Anda di halaman 1dari 20

Library

Date Signature

BAGIAN KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL Referat


FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2011
UNIVERSITAS HASANUDDIN

TENGGELAM

Oleh :
Eva Lusy Anggreni (C 111 06 070)
Muhammad Junaedi (C 111 06 121)
Dian Jabal Rachman Bey (C 111 06 171)

Pembimbing :
dr. Costantinus William Sialana

Supervisor :
dr. Gunawan Arsyadi, Sp. PA (K), Sp. F

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
2011

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : 1. Eva Lusy Anggreni (C 111 06 070)


2. Muhammad Junaedi (C 111 06 121)
3. Dian Jabal Rachman Bey (C 111 06 171)
Judul Refarat : Tenggelam

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Maret 2011


Supervisor Pembimbing

dr. Gunawan Arsyadi, Sp. PA (K), Sp. F dr. Costantinus William Sialana

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................. 1

I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 2

II. INSIDEN ........................................................................................................ 2

III. PENYEBAB ................................................................................................... 3

IV. PATOMEKANISME ...................................................................................... 4

V. KLASIFIKASI................................................................................................ 4

V.1 WET DROWNING .............................................................................. 5

V.2 ATIPICAL DROWNING .................................................................... 6

V.3 NEAR DROWNING ............................................................................ 8

VI. PEMERIKSAAN PADA KASUS TENGGELAM ........................................ 8

VI.1 PEMERIKSAAN LUAR…………………………………………….. 8

VI.2 PEMERIKSAAN DALAM………………………………………….. 10

VII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM ........................................................... 13

VIII. ASPEK MEDIKOLEGAL………………………………………………….. 14

IX. KESIMPULAN .............................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 17

3
TENGGELAM

I. PENDAHULUAN

Tenggelam merupakan suatu proses yang menghasilkan kegagalan respirasi


akibat dari terbenamnya, sebagian atau seluruh bagian tubuh dalam media cairan.
Meskipun tenggelam biasanya terjadi bila seluruh tubuh terendam dalam air, namun
tenggelam juga dapat terjadi ketika hanya hidung dan mulut yang tertutup cairan. 1,2,3

Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, baik kecelakaan secara


langsung berdiri sendiri maupun tenggelam yang terjadi oleh karena korban dalam
keadaan mabuk, berada di bawah pengaruh obat atau pada mereka yang terserang
epilepsi. Pembunuhan dengan cara menenggelamkan jarang terjadi, korban biasanya
bayi atau anak-anak. Pada orang dewasa dapat terjadi tanpa sengaja, yaitu korban
sebelumnya dianiaya, disangka sudah mati, padahal hanya pingsan. Untuk
menghilangkan jejak korban dibuang ke sungai, sehingga mati karena tenggelam.
Bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri juga merupakan peristiwa yang jarang
terjadi. Korban sering memberati dirinya dengan batu atau besi, baru kemudian terjun
ke air.2

II. INSIDENSI

Pada tahun 2002, lebih dari 400.000 kasus tenggelam terjadi di seluruh dunia.
Di Amerika Serikat kasus tenggelam sejumlah 8.000 dan menjadi peringkat ketiga
dalam kasus kematian yang disebabkan oleh kecelakaan, dengan 1.500 terjadi pada
anak-anak. Pada tahun 2005, pusat Disease Control and Prevention melaporkan
sekitar 3.582 kasus tenggelam terjadi di Amerika Serikat. Rata-rata kejadian ini
menyebabkan kematian 10 orang per hari, dan rata-rata seperempat dari kasus ini
terjadi pada anak-anak usia 14 tahun atau yang lebih muda, karena mereka tidak
dapat mengkoordinasikan diri mereka ketika jatuh. Kejadian tenggelan kebanyakan
terjadi di bak mandi dan kolam renang. Walaupun kejadian ini memiliki prevalensi
yang sama antara laki-laki dan perempuan namun laki-laki memiliki tingkat 3 kali
lebih tinggi dibandingkan perempuan disebakan karena kecerobohan dan penggunaan
alkohol. Sementara itu, di Cina dan India rerata kematian akibat tenggelam sangat

4
tinggi, yaitu 43 persen dari seluruh kasus di dunia. Dari catatan itu, Afrika menempati
posisi terbanyak kasus tenggelam di dunia. Dan lebih dari sepertiga kasus terjadi di
kawasan Pasifik. Sementara, Amerika merupakan kawasan yang mengalami kasus
tenggelam terendah. Kejadian di negara berkembang lebih tinggi dibanding negara
maju. Tapi di negara berkembang, seperti Indonesia angka kejadiannya belum dapat
diketahui.10,14

III. PENYEBAB

Di bawah ini beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang tenggelam 10 :

 Kematian di bak mandi (bathtub drowning) biasanya terjadi pada anak-anak di


bawah usia 1 tahun. Kebanyakan korban tenggelam dalam jangka waktu kurang
dari 5 menit. Kematian jenis ini biasanya dicurigai karena kekerasan pada anak-
anak.

 Pada anak-anak usia prasekolah, tenggelam pada umumnya terjadi di kolam


renang di sekitar rumah.

 Pada usia dewasa, kasus tenggelam kebanyakan ditemukan di kolam, danau,


sungai atau lautan. Korban pada kasus tenggelam ini biasanya terjadi fraktur
servikal dan trauma kepala, diakibatkan berenang dengan kedalaman yang
dangkal atau banyak bebatuan dan bahaya lainnya. Selain itu, alkohol dan obat-
obatan juga merupakan salah satu faktor pada banyak kasus. Di Australia dan
Kanada menunjukkan bahwa 30-50 % usia dewasa yang tenggelam ditemukan
konsentrasi alkohol yang cukup tinggi dalam darah mereka.

 Disebabkan karena suatu penyakit yang terjadi pada semua umur, seperti Seizure,
Infark Miokard, arthritis, Parkinson dan penyakit neuromuscular lainnya, depresi/
bunuh diri, kecemasan atau gangguan panik, diabetes atau hipoglikemia.

 Kecelakaan pada olahraga di air, misalnya penggunaan kapal boat dalam keadaan
mabuk, fraktur servikal dan trauma kepala yang dihubungkan dengan berselancar,
dan permainan jet, scuba diving dan kecelakaan lainnya.

5
IV. PATOMEKANISME

Mekanisme kematian pada tenggelam pada umumnya adalah asfiksia,


mekanisme kematian yang dapat juga terjadi pada tenggelam adalah karena refleks
vagal dan spasme laring. Adanya mekanisme kematian yang berbeda-beda pada
tenggelam akan memberi warna pada pemeriksaan laboratorium.2 Beberapa
patomekanisme kasus tenggelam5,6,9,10:

a. Pada saat tenggelam, seseorang akan berusaha mempertahankan napasnya hingga


suatu keadaan tertentu. Ketika kadar oksigen dalam darah sangat rendah dan
kadar karbon dioksida sangat tinggi, akibatnya korban menghirup sejumlah besar
volume air. Pernapasan yang terengah-engah di dalam air akan mengakibatkan
hipoksia serebral dan akan menyebabkan terjadinya kematian.

b. Stimulasi vagal yang menyebabkan inhibisi jantung atau akibat spasme laring.
Hal ini biasanya disebabkan karena masuknya air atau benda asing yang secara
tiba-tiba atau karena tenggelam di air yang sangat dingin (< 20oC atau 68oF).
Obstruksi saluran pernapasan akan mengakibatkan terjadinya hipoksia dan
asidosis yang keduanya dapat menyebabkan kematian. Pada refleks vagal dapat
menyebabkan terjadinya disaritmia yang menyebakan asistole dan fibrilasi
ventrikel.

c. Kerusakan pada surfaktan alveoli, terutama diakibatkan perbedaan konsentrasi air


dengan darah. Hal ini dapat mengakibatkan barotraumas pulmoner, kerusakan
mekanis paru, pneumonitis, dan dapat menyebabkan kematian jika terjadi
kegagalan multi sistem organ.

V. KLASIFIKASI

Secara morfologi tenggelam dapat diklasifikasikan menjadi wet (typikal)


drowning , dry (atypical) drowning serta secondary (near) drowning. Pada wet
drowning, ciri klasik tenggelam dapat ditemukan, sementara pada atypical drowning,
hanya sedikit atau tidak terdapat adanya ciri tersebut. Pada kasus ini, kematian
ditimbulkan akibat stimulasi vagal (inhibisi jantung) atau spasme laring akibat
perendaman. Pada secondary drowning, korban dapat bertahan hidup selama satu jam
hingga beberapa minggu setelah tenggelam sebelum akhirnya mengalami kematian.

6
Tipe ini biasanya berhubungan dengan asidosis metabolic, edema pulmonal atau
pnemonitis kimia.1,3,4

V.1. WET (TYPICAL) DROWNING

Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah korban
tenggelam. Ketika seseorang terbenam di bawah permukaan air, reaksi awal yang
dilakukan ialah mempertahankan nafasnya. Hal ini berlanjut hingga tercapainya batas
kesanggupan, dimana orang itu harus kembali menarik nafas kembali. Batas
kesanggupan tubuh ini ditentukan oleh kombinasi tingginya konsentrasi
karbondioksida dan konsentrasi rendah oksigen di mana oksigen dalam tubuh banyak
digunakan dalam sel. Menurut Pearn, batas ini tercapai ketika kadar PC02 berada di
bawah 55 mm Hg atau merupakan ambang hypoxia, dan ketika kadar Pa02 di bawah
100 mmHg ketika PC02 cukup tinggi. Ketika mencapai batas kesanggupan ini, korban
terpaksa harus menghirup sejumlah besar volume air. Sejumlah air juga sebagian
tertelan dan bisa ditemukan di dalam lambung. Selama pernapasan dalam air ini,
korban bisa juga mengalami muntah dan selanjutnya terjadi aspirasi terhadap isi
lambung. Pernapasan yang terengah-engah di dalam air ini akan terus berlanjut
hingga beberapa menit, sampai akhirnya respirasi terhenti. Hipoksia serebral akan
semakin buruk hingga tahap irreversibel dan terjadilah kematian. 5,6

Namun demikian, mekanisme kematian pada kasus tenggelam bukan hanya


sekedar masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan, akan tetapi merupakan hal
yang cukup kompleks, mekanisme tenggelam dalam air asin, berbeda dengan
tenggelam dalam air tawar.2

Tenggelam di Air Tawar

Pada keadaan air tawar akan dengan cepat diserap dalam jumlah besar terjadi
absorbsi cairan masif ke dalam membran alveolus, karena konsentrasi elektrolit
dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah, maka akan terjadi
hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan
pecahnya sel darah merah (hemolisis). Akibat terjadi perubahan biokimiawi yang
serius yaitu pengenceran darah yang terjadi, tubuh berusaha mengkompensasinya

7
dengan melepaskan ion Kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion dalam
plasma meningkat, akibatnya terjadi perubahan keseimbangan ion K dan Ca dalam
serabut otot jantung sehingga terjadi anoksia yang hebat pada myocardium dan
mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, jantung untuk
beberapa saat masih berdenyut dengan lemah yang kemudian menimbulkan kematian
akibat anoksia otak hebat, ini yang menerangkan mengapa kematian dapat terjadi
dalam waktu hanya beberapa menit.2,3

Tenggelam di Air Asin

Konsentrasi elektrolit dalam air asin lebih tinggi dibandingkan dalam darah,
sehingga air akan ditarik keluar sampai sekitar 42% dari sirkulasi pulmonal ke dalam
jaringan interstitial paru, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya udem pulmonal,
hemokonsentrasi, hipovolemi, dan kenaikan kadar magnesium dalam darah.
Pertukaran elektrolit dari air asin ke dalam darah mengakibatkan meningkatnya
hematokrit dan peningkatan kadar natrium plasma. Fibrilasi ventrikel tidak terjadi,
Hemokonsentrasi akan mengakibatkan terjadinya anoksia pada myocardium dan
disertai peningkatan viskositas darah sehingga sirkulasi menjadi lambat, tekanan
sistolik akan menetap dalam beberapa menit dan menyebabkan terjadinya payah
jantung. Kematian dapat terjadi dalam waktu 5-8 menit setelah tenggelam.2,3

V.2 ATIPICAL DROWNING

Insidens atypical drowning dilaporkan sebanyak 10-15% dari seluruh kasus


tenggelam. Mekanismenya dapat terjadi akibat stimulasi vagal menyebabkan inhibisi
jantung atau akibat spasme laring.6,7

Menurut teori ketika sejumlah air yang sedikit masuk dalam laring atau trakea
maka terjadi spasme laring secara tiba-tiba yang dimediasi sebagai refleks vagal.
Mukus yang kental, berbusa dan berbuih dapat terjadi, hingga menciptakan suatu
perangkap fisik yang menyumbat jalan nafas.5,6

Secara normal saat bernapas diafragma berkontraksi dan menyebabkan paru-


paru mengembang, mekanisme ini menyebabkan udara masuk ke dalam paru-paru
karena tekanan negatif yang terbentuk. Ketika air atau benda asing lainnya teraspirasi

8
maka terjadi spasme laring yang menyebabkan udara tidak dapat masuk ke dalam
paru. Sedangkan saat itu paru sedang dalam kondisi mengembang, otot diafragma
berkontraksi sehingga tekanan negatif tetap ada di paru. Usaha korban untuk
mendapatkan udara masuk dilakukan dengan menghirup udara dengan lebih kuat,
tetapi hal ini hanya menambah tekanan negatif dalam paru. Obstruksi aliran masuk
oksigen menyebabkan hipoksia dan obstruksi dari aliran keluar karbondioksida
menyebabkan asidosis yang keduanya menyebabkan kematian. Tekanan negatif yang
muncul menyebabkan tertariknya cairan dari pembuluh darah ke dalam paru sehingga
menyebabkan edema paru dan pasien tenggelam karena cairan tubuhnya sendiri. Pada
saat yang sama, sistem saraf simpatik merespon kondisi spasme pada laring. Sistem
ini menyebabkan vasokonstriksi yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah
yang akhirnya mempeburuk proses edema paru yang sudah ada. 6

Sumbat fisik dan spasme laring tidak dapat ditemukan pada saat otopsi karena
pada kematian terjadi relaksasi otot-otot laring, sehingga hal tersebut hanyalah
sebuah hipotesis dan belum dapat dibuktikan. Namun demikian, penelitian Pesarri
menggunakan anjing yang dianestesi menemukan bahwa, injeksi larutan
nonisosmolar pada saluran napas bagian bawah dapat memicu timbulnya reflex vagal
ini.5,8

Tenggelam secara tiba-tiba di air yang sangat dingin (< 20oC atau 68oF) juga
dapat memicu refleks vagal yang menginduksi disaritmia yang menyebabkan asistol
dan fibrilasi ventrikel sehingga menyebabkan kematian. Umumnya korban berusia
muda dan mengkonsumsi alkohol. Reflek ini dapat juga timbul pada korban yang
masuk ke air dengan kaki terlebih dahulu (duck diving) yang menyebabkan air masuk
ke hidung, atau teknik menyelam yang salah dengan masuk air dalam posisi
horizontal sehingga menekan perut. Tidak akan ditemukan tanda-tanda khas dari
tenggelam. Diagnosis ditegakkan dengan menelusuri riwayat korban sebelum
meninggal. 6,7,9

9
V.3 NEAR DROWNING

Near Drowning adalah suatu keadaan dimana muncul gejala beberapa hari
setelah korban tenggelam diselamatkan dan korban meninggal akibat komplikasi
akibat kegagalan multiorgan.4,7,9

Air tawar bersifat relatif hipotonik dibandingkan plasma darah dan


menyebabkan kerusakan pada surfaktan di alveoli. Air asin, yang bersifat relatif
hipertonik dibandingkan plasma, meningkatkan gradien osmotik dan oleh karena itu
menarik cairan masuk ke alveoli dan menyebabkan dilusi surfaktan (surfactant
washout). Selain gangguan pada surfaktan, gangguan respirasi pada korban near
drowning juga dapat diakibatkan oleh barotrauma pulmoner, kerusakan mekanis
paru-paru akibat usaha resusitasi, pneumonitis akibat benda asing (pasir, lumpur,
rumput laut, muntahan) atau bahan kimia yang teraspirasi (terutama terjadi pada
kasus tenggelam di kolam renang yang diberi klorin atau di ember yang mengandung
produk permbersih lantai), pemberian ventilasi yang tidak adekuat, atau apneu
sekunder akibat kerusakan sistem saraf pusat. Pneumonia bakterial merupakan
komplikasi yang lebih jarang, dan biasanya terjadi pada kasus tenggelam di air tawar
yang tidak mengalir dan hangat. Kondisi korban dapat diperburuk dengan adanya
kegagalan multi sistem organ lain akibat hipoksia yang berlangsung lama, antara lain
terjadinya disseminated intravascular coagulation, insufisiensi hepatik, insufisiensi
renal, asidosis metabolik dan cedera pada sistem gastrointestinal.10

VI. PEMERIKSAAN PADA KASUS TENGGELAM

VI. 1 PEMERIKSAAN LUAR


Diagnosis pasti penyebab kematian pada kasus tenggelam tidak dapat
ditentukan dari pemeriksaan luar, namun beberapa tanda yang ditemukan dapat
memperkuat diagnosa. Tanda-tanda yang ditemukan pada pemeriksaan luar antara
lain (2,5,11):
 Penurunan suhu mayat (algor mortis), berlangsung cepat, rata-rata 5⁰F per menit.
Suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5 atau 6 jam.

10
 Lebam mayat (livor mortis), akan tampak jelas pada dada bagian depan, leher
dan kepala. Lebam mayat berwarna merah terang. Sebagai hasil dari pembekuan
OxyHb.
 Pembusukan sering tampak, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap. Pada
pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan.
 Gambaran kulit angsa (goose-flesh, cutis anserina), sering dijumpai; keadaan ini
terjadi selama interval antara kematian somatik dan seluler, atau merupakan
perubahan post mortal karena terjadinya rigor mortis pada mm.erector pili. Cutis
anserina tidak mempunyai nilai sebagai kriteria diagnostik.
 Washerwoman, penenggelaman yang lama dapat menyebabkan pemutihan dan
kulit yang keriput pada kulit. Biasanya ditemukan pada telapak tangan dan kaki
(tampak 1 jam setelah terbenam dalam air hangat). Gambaran ini tidak
mengindikasikan bahwa mayat ditenggelamkan, karena mayat lamapun bila
dibuang kedalam air akan keriput juga.

Gambar 1. Gambaran jari tangan ”washerwoman” yang disebabkan oleh


pembenaman yang lama dalam air (5)

 Busa halus putih yang berbentuk jamur (mush room-like mass). Masuknya cairan
kedalam saluran pernafasan merangsang terbentuknya mukus, substansi ini
ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-paru dan terkocok oleh
karena adanya upaya pernafasan yang hebat. Busa dapat meluas sampai trakea,
bronkus utama dan alveoli. Paru-paru akan terisi air dan cairan busa akan
menetes dari bronkus ketika paru-paru di tekan dan dari potongan permukaan
paru ketika dipoting dengan pisau.

11
Gambar 2. Busa halus putih yang berbentuk jamur (mush room-like mass) (4)

 Pada lidah ditemukan memar atau bekas gigitan, yang merupakan tanda bahwa
korban berusah untuk hidup atau tanda sedang terjadi epilepsi, sebagai akibat
dari masuknya korban kedalam air.
 Cadaveric spasme, ini secara relatif lebih sering terjadi dan merupakan reaksi
intravital. Sebagaimana sering terdapat benda-banda, seperti rumput laut, dahan
atau batu. Ini menunjukkan bahwa waktu korban mati, berusaha mencari
pegangan lalu terjadi kaku mayat.
 Perdarahan berbintik (petechial haemmorrhages), dapat ditemukan pada kedua
kelopak mata, terutama kelopak mata bagian bawah.

Gambar 3. Perdarahan berbintik yang ditemukan pada kedua kelopak mata (12)

12
 Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat terjadi
akibat persentuhan korban dengan dasar sungai atau terkena benda-benda
disekitarnya. Luka-luka tersebut seringkali mengeluarkan darah, sehingga tidak
jarang korban dianiaya sebelum ditenggelamkan.

VI. 2 PEMERIKSAAN DALAM


Tanda-tanda yang ditemukan pada pemeriksaan dalam(2,8,11,12,):
 Pemeriksaan terutama ditujukan pada sistem pernapasan, busa halus putih dapat
mengisi trakhea dan cabang-cabangnya, air juga dapat ditemukan, demikian pula
halnya dengan benda-benda asing yang ikut terinhalasi bersama benda air. Benda
asing dalam trakhea dapat tampak secara makroskopis misalnya, pasir, lumpur,
binatang air, tumbuhan air dan lain sebagainya; sedang kan yang tampak secara
mikroskopis diantaranya telur cacing dan diatome (ganggang kersik). Pada
keadaan dimana tubuh korban sudah demikian busuknya yaitu sudah terbenam
untuk ketiga kalinya, dan baik kulit maupun organ-organ telah hancur, maka
pemeriksaan diatom diambil dari sumsum tulang panjang, dan selanjutnya
dilakukan proses yang sama.
 Pleura dapat berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik perdarahan,
perdarahan ini dapat terjadi karena adanya kompresi terhadap septum inter
alveoli, atau oleh karena terjadinya fase konvulsi akibat kekurangan oksigen.
Bercak perdarahan yang besar (diameter 3-5 cm), terjadi karena robeknya partisi
inter alveolar, dan sering terlihat di bawah pleura; bercak ini disebut sebagai
bercak ”Paltauf”. Bercak ini berwarna biru kemerahan dan banyak terlihat pada
bagian bawah paru-paru, yaitu pada permukaan anterior dan permukaan antar
bagian paru-paru.
 Kongesti pada laring merupakan kelainan yang berarti. Paru-paru tampak
membesar, memenuhi seluruh rongga paru-paru sehingga tampak impresi dari
iga-iga pada paru-parunya. Oleh karena pembesaran paru-paru akibat kemasukan
air, maka pada perabaan akan terasa krepitasi oleh karena air. Edema dan kongesti
paru-paru dapat sangat hebat dimana bila berat paru-paru normal adalah 200-
300gr, sekarang bisa mencapai lebih dari 1 kilogram. Namun demikian, seiring
waktu dapat terjadi proses transudasi cairan dari paru-paru ke rongga pleura

13
sehingga berat paru-paru akan berkurang dan sebaliknya terjadi peningkatan
volume efusi pleura.
 Emphysema aquosum atau emphysema hyroaerique yaitu paru-paru tampak pucat
dengan diselingi bercak-bercak merah di antara daerah yang berwarna kelabu;
pada pengirisan tampak banyak cairan merah kehitaman bercampur buih keluar
dari penampang tersebut, yang pada keadaan paru-paru normal keluarnya cairan
bercampur busa tersebut baru tampak setelah dipijat dengan dua jari. Emphysema
aquosum dijumpai pada sekitar 80 % kasus tenggelam, dan adanya kelainan
tersebut merupakan bukti yang kuat bahwa kematian korban karena tenggelam.
Mekanisme terjadinya peristiwa ini yaitu air yang terinhalasi akan mengiritasi
membran mukosa dari saluran pernapasan dan menstimulir sekresi mukus;
pergerakan pernapasan dari udara yang ada dalam saluran pernapasan mengocok
substan tersebut sehingga terbentuk busa.

Gambar 4. Udem paru hemoragik. (5)

 Obstruksi pada sirkulasi paru-paru akan menyebabkan distensi jantung kanan dan
pembuluh vena besar dan keduanya penuh berisi darah yang merah gelap dan cair,
tidak ada bekuan.

14
Bila ciri diatas tidak ditemukan pada pemeriksaan dan penyebab lain dari
kematian telah disingkirkan, maka kematian yang terjadi dapat disebabkan oleh
atypical drowning.3

Pada kasus ini tidak ada gejala khas yang dapat menentukan secara pasti
diagnosis dry drowning kecuali tidak atau hanya sedikit cairan dalam paru.
Penegakan diagnosis dibutuhkan pemeriksaan luar dan dalam serta penelusuran
korban sebelum meninggal dan riwayat penyakit yang dideritanya. Hal yang mungkin
sedikit membantu adalah menemukan adanya tanda asfiksia pada korban seperti
adanya tanda sianosis pada bibir dan jaringan bawah kuku, pelebaran pembuluh darah
mukosa konjungtiva dan kelopak mata, tampak adanya edema paru, dapat pula cairan
dalam perut tetapi hal ini dapat mengindikasikan dry drowning atau korban sudah
meninggal sebelum di dalam air. Kasus yang termasuk dalam kategori dry drowning
dalam forensik adalah kasus tenggelam yang terjadi sesaat atau kurang dari 24 jam
dari kejadian dimana pada pemeriksaan dalam tidak atau hanya sedikit cairan yang
ditemukan dalam paru.5,6

VII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM2,3,4,5,7,13

 Benda asing dalam trakhea dapat tampak secara makroskopis misalnya, pasir,
lumpur, binatang air, tumbuhan air dan lain sebagainya; sedang kan yang
tampak secara mikroskopis diantaranya telur cacing dan diatome (ganggang
kersik). Paru-paru, hati, ginjal, dan bone marrow telah di analisa dan
kesimpulan telah diambil berdasarkan ditemukannya atau tidak ditemukannnya
organisme ini. Untuk mencari diatome, paru-paru harus didestruksi dahulu
dengan asam sulfat dan asam nitrat, kemudian disentrifuse dan endapannya
dilihat dibawah mikroskop. Saat ini penggunaan analisa diatome cenderung
digunakan pada sistem yang tertutup seperti sumsum tulang femur atau kapsul
ginjal dari tubuh yang belum membusuk. Diagnosis pada kasus tenggelam dari
analisa diatome harusnya positif tenggelam bila ditemukan diatom minimal
diatas 20 diatom / 100 ul lapangan pandang kecil (terdiri atas 10 cm dari
sample paru-paru) dan 50 diatom dari beberapa organ. Namun demikian, tes ini
memiliki keterbatasan akibat sulitnya menyingkirkan kemungkinan
kontaminasi. Diatom dapat masuk ke sirkulasi lewat saluran gastrointestinal

15
(misalnya lewat makanan) atau lewat saluran napas (diatom secara normal
dapat ditemukan di udara dalam jumlah kecil), sehingga diatom yang
ditemukan haruslah cocok dari sumsum tulang dan tempat dimana tenggelam.
Pemeriksaan diatom dapat merupakan bukti yang kuat yang dapat mendukung
dan dapat menyimpulkan seseorang tenggelam pada saat masih hidup atau
tidak.
 Beberapa tes telah dikembangkan selama beberapa tahun terakhir untuk
menentukan apakah seseorang tenggelam. Tes Gettler chloride adalah yang
paling terkenal, dimana menganalisa darah yang berasal dari sisi kiri maupun
sisi kanan jantung. Jika kadar klorida dalam darah sisi kanan jantung lebih
kurang dari sisi kiri, orang tersebut dianggap tenggelam dalam air laut dan
begitu sebaliknya jika tenggelam dalam air tawar. Tes juga dilakukan untuk
elemen lain pada darah, seperti membandingkan grafitasi spesifik darah pada
kanan dan kiri atrium. Semua tes yang telah disebut di atas tidak pasti dan
tidak mendukung dalam menyimpulkan tenggelam.

VIII. ASPEK MEDIKOLEGAL

Secara umum, apabila ditemukan korban di dalam air, penyebab kematiannya


mungkin dapat disebabkan oleh: 11,14

1. Kematian sebelum badan korban berada di dalam air

 Dapat disebabkan oleh penyakit, misalnya pada korban dengan penyakit


jantung koroner mengalami kematian mendadak menyebabkan dirinya
tergelincir dari jembatan atau perahu dan masuk ke dalam air.

 Penyebab kematian lainnya khususnya kasus kriminal dimana korban yang


sebelumnya telah dibunuh, sengaja dibuang ke air, dengan harapan identitas
dan kausa kematian dapat disembunyikan dengan pembusukan yang timbul.

