Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL Tugas Individu

FAKULTAS KEDOKTERAN 20 Mei 2021


UNIVERSITAS ALKAIRAAT
PALU

Tenggelam

Disusun Oleh:
Hardianti, S.Ked (12 17 777 14 215)

Pembimbing :
dr. Nasrun, S.H., M.Sc

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2021

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Hardianti, S.Ked


Stambuk : 12 17 777 14 215
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Alkhairaat
Judul : Tenggelam
Bagian : Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

RSU Anutapura Palu

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, Mei 2021


Pembimbing Dokter Muda

dr. Nasrun, SH., M.Sc Hardianti, S.Ked

2
BAB I
PENDAHULUAN

Tenggelam atau drowning adalah suatu proses gangguan nafas yang dialami
akibat terendam atau terbenam kedalam cairan. Proses tenggelam dimulai ketika
saluran nafas berada di bawah permukaan cairan (terendam) atau air yang terpercik
ke wajah (terbenam).1
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 0,7% kematian diseluruh dunia
disebabkan oleh tenggelam, atau lebih dari 372.000 kematian setiap tahunnya yang
paling banyak disebabkan oleh tenggelam yang tidak disengaja, setengah dari korban
tenggelam adalah mereka yang berusia di bawah 25 tahun, dan lebih sering terjadi
pada laki – laki di bandingkan perempuan, angka ini tidak termasuk kematian
tenggelam akibat bencana seperti banjir, tsunami, dan kecelakaan kapal. 1,2 Angka
kematian yang dicatat ini belum dapat di jadikan sebagai patokan tepat sebab
kematian akibat tenggelam banyak terjadi sebelum korban sampai ke fasilitas
kesehatan sehingga data akurat mengenai tenggelam masih sulit untuk di dapatkan hal
ini menyebabkan diabaikannya penelitian dan pencegahan kejadian tenggelam.2
Menurut survei WHO yang terkahir terjadi peningkatan 39 – 50% angka
kematian akibat tenggelam di negara – negara maju seperti Amerika serikat, Australia
dan Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih besar di negara negara miskin
dan berkembang.2
Penelitian melaporkan rata – rata kejadian tenggelam terjadi pada saat rekreasi
air, seperti kolam renang dan bak mandi, selain itu salah satu faktor risiko penting
yaitu konsumsi alkohol di daerah yang dekat dengan air dapat meningkatkan kejadian
tenggelam.2,3
Oleh karena itu referat ini dibuat agar kita dapat mengenali kematian akibat
tenggelam dan dapat mengetahui hasil pemeriksaan luar dan dalam yang dapat
ditemukan pada korban tenggelam.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
A. DEFINISI
Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat asfiksia yang
disebabkan oleh masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan. Pada suatu kasus
tenggelam korban terbenam dalam air sehingga sistem pernapasannya terganggu
dengan akibat hilangnya kesadaran dan ancaman pada jiwa korban. Pada suatu kasus
tenggelam, seluruh tubuh tidak perlu terbenam di dalam air, asalkan lubang hidung
dan mulut berada di bawah permukaan air sudah memenuhi criteria suatu kasus
tenggelam.1,2
Menurut WHO Tenggelam atau drowning adalah suatu proses gangguan nafas
yang dialami akibat terendam atau terbenam kedalam cairan. Tenggelam dapat terjadi
di lautan atau pada kasus penurunan kesadaran akibat alkohol, epilepsi, atau anak
kecil pada air dengan ketinggian air 6 inci (15,24 cm). Mekanisme kematian yang
terjadi akibat tenggelam akibat suatu anoksia serebral yang ireversibel atau yang
sering disebut dengan asfiksia.2,3

B. EPIDEMIOLOGI
Tenggelam merupakan salah satu masalah besar, sehubungan dengan
dampaknya secara global, tenggelam merupakan suatu kasus terabaikan dalam isu
kesehatan masyarakat. Pada tahun 2012, diperkirakan sekitar 372.000 orang
meninggal akibat tenggelam, yang menempatkannya sebagai penyebab kematian
ketiga terbanyak di dunia dimana 91% dari total kematian tersebut terjadi di negara
negara miskin dan berkembang, setengah dari korban tenggelam adalah mereka
yang berusia di bawah 25 tahun, dan lebih sering terjadi pada laki – laki di
bandingkan perempuan. Perkiraan jumlah korban sangat mengkhawatirkan karena
data resmi angka kematian mengeksklusikan kematian tenggelam akibat bunuh diri
dan tenggelam karena bencana banjir, dan insiden transportasi lautan.2
Menurut survei WHO yang terakhir terjadi peningkatan 39 – 50% angka
kematian akibat tenggelam di negara – negara maju seperti Amerika serikat, Australia
dan Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih besar di negara negara miskin
dan berkembang.2
Berdasarkan studi epidemiologi, tenggelam hampir selalu menempati sepuluh
besar penyebab kematian di seluruh penjuru dunia pada usia 1 – 24 tahun.2

4
Gambar 1. Peringkat tenggelam sebagai 10 penyebab kematian terbanyak.

Di Indonesia sendiri angka kejadian tenggelam belum diketahui. Namun,


merujuk pada kondisi geografis wilayah Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau
dengan garis pantai yang cukup panjang yang memungkinkan terjadinya tenggelam.
Terlebih Indonesia juga merupakan daerah wisata di mana perairan juga merupakan
salah satu daya tarik wisata yang dimiliki. 5 Pada negara maju, korban tenggelam yang
bertahan hidup tapi mengalami cedera otak yang berat yang menyebabkan
kelumpuhan dapat menyebabkan tingginya biaya finansial bagi keluarga yang
merawat. Pada waktu yang sama, kurangnya sarana dan pelayanan medis di negara
miskin dan berkembang berarti korban tenggelam yang selamat dengan kecacatan
biasanya tidak dapat hidup lama.2

