Anda di halaman 1dari 24

Referat

TENGGELAM

Disusun oleh:

Jurgen Kusumaatmaja Hermawan,


S.Ked
Safira Smaradhana, S.Ked 04084822124039
Sella Vanessa Lie, S. Ked 04084822124176
Zaviera Az Zahra Desiraputri, S. Ked 04084822124166

Pembimbing:
Kompol dr. Mansuri, SpKF

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Judul
Tenggelam

Oleh:
Jurgen Kusumaatmaja Hermawan,
S.Ked
Safira Smaradhana, S.Ked 04084822124039
Sella Vanessa Lie, S. Ked 04084822124176
Zaviera Az Zahra Desiraputri, S. Ked 04084822124166

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Dr.
Mohammad Hoesin, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang
Periode 18 Juli-14 Agustus 2022.

Palembang, Juli 2022

Kompol dr. Mansuri, SpKF

2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. atas berkat, rahmat, dan karunia-
Nya lah kami dapat menyusun referat yang berjudul “Tenggelam” untuk
memenuhi tugas ilmiah yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran
kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Kompol dr. Mansuri, SpKF yang telah membimbing dan meluangkan waktunya
untuk membimbing penulis dalam penyusunan referat ini.
Akhir kata, kami mengakui dalam penulisan referat ini terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca demi kesempurnaan referat kami. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Palembang, Juli 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL v
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan 3
1.4. Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1. Definisi Tenggelam 3
2.2. Epidemiologi Tenggelam 3
2.3. Klasifikasi Tenggelam 4
2.3.1 Berdasarkan Morfologi Penampakan Paru 4
2.3.2 Berdasarkan Lokasi Tenggelam 6
2.3.3 Klasifikasi Lain 6
2.4. Mekanisme Kematian akibat Tenggelam 7
2.5. Cara Kematian pada Korban Tenggelam 9
2.6. Pemeriksaan Post mortem 10
2.6.1 Pemeriksaan Luar Jenazah 13
2.6.1 Pemeriksaan Dalam Jenazah 18
2.6.1 Pemeriksaan Dalam Jenazah 20
BAB III KESIMPULAN 24
DAFTAR PUSTAKA 25

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang lak lagi napain


Drowning atau tenggelam merupakan suatu proses kematian yang
disebabkan oleh gangguan pernapasan akibat masuknya cairan ke dalam
saluran pernafasan atau paru-paru.1 Proses tenggelam dimulai dengan adanya
gangguan pernapasan karena saluran nafas seseorang berada di bawah
permukaan cairan (submersion) atau air hanya menutupi bagian wajahnya
(immersion). Jika orang tersebut berhasil diselamatkan maka disebut non-fatal
drowning. Sedangkan jika kematian terjadi disebut fatal drowning.2–4
Menurut WHO, tenggelam merupakan penyebab ke-3 kematian akibat
cedera yang tidak disengaja di seluruh dunia yaitu sebanyak 7% dari semua
kematian akibat cedera. Diperkirakan terdapat 236.000 kematian akibat
tenggelam setiap tahunnya di seluruh dunia.5
Tenggelam merupakan penyebab utama kecacatan dan kematian
terutama pada anak-anak. Setidaknya sepertiga dari korban menderita gejala
sisa derajat sedang hingga berat. Gejala sisa yang paling sering terjadi pada
korban tenggelam adalah pada SSP dan jantung. Derajat gejala sisa
tergantung pada tingkat keparahan dan durasi hipoksia. Dalam waktu kurang
dari 2 menit kebanyakan korban akan kehilangan kesadaran dan dalam waktu
4-6 menit akan mengalami kerusakan otak ireversibel. 1,6
Diagnosis tenggelam dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
luar dan pemeriksaan dalam. Pemeriksaan makroskopik yang merupakan
bagian dari pemeriksaan dalam biasanya dilakukan pada saluran pernapasan,
kemudian dicari adanya perubahan-perubahan secara mikroskopik. Baku
emas untuk menegakkan kematian akibat tenggelam adalah pemeriksaan
diatome.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana diagnosis kematian akibat tenggelam?
2. Bagaimana tenggelam diklasifikasikan?
3. bagaimana mekanisme kematian korban tenggelam?
4. Bagaimana pemeriksaan jenazah kasus kematian akibat tenggelam?

1.3 Tujuan Masalah


1. Mengetahui diagnosis kematian akibat tenggelam
2. Mengetahui klasifikasi tenggelam
3. mengetahui mekanisme kematian korban tenggelam

1
4. Mengetahui pemeriksaan jenazah kasus kematian akibat tenggelam

1.4 Manfaat
1. Menambah wawasan pengetahuan umum dan aspek medikolegal mengenai
kasus tenggelam.
2. Dapat dijadikan sumber informasi data maupun tambahan kepustakaan
mengenai kasus tenggelam.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tenggelam

Tenggelam (drowning) didefinisikan sebagai kematian akibat


asfiksia yang disebabkan oleh masuknya cairan ke dalam saluran
pernapasan. Pada suatu kasus tenggelam, korban terbenam dalam air
sehingga sistem pernapasannya terganggu dengan akibat hilangnya
kesadaran dan ancaman pada jiwa korban.1

Pada peristiwa tenggelam, seluruh tubuh tidak harus terbenam di


dalam air, asalkan lubang hidung dan mulut berada di bawah permukaan

2
air sudah memenuhi kriteria sebagai peristiwa tenggelam. Berdasarkan
pengertian tersebut, maka peristiwa tenggelam tidak hanya dapat terjadi di
laut atau sungai tetapi dapat juga terjadi di dalam wastafel atau ember
berisi air.1 Jumlah air yang dapat mematikan jika dihirup oleh paru-paru
adalah sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30-40 ml untuk bayi.2

Menurut WHO tenggelam adalah suatu proses gangguan nafas yang


dialami akibat terendam atau terbenam kedalam cairan. Tenggelam dapat
terjadi di lautan atau pada kasus penurunan kesadaran akibat alkohol,
epilepsi, atau anak kecil pada air dengan ketinggian air 6 inci (15,24 cm).
Mekanisme kematian yang terjadi akibat tenggelam akibat suatu anoksia
serebral yang ireversibel atau yang sering disebut dengan asfiksia.3

2.2 Epidemiologi Tenggelam


Tenggelam merupakan salah satu masalah besar, sehubungan
dengan dampaknya secara global, tenggelam merupakan suatu kasus
terabaikan dalam isu kesehatan masyarakat. Pada tahun 2012, diperkirakan
sekitar 372.000 orang meninggal akibat tenggelam, yang menempatkannya
sebagai penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia dimana 91% dari
total kematian tersebut terjadi di negara-negara miskin dan berkembang,
setengah dari korban tenggelam adalah mereka yang berusia di bawah 25
tahun, dan lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Perkiraan jumlah korban sangat mengkhawatirkan karena data resmi angka
kematian mengeksklusikan kematian tenggelam akibat bunuh diri dan
tenggelam karena bencana banjir, dan insiden transportasi laut.3

Menurut survei WHO yang terakhir terjadi peningkatan 39 – 50%


angka kematian akibat tenggelam di negara – negara maju seperti Amerika
serikat, Australia dan Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih
besar di negara negara miskin dan berkembang.3

Berdasarkan studi epidemiologi, tenggelam hampir selalu


menempati sepuluh besar penyebab kematian di seluruh penjuru dunia
pada usia 1 – 24 tahun.3

Di Indonesia sendiri angka kejadian tenggelam belum diketahui.


Namun, merujuk pada kondisi geografis wilayah Indonesia yang terdiri
dari berbagai pulau dengan garis pantai yang cukup panjang yang
memungkinkan terjadinya tenggelam. Terlebih Indonesia juga merupakan
daerah wisata di mana perairan juga merupakan salah satu daya tarik

3
wisata yang dimiliki.4 Pada negara maju, korban tenggelam yang bertahan
hidup tapi mengalami cedera otak yang berat yang menyebabkan
kelumpuhan dapat menyebabkan tingginya biaya finansial bagi keluarga
yang merawat. Pada waktu yang sama, kurangnya sarana dan pelayanan
medis di negara miskin dan berkembang berarti korban tenggelam yang
selamat dengan kecacatan biasanya tidak dapat hidup lama.3

2.3 Klasifikasi Tenggelam


2.3.1 Berdasarkan Morfologi Penampakan Paru
1. Tipe Kering (dry drowning)

Tenggelam tipe kering merupakan 15-20% kematian akibat


tenggelam, yang mana tidak disertai dengan aspirasi cairan. Paling
banyak terjadi pada anak-anak dan dewasa yang banyak dibawah
pengaruh obat-obatan (hipnotik sedatif) atau alkohol, dimana mereka
tidak memperlihatkan kepanikan atau usaha penyelamatan diri saat
tenggelam. Selain itu, air tidak teraspirasi masuk ke traktus
respiratorius bawah atau ke lambung. Kematian terjadi secara cepat,
merupakan akibat dari refleks vagal yang dapat menyebabkan henti
jantung atau akibat dari spasme laring karena masuknya air secara
tiba-tiba ke dalam hidung dan traktus respiratorius bagian atas.5,6

Beberapa faktor predisposisi kematian akibat dry drowning


seperti intoksikasi alkohol (mendepresi aktivitas kortikal), adanya
penyakit yang sebelumnya (seperti aterosklerosis), kejadian
tenggelam/terbenam secara tak terduga/mendadak, ketakutan atau
aktivitas fisik berlebih (peningkatan sirkulasi katekolamin, disertai
kekurangan oksigen, dapat menyebabkan cardiac arrest). 5,6

2. Tipe Basah (wet drowning)

Pada tenggelam tipe basah terjadi aspirasi cairan. Aspirasi 1-3


ml/kgBB air akan signifikan dengan berkurangnya pertukaran udara.
Aspirasi air sampai paru menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
paru. Air tawar bergerak dengan cepat ke membran kapiler alveoli.
Surfaktan menjadi rusak sehingga menyebabkan instabilitas alveoli,
ateletaksis dan menurunnya kemampuan paru untuk mengembang. 5,6

Pada wet drowning, yang mana terjadi inhalasi cairan, korban


menahan napas karena peningkatan CO2 dan penurunan kadar O2
terjadi megap-megap, dapat terjadi regurgitasi dan aspirasi isi
lambung kemudian adanya laringospasme yang diikuti dengan
pemasukan air. Setelah itu, korban kehilangan kesadaran dan terjadi
apnoe. Penderita kemudian megap-mega kembali, bisa sampai

4
beberapa menit diikuti kejang-kejang. Penderita akhirnya mengalami
henti napas dan jantung.5,6

2.3.2 Berdasarkan Lokasi Tenggelam


1. Air tawar
Air tawar akan dengan cepat diserap dalam jumlah besar,
sehingga terjadi hemodilusi yang hebat sampai 72 persen yang
berakibat terjadinya hemolisis. Oleh karena terjadi perubahan
biokimiawi yang serius, dimana kalium dalam plasma meningkat dan
natrium berkurang, juga terjadi anoksia yang hebat pada myocardium.
Hemodilusi menyebabkan cairan dalam pembuluh darah atau
sirkulasi, menjadi berlebihan, terjadi penurunan tekanan sistol dan
dalam waktu beberapa menit terjadi fibrilasi ventrikel. Jantung untuk
beberapa saat masih berdenyut dan lemah, terjadi anoksia cerebri tang
hebat, hal yang menerangkan mengapa kematian terjadi dengan cepat.7

2. Air asin

Pada tenggelam di air laut terjadi pertukaran elektrolit dari air


asin ke darah mengakibatkan peningkatan natrium plasma, air akan
ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan intertisial paru yang
akan menimbulkan edema pulmo yang hebat dalam waktu yang
singkat dan peningkatan hematokrit (hipovolemia). Peningkatan
viskositas darah (hemokonsentrasi) menyebabkan sirkulasi aliran
darah menjadi lambat dan anoksia pada miokardium yang
menimbulkan payah jantung dan kematian yang terjadi kurang lebih
8-9 menit setelah tenggelam.5

2.3.3 Klasifikasi Lain

1. Typical drowning

Keadaan dimana cairan masuk ke dalam saluran pernapasan


korban saat korban tenggelam.8

2. Atypical drowning
a. Dry Drowning

5
Keadaan dimana hanya sedikit bahkan tidak ada cairan
yang masuk ke dalam saluran pernapasan.8

b. Immersion Syndrome

Terjadi terutama pada anak-anak yang tiba-tiba masuk ke


dalam air dingin ( suhu < 20°C ) yang menyebabkan terpicunya
refleks vagal yang menyebabkan apneu, bradikardia, dan
vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan menyebabkan
terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi serebral.8

c. Submersion of the Unconscious

Sering terjadi pada korban yang menderita epilepsi atau


penyakit jantung, hipertensi atau konsumsi alkohol yang
mengalami trauma kepala saat masuk ke air.8

d. Delayed Dead

Keadaan dimana seorang korban masih hidup setelah lebih


dari 24 jam setelah diselamatkan dari suatu episode tenggelam.8

2.4 Mekanisme Kematian akibat Tenggelam

Mekanisme kematian pada korban tenggelam dapat berupa asfiksia


akibat spasme laring, asfiksia karena gagging dan choking, refleks vagal,
fibrilasi ventrikel (air tawar), dan edema pulmoner (dalam air asin).5

1. Refleks Vagal

Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan post


mortem tidak ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia ataupun air di
dalam paru-parunya sehingga sering disebut tenggelam kering (dry
drowning).6

2. Spasme Laring

Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam


sangat jarang sekali terjadi. Spasme laring tersebut disebabkan karena
rangsangan air yang masuk ke laring. Pada pemeriksaan post mortem
ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, tetapi paru-parunya tidak
didapati adanya air atau benda-benda air.6

3. Pengaruh air yang masuk paru-paru

Hipoksia dan asidosis serta efek multiorgan dari proses ini


yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada tenggelam.

6
Kerusakan sistem saraf pusat dapat terjadi karena hipoksemia yang
terjadi karena tenggelam (kerusakan primer) atau dari aritmia,
gangguan paru, atau disfungsi multiorgan.9

Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan


anoksia disertai gangguan elektrolit. Cairan yang teraspirasi dan
terdapat pada paru-paru menghasilkan vasokonstriksi dan hipertensi
yang diperantarai oleh nervus vagus. Air tawar berpindah lebih cepat
dari membran kapiler-alveoli ke mikrosirkulasi. Ini akan
mengakibatkan hemodilusi dan hemolisis. Dengan pecahnya elektrolit
maka ion kalium intrasel akan terlepas sehingga menimbulkan
hiperkalemia yang akan mempengaruhi kerja jantung (terjadi fibrilasi
ventrikel). Pemeriksaan post mortem ditemukan tanda-tanda asfiksia,
kadar NaCl jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya
buih serta benda-benda air pada paru-paru.6,9 Selain itu, air tawar
cenderung lebih hipotonik dibandingkan plasma dan menyebabkan
gangguan surfaktan alveoli. Hal ini akan menyebabkan instabilitas
alveoli, atelektasis, dan penurunan komplians paru.9

Pada peristiwa tenggelam di air asin, akan mengakibatkan


terjadinya anoksia dan hemokonsentrasi. Air akan ditarik dari sirkulasi
pulmonal ke dalam jaringan interstitial paru yang akan menimbulkan
edema paru, hemokonsentrasi, dan hipovolemia. Tidak terjadi
gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan post mortem ditemukan
adanya tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl pada jantung kiri lebih tinggi
daripada jantung kanan dan ditemukan buih serta benda-benda air.
Dibandingkan dengan tenggelam pada air tawar, kematian pada
tenggelam di air asin prosesnya lebih lambat.5,6 Air asin, yang bersifat
hiperosmolar, akan menarik cairan ke dalam alveoli dan menyebabkan
dilusi surfaktan. Cairan yang kaya protein akan bereksudasi secara
cepat ke alveoli dan instertitial paru. Hal ini menyebabkan komplians
paru berkurang, dan membran kapiler-alveoli rusak dan terjadi
perpindahan cairan sehingga terjadi hipoksia.9

2.5 Cara Kematian pada Korban Tenggelam


1. Kecelakaan

Peristiwa tenggelam karena kecelakaan sering terjadi karena


korban jatuh ke laut, danau, sungai. Pada anak-anak kecelakaan sering
terjadi di kolam renang atau galian tanah berisi air. Faktor-faktor yang
sering menjadi penyebab kecelakaan antara lain karena mabuk atau
serangan epilepsi.6

2. Bunuh diri

7
Peristiwa bunuh diri dengan menjatuhkan diri kedalam air
sering kali terjadi. Kadang - kadang tubuh pelaku diikat dengan
pemberat agar supaya tubuh dapat tenggelam dengan mudah.6

3. Pembunuhan

Peristiwa bunuh diri dengan menjatuhkan diri kedalam air


sering kali terjadi. Kadang - kadang tubuh pelaku diikat dengan
pemberat agar supaya tubuh dapat tenggelam dengan mudah.6

2.6 Pemeriksaan Post Mortem

Keadaan sekitar individu pada kasus tenggelam penting. Perlu


diingat adanya kemungkinan korban sudah meninggal sebelum masuk ke
dalam air. Tenggelam terjadi tidak hanya terbatas di dalam air dalam
seperti laut, sungai, danau atau kolam renang, tetapi mungkin pula
terbenam dalam kubangan atau selokan dengan hanya muka yang berada di
bawah permukaan air.5

Bila mayat masih segar (belum terdapat pembusukan), maka


diagnosis kematian akibat tenggelam dapat ditegakkan melalui:5

1. Pemeriksaan luar
2. Pemeriksaan dalam
3. Pemeriksaan laboratorium berupa histologi jaringan, destruksi jaringan,
dan berat jenis serta kadar elektrolit darah.

Bila mayat sudah membusuk, maka diagnosis kematian akibat


tenggelam dibuat berdasarkan adanya diatom pada paru, ginjal, otto skelet
atau sumsum tulang. Pada mayat akibat tenggelam, pemeriksaan harus
seteliti mungkin agar mekanisme kematian dapat ditentukan.5

Pemeriksaan mayat yang dilakukan harus seteliti mungkin agar


mekanisme kematian dapat ditentukan karena seringkali mayat ditemukan
sudah membusuk. Hal yang perlu diperhatikan adalah:5

1. Menentukan identitas korban

Identitas korban dapat ditentukan dengan memeriksa antara


lain: 5

a. Pakaian dan benda-benda milik korban.

b. Warna, distribusi rambut, dan identitas lain.

8
c. Kelainan atau deformitas dan jaringan parut.

d. Sidik jari.

e. Pemeriksaan gigi.

f. Teknik identifikasi lain.

2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam

Pada mayat yang masih segar untuk menentukan korban masih


hidup atau sudah meninggal pada saat tenggelam dapat diketahui dari
hasil pemeriksaan.5

a. Metode yang digunakan apakah orang masih hidup saat


tenggelam ialah pemeriksaan diatom.

b. Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan


kadar elektrolit magnesium darah dari bilik jantung kiri dan
kanan.

c. Benda asing dalam paru dan saluran pernafasan mempunyai


nilai yang menentukan pada mayat yang terbenam selam
beberapa waktu dan mulai membusuk. Demikian pula dengan
isi lambung dan usus.

d. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli
yang secara fisik dan kimia sama dengan air tempat korban
tenggelam mempunyai nilai yang bermakna.

e. Pada beberapa kasus, ditemukan kadar alkohol tinggi dapat


menjelaskan bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol
pada saat masuk ke dalam air.

3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis tenggelam

Pada mayat yang segar, gambaran pasca-mati dapat


menunjukkan tipe drowning dan juga penyebab kematian lain
seperti penyakit, keracunan atau kekerasan lain.5

Pada kecelakaan di kolam renang benturan ante-mortem


(antemortem impact) pada tubuh bagian atas, misalnya memar pada
muka, perlukaan pada vertebra servikalis dan medula spinalis dapat
ditemukan.5

4. Faktor- faktor yang berperan dalam proses kematian

9
Faktor- faktor yang berperan dalam dalam proses kematian,
misalnya kekerasan, alkohol atau obat-obatan dapat ditemukan
pada pemeriksaan luar atau bedah jenazah.5

5. Tempat korban pertama kali tenggelam

Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan


ke dalam saluran pernafasan, maka pemeriksaan diatom dari air
tempat korban ditemukan dapat membantu menentukan apakah
korban tenggelam di tempat itu atau di tempat lain.5

6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian

a. Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup pada masuk


ke dalam air. Maka perlu ditentukan apakah kematian
disebabkan karena air masuk ke dalam saluran pernafasan
(tenggelam). Pada kasus immersion, kematian terjadi dengan
cepat, hal ini mungkin disebbakan oleh sudden cardiac arrest
yang terjadi pada waktu cairan melalui saluran napas atas.
Beberapa korban yang terjun dengan kaki terlebih dahulu
menyebabkan cairan dengan mudah masuk ke hidung. Faktor
lain adalah keadaan hipersensitivitas dan kadang-kadang
keracunan alkohol.5

b. Bila tidak ditemukan air dalam paru- paru dan lambung,


berarti kematian terjadi seketika akibat spasme glotis yang
menyebabkan cairan tidak dapat masuk. Korban yang
tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama
makin banyak, kemudian menjadi tidak sadar dalam 2-12
menit (fatal period). Dalam periode ini, apabila korban
dikeluarkan dari air, masih ada kemungkinan dapat hidup bila
upaya resusitasi berhasil.Waktu yang diperlukan untuk
terbenam dapat bervariasi tergantung dari keadaan sekeliling
korban, keadaan masing-masing korban, reaksi perorangan
yang bersangkutan, keadaan kesehatan, dan jumlah serta sifat
cairan yang dihisap masuk ke dalam saluran pernapasan.

2.6.1 Pemeriksaan Luar Jenazah

Pemeriksaan luar jenazah yang dapat dijadikan petunjuk pada mati


tenggelam di air laut maupun air tawar adalah:5

1. Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur


dan benda-benda asing lain yang terdapat di dalam air, kalau
seluruh tubuh terbenam dalam air.

10
2. Schaumfilz froth merupakan busa halus pada hidung dan mulut.
Teori intravital menyebutkan Schaumfilz sebagai bagian dari
reaksi intravital. Pada waktu air memasuki trakea, bronkus, dan
saluran pernapasan lainnya, maka terjadi pengeluaran sekret oleh
saluran tersebut. Sekret ini akan terdorong keluar oleh udara
pernapasan sehingga berbentuk busa mukosa. Pendapat lain
menyatakan bahwa Schaumfilz merupakan reaksi pembusukan.
Gejala ini biasanya tidak ditemukan bila mayat diangkat. Busa
yang ditemukan kadang disertai dengan perdarahan.

Gambar 1. Busa halus berwarna merah keluar dari lubang hidung.10

Gambar 2. Busa halus keluar dari mulut.10

3. Mata setengah terbuka atau tertutup. Jarang terjadi perdarahan


atau bendungan.

4. Kutis anserina atau goose flesh merupakan reaksi intravital, jika


kedinginan, maka muskulus erektor pili akan berkontraksi dan

11
pori-pori tampak lebih jelas. Kutis anserina biasanya ditemukan
pada kulit anterior tubuh terutama ekstremitas. Gambaran seperti
kutis anserina dapat juga terjadi karena rigor mortis pada otot
tersebut.

5. Washer woman’s hand. Telapak tangan dan kaki berwarna


keputihan dan berkeriput yang disebabkan karena imbibisi cairan
ke dalam kutis dan biasanya membutuhkan waktu yang lama.
Tanda ini tidak patognomonik karena mayat yang lama dibuang ke
dalam air akan terjadi keriput juga.

Gambar 4. Washer woman’s hand setelah 2 minggu terendam


dalam iklim sedang10

Gambar 5. Washer woman’s hand setelah 1 minggu terendam


dalam iklim dingin.10

6. Cadaveric spasm, merupakan tanda intravital yang terjadi pada


waktu korban berusaha menyelamatkan diri dengan cara
memegang apa saja yang terdapat dalam air.

12
7. Luka lecet akibat gesekan benda-benda dalam air. Luka lecet
biasanya dijumpai pada bagian menonjol, seperti kening, siku,
lutut, punggung kaki atau tangan. Puncak kepala mungkin
terbentur pada dasar ketika terbenam, tetapi dapat pula terjadi luka
post-mortal akibat benda-benda atau binatang dalam air.

Gambar 6. Cadaveric spasm10

8. Dapat ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia seperti sianosis,


Tardieu spot. Petekie dapat muncul pada kasus tenggelam, tetapi
lebih sedikit daripada gantung diri karena pada tenggelam tidak
terjadi kematian secara mendadak sehingga pecahnya kapiler tidak
secara tiba-tiba atau hanya sedikit.

9. Penurunan suhu mayat

Pada mayat yang sudah membusuk, dapat ditemukan:

1. Mata melotot karena terbentuknya gas pembusukan.

2. Lidah tampak keluar karena gas pembusukan yang mendorong


pangkal lidah. Hal ini juga dapat terjadi pada mayat yang
mengalami pembusukan di darat.

3. Muka menjadi hitam dan sembab yang disebut tite de negre


(kepala orang negro).

4. Pugilistic attitude

5. Posisi lutut dan siku sedemikian rupa sehingga kaki dan tangan
tampak membengkok (frog stand). Ini disebabkan cairan dan gas
yang terbentuk pada persendian.

13
6. Vena tampak jelas berwarna hijau sampai kehitam-hitaman karena
terbentuk FeS. Ini dapat juga terjadi pada orang yang mati di darat.

7. Pada laki-laki tampak skrotum membesar, mungkin terjadi prolaps


atau adanya gas pembusukan. Pada wanita hamil dapat keluar anak
yang dikandung.

8. Bila lebih membusuk lagi, kulit ari akan mengelupas sehingga


warna kulit tidak jelas, rambut lepas.

2.6.2 Pemeriksaan Dalam Jenazah

Pada pemeriksaan bedah jenazah dapat ditemukan busa halus dan


benda asing, seperti pasir atau tumbuhan air, dalam saluran pernapasan.5

Gambar 7. Cairan berbusa di trakea dan bronkus orang yang pertama kali
dicekik dan kemudian jatuh atau dibuang ke laut dan tenggelam.10

Pada korban tenggelam di air tawar biasanya ditemukan dalam


keadaan besar atau menggelembung tetapi ringan, dan pinggir depan
biasanya overlap di depan hati. Namun, dapat ditemukan paru-paru yang
biasa karena cairan tidak masuk ke dalam alveoli atau cairan sudah masuk
ke aliran darah (melalui proses imbibisi). Paru berwarna merah jambu
pucat dan dapat mengalami emfisema. Ketika paru tersebut dipindahkan
dari dada, paru tetap mempertahankan bentuk normalnya dan cenderung
tidak kolaps. Ketika memotong paru yang mengalami emfisema kering
akan terdengar bunyi krepitasi yang mudah dinilai. Setelah dipotong,
masing-masing bagian paru mempertahankan bentuk normalnya seperti
sebelum dipotong dan cenderung berdiri tegak. Ketika jaringan dipotong
dan ditekan antara ibu jari dan keempat jari lainnya terdapat sedikit buih

14
dan tidak ada cairan dan gas, kecuali jika terdapat edema. Dengan
demikian, paru tetap kering pada kasus tenggelam di air tawar.5

Pada kasus tenggelam di air laut, paru-paru dapat ditemukan


membesar seperti balon, lebih berat, sampai menutupi jantung.5 Pada
pengirisan terdapat banyak cairan, beratnya kadang melebihi 2.000 gram.
Karena paru sangat edema maka tepi depan paru overlap di depan
mediastinum sehingga berbentuk seperti cetakan iga. Paru berwarna
keunguan atau kebiruan dengan permukaan mengkilap. Paru lembab dan
konsistensinya seperti agar-agar dan hilang dengan penekanan. Ketika paru
dipindahkan dari tubuh dan ditempatkan pada meja pemotongan, paru
tidak mempertahankan bentuk normalnya tapi cenderung datar. Ketika
dipotong, tidak ada suara krepitasi yang terdengar dan bahkan tanpa
penekanan jaringan mengeluarkan banyak cairan. Jaringan paru ditekan
maka akan ditemukan paru dipenuhi cairan. Dengan demikian kasus
tenggelam di air laut paru mengalami lembab dan basah.5,10

Petekie yang sangat sedikit dapat ditemukan karena kapiler terjepit


di antara septum inter alveolar. Dapat ditemukan bercak-bercak perdarahan
yang disebut bercak Paltauf akibat robeknya penyekat alveoli (Polsin).
Petekie subpleura dan bula emfisema jarang ditemukan dan bukan
merupakan tanda khas tenggelam, tetapi sebagai usaha respirasi.5

Sedangkan untuk mengetahui benda-benda air yang masuk ke


saluran pernafasan dapat dibuktikan dengan membuka saliran pernafasan
dari trakea, bronkus sampai percabangan bronkus di hilus. Jika dari
pemeriksaan ditemukan benda-benda air seperti pasir, kerikil, lumpur,
tumbuhan air dan lain-lain maka dapat dipastikan bahwa korban masih
hidup sebelum tenggelam.5

Organ lain seperti otak, ginjal, hati, dan limpa dapat mengalami
pembendungan. Lambung dan usus halus dapat sangat membesar, berisi air
dan lumpur.5

2.6.3 Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan diatom

Diatom merupakan alga (ganggang) bersel satu dengan dinding


sel yang terbuat dari silikat yang tahan panas dan asam kuat. Diatom
dapat ditemukan dalam air tawar, air laut, air sungai, air sumur, dan
udara. Diatom dan elemen plankton lain masuk ke dalam saluran
pernapasan atau pencernaan ketika seseorang tenggelam menelan air.
Kemudian diatom akan masuk ke dalam aliran darah melalui
kerusakan dinding kapiler pada waktu korban masih hidup dan
tersebar ke seluruh jaringan. Di sisi lain, jika sebuah mayat
ditenggelamkan dalam air meskipun diatom dapat masuk ke dalam

15
paru-paru secara pasif, tidak ada aliran sirkulasi darah yang mungkin
terjadi, sehingga (secara teori) tidak mungkin ada diatom yang dapat
ditemukan pada organ-organ dalam yang lebih jauh.5

Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru mayat segar.


Bila mayat telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari
jaringan ginjal, otot skeletal atau sumsum tulang paha. Pemeriksaan
diatom pada hati dan limpa kurang bermakna sebab berasal dari
penyerapan abnormal dari saluran pencernaan terhadap air minum
atau makanan.5

Pemeriksaan diatom dengan metode destruksi (digesti asam)


pada paru dilakukan dengan mengambil dari jaringan perifer paru
sebanyak 100 gram, masukkan ke dalam labu Kjeldahl dan tambahkan
asam sulfat pekat sampai jaringan paru terendam, diamkan lebih
kurang setengah hari agar jaringan hancur. Kemudian dipanaskan
dalam lemari asam sambil diteteskan asam nitrat pekat sampai
terbentuk cairan jernih, dinginkan dan cairan dipusing dalam
centrifuge.5

Sedimen yang terbentuk ditambahkan dengan akuades,


pusingkan kembali dan akhirnya dilihat dengan mikroskop.
Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan paru ditemukan diatom
cukup banyak, 4-5/LPB atau per 10-20 per satu sediaan atau pada
sumsum tulang cukup ditemukan hanya satu.5

Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan getah paru dengan


cara permukaan paru disiram dengan air bersih, lalu iris bagian
perifer, ambil sedikit cairan perasan dari jaringan perifer paru, taruh
pada gelas objek, tutup dengan kaca penutup dan lihat dengan
mikroskop. Selain diatom dapat pula terlihat ganggang atau tumbuhan
jenis lainnya.5

16
Gambar 7. Prinsip tes diatom.10

Menurut Simpson, bahwa tes diatom terkadang negatif, bahkan


pada kasus-kasus yang jelas-jelas tenggelam pada air yang banyak
diatom dan telah banyak hasil positif palsu yang dikatakan terjadi
karena alasan teknis dari karena itu tes ini jadi sangat tidak realibel
sehingga teknik ini seharusnya dilakukan dan hasilnya
diinterpretasikan dengan pertimbangan keadaan lain.11

2. Pemeriksaan Elektrolit

Pada tahun 1921 Gettler mengemukakan bahwa penentuan ada


tidaknya klorida pada darah yang berasal dari ruang-ruang jantung
adalah salah satu tes yang baik yang dapat digunakan dalam
mendiagnosis kasus tenggelam. Banyak dari peneliti telah
mengemukakan pandangan-pandangan yang berbeda tentang validitas
studi klorida dalam mendiagnosis kasus tenggelam. Pada tahun 1944
Moritz dan mengungkapkan pandangan bahwa perbedaan kadar
klorida pada sampel darah yang berasal dari ventrikel jantung kanan
dan kiri dapat bernilai diagnostik hanya jika analisa yang dilakukan
adalah segera setelah terjadinya kematian. Dia menetapkan bahwa
perbedaan kadar klorida sekitar 17 mEq/L atau lebih pada kasus
tenggelam di air tawar dapat ditetapkan sebagai pendukung penegakan
diagnosis tenggelam.10

Menurut Gettler, pada kasus tenggelam di air tawar, kadar


serum klorida di darah yang berasal dari jantung kiri lebih rendah dari
jantung sebelah kanan. Sedangkan pada tenggelam di air asin terjadi
sebaliknya.5

17
Selain itu, tes lain, tes Durlacher juga dapat digunakan untuk
menentukan diagnosis selain tes Gettler. Tes Durlacher digunakan
untuk menentukan perbedaan dari berat jenis plasma dari jantung
kanan dan kiri. Bila pada pemeriksaan ditemukan berat jenis jantung
kiri lebih tinggi dibandingkan dengan jantung kanan, maka dapat
diasumsikan bahwa korban meninggal akibat tenggelam.5

Perbedaan kadar elektrolit lebih dari 10% dapat menyokong


diagnosis, walaupun secara tersendiri kurang bermakna.5,11

Ketika air tawar memasuki paru-paru, natrium plasma turun


dan kalium plasma meningkat, sedangkan pada inhalasi air asin,
natrium plasma meningkat cukup tinggi dan kalium hanya meningkat
ringan. Pada tenggelam pada air tawar, konsentrasi natrium serum
dalam darah dari ventrikel kiri lebih rendah dibandingkan ventrikel
kanan. Namun, angka ini dapat bervariasi, ini disebabkan ketika post
mortem dimulai maka difusi cairan dapat mengubah tingkat natrium
dan kalium yang sebenarnya. Oleh karena itu Simpson berpendapat
bahwa analisis dari kadar Na, Cl dan Mg telah dipergunakan, tetapi
hasilnya terlalu beragam untuk digunakan didalam praktek sehari-hari.
5,11

BAB III
KESIMPULAN

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Szpilman D, Bierens JJM, Handley AJ, Orlowski JP. Current Concepts


Drowning. N Engl J Med. 2012;366:2102-10.
2. World Health Organization. Chapter 2 : Drowning and Injury Prevention.
Guidelines for Safe Recreational Water Enviroments. 2014.
3. Global Report on Drowning : Preventing A Leading Killer. World Health
Organization 2014.
4. Prawedana, HK, Suarjaya PP. Adult Basic Life Support on Near Drowing
at The Scene. E-Jurnal Medika Udayana. 2013:840-852.
5. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1997.
6. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak
Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2000.
7. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara.
1997:137-147.
8. Levin DL, Morris FC, Toro LO, Brink LW and Turner GR. Drowning and
Near Drowning. Pediatr Clin of North Am. 1993;40(2):321.
9. Cantwell, PG. Verive MJ, Alcock J, Shepherd SM, Shoff WH, et al.
Drowning. 2019. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/772753-overview.
10. Sauko P, Bernard K. Knight’s Forensic Pathology, 3 rd Ed. London: Oxford
University Press. 2004:393-398.

19
11. Shepherd R. Simpson’s Forensic Medicine, 12 th ed. New York: Oxford
University Press. 2003:104-106.

20

Anda mungkin juga menyukai