Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang 

Sindrom   cushing   adalah   kumpulan   keadaan   klinis   yang   diakibatkan   oleh   efek

metabolik   dari   kadar   glukokortikoid   atau   kortisol   yang   meningkat   dalam   darah.   Nama

penyakit   ini   diambil   dari   Harvey   Cushing   seorang   ahli   bedah   yang   pertama   kali

mengidentifikasi   penyakit   ini   pada  tahun   1912.  Sindrom  cushing  terjadi   akibat   kelebihan

glukokortikosteroid. Sangat sering terjadi akibat pemberian kortikosteroid terapeutik.

Kumpulan   gejala   klinis   yang   ditemukan   yaitu   hipertensi,   striae,   osteoporosis,

hiperglikemia,   moon   face,   buffalo   hump   (penumpukan   lemak   di   area   leher,   dan   lain

sebagainya.   Gejala   klinis   yang   ditemukan   sangat   mudah   berpengaruh   terhadap

perkembangan penyakit selanjutnya atau risiko komplikasinya. 

Prevalensi sindroma cushing ini pada laki­laki sebesar 1:30.000 dan pada perempuan

1: 10.000. Angka kematian ibu yang tinggi pada sindrom cushing disebabkan oleh hipertensi

berat sebesar 67%, diabetes gestasional sebesar 30%.  Tanda klinik yang dijumpai yaitu 90

persen mengalami kelebihan berat badan dan 83 persen mengalami gangguan pertumbuhan.

Meskipun sindrom cushing relatif jarang dijumpai pada masa anak, namun sindrom ini dapat

terjadi pada semua usia bahkan pada bayi baru lahir. Peningkatan pemakaian glukokortikoid

dalam pengobatan, diduga menyebabkan meningkatnya angka kejadian sindrom cushing pada

anak.

  Sebagian   besar   kasus   Sindrom   Cushing   disebabkan   iatrogenik   pemberian

glukokortikoid eksogen. Dari kasus ini sekitar 70% disebabkan hiperplasi adrenal bilateral

oleh hipersekresi ACTH hipofisis atau produksi ACTH oleh tumor non endokrin, 15%

karena ACTH ektopik, dan 15% karena tumor adrenal primer. Insiden hiperplasi hipofisis

adrenal tiga kali lebih besar pada wanita dari pada laki­laki, kebanyakan muncul pada usia

dekade ketiga dan keempat. insiden puncak dari sindrom cushing, baik yang disebakan oleh

1
adenoma adrenal maupun hipofisis terjadi sekitar usia 25­40 tahun. Pada ACTH ektopik,

insiden lebih sering pada laki­laki dibanding wanita.

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana anatomi dan fisiologi kelenjar adrenal?
2) Apa definisi dari sindrom cushing? 
3) Apa saja etiologi dari sindrom cushing? 
4) Apa gejala klinis dari sindrom cushing? 
5) Bagaimana patofisiologi dari sindrom cushing? 
6) Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan sindrom cushing? 
7) Bagaimana penatalaksanaan pada sindrom cushing?
8) Apa prognosis dari sindrom cushing?

1.3 Tujuan

1) Dapat mengetahui anatomi dan fisiologi kelenjar adrenal
2) Dapat mengetahui dari sindrom cushing
3) Dapat mengetahui  etiologi dari sindrom cushing
4) Mampu mengidentifikasi tanda dan  gejala klinis dari sindrom cushing
5) Dapat mengetahui patofisiologi dari sindrom cushing
6) Dapat mengetahui pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan sindrom cushing
7) Dapat mengetahui bagaimana penatalaksanaan pada sindrom cushing
8) Dapat mengetahui prognosis dari sindrom cushing

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelenjar Adrenal

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Adrenal

Kelenjar adrenal terletak di kutub atas kedua ginjal. Kelenjar adrenal juga disebut

sebagai  kelenjar  suprarenalis  karena   letaknya  yang   ada  di  atas   ginjal.  Selain  itu   kelenjar

3
adrenal   juga   disebut   kelenjar   anak   ginjal   karena   lokasinya   yang   menempel   pada   ginjal.

Kelenjar   adrenal   tersusun   dari   dua   lapis   yaitu   korteks   dan   medulla.   Korteks   adrenal

mensintesis tiga kelas hormon steroid yaitu mineralokortikoid, glukokortikoid, dan androgen.

Kelenjar   adrenal   jumlahnya   ada   2,   terdapat   pada   bagian   atas   dari   ginjal   kiri   dan

kanan.   Ukurannya   berbeda­beda   dan   memiliki   berat   rata­rata   5­9   gram.   Fungsi   kelenjar

suprarenalis yaitu mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam­garam, mengatur atau

mempengaruhi   metabolisme   lemak   dan   protein,   serta   mempengaruhi   aktifitas   jaringan

limfoid. Kelenjar adrenal ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :

1. Medula Adrenal

Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi serabut

saraf   simpatik   pra   ganglion   yang   berjalan   langsung   ke   dalam   sel­sel   pada   medulla

adrenal   aka   menyebabkan   pelepasan   hormon   katekolamin   yaitu   epinephrine   dan

norepinephrine.   Katekolamin   mengatur   lintasan   metabolic   untuk   meningkatkan

katabolisme   bahan   bakar   yang   tersimpan   sehingga   kebutuhan   kalori   dari   sumber­

sumber   endogen   terpenuhi.   Katekolamin   juga   menyebabkan   pelepasan   asam­asam

lemak bebas, meningkatkan kecepatan metabolik basal (BMR) dan menaikkan kadar

glukosa darah.