C. MEKANISME PROSES TENGGELAM


Reaksi awal : usaha bernapas yang berlangsung hingga batas kemampuan
dicapai dimana seseorang harus bernapas, batas kemampuan ditentukan oleh
kominasi antara kadar CO2 yang tinggi dan konsentrasi O2 yang rendah. Menurut
Pearn, batas kemampuan terjadi pada tingkat PCO2 dibawah 55 mmHg saat terdapat
hipoksia dan tingkat PO2 dibawah 100 mmHg saat PCO2 tinggi melewati batas
kemampuan, seseorang menarik napas secara involunter, pada saat ini air mencapai
laring dan trakea, menyebabkan spasme laring yang diakibatkan tenggelam pada air
tawar, terdapat penghirupan sejumlah besar air, tertelan dan akan dijumpai dalam
perut. Selama bernapas di dalam air, penderita mungkin muntah dan terjadi aspirasi
isi lambung. Usaha pernapasan di bawah air akan berlangsung selama beberapa menit
hingga pernapasan terhenti. Hipoksia serebral akan berlanjut hingga irreversible dan
terjadi kematian.

5
Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan oleh :
1. Refleks vagal
Peristiwa tenggelam yang menyebabkan kematian akibat refleks vagal disebut
tenggelam tipe 1. Pada tipe ini, kematian terjadi sangat cepat dan pada
pemeriksaan postmortem tidak ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia maupun air
di dalam paru-parunya sehingga sering disebut tenggelam kering (dry drowning).
2. Spasme laring
Kematian karena spasme laring pada tipe tenggelam umumnya jarang terjadi.
Spasme laring tersebut terjadi karena rangsangan air yang masuk ke laring. Pada
pemeriksaan postmortem ditemukan tanda-tanda asfiksia, tetapi pada paru-
parunya tidak didapatkan tanda adanya air atau benda-benda air lainnya.

Gambar 2. Tanda asfiksi pada mata


3. Pengaruh air yang masuk paru-paru
a. Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia disertai
gangguan elektrolit. Pada keadaan ini terjadi absorpsi cairan secara masif dalam
jumlah yang bisa mencapai 70% dari volume darah awal dalam 3 menit karena
konsentrasi elektrolit di dalam air tawar lebih rendah dibadingkan konsentrasi
dalam darah sehingga akan menyebabkan terjadinya hemodilusi darah, air masuk
ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan hemolisis. Dengan
terpecahnya eritrosit maka ion kalsium intrasel akan terlepas, dalam hal ini terjadi
akibat pengenceran darah sehingga tubuh mencoba mengatasinya dengan melepas
ion kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion kalium dalam plasma
meningkat, terjadi perubahan keseimbangan ion Ca dan K dalam serabut otot
jantung sehingga menimbulkan hiperkalemia yang akan menyebabkan terjadinya
fibrilasi ventrikel dan menyebabkan penurunan tekanan darah, yang kemudian
menyebabkan timbulnya kematian akibat anoksia otak. Kematian dalam air tawar
terjadi dalam dalam waktu 4-5 menit.

6
Pemeriksaan postmortem ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl jantung
kanan lebih tinggi dibanding jantung kiri dan adanya buih serta benda-benda air
pada paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe IIA.
b. Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibatkan terjadinya anoksia dan
hemokonsentrasi. Tenggelam jenis ini akan disebut sebagai tenggelam tipe IIB.
Dibandingkan tenggelam tipe IIA kematian pada tenggelam tipe ini terjadi lebih
lembat. Konsentrasi elektrolit air laut lebih tinggi daripada dalam darah sehingga
air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstitial paru yang
akan mengakibatkan edema pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemia dan
kenaikan kadar magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan menyebabkan
sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian
terjadi 8-12 menit setelah tenggelam. Pemeriksaan postmortem ditemukan adanya
tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl pada jantung kiri lebih tinggi dibandingkan
jantung kanan, serta ditemukan buih serta benda air pada paru-paru.

Peristiwa tenggelam dapat terjadi karena:


a. Kecelakaan
Sering terjadi karena korban jatuh ke laut, danau, sungai dan juga kolam
renang.
b. Bunuh diri
Peristiwa ini terjadi dengan menjatuhkan diri ke dalam air. Terkadang tubuh
pelaku diikat dengan benda pemberat agar tubuhnya dapat tenggelam.
c. Pembunuhan
Ada banyak cara yang dapat digunakan, misalkan melempar korban ke laut
dengan diikat pada pemberat atatupun dengan memasukkan kepala korban ke
bak berisi air. Dari segi patologik sulit dibedakan antara bunuh diri dan
pembunuhan. Pemeriksaan pada tempat kejadian sangat membantu. Jika
memang benar pembunuhan, maka masih perlu diteliti apakah korban
ditenggelamkan saat masih hidup atau sudah mati.

