Disusun Oleh :
Pembimbing :
Tenggelam adalah penyebab utama ke-3 kematian karena cedera yang tidak
disengaja, terhitung 7% dari semua kematian yang terkait dengan cedera (WHO,
2015). WHO menyatakan bahwa 0,7% penyebab kematian di dunia atau lebih dari
500.000 kematian setiap tahunnya disebabkan oleh tenggelam. Pada 2015,
diperkirakan 360.000 orang meninggal karena tenggelam, yang menjadi masalah
utama kesehatan masyarakat di seluruh dunia (WHO, 2015). Lebih dari setengah
kematian terjadi di bawah usia 25 tahun, dengan usia di bawah 5 tahun berisiko
tinggi. Cina dan India merupakan negara dengan kasus tenggelam tertinggi di
dunia karena kedua negara ini berkontribusi hampir setengah dari rata-rata
kematian akibat kasus tenggelam di dunia, kemudian diikuti oleh Nigeria,
Federasi Rusia, Indonesia dan Bangladesh.
II.1 DEFINISI
II.2 EPIDEMIOLOGI
a) Cold shock response, muncul pada 1-4 menit pertama setelah imersi
pada air dingin hal tersebut tergantung terhadap penurunan suhu kulit.
Respon syok yang terjadi meliputi sistem kadiovaskular, respirasi, dan
metabolisme tubuh. Penurunan kulit secara cepat mencetuskan gasp
response sehingga korban tidak dapat menahan napasnya sehingga terjadi
hiperventilasi. Bila saat itu kepala berada dalam air, maka korban akan
meninggal karena tenggelam. Hiperventilasi menyebabkan hipokapnea
arterial, hal ini menyebabkan berkurangnya aliran darah dan suplai O 2 ke
otak sebagai akibatnya terjadi disorientasi, penurunan kesadaran, dan
tenggelam. Selain itu, penurunan suhu tubuh juga menyebabkan
vasokonstriksi perifer serta meninggkatkan cardiac output, nadi, dan
tekanan darah. Peningkatan beban jantung ini dapat menyebabkan
iskemik dan aritmia termasuk fibrilasi ventrikel.
b) Cold incapacitation. Setelah melewati respon syok dingin, terjadi
penurunan suhu jaringan perifer, terutama pada ekstremitas, kondisi ini
muncul setelah 30 menit terimersi. Efek ini terutama pada tangan,
dimana sirkulasi darah menurun, menyebabkan jari menjadi kaku,
koordinasi gerak kasar dan halus menjadi buruk, dan kehilangan
kekuatan.
c) Hipotermia muncul setelah lebih dari 30 menit. Hipotermia adalah
menurunnya suhu inti tubuh, yaitu dibawah 35℃. Ada beberapa factor
yang mempengaruhi diantaranya respon termoregulasi, komposisi tubuh,
pakaian, temperature air, dan kondisi laut.
6) Lima Tahapan Tenggelam
Terdapat lima tahapan pada kejadian tenggelam. Proses tenggelam
diawali dengan kepanikan atau perlawanan, kemudian diikuti oleh
tenggelam dengan menahan nafas. Kemudian korban mulai menelan air
sebelum akhirnya mulai kehilangan kesadaran. Tahap ini dimulai kira-
kira setelah tiga menit berada di dalam air. Dalam lima menit, otak mulai
mengalami kerusakan. Denyut jantung mulai tidak teratur, sebelum
akhirnya berhenti berdenyut.
Ketika seseorang terbenam di bawah permukaan air, reaksi awal yang
dilakukan ialah mempertahankan nafasnya, tetapi tidak dapat lebih dari
satu menit. Hal ini berlanjut hingga tercapainya batas kesanggupan,
dimana orang itu harus kembali menarik nafas kembali. Batas
kesanggupan tubuh ini ditentukan oleh kombinasi tingginya konsentrasi
karbondioksida dan rendahnya konsentrasi oksigen di mana oksigen
dalam tubuh banyak digunakan dalam sel. Batas ini tercapai ketika kadar
PCO2 berada di bawah 55 mmHg atau merupakan ambang hipoksia, dan
ketika kadar PAO2 berada di bawah 100 mmHg ketika PCO 2 cukup
tinggi.
Ketika mencapai batas kesanggupan ini, korban terpaksa harus
menghirup sejumlah besar volume air. Sejumlah air juga sebagian
tertelan dan bisa ditemukan di dalam lambung. Selama pernapasan dalam
air ini, korban bisa juga mengalami muntah dan selanjutnya terjadi
aspirasi terhadap isi lambung. Pernapasan yang terengah-engah di dalam
air ini akan terus berlanjut hingga beberapa menit, sampai akhirnya
respirasi terhenti. Kadang terjadi spasme laring tetapi biasanya cepat
menghilang oleh onset hipoksia otak. Hipoksia serebral akan semakin
buruk hingga tahap irreversibel dan terjadilah kematian. Urutan
gangguan ritme jantung biasanya takikardi yang diikuti dengan
bradikardi, aktivitas kelistrikan tanpa nadi, dan terakhir asistol.
Faktor-faktor yang juga menentukan sejauh mana anoksia serebral
menjadi irreversibel adalah umur korban dan suhu di dalam air. Misalnya
pada air yang cukup hangat, waktu yang diperlukan sekitar 3 hingga 10
menit. Tenggelamnya anak-anak pada air dengan suhu dingin yang cukup
ekstrim selama 66 menit masih bisa tertolong melalui resusitasi dengan
sistem saraf/ neurologik tetap utuh. Hipotermia yang berhubungan
dengan tenggelam dapat menyediakan mekanisme protektif yang
menyebabkan seseorang lebih lama selamat. Hipotermia dapat
menurunkan konsumsi oksigen otak, serta menunda anoksia seluler dan
pengurangan ATP. Hipotermia mengurangi aktivitas metabolik dan
kelistrikan otak. Laju konsumsi oksigen oleh otak menurun dengan
perkiraan 5% untuk setiap penurunan 1°C pada temperature antara 37°C
sampai 20°C. Juga, berapa pun interval waktu hingga terjadi anoksia,
penurunan kesadaran selalu terjadi dalam waktu 3 menit setelah
tenggelam.
Akan tetapi jika korban terlebih dahulu melakukan hiperventilasi saat
terendam ke dalam air. Hiperventilasi dapat menyebabkan penurunan
kadar CO2 yang signifikan. Kemudian hipoksia serebral karena
rendahnya PO2 dalam darah, bersamaan dengan penurunan hingga
hilangnya kesadaran, dapat terjadi sebelum batas kesanggupan (breaking
point) tercapai.
Bila korban selamat, gambaran klinis dominan ditentukan oleh jumlah air
yang diaspirasi dan efeknya. Air di dalam alveoli menyebabkan disfungsi
surfaktan dan hilangnya surfaktan. Tenggelam di air asin maupun di air
tawar menyebabkan derajat perlukaan yang mirip, walaupun dengan
perbedaan dalam gradien osmotik. Pada situasi ini, efek gradien osmotik
pada membran kapiler alveolus yang sangat rentan ialah mengganggu
integritas membran, meningkatkan permeabilitas, dan pengeluaran cairan,
plasma, dan pertukaran elektrolit. Gambaran klinis dari kerusakan membran
kapilar alveolar sangat hebat, sering ada bercak darah, edem pulmonal yang
menurunkan pertukaran oksigen dan karbon dioksida.
Hal penting yang perlu diperhatikan saat pemeriksaan korban tenggelam
yaitu menentukan identitas korban.
Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain :
- Pakaian dan benda-benda milik korban
- Warna dan distribusi rambut dan identifikasi lainnya.
- Kelaianan atau deformitas dan jaringan parut
- Sidik jari
- Pemeriksaan gigi
- Teknik identifikasi lain.
d) Pemeriksaan DNA
Metode lain dalam pengidentifikasian diatom adalah dengan amplifikasi
DNA ataupun RNA diatom pada jaringan manusia, Analisa mikroskopis
pada bagian jaringan, kultur diatom pada media, dan spectrofluophotometry
untuk menghitung klorofil dari plankton di paru-paru.
Metode pendeteksi diatom di darah meliputi observasi secara langsung
diatom pada membrane filter, setelah darah dihemolisa menggunakan
sodium dodecyl sulfate, atau dengan metode hemolisa kombinasi, 5 mm
pori membrane filter.
Dicampur dengan asam nitrat, dan disaring ulang. Setelah pencampuran
selesai diatom dapat diisolasi dengan metode sentrifuse atau membrane
filtration. Siklus sentrifuse mengkonsentrasikan diatom dan menyingkirkan
semua sisa asam dengan pencucian berulang, supernatant diganti tiap
beberapa kali dengan air distilled. Penggunaan saring nitroselulose adalah
bagi bahan dengan jumlah diatom yang rendah dan diikuti dengan analisa
LM.
II.8. Tatalaksana