Anda di halaman 1dari 15

LP dan ASKEP HIPOADRENALISME

HIPOADRENALISME
DEFINISI
Kelenjar Adrenal (kelenjar suprarenal) adalah dua massa triangular pipih berwarna kuning
yang tertanan pada jaringan adiposa. Organ ini berada di kutub atas ginjal. Masing-masing
kelenjar adrenal terdiri dari korteks di bagian luar dan medula di bagian dalam.
a. Korteks mensekresi hormon steroid. Korteks terbagi menjadi tiga lapisan, dari luar ke dalam:
zona glumerulosa, zona fasikulata dan zona retikularis.
b. Medula yang secara embriologik berasal dari jenis neuroektodermis sama (sel-sel krista saraf)
yang menjadi asal neuron simpatis. Sel medula sebenarnya adalah neuron postganglionik
simpatis yang bermodifikasi.
Hipoadrenalisme atau insufisiensi adrenal adalah penurunan kadar glukokortikoid yang
bersikulasi. Mineralokortikoid aldosteron juga dapat berkurang. Hipoadrenalisme dapat
disebabkan oleh disfungsi kelenjar adrenal, yang disebut hipoadrenalisme primer, atau akibat
disfungsi hipofisis atau hipotalamus yang disebut hipoadrenalisme sekunder.

ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI

a. Anatomi
Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal, terbenam
dalam jaringan lemak. Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna kekuningan serta berada di luar (ekstra)
peritoneal. Bagian yang sebelah kanan berbentuk pyramid dan membentuk topi (melekat) pada
kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri berbentuk seperti bulan sabit, menempel
pada bagian tengah ginjal mulai dari kutub atas sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal
pada manusia panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Bersama-sama kelenjar
adrenal mempunyai berat lebih kurang 8 g, tetapi berat dan ukurannya bervariasi bergantung
umur dan keadaan fisiologi perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat kolagen
yang mengandung jaringan lemak. Selain itu masing-masing kelenjar ini dibungkus oleh kapsul
jaringan ikat yang cukup tebal dan membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar.
b. Histologi
Kapsula fibrosa menyelimuti kelenjar adrenal. Bagian luar atau korteks adalah padat dan
merupakan kira-kira 80-90% berat adrenal normal, menghasilkan steroid. Bagian dalam atau
medulla adalah lembut, menghasilkan katekolamin. Zona-zona korteks adrenal yang terpisah
mensintesis hormon spesifik, menunjukkan kemampuan enzimatik setiap zona untuk
mentransformasi dan hidrolisis steroid tertentu. Zona luar (glomerulosa) mengandung enzim
untuk biosintesis aldosteron, dan bagian dalam (fasciculata dan retikularis) adalah tempat
biosintesis kortisol dan androgen.
c. Fisiologi
Fungsi kelenjar suprarenalis (kelenjar sdrenal) terdiri dari :
a. Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam
b. Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein
c. Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid

Kelenjar adrenal ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :


1. Medula Adrenal
Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi serabut saraf
simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada medulla adrenal
akan menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu epinephrine dan norepinephrine.
Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan katabolisme bahan bakar yang
tersimpan sehingga kebutuhan kalori dari sumber-sumber endogen terpenuhi.
Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam persiapan untuk
memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Fligh). Katekolamin juga menyebabkan pelepasan
asam-asam lemak bebas, meningkatkan kecepatan metabolic basal (BMR) dan menaikkan kadar
glukosa darah.
2. Korteks Adrenal
Korteks adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata dan zona
retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3 kelompok hormon :
a. Glukokortikoid
Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa ; peningkatan
hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah. Glukokortikoid disekresikan dari korteks
adrenal sebagai reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi
ACTH akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal.
Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi pada cedera jaringan
dan menekan manifestasi alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup kemungkinan
timbulnya diabetes militus, osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang
mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan redistribusi lemak tubuh.
Dalam keadaan berlebih glukokortikoid merupakan katabolisme protein, memecah
protein menjadi karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.
b. Mineralokortikoid
Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro intestinal untuk
meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran untuk mengeksresikan ion kalium
atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama
disekresikan sebagai respon terhadap adanya angiotensin II dalam aliran darah. Kenaikan kadar
aldesteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro intestinal
yang cederung memulihkan tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron juga
ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer untuk mengatuk
keseimbangan natrim jangka panjang.
c. Hormon-hormon seks Adrenal (Androgen)
Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula adrenalis
dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin. Kelompok hormon androgen ini
memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula
mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen adrenal
dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi
seperti terlihat pada kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom
Adreno Genital.
Steroid
Sel-sel korteks adrenal dapat menyintesis kolestrol dan juga mengambilnya dari sirkulasi.
Kolestrol diubah menjadi 5-Pregnenolon yang merupakan bahan dasar semua kortikosteroid.
Banyak steroid telah diisolasi dari korteks adrenal tetapi ada 3 yang paling penting :
a. Kortisol (hidrokortison)
Disekresi setiap hari, umumnya berasal dari zona fasikulata (lapisan tengah) dan zona retikularis
(lapisan dalam)
b. Dehidro epi androsteron (DHEA)
Disekresi oleh lapisan yang sama dan kira-kira dalam jumlah yang sama dengan kortisol
c. Aldesteron
Disekresi oleh zona glomerulosa (lapisa luar) yang juga memproduksi beberapa jenis
kortikosteroid lain dan sedikit testosteron dan estrogen
Pengontrolan Sekresi Kortikosteroid
Sekresi kortisol diatur oleh 3 sistem yang bekerja secara serempak :
a. Penglepasan kortisol berlangsung bergelombang menyebabkan adanya ritme diurnal sekresi
kortisol sehingga terjadi kadar plasma maksimal pada jam 06.00 dan menurun sampai kira-kira
setengah maksimum pada jam 22.00. Ritme intrinsic ini diatur dari otak yang dicetuskan oleh
cahaya melalui hipotalamus oleh ACTH.
b. Adanya respon terhadap stress mental dan fisis, juga melalui kortikotropin releasing factor dan
ACTH
c. Adanya mekanisme umpan balik dengan pengaturan sekresi ACTH oleh kortisol (dan oleh
glukokortikoid sintetik). Sedangkan produk steroid lain dari korteks adrenal tidak mempunyai
efek ini.
2.1.3 EPIDEMIOLOGI
Menurut Saputra dan Tjokroprawiro (2010), penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh
Thomas Addison pada tahun 1855. Penyakit Addison jarang dijumpai, di Amerika Serikat
tercatat 0,4 per 100.000 populasi, sedang Di rumah sakit terdapat 1 dari 6.000 penderita yang
dirawat. Dari Bagian Statistik Rumah Sakit Dr.Soetomo pada tahun 1983, Frekuensi pada laki-
laki dan wanita hampir sama. Menurut Thom, laki-laki 56%, dan wanita 44%. Penyakit Addison
dapat dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak terdapat pada umur 20 50 tahun

KLASIFIASI
1. Hipoadrenalisme Primer (Insufisisensi adrenal primer)
Hipoadrenalisme primer (Insufisiensi adrenal primer) yang disebut penyakit Addison, terjadi
akibat kerusakan korteks adrenal. Penyakit ini biasanya otoimun, dan terjadi akibat antibodi IgG
yang ditujukan pada semua atau sebagian kelenjar adrenal. Penyakit Addison juga dapat terjadi
akibat infeksi, misalnya tuberkulosis. Tuberkulosis kelenjar adrenal adalah penyebab umum
insufisiensi adrenal di negara berkembang dan biasanya tidak sembuh dengan terapi infeksi.
Tumor kelenjar adrenal destruktif juga dapat menyebabkan insufisiensi adrenal.
Penyakit Addison ditandai dengan kadar glukokortikoid yang rendah disertai kadar ACTH
dan CRH yang tinggi. Kehilangan total kelenjar adrenal juga menyebabkan kehilangan androgen
adrenal dan aldosteron. Defisiensi aldosteron menyebabkan peningkatan kehilangan natrium
dalam urine sehingga terjadi hiponetremia (peningkatan konsentrasi kalium dalam darah)
2. Hipoadrenalisme sekunder (Insufisiensi adrenal sekunder)
Insufisiensi adrenaal sekunder dapat terjadi akibat hipopituitarisme atau disfungsi
hipotalamus. Pada insufisiensi adrenal sekunder, tidak terjadi pelepasan ACTH sehingga adrenal
tidak menyekresi glukokortikoid atau androgen. Sintesis aldosteron juga dapat terpengaruh.
Insufisiensi adrenal sekunder dapat terjadi apabila kortisosl digunakan secara terapeutik untuk
tujuan anti inflamasi.

