Anda di halaman 1dari 29

TUGAS TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANATOMI MATA PADA UMUMNYA DAN

YANG BERHUBUNGAN DENGAN GIGI KHUSUSNYA

Disusun Oleh :
Firman Fath Rachmadhan, drg
021918016302

DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
AIRLANGGA RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
2020

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR........................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................6
2.1 Bola Mata...................................................................................................6
2.2 Kornea........................................................................................................7
2.3 Sklera.........................................................................................................9
2.4 Uvea............................................................................................................10
2.4.1. Iris..................................................................................................10
2.4.2 Badan Siller....................................................................................10
2.4.3 Koroid.............................................................................................10
2.5 Retina..........................................................................................................11
2.6 Kamera Okuli..............................................................................................12
2.7 Badan Kaca.................................................................................................13
2.8. Lensa .........................................................................................................14
2.9 Saraf Optik .................................................................................................15
2.10 Rongga Orbita...........................................................................................15
2.11 Palpebra....................................................................................................18
2.12 Konjungtiva..............................................................................................20
2.12 Perdarahan Retrobulbar............................................................................22
2.13 Orbita-Maxilla..........................................................................................24
2.13.1 Struktur Pada Tulang ORbita.......................................................25
2.13.2 Jalan Menuju Orbita.....................................................................26

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................27

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bola Mata............................................................................................7

Gambar 2. Lapisan Kornea....................................................................................8

Gambar 3. Anatomi Uvea......................................................................................11

Gambar 4. Retina...................................................................................................12

Gambar 5. Lensa Mata .........................................................................................15

Gambar 6. Palpebra...............................................................................................20

Gambar 7. Konjungtiva.........................................................................................21

Gambar 8. Perdarahan Retrobulbar.......................................................................22

Gambar 9. Tulang orbita, Anterior and Lateral View...........................................25

Gambar 10. Diagram Suplai Arteri.......................................................................26

Gambar 11. Akses Opening ke Orbita...................................................................26

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Mata telah dijelaskan oleh Charles Darwin sebagai mata yang sempurna dan

kompleks. Ada beberapa variasi struktural dan fungsional dari 'mata' yang ada di

antara organisme, namun tidak benar untuk mengatakan bahwa yang satu lebih

unggul dari yang lain. Inilah kesempurnaan yang dilihat mata; setiap mata telah

berevolusi secara tepat agar sesuai dengan kebutuhan pemiliknya. 'Mata' yang

paling sederhana, yang dikenal sebagai bintik mata, terdapat pada beberapa

organisme uniseluler dan banyak metazoa yang menggunakan protein fotoreseptor

dan pigmen untuk mendeteksi cahaya dari lingkungan sekitarnya dan merespons

dengan menyesuaikan ritme sirkadian internalnya dengan siklus terang-gelap

harian (Zhu, et al.2012).

Mata adalah alat indra penglihat yang di dalam nya terdapat jaringan-

jaringan indera penglihatan tersebut berpotensi menimbul kan penyakit atau

kelainan dalam penglihatan. Dalam mengatasi penyakit atau kelainan mata atau

indera penglihatan dapat menggunakan berbagai cara.mahluk hidup selalu

berhubungan dengan perubahan lingkungan luar.untuk mengatasi perubahan

lingkungan mahluk hidup di lengkapi dengan organ yang dapat menerima impuls

syaraf dengan berbagai bentuk.organ tersebut ialah reseptor yang mampu

menerima impuls dan disebut indra.

Organ visual terdiri atas bola mata dengan berat 7,5 gram dan panjang 24

mm, adnexa atau alat-alat tambahan, serta otot-otot ekstraokular. Mata merupakan

5
organ perifer sistem penglihatan, karenanya perlindungan organ ini amat penting.

Untuk menciptakan suatu keadaan struktural yang mampu melindungi mata dari

jejas tanpa mengurangi dan bahkan mengoptimalkan fungsinya, maka bola mata

terletak di dalam suatu rongga skeletal yang disebut orbita. Di dalam rongga

skeletal yang memainkan fungsi proteksi tulang yang keras, terdapat kumpulan

lemak yang memainkan peran sebagai bantalan yang meredam getaran-getaran

yang mungin menciderai mata. Selain itu, sistem kavitas orbita ini juga

merupakan tempat terstrukturnya sistem lokomotor bola mata dan adnexa-nya.

