inferior lateral dan forniks lateral dipersarafi cabang lacrimal
nervus trigeminus V1. Sebaliknya, konjungtiva palpebra inferior bagian nasal dan
forniks nasal dipersarafi nervus trigeminus V2 (infraorbital). 9,11

5
Gambar 2.3. Anatomi Palpebra
Sumber : Cantor LB, Rabuano CJ, Cioffi GA. Orbit and Ocular Adnexa. In: Basic Science and
Clinical Course 2015-2016, section 2, Fundamental and Principles of Ophtalmology. San Fransisco:
American Academy of Ophthalmology.2015.

Gambar 2.4. Vaskularisasi Kelopak Mata dan Periorbita


Sumber: Cantor LB, Rabuano CJ, Cioffi GA. Orbit and Ocular Adnexa. In: Basic Science and Clinical
Course 2015-2016, section 2, Fundamental and Principles of Ophtalmology. San Fransisco: American
Academy of Ophthalmology;2015.pp18-27

6
Gambar 2.5. Cabang Nervus Fascialis dan Muskulus Orbikularis Okuli
Sumber : Bye LA, Modi NC, Stanford M. Basic Science Of Ophthalmology Third Edition. London:
Oxford University Express. 2013.

3. Bola mata7,8
- Sklera
Sklera merupakan pembungkus fibrosa pelindung mata bagian luar. Jaringan ini
padat dan berwarna putih serta bersambungan dengan kornea di sebelah anterior
dan durameter nervus optikus di belakang.
Beberapa lembar jaringan sklera berjalan melintang di bagian anterior nervus
optikus sebagai lamina kribosa. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh
lapisan tipis dari jaringan elastik halus, episklera yang mengandung banyak
pembuluh darah yang memasok sklera.
- Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan
kristal sebuah jarum jam tangan kecil.
Kornea terdiri dari 5 lapisan, yaitu :
1. Epitel
2. Membran bowman
3. Stroma
4. Membran descemet
5. Endotelium
Sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh – pembuluh darah limbus, humor
aquaeus dan air mata. Saraf – saraf sensorik kornea didapati dari percabangan
pertama nervus kranialis V (Trigeminus).

7
- COA (Camera Oculi Anterior)
COA adalah ruang pada bola mata yang terletak di depan iris, berisi humor
aquaeus yang berguna untuk menutrisi iris.
- Uvea
Uvea terdiri dari uvea anterior (iris dan korpus siliaris) dan uvea posterior (koroid)
- Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebal kurang lebih 4 mm dan diameternya 9 mm.
Dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula,yang menguhubungkan dengan
korpus siliaris.
- Badan vitreus
Badan vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga dari volume dan berat mata. Badan vitreus berisi humor
vitreus (air 99% dan 1% terdiri dari 2 kompenen, yaitu : kolagen dan asam
hialuronat).
- Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan dan multi lapis
yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata.
Retina memiliki 10 lapisan, yaitu :
1. Membran limitans interna
2. Serabut saraf
3. Sel ganglion
4. Lapisan pleksiformis interna
5. Lapisan nukleus interna sel bipolar
6. Lapisan pleksiformis eksterna
7. Lapisan nukleus eksterna sel fotoreseptor
8. Membran limitans eksterna
9. Lapisan coni dan basili
10. Epitelium pigmen retina

8
Gambar 2.6. Mata
Sumber : Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket Atlas of Ophthalmology. New York. 2006. p
2-7.