ETIOLOGI
a. Tuberculosis
b. Histoplasmosis
c. Koksidiodomikosis
d. Pengangkatan kedua kelenjar adrenal
e. Kanker metastatik (ca paru, lambung, payudara, melanoma, limfoma)
f. Adrenalitis autoimun

Predisposisi :
a. Pasien yang pernah menderta penyakit addisons sebelumnya
b. Pasien yang pernah dilakukan adrenalektomi bilateral
c. Pasien yang mendapat pengobatan steroid adrenal kurang lebih 6 bulan

PATOFISIOOGI
Penyebab terjadinya Hipofungsi Adrenokortikal mencakup operasi pengangkatan kedua
kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis
merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua
kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses autoimun telah menggantikan
tuberculosis sebagai penyebab penyakit Addison, namun peningkatan insidens tuberculosis yang
terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi ini kedalam daftar
diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan
insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi
hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap keadaan stres dan
mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap
hari selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal. Oleh sebab itu kemungkinan
Addison harus di anitsipasi pada pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid.

MANIFESTASI KLINIS
1. Depresi karena kadar kortisol mempengaruhi mood dan emosi.
2. Keletihan, yang berkaitan dengan hipoglikemia, dan penurunan glukoneogenesis.
3. Anoreksia, muntah, diare dan mual.
4. Hiperpigmentasi kulit apabila kadar ACTH tinggi (insufisiensi adrenal primer) karena ACTH
memilik efek mirip hormon perangsang melamin (melanin stimlating hormone) pada kulit.
5. Rambut tubuh yang tipis pada wanita apabila sel adrenal penghasil androgen rusak atau apabila
kadar ACTH sangat rendah.
6. Ketidakmampuan berespon terhadap situasi stres, mungkin menyebabkan hipotansi berat dan
syok.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. ACTH Test
Paling spesifik untuk hipofungsi primer
Tiga hari berturut-turut diberi 25 U ACTH atau yang sintetik (Cortrosyn) yaitu 0,25 mg
Cortrosyn = cosyntropin dalam infus dari 1L NaCl faali. Pada penyakit Addison primer, 17-OH
KS per24 jam urine tidak naik. Selain cosyntropin, dapat digunakan juga synachten (=
tetracosactin).
2. Water Load Test
Tes ini kurang spesifik, tetapi dapat digunakan apabila tidak ada fasilitas pemeriksaaan hormon
kortisol, dan lain-lainnya.
Bahaya : Hiponatremia yang fatal, siapkan air garam dan injeksi NaCl hipertonik, dan suntikan
Hidrokortison iv.
Dasar : penderita dengan hipofungsi adrenal, tidak dapat mengatasi beban tambahan air ( ingat; water
dieresis)
a. Air minum diberikan dengan dosis 20 ml per kg.
b. Normal: dalam waktu 4 jam harus diekskresikan 80% dari dosis air minum total.
c. Gangguan ekskresi air pada: hipofungsi korteks adrenal, penyakit ginjal, dehidrasi, malabsorpsi,
hipotiroidi.
d. Pada hipofungsi kortek adrenal ekskresi air kurang dari 80% dari dosis total air yang
diminumkan, dan akan kembali normal apabila diberi 100mg hidrokortison sebelum test.
3. Tes Antibodi Adrenal
Tes Antibodi Adrenal pada proses autoimun akan positif pada atrofi adrenal. Bila tidak
memungkinkan, lakukan tes ANA.

PENATALAKSANAAN
1. Medik
a. Prednison (7.5 mg/hari) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol.
b. Fludrokortison: 0,05-0,1 mg per oral dipagi hari
c. Terapi darurat ditujukan untuk mengatasi syok, memulihkan sirkulasi darah, memberikan cairan,
melakukan terapi penggantian kortikosteroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5
sampai 50 mg/hari, memantau tanda-tanda vital dan menempatkan pasien dalam posisi setengah
duduk dengan kedua tungkai ditinggikan. Hidrokortison (Solu-Cortef) disuntikkan secara
intravena yang kemudian diikuti dengan pemberian infuse dekstrosa 5% dalam larutan normal
saline. Preparat vasopresor amina mungkin diperlukan jika keadaan hipotensi bertahan.
d. Antibiotik dapat diberikan jika infeksi memicu krisis adrenal pada penderita insufisiensi kronis
adrenal. Disamping itu, pengkajian kondisi pasien harus dilakukan dengan ketat untuk mengenali
faktor-faktor lain, yaitu stresor atau keadaan sakit yang menimbulkan serangan akut.
e. Asupan per oral dapat dimulai segera setelah pasien dapat menerimanya. Secara perlahan-lahan
pemberian infus dikurangi ketika asupan cairan per oral sudah adekuat, untuk mencegah
hipovolemia.
f. Jika kelenjar adrenal tidak berfungsi kembali , pasien memerlukan terapi penggantian perparat
kortikosteroid dan mineralokortikoid seumur hidup untuk mencegah timbulnya kembali
insufisiensi adrenal serta krisis addisonian pada keadaan stress atau sakit. Selain itu, pasien
mungkin akan memerlukan suplemen makanan dengan penambahan garam, pada saat terjadi
kehilangan cairan dari saluran cerna akibat muntah dan diare.
2. Keperawatan
a. Pengukuran TTV
b. Memberikan rasa nyaman dengan mengatur atau menyediakan waktu istirahat pasien
c. Menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai ditinggikan.
d. Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam
e. Follow up: mempertahankan berat badan, tekanan darah dan elektrolit yang normal disertai
regresi gambaran klinis
f. Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang menunjukan adanya krisis
Addison

PENGOBATAN
1. Hari I
a. Bertindak secepat mungkin, ambil darah untuk pemeriksaan kadar kolesterol
b. Periksa Ht, Gula darah, BUN, Na, K, CO2 dan Cl
c. Berikan suntikan 100 mg hidrokortison IV, infus 1000 ml larutan garam yang mengandung 5 %
dextrose
d. Jika ada hiponatremia berat, berikan 3 % NaCl parenteral
e. Beri suntikan 50 mg hidrokortison /6 jam. (Total steroid/hari 300 400 mg)
f. Boleh diberikan norefinefrin/metaraminol, darah plasma, albumin b/p
g. Secepatnya beri cairan dan kortison secara oral
2. Hari II
Berikan kortison 50 mg/8 jam oral
3. Hari III
Berikan kortison 25 mg/6 jam oral
4. Hari IV
Berikan hirokortison 0,50 0,1 mg/hari
5. Hari V VIII
Pemberian kortison dikurangi

KOMPLIKASI
Dapat terjadi krisis adrenal setelah stress fisik atau mental pada individu yang terkena. Hal ini
dapat mengancam jiwa dan ditandai dengan deplesi volume, hipotensi, dan kolaps vaskular

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI HIPOADRENALISME

PENGKAJIAN
1. Biodata
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi nama, umur, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
2. Keluhan utama
Klien mengeluh mual, muntah, anoreksia, dan mudah lelah.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan masa lalu
Meliputi penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya, termasuk tuberculosis, kanker,
penyakit autoimun, dsb.
b. Riwayat kesehatan keluarga
Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai
penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
c. Riwayat psikosiospiritual
Meliputi kegiatan klien sehari-hari, serta bagaimana kondisi lingkungan klien. Bagaimanakah
peran serta orang-orang terdekat klien. Merasa kehilangan kemampuan dan harapan, cemas
terhadap lingkungan baru, Depresi, mengingkari, kecemasan, takut, cepat terangsang, perubahan
mood, dan tampak bingung. Apakah klien sering melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lelah, nyeri/ kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiap hari. Tidak mampu
beraktivitas atau bekerja
Tanda : Peningkatan denyut jantung atau denyut nadi pada aktivitas yang minimal. Penurunan
kekuatan dan rentang gerak sendi. Depresi, gangguan konsentrasi. Letargi
b. Sirkulasi
Tanda : Hipotensi termasuk hipotensi postural, takikardi, disritmia, suara jantung melemah, nadi
perifer melemah, pengisian kapiler memanjang, ekstremitas dingin, sianosis, dan pucat
c. Integritas ego
Gejala : adanya riwayat riwayat factor stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau
pembedahan. Perubahan gaya hidup. Ketidakmampuan mengatasi stress.
Tanda : Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil
d. Eliminasi
Gejala : diare, sampai adanya konstipasi, kram abdomen, perubahan frekuensi dan karakteristik
urin
Tanda : Diuresis yang diikuti oliguria
e. Makanan atau cairan
Gejala : Anoreksia berat, mual, muntah, kekurangan zat garam, BB menurun dengan cepat
Tanda : Turgor kulit jelek, membrane mukosa kering
f. Neurosensori
Gejala : Pusing, sinkope, gemetar kelemahan otot, kesemutan
Tanda : disorientasi terhadap waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi,
kelelahan mental, peka rangsangan,cemas, koma (dalam keadaan krisis)
g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, Nyeri tulang belakang, abdomen, ekstrimitas (pada
keadaan krisis)
h. Pernapasan
Gejala : Dipsnea
Tanda : Pernapasan meningkat, takipnea, suara nafas: krekels, ronkhi pada keadaan infeksi
i. Keamanan
Gejala : tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas
Tanda : Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena sinar matahari) menyeluruh atau
berbintik bintik. Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis)
j. Seksualitas
Gejala : Adanya riwayat menopause dini, amenore. Hilangnya tanda tanda seks sekunder
