Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin yang
mengatur homeostasis, reproduksi, metabolisme, dan tingkah laku.
Sistem hormone (sistem endokrin = sistem kelenjar buntu) yaitu sistem
yang terdiri atas kelenjar-kelenjar yang melepaskan sekresinya ke dalam darah.
Hormon

berperan

dalam

pengaturan

metabolisme,

pertumbuhan

dan

perkembangan, reproduksi, mempertahankan homeostasis, reaksi terhadap stress,


dan tingkah laku.
Tindakan yang dilakukan karena pesan hormon sangat bervariasi,
termasuk di antaranya adalah mengatur aktivitas seperti metabolisme, reproduksi,
pertumbuhan dan perkembangan. Hormon dihasilkan oleh suatu kelenjar yang
disebut kelenjar endokrin. Kelenjar ini disebut pula kelenjar buntu. Hormon tidak
dialirkan melalui saluran, tetapi alirannya langsung masuk ke pembuluh darah dan
mengadakan kontak dengan semua jaringan yang ada pada tubuh, akan tetapi
hanya sel jaringan yang mengandung reseptor spesifik terhadap hormon
tertentulah yang terpengaruh. Contohnya rambut halus yang tumbuh pada
seseorang yang telah memasuki akhil baligh akan tumbuh pada daerah tertentu
yakni pada jaringan yang mengandung reseptor hormon tertentu saja.
Kelenjar Adrenal (kelenjar suprarenal) adalah dua massa triangular pipih
berwarna kuning yang tertanan pada jaringan adiposa. Organ ini berada di kutub
atas ginjal. Masing-masing kelenjar adrenal terdiri dari korteks di bagian luar dan
medula di bagian dalam.
a.

Korteks mensekresi hormon steroid. Korteks terbagi menjadi tiga

lapisan, dari luar ke dalam: zona glumerulosa, zona fasikulata dan zona
retikularis.
b.
Medula

yang

secara

embriologik

berasal

dari

jenis

neuroektodermis sama (sel-sel krista saraf) yang menjadi asal neuron


simpatis. Sel medula sebenarnya adalah neuron postganglionik simpatis
yang bermodifikasi.

31

Hipoadrenalisme atau insufisiensi adrenal adalah penurunan kadar


glukokortikoid yang bersikulasi. Mineralokortikoid aldosteron juga dapat
berkurang. Hipoadrenalisme dapat disebabkan oleh disfungsi kelenjar adrenal,
yang disebut hipoadrenalisme primer, atau akibat disfungsi hipofisis atau
hipotalamus yang disebut hipoadrenalisme sekunder.
Menurut Saputra dan Tjokroprawiro (2010), penyakit ini pertama kali
dilaporkan oleh Thomas Addison pada tahun 1855. Penyakit Addison jarang
dijumpai, di Amerika Serikat tercatat 0,4 per 100.000 populasi, sedang Di rumah
sakit terdapat 1 dari 6.000 penderita yang dirawat. Dari Bagian Statistik Rumah
Sakit Dr.Soetomo pada tahun 1983, Frekuensi pada laki-laki dan wanita hampir
sama. Menurut Thom, laki-laki 56%, dan wanita 44%. Penyakit Addison dapat
dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak terdapat pada umur 20 50 tahun.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Hipoadrenalis?
1.2.2 Apa penyebab dari Hipoadrenalis?
1.2.3 Bagaimana tanda dan gejala dari Hipoadrenalis?
1.2.4 Bagaimana penatalaksanaan dari Hipoadrenalis?
1.3 Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman
kepada mahasiswa mengenai konsep dasar tentang Hipoadrenalisme.
1.4 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian dari Hipoadrenalis.
2. Mengetahui penyebab dari Hipoadrenalis.
3. Mengetahui tanda dan gejala dari Hipoadrenalis.
4. Mengetahui penatalaksanaan dari Hipoadrenalis.

31

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

KONSEP DASAR
2.1.1

Pengertian
Kelenjar Adrenal (kelenjar suprarenal) adalah dua massa

triangular pipih berwarna kuning yang tertanan pada jaringan adiposa.


Organ ini berada di kutub atas ginjal. Masing-masing kelenjar adrenal
terdiri dari korteks di bagian luar dan medula di bagian dalam.
a.

Korteks mensekresi hormon steroid. Korteks terbagi menjadi tiga


lapisan, dari luar ke dalam: zona glumerulosa, zona fasikulata dan zona
retikularis.

b. Medula yang secara embriologik berasal dari jenis neuroektodermis


sama (sel-sel krista saraf) yang menjadi asal neuron simpatis. Sel
medula sebenarnya adalah neuron postganglionik simpatis yang
bermodifikasi.
Hipoadrenalisme atau insufisiensi adrenal adalah penurunan kadar
glukokortikoid yang bersikulasi. Mineralokortikoid aldosteron juga dapat
berkurang. Hipoadrenalisme dapat disebabkan oleh disfungsi kelenjar
adrenal, yang disebut hipoadrenalisme primer, atau akibat disfungsi
hipofisis atau hipotalamus yang disebut hipoadrenalisme sekunder.
2.1.2

Anatomi, Histologi dan Fisiologi

a. Anatomi
Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas
ginjal, terbenam dalam jaringan lemak. Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna
kekuningan serta berada di luar (ekstra) peritoneal. Bagian yang sebelah
kanan berbentuk pyramid dan membentuk topi (melekat) pada kutub atas
ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri berbentuk seperti bulan sabit,
menempel pada bagian tengah ginjal mulai dari kutub atas sampai daerah
hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal pada manusia panjangnya 4-6 cm, lebar
1-2 cm, dan tebal 4-6 mm.
31

Bersama-sama kelenjar adrenal mempunyai berat lebih kurang 8 g,


tetapi berat dan ukurannya bervariasi bergantung umur dan keadaan
fisiologi perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat
kolagen yang mengandung jaringan lemak. Selain itu masing-masing
kelenjar ini dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang cukup tebal dan
membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar.

b.

