PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom cushing adalah kumpulan keadaan klinis yang diakibatkan oleh efek
metabolik dari kadar glukokortikoid atau kortisol yang meningkat dalam darah. Nama
penyakit ini diambil dari Harvey Cushing seorang ahli bedah yang pertama kali
mengidentifikasi penyakit ini pada tahun 1912. Sindrom cushing terjadi akibat kelebihan
glukokortikosteroid. Sangat sering terjadi akibat pemberian kortikosteroid terapeutik.
(Gleadle, 2003)
Kumpulan gejala klinis yang ditemukan yaitu hipertensi, striae, osteoporosis,
hiperglikemia, moon face, buffalo hump (penumpukan lemak di area leher, dan lain
sebagainya. Gejala klinis yang ditemukan sangat mudah berpengaruh terhadap
perkembangan penyakit selanjutnya atau risiko komplikasinya.
Prevalensi sindroma cushing ini pada laki-laki sebesar 1:30.000 dan pada perempuan
1: 10.000. Angka kematian ibu yang tinggi pada sindrom cushing desebabkan oleh hipertensi
berat sebesar 67%, diabetes gestasional sebesar 30%. Kematian ibu telah dilaporkan
sebanyak 3 kasus dari 65 kehamilan dengan sindrom cushing. (Hernaningsih dan Soehita,
2005)
Oleh karena itu, untuk mencegah angka kematian khususnya ibu pasca melahirkan
dengan sindrom cushing yang semakin bertambah kami mencoba untuk menyusun asuhan
keperawatan penyakit sindrom cushing. Kami akan menyusun asuhan keperawatan penyakit
sindrom chusing secara umum yang baik.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa definisi dari sindrom cushing?
2) Apasaja etiologi dari sindrom cushing?
3) Apa manifestasi klinis dari sindrom cushing?
4) Bagaimana patofisiologi dari sindrom cushing?
5) Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan sindrom cushing?
6) Bagaimana penatalaksanaan klien dengan sindrom cushing?
7) Komplikasi apa yang dapat terjadi pada sindrom cushing?
8) Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom cushing?
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu menjelaskan konsep patologis penyakit sindrom cushing dan menyusun asuhan
keperawatan pada klien yang mengalami sindrom cushing
2. Tujuan khusus
a. Dapat mengetahui konsep anatomi dari kelenjar adrenal
b. Dapat mengetahui proses terjadinya dari sindrom cushing
c. Mampu mengidentifikasi tanda dan gejala sindrom cushing
d. Mampu memahami masalah keperawatan yang sedang terjadi pada klien dengan
sindrom cushing
e. Dapat merumuskan asuhan keperawatan dari sindrom cushing
1.4 Manfaat
Bagi mahasiswa
Makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan oleh mahasiswa khususnya
keperawatan sebagai informasi mengenai konsep penyakit sindrom cushing dan
penyusunan asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom cushing yang tepatsehingga
dapat meminimalisir angka kejadian cushing sindrom.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi fisiologi Kelenjar adrenal
Sumber:http://m.medicastore.com
Kelenjar adrenal terletak di kutub atas kedua ginjal. Kelenjar adrenal juga disebut
sebagai kelenjar suprarenalis karena letaknya yang ada di atas ginjal. Selain itu kelenjar
adrenal juga disebut kelenjar anak ginjal karena lokasinya yang menempel pada ginjal.
Kelenjar adrenal tersusun dari dua lapis yaitu korteks dan medulla. Korteks adrenal
esensial untuk bertahan hidup. Kehilangan hormon adrenokortikal dapat menyebabkan
kematian. Korteks adrenal mensintesis tiga kelas hormon steroid yaitu mineralokortikoid,
glukokortikoid, dan androgen. (Hotma, 1999)
Hormon mineralokortikoid pada manusia yang utama adalah aldosteron dibentuk di
zona glomerulosa. Hormon ini mengatur keseimbangan elektrolit dengan meningkatkan
retensi natrium dan ekskresi kalium. Aktivitas fisiologik ini selanjutnya membantu dan
mempertahankan tekanan darah normal dan curah jantung.
