2) Aldosteronisme sekunder
Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer, ini disebabkan oleh hiperplasia sel
juksta glomerulus di ginjal.
2. Hipofungsi Kelenjar Adrenal
a. Insufisiensi Adrenogenital :
1) Insufisiensi Adrenokortikal Akut (krisis adrenal)
Kelainan yang terjadi karena defisiensi kortisol absolut atau relatif yang terjadi mendadak
sehubungan sakit / stress.
2) Insufisiensi Adrenokortikal Kronik Primer (Penyakit Addison)
Kelainan yang disebabkan karena kegagaln kerja kortikosteroid tetapi relatif lebih penting adalah
defisiensi gluko dan mineralokortikoid.
3) Insufisiensi Adreno Kortikal Sekunder
Kelainan ini merupakan bagian dari sinsrom kegagalan hipofisis anterior respon terhadap ACTH
terhambat atau menahun oleh karena atrofi adrenal.
BAB III
HIPERFUNGSI KELENJAR ADRENAL
1. Definisi
Hiperfungsi Kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang menunjukkan
kelebihan / defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999).
Sindrom Cushing adalah keadan klinik yang terjadi akibat dari paparan terhadap
glukokortikoid sirkulasi dengan jumlah yang berlebihan untuk waktu yang lama. (Green Span,
1998).
Syndrome cushing merupakan gambaran klinis yang timbul akibat peningkatan
glukokortikoid plasma jangka panjang dalam dosisi farmakologik (latrogen).(Wiliam F. Ganang ,
Fisiologi Kedokteran, Hal 364).
Syndrome cushing di sebabkan oleh skresi berlebihan steroid adrenokortial terutama
kortisol.(IDI). Edisi III Jilid I, hal 826).
Syndrome Cuhsing merupakan akibat rumatan dari kadar kortisol darah yang tinggi
secara abnormal karena hiperfungsi korteks adrenal. (Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15 Hal 1979).
Syndrome cuhsing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolic
gabungan dari peninggian kadar glikokortikoid dalam darah yang menetap. ( patofisiologi, hal
1089 )
Penyakit Cushing didefinisikan sebagai bentuk spesifik tumor hipofisis yang
berhubungan sekresi ACTH hipofisis berlebihan.
2. Klasifikasi
Sindrom Cushing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Penyakit Cushing
Merupakan tipe Sindroma Cushing yang paling sering ditemukan berjumlah kira-kira 70
% dari kasus yang dilaporkan. Penyakit Cushing lebih sering pada wanita (8:1, wanita : pria) dan
umur saat diagnosis biasanya antara 20-40 tahun.
b. Hipersekresi ACTH Ektopik
Kelainan ini berjumlah sekitar 15 % dari seluruh kasus Sindroma Cushing. Sekresi
ACTH ektopik paling sering terjadi akigat karsinoma small cell di paru-paru; tumor ini menjadi
penyebab pada 50 % kasus sindroma ini tersebut. Sindroma ACTH ektopik lebih sering pada
laki-laki. Rasio wanita : pria adalah 1:3 dan insiden tertinggi pada umur 40-60 tahun.
c. Tumor-tumor Adrenal Primer
Tumor-tumor adrenal primer menyebabkan 17-19 % kasus-kasus Sindroma Cushing.
Adenoma-adenoma adrenal yang mensekresi glukokortikoid lebih sering terjadi pada wanita.
Karsinoma-karsinoma adrenokortikal yang menyebabkan kortisol berlebih juga lebih sering
terjadi pada wanita; tetapi bila kita menghitung semua tipe, maka insidens keseluruhan lebih
tinggi pada laki-laki. Usia rata-rata pada saat diagnosis dibuat adalah 38 tahun, 75 % kasus
terjadi pada orang dewasa.
d. Sindroma Cushing pada Masa Kanak-kanak
Sindroma Cushing pada masa kanak-kanak dan dewasa jelas lebih berbeda. Karsinoma
adrenal merupakan penyebab yang paling sering dijumpai (51 %), adenoma adrenal terdapat
sebanyak 14 %. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada usia 1 dan 8 tahun. Penyakit Cushing
lebih sering terjadi pada populasi dewasa dan berjumlah sekitar 35 % kasus, sebagian besar
penderita-penderita tersebut berusia lebih dari 10 tahun pada saat diagnosis dibuat, insidens jenis
kelamin adalah sama.
