Tenggelam
Disusun Oleh:
Hardianti, S.Ked (12 17 777 14 215)
Pembimbing :
dr. Nasrun, S.H., M.Sc
1
HALAMAN PENGESAHAN
2
BAB I
PENDAHULUAN
Tenggelam atau drowning adalah suatu proses gangguan nafas yang dialami
akibat terendam atau terbenam kedalam cairan. Proses tenggelam dimulai ketika
saluran nafas berada di bawah permukaan cairan (terendam) atau air yang terpercik
ke wajah (terbenam).1
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 0,7% kematian diseluruh dunia
disebabkan oleh tenggelam, atau lebih dari 372.000 kematian setiap tahunnya yang
paling banyak disebabkan oleh tenggelam yang tidak disengaja, setengah dari korban
tenggelam adalah mereka yang berusia di bawah 25 tahun, dan lebih sering terjadi
pada laki – laki di bandingkan perempuan, angka ini tidak termasuk kematian
tenggelam akibat bencana seperti banjir, tsunami, dan kecelakaan kapal. 1,2 Angka
kematian yang dicatat ini belum dapat di jadikan sebagai patokan tepat sebab
kematian akibat tenggelam banyak terjadi sebelum korban sampai ke fasilitas
kesehatan sehingga data akurat mengenai tenggelam masih sulit untuk di dapatkan hal
ini menyebabkan diabaikannya penelitian dan pencegahan kejadian tenggelam.2
Menurut survei WHO yang terkahir terjadi peningkatan 39 – 50% angka
kematian akibat tenggelam di negara – negara maju seperti Amerika serikat, Australia
dan Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih besar di negara negara miskin
dan berkembang.2
Penelitian melaporkan rata – rata kejadian tenggelam terjadi pada saat rekreasi
air, seperti kolam renang dan bak mandi, selain itu salah satu faktor risiko penting
yaitu konsumsi alkohol di daerah yang dekat dengan air dapat meningkatkan kejadian
tenggelam.2,3
Oleh karena itu referat ini dibuat agar kita dapat mengenali kematian akibat
tenggelam dan dapat mengetahui hasil pemeriksaan luar dan dalam yang dapat
ditemukan pada korban tenggelam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
A. DEFINISI
Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat asfiksia yang
disebabkan oleh masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan. Pada suatu kasus
tenggelam korban terbenam dalam air sehingga sistem pernapasannya terganggu
dengan akibat hilangnya kesadaran dan ancaman pada jiwa korban. Pada suatu kasus
tenggelam, seluruh tubuh tidak perlu terbenam di dalam air, asalkan lubang hidung
dan mulut berada di bawah permukaan air sudah memenuhi criteria suatu kasus
tenggelam.1,2
Menurut WHO Tenggelam atau drowning adalah suatu proses gangguan nafas
yang dialami akibat terendam atau terbenam kedalam cairan. Tenggelam dapat terjadi
di lautan atau pada kasus penurunan kesadaran akibat alkohol, epilepsi, atau anak
kecil pada air dengan ketinggian air 6 inci (15,24 cm). Mekanisme kematian yang
terjadi akibat tenggelam akibat suatu anoksia serebral yang ireversibel atau yang
sering disebut dengan asfiksia.2,3
B. EPIDEMIOLOGI
Tenggelam merupakan salah satu masalah besar, sehubungan dengan
dampaknya secara global, tenggelam merupakan suatu kasus terabaikan dalam isu
kesehatan masyarakat. Pada tahun 2012, diperkirakan sekitar 372.000 orang
meninggal akibat tenggelam, yang menempatkannya sebagai penyebab kematian
ketiga terbanyak di dunia dimana 91% dari total kematian tersebut terjadi di negara
negara miskin dan berkembang, setengah dari korban tenggelam adalah mereka
yang berusia di bawah 25 tahun, dan lebih sering terjadi pada laki – laki di
bandingkan perempuan. Perkiraan jumlah korban sangat mengkhawatirkan karena
data resmi angka kematian mengeksklusikan kematian tenggelam akibat bunuh diri
dan tenggelam karena bencana banjir, dan insiden transportasi lautan.2
Menurut survei WHO yang terakhir terjadi peningkatan 39 – 50% angka
kematian akibat tenggelam di negara – negara maju seperti Amerika serikat, Australia
dan Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih besar di negara negara miskin
dan berkembang.2
Berdasarkan studi epidemiologi, tenggelam hampir selalu menempati sepuluh
besar penyebab kematian di seluruh penjuru dunia pada usia 1 – 24 tahun.2
4
Gambar 1. Peringkat tenggelam sebagai 10 penyebab kematian terbanyak.
