Anda di halaman 1dari 35

Laporan Kasus

SINDROM CUSHING

Oleh:

Muhammad Rudi Syahputra 04084822124168


Nursarah Salsabila Khansa 04084822124013
Deandra Ramadana 04011381823239

Pembimbing:

dr. Ferry Usnizar, SpPD, K-KV

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUP MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2022
Halaman Pengesahan

SINDROM CUSHING

Disusun oleh :

Muhammad Rudi Syahputra 04084822124168


Nursarah Salsabila Khansa 04084822124013
Deandra Ramadana 04011381823239

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya di
RSUP Mohammad Hoesin dari tanggal 28 Februari 2022 – 21 Mei 2022.

Palembang, 16 Maret 2022

Pembimbing

dr. Ferry Usnizar, Sp.PD, K-KV

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
presentasi kasus dengan topik “Sindrom Cushing” sebagai salah satu syarat
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Penyakit Dalam RSMH
Palembang.Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Ferry Usnizar, Sp.PD,
K-KV selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan
dan penyusunan laporan kasus ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga
selesainya laporan kasus ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan laporan kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga presentasi kasus ini
dapat memberi manfaat bagi yang membacanya.

Palembang, 16 Maret 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................................1

BAB II. LAPORAN KASUS................................................................................................3

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................17

BAB IV. ANALISIS KASUS ............................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................29

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Sindrom Cushing adalah manifestasi klinis dari kelebihan abnormal


hormone glukokortikoid dalam waktu lama dengan segala konsekuensinya. Hal
ini juga mencakup adanya insufisensi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal dan
gangguan pada ritme sekresi sirkadian kortisol. Sindrom Cushing adalah istilah
umum yang dipakai untuk fenomena tersebut tanpa memerhatikan penyebabnya,
namun jika penyebabnya berasal dari kelebihan ACTH (adrenocorticotrophic
hormone) yang diproduksi oleh kelenjar hiposis yang selanjutkan akan
merangsang produksi kortisol berlebihan di adrenal, maka istilah yang digunakan
adalah penyakit Cushing.1
Data epidemiologi sindrom Cushing sangat terbatas, diestimasikan
insidennya 2.3 juta per tahun di seluruh dunia. Pada klinik endokrin tersier di
negara maju, ditemukan prevalensi sindrom Cushing sekitar 5% diantara pasien
diabetes melitus yang tidak terkontrol dan osteoporosis. 80% kasus sindrom
Cushing adalah ACTH-dependent, dimana ACTH dapat disekresi oleh adenoma
hipofisis atau dapat berasal dari nonhipofisis.1
Manifestasi klinis sangat beragam tergantung pada derajat beratnya
hiperkortisolisme, lamana, dan sensitifitas reseptor glukokortikoid. Langkah-
langkah diagnostic yang dianjurkan adalah mengenali sindrom Cushing,
konfirmasi tes biokimiawi untuk membuktikan kelebihan kortisol, mencari
penyebab, dan mencari strategi terapi yang sesuai. Manifestasi klinis yang sering
ditemukan pada penderita sindrom Cushing adalah obesitas sentral, moon face,
hipertensi, atrofi kulit dan memar, diabetes atau intoleransi glukosa, disfungsi
gonad, kelemahan otot, jerawat, gangguan mood, osteoporosis, edema,
polidipsi/poliuri, infeksi jamur. Pilihan terapinya adalah operasi, radioterapi, atau
medikamentosa.1
Komplikasi sistemik yang dapat ditimbulkan adalah obesitas sentral,
hipertensi, gangguan tolerasi glukosa dan diabetes, dyslipidemia, thrombosis,

1
kelainan psikiatrik, penyakit ginjal, osteoporosis, Bersama-sama dengan
meningkatnya risiko kardiovaskular. Pasien dengan sindrom Cushing sering
mengalami penurunan daya tahan tubuh yang signifikan akibat kelebihan kortisol.
Akibatnya pasien tersebut dapat terinfeksi oleh kuman yang ada pada orang
normal hanya sebagai kuman komensal. Jika tidak diobati secara adekuat, sindrom
Cushing secara signifikan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.1

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTIFIKASI
Nama : Sukirno Bin Abdul Kodir (Tn. S)

Tanggal Lahir : 12 Mei 1965


Usia : 57 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Status : menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : swasta
Suku Bangsa : Sumsel
Alamat : Banyuasin

No. Rekam Medik : 0001175359

2.2 ANAMNESIS

(Autoanamnesis hari Jum’at, 11 Maret 2022, 13.00 WIB)

Keluhan Utama: luka pada perut kiri yang semakin meluas dan nyeri

Keluhan Tambahan: -

Riwayat Perjalanan Penyakit:

+ 10 hari SMRS, pasien mengeluh timbul benjolan di perut kiri.