2. Korteks Adrenal

Korteks adrenal tersusun dari 3 zona yaitu:

a. Zona glomerulosa,
Zona Glomerulosa terdapat tepat di bawah simpai, terdiri atas sel polihedral kecil

berkelompok membentuk bulatan, berinti gelap dengan sitoplasma basofilik. Zona

glomerulosa  pada   manusia   tidak   begitu   berkembang.   Dan   merupakan   penghasil

hormon mineralokortikoid.  Hormon mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada

tubulus renal dan epitel gastrointestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium

dalam proses pertukaran untuk mengeksresikan ion kalium atau hydrogen. Sekresi

aldosteron  hanya  sedikit  dipengaruhi  ACTH. Hormon  ini  terutama  disekresikan

sebagai respon terhadap adanya angiotensin II dalam aliran darah.
b. Zona fasikulata

4
Zona fasikulata merupakan sel yang lebih tebal, terdiri atas sel polihedral besar

dengan sitoplasma basofilik. Selnya tersusun berderet lurus setebal 2 sel, dengan

sinusoid venosa bertingkap yang jalannya berjajar dan diantara deretan itu. Sel­sel

mengandung banyak tetes lipid, fosfolipid, asam lemak, lemak dan kolesterol. Sel

ini juga banyak mengandung vitamin C dan mensekresikan kortikosteroid. Dan

merupakan   penghasil   hormon   glukokortikoid.   Hormon   glukokortikoid   dimana

hormon   ini   memiliki   pengaruh   yang   penting   terhadap   metabolisme   glukosa.

Glukokortikoid disekresikan dari korteks adrenal sebagai reaksi terhadap pelepasan

ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi ACTH akan mengurangi

pelepasan   glukokortikoid   dari   korteks   adrenal.Glukokortikoid   sering   digunakan

untuk menghambat respon inflamasi pada cedera jaringan dan menekan manifestasi

alergi. 
c. Zona Retikularis
Lapisan ini terdiri atas deretan sel bulat bercabang – cabang berkesinambungan.

Sel   ini   juga   mengandung   vitamin   C.   Sel­selnya   penghasil   hormon   kelamin

(progesteron, estrogen & androgen). Kelompok hormon androgen ini memberikan

efek   yang   serupa   dengan   efek   hormon   seks   pria.   Kelenjar   adrenal   dapat   pula

mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen

adrenal dikendalikan oleh ACTH. 

2.1.2  Hormon Glukokortikoid (Kortisol)

Kortisol adalah glukokortikoid utama dihasilkan oleh zona fasikulata (ZF) dan
zona reticularis (ZR) bagian dalam yang dirangsang oleh ACTH (adenokortikotropik
hormon). Sekresi kortisol memiliki pola tertinggi ketika bangun tidur (pagi) dan terendah
pada waktu tidu). Produksi kortisol meningkat pada waktu latihan fisik karena penting
untuk meningkatkan glukosa dan asam lemak bebas sebagai bahan pembentuk energi.
Jumlah kortisol normal pada jam 09.00 WIB sebesar 6-20 µg/dl, pada tengah
malam kurang dari 8 µg/dl. Kortisol terikat erat dengan transkortin atau Cortisol-Binding

5
Globulin (CBG) ± 75% dari jumlah kortisol seluruhnya. 15% terikat kurang erat dengan
albumin, dan 10% dari jumlah kortisol seluruhnya memiliki efek metabolik.
Berikut beberapa efek metabolik kortisol, yaitu :
(a) Protein : Proses katabolik sehingga meningkatkan glukoneogenesis
(b) Lemak :Proses lipolisis sehingga pelepasan lemak bebas (FFA) meningkat dan
menyebabkan deposisi lemak sentripetal (Buffalo Hump)
(c) Karbohidrat :Penyerapan glukosa di otot dan lemak menurun, sekresi glukosa oleh
hepar meningkat sehingga sel beta pankreas dapat dilemahkan (DM tersembunyi
muncul).

Fungsi kortisol berlawanan dengan insulin yaitu menghambat sekresi insulin dan
meningkatkan proses glukoneogenesis di Hepar. Sekresi kortisol juga dirangsang oleh
beberapa faktor seperti trauma, infeksi, dan berbagai jenis stres. Kortisol akan
menghambat proteksi dan efek dari berbagai mediator dari proses inflamasi dan imunitas
seperti interleukin-6 (IL-6), Lymphokines, Prostaglandins, dan histamine

Produksi kortisol dibutuhkan untuk produksi Angiostensin-II yaitu efek unutk


vasokontriksi dan vasotonus sehingga dapat membantu mempertahankan tonus pembuluh
darah yang adekuat (adequate vascular tone). Tonus pembuluh darah yang adekuat untuk
mengatur tonus arteriol dan memlihara tekanan darah. Glukokortikoid juga meningkatan
sekresi air (renal free water clearance), ekskresi K+, retensi Na+ dan menekan
penyerapan kalsium di tubulus renalis.
Mekanisme sekresi kortisol yaitu ketika kadar kortisol dalam darah menurun
maka target sel yaitu kelenjar adrenal menstimulasi hipofisis untuk mensekresi ACTH,
agar ACTH tersekresi maka perlu menstimulasi hipotalamus untuk sekresi ACRH.
ACRH Adrenocortico Releasing Hormon berperan mengontrol sintesa sekresi hormon
hipofisis.