3. Etiologi
Glukokortikoid yang berlebih
Aktifitas korteks adrenal yang berlebih
Hiperplasia korteks adrenal
Pemberian kortikosteroid yang berlebih
Sekresi steroid adrenokortikal yang berlebih terutama kortisol
Tumor-tumor non hipofisis
Adenoma hipofisis
Tumor adrenal
4. Patofisiologi
Sindrom cushing dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme, yang mencakup tumor
kelenjar hipofisis yang menghasilkan ACTH dan menstimulasi korteks adrenal untuk
menigkatkan sekresi hormonnya meskipun hormon tersebut telah diproduksi dengan jumlah yang
adekuat. Penyakit ini terjadi akibat patologi kelenjar hipofisis dimana lup umpan balik negatif
mengalami kegagalan dan hipofisis terus mensekresi ACTH dalam mengahadapi kortisol plasma
yang tinggi ; efek pada metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak pada keduanya adalah
karena pemajanan lama pada tingkat hormon glukokortikoid yang tinggi.
Hiperplasia primer kelenjar adrenal dalam keadaan tanpa adanya tumor hipofisis jarang
terjadi. Pemberian kostikosteroid atau ACTH dapat pula menimbulkan sindrom cushing.
Penyebab lain sindrom cushing yang jarang dijumpai adalah produksi ektopik ACTH oleh
malignitas, karsinoma bronkogenik merupakan tipe malignitas yang paling sering ditemukan.
Tanpa tergantung dari penyebabnya, mekanisme umpan balik normal untuk mengendalikan
fungsi korteks adrenal menjadi tidak efektif dan pola sekresi diurnal kortisol yang normal akan
menghilang. Tanda dan gejala cushing sindrom terutam terjadi sebagai akibat dari sekresi
glukokortikoid dan androgen yang berlebihan, meskipun sekresi mineralokortikoid juga dapat
terpengaruh.
5. Manifestasi Klinis
Dapat digolongkan menurut faal hormon korteksadrenal yaitu : cortisol, 17 ketosteroid,
aldosteron dan estrogen.
a. Gejala hipersekresi kortisol (hiperkortisisme) yaitu :
1) Obesitas yang sentrifetal dan “moon face”.
2) Kulit tipis sehingga muka tampak merah, timbul strie dan ekimosis.
3) Otot-otot mengecil karena efek katabolisme protein.
4) Osteoporosis yang dapat menimbulkan fraktur kompresi dan kifosis.
5) Aterosklerosis yang menimbulkan hipertensi.
6) Diabetes melitus.
7) Alkalosis, hipokalemia dan hipokloremia.
b. Gejala hipersekresi 17 ketosteroid :
1) Hirsutisme.
2) Suara dalam.
3) Timbul akne.
4) Amenore atau impotensi.
5) Pembesaran klitoris.
6) Otot-otot bertambah (maskulinisasi)
c. Gejala hipersekresi aldosteron.
1) Hipertensi.
2) Hipokalemia.
3) Hipernatremia.
4) Diabetes insipidus nefrogenik.
5) Edem (jarang)
6) Volume plasma bertambah
Bila gejala ini yang menyolok, terutama 2 gejala pertama, disebut penyakit Conn atau
hiperaldosteronisme primer.
d. Gejala hipersekresi estrogen (jarang)
Pada sindrom cushing yang paling karakteristik adalah gejala hipersekresi kortisol,
kadang-kadang bercampur gejala-gejala lain. Umumnya mulainya penyakit ini tidak jelas
diketahui, gejala pertama ialah penambahan berat badan. Sering disertai gejala psikis sampai
psikosis.
Penyakit ini hilang timbul, kemudian terjadi kelemahan, mudah infeksi, timbul ulkus
peptikum dan mungkin fraktur vertebra. Kematian disebabkan oleh kelemahan umum, Penyakit
serebrovaskuler (CVD) dan jarang-jarang oleh koma diabetikum.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan
Untuk menunjukkan pembesaran adrenal pada kasus sindro cushing.
b. Photo Scanning
c. Pemeriksaan adrenal mengharuskan pemberian kortisol radio aktif secara intravena.
d. Pemeriksaan Elektro Kardiografi
Untuk menentukan adanya hipertensi (endokrinologi edisi hal 437)
7. Pengobatan
Pengobatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam, bergantung apakah
sumber ACTH adalah hipofisis / ektopik.
a. Jika dijumpai tumor hipofisis. Sebaiknya diusahakan reseksi tumor tranfenoida.
b. Jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka sebagai
gantinya dapat dilakukan radiasi kobait pada kelenjar hipofisis.
c. Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenolektomi total dan diikuti pemberian
kortisol dosis fisiologik.
d. Bila kelebihan kortisol disebabkan oleh neoplasma disusul kemoterapi pada penderita dengan
karsinoma/ terapi pembedahan.
e. Digunakan obat dengan jenis metyropone, amino gluthemide o, p-ooo yang bisa mensekresikan
kortisol ( Patofisiologi Edisi 4 hal 1093 ).