4. Otot mata
Terdiri dari 6 otot yang menggerakkan bola mata, yaitu :
1. Musculus Rectus Superior dipersarafi N. III (N. Occulomotorius)
2. Musculus Rectus Inferior dipersarafi N. III (N. Occulomotorius)
3. Musculus Rectus Medialis dipersarafi N. III (N. Occulomotorius)
4. Musculus Rectus Lateralis dipersarafi N. VI (N. Abducen)
5. Musculus Rectus Superior dipersarafi N. IV (N. Troklearis)
6. Musculus Rectus Inferior dipersarafi N. III (N. Occulomotorius)

2.2. Simblefaron
2.2.1. Definisi
Simblefaron merupakan perlekatan abnormal antara permukaan konjungtiva yang
dapat terjadi akibat reaksi radang, trauma, ataupun operasi. Simblefaron dapat didefinisikan
sebagai sebuah kondisi dimana terjadi perlekatan bola mata akibat adhesi antara konjungtiva
palpebra dan konjungtiva bulbi. Simblefaron dapat unilateral maupun bilateral seperti pada
Sindrom Steven Johnson dan ocular cicatricial pemphigoid. 1,2,3,

2.2.2 Epidemiologi
Simblefaron dapat terjadi pada semua rentang usia dan lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan dengan pria. Umumnya penderita simblefaron menderita penyakit mata
sebelumnya seperti blepharitis, trauma mata, penyakit konjuntiva yang menyebabkan bekas

9
luka dan lain-lain. Di Amerika serikat prevalensi terjadinya komplikasi berupa simblefaron
pada trauma okular khususnya luka bakar sekitar 29%. 12,13

2.2.3 Etiologi
Simblefaron dapat terjadi akibat proses penyembuhan permukaan antara konjungtiva
palpebra dan konjungtiva bulbi. Penyebab umumnya dapat berupa trauma kimia, trauma
panas, konjugtivitis membran, ulserasi konjuntiva, dan Stevens-Johnson Syndrome.
Simblefaron dapat juga disebabkan oleh komplikasi beberapa penyakit seperti cicatricial
conjunctivitis, cicatricial pemphigoid, eritema multiform, pemfigois bulosa, dan
2,5
keratoconjuntivitis.
Secara garis besar Cicatricial Conjunctivitis sendiri dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit antara lain6,14,15 :
 Penyakit autoimun seperti mucus membran pemphigoid
 Penyakit inflamasi seperti Stevens-Johson Syndrome
 Sjogren Syndrome, Lyell Syndrome (Toxic Epidermal Necrosis)
 Sarcoidosis
 Trauma kimia
 Rosacea
 Atopic keratoconjunctivitis
 Infeksi seperti : trachoma, adenovirus (epidemic keratoconjunctivitis)
 Porphyria cutanea tarda
 Obat-obatan seperti timolol, trifluridine

Gambar 2.7 Simblefaron pada Ocular Cycatrical Pemphigoid


Sumber: Gerstenblith At, Rabinowitz MP. Ocular Cicatricial Phempigoid. In: The Wills Eye Manual.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2012. p 127.

10
2.2.4 Gejala Klinis
Keluhan yang sering muncul pada pasien dengan simblefaron adalah kesulitan dalam
pergerakan kelopak mata, diplopia (akibat keterbatasan pergerakan okular), lagoftalmus
(kesulitan menutup mata) dan gangguan kosmetik. Perlekatan fibrosa antara kedua
konjungtiva dapat terjadi pada bagian anterior, posterior ataupun secara total seperti yang
terlihat pada gambar di bawah.2
Gejala klinis yang dapat muncul dapat bervariasi tergantung etiologi yang
mendasarinya. Gejala klinis yang dapat muncul antara lain seperti kesulitan menggerakkan
kelopak mata, mata merah, mata berair, sensasi perih, perasaan mengganjal, dan
blepharospasme. 5

2.2.5. Klasifikasi
Berdasarkan tempat terjadinya adhesi, simblefaron dapat dibagi menjadi beberapa
16
tipe, yaitu:
1. Simblefaron Anterior
Adhesi terjadi pada kelopak mata dan konjungtiva bulbi atau kornea
2. Simblefaron Posterior
Bagian atas atau bawah forniks maupun keduanya terkena
3. Simblefaron Total
Adhesi kelopak mata secara total dengan bola mata

Gambar 2.8. Gambar skematik simblefaron anterior (A), simblefaron posterior (B), dan
simblefaron total (C) dan gambaran klinis simblefaron anterior (D) dan simblefaron posterior
(E)
Sumber: Seery LS, Huang AJ. Conjungtival Symblepharon Surgery. In: Surgical Management in
Intraocular Inflammation and Infection. London: JP Medical. 2013. p 1-6.