Histologi
Kapsula fibrosa menyelimuti kelenjar adrenal. Bagian luar atau

korteks adalah padat dan merupakan kira-kira 80-90% berat adrenal


normal, menghasilkan steroid. Bagian dalam atau medulla adalah lembut,
menghasilkan katekolamin. Zona-zona korteks adrenal yang terpisah
mensintesis hormon spesifik, menunjukkan kemampuan enzimatik setiap
zona untuk mentransformasi dan hidrolisis steroid tertentu. Zona luar
(glomerulosa) mengandung enzim untuk biosintesis aldosteron, dan bagian
dalam (fasciculata dan retikularis) adalah tempat biosintesis kortisol dan
androgen.

31

c.

Fisiologi
Fungsi kelenjar suprarenalis (kelenjar adrenal) terdiri dari:

Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam.

Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan


protein.

Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid.


Kelenjar adrenal ini terbagi atas 2 bagian, yaitu:

a)

Medula Adrenal
Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom.

Stimulasi serabut saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke


dalam sel-sel pada medulla adrenal akan menyebabkan pelepasan hormon
katekolamin yaitu epinephrine dan norepinephrine. Katekolamin mengatur
lintasan metabolic untuk meningkatkan katabolisme bahan bakar yang
tersimpan sehingga kebutuhan kalori dari sumber-sumber endogen
terpenuhi.
Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam
persiapan untuk memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Fligh).
Katekolamin juga menyebabkan pelepasan asam-asam lemak bebas,
meningkatkan kecepatan metabolic basal (BMR) dan menaikkan kadar
glukosa darah.
b)

Korteks Adrenal
Korteks adrenal tersusun dari zona, yaitu zona glomerulosa, zona

fasikulata dan zona retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon


steroid yang terdiri dari 3 kelompok hormon:

Glukokortikoid
Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme

glukosa. Peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah.


Glukokortikoid disekresikan dari korteks adrenal sebagai reaksi terhadap
pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi ACTH
akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal.

31

Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi


pada cedera jaringan dan menekan manifestasi alergi. Efek samping
glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes militus,
osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang
mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan
redistribusi lemak tubuh. Dalam keadaan berlebih glukokortikoid
merupakan katabolisme protein, memecah protein menjadi karbohidrat dan
menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.

Mineralokortikoid
Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan

epitelgastro intestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam


proses pertukaran untuk mengeksresikan ion kalium atau hydrogen. Sekresi
aldesteron hanya sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama
disekresikan sebagai respon terhadap adanya angiotensin II dalam aliran
darah.
Kenaikan kadar aldesteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi
natrium oleh ginjal dan traktus gastro intestinal yang cederung memulihkan
tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron juga
ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer
untuk mengatuk keseimbangan natrim jangka panjang.

Hormon-hormon seks Adrenal (Androgen)


Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam

glandula adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme


gonadotropin. Kelompok hormon androgen ini memberikan efek yang
serupa dengan efek hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula
mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi
androgen adrenal dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan secara
berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti terlihat pada kelainan
bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom Adreno
Genital.

Steroid

31

Sel-sel korteks adrenal dapat menyintesis kolestrol dan juga


mengambilnya dari sirkulasi. Kolestrol diubah menjadi 5-Pregnenolon yang
merupakan bahan dasar semua kortikosteroid. Banyak steroid telah diisolasi
dari korteks adrenal tetapi ada 3 yang paling penting:
a.

Kortisol (hidrokortison)
Disekresi setiap hari, umumnya berasal dari zona fasikulata

(lapisan tengah) dan zona retikularis (lapisan dalam)


b.

Dehidro epi androsteron (DHEA)


Disekresi oleh lapisan yang sama dan kira-kira dalam jumlah yang

sama dengan kortisol


c. Aldesteron
Disekresi oleh zona glomerulosa (lapisa luar) yang juga
memproduksi beberapa jenis kortikosteroid lain dan sedikit testosteron
dan estrogen
Pengontrolan Sekresi Kortikosteroid. Sekresi kortisol diatur oleh 3
sistem yang bekerja secara serempak:
a. Penglepasan kortisol berlangsung bergelombang menyebabkan
adanya ritme diurnal sekresi kortisol sehingga terjadi kadar plasma
maksimal pada jam 06.00 dan menurun sampai kira-kira setengah
maksimum pada jam 22.00. Ritme intrinsic ini diatur dari otak
yang dicetuskan oleh cahaya melalui hipotalamus oleh ACTH.
b. Adanya respon terhadap stress mental dan fisis, juga melalui
kortikotropin releasing factor dan ACTH.
c. Adanya mekanisme umpan balik dengan pengaturan sekresi ACTH
oleh kortisol (dan oleh glukokortikoid sintetik). Sedangkan produk
steroid lain dari korteks adrenal tidak mempunyai efek ini.
2.1.3

Epidemiologi
Menurut Saputra dan Tjokroprawiro (2010), penyakit ini pertama

kali dilaporkan oleh Thomas Addison pada tahun 1855. Penyakit Addison
jarang dijumpai, di Amerika Serikat tercatat 0,4 per 100.000 populasi,
sedang di rumah sakit terdapat 1 dari 6.000 penderita yang dirawat. Dari

31

Bagian Statistik Rumah Sakit Dr.Soetomo pada tahun 1983, Frekuensi pada
laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut Thom, laki-laki 56%, dan wanita
44%. Penyakit Addison dapat dijumpai pada semua umur, tetapi lebih
banyak terdapat pada umur 20 50 tahun.
2.1.4

Klasifikasi
a.