Bola mata terletak hampir terbenam di dalam lemak orbita. Namun bola

mata tak memiliki hubungan langsung dengan lemak ini karena keduanya

dipisahkan oleh suatu selubung berwujud fascia yang disebut sebagai kapsul

Tenon. Sementara itu, bola mata juga berhubungan dengan dunia luar melalui

celah yang terbentuk oleh tepi bawah kelopak mata atas dan tepi atas kelopak

mata bawah; celah ini disebut dengan rima palpebra. Walaupun demikian,

tertutupnya rima palpebra adalah suatu cara kelopak mata untuk memisahkan bola

mata dari dunia luar. Bola mata dapat dipandang sebagai organ akhir saraf optik

yang merupakan saraf sensoris. Mata menerima rangsang sinar dan mengubahnya

menjadi impuls saraf yang berjalan di sepanjang lintasan visual yang terdiri atas

retina, nervus optikus, khiasma optikum, traktus optikus, dan radiasio optika; yang

akhirnya akan mencapai korteks visual di fissura kalkarina sehingga timbul


sensasi melihat.

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bola Mata

Bola mata dapat dipandang sebagai suatu sistem dua bola yang berlainan

volume, di mana bola yang lebih kecil terletak di dalam bola yang lebih besar,

sebagaimana diilustrasikan pada gambar berikut. Bagian depan dari bola kecil

membentuk segmen anterior mata, sedangkan sebagian besar bola abu-abu

membentuk segmen posterior mata. Segmen anterior dibatasi oleh kornea yang

jernih di depan, serta lensa dan penggantung lensa di belakang. Sedangkan

segmen posterior terletak di belakang lensa. Segmen anterior sendiri terbagi dua,

yang terletak di antara lensa dan iris disebit sebagai kamera okuli posterior, dan

yang di antara iris dan kornea disebut kamera okuli anterior. Karena lebih

kecilnya jari-jari bola kecil, maka dapat dipahami bahwa kornea memiliki

kelengkungan yang lebih besar daripada sklera. Sifat ini amat menentukan status

refraksi suatu mata. Kelengkungan yang lebih besar dari normal akan membuat

indeks bias kornea meningkat sehingga bayangan benda yang dilihat jatuh di

depan retina. Sedangkan kornea yang kurang lengkung akan menyebabkan

bayangan jatuh di belakang retina. Keduanya akan dipersepsi sebagai suatu

kekaburan.

Sekali lagi dengan memandang bola mata sebagai bola (bumi), maka mata

memiliki dua kutub, anterior dan posterior. Kutub atau polus anterior adalah titik

tengah kornea dan polus posterior adalah titik tengah di sklera (posterior). Jika

7
dua kutub ini dihubungkan dengan garis imajiner, maka bola mata memiliki poros

yang terletak tepat memanjang dari depan ke belakang. Poros ini disebut juga axis

optis. Melalui axis optis inilah, cahaya yang melewati pertengahan kornea akan

merambat lurus dan jatuh di fovea sentralis.

Apabila kedua kutub coba dihubungkan dengan garis-garis yang mengikuti

kelengkungan bola mata, maka garis manapun itu disebut sebagai meridian.

Kemudian jika dibuat garis yang melingkari bola mata, yang jaraknya tepat di

tengah-tengah antara kutub anterior dan posterior, maka garis itu disebut sebagai

equator.

Gambar 1. Bola Mata

2.2 Kornea

Kornea merupakan dinding depan bola mata, berupa jaringan transparan dan

avaskular, dengan bentuk seperti kaca arloji. Bentuk kornea agak elips dengan

diameter horizontal 12,6 mm dan diameter vertikal 11,7 mm. Jari-jari

8
kelengkungan depan 7,84 mm dan jari-jari kelengkungan belakang 7 mm.

Sepertiga radius tengah disebut zona optik dan lebih cembung, sedangkan

tepiannya lebih datar. Tebal kornea bagian pusat 0,6 mm dan tebal bagian tepi 1

mm. Kornea melanjutkan diri sebagai sklera ke arah belakang, dan perbatasan

antara kornea dan sklera ini disebut limbus. Kornea merupakan suatu lensa

cembung dengan kekuatan refraksi (bias) sebesar +43 dioptri. Kalau kornea

mengalami sembab karena satu dan lain hal, maka kornea berubah sifat menjadi

seperti prisma yang dapat menguraikan cahaya sehingga penderita akan melihat

halo.

Gambar 2. Lapisan Kornea

Kornea terdiri dari lima lapisan. Lapisan yang terluar adalah lapisan epitel

(kira-kira 6 lapis). Lapisan ini sangat halus dan tidak mengandung lapisan tanduk

sehingga sangat peka terhadap trauma walaupun kecil. Sebenarnya hal ini

berlawanan dengan nama “kornea“ yang berarti selaput tanduk. Namun penamaan

ini diberikan karena pada jenazah kornea ini putih, tidak jernih, dan karenanya

seperti selaput tanduk. Lapisan berikutnya adalah membran Bowman (lamina

elastika anterior). Ini merupakan selaput tipis yang terbentuk dari jaringan ikat

fibrosa. Lapisan ketiga yang terletak di sebelah dalam membran Bowman adalah

9
stroma. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal, yang terdiri atas serabut

kolagen yang susunannya amat teratur dan padat. Susunan kolagen yang demikian

menyebabkan kornea avaskular dan jernih. Setelah stroma, lapisan berikutnya

adalah membran Descemet, atau yang disebut sebagai lamina elastika posterior.