5
Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan oleh :
1. Refleks vagal
Peristiwa tenggelam yang menyebabkan kematian akibat refleks vagal disebut
tenggelam tipe 1. Pada tipe ini, kematian terjadi sangat cepat dan pada
pemeriksaan postmortem tidak ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia maupun air
di dalam paru-parunya sehingga sering disebut tenggelam kering (dry drowning).
2. Spasme laring
Kematian karena spasme laring pada tipe tenggelam umumnya jarang terjadi.
Spasme laring tersebut terjadi karena rangsangan air yang masuk ke laring. Pada
pemeriksaan postmortem ditemukan tanda-tanda asfiksia, tetapi pada paru-
parunya tidak didapatkan tanda adanya air atau benda-benda air lainnya.
6
Pemeriksaan postmortem ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl jantung
kanan lebih tinggi dibanding jantung kiri dan adanya buih serta benda-benda air
pada paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe IIA.
b. Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibatkan terjadinya anoksia dan
hemokonsentrasi. Tenggelam jenis ini akan disebut sebagai tenggelam tipe IIB.
Dibandingkan tenggelam tipe IIA kematian pada tenggelam tipe ini terjadi lebih
lembat. Konsentrasi elektrolit air laut lebih tinggi daripada dalam darah sehingga
air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstitial paru yang
akan mengakibatkan edema pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemia dan
kenaikan kadar magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan menyebabkan
sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian
terjadi 8-12 menit setelah tenggelam. Pemeriksaan postmortem ditemukan adanya
tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl pada jantung kiri lebih tinggi dibandingkan
jantung kanan, serta ditemukan buih serta benda air pada paru-paru.
Pada pemeriksaan mayat tenggelam, hal penting yang perlu ditentukan pada
pemeriksaan adalah :
1. Menentukan indentitas korban
Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain:
Pakaian dan benda milik korban
Warna dan distribusi rambut serta identitas lain
7
Kelainan atau deformitas dan jaringan parut
Sidik jari
Pemeriksaan gigi
Teknik identifikasi lain
2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam.
Pada mayat yang masih segar, untuk menentukan apakah korban masih hidup
atau sudah meninggal saat tenggelam dapat diketahui dari pemeriksaan:
Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih hidup
waktu tenggelam ialah pemeriksaan diatom.
Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar elektrolit
magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan.
Benda asing dalam paru dan saluran napas mempunyai nilai yang
menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu dan mulai
membusuk. Demikian pula dengan isi lambung dan usus.
Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara
fisik dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban tenggelam
mempunyai nilai yang bermakna.
Dengan ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat menjelaskan bahwa korban
sedang dalam keracunan alkohol pada saat masuk ke dalam air.
3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis tenggelam
Pada mayat yang segar, gambaran postmortem dapat menunjukkan tipe
tenggelam dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan dan
kekerasan lain. Pada kecelakaan di kolam renang benturan antemortem pada
tubuh bagian atas, misal memar pada muka, perlukaan pada vertebra servikalis
dan medula spinalis dapat ditemukan.
4. Faktor – faktor yang berperan pada proses kematian
Faktor – faktor yang berperan pada proses kematian, misalnya kekerasan, alkohol
atau obat –obatan dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau bedah jenazah.
5. Tempat korban pertama kali tenggelam
Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam saluran
pernapasan, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan dapat
membantu menentukan apakah korban tenggelam di tempat itu atau di tempat
lain.
8
6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian.
Bila korban masih hidup pada waktu masuk ke air, maka perlu ditentukan
apakah kematian disebabkan karena air masuk ke dalam saluran pernapasan.