Hipoadrenalisme Primer (Insufisisensi adrenal primer)


Hipoadrenalisme primer (Insufisiensi adrenal primer) yang

disebut penyakit Addison, terjadi akibat kerusakan korteks adrenal.


Penyakit ini biasanya otoimun, dan terjadi akibat antibodi IgG yang
ditujukan pada semua atau sebagian kelenjar adrenal. Penyakit
Addison juga dapat terjadi akibat infeksi, misalnya tuberkulosis.
Tuberkulosis kelenjar adrenal adalah penyebab umum insufisiensi
adrenal di negara berkembang dan biasanya tidak sembuh dengan
terapi infeksi. Tumor kelenjar adrenal destruktif juga dapat
menyebabkan insufisiensi adrenal.
Penyakit Addison ditandai dengan kadar glukokortikoid
yang rendah disertai kadar ACTH dan CRH yang tinggi. Kehilangan
total kelenjar adrenal juga menyebabkan kehilangan androgen
adrenal dan aldosteron. Defisiensi aldosteron menyebabkan
peningkatan kehilangan natrium dalam urine sehingga terjadi
hiponetremia (peningkatan konsentrasi kalium dalam darah)
b.

Hipoadrenalisme

sekunder

(Insufisiensi

adrenal

sekunder)
Insufisiensi

adrenaal

sekunder

dapat

terjadi

akibat

hipopituitarisme atau disfungsi hipotalamus. Pada insufisiensi


adrenal sekunder, tidak terjadi pelepasan ACTH sehingga adrenal
tidak menyekresi glukokortikoid atau androgen. Sintesis aldosteron
juga dapat terpengaruh. Insufisiensi adrenal sekunder dapat terjadi
apabila kortisosl digunakan secara terapeutik untuk tujuan anti
inflamasi.

31

2.1.5

Etiologi/Penyebab
a.

Tuberculosis

b.

Histoplasmosis

c.

Koksidiodomikosis

d.

Pengangkatan kedua kelenjar adrenal

e.

Kanker metastatik (kanker paru, lambung, payudara,


melanoma, limfoma)

f.

Adrenalitis autoimun

Predisposisi:
a.

Pasien

yang

pernah

menderta

penyakit

addisons

sebelumnya.
b.

Pasien yang pernah dilakukan adrenalektomi bilateral.

c.

Pasien yang mendapat pengobatan steroid adrenal kurang


lebih 6 bulan.

2.1.6

Patofisiologi
Penyebab terjadinya Hipofungsi Adrenokortikal mencakup operasi

pengangkatan kedua kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar


tersebut. Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis merupakan infeksi yang
paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar
adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses autoimun telah
menggantikan tuberculosis sebagai penyebab penyakit Addison, namun
peningkatan insidens tuberculosis yang terjadi akhir-akhir ini harus
mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi ini kedalam daftar
diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga
akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks
adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat
penghentian mendadak terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan
respon normal tubuh terhadap keadaan stres dan mengganggu mekanisme
umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari

31

selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal. Oleh sebab itu
kemungkinan Addison harus di anitsipasi pada pasien yang mendapat
pengobatan kortikosteroid.
2.1.7

Manifestasi Klinis
a. Depresi karena kadar kortisol mempengaruhi mood dan emosi.
b. Keletihan,

yang

berkaitan

dengan

hipoglikemia,

dan

penurunan glukoneogenesis.
c. Anoreksia, muntah, diare dan mual.
d. Hiperpigmentasi kulit apabila kadar ACTH tinggi (insufisiensi
adrenal primer) karena ACTH memilik efek mirip hormon
perangsang melamin (melanin stimlating hormone) pada kulit.
e. Rambut tubuh yang tipis pada wanita apabila sel adrenal
penghasil androgen rusak atau apabila kadar ACTH sangat
rendah.
f. Ketidakmampuan berespon terhadap situasi stres, mungkin
menyebabkan hipotansi berat dan syok.
2.1.8

Pemeriksaan Diagnostik
a.

ACTH Test
Paling spesifik untuk hipofungsi primer. Tiga hari berturut-

turut diberi 25 U ACTH atau yang sintetik (Cortrosyn) yaitu 0,25


mg Cortrosyn = cosyntropin dalam infus dari 1L NaCl faali. Pada
penyakit Addison primer, 17-OH KS per24 jam urine tidak naik.
Selain

cosyntropin,

dapat

digunakan

juga

synachten

(=

tetracosactin).
b.

Water Load Test


Tes ini kurang spesifik, tetapi dapat digunakan apabila tidak

ada fasilitas pemeriksaaan hormon kortisol, dan lain-lainnya.

31

Bahaya

: Hiponatremia yang fatal, siapkan air garam dan


injeksi

NaCl

hipertonik,

dan

suntikan

Hidrokortison IV.
Dasar

: Penderita dengan hipofungsi adrenal, tidak dapat


mengatasi beban tambahan air (ingat; water
dieresis).

Air minum diberikan dengan dosis 20 ml


per kg.

Normalnya, dalam waktu 4 jam harus


diekskresikan 80 % dari

dosis air minum

total.

Gangguan ekskresi air pada: hipofungsi


korteks adrenal, penyakit ginjal, dehidrasi,
malabsorpsi, hipotiroidi.

Pada hipofungsi kortek adrenal ekskresi


air kurang dari 80 % dari dosis total air
yang diminumkan, dan akan kembali
normal apabila diberi 100 mg hidrokortison
sebelum test.

c.

Tes Antibodi Adrenal


Tes Antibodi Adrenal pada proses autoimun akan positif

pada atrofi adrenal. Bila tidak memungkinkan, lakukan tes ANA.


2.1.9

Penatalaksanaan
a.