Lapisan terdalam kornea adalah lapisan endotel. Lapisan ini terdiri atas satu

lapis endotel yang sel-selnya tak bisa membelah. Kalau ada endotel yang rusak,

maka endotel di sekitarnya akan mengalami hipertrofi untuk menutup defek yang

ditinggalkan oleh endotel yang rusak tadi. Endotel berperan penting dalam

mengatur kadar air kornea dengan cara mengeluarkan air dari kornea ke kamera

okuli anterior dengan enzim Na+-K+ ATP-ase.

2.3 Sklera

Sklera merupakan lanjutan ke belakang dari kornea. Sklera merupakan

dinding bola mata yang paling keras. Sklera tersusun atas jaringan fibrosa yang

padat, yang terdiri dari kolagen tipe 1, proteoglikan, elastin, dan glikoprotein.

Berbeda dengan kornea, susunan jaringan fibrosa kornea relatif tidak teratur

dibandingkan kornea, sehingga ia tidak bening seperti kornea. Tebal sklera pada

polus posterior 1 mm dan ekuator 0,5 mm.

Sklera memiliki dua lubang utama yaitu foramen skleralis anterior dan

foramen skleralis posterior. Foramen skleralis anterior terbentuk sebagai

perbatasan dengan kornea, dan merupakan tempat melekatnya kornea pada sklera

(bandingkan kornea dengan kaca arloji). Foramen skleralis posterior atau kanalis

skleralis merupakan pintu keluar saraf optik. Pada foramen ini terdapat lamina

10
kribrosa yang terdiri dari sejumlah membrane seperti saringan yang tersusun

transversal melintas foramen skleralis

2.4 Uvea

2.4.1 Iris

Iris berbentuk membran datar dan merupakan kelanjutan ke depan dari

badan silier. Iris berarti pelangi dan disebut demikian karena warna iris berbeda-

beda sesuai etnik (ras) manusia. Warna iris menentukan warna mata. Mata biru

karena irisnya berwarna biru dan mata coklat karena irisnya berwarna coklat.

Di tengah iris terdapat pupil yang penting untuk mengatur jumlah sinar yang

masuk ke dalam mata. Secara normal tepi pupil bersentuhan dengan lensa, namun

tak melekat dengan lensa. Pada iris terdapat dua macam otot yang mengatur

besarnya pupil, yaitu musculus dilatator pupillae (yang melebarkan pupil) dan

musculus sphincter pupillae (yang mengecilkan pupil).

Garis tengah pupil normal berkisar antara 3 hingga 4 mm. Lebar sempitnya

pupil dipengaruhi banyak faktor. Pupil relatif lebar pada orang muda dan relatif

sempit pada orang tua dan bayi. Pupil juga dipengaruhi oleh emosi, karena pupil

melebar pada perasaan senang, terkejut, tertarik pada sesuatu, dan menyempit

pada keadaan lelah. Secara normal pupil menyempit pada cahaya terang dan

melebar pada suasana redup atau gelap.

2.4.2 Badan Silier

Badan silier merupakan bagian uvea yang terletak di antara iris dan koroid.

Batas belakangnya adalah ora serrata. Badan silier banyak mengandung

11
pembuluh kapiler dan vena dan badan silier- lah yang menghasilkan humor

aquous.

2.4.3 Koroid

Koroid merupakan bagian uvea yang paling luas dan terletak antara retina

dan sklera, terdiri atas anyaman pembuluh darah. Lapisan koroid dari luar ke

dalam berturut-turut adalah suprakoroid, pembuluh darah koriokapiler, dan

membran Bruch. Karena koroid banyak mengandung pembuluh darah dan retina

itu jernih, maka koroid dapat dilihat dengan oftalmoskop dan tampak berwarna

merah. Refleks fundus merah cemerlang berasal dari warna koroid.

Gambar 3. Anatomi Uvea

2.5 Retina

Retina melapisi dua pertiga dinding bagian dalam bola mata. Retina

merupakan lapisan terdalam dari bola mata. Lapisan mata dari luar ke dalam

berturut-turut adalah sklera (warna putih), lapisan koroid, dan yang paling dalam

retina. Retina merupakan 2/3 bagian dari dinding dalam bola mata, lapisannya

transparan, dan tebalnya kira-kira 1 mm. Retina merupakan membran tipis,

bening, berbentuk seperti jaring (karenanya disebut juga sebagai selaput jala), dan

12
metabolisme oksigen-nya sangat tinggi. Retina sebenarnya merupakan bagian dari

otak karena secara embriologis berasal ari penonjolan otak. Dengan demikian

nervus optikus sebenarnya merupakan suatu traktus dan bukan “nervus” yang

sebenarnya. Susunan histologis retina diuraikan sebagai berikut.