Hormon glukokortikoid pada manusia yang utama adalah kortisol dibentuk di zona
fasikulata. Kortisol memiliki efek pada tubuh seperti metabolisme glukosa yaitu
glukoneogenesis yang meningkatkan kadar glukosa darah, metabolisme protein,
keseimbangan cairan dan elektrolit, inflamasi dan imunitas.
Korteks adrenal mensekresi sejumlah kecil steroid seks dari zona retikularis. Adrenal
mensekresi sedikit androgen dan esterogen.
2.2 Hormon glukokortikoid (kortisol)
Kortisol adalah glukokortikoid utama dihasilkan oleh zona fasikulata (ZF) dan zona
reticularis (ZR) bagian dalam yang dirangsang oleh ACTH (adenokortikotropik hormon).
Sekresi kortisol memiliki pola tertinggi ketika bangun tidur (pagi) dan terendah pada waktu
tidur (malam atau bed time). Sekresi kortisol mencapai puncaknya antara pukul 06.00
sampai 08.00 WIB. Selain itu, produksi kortisol juga meningkat pada waktu latihan fisik
karena penting untuk meningkatkan glukosa dan asam lemak bebas sebagai bahan
pembentuk energi.
Jumlah kortisol normal pada jam 09.00 WIB sebesar 6-20 g/dl, pada tengah malam
kurang dari 8 g/dl. Kortisol terikat erat dengan transkortin atau Cortisol-Binding Globulin
(CBG) 75% dari jumlah kortisol seluruhnya. 15% terikat kurang erat dengan albumin, dan
10% dari jumlah kortisol seluruhnya memiliki efek metabolik.
Berikut beberapa efek metabolik kortisol, yaitu :
(a) Protein : Proses katabolik sehingga meningkatkan glukoneogenesis
(b) Lemak :Proses lipolisis sehingga pelepasan lemak bebas (FFA) meningkat dan
menyebabkan deposisi lemak sentripetal (Buffalo Hump)
(c) Karbohidrat :Penyerapan glukosa di otot dan lemak menurun, sekresi glukosa oleh
hepar meningkat sehingga sel beta pankreas dapat dilemahkan (DM tersembunyi
muncul).
Fungsi kortisol berlawanan dengan insulin yaitu menghambat sekresi insulin dan
meningkatkan proses glukoneogenesis di Hepar. Sekresi kortisol juga dirangsang oleh
beberapa faktor seperti trauma, infeksi, dan berbagai jenis stres. Kortisol akan menghambat
proteksi dan efek dari berbagai mediator dari proses inflamasi dan imunitas seperti
interleukin-6 (IL-6), Lymphokines, Prostaglandins, dan histamine
Produksi kortisol dibutuhkan untuk produksi Angiostensin-II yaitu efek unutk
vasokontriksi dan vasotonus sehingga dapat membantu mempertahankan tonus pembuluh
darah yang adekuat (adequate vascular tone). Tonus pembuluh darah yang adekuat untuk
mengatur tonus arteriol dan memlihara tekanan darah. Glukokortikoid juga meningkatan
sekresi air (renal free water clearance), ekskresi K+, retensi Na+ dan menekan penyerapan
kalsium di tubulus renalis.
Mekanisme sekresi kortisol yaitu ketika kadar kortisol dalam darah menurun maka
target cells yaitu kelenjar adrenal menstimulasi hipofisis untuk mensekresi ACTH, agar
ACTH tersekresi maka perlu menstimulasi hipotalamus untuk sekresi ACRH.
3) Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang terjadi, dimana
tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi ACTH, kemudian tumor
menghasilkan ACTH dalam jumlah berlebihan. Tumor ini bisa jinak atau ganas, dan
biasanya ditemukan pada paru-paru seperti oat cell carcinoma dari paru dan tumor
karsinoid dari paru, pankreas (tumor pankreas), kelenjar tiroid (karsinoma moduler
tiroid), atau thymus (tumor thymus).
4) Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi kortisol secara
berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi akibat adanya tumor jinak pada
korteks adrenal (adenoma). Selain itu dapat juga tumor ganas pada kelenjar adrenal
(adrenocortical carcinoma).
5) Sindrom chusing alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol mampu
menaikkan kadar kortisol.
6) Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor adrenokorteks yang
sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi kadang-kadang adenoma benigna.
2.5 Patofisiologi
Glukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar maupun dalam
tubuh, seperti yang sudah dijelaskan pada poin etiologi chusing syndrome. Fungsi metabolik
glukokortikoid atau kortisol yang stabil dipengaruhi oleh jumlah sekresi glukokortikoid atau
kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan perubahan berbagai kondisi di dalam
tubuh khususnya fungsi metabolik seperti dibawah ini:
1.) Metabolisme protein
Efek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki glukokortikoid
menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis
protein. Kortisol menekan pengangkutan asam amino ke sel otot dan mungkin juga ke sel
ekstrahepatika seperti jaringan limfoid menyebabkan konsentrasi asam amino intrasel
menurun sehingga sintesis protein juga menurun. Sintesis protein yang menurun memicu
peningkatan terjadinya proses katabolisme protein yang sudah ada di dalam sel. Proses
katabolisme protein ini dan proses kortisol memobilisasi asam amino dari jaringan
6
glukosa. Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak
mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik
DM.
3.) Metabolisme lemak
gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk penyimpanan dan
mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak. Jika gliserofosfat tidak ada maka
sel lemak akan melepaskan asam lemak. Asam lemak akan dimobilisasi oleh kortisol
sehingga konsentrasi asam lemak bebas di plasma meningkat. Hal ini menyebabkan
peningkatan pemakaian untuk energi dan penumpukan lemak berlebih sehingga obesitas.
Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh menimbulkan obesitas
wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal
(punguk bison), Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat
atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
4.) Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan antibodi humoral oleh
sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung pada
reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.
Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabakan atrofi yang bermakna pada
jaringan limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi sekresi sel-sel T dan antibodi
dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat kekebalan terhadap sebagian besar benda asing
yang memasuki tubuh akan berkurang.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan menghambat
pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen.
Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini yaitu proses
pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag, Induksi dan proleferasi
limfosit imunokompeten, produksi anti bodi, reaksi peradangan,dan menekan reaksi
hipersensitifitas lambat.
5.) Elektrolit
Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum. Glukokortikoid yang
diberikan atau disekresikan secara berlebih akan menyebabkan retensi natrium dan
pembuangan kalium sehingga menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
6.) Sekresi lambung
Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat
meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini
dapat mempermudah terjadinya tukak.
7.) Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh
ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.
8.) Eritropoesis
Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah. Involusi jaringan
limfosit, menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil dan peningkatan
eritropoiesis.
2.6 WOC
Faktor di dalam tubuh
Faktor di luar
tubuh
Alkoholi
Farmakologi
Stre
seperti
kortikosteroid
Menekan kemampuan
Melepas CRH
aksis hipotalamus dan
dan ACTH
hipofisis
berlebih
Metabolisme
protein
Efek
Menekan
katabolik
pengangkut
dan
an as.amino
Kemampuan
ke sel
sel
Konsentrasi
tokstrahepa
membentuk
as. Amino
protein me
intrasel me
Sintesis protein di sel
me
Katabolisme protein di
sel me
Kehilangan simpanan
protein
Oto
Tulan
t
g
Atrofi
Osteoporos
is, lemah
Lema
MK.
Intolera
nsi
aktivita
MK.
Risiko
tinggi
Hiperplasia Adrenal
Tumor ektopik
Tumor kel. hipofisis
Gg. Primer kel. Adrenal
Sistem
Kekebalan
Menghambat
gliserofosfat
respon
dalam sel me
sistem
Asam lemak di
kekebalan
Menghambat
sel me
Mobilisasi
pembentuka
asam lemak
n antibodi
oleh kortisol
humoral,
Asam lemak
pusat
Penggu
bebas di Penumpuka
germinal
naan
plasma men lemak
MK.
limpa seldan
Sekresi
energi
berlebih
Risiko
seljaringan
T dan
me
tinggi
antibodi
infeksi
Distribusi
Obesitas
menurun
jaringan adiposa
terakumulasi di
sentral tubuh
Cairan
Moon
Bufallo
interstisi
face
hump
al
tertarik
Cairan
MK. Gg Citra
dalam
tubuh
vaskular
me
Metabolisme
KH
Glukon
Menekan
eogene
proses
sis oleh
oksidasi
hati
nikotinamidme
adenindinukleotida
Glikolisi
(NADH)
s
Pemakaian
Glukosa
glukosa
Sekresi insulin
menurun
Fungsi insulin
tidak adekuat
Hiperglike
mi
Kadar
oksigen
rendah
Mudah
luka dan
Retensi natrium
dan pembuangan
kalium
meningkat
Reten
Pembua
+
si Na
ng-an
kalium
Penu
mpuk
an
cairan
MK.