1. Pengkajian
a. Identitas
a) Lebih lazim sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dan mempunyai insiden puncak antara
usia 20 dan 30 tahun.
b. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan Utama
a) Adanya memar pada kulit, pasien. Mengeluh lemah, terjadi kenaikan berat badan.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
b) Pasien mengatakan ada memar pada kulit.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
c) Kaji apakah pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan kartekosteroid dalam jangka waktu yang
lama.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
d) Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit cushing sindrom.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Pernapasan
a) Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, tidak terlihat retraksi intercouste
hidung, pergerakan dada simetris
b) Palpasi : Vocal premilis teraba rate, tidak terdapat nyeri tekan
c) Perkusi : Suara sonor
d) Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi nafas tambahan ronchi
wheezing
2) Sistem Kardiovaskuler
a) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 4-5 mid klavikula
c) Perkusi : Pekak
d) Auskultasi : S1 S2 Terdengar tunggal
3) Sistem Pencernaan
a) Mulut : Mukosa bibir kering
b) Tenggorokan : Tidak dapat pembesaran kelenjar tiroid
c) Limfe : Tidak ada pembesaran vena jugularis
d) Abdoment :
a) Inspeksi : Simetris tidak ada benjolan
b) Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
c) Perkusi : Suara redup
d) Auskultasi : Tidak terdapat bising usus
4) Sistem Eliminasi
e) Tidak ada gangguan eliminasi
5) Sistem Persyarafan
f) Composmentis (456)
6) Sistem Integument / ekstrimitas
g) Kulit, Adanya perubahan-perubahan warna kulit, berminyak, jerawat, petekie, penipisan kulit,
hiperpigmentasi, hirsutisme, moon face.
7) Sistem Muskulus keletal
h) Tulang :Terjadi osteoporosis
i) Otot :Terjadi kelemahan
2. Diagnosa Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan
2) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein
3) Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi
4) Resiko cidera b.d kelemahan
5) Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan kulit
6) Gangguan body image b.d perubahan integumen, perubahan fungsi sexual
7) Perubahan proses piker b.d sekresi kortisol berlebih
8) Defisit perawatan diri b.d penurunan masa otot
9) Kurang pengetahuan b.d kurang informasi mengenai pengobatan, proses penyakit dan perawatan
3. Intervensi Keperawatan
Dx 1 :
- Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan
Tujuan :
- Klien menunjukkan keseimbangan volume cairan setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
- TD : 100/60 – 120/80 mmHg
- N : 60 – 100 x/mnt
- RR : 16 – 24 x/mnt
- Edema (-)
- Intake output seimbang
- BB dalam batas normal
- Hasil lab : Na: 138-145 mEq
- K : 3,4-4,7 mEq
- Cl: 98-106 mEq
Intervensi :
1) Ukur intake output
R/ Menunjukkan status volume sirkulasi terjadinya perpindahan cairan dan respon terhadap nyeri
2) Hindari intake cairan berlebih ketika pasien hipernatremia
R/ Memberikan beberapa rasa kontrol dalam menghadapi upaya pembatasan
3) Ukur TTV (TD, N, RR) setiap 2 jam
R/ TD meningkat, nadi menurun dan RR meningkat menunjukkan kelebihan cairan
4) Timbang BB klien
R/ Perubahan pada berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan
5) Monitor ECG untuk abnormalitas (ketidakseimbangan elektrolit)
R/ Hipernatremi dan hipokalemi menunjukkan indikasi kelebihan cairan
6) Lakukan alih baring setiap 2 jam
R/ Alih baring dapat memperbaiki metabolisme
7) Kolaborasi hasil lab (elektrolit : Na, K, Cl)
R/ Menunjukkan retensi cairan dan harus dibatasi
8) Kolaborasi dalam pemberian tinggi protein, tinggi potassium dan rendah sodium
R/ Menurunkan retensi cairan
Dx 2. :
- Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein
Tujuan :
- Klien menunjukkan aktifitaskembali normal setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
- Menunjukkan peningkatan kemampuan dan berpartisipasi dalam aktivitas
- Kelemahan (-)
- Kelelahan (-)
- TTV dbn saat / setelah melakukan aktifitas
- TD : 120/80 mmHg
- N : 60-100 x/mnt
- RR : 16-20 x/mnt
Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
R/ Mengetahui tingkat perkembangan klien dalam melakukan aktivitas
2) Tingkatkan tirah baring / duduk
R/ Periode istirahat merupakan tehnik penghematan energi
3) Catat adanya respon terhadap aktivitas seperti :takikardi, dispnea, fatique
R/ Respon tersebut menunjukkan peningkatan O2, kelelahan dan kelemahan
4) Tingkatkan keterlibatan pasien dalam beraktivitas sesuai kemampuannya