Retina berfungsi menerima cahaya dan merubahnya jadi sinyal

elektrokimiawi, untuk selanjutnya meneruskan sinyal tersebut ke otak. Retina

terdiri dari 3 macam sel saraf (neuron) yang berestafet dalam meneruskan impuls

penglihatan. Sel-sel tersebut adalah sel – sel fotoreseptor (konus dan basilus), sel

horizontal dan sel bipolar, serta sel ganglion.

Retina mendapat vaskularisasi dari lamina koriokapilaris koroid dan arteria

retina sentralis. Lamina koriokapilaris koroid memberi makan lapisan epitel

pigmen retina dan sel-sel fotoreseptor. Pembuluh darahnya mempunyai endotel

berjendela (fenestrated) yang menyebabkan dapat bocornya protein serum.

Gambar 4. Retina

2.6 Kamera Okuli

Ada dua kamera okuli, yaitu camera okuli anterior (COA) dan camera okuli

posterior (COP), yang keduanya berisi humor aquous. Kedalaman COA adalah

13
3,4 mm dan volumenya adalah 0,3 mL. Pada mata miopik kamera ini dalam dan

pada mata hiperopik COA relatif dangkal. Pada tepi COA terdapat sudut

iridokorneal dengan kanal Schlemm pada apeks-nya. COA dihubungkan dengan

kanal Schlemm lewat anyaman trabekulum. Kanal Schlemm ini kemudian

berhubungan dengan vena episklera lewat kanal-kanal pembuangan yang disebut

sebagai kanal kolektor. COP dilewati oleh zonula Zinnii seperti telah dijelaskan

sebelumnya. COA dan COP berhubungan lewat celah melingkar antara tepi pupil

dan lensa.

Cairan akuos diproduksi oleh badan silier, yaitu pada prosesus siliaris yang

berjumlah 70 hingga 80 buah. Humor aquous berjalan dari COP ke COA,

kemudian melewati trabekulum untuk menuju kanal Schlemm, kemudian ke kanal

kolektor, akhirnya ke sistem vena episklera untuk kembali ke jantung. Dengan

demikian harus terdapat keseimbangan antara produksi cairan akuos dan

pembuangannya agar tekanan bola mata normal.

2.7 Badan Kaca

Badan kaca merupakan bagian yang terbesar dari isi bola mata yaitu sebesar

4/5 dari isi bola mata. Badan kaca merupakan masa gelatinosa dengan volume 4,3

cc. Badan kaca bersifat transparan, tak berwarna, dengan konsistensi seperti

gelatin (agar- agar) dan avaskular. Badan kaca terdiri dari 99% air dan 1%

kombinasi kolagen dan asam hialuronat. Serabut kolagennya dapat mengikat air

hingga sebanyak 200 kali beratnya, sedangkan asam hialuronatnya dapat mengikat

air hingga 60 kali beratnya sendiri.

14
Badan kaca dikelilingi oleh membran hyaloid. Membrana hyaloidea melekat

pada kapsul posterior lensa, zonula, pars plana, retina, dan papil nervus II. Badan

kaca berfungsi memberi bentuk bola mata dan merupakan salah satu media

refrakta (media bias). Pada bagian tengah badan kaca terdapat kanal hyaloid

Cloquet yang berjalan dari depan papil N II menuju tepi belakang lensa. Ukuran

kanal ini adalah 1 – 2 mm. Badan kaca berhubungan dengan retina dan hanya

terdapat perlekatan yang lemah. Namun demikian badan kaca ini mempunyai

perlekatan erat dengan diskus optikus dan ora serrata.

2.8 Lensa

Lensa merupakan bangunan bikonveks, tersusun oleh epitel yang

mengalami diferensiasi yang tinggi. Lensa terdiri dari 3 bagian yaitu: (a) kapsul,

yang bersifat elastis; (b) epitel, yang merupakan asal serabut lensa; dan (c)

substansi lensa yang lentur dan pada orang muda dapat berubah, tergantung

tegangan kapsul lensa.