Kelebihan
Oedem
Volume
a
Hipokal
emia
10
As. Amino
di plasma
glukoneogen
me
esis
Glukosa me
Cairan
dalam sel
MK. Gg integritas kulit
Memicu
hipotalamu
s untuk
respon
Polydipsia
11
Tanda dan gejala sindrom cushing bervariasi, akan tetapi kebanyakan orang dengan
gangguan tersebut memiliki obesitas tubuh bagian atas, wajah bulat, peningkatan lemak di
sekitar leher, dan lengan yang relatif ramping dan kaki. Anak-anak cenderung untuk menjadi
(a)
(b)
(c)
(d)
Variabel
a) 17-Hidroksikortikoid
(17OHCS)
b) 17-ketosteroid
(17KS)
Hasil
Naik
Naik
a) Eosinofil
14
b. Sel Darah
b) Neutrofil
c) Darah
d) Urin
Turun
Naik
Naik
Turun
Positif
c. Glukosa
Hasil
15
e. Ultrasonografi
f. Foto Rontgen Kranium
2.10
Prognosis
Sindrom Chusing yang tidak diobati akan fatal dalam beberapa tahun oleh karena
16
Etiologi
Kadar kortisol dalam darah
meningkat
Masalah
Intoleransi Aktivitas
Pembentukan energy
meningkat
Intoleransi aktivitas
17
DS :
Klien mengatakan ada
memar dan lukanya sulit
sembuh
DO :
Ada memar dan luka yang
belum sembuh
Kelembapan kulit menurun
Perubahan pigmentasi
Perubahan turgor
DS :
Penolakan terhadap
berbagai perubahan aktual
Perasaan negatif mengenai
bagian tubuh (perasaan
tidak berdaya)
Keputusasaan atau tidak
ada kekuatan
DO :
Ada moon face, buffalo
hump, obesitas
perubahan struktur dan atau
fungsi secara aktual
DS :
Perubahan haluaran urine
DO :
Haluaran urine dan adanya
glukosuria
DS :
Melaporkan nyeri baik
secara verbal maupun
nonverbal
DO :
Posisi untuk mengurangi
nyeri
tingkah laku ekspresif
(gelisah, meringis, dan
Kerusakan integritas
kulit
Kelebihan volume
cairan
Penumpukan cairan
Gangguan keseimbangan
cairan
Pemakaian obat glukokortikoid
dalam jangka panjang
Nyeri
18
mengeluh)
Perubahan dalam nafsu
makan
DS :
Keterbatasan kemampuan
untuk melakukan
ketramppilan motorik halus
DO:
Keterbatasan ROM
Nyeri
Kadar kortisol dalam darah
Produksi protein
Protein di tulang hilang
Atropi otot
Resiko tinggi cedera
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan sindrom
cushing adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol dalam
darah meningkat
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot
menurun
3. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan atrofi otot sehingga terlihat kelemahan dan
perubahan metabolisme protein
4. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema, kerusakan proses
penyembuhan, dan penipisan dan kerapuhan kulit
5. Perubahan proses pikir yang berhubungan dengan perubahan suasana hati, insomnia
mudah terangsang, dan depresi.
6. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan fisik,
kerusakan fungsi seksual, dan penurunan tingkat aktivitas
7. Risiko infeksi berhubungan dengan respons inflamatori
C. Intervensi dan Implementasi Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol dalam
darah meningkat
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 3x24 jam volume cairan dalam batas normal
Kriteria hasil : volume cairan stabil, pemasukan dan pengeluaran seimbang, berat badan stabil,
TTV rentang normal
Intervensi
Rasional
Observasi masukan dan haluaran, catat
Menunjukan status volume sirkulasi, terjadinya
keseimbangannya.