6
2.2 Sindrom Cushing
2.2.1 Definisi Sindrom Cushing
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang terjadi akibat aktivitas korteks adrenal

yang berlebihan atau yang disebabkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar

glukokortikoid dalam darah yang menetap.
Sindrom   cushing   adalah   hiperaktivitas   atau   hiperfungsi   kelenjar   adrenal   sehingga

mengakibatkan   hipersekresi   hormon   glukokortikoid   (kortisol).   Dan   sindrom   cushing

merupakan   pola   khas   obesitas   yang   disertai   dengan   hipertensi,   akibat   dari   kadar   kortisol

darah yang tinggi secara abnormal karena hiperfungsi korteks  adrenal. Sindromnya dapat

tergantung kortikotropin (ACTH) ataupun tidak tergantung ACTH.

2.2.2 Etiologi 

Sindroma Cushing terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat tinggi di dalam
tubuh. Kortisol berperan dalam berbagai fungsi tubuh, misalnya dalam pengaturan tekanan
darah, respon tubuh terhadap stress, dan metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak dalam
makanan. Adapun penyebab sindrom Cushing terbagi menjadi dua yaitu:
1) Penyebab dari Luar Tubuh
Penyebab sindroma Cushing dari luar tubuh yaitu sindroma chusing latrogenik yaitu
akibat konsumsi obat kortikosteroid (seperti prednison) dosis tinggi dalam waktu lama.
Obat ini memiliki efek yang sama seperti kortisol pada tubuh.
2) Penyebab dari Dalam Tubuh
Akibat produksi kortisol di dalam tubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat produksi
yang berlebihan pada salah satu atau kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon
ACTH (hormon yang mengatur produksi kortisol) yang berlebihan dari kelenjar
hipofisis. Hal ini dapat disebabkan oleh :

7
a. Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah. Sekitar 70-80% wanita
lebih sering menderita sindroma chusing.
b. Tumor kelenjar hipofise, yaitu sebuah tumor jinak dari kelenjar hipofise yang
menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menstimulasi kelenjar
adrenal untuk membuat kortisol lebih banyak.
c. Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang terjadi, dimana
tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi ACTH, kemudian tumor
menghasilkan ACTH dalam jumlah berlebihan. Tumor ini bisa jinak atau ganas, dan
biasanya ditemukan pada paru-paru seperti oat cell carcinoma dari paru dan tumor
karsinoid dari paru, pankreas (tumor pankreas), kelenjar tiroid (karsinoma moduler
tiroid), atau thymus (tumor thymus).
d. Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi kortisol
secara berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi akibat adanya tumor
jinak pada korteks adrenal (adenoma). Selain itu dapat juga tumor ganas pada kelenjar
adrenal (adrenocortical carcinoma).
e. Sindrom chusing alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol mampu
menaikkan kadar kortisol.
f. Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor adrenokorteks yang
sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi kadang-kadang adenoma
benigna.

Adapun beberapa etiologi lain dari penyebab sindrom cushing yaitu:


1) Pemberian steroid eksogen
 Pemberian steroid eksogen dapat menyebabkan sindrom cushing
 Gejala kelebihan glukokortikoid umunya terjadi dengan pemberian steroid oral,
namun kadang – kadang suntikan steroid ke dalam semua penggunaan inhaler steroid
juga dapat menyebabkan sindrom cushing
 Pasien yang sedang mendapat terapi steroid dapat mengalami sindrom cushing dengan
gangguan yang mencakup berbagai penyakit rematik paru, saraf dan nefrologi
 Pasien yang telah mengalami tranplantasi organ juga beresiko tinggi sondrom cushing
karena steroid eksogen diperlukan sebagai bagian rejimen obat antipenolakan
2) Overproduksi glukokortikoid endogen
 Adenoma penghasil ACTH hipofisis. Adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH
berasal dari corticotrophs di hipofisis anterior

8
 ACTH yang disekresi oleh corticotrophs dilepaskan ke dalam sirkulasi dan bekerja
pada korteks adrenal untuk menghasilkan hiperplasia dan merangsang sekresi steroid
adrenal
 Adenoma yang besar dapat menyebabkan hilangnya produksi hormone lainnya dari
hipofisis anterior (TSH, FSH, LH, hormon pertumbuhan dan prolaktin) dan hormone
vasopressin di hipofisis posterior
3) Adrenal lesi primer
 Overproduksi glukokortikoid dapat disebabkan adanya adenoma adrenal, karsinoma
adrenal, makronodular dan hiperplasia adrenal mikronodular. Para zona fasciculatif
reticularis zona lapisan korteks adrenal biasanya menghasilkan glukokortikoid dan
androgen
 Kompleks Carney adalah bentuk familial mikronodular hiperplasia kelenjar adrenal.
Ini merupakan gangguan dari autosomal dan ACTH yang menyebabkan sindrom
Cushing independen. Hiperpigmentasi merupakan salah satu cirri gangguan tersebut.

2.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan pengaruh hormon adrenokortikotropik (Adrenocorticotropic hormone–
ACTH) terhadap terjadinya hipersekresi glukokortikoid, maka sindrom Cushing dapat dibagi
menjadi dua kelompok yaitu tergantung ACTH (ACTH-dependent) dan tidak tergantung
ACTH (ACTH-independent).
1) Sindrom Cushing tergantung ACTH
Pada tipe ini hipersekresi glukokortikoid dipengaruhi oleh hipersekresi ACTH.
Hipersekresi kronik ACTH akan menyebabkan hiperplasia zona fasikulata dan zona
retikularis korteks adrenal. Hiperplasia ini mengakibatkan hipersekresi adrenokortikal
seperti glukokortikoid dan androgen. Pada tipe ini ditemukan peninggian kadar hormon
adrenokortikotropik dan kadar glukokortikoid dalam darah. Yang termasuk dalam
sindrom ini adalah adenoma hipofisis dan sindrom ACTH ektopik.
2) Sindrom Cushing tidak tergantung ACTH
Pada tipe ini tidak ditemukan adanya pengaruh sekresi ACTH terhadap hipersekresi
glukokortikoid, atau hipersekresi glukokortikoid tidak berada di bawah pengaruh jaras
hipotalamus-hipofisis. Pada tipe ini ditemukan peningkatan kadar glukokortikoid dalam
darah, sedangkan kadar ACTH menurun karena mengalami penekanan. Yang termasuk
dalam sindrom ini adalah tumor adrenokortikal, hiperplasia adrenal nodular, dan
iatrogenik.
Berdasarkan penyebabnya sindrom cushing dibagi menjadi 4 tipe, yaitu :

9
a.  Penyakit   cushing   (cushing   desease),   ditemukan   pada   kira­kira   80%,   sel­sel   basofil

menunjukkan degranulasi (crooke’s change) sekunder terhadap glukortikoid berlebihan.

Terjadi hiperplasia bilateral korteks adrenal.

b.    Tumor adrenal, dijumpai pada kira­kira 15%. Biasanya adenoma kecil, tunggal dan jinak,

dapat berubah menjadi karsinoma yang mengeluarkan kortikosteroid.

c.    ACTH  ectopic, salah satu sindrom cushing yang disebabkan karena produksi ectopic,

yaitu ACTH oleh tumor maligna non endokrin biasa dalam bentuk cat – cell bronchial

carsinoma. Gejalanya klinis ditandai penyakit yang cepat menjadi berat, penurunan BB

dan edema serta pigmentasi.

2.2.4 Patofisiologi

Secara   fisiologis   hipotalamus   berada   di   otak   dan   kelenjar   hipofisis   berada   tepat

dibawahnya.   Inti   paraventrikular   (PVN)   dari   hipotalamus   melepaskan   Corticotrophin   –

releasing   hormone   (CRH),   yang   merangsang   kelenjar   hipofisis   yang   melepaskan

adrenocorticotropin (ACTH). ACTH bergerak melalui darah ke kelenjar adrenal merangsang

pelepasan kortisol. Kortisol disekresi oleh korteks kelenjar adrenal dari daerah yang disebut

zona fasciculate sebagai respon terhadap ACTH. Peningkatan kadar kotisol menyebabkan

umpan balik negatif (negative feedback) pada hipofisis sehingga menurunkan jumlah ACTH

yang dilepaskan dari kelenjar hipofisis.

10
     Sindrom Cushing mengacu terhadap kelebihan kortisol berdasarkan endogen apapun, baik

kelebihan   kadar   pemberian   glukokortikoid   eksogen   overproduksi   kortisol   endogen.

Overproduksi glukokortikoid endogen hiperkortisolisme yang independen ACTH biasanya

disebabkan   oleh   neoplasma   yang   mensekresi   kortisol   dalam   korteks   kelenjar   adrenal

(neoplasma   adrenokortisol   primer).   Biasanya   merupakan   sebuah   adenoma   dan   jarang

karsinoma.   Adenoma   ini   menyebabkan   kadar   kortisol   dalam   darah   sangat   tinggi,   terjadi

umpan balik negatif terhadap hipofisis dari tingkat kortisol yang tinggi menyebabkan tingkat

ACTH sangat rendah.

Pada kasus lain dengan dependen ACTH, sindrom Cushing hanya memberikan kepada

hiperkortisolisme   sekunder   akibat   produksi   berlebihan   ACTH   corticotrophic   pituitary

adenoma. Hal ini menyebabkan kadar ACTH darah meningkat bersamaan dengan kortisol

dari kelenjar adrenal. Kadar tetap tinggi karena tumor menyebabkan hipofisis menjadi tidak

11
responsif   terjadi   umpan   balik   negatif   dari   kadar   kortisol   yang   tinggi.   ACTH   juga   dapat

diberikan   berlebihan   pada   pasien   –   pasien   dengan   neoplasma   yang   memiliki   kapasitas

menyintesis   dan   melepaskan   peptide   mirip   ACTH   baik   secara   kimia   maupun   fisiologik.

ACTH   berlebihan   yang   dihasilkan   dalam   keadaan   ini   menyebabkan   rangsangan   yang

berlebihan tehadap sekresi kortisol oleh korteks adrenal yang disebabkan oleh penekanan

pelepasan   ACTH   hipofisis.   Jadi,   kadar   ACTH   yang   ada   pada   penderita   ini   berasal   dari

neoplasma dan bukan dari kelenjar hipofisisnya.

Sejumlah besar neoplasma dapat menyebabkan sekresi ektopik ACTH. Neoplasma –

neoplasma   ini   biasanya   berkembang   dari   jaringan   –   jaringan   yang   terdiri   dari   lapisam

neuroektodermal   selama   perkembangan   embrional.   Karsinoma   parum   karsinoid   bronkus,

timoma dan tumor sel – sel pulau di pancreas, merupakan contoh – contoh yang paling sering

ditemukan. Beberapa tumor ini mampu menyerupai CRH ektopik. Pada keadaan ini, CRH

ektopik merangsang sekresi ACTH hipofisis yang menyebabkan terjadinya sekresi kortisol

secara berlebihan oleh korteks adrenal. Jenis sindrom Cushing yang disebabkan oleh sekresi

ACTH   yang   berlebihan   hipofisis   atau   ektopik   seringkali   disertai   hiperpigmentasi.

Hiperpigmentasi   disebabkan   oleh   sekresi   peptide   yang   berhubungan   dengan   ACTH   dan

bagian – bagian ACTH yang memiliki aktivitas melanotropik. Pigmentasi terdapat pada kulit

dan selaput lendir.
Keadaan hiperglukokortikoid pada sindrom Cushing menyebabkan katabolisme protein
yang berlebihan sehingga tubuh kekurangan protein. Kulit dan jaringan subkutan menjadi
tipis, pembuluh-pembuluh darah menjadi rapuh sehingga tampak sebagai stria berwarna ungu
di daerah abdomen, paha, bokong, dan lengan atas. Otot-otot menjadi lemah dan sukar
berkembang, mudah memar, luka sukar sembuh, serta rambut tipis dan kering. Keadaan
hiperglukokortikoid di dalam hati akan meningkatkan enzim glukoneogenesis dan
aminotransferase. Asam-asam amino yang dihasilkan dari katabolisme protein diubah
menjadi glukosa dan menyebabkan hiperglikemia serta penurunan pemakaian glukosa perifer,
sehingga bisa menyebabkan diabetes yang resisten terhadap insulin.
Pengaruh hiperglukokortikoid terhadap sel-sel lemak adalah meningkatkan enzim
lipolisis sehingga terjadi hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia. Pada sindrom Cushing ini
terjadi redistribusi lemak yang khas. Gejala yang bisa dijumpai adalah obesitas dengan

12
redistribusi lemak sentripetal. Lemak terkumpul di dalam dinding abdomen, punggung bagian
atas yang membentuk buffalo hump, dan wajah sehingga tampak bulat seperti bulan dengan
dagu ganda.
Pengaruh hiperglukokortikoid terhadap tulang menyebabkan peningkatan resorpsi
matriks protein, penurunan absorbsi kalsium dari usus, dan peningkatan ekskresi kalsium dari
ginjal. Akibat hal tersebut terjadi hipokalsemia, osteomalasia, dan retardasi pertumbuhan.
Peningkatan ekskresi kalsium dari ginjal bisa menyebabkan urolitiasis. Pada keadaan
hiperglukokortikoid bisa timbul hipertensi, namun penyebabnya belum diketahui dengan
jelas. Hipertensi dapat disebabkan oleh peningkatan sekresi angiotensinogen akibat kerja
langsung glukokortikoid pada arteriol atau akibat kerja glukokortikoid yang mirip
mineralokortikoid sehingga menyebabkan peningkatan retensi air dan natrium, serta ekskresi
kalium. Retensi air ini juga akan menyebabkan wajah yang bulat menjadi tampak pletorik.
Keadaan hiperglukokortikoid juga dapat menimbulkan gangguan emosi, insomnia, dan
euforia. Pada sindrom Cushing, hipersekresi glukokortikoid sering disertai oleh peningkatan
sekresi androgen adrenal sehingga bisa ditemukan gejala dan tanda klinis hipersekresi
androgen seperti hirsutisme, pubertas prekoks, dan timbulnya jerawat.

2.2.5 Gejala Klinis

13
Tanda dan gejala sindrom cushing bervariasi, akan tetapi kebanyakan orang dengan
gangguan tersebut memiliki obesitas tubuh bagian atas, wajah bulat, peningkatan lemak di
sekitar leher, dan lengan yang relatif ramping dan kaki. Anak-anak cenderung untuk menjadi
gemuk dengan tingkat pertumbuhan menjadi lambat.
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita cushing syndrome antara lain :
a. Rambut tipis
b. Moon face
c. Penyembuhan luka buruk
d. Mudah memar karena adanya penipisan kulit
e. Petekie
f. Kuku rusak
g. Kegemukan dibagian perut
h. Kurus pada ekstremitas
i. Striae
j. Osteoporosis
k. Diabetes Melitus
l. Hipertensi
m. Neuropati perifer

Tanda-tanda umum dan gejala lainnya termasuk


(a) Kelelahan yang sangat parah
(b) Otot-otot yang lemah

14
(c) Tekanan darah tinggi
(d) Glukosa darah tinggi
(e) Rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan
(f) Mudah marah, cemas, bahkan depresi
(g) Punuk lemak (fatty hump) antara dua bahu

 Sindrom cushing pada dewasa 

 Sindrom cushing pada dewasa anak 

15
 Striae 

 Moonface

 Punggung menebal

16
 Exogenous Cushing Syndromme

2.2.6 Diagnosis

Diagnosis untuk menegakkan diagnosis dan menentukan penyebab sindrom Cushing,


diperlukan pemeriksaan klinis yang tepat serta sarana untuk melaksanakan serangkaian
pemeriksaan laboratorium. Ada 3 macam pemeriksaan yang dapat digunakan yaitu:
1. Pemeriksaan kadar kortisol plasma
Dalam keadaan normal kadar kortisol plasma sesuai dengan irama sirkadian atau periode
diurnal, yaitu pada pagi hari kadar kortisol plasma mencapai 5 – 25 Ug/dl (140 – 160
mmol/l) dan pada malam hari akan menurun menjadi kurang dari 50%. Bila pada malam
hari kadarnya tidak menurun atau tetap berarti irama sirkadian sudah tidak ada. Dengan
demikian sindrom Cushing sudah dapat ditegakkan. Namun pemeriksaan ini tidak dapat
digunakan pada anak berusia kurang dari 3 tahun sebab irama sirkadian belum dapat
ditentukan pada usia kurang dari 3 tahun.
2. Pemeriksaan kadar kortisol bebas atau 17-hidroksikortikosteroid dalam urin 24 jam
Pada sindrom Cushing kadar kortisol bebas dan 17-hidroksikortikosteroid dalam urin 24
jam meningkat.
3. Tes supresi adrenal (tes supresi deksametason dosis tunggal)
Deksametason 0,3 mg/m2 diberikan per oral pada pukul 23.00, kemudian pada pukul
08.00 esok harinya kadar kortisol plasma diperiksa. Bila kadar kortisol plasma 5 Ug/dl
maka telah terjadi penekanan terhadap sekresi kortisol plasma dan kesimpulannya
normal. Pada sindrom Cushing kadar kortisol plasma >5 Ug/dl.

17
Pemeriksaan kedua adalah menelusuri kemungkinan penyebabnya yaitu:
1. Pemeriksaan supresi deksametason dosis tinggi
Pemeriksaan ini ditujukan untuk membedakan sindrom Cushing yang disebabkan oleh
kelainan hipofisis atau nonhipofisis. Deksametason per oral diberikan dengan dosis 20
mg/kg setiap 6 jam selama 2 hari berturut-turut. Kemudian diperiksa kadar kortisol
plasma, kadar kortisol bebas, dan kadar 17-hidrosikortikosteroid menurun sampai di
bawah 50% maka telah terjadi penekanan dan berarti terdapat kelainan pada hipofisis.
2. Pemeriksaan kadar ACTH plasma
Pemeriksaan ini menggunakan alat yang dikenal sebagai immunoradiometric assay
(IRMA). Pemeriksaan ini ditujukan untuk membedakan sindrom Cushing yang tergantung
ACTH dengan yang tidak tergantung ACTH. Bila kadar ACTH plasma >10 pg/ml, maka
penyebabnya adalah tipe tergantung ACTH. Bila kadar ACTH plasma <5 pg/ml, maka
penyebabnya adalah tipe tidak tergantung ACTH.

Pada pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan uji laboratorium dengan


memeriksa hormon metabolik, sel darah dan glukosa.
Pemeriksaan
Variabel Hasil
Laboratorium

18
a. Hormon Metabolik a) 17-Hidroksikortikoid Naik
(17–OHCS)
b) 17-ketosteroid
(17–KS) Naik

a) Eosinofil
b) Neutrofil
b. Sel Darah Turun
c) Darah
d) Urin Naik
Naik
Turun

c. Glukosa Positif

 Langkah-langkah pemeriksaan laboratorium pada sindroma Cushing

19
Pemeriksaan langkah ketiga adalah untuk menentukan lokasi penyebab primer. Pada
kelainan hipofisis, pemeriksaan lanjutan menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
dan CT scan kepala. Bila adenoma hipofisis masih dicurigai tetapi belum ditemukan pada
pemeriksaan, maka perlu dilakukan evaluasi secara periodik. Pada sindrom ACTH ektopik
dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa CT scan toraks dan abdomen untuk menemukan
lokasi tumor nonendokrin yang menyebabkan peningkatan kadar ACTH plasma. Sedangkan
pada kelainan adrenokortikal dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT scan adrenal.

20
Pemeriksaan penunjang Hasil
a. Foto Rontgen tulang a. Osteoporosis terutama pelvis,
Kranium, kosta, vertebra

b. Pielografi b. Pembesaran adrenal (Karsinoma)


Laminografi Lokalisasi tumor adrenal

c. Arteriografi c. Hiperplasi
d. Scanning d. Tumor
e. Ultrasonografi
e. Hiperplasi
f. Foto Rontgen Kranium f. Tumor Hipofisis

Pemeriksaan Diagnostik lain yang dilakukan adalah


1. Sampel darah, untuk menentukan adanya variasi di urnal yang normal pada kadar
kartisol plasma. Variasi ini biasanya tidak terdapat pada gangguan fungsi adrenal.
2. Test supresi deksametason, untuk menegakkan diagnosis penyebab sindrom cushing
apakah dari hipofisis atau adrenal. Deksametason diberikan pada pukul 11 malam dan
kadar kortisol plasma diukur pada pukul 8 pagi di hari berikutnya.
3. Pengukuran kadar kortisol. Bebas dalam urine 24 jam, untuk memeriksabkadar 17-
hidroksikortikosteroid serta 17-ketosteroid yang merupakan metabolit kortisol &
androgen dalam urine. Pada sindrom cushing kadar metabolit dan kadar kortisol
plasma akan meningkat.
4. Stimulasi CRF ( Corticotropin – Releasing Faktor), untuk membedakan tumor
hipofisis dengan tempat-tempat ektopik produksi ACTH.
5. Pemeriksaan Radioimunoassay ACTH plasma, untuk mengenali penyebab sindrom
cushing
6. Pemindai CT, USG atau MRI Untuk menentukan lokasi jaringan adrenal &
mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal

2.2.7 Tata Laksana


Pada sindrom cushing terjadi hiperkortisolisme maka sasaran terapinya adl menurunkan
kadar kortisol plasma. Dengan terapi farmakologi yaitu obat-obatan dan terapi non
farmakologi adalah tindakan bedah dan radiasi.
Penatalaksanaan Cushing Syndrome bergantung pada apa penyebab hormon kortisol
yang diproduksi secara berlebihan. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara pembedahan,
21
radiasi, kemoterapi atau penggunaan obat untuk menghambat kortisol. Jika penyebabnya
adalah penggunaan jangka panjang hormon glukokortikoid yang digunakan untuk mengobati
gangguan lain, pengobatannya secara bertahap akan mengurangi dosis hingga mencapai dosis
terendah namun tetap cukup untuk mengendalikan gangguan itu. Setelah kontrol berhasil
dilakukan, dosis harian hormon glukokortikoid dapat ditingkatkan dua kali lipat dan
diberikan pada hari lain untuk mengurangi efek samping .
a. Hipofisis Adenoma
Tujuan tata laksana penyakit Cushing adalah mengendalikan hipersekresi hormon
adrenokortikotropik (ACTH) yang bisa dilakukan dengan tindakan bedah, radiasi, dan
obatobatan. Radiasi Ada beberapa cara radiasi yang bisa digunakan seperti radiasi
konvensional, gamma knife radiosurgery, dan implantasi radioaktif dalam sela tursika.
Kerugian pemakaian radiasi ini adalah kerusakan sel-sel yang mensekresi hormon

pertumbuhan. Dan obat­obatan obat yang digunakan untuk mengendalikan sekresi ACTH

misalnya siproheptadin. Obat ini bisa dipakai sebelum tindakan bedah atau bersama­sama

dengan radiasi. Obat yang digunakan untuk menghambat sekresi glukokortikoid adrenal

adalah ketokonazol, metirapon, dan aminoglutetimid.
Cara yang paling banyak digunakan adalah operasi pengangkatan tumor , yang
dikenal sebagai transsphenoidal adenomectomy. Cara ini menggunakan mikroskop khusus
dan instrumen yang sangat halus, ahli bedah akan mendekati kelenjar pituitari melalui
lubang hidung atau pembukaan yang dibuat di bawah bibir atas. Tingkat keberhasilan atau
penyembuhan dari prosedur ini lebih dari 80%. Setelah operasi hipofisis, tingkat produksi
ACTH dua tetes di bawah normal. Hal ini merupakan penurunan yang alami, namun untuk
sementara diberi bentuk sintetis dari kortisol (seperti hydrocortisone atau prednisone).
Pada pasien yang mengalami gagal operasi transsphenoidal , dapat dilakukan metode
radioterapi. Kombinasi dari radiasi dan obat Mitotane (Lysodren) dapat membantu
mempercepat pemulihan . Mitotane dapat menekan produksi kortisol dan menurunkan
kadar hormon plasma dan urin. Tingkat keberhasilan dengan menggunakan pengobatan
Mitotane mencapai 30 sampai 40 persen. Obat lain yang digunakan tanpa atau dengan
kombinasi untuk mengontrol produksi kelebihan kortisol diantaranya aminoglutethimide ,
metyrapone, trilostane dan ketoconazole
b. Ektopik ACTH Syndrome
Tindakan pada sindrom ACTH ektopik hanya dapat dilakukan pada kasus-kasus tumor
jinak seperti tumor timus atau tumor bronkial. Kesulitan dalam tata laksana sindrom

22
ACTH ektopik disebabkan karena tumor-tumor ganas telah bermetastasis, bersamaan
dengan keadaan hiperglukokortikoid yang berat.
Kelebihan produksi kortisol yang disebabkan oleh sindrom ACTH ektopik dapat
disembuhkan dengan menghilangkan semua jaringan kanker yang mensekresi ACTH.
Pilihan pengobatan kanker - operasi, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi, atau kombinasi
dari perawatan ini tergantung pada jenis kanker dan seberapa jauh tumor tersebut telah
menyebar. Karena ACTH, tumor mensekresi (misalnya, kanker paru-paru sel kecil)
mungkin sangat kecil dan bahkan telah menyebar luas pada saat diagnosis, obat
penghambat, seperti Mitotane, merupakan bagian penting dari pengobatan. Pada beberapa
kasus, jika operasi hipofisis tidak berhasil, operasi pengangkatan kelenjar adrenal
(adrenalektomi bilateral) dapat menggantikan cara pengobatan.
c. Tumor Adrenal
Pembedahan adalah pengobatan utama untuk tumor kanker dari kelenjar adrenal. Pada
penyakit Primary Pigmented Micronodular Adrenal operasi pengangkatan kelenjar
adrenal mungkin diperlukan. Pada kasus adenoma adrenal bisa dilakukan tindakan bedah
(unilateral adrenalectomy), selanjutnya diberikan glukokortikoid sampai fungsi adrenal
kontralateral normal. Pada kasus karsinoma adrenal yang telah mengalami metastasis atau
telah dieksisi sebagian, dapat diberikan preparat adrenolitik seperti mitotane.