Medik

Prednison (7.5 mg/hari) dalam dosis terbagi diberikan untuk


terapi pengganti kortisol.

Fludrokortison: 0,05-0,1 mg per oral dipagi hari.


Terapi darurat ditujukan untuk mengatasi syok, memulihkan
sirkulasi darah, memberikan cairan, melakukan terapi
penggantian kortikosteroid setiap hari selama 2 sampai 4
minggu dosis 12,5 sampai 50 mg/hari, memantau tanda31

tanda vital dan menempatkan pasien dalam posisi setengah


duduk dengan kedua tungkai ditinggikan. Hidrokortison
(Solu-Cortef) disuntikkan secara intravena yang kemudian
diikuti dengan pemberian infuse dekstrosa 5% dalam larutan
normal

saline.

Preparat

vasopresor

amina

mungkin

diperlukan jika keadaan hipotensi bertahan.

Antibiotik dapat diberikan jika infeksi memicu krisis


adrenal

pada

penderita

insufisiensi

kronis

adrenal.

Disamping itu, pengkajian kondisi pasien harus dilakukan


dengan ketat untuk mengenali faktor-faktor lain, yaitu
stresor atau keadaan sakit yang menimbulkan serangan
akut.

Asupan per oral dapat dimulai segera setelah pasien dapat


menerimanya. Secara perlahan-lahan pemberian infus
dikurangi ketika asupan cairan per oral sudah adekuat,
untuk mencegah hipovolemia.

Jika kelenjar adrenal tidak berfungsi kembali , pasien


memerlukan terapi penggantian perparat kortikosteroid dan
mineralokortikoid seumur hidup untuk mencegah timbulnya
kembali insufisiensi adrenal serta krisis addisonian pada
keadaan stress atau sakit. Selain itu, pasien mungkin akan
memerlukan suplemen makanan dengan penambahan
garam, pada saat terjadi kehilangan cairan dari saluran cerna
akibat muntah dan diare.

b.

Keperawatan

Pengukuran TTV.

Memberikan

rasa

nyaman

dengan

mengatur

atau

menyediakan waktu istirahat pasien.

Menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan


kedua tungkai ditinggikan.

Memberikan suplemen makanan dengan penambahan


garam.
31

Follow up: mempertahankan berat badan, tekanan darah


dan elektrolit yang normal disertai regresi gambaran klinis.

Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan


gejala yang menunjukan adanya krisis Addison.

2.1.10 Pengobatan
a.

Hari I

Bertindak secepat mungkin, ambil darah untuk pemeriksaan


kadar kolesterol.

Periksa Ht, Gula darah, BUN, Na, K, CO2 dan Cl.

Berikan suntikan 100 mg hidrokortison IV, infus 1000 ml


larutan garam yang mengandung 5 % dextrose.

Jika ada hiponatremia berat, berikan 3 % NaCl parenteral.

Beri suntikan 50 mg hidrokortison /6 jam. (Total


steroid/hari 300 400 mg).

Boleh diberikan norefinefrin/metaraminol, darah plasma,


albumin bila perlu.

b.

Secepatnya beri cairan dan kortison secara oral.


Hari II
Berikan kortison 50 mg/8 jam oral.

c.

Hari III
Berikan kortison 25 mg/6 jam oral.

d.

Hari IV
Berikan hirokortison 0,50 0,1 mg/hari.

e.

Hari V VIII
Pemberian kortison dikurangi.

2.1.11 Komplikasi
Dapat terjadi krisis adrenal setelah stress fisik atau mental pada
individu yang terkena. Hal ini dapat mengancam jiwa dan ditandai dengan
deplesi volume, hipotensi, dan kolaps vaskular.

31

2.2

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a.
1.

Pengkajian
Biodata
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi nama, umur,

agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.


2.

Keluhan utama
Klien mengeluh mual, muntah, anoreksia, dan mudah lelah.

3.

Riwayat kesehatan
a.

Riwayat kesehatan masa lalu


Meliputi penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya,

termasuk tuberculosis, kanker, penyakit autoimun, dsb.


b.

Riwayat kesehatan keluarga


Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut

dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular


yang terdapat dalam keluarga.
c.

Riwayat psikosiospiritual
Meliputi kegiatan klien sehari-hari, serta bagaimana kondisi

lingkungan klien. Bagaimanakah peran serta orang-orang terdekat


klien. Merasa kehilangan kemampuan dan harapan, cemas terhadap
lingkungan baru, Depresi, mengingkari, kecemasan, takut, cepat
terangsang, perubahan mood, dan tampak bingung. Apakah klien
sering melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan.
4.

Pemeriksaan Fisik
a.

Aktivitas / istirahat
Gejala: Lelah, nyeri/kelemahan pada otot (terjadi perburukan
setiap har, tidak mampu beraktivitas atau bekerja.
Tanda: Peningkatan denyut jantung atau denyut nadi pada
aktivitas yang minimal, penurunan kekuatan dan
rentang gerak sendi, depresi, gangguan konsentrasi.
Letargi.

b.

Sirkulasi

31

Tanda: Hipotensi termasuk hipotensi postural, takikardi,


disritmia,

suara

jantung

melemah,

nadi

perifer

melemah, pengisian kapiler memanjang, ekstremitas


dingin, sianosis, dan pucat.
c.

Integritas ego
Gejala: adanya riwayat riwayat factor stress yang baru dialami,
termasuk sakit fisik atau pembedahan. Perubahan gaya
hidup. Ketidakmampuan mengatasi stress.
Tanda: Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.

d.

Eliminasi
Gejala: diare, sampai adanya konstipasi, kram abdomen,
perubahan frekuensi dan karakteristik urine.
Tanda: Diuresis yang diikuti oliguria.

e.

Makanan atau cairan


Gejala: Anoreksia berat, mual, muntah, kekurangan zat garam,
BB menurun dengan cepat.
Tanda: Turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.

f.