Benjolan berukuran besar, berwarna merah, dan panas saat dipegang.
Pasien mengatakan benjolan sangat nyeri, sehingga saat menggunakan
baju sehari, baju dinaikkan keatas agar tidak terkena benjolan tersebut.
Demam ada, namun suhu tidak diukur, demam terus menerus, pasien
tidak mengonsumsi obat. Batuk dan pilek tidak ada. Sesak nafas tidak

3
ada. Mual muntah tidak ada. Penurunan nafsu makan tidak ada. Pasien
hanya berbaring ditempat tidur karena merasa lemas, sebelumnya pasien
masih dapat berjalan dan duduk.

+ 2 hari SMRS, benjolan pada perut kiri pasien pecah dan


mengeluarkan darah serta cairan berwarna kuning. Pasien dibawa ke RS
Bhayangkara lalu dirujuk ke RSMH.

Riwayat Penyakit Sebelumnya


- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes mellitus disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat gatal seluruh badan, berobat ke dokter 6 tahun lalu, namun
pasien lupa nama penyakitnya

Riwayat Pengobatan

- Pasien mengonsumsi methylprednisolone 2 x 4mg setiap hari selama


6 tahun

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes mellitus disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat Sosialdan Ekonomi
Pasien adalah seorang pegawai swasta, tinggal dengan istri dan 1 orang
anaknya. Pasien sudah 2 tahun tidak bekerja, istri pasien adalah seorang
ibu rumah tangga.
Kesan: Sosioekonomi rendah.

4
2.3 PEMERIKSAAN FISIK (Jum’at, 11 Maret 2022, 13.00 WIB)
1. Keadaan umum
a. Kesadaran : compos mentis (E4M6V5)
b. Tekanan darah : 150/90 mmHg
c. Nadi : 85 x/menit
d. Laju pernapasan : 18 x/menit
e. Suhu : 36.8oC
f. Tinggi badan : 160 cm
g. Berat badan : 58 kg
h. IMT : 22.6 kg/m2 (normoweight)

2. Keadaan Spesifik
a. Kepala
Bentuk : moonface (+)
Ekspresi : wajar
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Alopesia : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Perdarahan temporal : tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada
Wajah sembab : ada

5
b. Mata
Eksoftalmus : tidak ada
Endoftalmus : tidak ada
Palpebral : pucat (-/-)
Konjungtiva palpebral : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Kornea : jerning
Pupil : bulat, isokor, 3mm/3mm, RC (+/+)

c. Hidung
Sekret : tidak ada
Epistaksis : tidak ada
Napas cuping hidung : tidak ada

d. Telinga
Meatus akustikus eksternus : lapang
Nyeri tekan : tidak ada
Nyeri tarik : tidak ada
Sekret : tidak ada
Pendengaran : baik

e. Mulut
Bibir : pucat (-), sianosis (-), kering (-)
Gigi-geligi : lengkap
Gusi : perdarahan (-)
Lidah : atrofi papil (-)

f. Leher
Inspeksi : JVP (5-2) cmH2O, buffalo neck (+)
Palpasi : pembesaran KGB (-)

6
7
g. Thoraks
Paru-paru (Anterior)

Inspeksi : bentuk normal, retraksi


dinding dada(-), statis simetris kanan
sama dengan kiri, dinamis tidak ada
yang tertinggal

Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-),


stem fremis kanan sama dengan kiri
pada seluruh lapangan paru

Perkusi : redup pada lapang paru kanan


atas dari ICS 2 – ICS 4, sonor pada
lapangan paru kiri

Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-),


wheezing (-/-)

Paru-paru (Posterior)

Inspeksi : bentuk normal, retraksi dinding


dada(-), statis simetris kanan sama
dengan kiri, dinamis tidak ada yang
tertinggal

Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-), stem


fremis kanan sama dengan kiri pada
seluruh lapangan paru

Perkusi : redup pada lapang paru kanan atas


dari ICS 2 – ICS 4, sonor pada
lapangan paru kiri

Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-),


wheezing (-/-)

8
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis tidak teraba

Perkusi : batas jantung sulit dinilai

Auskultasi : Bunyi jantung I-II (+) normal, murmur (-), gallop


(-)

h. Abdomen
Inspeksi : cembung, striae (+), kulit kering dan tipis, tampak
luka (+) dengan jaringan nekrotik di sekitarnya, dasr
luka subkutis, pus (+), krusta (+), darah (-), warna
tepi luka kehitaman ukuran + 18 x 14 cm

Palpasi : nyeri (+), teraba keras pada luka, sekililing luka


lunak, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : tymphani

Auskultasi : BU (+) 4 x/menit, normal

i. Ekstremitas
Ekstremitas atas : pucat (-), akral dingin (-), jamur pada kuku,
kulit tampak kering dan tipis

