SINDROM CUSHING
Oleh:
Pembimbing:
2022
Halaman Pengesahan
SINDROM CUSHING
Disusun oleh :
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya di
RSUP Mohammad Hoesin dari tanggal 28 Februari 2022 – 21 Mei 2022.
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
presentasi kasus dengan topik “Sindrom Cushing” sebagai salah satu syarat
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Penyakit Dalam RSMH
Palembang.Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Ferry Usnizar, Sp.PD,
K-KV selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan
dan penyusunan laporan kasus ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga
selesainya laporan kasus ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan laporan kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga presentasi kasus ini
dapat memberi manfaat bagi yang membacanya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................29
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
kelainan psikiatrik, penyakit ginjal, osteoporosis, Bersama-sama dengan
meningkatnya risiko kardiovaskular. Pasien dengan sindrom Cushing sering
mengalami penurunan daya tahan tubuh yang signifikan akibat kelebihan kortisol.
Akibatnya pasien tersebut dapat terinfeksi oleh kuman yang ada pada orang
normal hanya sebagai kuman komensal. Jika tidak diobati secara adekuat, sindrom
Cushing secara signifikan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.1
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTIFIKASI
Nama : Sukirno Bin Abdul Kodir (Tn. S)
2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama: luka pada perut kiri yang semakin meluas dan nyeri
Keluhan Tambahan: -
3
ada. Mual muntah tidak ada. Penurunan nafsu makan tidak ada. Pasien
hanya berbaring ditempat tidur karena merasa lemas, sebelumnya pasien
masih dapat berjalan dan duduk.
Riwayat Pengobatan
4
2.3 PEMERIKSAAN FISIK (Jum’at, 11 Maret 2022, 13.00 WIB)
1. Keadaan umum
a. Kesadaran : compos mentis (E4M6V5)
b. Tekanan darah : 150/90 mmHg
c. Nadi : 85 x/menit
d. Laju pernapasan : 18 x/menit
e. Suhu : 36.8oC
f. Tinggi badan : 160 cm
g. Berat badan : 58 kg
h. IMT : 22.6 kg/m2 (normoweight)
2. Keadaan Spesifik
a. Kepala
Bentuk : moonface (+)
Ekspresi : wajar
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Alopesia : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Perdarahan temporal : tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada
Wajah sembab : ada
5
b. Mata
Eksoftalmus : tidak ada
Endoftalmus : tidak ada
Palpebral : pucat (-/-)
Konjungtiva palpebral : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Kornea : jerning
Pupil : bulat, isokor, 3mm/3mm, RC (+/+)
c. Hidung
Sekret : tidak ada
Epistaksis : tidak ada
Napas cuping hidung : tidak ada
d. Telinga
Meatus akustikus eksternus : lapang
Nyeri tekan : tidak ada
Nyeri tarik : tidak ada
Sekret : tidak ada
Pendengaran : baik
e. Mulut
Bibir : pucat (-), sianosis (-), kering (-)
Gigi-geligi : lengkap
Gusi : perdarahan (-)
Lidah : atrofi papil (-)
f. Leher
Inspeksi : JVP (5-2) cmH2O, buffalo neck (+)
Palpasi : pembesaran KGB (-)
6
7
g. Thoraks
Paru-paru (Anterior)
Paru-paru (Posterior)
8
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
h. Abdomen
Inspeksi : cembung, striae (+), kulit kering dan tipis, tampak
luka (+) dengan jaringan nekrotik di sekitarnya, dasr
luka subkutis, pus (+), krusta (+), darah (-), warna
tepi luka kehitaman ukuran + 18 x 14 cm
Perkusi : tymphani
i. Ekstremitas
Ekstremitas atas : pucat (-), akral dingin (-), jamur pada kuku,
kulit tampak kering dan tipis
Ekstremitas bawah : pucat (-), akral dingin (-), jamur pada kuku,
kulit tampak kering dan tipis
j. Genitalia
Tidak diperiksa
9
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
10
Pemeriksaan Radiologi Rontgen Knee Joint Bilateral (18 Februari
2022)
Kesan:
- Osteoporosis
- Spondylosis thoracolumbal
Kesan:
11
Pemeriksaan Radiologi Rontgen Thorax PA (11 Maret 2022)
Kesan:
- Cardiomegali
2.7 TATALAKSANA
1. Non-Farmakologi
• Paracetamol 3 x 500 mg
• CaCO3 3 x 500 mg
• KSR 1 x 600
• Vitamin D 2 x 400 IV
• Cetirizine 1 x 10 mg
• Hydrocortisone 3 x 100 mg IV
• Albumin 1 x 1
• Drip Ca Glukonas
• Amino fluid
2.9 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad malam
2.9 Follow Up
Follow up tanggal 12 Maret 2022 pukul 13.00
S :Nyeri perut berkurang, bengkak pada perut berkurang, sulit tidur, batuk berdahak
O: Keadaan Umum = tampak sakit sedang
13
Sens = compos mentis RR = 20x/menit T = 36,8º C
TD= 140/90 mmHg N = 101x/menit SpO2 = 98%
Kepala = konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher = JVP (5+2) cmH2O, distensi vena leher (-), pembesaran KGB(-)
Thorax:
Pulmo = I : statis, simetris, tidak ada bagian yang tertinggal
P : stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
P : redup pada lapang paru kanan atas dari ICS 2 – ICS 4, sonor pada
lapangan paru kiri
A : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-)
Jantung = I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis teraba tidak teraba
P : sulit dinilai
A : Bunyi Jantung I-II reguler normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
I : cembung, striae (+), kulit kering dan tipis, tampak luka (+) dengan jaringan
nekrotik di sekitarnya, dasr luka subkutis, pus (+), krusta (+), darah (-), warna tepi
luka kehitaman ukuran + 18 x 14 cm
A : BU (+) 4 x/menit, normal
P : nyeri (+), teraba keras pada luka, sekililing luka lunak, hepar dan lien tidak
teraba (-)
P : tymphani
Ekstremitas = pucat (-), akral dingin (-), jamur pada kuku, kulit tampak kering dan
tipis
A:
- Paracetamol 3 x 500 mg
- CaCO3 3 x 500 mg
- KSR 1 x 600
- Vitamin D 2 x 400 IV
- Cetirizine 1 x 10 mg
- Albumin 1 x 1
- Drip Ca Glukonas
- Amino fluid
- Hydrocortisone 3 x 200 mg (4
– 4 – 2)
Follow up tanggal 13 Maret 2022 pukul 13.00
S : Nyeri perut berkurang, bengkak pada perut berkurang, sulit tidur, batuk berdahak
O: Keadaan Umum = tampak sakit sedang
Sens = compos mentis RR = 20x/menit T = 37,2º C
TD = 140/100 mmHg N = 106x/menit SpO2 = 98%
Kepala = konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)
Leher = JVP (5-2) cmH2O, distensi vena leher (-), pembesaran KGB(-)
Thorax:
Pulmo = I : statis, simetris, tidak ada bagian yang tertinggal
P : stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
P : redup pada lapang paru kanan atas dari ICS 2 – ICS 4, sonor pada
lapangan paru kiri
A : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-)
Jantung = I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis teraba tidak teraba
P : sulit dinilai
A : Bunyi Jantung I-II reguler normal, murmur (-), gallop (-)
15
Abdomen
I : cembung, striae (+), kulit kering dan tipis, tampak luka (+) dengan jaringan
nekrotik di sekitarnya, dasr luka subkutis, pus (+), krusta (+), darah (-), warna tepi
luka kehitaman ukuran + 18 x 14 cm
A : BU (+) 4 x/menit, normal
P : nyeri (+), teraba keras pada luka, sekililing luka lunak, hepar dan lien tidak
teraba (-)
P : tymphani
Ekstremitas = pucat (-), akral dingin (-), jamur pada kuku, kulit tampak kering dan
tipis
A:
- Sindrom Cushing + insufisiensi adrenal + sclofulorderma +
osteoporosis + multiple fraktur kompresi pada korpus L1 dan 3 +
spondylosis thoracolumbalis + tinea unguium + hipoalbumin +
hipokalemi + hipertensi stage I + susp. massa mediastinum superior
dd/timoma, limfoma, tumor paru
P:Nonfarmakologis Farmakologis
- Diet NB TKTP
- Omeprazole 2 x 40 mg
- Transfusi PRC 600cc (sudah 200cc)
- Rencana leukaferesis - Ondansetron 3 x 8 mg
- Rencana cek ulang darah rutin + - Sucralfate syr 3 x 20 ml
kalium
- Paracetamol 3 x 500 mg
- Edukasi mengenai penyakit, rencana
pemeriksaan, tatalaksana dan - CaCO3 3 x 500 mg
prognosis
- KSR 1 x 600
- Vitamin D 2 x 400 IV
- Cetirizine 1 x 10 mg
- Albumin 1 x 1
- Drip Ca Glukonas
16
- Amino fluid
- Hydrocortisone 3 x 200 mg (4 – 4 –
2)
- Asetilsistein 3 x 200 mg
- Pro zometa 4 mg IV
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan hormon
glukokortikoid. Sindrom Cushing dibagi atas dua jenis yaitu, a) sindrom Cushing
akibat ACTH yang meningkat (ACTH dependent) yang terdiri atas penyakit
Cushing akibat adenoma hipofisis (sekitar 80% dari semua sindrom Cushing) dan
akibat neoplasma bukan dari kelenjar hipofisis (ectopic ACTH), b) sindrom
Cushing bukan akibat kadar hormon ACTH yang meningkat (ACIH independent),
termasuk disini adenoma neoplasma/ karsinoma adrenal, hiperplasi noduler, dan
iatrogenik akibatkortikosteroid berlebihan.1
3.2. Epidemiologi
Kejadian Cushing diestimasikan pada insiden tahunan sindrom ini berkisar
2,3 juta per tahun di seluruh dunia. penyakit Cushing terutama terjadi pada wanita
dengan rasio wanita ke pria berkisar 3:1 sampai 10:1. pada klinik endokrin tersier
di negara maju, ditemukan prevalensi sindrom Cushing sekitar 5% diantara pasien
diabetes melitus yang tidak terkontrol dan osteoporosis. Data tersebut tentunya
akan berdampak pada pengelolaan pasien-pasien diabetes, obesitas, hipertensi,
18
gangguan menstruasi, oleh karena itu menjadi penting untuk melakukan
penapisan.1
19
3.4. Diagnosis
Manifestasi klinis sangat beragam tergantung pada derajat beratnya
hiperkortisolisme, lamanya, dan sensitifitas reseptor glukokortikoid. Langkah-
langkah diagnostik yang dianjurkan adalah: mengenali sindrom Cushing,
konfirmasi tes biokimiawi untuk membuktikan kelebihan kortisol, mencari
penyebab, dan mencari strategiterapi yang sesuai. Tentunya anamnesis yang detail
(terutama membedakan sindrom Cushing eksogen atau endogen), pemeriksaan
fisik yang teliti, dan pemeriksaan penunjang yang tepat akan membawa ke arah
diagnosis etiologi yang jelas.1
Tampilan yang klasik dari aspek metabolik, kardiovaskular kulit,
muskuloskeletal, dan manifestasi psikiatrik, biasanya mudah bagi dokter untuk
mengenalinya, tetapi tidak jarang kasusnya ringan, dan hanya beberapa tanda saja
yang muncul karena kenaikan hormon kortisol yang ringan dan siklik. Pada
beberapa kelaianan psikiatri (depresi, ansietas, kelainan obsesif konvulsif),
diabetes yang tidak terkontrol, dan alkoholisme, bisa disertai hiperkortisolisme
ringan dan menghasilkan tes seperti sindrom Cushing. Pada keadaan terakhir tentu
butuh usaha yang lebih hati-hati untuk membuktikan adanya kelebihan hormon
kortisol yang abnormal.1
20
Gambar 1. Klinis Sindrom Cushing1
21
Gambar 2. Alur Diagnosis Cushing1
22
Gambar 3. Alur Klinis Diagnosis1
3.5. Tatalaksana
Setelah diketahui penyebab persisnya maka pengelolaan disesuaikan dengan
penyakit dasarnya dan lokasi organ yang terlibat. Pilihan terapi diantaranya adalah
operasi, radioterapi, atau medikamentosa. Pilihan tertentu bisa saja efektif untuk
pasien tertentu tetapi bisajadi sangat terbatas untuk pasien lain karena efek
sampingnya. Untuk penyakit Cushing pilihan pertama adalah operasi transfenoid,
lalu dilanjutkan dengan radioterapi dan medikamentosa jika diperlukan. Untuk
adrenal Cushing pilihan terapi adalah operasi, sesuai dengan lesi yang ditemukan
dan selalu didahului dengan pemberian anti steroidogenesis (ketokonazol,
mifepristone, mitotan, metirapon). Untuk adrenalektomi bilateral maka biasanya
diperlukan substitusi hormonal glukokortikoid dan mineralokortikoid terus-
23
menerus pasca operasi. Saat ini sedang berkembang adrenalektomi per
laparoskopi dengan teknik minimal invasif.1
3.6. Komplikasi
Sindrom Cushing mengakibatkan beragam komplikasi sistemik diantaranya
obesitas sentral, hipertensi, gangguan toleransi glukosa dan diabetes, dislipidemia,
trombosis, kelainan psikiatrik, penyakit ginjal, osteoporosis, bersamasama dengan
meningkatnya risiko kardiovaskular. Hal lain yang juga sering menyebabkan
kematian pada sindrom Cushing adalah infeksi dan sepsis. Remisi dan normalisasi
kortisol seringkali tidak menghilangkan risiko kardiovaskular tersebut dan riwayat
sindrom Cushing adalah faktor risiko permanen dari penyakit kardiovaskular. Hal
terpenting yang mempengaruhi harapan hidup adalah level kortisol, sehingga
tujuan dari pengeiolaan adalah menurunkan kadar kortisol bersamaan dengan
mengontrol risiko kardiovaskular lain sepanjang usia.1
Hal lain yang sering terlupakan adalah bahwa pasien dengan sindrom
Cushing mengalami suatu keadaan penurunan daya tahan tubuh (irnmu
nocompromissed) yang signifikan akibat kelebihan kortisol. Akibatnya pasien
24
tersebut dapat terinfeksi oleh kuman yang pada orang normal hanya sebagai
kuman komensal, seperti yang terjadi pada pasien HlV, sehingga diperlukan
profilaksis untuk kuman tertentu seperti pneumicystic corinii.1
3.7. Prognosis
Jika tidak diobati secara adekuat, sindrom Cushing secara signifikan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas, dan survival median dari pasien hanya
sekitar 4,6 tahun. Dari beberapa studi didapatkan angka kematian pada sindrom
Cushing non malignansi sekitar 2-4 kali dibandingkan dengan populasi normal,
sementara sindrom Cushing dengan penyakit dasar keganasan prognosisnya
sangat buruk, umumnya meninggal selama dalam usaha pengobatan awal. Perlu
juga dipahami bahwa pasien yang gagal dengan operasi angka kematiannya 5 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan populasi normal jika dibandingkan dengan
pasien yang remisi dengan operasi.1
25
BAB IV
ANALISIS KASUS
Dari anamnesis tersebut diketahui bahwa keluhan pasien berupa luka pada
perut kiri yang semakin luas dan nyeri. Luka berawal dari sebuah benjolan yang
makin besar dan makin nyeri sebelum akhirnya pecah dan mengeluarkan darah
dan cairan berwarna kuning. Pasien juga mengonsumsi methylpredisolone 2x4mg
setiap hari selama 6 tahun. Methylprednisolone merupakan obat dalam golongan
kortikosteroid, yang mana bila dikonsumsi dalam jangka panjang dapat
menyebabkan sindrom Cushing.
26
laju pernapasan 18x/menit, suhu 36.8oC, dan IMT 22.6 kg/m2. Pada pemeriksaan
fisik khusus kepala terdapat bentuk wajah moonface. Pemeriksaan mata, hidung,
telinga, dan mulut dalam batasan normal. Pemeriksaan leher terdapat buffalo neck
hump, tidak terdapat pembesaran KGB. Pemeriksaan thoraks didapatkan redup
pada lapangan paru kanan atas dan sonor pada lapangan paru kiri. Pemeriksaan
jantung dalam batasan normal. Pemeriksaan inspeksi abdomen didapatkan
abdomen cembung, striae ada, tampak luka dengan jaringan nekrotik disekitarnya,
warna tepi luka kehitaman ukuran + 18x14cm, dasar luka subkutis, pus ada, krusta
ada, darah tidak ada. Pemeriksaan palpasi abdomen didapatkan nyeri ada, teraba
keras pada luka, sekeliling luka lunak, serta hepar dan lien tidak teraba.
Pemeriksaan perkusi abdomen terdengar bunyi timpani, dan pada pemeriksaan
auskultasi abdomen didapatkan bunyi usus 4x/menit. Pemeriksaan ekstremitas
didapatkan ada jamur pada kuku pada 4 ekstremitas serta ekstremitas tampak
kurus karena atrofi otot. Dari pemeriksaan fisik tampak gejala-gejala khas dari
sindrom Cushing diantara lain hipertensi, moonface, buffalo neck hump, krusta
hasil dari atrofi kulit, abdomen cembung dengan ekstremitas kurus yang
menandakan obesitas sentral, striae, luka—pada kasus ini di abdomen sinistra—
karena penurunan imunitas, dan infeksi jamur pada kuku-kuku ekstremitas.
27
karena tappering off sehingga kada kortisol pasien sekarang lebih rendah dari
normal.
Pasien diberikan terapi KSR untuk meningkatkan kadar kalium dalam darah,
terapi drip Ca glukonas dan CaCO3 untuk menambah kalsium, terapi vitamin D
untuk membantu penyerapan kalsium untuk membantu menangani osteoporosis
pasien, serta terapi hydrocortisone—obat golongan kortikosteroid—sebagai upaya
tappering off steroid untuk mencegah withdrawal karena penghentian steroid
mendadak. Cetirizine diberikan yang merupakan antihistamine untuk mengatasi
28
gatal yang pasien keluhkan. Gatal itu juga merupakan alasan pasien rutin
mengonsumsi methylprednisolone selama 6 tahun. Pasien juga diberikan terapi
albumin untuk mengatasi hipoalbuminemia, dan terapi aminofluid untuk
mensuplementasi nutrisi esensial pada pasien. Prognosis pada pasien tidak dapat
ditentukan/cenderung buruk. Walaupun tingkat kelangsungan hidup pasien
sindrom Cushing hanya 50%, dengan terapi adekuat tingkat mortalitas pasien
sindrom Cushing sama dengan populasi yang sesuai dengan usia. Penyebab
morbiditas dan mortalitas pasien sindrom Cushing adalah efek dari kondisi yang
berhubungan seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung, obesitas, dan
osteoporosis dengan fraktur.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Tarigan TJE. Sindrom cushing dan penyakit cushing. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyp
AW, K Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 6 th
edition. Jakarta Pusat: Interna Publishing; 2014. p. 2478-2483.
2. CHAUDHRY, Hammad S.; SINGH, Gurdeep. Cushing syndrome. StatPearls
[Internet], 2021.
30
40