Neurosensori
Gejala: Pusing, sinkope, gemetar kelemahan otot, kesemutan.
Tanda: disorientasi terhadap waktu, tempat, ruang (karena kadar
natrium

rendah),

letargi,

kelelahan

mental,

peka

rangsangan,cemas, koma (dalam keadaan krisis).


g.

Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, Nyeri tulang
belakang, abdomen, ekstrimitas (pada keadaan krisis).

h.

Pernapasan
Gejala: Dipsnea
Tanda: Pernapasan meningkat, takipnea, suara nafas: krekels,
ronkhi pada keadaan infeksi.

i.

Keamanan
Gejala: Tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas.

31

Tanda: Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena


sinar matahari) menyeluruh atau berbintik bintik.
Peningkatan suhu, demam yang

diikuti dengan

hipotermi (keadaan krisis).


j.

Seksualitas
Gejala : Adanya riwayat menopause dini, amenore. Hilangnya
tanda tanda seks sekunder (berkurangnya rambut
rambut pada tubuh terutama pada wanita). Hilangnya
libido.

5.

Pemeriksaan Diagnostik

a)

Pemeriksaan laboratorium

Penurunan konsentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia


dan hiponatremia)

Peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia

Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)

Penurunan kadar kortisol serum

Kadar kortisol plasma rendah

ADH meningkat

Analisa gas darah: asidosis metabolic

Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat


(karena hemokonsentrasi) jumlah limfosit mungkin rendah,
eosinofil meningkat.

b)

Pemeriksaan radiografi abdominal


Menunjukan adanya kalsifikasi di adrenal.

c)

CT Scan
Detektor kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal yang sensitive

hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur,


penyakit infiltratif malignan dan non malignan, dan haemoragik adrenal.
d)

Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non

spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolit.

31

e)

Tes stimulasi dan supresi untuk fungsi adrenokortikoid.

Tes tetrakosaktrin singkat


Prosedur standar cepat adalah mengukur respon kortisol plasma
terhadap

ponpeptida

kortikotrotin

sintetik,tetrakosaktrin

(synacthen, Ciba).
Interpretasi: pada orang normal nilai dasar > 250 nmol/l, dan
terdapat peningkatan sekurang-kurangnya 300 nmol/l
di atas nilai dasar pada menit ke 30. Pada sindroma
cushing (hyperplasia) mungkin ada respon berlebihan;
tumor adrenalis autonom tak berespon.

Tes tetrakosaktrin yang diperpanjang


Interpretasi: pada orang yang normal terdapat peningkatan kortisol
plasma pada hari pertama sampai di atas 1400 nmol/l.
pada penyakit Addison tak ada peningkatan walaupun
sampai

hari,

sedangkan

pada

hipofungsi

adrenokortikal sekunder terhadap difisiensi pituitaria


nilai ini bisa melebihi dari 700nmol/l setelah suntikan
ke 3.

Tes supresi deksametason


Interperetasi: pada orang normal kortikostiroid dan plasma tertekan
pada dosis lebih rendah di bawah 50% nilai dasar.
Pada deksametashon dalam dosis lebih rendah, pasien
dengan sindroma cushing akan memperlihatkan tak
adanya supresi tanpa memandang sebabnya, pada
dosis lebih tinggi yang dengan hyperplasia mendapat
supresi 50% atau lebih, sedangkan yang dengan
adenoma atau karsinoma ataupun pembentukan
ACTH ektopik tak dipengaruhi.

Tes metirapon
Interpretasi: orang normal memperlihatkan peningkatan nilai
kortikostiroid

urina

sekurang-kurangnya

35umol/24jam dan peningkatan 2x lipat di atas kadar


31

istirahat. Respon subnormal dengan adanya fungsi


adreno atau pituitaria anterior. Sebagai tambahan,
pasien dengan tumor korteks adrenalis autonom tak
berespon.
f)

Tes lainnya
Ini terutama digunakan dalam keadaan khusus dan harus mengikuti

prosdur setempat. Ia mengikuti penggunaan hipoglikemia yang diinduksi


insulin atau pirogen sebagai agen stress bagi hipotalamus melalui pusat
yang

lebih

tinggi

atau

menggunakan

lisin-vasopresin

sebagai

corticotrophin releasing factor sintetic untuk merangsang pituitaria


anterior.
b.

Diagnosa Keperawatan

Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan


cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal
(karena kekurangan aldosteron.

Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake tidak


adekuat (mual, muntah, anoreksia),defisiensi glukokortikoid.

Intoleransi aktifitas b/d kelemahan fisik.

Perubahan proses pikir b/d penurunan kadar natrium (hipotremia),


penurunan kadar glukosa (hipoglikemia), gangguan keseimbangan
asam basa.

Harga diri rendah b/d perubahan dalam kemampuan fungsi,


perubahan karakteristik tubuh.

Kurang pengetahuan tentang: penyakit, prognosis, pengobatan b/d


kurang pemajanan/ mengingat, keterbatasan kognitif.

Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status


kesehatan.

c.

Intervensi
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kekurangan
natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar
31

keringat,

saluran

gastrointestinal

(karena

kekurangan

aldosteron).
Tujuan:
Dalam waktu 1 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan.
Kriteria Hasil:
Klien tidak mengeluh pusing, membrane mukosa lembab, turgor
kulit normal, tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
1.

Pantau status cairan ( turgor kulit, membrane mukosa, dan


keluaran urine ).
Rasional: Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari
keadaan status cairan. Penurunan volume cairan
mengakibatkan

menurunnya

produksi

urine.

Pemantauan yang ketat pada produksi urine < 600


ml / hari merupakan tanda tanda terjadinya syok
kardiogenik.
2.