Pada immersion, kematian terjadi dengan cepat, hal ini bisa disebabkan oleh
sudden cardiac arrest yang terjadi pada saat cairan melalui saluran
pernapasan bagian atas.
Bila tidak ditemukan air pada paru – paru dan lambung, berarti kematian
terjadi seketika akibat spasme glotis, yang menyebabkan cairan tidak dapat
masuk. Korban tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama
makin banyak dan kemudian menjadi tidak sadar dalam waktu 2 – 12 menit
(fatal period).
D. KLASIFIKASI TENGGELAM
1. Typical drowning (wet drowning)
Pada typical drowning ditandai dengan adanya hambatan pada saluran napas dan paru
karena adanya cairan yang masuk ke dalam tubuh. Pada keadaan ini cairan masuk ke
dalam saluran pernapasan setelah korban tenggelam. Kematian terjadi setelah korban
menghirup air. Jumlah air yang dapat mematikan, jika dihirup paru-paru adalah
sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30-40 ml untuk bayi 4
2. Atypical drowning
Pada atypical drowning ditandai dengan sedikitnya atau bahkan tidak adanya cairan
dalam saluran napas. Karena tidak khasnya tanda otopsi pada korban atypical
drowning maka untuk menegakkan diagnosis kematian selain tetap melakukan
pemeriksaan luar juga dilakukan penelusuran keadaan korban sebelum meninggal dan
riwayat penyakit dahulu.4
Atypical drowning dibedakan menjadi :
2.1. Dry Drowning
Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan, akibat
spasme laring. Menurut teori adalah bahwa ketika sedikit air memasuki
laring atau trakea, tiba-tiba terjadi spasme laring yang dipicu oleh vagal
refleks. lendir tebal, busa, dan buih dapat terbentuk, menghasilkan plug fisik
pada saat ini. Dengan demikian, air tidak pernah memasuki paru-paru akan
menyebabkan keadaan asfiksia, dan akan menyebabkan kematian. 10 Istilah
dry drowning digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana pada
jenazah saat dilakukan otopsi tidak ditemukan adanya cairan dalam saluran
9
pernapasan dan paru-paru. Cairan tidak ditemukan karena sudah diserap
masuk ke dalam sirkulasi pulmonal. Hal ini berarti istilah dry drowning/ dry-
lung drowning ialah bila tenggelam dalam air tawar yang hipotonis.11
2.2. Tenggelam di Air Dangkal
Pada kondisi ini, tenggelam terjadi pada air dengan ketinggian yang dangkal,
tapi cukup untuk menenggelamkan bagian mulut atau hidung. Biasanya
terjadi akibat kecelakaan pada orang cacat atau anak kecil, epilepsi, keadaan
mabuk, koma, atau orang dengan trauma kapitis.10
2.3. Immersion syndrome (vagal inhibition)
Terjadi dengan tiba-tiba pada korban tenggelam di air yang sangat dingin (<
20oC atau 68oF) akibat reflek vagal yang menginduksi disaritmia yang
menyebabkan asistol dan fibrilasi ventrikel sehingga menyebabkan
kematian.10
2.4. Secondary drowning
Pada jenis ini, korban yang sudah ditolong dari dalam air tampak sadar dan
bisa bernapas sendiri tetapi secara tiba-tiba kondisinya memburuk. Pada
kasus ini terjadi perubahan kimia dan biologi paru yang menyebabkan
kematian terjadi lebih dari 24 jam setelah tenggelam di dalam air. Kematian
terjadi karena kombinasi pengaruh edema paru, aspiration pneumonitis,
gangguan elektrolit (asidosis metabolik).10
10
- Berat jenis 1,055 - Berat jenis 1,059-1,60
- Hipotonik - Hipertonik
- Hemodilusi - Hemokonsentrasi
- Hipervolemik - Hipovolemik
- Hiperkalemia - Hipokalemia
- Hiponatremia - Hipernatremia
- Hipoklorida - Hiperklorida
Tabel 1. Perbedaan Tenggelam Dalam Air Tawar dan Air Asin
Gambar 3. Buih Bercampur Darah Keluar melalui Mulut dan Hidung Jenazah Tenggelam
11
pada jenazah yang tenggelam di air asin dibandingkan jenazah yang tenggelam di air
tawar. Pada jenazah tenggelam di air asin paru-paru relatif lebih basah dan tampak
lebih biru keunguan dibandingkan jenazah tenggelam di air tawar. Pada jenazah
tenggelam di air tawar paru-paru teraba seperti spons dan krepitasi positif dan paru-
paru tampak merah pucat.11
12
Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam Dalam Air Asin
Air asin bersifat hipertonis, dimana konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih
tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke
dalam jaringan interstisial paru yang akan menimbulkan edema pulmonar,
hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar magnesium dalam darah.
Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan
terjadinya payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit setelah
tenggelam.1
13
Kematian Akibat Refleks Vagal
Mekanisme ini tidak biasa namun mudah dikenali. Kehilangan kesadaran
biasanya cepat dan kematian terjadi segera dalam waktu beberapa menit. Pada otopsi
tidak didapatkan tanda umum pada tenggelam. Mekanisme ini dipercaya
menyebabkan henti jantung yang merupakan akibat dari air dingin pada belakang
faring dan laring. Ada tiga kondisi umum yang menyebabkan kematian ini, yaitu
masuk kedalam air dengan kaki terlebih dahulu, terkejut atau tidak ada persiapan,
keadaan hipersensitif contohnya pada keracunan alkohol. Masuk ke dalam air dengan
kaki dahulu memudahkan air masuk ke hidung.13
Kematian Akibat Fibrilasi Ventrikel
Keadaan ini terjadi pada kasus tenggelam di air tawar. Pada keadaan ini
terjadi absorpsi masif cairan. Karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih
rendah daripada dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi darah, air akan masuk ke
dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah.
Akibat penggenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini
dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga terjadi perubahan
keseimbangan kadar ion kalium dan kalsium dalam serabut otot jantung dapat
menyebabkan terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, kemudian
menyebabkan kematian karena anoksia otak. Kematian dapat terjadi dalam waktu 5
menit.2,3
Kematian Akibat Edema Pulmonal
Terjadi pada kasus tenggelam di air asin dimana konsentrasi elektrolit cairan
air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi
pulmonal ke dalam jaringan interstisial paru dan menimbulkan edema pulmonal,
hemokonsentrasi, hipovolemi, dan kenaikan kadar magnesium dalam darah.
Hemokonsentrasi akan menyebabkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan
payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam.2,3
Edema pulmoner akut dapat terjadi jika terdapat peningkatan permeabilitas
kapiler paru (non kardiogenik), atau saat tekanan hidrostatik kapiler paru melebihi
tekanan onkotik plasma (kardiogenik), atau keduanya. Mekanisme pada korban
tenggelam belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga karena peningkatan tekanan
kapiler paru dari sistem saraf simpatis, peningkatan tekanan negatif intra-torakal, atau
respon adrenergik terhadap kondisi di dalam air yang belum dapat dijelaskan secara
biokimia.12
F. PEMERIKSAAN LUAR
14
Penurunan suhu mayat (algor mortis), berlangsung cepat, rata-rata 5⁰F
(0,55oC) per menit. Suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam
waktu 5 atau 6 jam waktu ini dapat menjadi lebih lama bila korban tenggelam
di air dingin, karena suhu tubuh juga akan menurun dan akan memerlukan
waktu yang lebih lama untuk kembali ke suhu lingkungan.
Lebam mayat (livor mortis), akan tampak jelas pada dada bagian depan, leher,
kepala, dan ekstremitas yang merupakan bagian yang tergantung ke bawah
saat bagian badan mayat terapung ke permukaan akibatnya menyebabkan
darah statis pada daerah tersebut. Lebam mayat berwarna merah terang.
Sebagai hasil dari pembekuan OxyHb.
Pembusukan sering tampak dan berlangsung dalam proses yang lebih cepat
pada mayat tenggelam, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap. Pada
pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan. Hal ini
bukan merupakan tanda yang tidak spesifik sebab dapat juga di dapatkan pada
mayat yang tidak tenggelam.