11
.2.6. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis bisa saja tidak didapatkan riwayat dan keluhan, hanya simblefaron
yang asimptomatik pada pemeriksaan oftalmologi. Namun, kebanyakan pasien dengan
simblefaron memiliki riwayat penyakit mata seperti trauma ataupun penyakit radang. 6
Keluhan yang sering muncul pada pasien dengan simblefaron adalah kesulitan dalam
pergerakan kelopak mata, diplopia (akibat keterbatasan pergerakan okular), lagoftalmus
(kesulitan menutup mata). Gejala klinis yang dapat muncul dapat bervariasi tergantung
etiologi yang mendasarinya. Gejala klinis yang dapat muncul antara lain seperti kesulitan
menggerakkan kelopak mata, mata merah, mata berair, sensasi perih, perasaan mengganjal,
dan blepharospasme. 5
5. Pemeriksaan Oftalmologi
Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk mendiagnosis simblefaron. Parut pada
permukaan konjungtiva bisa halus dengan pemendekan forniks yang ringan atau dapat
terlihat sangat jelas dengan adanya jaringan penghubung antara konjungtiva palpebra dengan
konjungtiva bulbi atau kornea.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pada parut konjungtiva yang tidak diketahui penyebabnya sama sekali dapat
dipikirkan untuk dilakukan biopsi dengan pewarnaan standar atau imunofloresens untuk
menyingkirkan ocular cycatrical pemphigoid. Pada kasus yang jarang simblefaron dapat
disebabkan karsinoma sel skuamous sehingga pemeriksaan histopatologi mungkin diperlukan
dalam diagnosis. 6
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada simblefaron meliputi mata yang kering, penebalan dan
keratinisasi konjuntiva akibat paparan yang lama dan ulserasi kornea (exposure keratitis).
Gangguan-gangguan yang dapat isebabkan kondisi simblefaron adalah sebagai berikut 2
 Gangguan penglihatan
 Blepharospasme
 Lagoftalmus
 Entropion
 Trichiasis
 Depresi

12
2.2.8. Penatalaksanaan
Dalam menangani kasus simblefaron, mencari penyebab simblefaron adalah hal yang
penting. Jika simblefaron bersifat asimtomatik, simblefaron mungkin tidak perlu pengobatan
dan hanya mencari kausa terjadinya scarring. Menyingkirkan simblefaron yang disebabkan
oleh progressive conjungtival scaring disease seperti ocular cicatricial pemphigoid
merupakan hal penting juga.6
Pencegahan dapat dilakukan saat fase sebelum terbentuk simblefaron, seperti
pengusapan menggunakan glass coated rod dengan lubrikan disekitar forniks beberapa kali
dalam sehari. Penggunaan kontak lensa ukuran besar juga membantu dalam mencegah
terjadinya perlekatan pada proses terbentuknya simbledaron. 6
Pengobatan simblefaron yang bersifat kuratif meliputi simblefarektomi. Area terbuka
yang terbentuk dapat ditutupi dengan memobilisasi konjungtiva sekitar pada kasus yang
ringan. Conjungtival atau buccal mocusa graft mungkin perlu dilakukan pada beberapa kasus.
2,6,17

1. Indikasi Operasi
Simblefaron serta parut konjungtiva pada forniks dapat menyebabkan
gangguan penglihatan berat. Hal tersebut terjadi karena cicatricial entropion atau
gangguan dari arah bulu mata, serta trauma mekanis terhadap permukaan mata.
Trauma berulang tersebut dapat menyebabkan defisiensi limbal stem cell dan
penipisan kornea bahkan perforasi kronea. Untuk mencegah trauma tersebut
merupakan indikasi perlunya dilakukan tindakan operasi. 6
Simblefaron adalah pertumbuhan patologis jaringan fibrovaskular
kongjungtiva yang berhubungan dengan penyembuhan luka yang tidak dapat
dikendalikan dan inflamasi. Simblefaron dapat menimbulkan morbiditas yang
signifikan pada mata. Penglihatan yang tidak maksimal dapat terjadi karena kurang
basahnya pada permukaan mata dan pemendekan forniks. Gangguan penglihatan
karena penyebab sekunder dapat terjadi karena obstruksi misal ankiloblefaron ataupun
keterbatasan motilitas mata dan menyebabkan diplopia. Gangguan penglihatan akan
menyebabkan kualitas hidup seseorang sangat menurun. Oleh karena itu rekontruksi
permukaan mata dengan cara menyingkirkan parut konjungtiva dan simblefaron
merupakan tindakan yang sangat penting untuk memperbaiki fungsi mata dan
meningkatkan kualitas hidup. 6

13
2. Pra-Operasi
Tindakan rekontruksi permukaan mata memerlukan prosedur anastesi baik
anastesi lokal dengan peribulbar block maupun general anasthesia. Perhatian khusus
perlu diberikan pada kasus tertentu misal Simblefaron pada Stevens-Johnson
Syndrome atau trauma mata bilateral. Tindakan operasi yang memerlukan rekontruksi
yang lama sebaiknya menggunakan general anasthesia. Selain itu pasien sebaiknya
menghentikan pemakaian obat-obat yang dapat mengganggu operasi misalnya
antikoagulan dan antiplatelet (warfarin, klopidogrel, dan aspirin) beberapa hari
sebelum operasi.6,18
Terapi yang diberikan sebelum operasi umumnya untuk mengurangi inflamasi
pada mata jika memang diperlukan. Jika proses autoimun sistemik yang menjadi
penyebabnya imunosupresan sistemik sering kali dibutuhkan. Terapi tersebut mungkin
dilanjutkan satu sampai dua minggu setelah operasi. 6,18
3. Tindakan Operasi
Beberapa hal yang perlu dipersiapkan dalam operasi simblefarektomi adalah
sebagai berikut : 6
1. Mukosa mulut atau membran amnion dengan jumlah yang sesuai untuk menutupi
daerah sklera. Daerah yang akan direkonstruksi sebaiknya diperkirakan dengan
baik sehingga ukuran membran amnion sesuai, karena beberapa bagian membran
amnion atau mukosa mulut mungkin diperlukan.
2. Thrombin membantu dalam mengontrol perdarahan yang terjadi selama proses
lisis simblefaron. Phenylephrine topikal juga diperlukan untuk mengurangi
perdarahan dan membantu visualisasi struktur mata.
3. Material penjahitan seperti polyglactin (Vicryl) (8-0 atau 9-0) atau 10-0 nilon
digunakan untuk tranplantasi membran amnion. Silk suture (4-0 atau 6-0) dapat
ditempatkan di sepanjang batas pelupuk mata untuk retraksi pelupuk mata jika
spekulum kelopak mata tidak sesuai.
4. Fibrin glue berguna sementara untuk jahitan untuk menempelken membran
amnion atau mukosa oral pada permukaan mata yang terbuka.
5. Mitomycin C (0.01-0.04%) dapat digunakan selama operasi untuk mencegah
rekurensi simblefaron. Mitomycin C diaplikasikan ke dalam forniks setelah reseksi
simblefaron.
Kesuksesan operasi tergantung keberhasilan dalam menekan proses inflamasi pada
permukaan mata. Operasi yang gagal biasanya terjadi selama fase akut dan inflamasi

14
berat pada cicatricial conjunctivitis. Saat anastesi telah dilakukan antiseptik mata
seperti povidine iodine 5% diaplikasikan pada mukosa oral, jika diperlukan diberikan
pada permukaan mata dan sekitarnya.
Karena adanya simblefaron lid speculum seringkali tidak sesuai pada forniks
untuk lapangan operasi. Oleh karena itu dilakukan retraksi dengan benang operasi
pada kelopak mata atas dan bawah (termasuk tarsus). Selain itu, operator harus
berhati hati pada puncta dan sistem nasolakrimal. Jika lapangan operasi telah sudah
terbuka, dense corneal pannus atau parut konjungtiva dapat dieksisi dari permukaan
mata dan adhesi kelopak mata dapat dilisiskan dengan diseksi namun harus dengan
hati-hati.
Weck Cel sponges atau blunt spatula dapat digunakan untuk keratektomi
superfisial pada kornea. Pannus fibrovaskular yang superfisial pada kornea dapat
dengan mudah disingkirkan dengan diseksi tumpul tersebut. Kelebihan konjungtiva
yang telah disingkirkan dari limbus dapat dipotong dengan Wescott scissor. Hindari
eksisi jaringan konjungtiva disekitar limbal stem cell yang tidak terlibat. Pada
akhirnya, setelah lepasnya perlekatan konjungtiva , permukaan kornea dan
konjungtiva bulbi relatif tidak terkena.

Gambar 2.9. Simblefaron pada Stevens-Johnson Syndrome


Sumber: Seery LS, Huang AJ. Conjungtival Symblepharon Surgery. In: Surgical Management
in Intraocular Inflammation and Infection. London: JP Medical. 2013. p 1-6.

Gambar 2.10. Eksisi Simblefaron


Sumber: Seery LS, Huang AJ. Conjungtival Symblepharon Surgery. In: Surgical Management
in Intraocular Inflammation and Infection. London: JP Medical. 2013. p 1-6.

15
Gambar 2.11. Simblefaron yang Telah Dieksisi
Sumber: Seery LS, Huang AJ. Conjungtival Symblepharon Surgery. In: Surgical Management
in Intraocular Inflammation and Infection. London: JP Medical. 2013. p 1-6.

Pelepasan simblefaron dapat dilakukan dengan Westcott Scissors. Jika parut


konjungtiva sangat berat direkomendasikan dilakukan peritomi 360 derajat. Setelah
peritomi, Westcott Scissors digunakan untuk membuka ruang subtenon antara otot-
otot rektus. Selanjutnya, insisi yang diperlukan dapat dilakukan dengan menghindari
otot-otot mata. Jika konjungtiva bulbi terlihat basah dan bebas dari keratinisasi, ini
bisa digunakan untuk memperbaiki konjungtiva tarsal selama rekontruksi forniks
untuk meminimalisasi keperluan jaringan mukosa ektopik. Jika sisa konjungtiva
setelah eksisi simblefaron tidak cukup untuk rekontruksi forniks, mukosa oral ataupun
membran amnion diperlukan untuk permukaan mata dan tarsal plate untuk
membentuk kembali forniks.
Membran mukosa mulut bisa dadapatkan dari bibir dalam ataupun permukaan
daerah buccal . Mukosa tersebut dapat diinfiltrasi dengan 1 sampai dengan 2 ml
xylocaine 1 % dengan 1 : 2000 epinefrine untuk memudahkan pemisahan dengan
jaringan submukosa. Lapisan mukosa tersebut dapat diambil secaa manual dengan
bantuan lata berupa mucotome.
Untuk rekontruksi forniks, parut pada konjungtiva palpebra terlebih dahulu
disingkirkan dari mucocutaneus junction dan semua adhesi dilepaskan dengan diseksi
tumpul. Mukosa mulut ataupun membran amnion diletakkan pada tarsal plate yang
terbuka ( dengan bagian stroma dari jaringan graft tersebut menghadap ke tarsal),
jaringan fibrin dapat digunakan untuk melekatkan graft ke tarsal. Vicryl digunakan
untuk menyatukan batas graft dengan forniks yang dalam dan mucocutaneus juntion.
Kemudian symblepharon ring atau conformer diletakkan pada permukaan mata untuk
menjaga forniks atas dan bawah. Setelah operasi diberikan kortikosteroid topikal dan

16
antibiotik . Conformer dieprtahankan 2-3 minggu atau sampai graft melekat
sempurna.

Gambar 2.12. Pengambilan Graft pada Simblefaron


Sumber: Seery LS, Huang AJ. Conjungtival Symblepharon Surgery. In: Surgical Management
in Intraocular Inflammation and Infection. London: JP Medical. 2013. p 1-6.

Gambar 2.13. Peletakan Jaringan Fibrin


Sumber: Seery LS, Huang AJ. Conjungtival Symblepharon Surgery. In: Surgical Management
in Intraocular Inflammation and Infection. London: JP Medical. 2013. p 1-6.

Gambar 2.14 . Pemasangan Conformer


Sumber: Seery LS, Huang AJ. Conjungtival Symblepharon Surgery. In: Surgical Management in
Intraocular Inflammation and Infection. London: JP Medical. 2013. p 1-6.

17
Gambar 2.15. Simblefaron 2 Minggu Paskaoperasi
Sumber: Seery LS, Huang AJ. Conjungtival Symblepharon Surgery. In: Surgical Management in
Intraocular Inflammation and Infection. London: JP Medical. 2013. p 1-6.

2.2.9. Prognosis
Prognosis simblefaron tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Angka
kesembuhan simblefaron dengan tindakan operasi sekitar 85%. Simblefaron berulang
merupakan komplikasi umum yang paling terjadi setelah dilakukan operasi rekontruksi
permukaan mata. Tingkat rekurensi simblefaron bervariasi dari 0% sampai dengan 30%
tergantung dari etiologinya. 2,6
Infeksi yang terjadi setelah operasi bisa terjadi tapi sangat jarang pada orang yang
menerima transplantasi membran amnion. Insidensi terjadinya infeksi pada orang yang
menerima tranplantasi membran amnion sekitar 1.6 % . Jika infeksi terjadi, umumnya bakteri
yang menjadi penyebabnya adalah bakteri gram positif .6

18
BAB 3
KESIMPULAN

Simblefaron adalah sebuah kondisi dimana terjadinya perlekatan bola mata akibat
adhesi antara konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi. Penyebab umumnya dapat berupa
trauma kimia, trauma panas, conjuntivitis membran, ulserasi conjuntiva, pemfigus okular, dan
Simblefaron pada Stevens-Johnson Syndrome. Simblefaron dapat juga disebabkan oleh
komplikasi beberapa penyakit seperti cicatricial pemphigoid, cicatricial conjungtivitis,
eritema multiform, pemfigoid bulosa, dan keratoconjuntivitis.
Pada diagnosis simblefaron tidak diperlukan pemeriksaan khusus. Anamnesis bisa saja
tidak didapatkan riwayat dan keluhan, tapi kebanyakan pasien dengan simblefaron memiliki
riwayat penyakit mata seperti trauma ataupun penyakit radang. Keluhan yang sering muncul
pada pasien dengan simblefaron adalah kesulitan dalam pergerakan kelopak mata, diplopia
(akibat keterbatasan pergerakan okular), lagoftalmus (kesulitan menutup mata). Gejala klinis
yang dapat muncul dapat bervariasi tergantung etiologi yang mendasarinya. Gejala klinis
yang dapat muncul antara lain seperti kesulitan menggerakkan kelopak mata, mata merah,
mata berair, sensasi perih, perasaan mengganjal, dan blepharospasme. Tidak ada pemeriksaan
yang spesifik untuk mendiagnosis simblefaron. Parut pada permukaan konjungtiva bisa halus
dengan pemendekan forniks yang ringan atau dapat terlihat sangat jelas dengan adanya
jaringan penghubung antara konjungtiva palpebra dengan konjungtiva bulbi atau kornea.
Pemeriksaan histopatologi dan penunjang lainnya untuk mencari kausalnya.
Dalam menangani kasus simblefaron, mencari penyebab simblefaron adalah hal yang
penting. Jika simblefaron bersifat asimtomatik, simblefaron munkin tidak perlu pengobatan
dan hanya mencari kausa terjadinya scarring. Pengobatan simblefaron yang bersifat kuratif
meliputi simblefarektomi. Area terbuka yang terbentuk dapat ditutupi dengan memobilisasi
konjungtiva sekitar pada kasus yang ringan. Conjungtival atau buccal mocusa graft mungkin
perlu dilakukan pada beberapa kasus.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Cantor LB, Rabuano CJ, Cioffi GA. Periocular Malpositions and Involutional
Changes . In: Basic Science and Clinical Course 2015-2016, Section 7, Orbit, Eyelids,
and Lacrimal System. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology;2015.pp199-200
2. Khurana AK. Disease OF Eyelids. In: Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition.
India : New Age International Publishers. 2002. P 353-354
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FK UI. 2009.
4. Trattler W, Kaiser PK, Friedman NJ. Conjungtival Disorders. In: Review of
Ophtalmology Second Edition. Philadephia: Elsevier. 2012. P 194
5. Brandon D, Ayres MD, Christopher R. Symblepharon – Eksternal and Internal Eye.
Visual Dx 2010. Available From:
https://www.visualdx.com/visualdx/diagnosis/symblepharon?diagnosisId=50751&mo
duleId=21
6. Seery LS, Huang AJ. Conjungtival Symblepharon Surgery. In: Surgical Management
in Intraocular Inflammation and Infection. London: JP Medical. 2013. p 1-6.
7. Vaughan, Daniel G. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam Buku Oftalmologi Umum
Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. 2002. h 1-25
8. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket Atlas of Ophthalmology. New
York. 2006. p 2-7.
9. Cantor LB, Rabuano CJ, Cioffi GA. Orbit and Ocular Adnexa. In: Basic Science and
Clinical Course 2015-2016, section 2, Fundamental and Principles of Ophtalmology.
San Fransisco: American Academy of Ophthalmology;2015.pp18-27
10. Lang GK. Ophthalmology: A Short Textbook. New York : Thieme. 2000. p 67-68
11. Bye LA, Modi NC, Stanford M. Basic Science Of Ophthalmology Third Edition.
London: Oxford University Express. 2013.
12. Penne RB. Symblepharon. In: Color Atlas and Synopsis of Clinical Ophtalmology.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2010. p 330.
13. Hall AH. Epidemiology of Ocular Chemical Burn Injuries. Springer-Verlag Berlin
Heidelberg 2011. Available From:
http://www.springer.com/cda/content/document/cda_downloaddocument/9783642145
490-c1.pdf?SGWID=0-0-45-1112771-p174025556.

20
14. Yanoff M, Duker JY. Conjungtival Disorders. In: Ophthalmology Fourth Edition.
Philadelphia: Elsevier. 2014
15. Gerstenblith At, Rabinowitz MP. Ocular Cicatricial Phempigoid. In: The Wills Eye
Manual. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2012. p 127.
16. Nema HV, Nema N . Disease of The Lids. In: Textbook of Ophtalmology. New Delhi:
Jay-P. 2012. P 421.
17. Keswani RK. Skin-Graft in Case of Total Symblepharon. Brit J Ophtalmology. 2000.
Availabe From: http://bjo.bmj.com/content/bjophthalmol/49/3/163.full.pdf
18. Shi W, Wang T, Gao H. Management Of Severe Ocular Burn With Symblepharon.
Springer-Velrag. 2008.

21

Anda mungkin juga menyukai