(berkurangnya rambut rambut pada tubuh terutama pada wanita). Hilangnya libido
5. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan laboratorium
a. Penurunan konsentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia dan hiponatremia)
b. Peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia
c. Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
d. Penurunan kadar kortisol serum
e. Kadar kortisol plasma rendah
f. ADH meningkat
g. Analisa gas darah: asidosis metabolic
h. Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena hemokonsentrasi) jumlah
limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat.
b) Pemeriksaan radiografi abdominal
Menunjukan adanya kalsifikasi diadrenal
c) CT Scan
Detektor kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal yang sensitive hubungannya dengan
insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltratif malignan dan non malignan, dan
haemoragik adrenal
d) Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat
adanya abnormalitas elektrolit
e) Tes stimulasi dan supresi untuk fungsi adrenokortikoid
a. Tes tetrakosaktrin singkat
Prosedur standar cepat adalah mengukur respon kortisol plasma terhadap ponpeptida
kortikotrotin sintetik,tetrakosaktrin (synacthen, Ciba).
Interpretasi : pada orang normal nilai dasar > 250 nmol/l, dan terdapat peningkatan sekurang-
kurangnya 300 nmol/l di atas nilai dasar pada menit ke 30. Pada sindroma cushing (hyperplasia)
mungkin ada respon berlebihan; tumor adrenalis autonom tak berespon.
b. Tes tetrakosaktrin yang diperpanjang
Interpretasi : pada orang yang normal terdapat peningkatan kortisol plasma pada hari pertama
sampai di atas 1400 nmol/l. pada penyakit Addison tak ada peningkatan walaupun sampai 3 hari,
sedangkan pada hipofungsi adrenokortikal sekunder terhadap difisiensi pituitaria nilai ini bisa
melebihi dari 700nmol/l setelah suntikan ke 3.
c. Tes supresi deksametason
Interperetasi : pada orang normal kortikostiroid dan plasma tertekan pada dosis lebih
rendah di bawah 50% nilai dasar. Pada deksametashon dalam dosis lebih rendah, pasien dengan
sindroma cushing akan memperlihatkan tak adanya supresi tanpa memandang sebabnya, pada
dosis lebih tinggi yang dengan hyperplasia mendapat supresi 50% atau lebih, sedangkan yang
dengan adenoma atau karsinoma ataupun pembentukan ACTH ektopik tak dipengaruhi.
d. Tes metirapon
Interpretasi : orang normal memperlihatkan peningkatan nilai kortikostiroid urina sekurang-
kurangnya 35umol/24jam dan peningkatan 2x lipat di atas kadar istirahat. Respon subnormal
dengan adanya fungsi adreno atau pituitaria anterior. Sebagai tambahan, pasien dengan tumor
korteks adrenalis autonom tak berespon.
e. Tes lainnya
Ini terutama digunakan dalam keadaan khusus dan harus mengikuti prosdur setempat. Ia
mengikuti penggunaan hipoglikemia yang diinduksi insulin atau pirogen sebagai agen stress bagi
hipotalamus melalui pusat yang lebih tinggi atau menggunakan lisin-vasopresin sebagai
corticotrophin releasing factor sintetic untuk merangsang pituitaria anterior.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal,
kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena kekurangan aldosteron)
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake tidak adekuat (mual, muntah,
anoreksia),defisiensi glukokortikoid
3. Intoleransi aktifitas b/d kelemahan fisik.
4. Perubahan proses pikir b/d penurunan kadar natrium (hipotremia), penurunan kadar glukosa
(hipoglikemia), gangguan keseimbangan asam basa
5. Harga diri rendah b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh
6. Kurang pengetahuan tentang: penyakit, prognosis, pengobatan b/d kurang pemajanan/
mengingat, keterbatasan kognitif
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.