Ekstremitas bawah : pucat (-), akral dingin (-), jamur pada kuku,
kulit tampak kering dan tipis

j. Genitalia
Tidak diperiksa

9
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium (Senin, 7 Februari 2022)

Pemeriksaan Nilai Nilai Normal Satuan


HEMATOLOGI
Hb 12.2 13.46 – 17.40 g/dL
nilai kritis < 5 atau > 20
RBC 4.01 4.40 – 6.30 103/mm3
WBC 18.03 4.73 – 10.89 103/mm3
Ht 35 41 – 51 %
Plt 372 170 – 396 103/mikroL
Nilai kritis < 20.0 atau >
1000.0
MCV 86.8 85-95 fL
MCH 30 28 – 32 Pg
MCHC 35 33– 35 g/dL
RDW-CV 16.10 11 – 15 %
LED 17 < 15 mm/jam
Diff count 0/0/88/6/6 0-1/1-6/50-70/20-40/2-8 %
KIMIA KLINIK
Kalsium 6.6 8.4 – 9.7 mg/dL
Kalsium 8.0 mg/dL
koreksi
HATI
Albumin 2.2 3.5– 5.0 g/dL
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 135 135 – 155 mEq/L
Kalium (K) 3.1 3.5 – 5.5 mEq/L
IMUNOSEROLOGI
Kortisol 0.1 4.3 – 176.0 mikrogram/dL

10
Pemeriksaan Radiologi Rontgen Knee Joint Bilateral (18 Februari
2022)

Kesan: suspek bursitis suprapatellar bilateral

Pemeriksaan Radiologi Rontgen Thoracolumbal (AP/LAT/Keduanya)


(27 Februari 2022)

Kesan:

- Osteoporosis

- Multiple fraktur kompresi pada korpus L1 dan 3

- Spondylosis thoracolumbal

Pewarnaan BTA dari pus pada luka di abdomen (2 Maret 2022)

Hasil: BTA (+)/positif

Pemeriksaan Radiologi USG Abdomen (7 Maret 2022)

Kesimpulan: organ-organ yang tervisualisasi dalam batas normal

Pemeriksaan Radiologi CT-Scan Abdomen (7 Maret 2022)

Kesan:

- Efusi pelura costovertebral kanan kiri

- Defek pelvis dinding abdomen kiri

11
Pemeriksaan Radiologi Rontgen Thorax PA (11 Maret 2022)

Kesan:

- Cardiomegali

- Massa mediastinum superior

- Efusi pelura kanan minimal

2.5 DIAGNOSIS KERJA

Sindrom Cushing + insufisiensi adrenal + sclofulorderma + osteoporosis +


multiple fraktur kompresi pada korpus L1 dan 3 + spondylosis
thoracolumbalis + tinea unguium + hipoalbumin + hipokalemi + hipertensi
stage I + susp. massa mediastinum superior dd/timoma, limfoma, tumor paru

2.6 DIAGNOSIS BANDING

- Sindrom Cushing + insufisiensi adrenal + sclofulorderma + osteoporosis


+ multiple fraktur kompresi pada korpus L1 dan 3 + spondylosis
thoracolumbalis + tinea unguium + hipoalbumin + hipokalemi + hipertensi
stage I + susp. massa mediastinum superior dd/timoma, limfoma, tumor
paru

- Penyakit Cushing + insufisiensi adrenal + sclofulorderma + osteoporosis


+ multiple fraktur kompresi pada korpus L1 dan 3 + spondylosis
thoracolumbalis + tinea unguium + hipoalbumin + hipokalemi + hipertensi
stage I + susp. massa mediastinum superior dd/timoma, limfoma, tumor
paru

2.7 TATALAKSANA

1. Non-Farmakologi

• Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit pasien


12
2. Farmakologi

• Paracetamol 3 x 500 mg

• CaCO3 3 x 500 mg

• KSR 1 x 600

• Vitamin D 2 x 400 IV

• Cetirizine 1 x 10 mg

• Hydrocortisone 3 x 100 mg IV

• Albumin 1 x 1

• Drip Ca Glukonas

• Amino fluid

2.8 RENCANA PEMERIKSAAN


 Sitologi sputum
 CT-Scan thorax

2.9 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad malam

Quo ad Functionam : dubia ad malam

QuoadSanationam : dubia ad malam

2.9 Follow Up
Follow up tanggal 12 Maret 2022 pukul 13.00
S :Nyeri perut berkurang, bengkak pada perut berkurang, sulit tidur, batuk berdahak
O: Keadaan Umum = tampak sakit sedang
13
Sens = compos mentis RR = 20x/menit T = 36,8º C
TD= 140/90 mmHg N = 101x/menit SpO2 = 98%
Kepala = konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher = JVP (5+2) cmH2O, distensi vena leher (-), pembesaran KGB(-)
Thorax:
Pulmo = I : statis, simetris, tidak ada bagian yang tertinggal
P : stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
P : redup pada lapang paru kanan atas dari ICS 2 – ICS 4, sonor pada
lapangan paru kiri
A : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-)
Jantung = I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis teraba tidak teraba
P : sulit dinilai
A : Bunyi Jantung I-II reguler normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
I : cembung, striae (+), kulit kering dan tipis, tampak luka (+) dengan jaringan
nekrotik di sekitarnya, dasr luka subkutis, pus (+), krusta (+), darah (-), warna tepi
luka kehitaman ukuran + 18 x 14 cm
A : BU (+) 4 x/menit, normal
P : nyeri (+), teraba keras pada luka, sekililing luka lunak, hepar dan lien tidak
teraba (-)
P : tymphani
Ekstremitas = pucat (-), akral dingin (-), jamur pada kuku, kulit tampak kering dan
tipis
A:

Sindrom Cushing + insufisiensi adrenal + sclofulorderma + osteoporosis +


multiple fraktur kompresi pada korpus L1 dan 3 + spondylosis thoracolumbalis
+ tinea unguium + hipoalbumin + hipokalemi + hipertensi stage I + susp. massa
mediastinum superior dd/timoma, limfoma, tumor paru
P: Non-Farmakologis Farmakologis
- Edukasi keluarga mengenai penyakit
- Omeprazole 2 x 40 mg
pasien
- Ondansetron 3 x 8 mg
14
- Sucralfate syr 3 x 20 ml

- Paracetamol 3 x 500 mg

- CaCO3 3 x 500 mg

- KSR 1 x 600

- Vitamin D 2 x 400 IV

- Cetirizine 1 x 10 mg

- Albumin 1 x 1

- Drip Ca Glukonas
- Amino fluid

- Hydrocortisone 3 x 200 mg (4
– 4 – 2)
Follow up tanggal 13 Maret 2022 pukul 13.00
S : Nyeri perut berkurang, bengkak pada perut berkurang, sulit tidur, batuk berdahak
O: Keadaan Umum = tampak sakit sedang
Sens = compos mentis RR = 20x/menit T = 37,2º C
TD = 140/100 mmHg N = 106x/menit SpO2 = 98%
Kepala = konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)
Leher = JVP (5-2) cmH2O, distensi vena leher (-), pembesaran KGB(-)
Thorax:
Pulmo = I : statis, simetris, tidak ada bagian yang tertinggal
P : stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
P : redup pada lapang paru kanan atas dari ICS 2 – ICS 4, sonor pada
lapangan paru kiri
A : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-)
Jantung = I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis teraba tidak teraba
P : sulit dinilai
A : Bunyi Jantung I-II reguler normal, murmur (-), gallop (-)

15
Abdomen
I : cembung, striae (+), kulit kering dan tipis, tampak luka (+) dengan jaringan
nekrotik di sekitarnya, dasr luka subkutis, pus (+), krusta (+), darah (-), warna tepi
luka kehitaman ukuran + 18 x 14 cm
A : BU (+) 4 x/menit, normal
P : nyeri (+), teraba keras pada luka, sekililing luka lunak, hepar dan lien tidak
teraba (-)
P : tymphani
Ekstremitas = pucat (-), akral dingin (-), jamur pada kuku, kulit tampak kering dan
tipis
A:
- Sindrom Cushing + insufisiensi adrenal + sclofulorderma +
osteoporosis + multiple fraktur kompresi pada korpus L1 dan 3 +
spondylosis thoracolumbalis + tinea unguium + hipoalbumin +
hipokalemi + hipertensi stage I + susp. massa mediastinum superior
dd/timoma, limfoma, tumor paru
P:Nonfarmakologis Farmakologis
- Diet NB TKTP
- Omeprazole 2 x 40 mg
- Transfusi PRC 600cc (sudah 200cc)
- Rencana leukaferesis - Ondansetron 3 x 8 mg
- Rencana cek ulang darah rutin + - Sucralfate syr 3 x 20 ml
kalium
- Paracetamol 3 x 500 mg
- Edukasi mengenai penyakit, rencana
pemeriksaan, tatalaksana dan - CaCO3 3 x 500 mg
prognosis
- KSR 1 x 600

- Vitamin D 2 x 400 IV

- Cetirizine 1 x 10 mg

- Albumin 1 x 1

- Drip Ca Glukonas

16
- Amino fluid
- Hydrocortisone 3 x 200 mg (4 – 4 –
2)
- Asetilsistein 3 x 200 mg
- Pro zometa 4 mg IV

17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan hormon
glukokortikoid. Sindrom Cushing dibagi atas dua jenis yaitu, a) sindrom Cushing
akibat ACTH yang meningkat (ACTH dependent) yang terdiri atas penyakit
Cushing akibat adenoma hipofisis (sekitar 80% dari semua sindrom Cushing) dan
akibat neoplasma bukan dari kelenjar hipofisis (ectopic ACTH), b) sindrom
Cushing bukan akibat kadar hormon ACTH yang meningkat (ACIH independent),
termasuk disini adenoma neoplasma/ karsinoma adrenal, hiperplasi noduler, dan
iatrogenik akibatkortikosteroid berlebihan.1

Sindrom Cushing dan penyakit Cushing adalah manifestasi klinis dari


kelebihan abnormal hormon glukokortikoid dalam waktu lama dengan segala
konsekuensinya. Definisi inijuga mencakup adanya insufisiensi aksis
hipotalamopituitari-adrenal dan gangguan pada ritme sekresi sirkadian kortisol.
lstilah sindrom Cushing adalah istilah umum yang dipakai untuk fenomena
tersebut tanpa memperhatikan penyebabnya, sementara jika penyebabnya berasal
dari kelebihan ACTH (odrenocorticotrophic hormone) yang diproduksi oleh
kelenjar hipofisis, lalu merangsang produksi kortisol berlebihan di adrenal, maka
istilah yang dipakai adalah penyakit Cushing.1

3.2. Epidemiologi
Kejadian Cushing diestimasikan pada insiden tahunan sindrom ini berkisar
2,3 juta per tahun di seluruh dunia. penyakit Cushing terutama terjadi pada wanita
dengan rasio wanita ke pria berkisar 3:1 sampai 10:1. pada klinik endokrin tersier
di negara maju, ditemukan prevalensi sindrom Cushing sekitar 5% diantara pasien
diabetes melitus yang tidak terkontrol dan osteoporosis. Data tersebut tentunya
akan berdampak pada pengelolaan pasien-pasien diabetes, obesitas, hipertensi,
18
gangguan menstruasi, oleh karena itu menjadi penting untuk melakukan
penapisan.1

3.3. Etiologi dan Patogenesis


Kelebihan produksi hormon kortisol di korteks adrenal bisa sebagai akibat
kelebihan ACTH dari berbagai sumber atau memang kelenjar adrenal secara
otonom memproduksi kortisol berlebihan tanpa rangsangan dari ACTH. Kortisol
adalah hormon yang sangat esensial untuk menjaga kenormalan metabolisme
glukosa dan protein, keseimbangan elektrolit, fungsi imun, dan juga tekanan
darah. Masih banyak pertanyaan yang belum bisa drjawab mengapa hipofisis
menjadi sangat aktif sehingga mengeluarkan ACTH berlebihan, atau mengapa
korteks adrenal secara otonom hiperaktif sehingga memproduksi kortisol
berlebihan.1

Sekitar 80% sindrom Cushing adalah ACTH- dependent, dimana ACTH


dapat disekresi oleh adenoma hipofisis (80"/o dari ACTH-dependent) atau dapat
berasal dari non hipofisis (ektopik, sekitar 20"/o dari AClH-dependent). Sisa 20%
kasus (ACTH - independent), kortisol diprodu ksi secara otonom oleh kelenjar
adrenal dengan perincian: 60% kasus adalah adenoma, 38% kasus adalah
karsinoma, dan kurang dari 2% penyebabnya adalah hiperplasia adrenal masif
yang sangat jarang, seperti primory pigmented nodular odrenoL disease (ppNAD)
atau sindrom McCune- Albright.1 Ada dua etiologi utama dari sindrom Cushing:
hiperkortisolisme endogen dan hiperkortisolisme eksogen. Hiperkortisolisme
eksogen, penyebab paling umum dari sindrom Cushing, sebagian besar iatrogenik
dan hasil dari penggunaan glukokortikoid yang berkepanjangan. Sindrom Cushing
endogen dihasilkan dari produksi kortisol yang berlebihan oleh kelenjar adrenal
dan dapat bergantung pada ACTH dan tidak bergantung pada ACTH. Adenoma
hipofisis yang mensekresi ACTH (penyakit Cushing) dan sekresi ACTH ektopik
oleh neoplasma bertanggung jawab atas Cushing yang bergantung pada ACTH.
Hiperplasia adrenal, adenoma, dan karsinoma adalah penyebab utama sindrom
Cushing independen ACTH.2

19
3.4. Diagnosis
Manifestasi klinis sangat beragam tergantung pada derajat beratnya
hiperkortisolisme, lamanya, dan sensitifitas reseptor glukokortikoid. Langkah-
langkah diagnostik yang dianjurkan adalah: mengenali sindrom Cushing,
konfirmasi tes biokimiawi untuk membuktikan kelebihan kortisol, mencari
penyebab, dan mencari strategiterapi yang sesuai. Tentunya anamnesis yang detail
(terutama membedakan sindrom Cushing eksogen atau endogen), pemeriksaan
fisik yang teliti, dan pemeriksaan penunjang yang tepat akan membawa ke arah
diagnosis etiologi yang jelas.1
Tampilan yang klasik dari aspek metabolik, kardiovaskular kulit,
muskuloskeletal, dan manifestasi psikiatrik, biasanya mudah bagi dokter untuk
mengenalinya, tetapi tidak jarang kasusnya ringan, dan hanya beberapa tanda saja
yang muncul karena kenaikan hormon kortisol yang ringan dan siklik. Pada
beberapa kelaianan psikiatri (depresi, ansietas, kelainan obsesif konvulsif),
diabetes yang tidak terkontrol, dan alkoholisme, bisa disertai hiperkortisolisme
ringan dan menghasilkan tes seperti sindrom Cushing. Pada keadaan terakhir tentu
butuh usaha yang lebih hati-hati untuk membuktikan adanya kelebihan hormon
kortisol yang abnormal.1

20
Gambar 1. Klinis Sindrom Cushing1

21
Gambar 2. Alur Diagnosis Cushing1

22
Gambar 3. Alur Klinis Diagnosis1

3.5. Tatalaksana
Setelah diketahui penyebab persisnya maka pengelolaan disesuaikan dengan
penyakit dasarnya dan lokasi organ yang terlibat. Pilihan terapi diantaranya adalah
operasi, radioterapi, atau medikamentosa. Pilihan tertentu bisa saja efektif untuk
pasien tertentu tetapi bisajadi sangat terbatas untuk pasien lain karena efek
sampingnya. Untuk penyakit Cushing pilihan pertama adalah operasi transfenoid,
lalu dilanjutkan dengan radioterapi dan medikamentosa jika diperlukan. Untuk
adrenal Cushing pilihan terapi adalah operasi, sesuai dengan lesi yang ditemukan
dan selalu didahului dengan pemberian anti steroidogenesis (ketokonazol,
mifepristone, mitotan, metirapon). Untuk adrenalektomi bilateral maka biasanya
diperlukan substitusi hormonal glukokortikoid dan mineralokortikoid terus-

23
menerus pasca operasi. Saat ini sedang berkembang adrenalektomi per
laparoskopi dengan teknik minimal invasif.1

Pada keadaan ectopic ACTH- dependent seringkali sulit untuk mencari


fokus dimana tempat ACTH diproduksi berlebihan. Dari beberapa penelitian
disebutkan distribusi sumber ACTH di luar hipofisis yang tersering (bronchiol
corcinoid 25o/", islet cell cancer 160/o, small-cell lung corcinoma 11%,
medullory thyroid concer 8o/o, disseminoted neuroendocrine tumour of unknown
primary source 7%, thymic carcinoid 5%, feokromositoma 3%, disseminoted
gostrointestinol carcinoid 1%, tumor lain 8%). Setelah sindrom Cushing
terdiagnosis, sambil menunggu konfirmasi penyakit dasarnya, maka sebaiknya
diberikan anti steroidogenesis (ketok onazo| mifepristone, mitotan, metirapon)
terlebih dahulu. Hal lain yang sering dilupakan adalah karena pasien dengan
sindrom Cushing sangat rentan dengan bangkitnya kuman komensal penumocistic
carinii dt paru, maka sebaiknya diberikan profilaksis dengan kotrimoxazole.1

3.6. Komplikasi
Sindrom Cushing mengakibatkan beragam komplikasi sistemik diantaranya
obesitas sentral, hipertensi, gangguan toleransi glukosa dan diabetes, dislipidemia,
trombosis, kelainan psikiatrik, penyakit ginjal, osteoporosis, bersamasama dengan
meningkatnya risiko kardiovaskular. Hal lain yang juga sering menyebabkan
kematian pada sindrom Cushing adalah infeksi dan sepsis. Remisi dan normalisasi
kortisol seringkali tidak menghilangkan risiko kardiovaskular tersebut dan riwayat
sindrom Cushing adalah faktor risiko permanen dari penyakit kardiovaskular. Hal
terpenting yang mempengaruhi harapan hidup adalah level kortisol, sehingga
tujuan dari pengeiolaan adalah menurunkan kadar kortisol bersamaan dengan
mengontrol risiko kardiovaskular lain sepanjang usia.1

Hal lain yang sering terlupakan adalah bahwa pasien dengan sindrom
Cushing mengalami suatu keadaan penurunan daya tahan tubuh (irnmu
nocompromissed) yang signifikan akibat kelebihan kortisol. Akibatnya pasien
24
tersebut dapat terinfeksi oleh kuman yang pada orang normal hanya sebagai
kuman komensal, seperti yang terjadi pada pasien HlV, sehingga diperlukan
profilaksis untuk kuman tertentu seperti pneumicystic corinii.1

3.7. Prognosis
Jika tidak diobati secara adekuat, sindrom Cushing secara signifikan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas, dan survival median dari pasien hanya
sekitar 4,6 tahun. Dari beberapa studi didapatkan angka kematian pada sindrom
Cushing non malignansi sekitar 2-4 kali dibandingkan dengan populasi normal,
sementara sindrom Cushing dengan penyakit dasar keganasan prognosisnya
sangat buruk, umumnya meninggal selama dalam usaha pengobatan awal. Perlu
juga dipahami bahwa pasien yang gagal dengan operasi angka kematiannya 5 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan populasi normal jika dibandingkan dengan
pasien yang remisi dengan operasi.1

25
BAB IV
ANALISIS KASUS

Tn. S, usia 57 tahun, datang ke RS Mohammad Hoesin Palembang dengan


keluhan luka pada perut kiri yang semakin luas dan nyeri. Dari anamnesis
diketahui + 10 hari SMRS, pasien mengeluh timbul benjolan di perut kiri.
Benjolan berukuran besar, berwarna merah, dan panas saat dipegang. Pasien
mengatakan benjolan sangat nyeri, sehingga saat menggunakan baju sehari, baju
dinaikkan keatas agar tidak terkena benjolan tersebut. Demam ada, namun suhu
tidak diukur, demam terus menerus, pasien tidak mengonsumsi obat. Batuk dan
pilek tidak ada. Sesak nafas tidak ada. Mual muntah tidak ada. Penurunan nafsu
makan tidak ada. Pasien hanya berbaring ditempat tidur karena merasa lemas,
sebelumnya pasien masih dapat berjalan dan duduk. + 2 hari SMRS, benjolan
pada perut kiri pasien pecah dan mengeluarkan darah serta cairan berwarna
kuning. Pasien dibawa ke RS Bhayangkara lalu dirujuk ke RSMH. Riwayat
penyakit sebelumnya disangkal oleh pasien. Pasien mengaku telah mengonsumsi
obat methylprednisolone 2x4mg setiap hari selama 6 tahun karena keluhan gatal
yang pernah pasien alami. Riwayat penyakit dalam keluarga disangkal oleh
pasien. Kesan sosial dan ekonomi pasien rendah.

Dari anamnesis tersebut diketahui bahwa keluhan pasien berupa luka pada
perut kiri yang semakin luas dan nyeri. Luka berawal dari sebuah benjolan yang
makin besar dan makin nyeri sebelum akhirnya pecah dan mengeluarkan darah
dan cairan berwarna kuning. Pasien juga mengonsumsi methylpredisolone 2x4mg
setiap hari selama 6 tahun. Methylprednisolone merupakan obat dalam golongan
kortikosteroid, yang mana bila dikonsumsi dalam jangka panjang dapat
menyebabkan sindrom Cushing.

Dari pemeriksaan fisik menunjukkan pasien dengan tanda-tanda vital dalam


batasan normal kecuali tekanan darah yang tinggi yaitu 150/90 mmHg. Tanda-
tanda vital yang normal diantaranya kesadaran compos mentis, nadi 85x/menit,

26
laju pernapasan 18x/menit, suhu 36.8oC, dan IMT 22.6 kg/m2. Pada pemeriksaan
fisik khusus kepala terdapat bentuk wajah moonface. Pemeriksaan mata, hidung,
telinga, dan mulut dalam batasan normal. Pemeriksaan leher terdapat buffalo neck
hump, tidak terdapat pembesaran KGB. Pemeriksaan thoraks didapatkan redup
pada lapangan paru kanan atas dan sonor pada lapangan paru kiri. Pemeriksaan
jantung dalam batasan normal. Pemeriksaan inspeksi abdomen didapatkan
abdomen cembung, striae ada, tampak luka dengan jaringan nekrotik disekitarnya,
warna tepi luka kehitaman ukuran + 18x14cm, dasar luka subkutis, pus ada, krusta
ada, darah tidak ada. Pemeriksaan palpasi abdomen didapatkan nyeri ada, teraba
keras pada luka, sekeliling luka lunak, serta hepar dan lien tidak teraba.
Pemeriksaan perkusi abdomen terdengar bunyi timpani, dan pada pemeriksaan
auskultasi abdomen didapatkan bunyi usus 4x/menit. Pemeriksaan ekstremitas
didapatkan ada jamur pada kuku pada 4 ekstremitas serta ekstremitas tampak
kurus karena atrofi otot. Dari pemeriksaan fisik tampak gejala-gejala khas dari
sindrom Cushing diantara lain hipertensi, moonface, buffalo neck hump, krusta
hasil dari atrofi kulit, abdomen cembung dengan ekstremitas kurus yang
menandakan obesitas sentral, striae, luka—pada kasus ini di abdomen sinistra—
karena penurunan imunitas, dan infeksi jamur pada kuku-kuku ekstremitas.

Pemeriksaan hematologi didapatkan Hb, RBC, dan Ht menurun. WBC,


RDW-CV, dan LED meningkat. Didapatkan juga penurunan eosinofil,
peningkatan netrofil, dan penurunan limfosit. Tak hanya itu, kalsium, albumin,
dan kalium juga menurun. Kortisol ditemukan lebih rendah dari batas normal.
Kortisol bisa rendah pada pasien sindrom Cushing karena pasien sindrom Cushing
awalnya memiliki kadar kortisol darah yang tinggi sehingga mengaktifkan
negative feedback pada kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal bekerja dalam
upaya mengembalikan homeostasis. Kondisi ini yang berkepanjangan akan
menyebabkan atrofi kelenjar adrenal karena tidak produksi kortisol dalam jangka
panjang. Hal ini menyebabkan kelenjar adrenal tidak lagi dapat menghasilkan
kortisol seperti semula, ditambah dengan penurunan konsumsi kortisol pasien

27
karena tappering off sehingga kada kortisol pasien sekarang lebih rendah dari
normal.

Pemeriksaan Radiologi USG abdomen didapatkan organ-organ yang


tervisualisasi dalam batasan normal. Pemeriksaan radiologi CT-scan abdomen
ditemukan efusi pleura costovertebral kanan dan kiri, serta defek pelvis dinding
abdomen kiri. Pemeriksaan radiologi rontgen thoracolumbal didapatkan kesan
osteoporosis, multiple fraktur kompresi pada korpus L1 dan L3, serta spondylosis
thoracolumbal, yang mana osteoporosis dan fraktur merupakan salah satu gejala
khas dari sindrom Cushing. Pemeriksaan radiologi didapatkan cardiomegali,
massa mediastinum superior, dan efusi pleura minor. Pemeriksaan pewarnaan
BTA dari pus pada luka di abdomen didapatkan BTA positif, yang menandakan
scrofuloderma. Scrofuloderma adalah infeksi perkutaneus yang dapat disebabkan
karena bakteri TB. Selazimnya bakteri ini tidak menyebabkan luka kulit, tapi
respon inflamasi pada pasien sindrom Cushing melemah sehingga pasien dengan
sindrom Cushing lebih rentan terhadap infeksi.

Secara umum, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang, penyakit yang dialami pasien merujuk pada diagnosis sindrom
Cushing terbukti dari adanya gejala-gejala khas dari sindrom Cushing diantara
lain hipertensi, moonface, buffalo neck hump, krusta hasil dari atrofi kulit,
abdomen cembung dengan ekstremitas kurus yang menandakan obesitas sentral,
striae, luka—pada kasus ini di abdomen sinistra, dan infeksi jamur pada kuku-
kuku ekstremitas, serta osteoporosis dan fraktur tulang. Kecurigaan atas sindrom
Cushing semakin kuat dengan ditemukannya osteoporosis dengan fraktur.

Pasien diberikan terapi KSR untuk meningkatkan kadar kalium dalam darah,
terapi drip Ca glukonas dan CaCO3 untuk menambah kalsium, terapi vitamin D
untuk membantu penyerapan kalsium untuk membantu menangani osteoporosis
pasien, serta terapi hydrocortisone—obat golongan kortikosteroid—sebagai upaya
tappering off steroid untuk mencegah withdrawal karena penghentian steroid
mendadak. Cetirizine diberikan yang merupakan antihistamine untuk mengatasi

28
gatal yang pasien keluhkan. Gatal itu juga merupakan alasan pasien rutin
mengonsumsi methylprednisolone selama 6 tahun. Pasien juga diberikan terapi
albumin untuk mengatasi hipoalbuminemia, dan terapi aminofluid untuk
mensuplementasi nutrisi esensial pada pasien. Prognosis pada pasien tidak dapat
ditentukan/cenderung buruk. Walaupun tingkat kelangsungan hidup pasien
sindrom Cushing hanya 50%, dengan terapi adekuat tingkat mortalitas pasien
sindrom Cushing sama dengan populasi yang sesuai dengan usia. Penyebab
morbiditas dan mortalitas pasien sindrom Cushing adalah efek dari kondisi yang
berhubungan seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung, obesitas, dan
osteoporosis dengan fraktur.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Tarigan TJE. Sindrom cushing dan penyakit cushing. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyp
AW, K Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 6 th
edition. Jakarta Pusat: Interna Publishing; 2014. p. 2478-2483.
2. CHAUDHRY, Hammad S.; SINGH, Gurdeep. Cushing syndrome. StatPearls
[Internet], 2021.

30
40

Anda mungkin juga menyukai