Kaji sumber-sumber kehilangan cairan.


Rasional: Kehilangan cairan bisa berasal dari faktor ginjal
dan

diluar

ginjal.Penyakit

yang

mendasari

terjadinya kekurangan volume cairan ini juga


harus

diatasi

Perdarahan

harus

dikendalikan.Muntah dapat diatasi dengan obat


obat antiemetic dan diare dengan antidiare.
3.

Auskultasi TD. Bandingkan kedua lengan, ukur dalam


keadaan berbaring, duduk, atau, berdiri bila memungkinkan.
Rasional: Hipotensi bisa terjadi pada hipovolemi yang
memberikan
system

manifestasi

kardiovaskuler

sudah
untuk

terlibatnya
melakukan

kompensasi mempertahankan tekanan darah.


4.

Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan


dihaforesis secara teratur. Timbang berat badan setiap hari.

31

Rasional:

Mengetahui

adanya

pengaruh

peningkatan

tahanan perifer. Sebagai ukuran keadekuatan


volume cairan, intake yang lebih besar dari
output

dapat

diindikasikan

menjadi

renal

obstruksi.
5.

Pantau frekuensi jantung dan irama.


Rasional:

Perubahan

frekuensi

dan

irama

jantung

menunjukkan komplikasi disritmia.


6.

Kolaborasi: Pertahankan pemberian cairan secara intravena.


Rasional: Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan
cepat

dan

memudahkan

perawat

dalam

melakukan control intake dan output cairan.


7.

Monitor hasil pemeriksaan diagnostic : platelet, Hb / Hct,


dan bekuan darah.
Rasional: Bila platelet < 20.000 / mm ( akibat pengaruh
sekunder obat neoplastik ), klien cenderung
mengalami perdarahan. Penurunan Hb / Hct
berindikasi terhadap perdarahan.

Perubahan

nutrisi:

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan intake tidak adekuat (mual, muntah,


anoreksia), defisiensi glukokortikoid
Tujuan:
Dalam waktu 2 24 jam nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria Hasil:
Klien tidak mengeluh mual dan muntah, nafsu makan klien
meningkat, BB meningkat.
Intervensi:
1.

Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.


Observasi dan catat masukan makanan klien.

31

Rasional: Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi.


Mengawasi

masukan

kalori

atau

kualitas

kekurangan konsumsi makanan.


2.

Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang


tepat. Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara
teratur.
Rasional: Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan
terlalu cepat setelah periode anoreksia.

3.

Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet


murni.
Rasional: Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa
berpartisipasi/kontrol.

4.

Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain


yang berhubungan
Rasional: Gejala GI dapat menunjukan efek anemia
(hipoksia) pada organ. Perlu bantuan dalam
perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan
nutrisi.

Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan


fisik.
Tujuan:
Aktivitas sehari hari klien terpenuhi dan meningkatnya
kemampuan beraktivitas.
Kriteria Hasil:
Klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala gejala
yang berat, terutama mobilisasi di tempat tidur.
Intervensi:
1.

Catat frekuensi dan irama jantung, serta perubahan tekanan


darah selama dan sesudah aktivitas.

31

Rasional:

Respons

klien

mengindikasikan

terhadap

aktivitas

penurunan

dapat
oksigen

miokardium.
2.

Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas


senggang yang tidak berat.
Rasional: Menurunkan kerja miokardium/konsumsi oksigen.

3.

Jelaskan pada peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas,


contoh bangun dari kursi bila tak ada nyeri, ambulasi, dan
istirahat selama 1 jam setelah makan.
Rasional: Aktivitas yang maju memberikan control jantung,
meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas
berlebihan

4.

Pertahankan klien tirah baring sementara sakit akut.


Rasional: Untuk mengurangi beban jantung.

5.

Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.


Rasional: Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu
aliran vena balik.

6.

Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi.


Rasional: Untuk mengetahui fungsi jantung, bila dikaitkan
dengan aktivitas.

7.

Berikan waktu istirahat diantara waktu aktivitas.


Rasional: Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi
tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung.

8.

Selama aktivitas kaji EKG, dispnea, sianosis, kerja dan


frekuensi nafas serta keluhan subyektif.
Rasional: Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi
jantung.

Perubahan proses pikir berhubungan dengan penurunan


kadar natrium (hipotremia), penurunan kadar glukosa
(hipoglikemia), gangguan keseimbangan asam basa.
Tujuan:

31

Dalam waktu x24 jam setelah dilakukan intervensi klien dapat


memaksimalkan status mentalnya dan tidak terjadi perubahan
proses pikir.
Kriteria Hasil:
Mempertahankan orientasi realita umumnya

dan mengenali

perubahan dalam berpikir/prilaku dan factor penyebab.


Intervensi:
1.

Kaji proses pikir klien seperti memori, rentang perhatian,


orientasi terhadap tempat, waktu, orang.
Rasional: Menentukan adanya kelainan pada proses sensori.

2.

Catat adanya perubahan tingkah laku


Rasional: Kemungkinan terlalu waspada, tidak dapat
beristirahat,

sensitivitas

meningkat,

atau

mungkin berkembang menjadi psikotik yang


sesungguhnya.
3.

Orientasi klien pada tempat dan waktu.


Rasional:

Bantu

untuk

mengembangkan

dan

mempertahankan kesadaran pada realita dan


lingkungan.
4.

Hadirkan pada realitas secara terus menerus dan secara


gambling tanpa melawan pikiran yang tidak logis.
Rasional: Membatasi reaksi yang menentang.

5.

Berikan tindakan yang aman seperti bantalan penghalang


pada tempat tidur, pengikatan yang lembut, supervise yang
ketat.
Rasional: Mencegah trauma pada klien yang mengalami
haluinasi disorientasi.

Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan dalam


kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh
Tujuan:

31

Dalam waktu .x 24 jam setelah dilakukan intervensi klien tidak


lagi mengalmi harga diri rendah dengan perubahan penampilan
tubuhnya atau menerima keadaan dirinya.
Kriteria Hasil:
Mengungkapkan

penerimaan

terhadap

keadaan

diri

sendiri

diungkapkan secara verbal, menunjukksn kemampuan adaptasi


terhadap

perubahan

yang

terjadi

dengan

ditandai

oleh

merencanakan tujuan yang realistic dan berpartisipasi aktif di dalam


bekerja/bermain berhubungan dengan orang lain.
Intervensi:
1.

Atur periode singkat untuk bicara tanpa diganggu dan


dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keadaannya,

misalnya

perubahan

penampilan,

peran,

pengaruh penyakit pada pekerjaannya. Tunjukkan perhatian


bersikap tidak menghakimi.
Rasional:

Membina

hubungan

dan

meningkatkan

keterbukaan dengan pasaien. Membantu dalam


mengevaluasi berapa banyak masalah yang
dapat diubah oleh pasien.
2.

Kurangi stimulasi berlebihan pada lingkungan, berikan


ruang tersendiri jika tidak ada indikasi. Sarankan pasien
untuk

menggunkan

keterampilan

manajemen

stress.

Misalnya tekhnik relaksasi, visualisasi dan bimbingan


imajinasi.
Rasional:

Meminimalkan

perasaan

stress,

meningkatkan

kemampuan

meningkatkan

kemampuan

frustasi,

koping

dan

mengendalikan

diri.
3.

Dorong pasien untuk membuat daftar bantuan orang


terdekat dalam menghadapi stress.
Rasional: Pasien tidak akan merasa sendiirian jika bercerita
pada

orang

31

lain

dan

meminta

bantuan

memecahkan masalah. Ini juga dapat memelihara


pengertian

dan

merasa

berguna

dalam

berhubungan dengan orang lain.


4.

Dorong pasien untuk membuat pilihan dan berpartisipasi


dalam perawatan diri sendiri.
Rasional: Dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri,
memperbaiki harga diri, menurunkan pikiran
terus

menerus

terhadap

perubahan,

dan

meningkatkan perasaan terhadap pengendalian


diri.
5.

Fokuskan pada perbaikan yang sedang terjadi dan


pengobatan

misalnya,

menurunkan

pigmentasi

kulit,

menurunkan berat badan, meningkatkan pertumbuhan


rambut, dan perbaikan siklus menstruasi normal.
Rasional: Ungkapan seperti ini dapat mengangkat semangat
pasien dan meningkatkan harga diri.
6.

Sarankan untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya


telah terkontrol dan gejalanya telah berkurang.
Rasional: Dapat menolong pasien untuk melihat has ail dari
pengobatan yang telah dilakukan.

7.

Rujuk ke pelayanan social, konseling dan kelompok


pendukung sesuai kebutuhan.
Rasional: Pendektan secara komprehensif dapat membantu
memenuhi kebutuhan pasien untuk memelihara
tingkahlaku koping.

Kurang pengetahuan tentang: penyakit, prognosis, pengobatan


berhubungan

dengan

kurang

pemajanan/

mengingat,

keterbatasan kognitif
Tujuan:
Dalam waktu ..X 24 jam setelah dilakukan intervensi klien
mengerti tentang penyakit yang dialami dan cara pengobatannya.

31

Kriteria Hasil:
Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, mengidentifikasi
hubungan tanda dan gejala dengan proses penyakit dan
menghubungkan gejala dengan factor penyebab
Intervensi:
1.

Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan


penuh perhatian, selalu ada untuk pasien.
Rasional: Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan
sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam
proses belajar.

2.

Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang


diharapkan
Rasional: Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan
antusias dan kerjasama passion dengan prinsipprinsip yang dipelajari

3.

Pilih berbagai strategi belajar, seperti tehnik demonstrasi


yang

memerlukan

keterampilan

dan

biarkan

pasien

mendemostrasikan ulang, gabungkan keterampilan baru ini


kedalam rutinitas rumah sakit sehari-hari.
Rasional:

Penggunaan

cara

yang

berbeda

tentang

mengakses informasi meningkatkan penerapan


pada individu yang belajar.
4.

Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan


tinggi serat dan cara untuk melakukan makan diluar rumah.
Rasional: Kesadaran tentang pentingnnya control diet akan
membantu

pasien

makan/mentaati

dalam

program.

merencanakan
Serat

dapat

memperlambat absorpsi glukosa yang akan


menurunkan fluktuasi kadar gula dalam darah,
tetapi dapat menyebabkan ketidak nyamanan
pada saluran cerna, flatus meningkat, dan
mempengaruhi absopsi vitamin/mineral.

31

5.

Tinjau ulang program pengobatan meliputi awitan, puncak


dan lamanya dosis insulin yang diresepkan, bila disesuaikan
dengan pasien atau keluarga.
Rasional: Pemahaman tentang semua aspek yang digunakan
obat meningkatkan penggunaan yang tepat.

6.

Demostrasikan tekhnik penanganan stress, seperti latihan


napas dalam, bimbingan imajinasi, dan mengalihkan
perhatian.
Rasional:

Meningkatkan

relaksasi

dan

pengendalian

terhadap respons stress ysng dapat membantu


untuk membatasi peristiwa ketidakseimbangan
glukosa.
7.

Identifikasi sumber-sumber yang ada di masyarakat.


Rasional: Dukungan kontinu biasanya penting untuk
menopang

perubahan

gaya

hidup

dan

meningkatkan penerimaan atas diri sendiri.


8.