INTERVENSI
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kekurangan natrium dan kehilangan cairan
melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena kekurangan aldosteron)
Tujuan :
Dalam waktu 1 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan.
Kriteria Hasil :
Klien tidak mengeluh pusing, membrane mukosa lembab, turgor kulit normal, tanda-tanda vital
dalam batas normal.
Intervensi :
a. Pantau status cairan ( turgor kulit, membrane mukosa, dan keluaran urine ).
Rasional : Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume
cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine. Pemantauan yang ketat pada produksi urine <
600 ml / hari merupakan tanda tanda terjadinya syok kardiogenik.
b. Kaji sumber-sumber kehilangan cairan.
Rasional : Kehilangan cairan bisa berasal dari faktor ginjal dan diluar ginjal.Penyakit yang mendasari
terjadinya kekurangan volume cairan ini juga harus diatasi Perdarahan harus
dikendalikan.Muntah dapat diatasi dengan obat obat antiemetic dan diare dengan antidiare.
c. Auskultasi TD. Bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk, atau, berdiri
bila memungkinkan.
Rasional : Hipotensi bisa terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi sudah terlibatnya system
kardiovaskuler untuk melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah.
d. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan dihaforesis secara teratur. Timbang berat
badan setiap hari.
Rasional : Mengetahui adanya pengaruh peningkatan tahanan perifer.
Sebagai ukuran keadekuatan volume cairan, intake yang lebih besar dari output dapat
diindikasikan menjadi renal obstruksi.
e. Pantau frekuensi jantung dan irama.
Rasional : Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan komplikasi disritmia.

Kolaborasi :
a. Pertahankan pemberian cairan secara intravena.
Rasional : Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam
melakukan control intake dan output cairan.
b. Monitor hasil pemeriksaan diagnostic : platelet, Hb / Hct, dan bekuan darah.
Rasional : Bila platelet < 20.000 / mm ( akibat pengaruh sekunder obat neoplastik ), klien cenderung
mengalami perdarahan. Penurunan Hb / Hct berindikasi terhadap perdarahan.