Pada pemeriksaan mayat tenggelam, hal penting yang perlu ditentukan pada
pemeriksaan adalah :
1. Menentukan indentitas korban
Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain:
 Pakaian dan benda milik korban
 Warna dan distribusi rambut serta identitas lain

7
 Kelainan atau deformitas dan jaringan parut
 Sidik jari
 Pemeriksaan gigi
 Teknik identifikasi lain
2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam.
Pada mayat yang masih segar, untuk menentukan apakah korban masih hidup
atau sudah meninggal saat tenggelam dapat diketahui dari pemeriksaan:
 Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih hidup
waktu tenggelam ialah pemeriksaan diatom.
 Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar elektrolit
magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan.
 Benda asing dalam paru dan saluran napas mempunyai nilai yang
menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu dan mulai
membusuk. Demikian pula dengan isi lambung dan usus.
 Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara
fisik dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban tenggelam
mempunyai nilai yang bermakna.
 Dengan ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat menjelaskan bahwa korban
sedang dalam keracunan alkohol pada saat masuk ke dalam air.
3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis tenggelam
Pada mayat yang segar, gambaran postmortem dapat menunjukkan tipe
tenggelam dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan dan
kekerasan lain. Pada kecelakaan di kolam renang benturan antemortem pada
tubuh bagian atas, misal memar pada muka, perlukaan pada vertebra servikalis
dan medula spinalis dapat ditemukan.
4. Faktor – faktor yang berperan pada proses kematian
Faktor – faktor yang berperan pada proses kematian, misalnya kekerasan, alkohol
atau obat –obatan dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau bedah jenazah.
5. Tempat korban pertama kali tenggelam
Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam saluran
pernapasan, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan dapat
membantu menentukan apakah korban tenggelam di tempat itu atau di tempat
lain.

8
6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian.
 Bila korban masih hidup pada waktu masuk ke air, maka perlu ditentukan
apakah kematian disebabkan karena air masuk ke dalam saluran pernapasan.
Pada immersion, kematian terjadi dengan cepat, hal ini bisa disebabkan oleh
sudden cardiac arrest yang terjadi pada saat cairan melalui saluran
pernapasan bagian atas.
 Bila tidak ditemukan air pada paru – paru dan lambung, berarti kematian
terjadi seketika akibat spasme glotis, yang menyebabkan cairan tidak dapat
masuk. Korban tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama
makin banyak dan kemudian menjadi tidak sadar dalam waktu 2 – 12 menit
(fatal period).

D. KLASIFIKASI TENGGELAM
1. Typical drowning (wet drowning)
Pada typical drowning ditandai dengan adanya hambatan pada saluran napas dan paru
karena adanya cairan yang masuk ke dalam tubuh. Pada keadaan ini cairan masuk ke
dalam saluran pernapasan setelah korban tenggelam. Kematian terjadi setelah korban
menghirup air. Jumlah air yang dapat mematikan, jika dihirup paru-paru adalah
sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30-40 ml untuk bayi 4
2. Atypical drowning
Pada atypical drowning ditandai dengan sedikitnya atau bahkan tidak adanya cairan
dalam saluran napas. Karena tidak khasnya tanda otopsi pada korban atypical
drowning maka untuk menegakkan diagnosis kematian selain tetap melakukan
pemeriksaan luar juga dilakukan penelusuran keadaan korban sebelum meninggal dan
riwayat penyakit dahulu.4
Atypical drowning dibedakan menjadi :
2.1. Dry Drowning
Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan, akibat
spasme laring. Menurut teori adalah bahwa ketika sedikit air memasuki
laring atau trakea, tiba-tiba terjadi spasme laring yang dipicu oleh vagal
refleks. lendir tebal, busa, dan buih dapat terbentuk, menghasilkan plug fisik
pada saat ini. Dengan demikian, air tidak pernah memasuki paru-paru akan
menyebabkan keadaan asfiksia, dan akan menyebabkan kematian. 10 Istilah
dry drowning digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana pada
jenazah saat dilakukan otopsi tidak ditemukan adanya cairan dalam saluran
9
pernapasan dan paru-paru. Cairan tidak ditemukan karena sudah diserap
masuk ke dalam sirkulasi pulmonal. Hal ini berarti istilah dry drowning/ dry-
lung drowning ialah bila tenggelam dalam air tawar yang hipotonis.11
2.2. Tenggelam di Air Dangkal
Pada kondisi ini, tenggelam terjadi pada air dengan ketinggian yang dangkal,
tapi cukup untuk menenggelamkan bagian mulut atau hidung. Biasanya
terjadi akibat kecelakaan pada orang cacat atau anak kecil, epilepsi, keadaan
mabuk, koma, atau orang dengan trauma kapitis.10
2.3. Immersion syndrome (vagal inhibition)
Terjadi dengan tiba-tiba pada korban tenggelam di air yang sangat dingin (<
20oC atau 68oF) akibat reflek vagal yang menginduksi disaritmia yang
menyebabkan asistol dan fibrilasi ventrikel sehingga menyebabkan
kematian.10
2.4. Secondary drowning
Pada jenis ini, korban yang sudah ditolong dari dalam air tampak sadar dan
bisa bernapas sendiri tetapi secara tiba-tiba kondisinya memburuk. Pada
kasus ini terjadi perubahan kimia dan biologi paru yang menyebabkan
kematian terjadi lebih dari 24 jam setelah tenggelam di dalam air. Kematian
terjadi karena kombinasi pengaruh edema paru, aspiration pneumonitis,
gangguan elektrolit (asidosis metabolik).10

E. PERBEDAAN TENGGELAM DI AIR TAWAR DAN AIR ASIN


Kematian akibat tenggelam dalam air tawar dan kematian akibat tenggelam
dalam air asin berbeda dalam berbagai hal yang nanti akan mempengaruhi hasil-hasil
pemeriksaan terhadap jenazah. Secara garis besar perbedaan tersebut digambarkan
oleh tabel dibawah ini:

Tenggelam dalam Air Tawar Tenggelam dalam Air Asin


Paru-paru kecil dan ringan Paru-paru besar dan berat
Paru-paru relatif kering Paru-paru relatif basah
Bentuk paru-paru biasa Bentuk paru-paru besar
Paru-paru tampak merah pucat Paru-paru ungu biru
Teraba krepitasi ada Teraba krepitasi tidak ada
Pada pemeriksaan laboratorium darah: Pada pemeriksaan laboratorium darah:

10
- Berat jenis 1,055 - Berat jenis 1,059-1,60
- Hipotonik - Hipertonik
- Hemodilusi - Hemokonsentrasi
- Hipervolemik - Hipovolemik
- Hiperkalemia - Hipokalemia
- Hiponatremia - Hipernatremia
- Hipoklorida - Hiperklorida
Tabel 1. Perbedaan Tenggelam Dalam Air Tawar dan Air Asin

Perbedaan-perbedaan yang akan tampak pada hasil pemeriksaan terhadap jenazah


ialah karena mekanisme kematian akibat tenggelam dalam air tawar dan akibat
tenggelam dalam air asin berbeda.
Perbedaan pada Pemeriksaan Luar Jenazah
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan banyak variasi. Tanda khas pada
korban tenggelam yang jenazah masih segar ialah ditemukan adanya buih. Buih dapat
ditemukan pada mulut dan lubang hidung. Buih mengisi saluran napas dan keluar dari
mulut dan hidung. Buih terdiri dari air, plasma protein, surfaktan terdapat di terminal
respiratory. Pada kasus tenggelam dalam air asin, akan lazim ditemukan buih
dibandingkan tenggelam dalam air tawar. Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan
adanya buih pada saluran napas seperti di trakea dan bronkus. Namun buih tersebut
dapat menghilang apabila sudah terjadi proses pembusukan.11

Gambar 3. Buih Bercampur Darah Keluar melalui Mulut dan Hidung Jenazah Tenggelam

Perbedaan pada Pemeriksaan Dalam Jenazah


Pada pemeriksaan dalam, dapat ditemukan perbedaan yang signifikan pada
korban tenggelam dalam air tawar dan dalam air asin. Dimana pada saat otopsi,
sternum diangkat maka ditemukan gambaran paru yang lebih besar dan mengembang

11
pada jenazah yang tenggelam di air asin dibandingkan jenazah yang tenggelam di air
tawar. Pada jenazah tenggelam di air asin paru-paru relatif lebih basah dan tampak
lebih biru keunguan dibandingkan jenazah tenggelam di air tawar. Pada jenazah
tenggelam di air tawar paru-paru teraba seperti spons dan krepitasi positif dan paru-
paru tampak merah pucat.11

Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam Dalam Air Tawar


Air tawar bersifat hipotonis dibandingkan plasma darah karena konsentrasi
elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah.1 Ketika air
tawar masuk ke dalam paru-paru (alveoli), dengan cepat air tawar berpindah dari
tempat alveoli ke sistem vaskuler melalui membran alveoli karena perbedaan tekanan
osmotik antara air tawar di alveoli paru dan plasma darah. Air tawar tersebut dengan
cepat berpindah meningkatkan volume darah (hipervolemia) sekitar 50 ml% permenit
sehingga akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar
alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah (hemolisis). 11 Pada keadaan ini
terjadi absorpsi cairan yang masif.
Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini
dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion kalium
dalam plasma meningkat (hiperkalemia), terjadi perubahan keseimbangan ion kalium
dan kalsium dalam serabut otot jantung dapat mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel
dan penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian
akibat anoksia serebri. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit.1, 11

Gambar 4. Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam dalam Air Tawar

12
Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam Dalam Air Asin
Air asin bersifat hipertonis, dimana konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih
tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke
dalam jaringan interstisial paru yang akan menimbulkan edema pulmonar,
hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar magnesium dalam darah.
Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan
terjadinya payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit setelah
tenggelam.1

Gambar 5. Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam dalam Air Asin

Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam


Tenggelam dapat menyebabkan kematian melalui berbagai mekanisme,
mekanisme tersebut ialah sebagai berikut:
Kematian Akibat Spasme Laring, Gangging, dan Chocking
Hipoksia merupakan masalah utama yang sering diakibatkan oleh trauma saat
tenggelam, tetapi dengan adanya spasme glottis yaitu jika sejumlah kecil volume air
yang memasuki laring atau trakea, ketika itu pula tiba-tiba terjadi spasme laring
akibat pengaruh refleks vagal, hal ini terjadi pada ± 10% kematian akibat tenggelam.
Mukosa yang menjadi kental, berbusa, dan berbuih dapat dihasilkan, hingga
menciptakan suatu ‘perangkap fisik’ yang menyumbat jalan napas. Spasme laring
tidak dapat ditemukan pada saat otopsi karena pada kematian telah terjadi relaksasi
otot-otot laring. Dalam situasi yang lain, terjadi peningkatan cepat tekanan alveoli -
arterial, yang terjadi pada saat air teraspirasi sehingga menyebabkan hipoksia
progresif.12

13
Kematian Akibat Refleks Vagal
Mekanisme ini tidak biasa namun mudah dikenali. Kehilangan kesadaran
biasanya cepat dan kematian terjadi segera dalam waktu beberapa menit. Pada otopsi
tidak didapatkan tanda umum pada tenggelam. Mekanisme ini dipercaya
menyebabkan henti jantung yang merupakan akibat dari air dingin pada belakang
faring dan laring. Ada tiga kondisi umum yang menyebabkan kematian ini, yaitu
masuk kedalam air dengan kaki terlebih dahulu, terkejut atau tidak ada persiapan,
keadaan hipersensitif contohnya pada keracunan alkohol. Masuk ke dalam air dengan
kaki dahulu memudahkan air masuk ke hidung.13
Kematian Akibat Fibrilasi Ventrikel
Keadaan ini terjadi pada kasus tenggelam di air tawar. Pada keadaan ini
terjadi absorpsi masif cairan. Karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih
rendah daripada dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi darah, air akan masuk ke
dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah.
Akibat penggenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini
dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga terjadi perubahan
keseimbangan kadar ion kalium dan kalsium dalam serabut otot jantung dapat
menyebabkan terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, kemudian
menyebabkan kematian karena anoksia otak. Kematian dapat terjadi dalam waktu 5
menit.2,3
Kematian Akibat Edema Pulmonal
Terjadi pada kasus tenggelam di air asin dimana konsentrasi elektrolit cairan
air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi
pulmonal ke dalam jaringan interstisial paru dan menimbulkan edema pulmonal,
hemokonsentrasi, hipovolemi, dan kenaikan kadar magnesium dalam darah.
Hemokonsentrasi akan menyebabkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan
payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam.2,3
Edema pulmoner akut dapat terjadi jika terdapat peningkatan permeabilitas
kapiler paru (non kardiogenik), atau saat tekanan hidrostatik kapiler paru melebihi
tekanan onkotik plasma (kardiogenik), atau keduanya. Mekanisme pada korban
tenggelam belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga karena peningkatan tekanan
kapiler paru dari sistem saraf simpatis, peningkatan tekanan negatif intra-torakal, atau
respon adrenergik terhadap kondisi di dalam air yang belum dapat dijelaskan secara
biokimia.12
F. PEMERIKSAAN LUAR

14
 Penurunan suhu mayat (algor mortis), berlangsung cepat, rata-rata 5⁰F
(0,55oC) per menit. Suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam
waktu 5 atau 6 jam waktu ini dapat menjadi lebih lama bila korban tenggelam
di air dingin, karena suhu tubuh juga akan menurun dan akan memerlukan
waktu yang lebih lama untuk kembali ke suhu lingkungan.
 Lebam mayat (livor mortis), akan tampak jelas pada dada bagian depan, leher,
kepala, dan ekstremitas yang merupakan bagian yang tergantung ke bawah
saat bagian badan mayat terapung ke permukaan akibatnya menyebabkan
darah statis pada daerah tersebut. Lebam mayat berwarna merah terang.
Sebagai hasil dari pembekuan OxyHb.

Gambar 6. Posisi Mayat Terapung

 Pembusukan sering tampak dan berlangsung dalam proses yang lebih cepat
pada mayat tenggelam, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap. Pada
pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan. Hal ini
bukan merupakan tanda yang tidak spesifik sebab dapat juga di dapatkan pada
mayat yang tidak tenggelam.
 Cutis Anserina (fenomena goosefles-kulit angsa), hal ini merupakan spasme
otot erektor villi yang disebabkan rigor mortis. Gambaran ini dapat ditentukan
pada mayat yang tidak tenggelam.

15
Gambar 7. Cutis Anserina (fenomena goosefles-kulit angsa)

 Washerwoman hand appearance, penenggelaman yang lama dapat


menyebabkan pemutihan dan kulit yang keriput pada kulit. Biasanya
ditemukan pada telapak tangan dan kaki (tampak 1 jam setelah terbenam
dalam air hangat). Gambaran ini tidak mengindikasikan bahwa mayat
ditenggelamkan, karena mayat lamapun bila dibuang kedalam air akan keriput
juga.

Gambar 8. (gambaran jari tangan dan kaki ”washer woman” yang disebabkan oleh
pembenaman yang lama dalam air).

16
Gambar 9. Gambaran Busa Tampak Keluar Dari Hidung berbentuk jamur (mushroom-
like mass)

 Schaumfilzfroth, busa tampak pada mulut atau hidung atau keduanya.


Masuknya cairan kedalam saluran pernafasan merangsang terbentuknya
mukus, substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-paru
dan terkocok oleh karena adanya upaya pernafasan yang hebat. Busa dapat
meluas sampai trakea, bronkus utama dan alveoli. Paru-paru akan terisi air
dan cairan busa akan menetes dari bronkus ketika paru-paru di tekan dan dari
potongan permukaan paru ketika dipotong dengan pisau. Busa halus putih
yang berbentuk jamur (mushroom-like mass) tampak pada mulut atau hidung
atau keduanya, pembusukan akan merusak busa tersebut dan terbentuknya
pseudofoam yang berwarna kemerahan yang berasal dari darah dan gas
pembusukan. Sedangkan pada busa yang terbentuk akibat keracunan, biasanya
busa dihasilkan oleh hipersalivasi kelenjar yang berbentuk busa yang biasanya
sedikit lebih cair dari busa akibat tenggelam.
 Cadaveric spasme, ini secara relatif lebih sering terjadi dan merupakan reaksi
intravital. Sebagaimana sering terdapat benda-banda, seperti rumput laut,
dahan dan batu yang tergenggam. Ini menunjukkan bahwa waktu korban mati,
berusaha mencari pegangan lalu terjadi kaku mayat.
 Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat terjadi
akibat persentuhan korban dengan dasar sungai atau terkena benda-benda
disekitarnya. Luka-luka tersebut seringkali mengeluarkan darah, sehingga
tidak jarang korban dianiaya sebelum ditenggelamkan.4

17
Pada temperatur rata – rata, hal – hal berikut dapat dipakai untuk menentukan
berapa lama tubuh sudah terendam:

 Jika tidak ada kerutan pada jari, telapak tangan maka baru beberapa jam.
 Jika tampak pengerutan jari, telapak tangan dan kaki, antara setengah hari
sampai tiga hari.
 Tanda pembusukan awal, sering pada kepala, leher, abdomen dan kaki 4 – 10
hari.
 Pembengkakan wajah dan abdomen, dengan vena yang terlihat jelas dan
terkelupasnya epidermis pada tangan, kaki dan kulit kepala : 2 – 4 minggu.
 Terkelupasnya kulit secara menyeluruh, otot dengan tulang – tulang yang
terlihat, tampak sebagian telah saponifikasi : 1 – 2 bulan.

G. PEMERIKSAAN DALAM
 Saluran napas (trakea dan bronkus) ditemukan adanya buih/busa halus dan
benda asing (pasir, tumbuh – tumbuhan air). Buih tersebut berupa campuran
antara eksudat protein dan surfaktan yang bercampur dengan cairan tempat
tenggelam. Biasa berwarna putih, sampai merah muda dan kemerahankarena
bercampur dengan darah.

Gambar 10. Cairan berbusa pada trakea korban tenggelam


 Paru-paru tampak membesar, memenuhi seluruh rongga paru-paru sehingga
tampak impresi dari iga-iga pada paru-parunya. Oleh karena pembesaran
paru-paru akibat kemasukan air, maka pada perabaan akan terasa crepitasi
oleh karena air. Edema dan kongesti paru-paru dapat sangat hebat dimana bila
berat paru-paru normal adalah 200-300gr, sekarang bisa mencapai lebih dari 1
kilogram. Dalam saluran pernafasan yang besar seperti trakea, bronkus, dan
bronkhioli, dapat ditemukan benda-baenda asing, tampak secara makroskopik
18
misalnya tumbuhan air, pasir, lumpur, dsb. Tampak secara mikroskopik
diantaranyaa telur cacing dan diatome (ganggang kersik).

A B
Gambar 11. A. Paru-paru pembesar, mengalami kongesti.
B. Tampak lumpur yang diaspirasi ke dalam paru

 Pleura dapat berwarna kemerahan dan pada daerah subpleural mungkin


terdapat petechie-petechie, tapi dengan adanya air yang masuk maka hal ini
tidak lagi berupa titik-titik (karena terjadi hemolisa) melainkan berupa bercak-
bercak dan bercak-bercak ini disebut bercak-bercak paltauf, yang berwarna
biru kemerahan.4
 Pada pemeriksaan lambung sering ditemukan pasir, hidupan akuatik dan juga
batuan silt akibat daripada air yang tertelan saat terjadi tenggelam. Ada
beberapa ahli patologis berpendapat bahwa air bias masuk secara pasif ke
dalam lambung akibat daripada turbulansi air berbanding air yang masuk
secara aktif ketika terjadi tenggelam. Manakala beberapa ahli patologis yang
lain pula berpendapat bahwa relaksasi sphincter gastrophageal lambung yang
terjadi pada postmorterm menyebabkan air masuk ke lambung dan mengisi
ruangan lambung. Oleh kerana itu, air di didalam lambung tidak bisa
digunakan sebagai satu tanda tenggelam.
 Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami pembendungan.
 Bila terjadi hemolisis maka akan terjadi bercak hemolisis pada dinding aorta.
 Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit di antara septum interalveolar.
Mungkin terdapat bercak – bercak perdarahan yang disebut bercak Paltauf
akibat robeknya penyekat alveoli (Polsin). Petekie subpleural dan bula

19
emfisema jarang terdapat dan ini bukan merupakan tanda khas tenggelam
tetapi mungkin disebabkan oleh usaha respirasi.

Gambar 14. bercak Paltauf

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan diatome
Umumnya diatome dikenal sebagai ganggang yang hidup di dalam air.
Setiap jenis air memiliki keanekaragaman diatome tersendiri. Diatome
merupakan organisme mikroskopik algae uniseluler yang autotropik di alam
dan memiliki berbagai macam jenis yang dapat ditemukan di air laut dan air
tawar . Diatome ini memiliki tulang silica berbentuk dua valve. Pada diatome
kelas Bacillariophyceae terbagi atas dua bagian yaitu,central dan Pennales
atas dasar kesimetritannya. Ada sekitar 10,000 jenis dan 174 jenis diatom,
mempunyai ukuran dan bentuk berbeda berkisar antara 1 ke 500 µm. Diatoms
biasanya ditemukan di dalam air seperti kolam, danau, sungai, kanal dan lain
lain, akan tetapi konsentrasinya dapat tinggi atau rendah di dalam air tertentu,
tergantung pada musim. Berdasarkan karakteristik lain yaitu kedalaman air
tidak didapatkan bukti adanya pertumbuhan diatom di bawah 100m.11
Pada saat tenggelam berlangsung, diatom masuk ke rongga paru-paru
seseorang yang terbuka ketika air terisap, dan air yang masuk menekan
rongga paru-paru dan memecahkan alveoli. Melalui alveoli yang pecah
diatoms dapat masuk ke jantung, hati, ginjal, sumsum tulang dan otak. Pada
diameter dan ketebalan alveoli paru-paru diketahui sangat kecil akan tetapi
tidak mustahil semua diatom-diatom dapat masuk ke dalam organ dan rongga
paru-paru dimana dapat menembus melalui jaringan kapiler ini disebut “
Drowning Associated Diatoms” (DAD).11

20
Analisa diatom yang berada di paru-paru, hati, limpa, sumsum tulang
dan darah selama bertahun-tahun dilakukan sebagai tes konfirmasi di dalam
kasus tenggelam. Meskipun, tes pada diatom menjadi kontraversi sejak
beberapa kasus menghasilkan negatif yang salah dan positif yang salah
didokumentasikan. Analisa diatom yang saksama merupakan suatu yang dapat
menentukan ya atau tidaknya kematian terjadi akibat tenggelam. Sebelum
hasil diagnosa kematian dengan korban tenggelam haruslah diketahui
morfologi dan morphometric suatu diatom dari korban tenggelam sebab
penetrasi suatu diatom di kapiler paru-paru tergantung atas kepadatan dan
ukuran diatom tersebut.11

Pada forensik investigasi, dalam memecahkan kasus tenggelam, salah


satu hal termudah mendeteksi adanya diatom pada viscera tubuh yang
tenggelam, Pada kasus tenggelam ante mortem maka didapatkan diatom pada
putative drowning medium. Untuk mencari diatome, paru-paru harus
didestruksi dahulu dengan asam sulfat dan asam nitrat, kemudian disentrifuse
dan endapannya dilihat dibawah mikroskop. Paru-paru, hati, ginjal, dan bone
marrow telah di analisa dan kesimpulan telah diambil berdasarkan
ditemukannya atau tidak ditemukannnya organisme ini. Saat ini penggunaan
analisa diatome cenderung digunakan pada sistem yang tertutup seperti
sumsum tulang femur atau kapsul ginjal dari tubuh yang belum membusuk.
Diagnosis pada kasus tenggelam dari analisa diatome harusnya positif
tenggelam bila ditemukan diatom minimal diatas 20 diatom / 100 ul lapangan
pandang kecil (terdiri atas 10 cm dari sample paru-paru) dan 50 diatom dari
beberapa organ, selanjutnya sebaiknya diatom yang ditemukan harusnya
cocok dari sumsum tulang dan tempat dimana tenggelam, ini merupakan bukti
yang kuat yang dapat mendukung dan dapat menyimpulkan seseorang
tenggelam pada saat masih hidup atau tidak. Pada beberapa literature telah
berusaha untuk mengembangkan beberapa informasi penting tentang tipe
diatom yang spesifik, dimana umumnya masuk pada bermacam organ dalam
tubuh seorang yang tenggelam.11

21
Sample air dari putative drowning memiliki beberapa ragam spesies
diatom yang berhubungan dengan tubuh korban yang tenggelam.
 Tenggelam di air laut ditemukan Fragilaria, Synedra, Coscinodiscus,
Actinoptychus undulates, Thalassiothrix sp., Diploneis splendida,
Navicula dan lainnya pada paru-paru tubuh. Campylodiscus noricus, C.
echenels pada dasar laut, Actinocyclus ehrenbergii and Achnanthes
taeniata pada air laut yang dalam.

Asterionella sp. Cymatopleura sp.

Coscinodiscus sp.

Triceratium sp. Bellerochea sp.

22
Melosira sp. (Auxospores)                Amphiprova sp

 Tenggelam pada air tawar seperti kolam, danau, sungai dan kanal
ditemukan Navicula pupula, N. cryptocephara, N. graciloides, N.
meniscus, N. bacillum, N. radiosa, N. simplex, N. pusilla, Pinnularia
mesolepta, P. gibba, P. braunii, Nitzscia mesplepta, Mastoglia smithioi,
Cymbella cistula, Camera lucida, Cymbella cymbiformis Cocconeis
diminuta dan banyak spesies diatome lainya ditemukan pada air tawar.
Pinnularia borealis ditemukan pada air tawar yang dingin, Pinnularia
capsoleta ditemukan pada air tawar yang dangkal. Selama proses monitor
air sungai yang berterusan didapatkan adanya diatom pada air dan tisu sel
yang mana diatom yang paling sering ditemukan adalah Navicula,
Diatoma, Nitzschia, Stephanodicus, Fragilaria, Gomphonema,
Gyrosigma, Melosira, Achnanthes, Amphora, Cocconeis, Cyclotella, dan
Cymbella.

Achnanthes sp. Amphipleura sp.

Anomoeneis sp.

23
Biddulphia sp. Cyclotella sp.

Surirella sp.

 Eunotia ditemukan di daerah yang pH air 7-8 .


 E. lunaris ditemukan di daerah yang pH air 5-6.

Penetrasi diatom pada kapiler alveoli menggunakan Transmission


Elektron Mikroskop (TEM) dan SEM (Lunette,1998). Sepanjang penemuan
mereka, mereka menemukan Diatoma Maniliformis (yang dipenetrasi di
distal dinding jalan napas), Navicula Specula (yang dipenetrasi pada khon’s
pore), Tabularia fasciculat (yang dipenetrasi dari sebagian laserasi epitel dan
endotel yang sejajar dari septum alveolar yang menegang), Nitzschia paleacea
(yang dipenetrasi dari sebagian dinding alveolar), Mastogloia smithii (yang
dipenetrasi dari dinding alveolar dengan laserasi yang terlihat bersih) dan
Amphora delicatissima,dll.11
Pengetahuan tentang diatom berhubungan dengan tenggelam selalu
berhubungan dengan forensic dalam mengdiagnosis pada kasus tenggelam.
Pada penelitian yang lebih lanjut tentang morfologi dan kehidupan diatom
yang berbeda pada beberapa macam air di daerah yang spesifik dapat juga
membantu lebih baik memecahkan kasus tenggelam.. adanya diatome pada
kasus tenggelam ante-mortem tergantung pada tipe, ukuran dan densitas
diatom yang dilihat pada medium putative tenggelam. Tidak dapat disangkal
bahwa diatom-diatom kecil seperti (Diatoma, Cyclotella, Epithemia dll.)
mempunyai peluang yang lebih tinggi untuk memasuki organ tubuh
berbanding diatom dengan ukuran yang lebih besar (Synedra) yang mana bisa
juga ditemukan di dalam organ tubuh jika mereka mempunyai kemampuan
untuk berfragmentasi yang cukup. Diatom yang sering dijumpai pada organ

24
tubuh pada kasus tenggelam adalah Navicula, Nitzschia, Synedra ulna,
Achnanthidium dan Cyclotella karena banyak terdapat di air dan ukurannya
yang optimum.11
Organ tubuh Spesies yang sering ditemukan
Paru-paru Achnanthes minutissima, Cyclotella cyclopuncta,
Fragilaria brevistriata, Navicula dll

Sumsum tulang Stephanodicus parvus, Navicula, Diatoma and


fragments of Synedra ulna
Hati Achnanthes minutissima, Cocconeis placentula,
Fragilaria ulna var. acus, Navicula lanceolata dll

Ginjal Achnanthes biasolettiana, N. seminulum dll


Lambung Achnanthes minutissima, Cyclotella cyclopuncta,
Gomphonema minutum dll

Usus Asterionella Formosa, Cyclotella comensis,


Gomphonema pumilum and Nitzscia pura dll

 Gettler chloride
Sejumlah tes telah dikembangkan dalam beberapa tahun untuk menentukan korban
tenggelam. Yang paling terkenal ialah tes Gettler chloride, dimana darah dianalisa
dari sisi kanan dan kiri jantung dengan kiraan perbedaan 25mg/100ml antara jantung
kiri dan kanan dikira signifikan. Jika level chloride kurang pada sisi kanan daripada
sisi kiri, korban disangka telah tenggelam dalam air garam. Jika lebih tinggi pada sisi
kanan jantung daripada sisi kiri, maka diperkirakan korban tenggelam dalam air
tawar. Perbedaan kadar elktrolit lebih dari 10% dapat menyokong diagnosis,
walaupun secara tersendiri kurang bermakna. Tes ini baru dianggap reliabel jika
dilakukan dalam 24 jam setelah kematian.
Berat jenis :
a. Dengan CuSO4 = normalnya 1,059 (1,059-1,060)
b. Air tawar = 1,055
c. Air laut = 1,065

25
Tes juga dilakukan untuk elemen lain pada darah, seperti membandingkan grafitasi
spesifik darah pada kanan dan kiri atrium. Semua tes yang telah disebut di atas tidak
pasti dan tidak mendukung dalam menyimpulkan tenggelam.7

BAB III

26
KESIMPULAN

Drowning adalah suatu proses gangguan nafas yang dialami akibat terendam
atau terbenam kedalam cairan.1 Tenggelam dapat terjadi di lautan atau pada kasus
penurunan kesadaran akibat alkohol, epilepsi, atau anak kecil pada air dengan
ketinggian air 6 inci (15,24 cm). Mekanisme kematian yang terjadi akibat tenggelam
akibat suatu anoksia serebral yang ireversibel atau yang sering di sebut dengan
asfiksia.
Tenggelam merupakan salah satu masalah besar, sehubungan dengan
dampaknya secara global, tenggelam merupakan suatu kasus terabaikan dalam isu
kesehatan masyarakat. Pada tahun 2012, diperkirakan sekitar 372.000 orang
meninggal akibat tenggelam, yang menempatkannya sebagai penyebab kematian
ketiga terbanyak di dunia dimana 91% dari total kematian tersebut terjadi di negara
negara miskin dan berkembang, setengah dari korban tenggelam adalah mereka yang
berusia di bawah 25 tahun, dan lebih sering terjadi pada laki – laki di bandingkan
perempuan. Perkiraan jumlah korban sangat mengkhawatirkan karena data resmi
angka kematian mengeksklusikan kematian tenggelam akibat bunuh diri dan
tenggelam karena bencana banjir, dan insiden transportasi lautan.2
Tenggelam diklasifikasikan menjadi typical drowning dan atypical drowning
sedangkan atypical drowning sendiri diklasifikan menjadi dry drowning, shallow
water drowning, immersion syndrome,dan secondary drowning. Perbedaannya
adalah pada typical drowning adanya hambatan pada saluran napas dan paru karena
adanya cairan yang masuk ke dalam tubuh sedangkan pada atypical drowning
ditandai dengan sedikitnya atau bahkan tidak adanya cairan dalam saluran napas.
Penentuan diagnosis ditentukan dari pemeriksaan luar, dalam dan penelusuran
korban sebelum meninggal serta riwayat penyakit dahulu.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rahajeng E, et.al. Buku Saku Pengendalian Tenggelam Pada Anak.
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. 2015.
2. Szpilman D, Bierens J.J.M, Handley A.J, Orlowski J.P. Current Concepts
Drowning. N Engl J Med 2012;366:2102-10.

27
3. Global Report on Drowning : Preventing A Leading Killer. World Health
Organization 2014.
4. World Health Organization. Chapter 2 : Drowning and Injury Prevention.
Guidelines for Safe Recreational Water Enviroments. 2014.
5. Di Maio D, Di Maio V. Section 15 : Death by Drowning In: Forensic
Pathology. New York: CRC Press; 2001. Page 395-403
6. Prawedana H.K, Suarjaya P.P. bantuan hidup dasar dewasa pada near
drowning di tempat kejadian. Bagian/SMF Ilmu Anesthesiologi dan Terapi
Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah, Denpasar.
7. Shattock M.J, Tipton M.J. ‘Autonomic Conflict’ : a different way to die
during cold water immersion ?. J Physiol 590.14 (2012) pp 3219–3230.
8. Dolinak D, Matshes E.W, Lew E.O. Section 9 : Drowning. Forensic
Pathology Principles and Practice. California : ELSEVIER. 2005. Page 227-
37.
9. James J.P, Jones R, Karch S.B, Manlove J. Section 16 : Immersion and
drowning in Simpson’s Forensic Medicine 13th ed. London : Hodder &
Stoughton Ltd. 2013. Page 163 - 68
10. Adelman H.C, Kobilinsky L. Section 7 : Asphyxia/Anoxic Deaths in Forensic
Medicine : Inside Forensic Science. New York : Infobase Publishing. 2007.
Page 50 – 59.
11. Bardale R. Section 15 : Violent Asphyxia Drowning in Principle of Forensic
Medicine & Toxicology. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers
Ltd. 2011. Page 304 – 313.
12. Dr. Mukesh Kumar Thakar, Deepali Luthra,Rajvinder Singh. A Fluorocent
Survey of Diatome Distribution Patterns In Some Small Water Bodies (Lakes
And Saravars), J Punjab Acad Forensic Med Toxicol 2011;11(2): 81-86

28

Anda mungkin juga menyukai