Identifikasi gejala hipoglikemia (mis. Lemah, pusing,


letargi,

lapar,

peka

rangsang,

diaphoresis,

pucat,

takikardia,tremor, sakit kepala, dan perubahan mental) dan


jelaskan penyebabnya.
Rasional: Dapat meningkatkan deteksi dan pengobatan
lebih awal dan mencegah atau mengurangi
kejadiannya.
Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status
kesehatan
Tujuan:
Dalam waktu ..X 24 jam setelah dilakukan intervensi klien dapat
tenang
Kriteria Hasil:
Tampak rileks, melaporkan ansietas berkurang
Intervensi:

31

1.

Observasi tingkah laku yang menunjukkan tingkat ansietas.


Rasional: Ansietas ringan dapat ditunjukkan dengan peka
rangsang dan insomnia. Ansietas berat yang
berkembang kedalaman keadaan panik dapat
menimbulkan

perasaan

terancam,

terror,

ketidakmampuan untuk bicara dan bergerak.


2.

Tinggal

bersama

pasien,mempertahankan

sikap

yang

tenang. Mengakui atau menjawab kekuatirannya dan


mengizinkan perilaku pasien yang umum.
Rasional: Menegaskan pada pasien atau orang terdekat
bahwa walaupun perasaan pasien diluar control,
lingkungannya

tetap

aman.

Menghindari

respons pribadi pada ucapan


3.

Jelaskan prosedur,lingkungan disekeliling atau suara yang


mungkin didengar oleh pasien.
Rasional:

Memberi

informasi

menurunkan

akurat

yang

distorsi/kesalahan

dapat

interpretasi

yang dapat berperanan pada reaksi ansietas


atau ketakutan.
4.

Bicara yang singkat dengan kata yang sederhana.


Rasional:

Rentang

perhatian

mungkin

menjadi

pendek,konsentrasi berkurang,yang membatasi


kemampuan untuk mengasimilasi informasi.
5.

Kurangi stimulasi dari luar: tempatkan pada ruangan yang


tenang,berikan kelembutan,music yang nyaman,kurangi
lampu yang terlalu terang,kurangi jumlah orang yang
berhubungan dengan pasien.
Rasional: Menciptakan

lingkungan

terapeutik;menunjukkan
aktivitas

unit/personel

ansietas pasien.

31

yang

penerimaan
dapat

bahwa

meningkatkan

6.

Diskusikan dengan pasien atau orang terdekat penyebab


emosional yang labil/reaksi psikotik.
Rasional: Memahami bahwa tingkah laku didasarkan atas
fisiologis

dapat

respons/pendekatan

memungkinkan

yang

berbeda,penerimaan

terhadap situasi.
7.

Rujuk pada system penyokong sesuai dengan kebutuhan


seperti konseling,ahli agama,dan pelayanan social.
Rasional: Terapi penyokong yang terus menerus mungkin
dimamfaatkan/dibutuhkan

pasien

atau

orang

terdekat jika krisis itu menimbulkan perubahan


gaya hidup pada pasien itu sendiri.
d. Implementasi
Adalah suatu pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaaa. (Effendi, 1995:40).
e. Evaluasi
Adalah stadium dari proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dari kebutuhan untuk memodifikasi
tuuan intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2011). Perawat mempunyai
tiga altrnatif dalam menentukan sejauh mana tujan tercapai, yaitu

Berhasil: perilaku pasien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu


yang telah ditetapkan tujan

Tercapai sebagian: pasiean menunjukkan perilaku


perkembangan

tetapi

tidak

sebaik

ditentukan

pernyataan tujuan.

Belum

tercapai/belum

berhasil:

pasien tidak mampu sama sekali


menunjukkan

perilaku

yang

diharapkan sesuai pernyataan tujuan.

31

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hiperadrenlisme adalah yang terjadi akibat insufisiensi korteksadrenal
berupa defisiensi kortisol,aldosteron, dan androgen. Penyakit ini sedikit lebih
banyak didapat pada laki-laki dibanding wanita, dan terutama terjadi pada usia 3050 tahun; penyebab terbanyak adalah proses autoimmun (78%) dan tuberkulosa
(21%) sisanya oleh sebab lain. Bila terdapat dugaan penyakit Addison dengan
LED tinggi, eosinofilia, IgG meningkat, dan tes ANA positif maka sangat
mungkin penyebabnya adalah autoimun.
Gejala klinik adalah hiperpigmentasi, hipotensi kelemahan badan,penurunan
berat badan, kelainan gastrointestinal, gangguan elektrolit dan air, hipoglikemi
puasa, hilangya rambut ketiak dan pubis, Thorn s sign positif. Untuk diagnosis
perlu diperiksa kadar kortisol, kadar ACTH, tes ACTH.Indikasi diagnostik dari
penyakit ini diantaranya:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

menurunnya kortisolserum
meningkatnya ACTH
hiponatrenia, hiperkalsemia dan asidosismetabolic
tingginya rennin serum
rendahnya aldosteron serum.
Penatalaksanaan

dapat

dilakukan

dengan

terapi

kortisol,

yang

apabila penatalaksaan dan pemberian dosis sudah disesuaikan dengan benar,


makastatus metabolic pasien kembali normal dan ia mampu menjalani hidup
secaranormal
3.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah
ini.Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi
makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.
31

DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. dan brenda G.Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Vol.1. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 9. Jakarta:
EGC
Gaya, Leon L.www.scribd.com/doc/17303476/Penyakit-Eddison. Di publikasikan pada tanggal 3 oktober 2013
Join, Agus.Makalah Addison.http://www.scribd.com/doc/187585032/MakalahAddison Di publikasikan pada tanggal 27 November 2013
W.A.Y, Rizky.LP dan ASKEP Hipoadrenalisme.
http://kumpulanaskepk.blogspot.com/2013/03/lp-dan-askephipoadrenalisme.html Di publikasikan pada tanggal Jumat,29 Maret 2013

31

Anda mungkin juga menyukai