Cutis Anserina (fenomena goosefles-kulit angsa), hal ini merupakan spasme
otot erektor villi yang disebabkan rigor mortis. Gambaran ini dapat ditentukan
pada mayat yang tidak tenggelam.
15
Gambar 7. Cutis Anserina (fenomena goosefles-kulit angsa)
Gambar 8. (gambaran jari tangan dan kaki ”washer woman” yang disebabkan oleh
pembenaman yang lama dalam air).
16
Gambar 9. Gambaran Busa Tampak Keluar Dari Hidung berbentuk jamur (mushroom-
like mass)
17
Pada temperatur rata – rata, hal – hal berikut dapat dipakai untuk menentukan
berapa lama tubuh sudah terendam:
Jika tidak ada kerutan pada jari, telapak tangan maka baru beberapa jam.
Jika tampak pengerutan jari, telapak tangan dan kaki, antara setengah hari
sampai tiga hari.
Tanda pembusukan awal, sering pada kepala, leher, abdomen dan kaki 4 – 10
hari.
Pembengkakan wajah dan abdomen, dengan vena yang terlihat jelas dan
terkelupasnya epidermis pada tangan, kaki dan kulit kepala : 2 – 4 minggu.
Terkelupasnya kulit secara menyeluruh, otot dengan tulang – tulang yang
terlihat, tampak sebagian telah saponifikasi : 1 – 2 bulan.
G. PEMERIKSAAN DALAM
Saluran napas (trakea dan bronkus) ditemukan adanya buih/busa halus dan
benda asing (pasir, tumbuh – tumbuhan air). Buih tersebut berupa campuran
antara eksudat protein dan surfaktan yang bercampur dengan cairan tempat
tenggelam. Biasa berwarna putih, sampai merah muda dan kemerahankarena
bercampur dengan darah.
A B
Gambar 11. A. Paru-paru pembesar, mengalami kongesti.
B. Tampak lumpur yang diaspirasi ke dalam paru
19
emfisema jarang terdapat dan ini bukan merupakan tanda khas tenggelam
tetapi mungkin disebabkan oleh usaha respirasi.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diatome
Umumnya diatome dikenal sebagai ganggang yang hidup di dalam air.
Setiap jenis air memiliki keanekaragaman diatome tersendiri. Diatome
merupakan organisme mikroskopik algae uniseluler yang autotropik di alam
dan memiliki berbagai macam jenis yang dapat ditemukan di air laut dan air
tawar . Diatome ini memiliki tulang silica berbentuk dua valve. Pada diatome
kelas Bacillariophyceae terbagi atas dua bagian yaitu,central dan Pennales
atas dasar kesimetritannya. Ada sekitar 10,000 jenis dan 174 jenis diatom,
mempunyai ukuran dan bentuk berbeda berkisar antara 1 ke 500 µm. Diatoms
biasanya ditemukan di dalam air seperti kolam, danau, sungai, kanal dan lain
lain, akan tetapi konsentrasinya dapat tinggi atau rendah di dalam air tertentu,
tergantung pada musim. Berdasarkan karakteristik lain yaitu kedalaman air
tidak didapatkan bukti adanya pertumbuhan diatom di bawah 100m.11
Pada saat tenggelam berlangsung, diatom masuk ke rongga paru-paru
seseorang yang terbuka ketika air terisap, dan air yang masuk menekan
rongga paru-paru dan memecahkan alveoli. Melalui alveoli yang pecah
diatoms dapat masuk ke jantung, hati, ginjal, sumsum tulang dan otak. Pada
diameter dan ketebalan alveoli paru-paru diketahui sangat kecil akan tetapi
tidak mustahil semua diatom-diatom dapat masuk ke dalam organ dan rongga
paru-paru dimana dapat menembus melalui jaringan kapiler ini disebut “
Drowning Associated Diatoms” (DAD).11
20
Analisa diatom yang berada di paru-paru, hati, limpa, sumsum tulang
dan darah selama bertahun-tahun dilakukan sebagai tes konfirmasi di dalam
kasus tenggelam. Meskipun, tes pada diatom menjadi kontraversi sejak
beberapa kasus menghasilkan negatif yang salah dan positif yang salah
didokumentasikan. Analisa diatom yang saksama merupakan suatu yang dapat
menentukan ya atau tidaknya kematian terjadi akibat tenggelam. Sebelum
hasil diagnosa kematian dengan korban tenggelam haruslah diketahui
morfologi dan morphometric suatu diatom dari korban tenggelam sebab
penetrasi suatu diatom di kapiler paru-paru tergantung atas kepadatan dan
ukuran diatom tersebut.11
21
Sample air dari putative drowning memiliki beberapa ragam spesies
diatom yang berhubungan dengan tubuh korban yang tenggelam.