2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat (mual,
muntah, anoreksia), defisiensi glukokortikoid
Tujuan :
Dalam waktu 2 24 jam nutrisi klien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Klien tidak mengeluh mual dan muntah, nafsu makan klien meningkat, BB meningkat.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat masukan makanan
klien.
Rasional : Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi. Mengawasi masukan kalori atau kualitas
kekurangan konsumsi makanan.
b. Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang tepat. Pertahankan jadwal
penimbangan berat badan secara teratur.
Rasional : Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode anoreksia
c. Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni.
Rasional : Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi/ control
d. Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang berhubungan
Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ. Perlu bantuan dalam
perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi.
3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan :
Aktivitas sehari hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas.
Kriteria :
Klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala gejala yang berat, terutama
mobilisasi di tempat tidur.
Intervensi :
a. Catat frekuensi dan irama jantung, serta perubahan tekanan darah selama dan sesudah aktivitas.
Rasional : Respons klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardium.
b. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.
Rasional : Menurunkan kerja miokardium / konsumsi oksigen.
c. Jelaskan pada peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi bila tak ada
nyeri, ambulasi, dan istirahat selama 1 jam setelah makan.
Rasional : Aktivitas yang maju memberikan control jantung, meningkatkan regangan dan mencegah
aktivitas berlebihan
d. Pertahankan klien tirah baring sementara sakit akut.
Rasional : Untuk mengurangi beban jantung.
e. Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.
Rasional : Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu aliran vena balik.
f. Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi.
Rasional : Untuk mengetahui fungsi jantung, bila dikaitkan dengan aktivitas.
g. Berikan waktu istirahat diantara waktu aktivitas.
Rasional : Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung.
h. Selama aktivitas kaji EKG, dispnea, sianosis, kerja dan frekuensi nafas serta keluhan subyektif.
Rasional : Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.
4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan penurunan kadar natrium (hipotremia), penurunan
kadar glukosa (hipoglikemia), gangguan keseimbangan asam basa
Tujuan :
Dalam waktu x24 jam setelah dilakukan intervensi klien dapat memaksimalkan status
mentalnya dan tidak terjadi perubahan proses pikir.
Kriteria Hasil :
Mempertahankan orientasi realita umumnya dan mengenali perubahan dalam berpikir/prilaku
dan factor penyebab.
Intervensi :
a. Kaji proses pikir klien seperti memori, rentang perhatian, orientasi terhadap tempat, waktu,
orang.
Rasional : Menentukan adanya kelainan pada proses sensori.
b. Catat adanya perubahan tingkah laku
Rasional : Kemungkinan terlalu waspada, tidak dapat beristirahat, sensitivitas meningkat, atau mungkin
berkembang menjadi psikotik yang sesungguhnya.
c. Orientasi klien pada tempat dan waktu.
Rasional : Bantu untuk mengembangkan dan mempertahankan kesadaran pada realita dan lingkungan.
d. Hadirkan pada realitas secara terus menerus dan secara gambling tanpa melawan pikiran yang
tidak logis.
Rasional : Membatasi reaksi yang menentang.
e. Berikan tindakan yang aman seperti bantalan penghalang pada tempat tidur, pengikatan yang
lembut, supervise yang ketat.
Rasional : Mencegah trauma pada klien yang mengalami haluinasi disorientasi.
5. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan
karakteristik tubuh
Tujuan :
Dalam waktu .x 24 jam setelah dilakukan intervensi klien tidak lagi mengalmi harga diri
rendah dengan perubahan penampilan tubuhnya atau menerima keadaan dirinya.
Kriteria Hasil :
Mengungkapkan penerimaan terhadap keadaan diri sendiri diungkapkan secara verbal,
menunjukksn kemampuan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi dengan ditandai oleh
merencanakan tujuan yang realistic dan berpartisipasi aktif di dalam bekerja/bermain
berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
a. Atur periode singkat untuk bicara tanpa diganggu dan dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan tentang keadaannya, misalnya perubahan penampilan, peran, pengaruh penyakit pada
pekerjaannya. Tunjukkan perhatian bersikap tidak menghakimi.
Rasional : Membina hubungan dan meningkatkan keterbukaan dengan pasaien. Membantu dalam
mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien.
b. Kurangi stimulasi berlebihan pada lingkungan, berikan ruang tersendiri jika tidak ada indikasi.
Sarankan pasien untuk menggunkan keterampilan manajemen stress. Misalnya tekhnik relaksasi,
visualisasi dan bimbingan imajinasi.
Rasional : Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan koping dan meningkatkan
kemampuan mengendalikan diri.
c. Dorong pasien untuk membuat daftar bantuan orang terdekat dalam menghadapi stress.
Rasional : Pasien tidak akan merasa sendiirian jika bercerita pada orang lain dan meminta bantuan
memecahkan masalah. Ini juga dapat memelihara pengertian dan merasa berguna dalam
berhubungan dengan orang lain.
d. Dorong pasien untuk membuat pilihan dan berpartisipasi dalam perawatan diri sendiri.
Rasional : Dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga diri, menurunkan pikiran
terus menerus terhadap perubahan, dan meningkatkan perasaan terhadap pengendalian diri.
e. Fokuskan pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan misalnya, menurunkan pigmentasi
kulit, menurunkan berat badan, meningkatkan pertumbuhan rambut, dan perbaikan siklus