 Terapi Farmakologi
a. Steroid inhibitor
Inhibitor steroid terdiri dari metyrapone, aminogluthetimide, ketokonazol.
Penggunaan metyrapone dan aminogluthetimide bila tidak kontinu, mempunyai efikasi
terbatas sehingga digunakan sesudah operasi.

23
1) Metyrapone
Menghambat aktivitas 11 – hydroxylase, sehingga sintesis kortisol terhambat.
Setelah terapi akan diikuti dengan peningkatan kadar ACTH plasma, karena terjadi
penurunan mendadak kortisol. Efek sampingnya adalah mual, muntah, vertigo,
sakit kepala, bingung, sakit perut, dan skin rash.
2) Ketokonazol
Merupakan antifungal derival imidazole, mempunyai efektivitas tinggi
menurunkan kortisol. Mekanisme kerja adalah menghambat enzim sit P450 (11 –
hydroxylase dan 17- hydroxylase). Efek samping berupa ginekomastia &
penurunan kadar testoterone plasm.
3) Aminoglutethimide
Pertama digunakan untuk epilepsi, sebagai inhibitor sintesis kortisol yg poten.
Mekanisme kerja yaitu menghambat konversi kolesterol menjadi pregnenolon.
Penurunan kortisol plasma sampai dengan 50%. Efek samping berupa sedasi, mual,
ataksia, dan skin rash. Diindikasikan pada penggunaan jangka pendek Cushing’s
disease dengan sindrom ACTH ektopik, digunakan sebagai kombinasi dengan
metyrapone efektif pd cushing yg tidak dapat dioperasi
b. Adrenolitik agent mitotan
Menghambat 11-hidroksilasi dari 11-desoksikortisol dan 11-desoksikortikosteron pada
korteks, menurunkan sekresi kortisol plasma, urin, 17-substitued kortisol. Mitotane
secara selektif menghambat adrenokortikal tanpa menyebabkan destruksi seluler.
Karena terjadi penurunan besar kortisol, perlu monitoring penurunan kortisol di RS.
Efek samping : 80% pasien mengalami lethargi dan somnolen.
c. Neuromodulator agent
Terdiri dari Cyproheptadine, Bromocriptine, Valproic acid dan Octreotide.
Cyproheptadine menurunkan sekresi ACTH jadi perlu monitoring kadar kortisol pada
urin 24 jam bebas kortisol. Efek samping berupa. sedasi & hiperfagia.
d. Antagonis reseptor glukokortikoid
RU-486 (mifepristone) adalah antagonis reseptor progesteron dan glukokortikoid
menghambat supresi deksametason dan kortisol endogen. Dan Spironolactone adalah
antagonis kompetitif aldosteron, memperbaiki hipertensi dan hipokalemia pada
Cushing’s syndrome

24
 Tindakan Pembedahan Kelenjar Adrenal (Non Farmakologi)

25
2.2.8 Prognosis
Sindrom Cushing yang tidak diobati bisa berdampak buruk. Hal ini bisa disebabkan
oleh tumor penyebabnya sendiri seperti pada sindrom ACTH ektopik dan karsinoma adrenal,
atau oleh hiperglukokortikoid beserta penyulitnya seperti hipertensi, tromboemboli, dan
keadaan mudah terinfeksi.

BAB III
PENUTUP

3.I Kesimpulan
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan

dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat

terjadi   secara   spontan   atau   karena   pemberian   dosis   farmakologik   senyawa­senyawa

glukortikoid. Sindrom cushing terjadi akibat aktivitas atau sekresi glukokortikoid (kortisol)

yang   berlebihan.  Sindrom Cushing dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tergantung

ACTH (ACTH-dependent) dan tidak tergantung ACTH (ACTH-independent). Gejala­gejala

dari sindrom cushing diantaranya obesitas, striae, hipertensi, edema, mudah lelah, glukosuria,

amenore, osteoporosis, dan lain­lain. Adapun untuk pengobatan dari sindrom cushing dibagi

menjadi farmako dan non farmako, dimana farmako termasuk obat­obatan sedangkan non

26
farmako   adalah   tindakan   bedah.   Tata   laksana   pada   sindrom   cushing   sendiri   disesuaikan

dengan etiologinya.

3.2 Saran
Sindrom cushing belum terlalu dikenal di kalangan masyarakat awam maka pengenalan
dini terhadap penyakit ini perlu dilakukan salah satunya melalui pendidikan kesehatan. Selain
itu peningkatan mutu pelayanan kesehatan perlu dilakukan baik tenaga kesehatan, sarana dan
prasarana kesehatan yang dapat mendukung penanganan penyakit ini dengan maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

 Guyton & Hall. 2006. Medical Physiology Eleventh Edition. Philadelphia: Elsevier

Saunders
 Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi 2. Jakarta : EGC.
 Robbins, Cotran, Kumar. 1996. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC.
 Sudoyo   AW,   Setiyohadi   B,   Alwi   I,   Simadibrata   M,   Setiati   S.   Buku   Ajar   Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid II edisi VI. Jakarta : Interna Publishing; 2014.
 Arif, M. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi III. Jakarta: Penerbitan Media

Aesculapius FKUI.

27

Anda mungkin juga menyukai