Diameter bagian ekuator lensa mata adalah 9 mm. Permukaan posterior

memiliki radius kurvatura lebih besar daripada permukaan anterior. Secara klinis

lensa terdiri dari kapsul, korteks, nukleus embrional, dan nukleus dewasa. Lensa

tergantung ke badan silier oleh ligamentum suspensorium lentis (zonula Zinnii)

Lensa berfungsi sebagai media refrakta (alat dioptri). Media refrakta yang

lain adalah kornea, humor aquous, dan badan kaca. Lensa mata normal memiliki

indeks refraksi sebesar 1,4 di bagian sentral dan 1,36 di bagian tepi. Kekuatan bias

lensa kira-kira +20 D. Namun bila lensa ini diambil (misalnya pada ekstraksi

katarak) kemudian diberi kaca mata, maka penggantian kacamata ini tidak sebesar

15
+20 D, tetapi hanya +10 D, karena adanya perubahan letak atau jarak lensa ke

retina. Pada anak dan orang muda lensa dapat berubah kekuatan dioptrinya saat

melihat dekat agar mampu menempatkan bayangan tepat pada retina. Makin tua

seseorang maka makin berkurang kekuatan penambahan dioptrinya dan kekuatan

penambahan dioptri ini akan hilang setelah usia 60 tahun. Kemampuan lensa

untuk menambah kekuatan refraksinya (kekuatan positifnya) disebut dengan daya

akomodasi

Lensa mengandung 65% air dan 35% protein (jaringan tubuh dengan kadar

protein paling tinggi), serta sejumlah kecil mineral terutama kalium. Komposisi

tersebut hampir tidak berubah dengan pertambahan usia. Aspek yang mungkin

memegang peranan terpenting dalam fisiologi lensa adalah mekanisme kontrol

keseimbangan cairan dan elektrolit, yang juga sangat penting terhadap kejernihan

lensa. Gangguan dalam hidrasi seluler dapat dengan cepat menimbulkan

kekeruhan pada lensa karena kejernihan lensa sangat tergantung pada komponen

struktural dan makromoleku.

Gambar 5. Lensa Mata

2.9 Saraf Optik

Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2 jenis

serabut saraf, yaitu : saraf penglihat dan serabut pupilomotor. Kelainan saraf optik

16
menggambarkan gangguan yang diakibatkan tekanan langsung atau tidak

langsung terhadap saraf optik ataupun perbuatan toksik dan anoksik yang

mempengaruhi penyaluran aliran listrik

2.10 Rongga Orbita

Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang

yang membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan

dasar orbita yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama-sama tulang

palatinum dan zigomatikus

Rongga orbita yang berbentuk pyramid ini terletak pada kedua sisi rongga

hidung. Dinding lateral orbita membentuki sudut 45 derajat dengan dinding

medialnya.

Dinding orbita terdiri atas tulang :

1. Atap atau superior

2.Lateral

3. Inferior

4. Nasal : os.frontal : os.frontal, os. zigomatik, ala magna os sfenoid : os.

zigomatik, os. maksila, os. Palatin : os. maksila, os. lakrimal, os. etmoid Foramen

optik terletak pada apeks rongga orbita, dilalui oleh saraf optik, arteri, vena, dan

saraf simpatik yang berasal dari pleksus karotid.

Fisura orbita superior di sudut orbita atas temporal dilalui oleh saraf

lakrimal (V), saraf frontal (V), saraf troklear (IV), saraf okulomotor (III), saraf

nasosiliar (V), abdusen (VI), dan arteri vena oftalmik. Fisura orbita inferior

terletak di dasar tengah temporal orbita dilalui oleh saraf infra-orbita, zigomatik

17
dan arteri infra orbita. Fosa lakrimal terletak di sebelah temporal atas tempat

duduknya kelenjar lakrimal.

K. Otot Penggerak Mata Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan

untuk pergerakan mata tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi

otot

Otot penggerak mata terdiri atas 6 otot yaitu :

1. Oblik inferior mempunyai origo pada fosa lakrimal tulang lakrimal,

berinsersi pada sklera posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi

saraf okulomotor, bekerja untuk menggerakkan mata keatas, abduksi dan

eksiklotorsi.

2. Otot Oblik Superior Oblik superior berorigo pada anulus Zinn dan ala

parva tulang sfenoid di atas foramen optik, berjalan menuju troklea dan

dikatrol balik dan kemudian berjalan di atas otot rektus superior, yang

kemudian berinsersi pada sklera dibagian temporal belakang bola mata.

Oblik superior dipersarafi saraf ke IV atau saraf troklear yang keluar dari

bagian dorsal susunan saraf pusat.

3. Otot Rektus Inferior Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn,

berjalan antara oblik inferior dan bola mata atau sklera dan insersi 6 mm di

belakang limbus yang pada persilangan dengan oblik inferior diikat kuat

oleh ligamen Lockwood. Rektus inferior dipersarafi oleh n. III.

Fungsi menggerakkan mata :

- Depresi

- Eksoklotorsi (gerak sekunder)

- Aduksi (gerak sekunder)

18
4. Otot Rektus Lateral Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di

atas dan di bawah foramen optik. Rektus lateral dipersarafi oleh N. VI.

Dengan pekerjaan menggerakkan mata terutama abduksi.