Tenggelam di air laut ditemukan Fragilaria, Synedra, Coscinodiscus,
Actinoptychus undulates, Thalassiothrix sp., Diploneis splendida,
Navicula dan lainnya pada paru-paru tubuh. Campylodiscus noricus, C.
echenels pada dasar laut, Actinocyclus ehrenbergii and Achnanthes
taeniata pada air laut yang dalam.
Coscinodiscus sp.
22
Melosira sp. (Auxospores) Amphiprova sp
Tenggelam pada air tawar seperti kolam, danau, sungai dan kanal
ditemukan Navicula pupula, N. cryptocephara, N. graciloides, N.
meniscus, N. bacillum, N. radiosa, N. simplex, N. pusilla, Pinnularia
mesolepta, P. gibba, P. braunii, Nitzscia mesplepta, Mastoglia smithioi,
Cymbella cistula, Camera lucida, Cymbella cymbiformis Cocconeis
diminuta dan banyak spesies diatome lainya ditemukan pada air tawar.
Pinnularia borealis ditemukan pada air tawar yang dingin, Pinnularia
capsoleta ditemukan pada air tawar yang dangkal. Selama proses monitor
air sungai yang berterusan didapatkan adanya diatom pada air dan tisu sel
yang mana diatom yang paling sering ditemukan adalah Navicula,
Diatoma, Nitzschia, Stephanodicus, Fragilaria, Gomphonema,
Gyrosigma, Melosira, Achnanthes, Amphora, Cocconeis, Cyclotella, dan
Cymbella.
Anomoeneis sp.
23
Biddulphia sp. Cyclotella sp.
Surirella sp.
24
tubuh pada kasus tenggelam adalah Navicula, Nitzschia, Synedra ulna,
Achnanthidium dan Cyclotella karena banyak terdapat di air dan ukurannya
yang optimum.11
Organ tubuh Spesies yang sering ditemukan
Paru-paru Achnanthes minutissima, Cyclotella cyclopuncta,
Fragilaria brevistriata, Navicula dll
Gettler chloride
Sejumlah tes telah dikembangkan dalam beberapa tahun untuk menentukan korban
tenggelam. Yang paling terkenal ialah tes Gettler chloride, dimana darah dianalisa
dari sisi kanan dan kiri jantung dengan kiraan perbedaan 25mg/100ml antara jantung
kiri dan kanan dikira signifikan. Jika level chloride kurang pada sisi kanan daripada
sisi kiri, korban disangka telah tenggelam dalam air garam. Jika lebih tinggi pada sisi
kanan jantung daripada sisi kiri, maka diperkirakan korban tenggelam dalam air
tawar. Perbedaan kadar elktrolit lebih dari 10% dapat menyokong diagnosis,
walaupun secara tersendiri kurang bermakna. Tes ini baru dianggap reliabel jika
dilakukan dalam 24 jam setelah kematian.
Berat jenis :
a. Dengan CuSO4 = normalnya 1,059 (1,059-1,060)
b. Air tawar = 1,055
c. Air laut = 1,065
25
Tes juga dilakukan untuk elemen lain pada darah, seperti membandingkan grafitasi
spesifik darah pada kanan dan kiri atrium. Semua tes yang telah disebut di atas tidak
pasti dan tidak mendukung dalam menyimpulkan tenggelam.7
BAB III
26
KESIMPULAN
Drowning adalah suatu proses gangguan nafas yang dialami akibat terendam
atau terbenam kedalam cairan.1 Tenggelam dapat terjadi di lautan atau pada kasus
penurunan kesadaran akibat alkohol, epilepsi, atau anak kecil pada air dengan
ketinggian air 6 inci (15,24 cm). Mekanisme kematian yang terjadi akibat tenggelam
akibat suatu anoksia serebral yang ireversibel atau yang sering di sebut dengan
asfiksia.