menstruasi normal.
Rasional : Ungkapan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan meningkatkan harga diri.
f. Sarankan untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah terkontrol dan gejalanya telah
berkurang.
Rasional : Dapat menolong pasien untuk melihat has ail dari pengobatan yang telah dilakukan.
g. Rujuk ke pelayanan social, konseling dan kelompok pendukung sesuai kebutuhan.
Rasional : Pendektan secara komprehensif dapat membantu memenuhi kebutuhan pasien untuk
memelihara tingkahlaku koping.
6. Kurang pengetahuan tentang: penyakit, prognosis, pengobatan berhubungan dengan kurang
pemajanan/ mengingat, keterbatasan kognitif
Tujuan :
Dalam waktu ..X 24 jam setelah dilakukan intervensi klien mengerti tentang penyakit yang
dialami dan cara pengobatannya.
Kriteria Hasil :
Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala
dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan factor penyebab
Intervensi :
a. Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian, selalu ada untuk
pasien.
Rasional : Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian
dalam proses belajar.
b. Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan
Rasional : Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerjasama passion dengan prinsip-
prinsip yang dipelajari
c. Pilih berbagai strategi belajar, seperti tehnik demonstrasi yang memerlukan keterampilan dan
biarkan pasien mendemostrasikan ulang, gabungkan keterampilan baru ini kedalam rutinitas
rumah sakit sehari-hari.
Rasional : Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi meningkatkan penerapan pada
individu yang belajar.
d. Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan
makan diluar rumah.
Rasional : Kesadaran tentang pentingnnya control diet akan membantu pasien dalam merencanakan
makan/mentaati program. Serat dapat memperlambat absorpsi glukosa yang akan menurunkan
fluktuasi kadar gula dalam darah, tetapi dapat menyebabkan ketidak nyamanan pada saluran
cerna, flatus meningkat, dan mempengaruhi absopsi vitamin/mineral.
e. Tinjau ulang program pengobatan meliputi awitan, puncak dan lamanya dosis insulin yang
diresepkan, bila disesuaikan dengan pasien atau keluarga.
Rasional : Pemahaman tentang semua aspek yang digunakan obat meningkatkan penggunaan yang tepat.
f. Demostrasikan tekhnik penanganan stress, seperti latihan napas dalam, bimbingan imajinasi, dan
mengalihkan perhatian.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan pengendalian terhadap respons stress ysng dapat membantu untuk
membatasi peristiwa ketidakseimbangan glukosa.
g. Identifikasi sumber-sumber yang ada di masyarakat.
Rasional : Dukungan kontinu biasanya penting untuk menopang perubahan gaya hidup dan meningkatkan
penerimaan atas diri sendiri.
h. Identifikasi gejala hipoglikemia (mis. Lemah, pusing, letargi, lapar, peka rangsang, diaphoresis,
pucat, takikardia,tremor, sakit kepala, dan perubahan mental) dan jelaskan penyebabnya.
Rasional : Dapat meningkatkan deteksi dan pengobatan lebih awal dan mencegah atau mengurangi
kejadiannya.
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan
Tujuan :
Dalam waktu ..X 24 jam setelah dilakukan intervensi klien dapat tenang
Kriteria Hasil :
Tampak rileks, melaporkan ansietas berkurang
Intervensi :
a. Observasi tingkah laku yang menunjukkan tingkat ansietas.
Rasional : Ansietas ringan dapat ditunjukkan dengan peka rangsang dan insomnia. Ansietas berat yang
berkembang kedalaman keadaan panik dapat menimbulkan perasaan terancam, terror,
ketidakmampuan untuk bicara dan bergerak.
b. Tinggal bersama pasien,mempertahankan sikap yang tenang. Mengakui atau menjawab
kekuatirannya dan mengizinkan perilaku pasien yang umum.
Rasional : Menegaskan pada pasien atau orang terdekat bahwa walaupun perasaan pasien diluar control,
lingkungannya tetap aman. Menghindari respons pribadi pada ucapan
c. Jelaskan prosedur,lingkungan disekeliling atau suara yang mungkin didengar oleh pasien.
Rasional : Memberi informasi akurat yang dapat menurunkan distorsi/kesalahan interpretasi yang dapat
berperanan pada reaksi ansietas atau ketakutan.
d. Bicara yang singkat dengan kata yang sederhana.
Rasional : Rentang perhatian mungkin menjadi pendek,konsentrasi berkurang,yang membatasi
kemampuan untuk mengasimilasi informasi.
e. Kurangi stimulasi dari luar: tempatkan pada ruangan yang tenang,berikan kelembutan,music
yang nyaman,kurangi lampu yang terlalu terang,kurangi jumlah orang yang berhubungan dengan
pasien.
Rasional : Menciptakan lingkungan yang terapeutik;menunjukkan penerimaan bahwa aktivitas
unit/personel dapat meningkatkan ansietas pasien.
f. Diskusikan dengan pasien atau orang terdekat penyebab emosional yang labil/reaksi psikotik.
Rasional : Memahami bahwa tingkah laku didasarkan atas fisiologis dapat memungkinkan
respons/pendekatan yang berbeda,penerimaan terhadap situasi.
g. Rujuk pada system penyokong sesuai dengan kebutuhan seperti konseling,ahli agama,dan
pelayanan social.
Rasional : Terapi penyokong yang terus menerus mungkin dimamfaatkan/dibutuhkan pasien atau orang
terdekat jika krisis itu menimbulkan perubahan gaya hidup pada pasien itu sendiri.

IMPLEMENTASI
Adalah suatu pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaaa. (Effendi, 1995:40)

EVALUASI
Adalah stadium dari proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian
tujuan keperawatan dinilai dari kebutuhan untuk memodifikasi tuuan intervensi keperawatan
ditetapkan (Brooker, 2011). Perawat mempunyai tiga altrnatif dalam menentukan sejauh mana
tujan tercapai, yaitu :
a. Berhasil : perilaku pasien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu yang telah ditetapkan tujan
b. Tercapai sebagian : pasiean menunjukkan perilaku perkembangan tetapi tidak sebaik
ditentukan pernyataan tujuan.
c. Belum tercapai/ belum berhasil : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku
yang diharapkan sesuai pernyataan tujuan.

Anda mungkin juga menyukai