5. Otot Rektus Medius Rektus medius mempunyai origo pada anulus Zinn

dan pembungkus dura saraf optik yang sering memberikan dan rasa sakit

pada pergerakkan mata bila terdapat retrobulbar, dan berinsersi 5 mm di

belakang limbus. Rektus medius merupakan otot mata yang paling tebal

dengan tendon terpendek. Menggerakkan mata untuk aduksi (gerakan

primer).

6. Otot Rektus Superior Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn

dekat fisura orbita superior beserta lapis dura saraf optik yang akan

memberikan rasa sakit pada pergerakkan bola mata bila terdapat neuritis

retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm di belakang limbus dan dipersarafi

cabang superior N.III.

Fungsinya menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke

lateral :

-Aduksi, terutama bila tidak melihat ke lateral

- Insiklotorsi

2.11 Palpebra

Untuk melindungi diri terhadap gangguan lingkungan, mata dilengkapi

dengan palpebra. Fungsi palpebra antara lain untuk melindungi dari segala

trauma, mencegah penguapan air mata, menjaga kelembaban mata, dan sebagai

estetika. Palpebra adalah termasuk komponen eksternal mata yang berupa lipatan

19
jaringan yang mudah bergerak dan berperan melindungi bola mata dari depan.

Kulit palpebra sangat tipis sehingga mudah membengkak pada keadaan-keadaan

tertentu. Pada tepi palpebra terdapat bulu mata (silia) yang berguna untuk proteksi

mata terhadap sinar, di samping juga terhadap trauma-trauma minor. Di dalam

palpebra terdapat tarsus, yaitu jaringan ikat padat bersama dengan jaringan

elastik.

Lapisan otot palpebra tersusun atas muskulus orbikularis okuli, muskulus

levator palpebra, dan muskulus tarsalis superior dan inferior. Muskulus

orbikularis okuli berfungsi untuk menutup kelopak mata (berkedip), diinervasi

oleh saraf fasial (nervus facialis) dan parasimpatis. Muskulus levator palpebra

berfungsi untuk membuka mata, diinervasi oleh saraf okulomotor. Muskulus

tarsalis superior (Mulleri) dan inferior yang berfungsi untuk memperlebar celah

mata, mendapat inervasi dari serabut saraf pascaganglioner simpatis yang

mempunyai badan sel di ganglion servikal superior.

Bagian belakang palpebra ditutupi oleh konjungtiva, Konjungtiva yang

melapisi permukaan belakang kelopak ini disebut sebagai konjungtiva palpebra

dan merupakan lanjutan konjungtiva bulbi, yaitu konjungtiva yang melapisi sklera

bagian depan. Pada kelopak juga terdapat septum orbita. Kelopak mata berperan

sebagai pelindung dengan adanya refleks menutup kelopak akibat rangsangan di

kornea, adanya cahaya yang menyilaukan, maupun akibat adanya obyek yang

bergerak ke arah mata. Ia juga berperan pada saat tidur, karena saat tidur kontraksi

m. orbikularis okuli berkontraksi sehingga kelopak mata menutup dan mencegah

kornea mengalami kekeringan. Saat terjaga juga terjadi kedipan spontan untuk

menjaga kornea tetap licin dan meratakan air mata. Perlu diketahui bahwa pada

20
saat kelopak menutup secara volunter, masih terdapat cahaya yang masuk mata

sebesar kira-kira 1%.

Pada palpebra terdapat empat macam kelenjar, yaitu kelenjar Meibom, Zeis,

Moll, dan aksesoria. Kelenjar Meibom (glandula tarsalis) terdapat di dalam tarsus,

bermuara dalam tepi kelopak. Pada palpebra atas terdapat 25 buah kelenjar dan

pada palpebra bawah terdapat 20 kelenjar. Kelenjar Meibom menghasilkan sebum

(minyak) yang merupakan lapisan terluar air mata. Kelenjar Zeis berhubungan

dengan folikel rambut dan juga menghasilkan sebum. Kelenjar Moll merupakan

kelenjar keringat. Kelenjar lakrimal tambahan (aksesoria) terdiri atas kelenjar

Krause dan kelenjar Wolfring yang keduanya terdapat di bawah konjungtiva

palpebra. Mereka menghasilkan komponen air yang merupakan lapisan tengah air

mata.

Vaskularisasi palpebra berasal terutama dari a.oftalmik, a.zigomatik, dan

a.angularis. Drainase limfatiknya adalah ke kelenjar limfe preaurikular, parotid,

dan submaksilaris.

Gambar 6. Palpebra

2.12 Konjungtiva

21
Konjungtiva adalah selaput tipis dan bening yang menutupi bagian

permukaan depan mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Ini memiliki

dua segmen:

• Konjungtiva bulbar. Bagian konjungtiva ini menutupi bagian anterior

sklera (bagian "putih" mata). Konjungtiva bulbar berhenti di persimpangan

antara sklera dan kornea; itu tidak menutupi kornea.

• Konjungtiva palpebra. Bagian ini menutupi permukaan bagian dalam

kelopak mata atas dan bawah. (Istilah lain untuk konjungtiva palpebra

adalah konjungtiva tarsal.)

Konjungtiva bulbar dan palpebra kontinu (lihat ilustrasi). Fitur ini membuat lensa

kontak (atau apa pun) tidak mungkin tersesat di belakang mata Anda.

Fungsi dari konjungtiva adalah :

• Menjaga agar permukaan depan mata tetap lembab dan dilumasi.

• Menjaga agar permukaan bagian dalam kelopak mata tetap lembab dan

dilumasi sehingga mudah dibuka dan ditutup tanpa gesekan atau

menyebabkan iritasi mata.

• Meliindungi mata dari debu, kotoran, dan mikroorganisme penyebab

infeksi.

Konjungtiva memiliki banyak pembuluh darah kecil yang memberikan nutrisi

pada mata dan kelopak mata. Ini juga mengandung sel khusus yang mengeluarkan

komponen film air mata untuk membantu mencegah sindrom mata kering.

22
Gambar 7. Konjungtiva

2.13 Perdarahan Retrobulbar

Perdarahan retrobulbar (RBH) adalah komplikasi orbital yang jarang terjadi

dengan potensi gejala yang mengancam penglihatan. Kehilangan penglihatan

dapat terjadi akibat hipoperfusi langsung ke saraf optik atau kompresi dan stasis

pembuluh darah retina sentral yang dapat menyebabkan neuropati permanen.

Etiologi hematoma orbital diklasifikasikan sebagai traumatis, iatrogenik, atau

spontan. Secara iatrogenik, beberapa prosedur dapat menyebabkan RBH seperti

operasi sinus endoskopi, blepharoplasty, injeksi retrobulbar, atau operasi trauma

rekonstruktif. Pengenalan dini, diagnosis yang akurat, dan manajemen yang tepat

dari perdarahan retrobulbar sangat penting untuk mencegah kebutaan permanen.

23
Gambar 8. Perdarahan Retrobulbar

Rongga orbital adalah ruang tertutup yang terikat oleh empat dinding tulang

yang kaku dan septum orbital anterior dan kelopak mata yang relatif tidak

fleksibel. Oleh karena itu, ia memiliki kemampuan terbatas untuk mengembang

ketika terjadi peningkatan volume yang cepat, diikuti oleh peningkatan tekanan

orbital yang akut. Mirip dengan sindrom kompartemen lainnya, dinamika tekanan

volume akan menyebabkan hipoperfusi jaringan dan akhirnya, kehilangan

penglihatan. Selain itu, orbita tidak memiliki drainase limfatik; vena mayor seperti

vena oftalmikus superior adalah satu-satunya jalur keluar, sehingga bila

terganggu, akan semakin memperburuk situasi. Gangguan penglihatan progresif

dapat disebabkan oleh oklusi arteri retina sentral, neuropati optik tekan langsung

atau pembuluh darah, dan neuropati optik iskemik sebagai akibat dari peregangan

pembuluh darah yang bergizi.

Terdapat kasus dimana pasien setelah melakukan pencabutan gigi geraham

bungsu (molar 3) atas beberapa hari kemudian mengalami perdarahan retrobullar.

Pasien dapat mengalami gejala klinis, termasuk nyeri, proptosis, chemosis,

diplopia, perdarahan subkonjungtiva, tekanan intraokular tinggi, bola mata tegang,

hilangnya refleks cahaya pupil langsung, ophthalmoplegia, dan hilangnya

ketajaman visual secara progresif.

24
Penjelasan yang mungkin terdapat dalam literatur, teori ini

mempertimbangkan anatomi fossae infratemporal dan pterygopalatine dan

hubungannya. Secara anatomis, fossa infratemporal memiliki hubungan langsung

melalui bagian anterior fisura orbital inferior. Di lokasi yang lebih dalam, bagian

posterior fisura orbita inferior masih berhubungan dengan fossa pterigopalatina.

Jadi, rute di mana darah dapat terakumulasi sebagai RBH ekstrasonal.

Salah satu jalur menyiratkan bahwa perdarahan dari cabang arteri alveolar

superior posterior selama atau setelah ekstraksi dapat ditarik ke superior melalui

fisura pterigomaksila ke dalam fosa pterigopalatina dan, akhirnya, ke ruang retro-

orbital melalui fisura orbital inferior. Kemungkinan lain adalah bahwa pendarahan

dapat terjadi dari pleksus pterigoid atau pembuluh darah anak pleksus yang rapuh.

Perdarahan dari pleksus atau pembuluh darah anak sungai dapat mengalir melalui

ruang pterigomaksilaris dan infratemporal ke dalam kompartemen intra-orbital

melalui fisura orbital inferior.

2.14 Orbita-Maxilla

Orbita dapat dianggap sebagai struktur piramidal, dengan puncak mengarah

ke posterior dan alas terletak di anterior. Batas orbit dibentuk oleh tujuh tulang.

Penting juga untuk mempertimbangkan hubungan anatomis rongga orbita - ini

relevan secara klinis dalam penyebaran infeksi, dan dalam kasus trauma.

Perbatasan dan hubungan anatomi orbit tulang adalah sebagai berikut:

• Atap (dinding superior) - Dibentuk oleh tulang frontal dan sayap sphenoid

yang lebih rendah. Tulang frontal memisahkan orbit dari fossa kranial

anterior.

• Lantai (dinding inferior) - Dibentuk oleh tulang rahang atas, palatina, dan

25
zygomatik. Rahang atas memisahkan orbit dari sinus maksilaris yang

mendasarinya.

• Dinding medial - Dibentuk oleh tulang ethmoid, rahang atas, lakrimal, dan

sphenoid. Tulang ethmoid memisahkan orbit dari sinus ethmoid.

• Dinding lateral - Dibentuk oleh tulang zygomatic dan sayap sphenoid yang

lebih besar.

• Apex - Terletak di bukaan ke kanal optik, foramen optik.

• Dasar - Terbuka ke wajah, dan dibatasi oleh kelopak mata. Ia juga dikenal

sebagai lingkaran orbital.

Gambar 9. Tulang Orbita, anterior and lateral view

2.14.1 Struktur Pada Tulang Orbita

• Otot ekstra okuler - Otot ini terpisah dari mata. Mereka bertanggung jawab

atas pergerakan bola mata dan kelopak mata superior.

• Kelopak mata - Ini menutupi orbit di anterior.

26
• Saraf: Beberapa saraf kranial memasok mata dan strukturnya; saraf optik,

okulomotor, trochlear, trigeminal dan abducens.

• Pembuluh darah: Mata menerima darah terutama dari arteri oftalmikus.

Drainase vena dilakukan melalui vena oftalmikus superior dan inferior.

Gambar 10. Diagram Suplai Arteri

2.14.2 Jalur Menuju Orbital

• Kanal optik - mentransmisikan saraf optik dan arteri ophthalmic.

• Fisura Orbital Superior - mentransmisikan saraf lakrimal, frontal, trochlear

(CN IV), okulomotor (CN III), nasosiliaris dan abducens (CN VI). Ini juga

membawa vena oftalmikus superior.

• Fisura orbital inferior - mentransmisikan cabang zygomatik dari saraf

rahang atas, vena oftalmikus inferior, dan saraf simpatis.

27
Gambar 11. Akses Opening ke Orbita

DAFTAR PUSTAKA

Berry M, Bannister LH, Standring SM. 1996. Gray’s Anatomy: Nervous System.
CV Mosby Company, St. Louis.
Beyer EC, Ebihara L, Berthoud VM. 2013. Connexin Mutants and Cataracs.
Frontier in Pharmacology. April.Volume 4. Article 43
Eye7 Chaudhary Eye Center. 2020. Cornea Treatment Option in Delhi.
https://www.eye7.in/cornea/. Telah diakses 03 Desember 2020
Gary Heiting. 2017. The Retna : Where Visions Begins.
https://www.allaboutvision.com/resources/retina.htm. Telah diakses 03
Desember 2020
Neuroretina Eyecare Institute. 2016. Uvea Specialist Treatmnent in Hyderabad.
https://neoretina.com/education/uvea-treatment.html. Telah diakses 03
Desember 2020
Oliver J. 2019. The Bony Orbit. Teach Me Anatomy.
https://teachmeanatomy.info/head/organs/eye/bony-orbit/ . Telah diakses
05 Desember 2020
Rhoades W, Kump L, Margalit E. 2017. Anterior Chamber and Retina (Structure,
Fucntion, anad Immunology). Neuroimmune Pharmacology. Decmber.
pp.34-59
Suhaym O, Alghamdi O, Pompura J. 2020. Retrobulbar hemorrhage following
tooth extraction: Case report & anatomical correlation. Oral and
Maxillofacial Surgery Cases 6. 100142
Wormstone M, Wride MA. 2011. The ocular lens : a classic model for
development, physiology and disease. Philosophical Transaction of Royal
Society. 366, 1190–1192
Zhu J, Zhang E, Rio Tsonis KD. 2012. Eye Anatomy. In: eLS. John Wiley &
Sons, Ltd: Chichester. November

28
29

Anda mungkin juga menyukai