R/ Menambah tingkat keyakinan pasien dan harga dirinya secar baik sesuai dengan tingkat
aktivitas yang ditoleransi
5) Berikan bantuan aktivitas sesuai dengan kebutuhan
R/ Memenuhi kebutuhan aktivitas klien
6) Berikan aktivitas hiburan yang tepat seperti : menonton TV dan mendengarkan radio
R/ Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian dan
meningkatkan koping
Dx 3. :
- Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi
Tujuan :
- Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan intervensi
Kriteria Hasil :
- Tanda-tanda infeksi (tumor, calor, dolor, rubor, fungsio laesa) tidak ada
- Suhu normal : 36,5-37,1 C
- Hasil lab : Leukosit : 5000-10.000 gr/dL
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda infeksi
R/ Adanya tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, dolor, calor, fungsio laesa) merupakan indicator
adanya infeksi
2) Ukur TTV setiap 8 jam
R/ Suhu yang meningkat merupan indicator adanya infeksi
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan
R/ Mencegah timbulnya infeksi silang
4) Batasi pengunjung sesuai indikasi
R/ Mengurangi pemajanan terhadap patogen infeksi lain
5) Tempatkan klien pada ruang isolasi sesuai indikasi
R/ Tehnik isolasi mungkin diperlukan untuk mencegah penyebaran / melindungi pasien dari
proses infeksi lain
6) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi
R/ Terapi antibiotik untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial
7) Kolaborasi pemeriksaan lab (Leukosit)
R/ Leukosit meningkat indikasi terjadinya infeksi
Dx 4 :
- Resiko cedera b.d kelemahan
Tujuan :
- Klien tidak mengalami cidera setelah dilakukan intervensi
Kriteria Hasil :
- Cedera jaringan lunak (-)
- Fraktur (-)
- Ekimosis (-)
- Kelemahan (-)
Intervensi :
1) Ciptakan lingkungan yang protektif / aman
R/ Lingkungan yang protektif dapat mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya pada tulang dan
jaringan lunak
2) Bantu klien saat ambulansi
R/ Kondisi yang lemah sangat beresiko terjatuh / terbentur sat ambulasi
3) Berikan penghalang tempat tidur / tempat tidur dengan posisi yang rendah
R/ Menurunkan kemungkinan adanya trauma
4) Anjurkan kepada klien untuk istirahat secara adekuat dengan aktivitas yang sedang
R/ Memudahkan proses penyembuhan
5) Anjurkan klien untuk diet tinggi protein, kalsium dan vitamin D
R/ Untuk meminimalkan pengurangan massa otot
6) Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti sedative
R/ Dapat meningkatkan istirahat
Dx 5. :
- Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan kulit
Tujuan :
- Klien menunjukkan integritas kulit kembali utuh setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
- Penipisan kulit (-)
- Petechie (-)
- Ekimosis (-)
- Edema pada ekstremitas (-)
- Keadaan kulit baik dan utuh
- Striae (-)
Intervensi :
1) Kaji ulang keadaan kulit klien
R/ Mengetahui kelaianan / perubahan kulit serta untuk menentukan intervensi selanjutnya
2) Ubah posisi klien tiap 2 jam
R/ Meminimalkan / mengurangi tekanan yang berlebihan didaerah yang menonjol serta
melancarkan sirkulasi
3) Hindari penggunaan plester
R/ Penggunaan plester dapat menimbulkan iritasi dan luka pada kulit yang rapuh
4) Berikan lotion non alergik dan bantalan pada tonjolan tulang dan kulit
R/ Dapat mengurangi lecet dan iritasi
Dx 6. :
- Gangguan body image b.d perubahan integumen, perubahan fungsi sexual
Tujuan :
- Klien menunjukkan gambaran diri yang positif setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
- Klien dapat mengekspresikan perasaanya terhadap perubahan penampilannya
- Klien dapat mengutarakan perasaannya tentang perubahan sexual
- Klien dapat menyebutkan tanda dan gejala yang terjadi selama pengobatan
- Klien dapat melakukan personal hygine setiap hari
Intervensi :
1) Ciptakan lingkungan yang kondusif dengan klien mengenai perubahan body image yang dialami
R/ Lingkungan yang kondusif dapat memudahkan klien untuk mengungkapkan perasaannya
2) Beri penguatan terhadap mekanisme koping yang positif
R/ Membantu klien dalam meningkatkan dan mempertahankan kontrol dan membantu
mengembangkan harga diri klien
3) Berikan informasi pada klien mengenai gejala yang berhubungan dengan pengobatan
R/ Dengan diberikan penjelasan tersebut, klien dapat menerima perubahan pada dirinya
4) Diskusikan dengan klien tentang perasaan klien karena perubahan tersebut
R/ Mendiagnosa perubahan konsep diri didasarkan pada pengetahuan dan persepsi klien
5) Jaga privacy klien
R/ Meningkatkan harga diri klien
6) Beri dukungan pada klien dan jadilah pendengar yang baik
R/ Memberikan dukungan dapat memotivasi klien untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar