Anda di halaman 1dari 45

BAGIAN ILMU FORENSIK & MEDIKOLEGAL REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2023


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TENGGELAM

Disusun Oleh :
Nia Anggreni 11120212083

Pembimbing :
Dr. dr. Hj. Annisa Anwar Muthaher, S.H, Sp.F, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan rahmat-

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Refarat yang berjudul “Tenggelam”.

Penulisan Refarat ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Program Studi

Profesi Dokter di bagian Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu Forensik dan Medikolegal.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Refarat ini terdapat banyak

kekurangan, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dokter

maupun konsulen, akhirnya penyusunan Refarat ini dapat terselesaikan dengan sebaik-

baiknya. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr.dr.Hj. Annisa, SH,

Sp.F, M.Kes selaku pembimbing dalam penyusunan Refarat ini dalam memberikan motivasi,

arahan, serta saran-saran yang berharga kepada penulis selama proses penyusunan.

Terima kasih pula yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang secara langsung

maupun tidak langsung turut membantu penyusunan Refarat ini.

Makassar, Juni 2023

Penulis

2
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Nia Anggreni

Stambuk : 111 2021 2083

Judul : Tenggelam

Telah menyelesaikan Refarat yang berjudul “Tenggelam” Dalam rangka

kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Forensik Dan Medikolegal Fakultas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Menyetujui Makassar, 21 Juni 2023

Dokter Pembimbing Klinik, Penulis,

Dr. dr. Hj. Annisa Anwar Muthaher, S.H, Sp.F, M.Kes Nia Anggreni

3
BAB I

PENDAHULUAN

Tenggelam atau drowning adalah suatu proses gangguan nafas

yang dialami akibat terendam atau terbenam kedalam cairan. Proses

tenggelam dimulai ketika saluran nafas berada di bawah permukaan

cairan (terendam) atau air yang terpercik ke wajah (terbenam). 1

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 0,7% kematian diseluruh

dunia disebabkan oleh tenggelam, atau lebih dari 372.000 kematian setiap

tahunnya yang paling banyak disebabkan oleh tenggelam yang tidak

disengaja, setengah dari korban tenggelam adalah mereka yang berusia

di bawah 25 tahun, dan lebih sering terjadi pada laki – laki di bandingkan

perempuan, angka ini tidak termasuk kematian tenggelam akibat bencana

seperti banjir, tsunami, dan kecelakaan kapal.1,2

Angka kematian yang dicatat ini belum dapat di jadikan sebagai

patokan tepat sebab kematian akibat tenggelam banyak terjadi sebelum

korban sampai ke fasilitas kesehatan sehingga data akurat mengenai

tenggelam masih sulit untuk di dapatkan hal ini menyebabkan

diabaikannya penelitian dan pencegahan kejadian tenggelam.2 Menurut

survei WHO yang terkahir terjadi peningkatan 39 – 50% angka kematian

akibat tenggelam di negara – negara maju seperti Amerika serikat,

Australia dan Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih besar di

negara negara miskin dan berkembang. 2

4
Penelitian melaporkan rata – rata kejadian tenggelam terjadi pada

saat rekreasi air, seperti kolam renang dan bak mandi, selain itu salah

satu faktor risiko penting yaitu konsumsi alkohol di daerah yang dekat

dengan air dapat meningkatkan kejadian tenggelam. 2,3

Oleh karena itu referat ini dibuat agar kita dapat mengenali

kematian akibat tenggelam dan dapat mengetahui hasil pemeriksaan luar

dan dalam yang dapat ditemukan pada korban tenggelam.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat

asfiksia yang disebabkan oleh masuknya cairan ke dalam saluran

pernapasan. Pada suatu kasus tenggelam korban terbenam dalam

air sehingga sistem pernapasannya terganggu dengan akibat

hilangnya kesadaran dan ancaman pada jiwa korban. Pada suatu

kasus tenggelam, seluruh tubuh tidak perlu terbenam di dalam air,

asalkan lubang hidung dan mulut berada di bawah permukaan air

sudah memenuhi criteria suatu kasus tenggelam.1

Jumlah air yang dapat mematikan ialah bila air dihirup oleh

paru-paru sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan sebanyak 30-

40 mililiter untuk bayi.3 Menurut WHO Tenggelam atau drowning

adalah suatu proses gangguan nafas yang dialami akibat terendam

atau terbenam kedalam cairan. Tenggelam dapat terjadi di lautan

atau pada kasus penurunan kesadaran akibat alkohol, epilepsi,

atau anak kecil pada air dengan ketinggian air 6 inci (15,24 cm).

Mekanisme kematian yang terjadi akibat tenggelam akibat suatu

anoksia serebral yang ireversibel atau yang sering disebut dengan

asfiksia.2

6
B. EPIDEMIOLOGI

Tenggelam merupakan salah satu masalah besar,

sehubungan dengan dampaknya secara global, tenggelam

merupakan suatu kasus terabaikan dalam isu kesehatan

masyarakat. Pada tahun 2012, diperkirakan sekitar 372.000 orang

meninggal akibat tenggelam, yang menempatkannya sebagai

penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia dimana 91% dari

total kematian tersebut terjadi di negara negara miskin dan

berkembang, setengah dari korban tenggelam adalah mereka yang

berusia di bawah 25 tahun, dan lebih sering terjadi pada laki – laki

di bandingkan perempuan. Perkiraan jumlah korban sangat

mengkhawatirkan karena data resmi angka kematian

mengeksklusikan kematian tenggelam akibat bunuh diri dan

tenggelam karena bencana banjir, dan insiden transportasi lautan. 2

Menurut survei WHO yang terakhir terjadi peningkatan 39 –

50% angka kematian akibat tenggelam di negara – negara maju

seperti Amerika serikat, Australia dan Finlandia, dan peningkatan

lima kali lipat lebih besar di negara negara miskin dan

berkembang.2 Berdasarkan studi epidemiologi, tenggelam hampir

selalu menempati sepuluh besar penyebab kematian di seluruh

penjuru dunia pada usia 1 – 24 tahun.

7
Di Indonesia sendiri angka kejadian tenggelam belum

diketahui. Namun, merujuk pada kondisi geografis wilayah

Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau dengan garis pantai yang

cukup panjang yang memungkinkan terjadinya tenggelam. Terlebih

Indonesia juga merupakan daerah wisata di mana perairan juga

merupakan salah satu daya tarik wisata yang dimiliki. 5 Pada negara

maju, korban tenggelam yang bertahan hidup tapi mengalami

8
cedera otak yang berat yang menyebabkan kelumpuhan dapat

menyebabkan tingginya biaya finansial bagi keluarga yang

merawat. Pada waktu yang sama, kurangnya sarana dan

pelayanan medis di negara miskin dan berkembang berarti korban

tenggelam yang selamat dengan kecacatan biasanya tidak dapat

hidup lama.2

C. MEKANISME PROSES TENGGELAM

Reaksi awal : usaha bernapas yang berlangsung hingga

batas kemampuan dicapai dimana seseorang harus bernapas,

batas kemampuan ditentukan oleh kominasi antara kadar CO2

yang tinggi dan konsentrasi O2 yang rendah. Menurut Pearn, batas

kemampuan terjadi pada tingkat PCO2 dibawah 55 mmHg saat

terdapat hipoksia dan tingkat PO2 dibawah 100 mmHg saat PCO2

tinggi melewati batas kemampuan, seseorang menarik napas

secara involunter, pada saat ini air mencapai laring dan trakea,

menyebabkan spasme laring yang diakibatkan tenggelam pada air

tawar, terdapat penghirupan sejumlah besar air, tertelan dan akan

dijumpai dalam perut. Selama bernapas di dalam air, penderita

mungkin muntah dan terjadi aspirasi isi lambung. Usaha

pernapasan di bawah air akan berlangsung selama beberapa

menit.,hingga pernapasan terhenti. Hipoksia serebral akan berlanjut

hingga irreversible dan terjadi kematian.

9
Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat

disebabkan oleh :

1. Refleks vagal

Peristiwa tenggelam yang menyebabkan kematian akibat refleks

vagal disebut tenggelam tipe 1. Pada tipe ini, kematian terjadi

sangat cepat dan pada pemeriksaan postmortem tidak

ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia maupun air di dalam

paru-parunya sehingga sering disebut tenggelam kering (dry

drowning).

2. Spasme laring

Kematian karena spasme laring pada tipe tenggelam umumnya

jarang terjadi. Spasme laring tersebut terjadi karena rangsangan

air yang masuk ke laring. Pada pemeriksaan postmortem

ditemukan tanda-tanda asfiksia, tetapi pada paru-parunya tidak

didapatkan tanda adanya air atau benda-benda air lainnya.

3. Pengaruh air yang masuk paru-paru

a. Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan

anoksia disertai gangguan elektrolit. Pada keadaan ini terjadi absorpsi

cairan secara masif dalam jumlah yang bisa mencapai 70% dari volume

darah awal dalam 3 menit karena konsentrasi elektrolit di dalam air tawar

lebih rendah dibadingkan konsentrasi dalam darah sehingga akan

10
menyebabkan terjadinya hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran

darah sekitar alveoli dan mengakibatkan hemolisis. Dengan terpecahnya

eritrosit maka ion kalsium intrasel akan terlepas, dalam hal ini terjadi

akibat pengenceran darah sehingga tubuh mencoba mengatasinya

dengan melepas ion kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion

kalium dalam plasma meningkat, terjadi perubahan keseimbangan ion Ca

dan K dalam serabut otot jantung sehingga menimbulkan hiperkalemia

yang akan menyebabkan terjadinya fibrilasi ventrikel dan menyebabkan

penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya

kematian akibat anoksia otak. Kematian dalam air tawar terjadi dalam

dalam waktu 4-5 menit. Pemeriksaan postmortem ditemukan tanda-tanda

asfiksia, kadar NaCl jantung kanan lebih tinggi dibanding jantung kiri dan

adanya buih serta benda-benda air pada paru-paru. Tenggelam jenis ini

disebut tenggelam tipe IIA.

b. Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibatkan

terjadinya anoksia dan hemokonsentrasi.

Tenggelam jenis ini akan disebut sebagai tenggelam tipe IIB.

Dibandingkan tenggelam tipe IIA kematian pada tenggelam tipe ini terjadi

lebih lambat. Konsentrasi elektrolit air laut lebih tinggi daripada dalam

darah sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan

interstitial paru yang akan mengakibatkan edema pulmoner,

hemokonsentrasi, hipovolemia dan kenaikan kadar magnesium dalam

darah. Hemokonsentrasi akan menyebabkan sirkulasi menjadi lambat dan

11
menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian terjadi 8-12 menit

setelah tenggelam. Pemeriksaan postmortem ditemukan adanya tanda-

tanda asfiksia, kadar NaCl pada jantung kiri lebih tinggi dibandingkan

jantung kanan, serta ditemukan buih serta benda air pada paru-paru.

Cara kematian

Peristiwa tenggelam dapat terjadi karena:

1. Kecelakaan

Sering terjadi karena korban jatuh ke laut, danau, sungai dan

juga kolam renang.

2. Bunuh diri

Peristiwa ini terjadi dengan menjatuhkan diri ke dalam air.

Terkadang tubuh pelaku diikat dengan benda pemberat agar

tubuhnya dapat tenggelam.

3. Pembunuhan

Ada banyak cara yang dapat digunakan, misalkan melempar

korban ke laut dengan diikat pada pemberat atatupun dengan

memasukkan kepala korban ke bak berisi air. Dari segi

patologik sulit dibedakan antara bunuh diri dan pembunuhan.

Pemeriksaan pada tempat kejadian sangat membantu. Jika

memang benar pembunuhan, maka masih perlu diteliti apakah

korban ditenggelamkan saat masih hidup atau sudah mati.

12
Pada pemeriksaan mayat tenggelam, hal penting yang perlu

ditentukan pada pemeriksaan adalah :

1. Menentukan indentitas korban Identitas korban

ditentukan dengan memeriksa antara lain:

 Pakaian dan benda milik korban

 Warna dan distribusi rambut serta identitas lain

 Kelainan atau deformitas dan jaringan parut

 Sidik jari

 Pemeriksaan gigi

 Teknik identifikasi lain

2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam.

Pada mayat yang masih segar, untuk menentukan

apakah korban masih hidup atau sudah meninggal saat

tenggelam dapat diketahui dari pemeriksaan:

 Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah

orang masih hidup waktu tenggelam ialah pemeriksaan

diatom.

 Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat

dibandingkan kadar elektrolit magnesium darah dari bilik

jantung kiri dan kanan.

 Benda asing dalam paru dan saluran napas mempunyai

nilai yang menentukan pada mayat yang terbenam

13
selama beberapa waktu dan mulai membusuk. Demikian

pula dengan isi lambung dan usus.

 Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan

alveoli yang secara fisik dan kimia sifatnya sama dengan

air tempat korban tenggelam mempunyai nilai yang

bermakna.

 Dengan ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat

menjelaskan bahwa korban sedang dalam keracunan

alkohol pada saat masuk ke dalam air.

3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis

tenggelam.

Pada mayat yang segar, gambaran postmortem dapat

menunjukkan tipe tenggelam dan juga penyebab

kematian lain seperti penyakit, keracunan dan kekerasan

lain. Pada kecelakaan di kolam renang benturan

antemortem pada tubuh bagian atas, misal memar pada

muka, perlukaan pada vertebra servikalis dan medula

spinalis dapat ditemukan.

4. Faktor – faktor yang berperan pada proses kematian

Faktor – faktor yang berperan pada proses kematian,

misalnya kekerasan, alkohol atau obat –obatan dapat

ditemukan pada pemeriksaan luar atau bedah jenazah.

14
5.Tempat korban pertama kali tenggelam

Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya

cairan ke dalam saluran pernapasan, maka pemeriksaan

diatom dari air tempat korban ditemukan dapat membantu

menentukan apakah korban tenggelam di tempat itu atau di

tempat lain.

6.Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat

kematian.

 Bila korban masih hidup pada waktu masuk ke air,

maka perlu ditentukan apakah kematian disebabkan

karena air masuk ke dalam saluran pernapasan. Pada

immersion, kematian terjadi dengan cepat, hal ini bisa

disebabkan oleh sudden cardiac arrest yang terjadi pada

saat cairan melalui saluran pernapasan bagian atas.

 Bila tidak ditemukan air pada paru – paru dan lambung,

berarti kematian terjadi seketika akibat spasme glotis,

yang menyebabkan cairan tidak dapat masuk. Korban

tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin

lama makin banyak dan kemudian menjadi tidak sadar

dalam waktu 2 – 12 menit (fatal period).

15
D. KLASIFIKASI TENGGELAM

1. Typical drowning (wet drowning).

Pada typical drowning ditandai dengan adanya

hambatan pada saluran napas dan paru karena adanya

cairan yang masuk ke dalam tubuh. Pada keadaan ini

cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah

korban tenggelam. Kematian terjadi setelah korban

menghirup air. Jumlah air yang dapat mematikan, jika

dihirup paru-paru adalah sebanyak 2 liter untuk orang

dewasa dan 30-40 ml untuk bayi 4

2. Atypical drowning.

Pada atypical drowning ditandai dengan sedikitnya

atau bahkan tidak adanya cairan dalam saluran napas.

Karena tidak khasnya tanda otopsi pada korban atypical

drowning maka untuk menegakkan diagnosis kematian

selain tetap melakukan pemeriksaan luar juga dilakukan

penelusuran keadaan korban sebelum meninggal dan

riwayat penyakit dahulu.4

16
Atypical drowning dibedakan menjadi :

1. Dry Drowning

Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran

pernapasan, akibat spasme laring. Menurut teori adalah

bahwa ketika sedikit air memasuki laring atau trakea, tiba-

tiba terjadi spasme laring yang dipicu oleh vagal refleks.

lendir tebal, busa, dan buih dapat terbentuk, menghasilkan

plug fisik pada saat ini. Dengan demikian, air tidak pernah

memasuki paru-paru akan menyebabkan keadaan asfiksia,

dan akan menyebabkan kematian.10 Istilah dry drowning

digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana pada

jenazah saat dilakukan otopsi tidak ditemukan adanya

cairan dalam saluran pernapasan dan paruparu. Cairan

tidak ditemukan karena sudah diserap masuk ke dalam

sirkulasi pulmonal. Hal ini berarti istilah dry drowning/ dry-

lung drowning ialah bila tenggelam dalam air tawar yang

hipotonis. 11

2. Tenggelam di Air Dangkal.

Pada kondisi ini, tenggelam terjadi pada air dengan

ketinggian yang dangkal, tapi cukup untuk menenggelamkan

bagian mulut atau hidung. Biasanya terjadi akibat

kecelakaan pada orang cacat atau anak kecil, epilepsi,

keadaan mabuk, koma, atau orang dengan trauma kapitis. 10

17
3. Immersion syndrome (vagal inhibition)

Terjadi dengan tiba-tiba pada korban tenggelam di air

yang sangat dingin (< 20oC atau 68oF) akibat reflek vagal

yang menginduksi disaritmia yang menyebabkan asistol dan

fibrilasi ventrikel sehingga menyebabkan kematian. 10

4. Secondary drowning.

Pada jenis ini, korban yang sudah ditolong dari dalam

air tampak sadar dan bisa bernapas sendiri tetapi secara

tiba-tiba kondisinya memburuk. Pada kasus ini terjadi

perubahan kimia dan biologi paru yang menyebabkan

kematian terjadi lebih dari 24 jam setelah tenggelam di

dalam air. Kematian terjadi karena kombinasi pengaruh

edema paru, aspiration pneumonitis, gangguan elektrolit

(asidosis metabolik).10

E. PERBEDAAN TENGGELAM DI AIR TAWAR DAN AIR

ASIN

Kematian akibat tenggelam dalam air tawar dan

kematian akibat tenggelam dalam air asin berbeda dalam

berbagai hal yang nanti akan mempengaruhi hasil-hasil

pemeriksaan terhadap jenazah. Secara garis besar

perbedaan tersebut digambarkan oleh tabel dibawah ini:

18
Perbedaan pada Pemeriksaan Luar Jenazah

Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan banyak variasi. Tanda

khas pada korban tenggelam yang jenazah masih segar ialah ditemukan

adanya buih. Buih dapat ditemukan pada mulut dan lubang hidung. Buih

mengisi saluran napas dan keluar dari mulut dan hidung. Buih terdiri dari

air, plasma protein, surfaktan terdapat di terminal respiratory. Pada kasus

tenggelam dalam air asin, akan lazim ditemukan buih dibandingkan

tenggelam dalam air tawar. Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan

adanya buih pada saluran napas seperti di trakea dan bronkus. Namun

buih tersebut dapat menghilang apabila sudah terjadi proses

pembusukan.11

19
Perbedaan pada Pemeriksaan Dalam Jenazah

Pada pemeriksaan dalam, dapat ditemukan perbedaan yang

signifikan pada korban tenggelam dalam air tawar dan dalam air

asin. Dimana pada saat otopsi, sternum diangkat maka ditemukan

gambaran paru yang lebih besar dan mengembang pada jenazah

yang tenggelam di air asin dibandingkan jenazah yang tenggelam

di air tawar. Pada jenazah tenggelam di air asin paru-paru relatif

lebih basah dan tampak lebih biru keunguan dibandingkan jenazah

tenggelam di air tawar. Pada jenazah tenggelam di air tawar paru-

paru teraba seperti spons dan krepitasi positif dan paru-paru

tampak merah pucat.11

Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam Dalam Air Tawar

Air tawar bersifat hipotonis dibandingkan plasma darah

karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada

konsentrasi dalam darah.1 Ketika air tawar masuk ke dalam paru-

20
paru (alveoli), dengan cepat air tawar berpindah dari tempat alveoli

ke sistem vaskuler melalui membran alveoli karena perbedaan

tekanan osmotik antara air tawar di alveoli paru dan plasma darah.

Air tawar tersebut dengan cepat berpindah meningkatkan volume

darah (hipervolemia) sekitar 50 ml% permenit sehingga akan terjadi

hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli

dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah (hemolisis). 11 Pada

keadaan ini terjadi absorpsi cairan yang masif.

Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba

mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut

otot jantung sehingga kadar ion kalium dalam plasma meningkat

(hiperkalemia), terjadi perubahan keseimbangan ion kalium dan

kalsium dalam serabut otot jantung dapat mendorong terjadinya

fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, yang kemudian

menyebabkan timbulnya kematian akibat anoksia serebri. Kematian

terjadi dalam waktu 5 menit.1, 11

21
Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam Dalam Air Asin

Air asin bersifat hipertonis, dimana konsentrasi elektrolit

cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan

ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstisial paru

yang akan menimbulkan edema pulmonar, hemokonsentrasi,

hipovolemi dan kenaikan kadar magnesium dalam darah.

Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat

dan menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian terjadi kira-

kira dalam waktu 8- 9 menit setelah tenggelam. 1

22
Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam

Tenggelam dapat menyebabkan kematian melalui berbagai

mekanisme, mekanisme tersebut ialah sebagai berikut:

Kematian Akibat Spasme Laring, Gangging, dan

Chocking.

Hipoksia merupakan masalah utama yang sering diakibatkan

oleh trauma saat tenggelam, tetapi dengan adanya spasme glottis

yaitu jika sejumlah kecil volume air yang memasuki laring atau

trakea, ketika itu pula tiba-tiba terjadi spasme laring akibat

pengaruh refleks vagal, hal ini terjadi pada ± 10% kematian akibat

tenggelam. Mukosa yang menjadi kental, berbusa, dan berbuih

dapat dihasilkan, hingga menciptakan suatu ‘perangkap fisik’ yang

menyumbat jalan napas. Spasme laring tidak dapat ditemukan

pada saat otopsi karena pada kematian telah terjadi relaksasi otot-

23
otot laring. Dalam situasi yang lain, terjadi peningkatan cepat

tekanan alveoli - arterial, yang terjadi pada saat air teraspirasi

sehingga menyebabkan hipoksia progresif. 12

Kematian Akibat Refleks Vagal

Mekanisme ini tidak biasa namun mudah dikenali.

Kehilangan kesadaran biasanya cepat dan kematian terjadi segera

dalam waktu beberapa menit. Pada otopsi tidak didapatkan tanda

umum pada tenggelam. Mekanisme ini dipercaya menyebabkan

henti jantung yang merupakan akibat dari air dingin pada belakang

faring dan laring. Ada tiga kondisi umum yang menyebabkan

kematian ini, yaitu masuk kedalam air dengan kaki terlebih dahulu,

terkejut atau tidak ada persiapan, keadaan hipersensitif contohnya

pada keracunan alkohol. Masuk ke dalam air dengan kaki dahulu

memudahkan air masuk ke hidung.13

Kematian Akibat Fibrilasi Ventrikel

Keadaan ini terjadi pada kasus tenggelam di air tawar. Pada

keadaan ini terjadi absorpsi masif cairan. Karena konsentrasi

elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada dalam darah, maka

akan terjadi hemodilusi darah, air akan masuk ke dalam aliran

darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah

merah. Akibat penggenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba

mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut

otot jantung sehingga terjadi perubahan keseimbangan kadar ion

24
kalium dan kalsium dalam serabut otot jantung dapat menyebabkan

terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah,

kemudian menyebabkan kematian karena anoksia otak. Kematian

dapat terjadi dalam waktu 5 menit.1

Kematian Akibat Edema Pulmonal

Terjadi pada kasus tenggelam di air asin dimana konsentrasi

elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga

air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstisial

paru dan menimbulkan edema pulmonal, hemokonsentrasi,

hipovolemi, dan kenaikan kadar magnesium dalam darah.

Hemokonsentrasi akan menyebabkan sirkulasi menjadi lambat dan

menyebabkan payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam

waktu 8-9 menit setelah tenggelam.1

Edema pulmoner akut dapat terjadi jika terdapat peningkatan

permeabilitas kapiler paru (non kardiogenik), atau saat tekanan

hidrostatik kapiler paru melebihi tekanan onkotik plasma

(kardiogenik), atau keduanya. Mekanisme pada korban tenggelam

belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga karena peningkatan

tekanan kapiler paru dari sistem saraf simpatis, peningkatan

tekanan negatif intratorakal, atau respon adrenergik terhadap

kondisi di dalam air yang belum dapat dijelaskan secara biokimia. 12

25
F. PEMERIKSAAN LUAR

 Penurunan suhu mayat (algor mortis), berlangsung

cepat, rata-rata 5 F⁰ (0,55oC) per menit. Suhu tubuh

akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5

atau 6 jam waktu ini dapat menjadi lebih lama bila

korban tenggelam di air dingin, karena suhu tubuh

juga akan menurun dan akan memerlukan waktu

yang lebih lama untuk kembali ke suhu lingkungan.

 Lebam mayat (livor mortis), akan tampak jelas pada

dada bagian depan, leher, kepala, dan ekstremitas

yang merupakan bagian yang tergantung ke bawah

saat bagian badan mayat terapung ke permukaan

akibatnya menyebabkan darah statis pada daerah

tersebut. Lebam mayat berwarna merah terang.

Sebagai hasil dari pembekuan OxyHb.

26
 Pembusukan sering tampak dan berlangsung dalam proses

yang lebih cepat pada mayat tenggelam, kulit berwarna

kehijauan atau merah gelap. Pada pembusukan lanjut

tampak gelembung-gelembung pembusukan. Hal ini bukan

merupakan tanda yang tidak spesifik sebab dapat juga di

dapatkan pada mayat yang tidak tenggelam.

 Cutis Anserina (fenomena goosefles-kulit angsa), hal ini

merupakan spasme otot erektor villi yang disebabkan rigor

mortis. Gambaran ini dapat ditentukan pada mayat yang

tidak tenggelam.

 Washerwoman hand appearance, penenggelaman yang

lama dapat menyebabkan pemutihan dan kulit yang keriput

pada kulit. Biasanya ditemukan pada telapak tangan dan

kaki (tampak 1 jam setelah terbenam dalam air hangat).

Gambaran ini tidak mengindikasikan bahwa mayat

27
ditenggelamkan, karena mayat lama pun bila dibuang

kedalam air akan keriput juga.

Gambar 7. A dan B. (gambaran jari tangan ”washerwoman” yang

disebabkan oleh pembenaman yang lama dalam air).

 Schaumfilzfroth, busa tampak pada mulut atau hidung atau

keduanya. Masuknya cairan kedalam saluran pernafasan

merangsang terbentuknya mukus, substansi ini ketika

28
bercampur dengan air dan surfaktan dari paruparu dan

terkocok oleh karena adanya upaya pernafasan yang hebat.

Busa dapat meluas sampai trakea, bronkus utama dan

alveoli. Paru-paru akan terisi air dan cairan busa akan

menetes dari bronkus ketika paru-paru di tekan dan dari

potongan permukaan paru ketika dipotong dengan pisau.

Busa halus putih yang berbentuk jamur (mushroom-like

mass) tampak pada mulut atau hidung atau keduanya,

pembusukan akan merusak busa tersebut dan terbentuknya

pseudofoam yang berwarna kemerahan yang berasal dari

darah dan gas pembusukan. Sedangkan pada busa yang

terbentuk akibat keracunan, biasanya busa dihasilkan oleh

hipersalivasi kelenjar yang berbentuk busa yang biasanya

sedikit lebih cair dari busa akibat tenggelam.

 Cadaveric spasme, ini secara relatif lebih sering terjadi dan

merupakan reaksi intravital. Sebagaimana sering terdapat

benda-banda, seperti rumput laut, dahan dan batu yang

tergenggam. Ini menunjukkan bahwa waktu korban mati,

berusaha mencari pegangan lalu terjadi kaku mayat.

 Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian

depan dapat terjadi akibat persentuhan korban dengan

dasar sungai atau terkena bendabenda disekitarnya. Luka-

29
luka tersebut seringkali mengeluarkan darah, sehingga tidak

jarang korban dianiaya sebelum ditenggelamkan. 4

Pada temperatur rata – rata, hal – hal berikut dapat

dipakai untuk menentukan berapa lama tubuh sudah

terendam:

 Jika tidak ada kerutan pada jari, telapak tangan maka baru

beberapa jam.

 Jika tampak pengerutan jari, telapak tangan dan kaki, antara

setengah hari sampai tiga hari.

 Tanda pembusukan awal, sering pada kepala, leher,

abdomen dan kaki 4 – 10 hari.

 Pembengkakan wajah dan abdomen, dengan vena yang

terlihat jelas dan terkelupasnya epidermis pada tangan, kaki

dan kulit kepala : 2 – 4 minggu.

 Terkelupasnya kulit secara menyeluruh, otot dengan tulang

– tulang yang terlihat, tampak sebagian telah saponifikasi : 1

– 2 bulan.

G. PEMERIKSAAN DALAM

 Saluran napas (trakea dan bronkus) ditemukan adanya buih/busa

halus dan benda asing (pasir, tumbuh – tumbuhan air). Buih

tersebut berupa campuran antara eksudat protein dan surfaktan

yang bercampur dengan cairan tempat tenggelam. Biasa berwarna

30
putih, sampai merah muda dan kemerahan karena bercampur

dengan darah.

 Paru-paru tampak membesar, memenuhi seluruh rongga paru-

paru sehingga tampak impresi dari iga-iga pada paru-parunya. Oleh

karena pembesaran paru-paru akibat kemasukan air, maka pada

perabaan akan terasa crepitasi oleh karena air. Edema dan

kongesti paru-paru dapat sangat hebat dimana bila berat paru-paru

normal adalah 200-300gr, sekarang bisa mencapai lebih dari 1

kilogram. Dalam saluran pernafasan yang besar seperti trakea,

bronkus, dan bronkhioli, dapat ditemukan benda-baenda asing,

tampak secara makroskopik misalnya tumbuhan air, pasir, lumpur,

dsb. Tampak secara mikroskopik diantaranyaa telur cacing dan

diatome (ganggang kersik).

 Pleura dapat berwarna kemerahan dan pada daerah subpleural

mungkin terdapat petechie-petechie, tapi dengan adanya air yang

masuk maka hal ini tidak lagi berupa titik-titik (karena terjadi

hemolisa) melainkan berupa bercak-bercak dan bercak-bercak ini

disebut bercak-bercak paltauf, yang berwarna biru kemerahan. 4

 Pada pemeriksaan lambung sering ditemukan pasir, hidupan

akuatik dan juga batuan silt akibat daripada air yang tertelan saat

terjadi tenggelam. Ada beberapa ahli patologis berpendapat bahwa

air bias masuk secara pasif ke dalam lambung akibat daripada

turbulansi air berbanding air yang masuk secara aktif ketika terjadi

31
tenggelam. Manakala beberapa ahli patologis yang lain pula

berpendapat bahwa relaksasi sphincter gastrophageal lambung

yang terjadi pada postmorterm menyebabkan air masuk ke

lambung dan mengisi ruangan lambung. Oleh kerana itu, air di

didalam lambung tidak bisa digunakan sebagai satu tanda

tenggelam.

 Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami pembendungan.

 Bila terjadi hemolisis maka akan terjadi bercak hemolisis pada

dinding aorta.

 Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit di antara septum

interalveolar. Mungkin terdapat bercak – bercak perdarahan yang

disebut bercak Paltauf akibat robeknya penyekat alveoli (Polsin).

Petekie subpleural dan bula emfisema jarang terdapat dan ini

bukan merupakan tanda khas tenggelam tetapi mungkin

disebabkan oleh usaha respirasi.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan diatome

Umumnya diatome dikenal sebagai ganggang yang hidup di

dalam air. Setiap jenis air memiliki keanekaragaman diatome

tersendiri. Diatome merupakan organisme mikroskopik algae

uniseluler yang autotropik di alam dan memiliki berbagai

macam jenis yang dapat ditemukan di air laut dan air tawar .

32
Diatome ini memiliki tulang silica berbentuk dua valve. Pada

diatome kelas Bacillariophyceae terbagi atas dua bagian

yaitu,central dan Pennales atas dasar kesimetritannya. Ada

sekitar 10,000 jenis dan 174 jenis diatom, mempunyai

ukuran dan bentuk berbeda berkisar antara 1 ke 500 µm.

Diatoms biasanya ditemukan di dalam air seperti kolam,

danau, sungai, kanal dan lain lain, akan tetapi

konsentrasinya dapat tinggi atau rendah di dalam air

tertentu, tergantung pada musim. Berdasarkan karakteristik

lain yaitu kedalaman air tidak didapatkan bukti adanya

pertumbuhan diatom di bawah 100 m. 11

Pada saat tenggelam berlangsung, diatom masuk ke

rongga paru-paru seseorang yang terbuka ketika air terisap,

dan air yang masuk menekan rongga paru-paru dan

memecahkan alveoli. Melalui alveoli yang pecah diatoms

dapat masuk ke jantung, hati, ginjal, sumsum tulang dan

otak. Pada diameter dan ketebalan alveoli paru-paru

diketahui sangat kecil akan tetapi tidak mustahil semua

diatom-diatom dapat masuk ke dalam organ dan rongga

paru-paru dimana dapat menembus melalui jaringan kapiler

ini disebut “ Drowning Associated Diatoms” (DAD). 11

Analisa diatom yang berada di paru-paru, hati, limpa,

sumsum tulang dan darah selama bertahun-tahun dilakukan

33
sebagai tes konfirmasi di dalam kasus tenggelam. Meskipun,

tes pada diatom menjadi kontraversi sejak beberapa kasus

menghasilkan negatif yang salah dan positif yang salah

didokumentasikan.

Analisa diatom yang saksama merupakan suatu yang

dapat menentukan ya atau tidaknya kematian terjadi akibat

tenggelam. Sebelum hasil diagnosa kematian dengan

korban tenggelam haruslah diketahui morfologi dan

morphometric suatu diatom dari korban tenggelam sebab

penetrasi suatu diatom di kapiler paru-paru tergantung atas

kepadatan dan ukuran diatom tersebut.11

Pada forensik investigasi, dalam memecahkan kasus

tenggelam, salah satu hal termudah mendeteksi adanya

diatom pada viscera tubuh yang tenggelam, Pada kasus

tenggelam ante mortem maka didapatkan diatom pada

putative drowning medium. Untuk mencari diatome, paru-

paru harus didestruksi dahulu dengan asam sulfat dan asam

nitrat, kemudian disentrifuse dan endapannya dilihat

dibawah mikroskop. Paruparu, hati, ginjal, dan bone marrow

telah di analisa dan kesimpulan telah diambil berdasarkan

ditemukannya atau tidak ditemukannnya organisme ini. Saat

ini penggunaan analisa diatome cenderung digunakan pada

sistem yang tertutup seperti sumsum tulang femur atau

34
kapsul ginjal dari tubuh yang belum membusuk. Diagnosis

pada kasus tenggelam dari analisa diatome harusnya positif

tenggelam bila ditemukan diatom minimal diatas 20 diatom /

100 ul lapangan pandang kecil (terdiri atas 10 cm dari

sample paru-paru) dan 50 diatom dari beberapa organ,

selanjutnya sebaiknya diatom yang ditemukan harusnya

cocok dari sumsum tulang dan tempat dimana tenggelam, ini

merupakan bukti yang kuat yang dapat mendukung dan

dapat menyimpulkan seseorang tenggelam pada saat masih

hidup atau tidak. Pada beberapa literature telah berusaha

untuk mengembangkan beberapa informasi penting tentang

tipe diatom yang spesifik, dimana umumnya masuk pada

bermacam organ dalam tubuh seorang yang tenggelam. 11

Sample air dari putative drowning memiliki beberapa

ragam spesies diatom yang berhubungan dengan tubuh

korban yang tenggelam.

 Tenggelam di air laut ditemukan Fragilaria, Synedra,

Coscinodiscus, Actinoptychus undulates, Thalassiothrix

sp., Diploneis splendida, Navicula dan lainnya pada paru-

paru tubuh. Campylodiscus noricus, C. echenels pada

dasar laut, Actinocyclus ehrenbergii and Achnanthes

taeniata pada air laut yang dalam.

35
36
 Tenggelam pada air tawar seperti kolam, danau, sungai dan

kanal ditemukan Navicula pupula, N. cryptocephara, N.

graciloides, N. meniscus, N. bacillum, N. radiosa, N. simplex,

N. pusilla, Pinnularia mesolepta, P. gibba, P. braunii, Nitzscia

mesplepta, Mastoglia smithioi, Cymbella cistula, Camera

lucida, Cymbella cymbiformis Cocconeis diminuta dan banyak

spesies diatome lainya ditemukan pada air tawar. Pinnularia

borealis ditemukan pada air tawar yang dingin, Pinnularia

capsoleta ditemukan pada air tawar yang dangkal. Selama proses

monitor air sungai yang berterusan didapatkan adanya diatom pada

air dan tisu sel yang mana diatom yang paling sering ditemukan

adalah Navicula, Diatoma, Nitzschia, Stephanodicus, Fragilaria,

37
Gomphonema, Gyrosigma, Melosira, Achnanthes, Amphora,

Cocconeis, Cyclotella, dan Cymbella.

 Eunotia ditemukan di daerah yang pH air 7-8 .

 E. lunaris ditemukan di daerah yang pH air 5-6.

38
Penetrasi diatom pada kapiler alveoli menggunakan

Transmission Elektron Mikroskop (TEM) dan SEM (Lunette,1998).

Sepanjang penemuan mereka, mereka menemukan Diatoma

Maniliformis (yang dipenetrasi di distal dinding jalan napas),

Navicula Specula (yang dipenetrasi pada khon’s pore), Tabularia

fasciculat (yang dipenetrasi dari sebagian laserasi epitel dan

endotel yang sejajar dari septum alveolar yang menegang),

Nitzschia paleacea (yang dipenetrasi dari sebagian dinding

alveolar), Mastogloia smithii (yang dipenetrasi dari dinding alveolar

dengan laserasi yang terlihat bersih) dan Amphora

delicatissima,dll.11

Pengetahuan tentang diatom berhubungan dengan

tenggelam selalu berhubungan dengan forensic dalam

mengdiagnosis pada kasus tenggelam. Pada penelitian yang lebih

lanjut tentang morfologi dan kehidupan diatom yang berbeda pada

beberapa macam air di daerah yang spesifik dapat juga membantu

lebih baik memecahkan kasus tenggelam.. adanya diatome pada

kasus tenggelam ante-mortem tergantung pada tipe, ukuran dan

densitas diatom yang dilihat pada medium putative tenggelam.

Tidak dapat disangkal bahwa diatom-diatom kecil seperti (Diatoma,

Cyclotella, Epithemia dll.) mempunyai peluang yang lebih tinggi

untuk memasuki organ tubuh berbanding diatom dengan ukuran

yang lebih besar (Synedra) yang mana bisa juga ditemukan di

39
dalam organ tubuh jika mereka mempunyai kemampuan untuk

berfragmentasi yang cukup. Diatom yang sering dijumpai pada

organ tubuh pada kasus tenggelam adalah Navicula, Nitzschia,

Synedra ulna, Achnanthidium dan Cyclotella karena banyak

terdapat di air dan ukurannya yang optimum. 11

 Gettler chloride

Sejumlah tes telah dikembangkan dalam beberapa tahun

untuk menentukan korban tenggelam. Yang paling terkenal ialah

tes Gettler chloride, dimana darah dianalisa dari sisi kanan dan kiri

jantung dengan kiraan perbedaan 25mg/100ml antara jantung kiri

40
dan kanan dikira signifikan. Jika level chloride kurang pada sisi

kanan daripada sisi kiri, korban disangka telah tenggelam dalam air

garam. Jika lebih tinggi pada sisi kanan jantung daripada sisi kiri,

maka diperkirakan korban tenggelam dalam air tawar. Perbedaan

kadar elktrolit lebih dari 10% dapat menyokong diagnosis,

walaupun secara tersendiri kurang bermakna. Tes ini baru

dianggap reliabel jika dilakukan dalam 24 jam setelah kematian.

Berat jenis :

a. Dengan CuSO4 = normalnya 1,059 (1,059-1,060)

b. Air tawar = 1,055

c. Air laut = 1,065.

Tes juga dilakukan untuk elemen lain pada darah, seperti

membandingkan grafitasi spesifik darah pada kanan dan kiri atrium.

Semua tes yang telah disebut di atas tidak pasti dan tidak

mendukung dalam menyimpulkan tenggelam. 7

41
BAB III

KESIMPULAN

Drowning adalah suatu proses gangguan nafas yang dialami

akibat terendam atau terbenam kedalam cairan. 1 Tenggelam dapat

terjadi di lautan atau pada kasus penurunan kesadaran akibat

alkohol, epilepsi, atau anak kecil pada air dengan ketinggian air 6

inci (15,24 cm). Mekanisme kematian yang terjadi akibat tenggelam

akibat suatu anoksia serebral yang ireversibel atau yang sering di

sebut dengan asfiksia.

Tenggelam merupakan salah satu masalah besar,

sehubungan dengan dampaknya secara global, tenggelam

merupakan suatu kasus terabaikan dalam isu kesehatan

masyarakat. Pada tahun 2012, diperkirakan sekitar 372.000 orang

meninggal akibat tenggelam, yang menempatkannya sebagai

penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia dimana 91% dari

total kematian tersebut terjadi di negara negara miskin dan

berkembang, setengah dari korban tenggelam adalah mereka yang

berusia di bawah 25 tahun, dan lebih sering terjadi pada laki – laki

di bandingkan perempuan. Perkiraan jumlah korban sangat

mengkhawatirkan karena data resmi angka kematian

mengeksklusikan kematian tenggelam akibat bunuh diri dan

tenggelam karena bencana banjir, dan insiden transportasi lautan. 2

42
Tenggelam diklasifikasikan menjadi typical drowning dan

atypical drowning sedangkan atypical drowning sendiri diklasifikan

menjadi dry drowning, shallow water drowning, immersion

syndrome,dan secondary drowning. Perbedaannya adalah pada

typical drowning adanya hambatan pada saluran napas dan paru

karena adanya cairan yang masuk ke dalam tubuh sedangkan

pada atypical drowning ditandai dengan sedikitnya atau bahkan

tidak adanya cairan dalam saluran napas.

Penentuan diagnosis ditentukan dari pemeriksaan luar,

dalam dan penelusuran korban sebelum meninggal serta riwayat

penyakit dahulu.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Szpilman D, Bierens J.J.M, Handley A.J, Orlowski J.P. Current

Concepts Drowning. N Engl J Med 2012;366:2105-10.

2. Global Report on Drowning : Preventing A Leading Killer. World

Health Organization 2016.

3. World Health Organization. Chapter 2 : Drowning and Injury

Prevention. Guidelines for Safe Recreational Water Enviroments.

2016.

4. Di Maio D, Di Maio V. Section 15 : Death by Drowning In:

Forensic Pathology. New York: CRC Press; 2014. Page 395-403

5. Prawedana H.K, Suarjaya P.P. bantuan hidup dasar dewasa

pada near drowning di tempat kejadian. Bagian/SMF Ilmu

Anesthesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar.

6. Shattock M.J, Tipton M.J. ‘Autonomic Conflict’ : a different way to

die during cold water immersion ?. J Physiol 590.14 (2014) pp

3219–3230.

7. Dolinak D, Matshes E.W, Lew E.O. Section 9 : Drowning.

Forensic Pathology Principles and Practice. California : ELSEVIER.

2015. Page 227-37.

8. James J.P, Jones R, Karch S.B, Manlove J. Section 16 :

Immersion and drowning in Simpson’s Forensic Medicine 13th ed.

London : Hodder & Stoughton Ltd. 2015. Page 163 - 68

44
9. Adelman H.C, Kobilinsky L. Section 7 : Asphyxia/Anoxic Deaths

in Forensic Medicine : Inside Forensic Science. New York :

Infobase Publishing. 2017. Page 50 – 59.

10. Bardale R. Section 15 : Violent Asphyxia Drowning in Principle

of Forensic Medicine & Toxicology. New Delhi : Jaypee Brothers

Medical Publishers Ltd. 2015. Page 304 – 313. 31

11.Dr. Mukesh Kumar Thakar, Deepali Luthra,Rajvinder Singh. A

Fluorocent Survey of Diatome Distribution Patterns In Some Small

Water Bodies (Lakes And Saravars), J Punjab Acad Forensic Med

Toxicol 2015;11(2): 81-86

45

Anda mungkin juga menyukai