Tenggelam merupakan salah satu masalah besar, sehubungan dengan
dampaknya secara global, tenggelam merupakan suatu kasus terabaikan dalam isu
kesehatan masyarakat. Pada tahun 2012, diperkirakan sekitar 372.000 orang
meninggal akibat tenggelam, yang menempatkannya sebagai penyebab kematian
ketiga terbanyak di dunia dimana 91% dari total kematian tersebut terjadi di negara
negara miskin dan berkembang, setengah dari korban tenggelam adalah mereka yang
berusia di bawah 25 tahun, dan lebih sering terjadi pada laki – laki di bandingkan
perempuan. Perkiraan jumlah korban sangat mengkhawatirkan karena data resmi
angka kematian mengeksklusikan kematian tenggelam akibat bunuh diri dan
tenggelam karena bencana banjir, dan insiden transportasi lautan.2
Tenggelam diklasifikasikan menjadi typical drowning dan atypical drowning
sedangkan atypical drowning sendiri diklasifikan menjadi dry drowning, shallow
water drowning, immersion syndrome,dan secondary drowning. Perbedaannya
adalah pada typical drowning adanya hambatan pada saluran napas dan paru karena
adanya cairan yang masuk ke dalam tubuh sedangkan pada atypical drowning
ditandai dengan sedikitnya atau bahkan tidak adanya cairan dalam saluran napas.
Penentuan diagnosis ditentukan dari pemeriksaan luar, dalam dan penelusuran
korban sebelum meninggal serta riwayat penyakit dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahajeng E, et.al. Buku Saku Pengendalian Tenggelam Pada Anak.
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. 2015.
2. Szpilman D, Bierens J.J.M, Handley A.J, Orlowski J.P. Current Concepts
Drowning. N Engl J Med 2012;366:2102-10.
27
3. Global Report on Drowning : Preventing A Leading Killer. World Health
Organization 2014.
4. World Health Organization. Chapter 2 : Drowning and Injury Prevention.
Guidelines for Safe Recreational Water Enviroments. 2014.
5. Di Maio D, Di Maio V. Section 15 : Death by Drowning In: Forensic
Pathology. New York: CRC Press; 2001. Page 395-403
6. Prawedana H.K, Suarjaya P.P. bantuan hidup dasar dewasa pada near
drowning di tempat kejadian. Bagian/SMF Ilmu Anesthesiologi dan Terapi
Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah, Denpasar.
7. Shattock M.J, Tipton M.J. ‘Autonomic Conflict’ : a different way to die
during cold water immersion ?. J Physiol 590.14 (2012) pp 3219–3230.
8. Dolinak D, Matshes E.W, Lew E.O. Section 9 : Drowning. Forensic
Pathology Principles and Practice. California : ELSEVIER. 2005. Page 227-
37.
9. James J.P, Jones R, Karch S.B, Manlove J. Section 16 : Immersion and
drowning in Simpson’s Forensic Medicine 13th ed. London : Hodder &
Stoughton Ltd. 2013. Page 163 - 68
10. Adelman H.C, Kobilinsky L. Section 7 : Asphyxia/Anoxic Deaths in Forensic
Medicine : Inside Forensic Science. New York : Infobase Publishing. 2007.
Page 50 – 59.
11. Bardale R. Section 15 : Violent Asphyxia Drowning in Principle of Forensic
Medicine & Toxicology. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers
Ltd. 2011. Page 304 – 313.
12. Dr. Mukesh Kumar Thakar, Deepali Luthra,Rajvinder Singh. A Fluorocent
Survey of Diatome Distribution Patterns In Some Small Water Bodies (Lakes
And Saravars), J Punjab Acad Forensic Med Toxicol 2011;11(2): 81-86
28