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot
menurun
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam klien mampu beraktivitas sedikit (mobilisasi)
Kriteria hasil : klien mampu untuk bergerak dari tidur hingga duduk sampai berjalan secara
bertahap
Intervensi
Rasional
Menurunkan permintaan untuk metabolisme
Batasi aktivitas klien
pembentukan energi oleh tubuh saat beraktivitas
Menilai kadar kortisol yang ada di dalam darah,
Observasi kadar kortisol klien dengan
sehingga mempunyai acuan untuk menurunkan
pemeriksaan laboratorium darah
kadar kortisol
Tindakan kolaboratif pemberian obat
Menekan produksi kortisol sehingga sintesis
protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi
natrium, edema dapat diminimalisir
Latih klien untuk bergerak secara bertahap
Perlu dilatih untuk meningkatkan kekuatan otot
dari posisi berbaring, miring ke kanan dan ke
klien dan menilai sejauh mana gerakan yang
kiri dilanjutkan posisi duduk, berdiri dan
dapat dilakukan
berjalan
Risiko tinggi cedera berhubungan dengan atrofi otot ditandai dengan kelemahan dan
20
21
D. Evaluasi
Setelah melaksanakan tindakan keperawatan, kita sebagai perawat perlu untuk
menilai kembali hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan, seperti menilai:
(a) Kemampuan klien dalam mobilisasi diri
(b) Ukur derajat edema, apakah sudah ada volume cairan sudah dalam batas normal
(c) Kondisi kulit yang menjadi lebih baik, tidak mengalami iritasi, infeksi, dan turgor
kembali baik
(d) Kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri
(e) Skala nyeri
Kita juga dapat melaporkan hasil evaluasi keperawatan dalam susunan sebagai
berikut:
a) S (data subjektif)
Informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan
b) O (data objektif)
Informasi yang didapatkan berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang
dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan
c) A (Analisis)
Kesimpulan yang dibuat perawat dari hasil membandingkan antara informasi
subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil. Kesimpulan berupa masalah
teratasi, teratasi sebagian, dan tidak teratasi.
d) P (Planning)
Rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.
22
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
Ny. Ani, 36 tahun datang ke poliklinik tempat saudara bekerja dengan keluhan tubuhnya
semakin gemuk. Tadinya ia mengira mungkin sedang hamil karena perutnya besar dan sudah 2
bulan ia tidak mendapat haid. Ia sudah melakukan tes urin untuk kehamilan tetapi ternyata
hasilnya negative. Ia pun mengeluh pusing dan wajahnya yang akhir-akhir ini banyak timbul
jerawat. Ia pun mengeluh otot-ototnya sangat lemah dan ia cepat merasa lelah. Sejak seminggu
yang lalu tulang punggungnya terasa nyeri. Pada pemeriksaan awal didapatkan : TB = 160 cm,
BB= 76 kg, Suhu = 37o C, TD = 150/90 mmHg, Nadi = 100x/m, voleme sedang, regular,
Pernapasan = 20x/menit, regular.
Ny. Ani berwajah bundar dengan banyak jerawat dan kulitnya berminyak. Tubuhnya
gemuk dengan lengan, tangan, dan jari-jari relative kecil atau kurus. Pada pemeriksaan lebih
lanjut terhadap Ny. Ani diketahui bahwa Ny. Ani adalah penderita asma yang sering kambuh.
Bila kambuh, Ny. Ani meminum obat racikan yang diberikan dokter sejak beberapa tahun
terakhir. Karena merasa obat itu cocok, Ny. Ani selalu membawa obat racikan itu (dalam kapsul)
kemana-mana dan meminumnya setiap sesak nafasnya timbul tanpa lebih dulu berkonsultasi
dengan dokternya. Akhir akhir ini asmanya memang sering kambuh entah apa sebabnya.
Selama ini, kecuali asma, Ny.Ani tidak merasa menderita penyakit apapun. Sebulan yang lalu ia
jatuh dan tulang punggungnya terasa nyeri hingga sekarang terutama bila ia membungkuk atau
berdiri terlalu lama. Ny.Ani tidak mempunyai keturunan darah tinggi dan diabetes mellitus.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
Kalium : 3,0 mg/dl
Na : 150 mg/dl
Hb : 11,9 g%
Leukosit : 7800/mm
Gula darah sewaktu : 225 mg/dl
Trombosit : 172.000/mm
Kulit Ny.Ani terutama diwajah dan punggungnya banyak terdapat bercak-bercak
kehitaman. Punggung Ny.Ani tampak agak membungkuk, lingkar perut 90cm. dinding perut
tampak / beberapa striae berwarna biru keunguan.
Shifting dullness (-),hepar dan lien tidak teraba.
Pembahasan kasus
Identitas:
23
Nama
: Ny.Ani
Umur
: 36 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status
: Menikah
Alamat
: Mulyorejo, surabaya
Keluhan utama : Merasa tubuhnya semakin gemuk
Riwayat Penyakit Sekarang :
Ny. Ani usia 36 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan merasa tubuhnya semakin
gemuk, akhir-akhir ini wajah timbul jerawat, otot-ototnya sangat lemah dan cepat lelah. Satu
minggu lalu tulang punggungnya terasa nyeri bila membungkuk dan berdiri terlalu lama,
asmanya juga sering kambuh akhir-akhir ini
Riwayat Penyakit Dahulu :
a) Penderita asma
b) Sebulan yang lalu pernah jatuh dan tulang punggungnya terasa nyeri
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak mempunyai keturunan darah tinggi dan diabetes mellitus
Riwayat Pengobatan :
Obat racikan dari dokter dalam bentuk kapsul bebrapa tahun lalu (curiga pemakaian steroid)
untuk mengobati asma
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum
: tampak lemah
Kesadaran
: compos mentis
Tanda vital
:
a) Suhu : 370C
b) TD
: 150/90 mmHg hipertensi grade 1
c) N
: 100/menit, reguler
d) RR
: 20x/menit
e) TB
: 160 cm
76 kg/(1,6)m^2 = 29,6875
f) BB
: 76 kg
overweight
Wajah
: Bundar, banyak
jerawat dan kulit berminyak
Kulit
: Wajah dan punggungnya terdapat bercak-bercak kehitaman
Abdomen
: Lingkar perut = 90 cm
Dinding perut terdapat striae berwarna biru keunguan
Shifting dullness tidak ada
Hepar, Lien : Tidak teraba
Pinggang
: Agak kaku
Ekstremitas : Lengan, tangan, dan jari-jari relatif kecil/kurus
24
Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan
Hb
Leukosit
Trombosit
GDS
Kalium
Natrium
Hasil
11,9 mg/dl
7.800/mm3
172.000/mm3
Nilai Normal
12-15 mg/dl
5.000-10.000/mm3
150.000-
Interpretasi
Menurun
Normal
Normal
225 mg/dl
3,0 mg/dl
150 md/dl
400.000/mm3
< 200 mg/dl
3,5-5,2 mg/dl
135-145 mg/dl
Meningkat(hiperglikemi)
Menurun(hipokalemi)
Meningkat
(hipernatrium)
Pemeriksaan laboratorium tambahan :
a) Darah lengkap
b) Elektrolit darah seperti Na, K
c) Kadar gula darah sewaktu, puasa, post prandial, HbA1c untuk mengetahui adanya
DM
d) Kadar kortisol plasma dan urine 24 jam
e) Test Supresi Dexametason
f) Urin lengkap untuk tahu fungsi ginjal
Pemeriksaan penunjang tambahan :
a) Foto X-ray pada tulang vertebra untuk mengetahui adanya fraktur tulang
b) Bone Mass Densitometry (BMD) untuk mengetahui adanya osteoporosis
c) CT-scan untuk memastikan diagnosis tumor
Analisa Data
Data penunjang
Etiologi
Kadar kortisol dalam darah meningkat
DS:
Merasa tubuh
semakin gemuk
DO:
IMT 29,6875 dari
TB 160 cm, BB 76
kg
DS:
Merasa pusing
Masalah
25
DS:
Tulang
punggungnya terasa
nyeri
Retensi natrium
Penumpukan cairan
Kelebihan volume cairan
Ketidakseimbangan hormon
DO:
Hasil Bone Mass
Densitometry
(BMD)
DS:
Sudah 2 tidak
menstruasi
DO:
Tes urin untuk
kehamilan (-)
DS:
Asma sering
kambuh
DO:
Riwayat pengobatan
asma
Amenorrhea
Asma
26
Asma
WOC Ny.Ani
Gluksoa
Menekan pengangkutan
Ketidakseimbangan
as.amino
elektrolit
Retensi Natrium
gliserol
Sentesis protein
edema
Asam lemak
Metabolisme protein
MK.
kortisol
memobilisasi
as.lemak
Atropi tulang
Tubuh
kekurangan
protein
Kelebihan
Atropi kulit
Volume
Atropi Otot
Striae
MK. Intoleransi
lemah
Aktivitas
Osteoporosis
Trauma jatuh
As.lemak di
MK. Nyeri
plasma
Penumpukan lemak
Distribusi lemak
sentral
Obesitas trunkus
MK. Ggn Citra
27
Diagnosa Keperawatan
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air akibat kortisol meningkat
3. Gangguan rasa nyaman nyeri punggung berhubungan dengan cedera akibat jatuh
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot menurun
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan obesitas, jerawat dan moon face
Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol dalam
darah meningkat
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 3x24 jam volume cairan dalam batas normal
Kriteria hasil : volume cairan stabil, pemasukan dan pengeluaran seimbang, berat badan stabil,
TTV rentang normal
Intervensi
Rasional
Observasi masukan dan haluaran, catat
Menunjukan status volume sirkulasi, terjadinya
keseimbangannya.
perbaikan atau perpindahan cairan, peningkatan
Timbang berat badan tiap hari
BB sering menunjukkan retensi cairan lanjut
Peningkatan tekanan darah biasanya
berhubungan dengan kelebihan volume cairan
Pantau tekanan darah
tetapi mungkin tidak terjadi karena perpindahan
cairan keluar area vaskuler
Perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat
Observasi derajat perifer atau sentral yang
retensi natrium dan air, penurunan albumin dan
mengalami edema dependen
penurunan ADH.
Menentukan derajat edema yang sedang dialami
agar intervensi dapat dilakukan dengan tepat
Penurunan albumin serum memperngaruhi
Pantau albumin serum dan elektrolit
tekanan osmotic koloid plasma, mengakibatkan
(khususnya kalium dan natrium)
pembentukan edema
Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi
Natrium mungkin dibatasi untuk meminimalkan
retensi cairan dalam area ekstravaskuler
Tindakan kolaboratif pemberian obat
Menekan produksi kortisol sehingga sintesis
protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi
natrium, edema dapat diminimalisir
6. Gangguan rasa nyaman nyeri punggung berhubungan dengan cedera akibat jatuh
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 1x24 jam nyeri yang dirasakan bisa berkurang bahkan
hilang
Kriteria hasil : TTV stabil, klien mampu mengeskpresikan rasa nyeri telah berkurang
Intervensi
Rasional
28
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot
menurun
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam klien mampu beraktivitas sedikit (mobilisasi)
Kriteria hasil : klien mampu untuk bergerak dari tidur hingga duduk sampai berjalan secara
bertahap
Intervensi
Rasional
Menurunkan permintaan untuk metabolisme
Batasi aktivitas klien
pembentukan energi oleh tubuh saat beraktivitas
Menilai kadar kortisol yang ada di dalam darah,
Observasi kadar kortisol klien dengan
sehingga mempunyai acuan untuk menurunkan
pemeriksaan laboratorium darah
kadar kortisol
Tindakan kolaboratif pemberian obat
Menekan produksi kortisol sehingga sintesis
protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi
natrium, edema dapat diminimalisir
Latih klien untuk bergerak secara bertahap
Perlu dilatih untuk meningkatkan kekuatan otot
dari posisi berbaring, miring ke kanan dan ke
klien dan menilai sejauh mana gerakan yang
kiri dilanjutkan posisi duduk, berdiri dan
dapat dilakukan
berjalan
29
8. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan obesitas, jerawat dan moon face
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam klien mampu mengeskpresikan diri dan mampu
menerima kondisi
Kriteria hasil : Klien tidak mengeluh, klien mampu berkoordinasi atau bekerjasama dengan
perawat dalam tindakan keperawatan, klien dapat membicarakan diri sendiri
secara positif
Intervensi
Rasional
Dengan hubungan saling percaya, klien akan
Bina hubungan saling percaya
dapat mengungkapkan perasaannya dan
Observasi tingkat pengetahuan pasien tentang
kondisi dan pengobatan
Diskusikan arti perubahan pada pasien
masalahnya
Mengidentifikasi luas masalah dan perlunya
intervensi
Beberapa pasien memandang situasi sebagai
tantangan, beberapa sulit menerima perubahan
hidup/penampilan peran dan kehilangan
kemampuan control tubuh sendiri
Menyampaikan harapan bahwa klien mampu
untuk menjalani situasi, tidak akan ada yang
berubah perhatiannya kepada klien dan
membantu untuk mempertahankan perasaan
harga diri dan tujuan hidup
Penting sebagai edukasi agar klien mampu
mengubah pola pikirnya
Kenaikan kortisol semakin membuat kondisi
klien menurun
E. Evaluasi
Setelah melaksanakan tindakan keperawatan, kita sebagai perawat perlu untuk menilai
kembali hasil dari tindalan yang telah dilaksanakan, seperti menilai:
(f) Kemampuan klien dalam mobilisasi diri
(g) Ukur derajat edema, apakah sudah ada volume cairan sudah dalam batas normal
(h) Kondisi kulit yang menjadi lebih baik, tidak mengalami iritasi, infeksi, dan turgor
kembali baik
(i) Kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri
(j) Skala nyeri
Evaluasi menggunakan sistematika sebagai berikut:
S
:Klien tidak merasakan nyeri, mampu terbuka dan menerima kondisi dirinya saat
ini, klien menyatakan mampu memahami proses penyakitnya, klien menyatakan
sudah lebih baik dan otot tidak terasa lemah, dan klien merasa senang karena
dapat beraktivitas kembali secara bertahap
31
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Cushing sindrom adalah kelainan hiperfungsi kelenjar adrenal yang bertugas
memproduksi glukokortikoid atau kortisol. Pada penyakit ini kadar kortisol dalam darah
meningkat. Faktor pemicu keadaan tersebut ada dua yaitu faktor luar dan dalam tubuh.
Secara umum yang paling sering terjadi yaitu pengobatan kortikosteroid dan keganasan
dalam tubuh yang memicu peningkatan CRH oleh hipotalamus dan ACTH dari hipofisis
sebagai respon umpan balik saat sel target akan hormon kortisol. Hormon kortisol yang
meningkat memberikan dampak pada beberapa fungsi tubuh seperti penumpukan lemak
pada daerah sentral yang disebut moon face, tubuh semakin gemuk baik akibat kelebihan
volume cairan maupun penumpukan lemak, dan lain sebagainya.
4.2 Saran
32
Setelah mengetahui dan memahami bagaimana proses penyakit cushing sindrom dan
asuhan keperawatan kepada klien dengan cushing sindrom, mahasiswa keperawatan
sebaiknya mampu menerapkannya dalam praktik lapangan. Hasil diskusi kelompok kami ini
tentunya masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu kami memohon kritik dan sran
sehingga dapat membangun kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
__.2013.Cushings Syndrome. www.medicinenet.com/cushings_syndrome/article.htm. Diakses
tanggal 7 Maret 2014
Behrman, Kliegman, & Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 vol. 3. Jakarta : EGC
Guyton, Arthur C. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 11. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC. Halaman 999-1003
http://medicastore.com/penyakit/3052/Cushings_Syndrome.html
J. Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi edisi 3. Jakarta : EGC
Pierce A. Grace and Neil R. Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta : EMS
Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal 16, 87-90
Rumahorbo, Hotma. 2003. Asuhan Keperawatan Klien denga Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta:EGC.
Sumber : http://endocrine.niddk.nih.gov
33
34