2. Kematian saat tubuh korban berada dalam air, yang bukan disebabkan tenggelam
 Kematian akibat penyakit, misalnya korban dengan penyakit jantung iskemik
yang mendapat serangan saat berada dalam air.
 Trauma yang disebabkan karena terjatuh (seperti luka akibat bentur batu, sisi
kolam renang, dermaga, jembatan, dll) atau trauma saat di dalam air

16
(terbentur dasar sungai, kolam atau terhanyut gelombang pasang dan
terbentur lengkungan jembatan, batu atau obstruksi lainnya) atau akibat
trauma oleh karena perahu atau mesin perahu, dapat pula terjadi akibat
diserang oleh hewan buas seperti hiu atau buaya.
3. Kematian yang disebabkan oleh pembenaman.
4. Kematian akibat tenggelam.

Dengan adanya berbagai kemungkinan penyebab seperti yang disebutkan di


atas, maka untuk menentukan sebab pasti kematian pada kasus tenggelam diperlukan
pemeriksaan secara cermat dan menyeluruh. Namun demikian, diagnosa post
mortem merupakan masalah yang sulit dalam bidang forensik, oleh karena temuan
yang minimal, mengandung arti ganda dan bahkan negatif. Riwayat kejadian
memegang peranan penting dalam membentuk kesimpulan otopsi yang utuh dan
logis guna kepentingan medikolegal. Diagnosa ini juga seringkali bersifat spekulatif
karena minimnya kausa kematian yang lain dan pengetahuan akan kejadian
sebenarnya. Bila tidak ditemukan apapun yang bermakna, disarankan menuliskan
“sesuai dengan tenggelam” pada kesimpulan visum et repertum atau mengakui
bahwa penyebab kematian “tidak dapat ditentukan”.

IX. KESIMPULAN

Tenggelam merupakan suatu proses yang menghasilkan kegagalan respirasi


akibat dari terbenamnya, sebagian atau seluruh bagian tubuh dalam media cairan.
Secara morfologi tenggelam dapat diklasifikasikan menjadi wet (typikal)
drowning, dry (atypical) drowning serta secondary (near) drowning. Pada wet
drowning, ciri klasik tenggelam dapat ditemukan, sementara pada atypical
drowning, hanya sedikit atau tidak terdapat adanya ciri tersebut, mekanismenya
dapat terjadi akibat stimulasi vagal menyebabkan inhibisi jantung atau akibat
spasme laring. Near Drowning adalah suatu keadaan dimana muncul gejala
beberapa hari setelah korban tenggelam diselamatkan dan korban meninggal akibat
komplikasi akibat kegagalan multiorgan. Pada pemeriksaan kasus tenggelam
khususnya pad wet drowning dapat ditemukan tanda-tanda antara lain bercak-
bercak paltauf, edema dan kongesti paru-paru hebat, emphysema aquosum atau
emphysema hyroaerique, serta ditemu kannya diatom pada paru-paru, hati, ginjal,

17
dan susmsum tulang. Bila ciri ini tidak ditemukan pada pemeriksaan dan penyebab
lain dari kematian telah disingkirkan, maka kematian yang terjadi dapat
disebabkan oleh atypical drowning.
Dengan adanya berbagai kemungkinan penyebab kematian pada kasus
tenggelam, maka untuk menentukan sebab pasti kematian diperlukan pemeriksaan
secara cermat dan menyeluruh. Bila tidak ditemukan apapun yang bermakna,
disarankan menuliskan “sesuai dengan tenggelam” pada kesimpulan visum et
repertum atau mengakui bahwa penyebab kematian “tidak dapat ditentukan”.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Jay Dix and Robert Calaluce. Asphyxia and Drowning. Forensic Pathology. CRC
Press LLC. 2001. P 73-9.

2. Mun’im A. Tenggelam. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Binarupa


Aksara. Jakarta. 1997. Hal 178-89.

3. Howard C. Asphyxxia/Anoxic Deaths. Forensic Medicine. Chelsea House


Publishers. 2006. P 57-64.

4. Bell MD. Drowning. Forensic Pathology Principles and Practice. Elsevier. New
York. p 227-37.

5. DiMaio VJ. Death by Drowning. Forensic Pathology Second Edition. CRC Press
LLC. 2001. p 395-402.

6. Jay Dix. Asphyxxia (Suffocation) and Drowning. Color Atlas of Forensic Pathology.
CRC Press LLC. 2001. P 99-115.

7. Michael Tsokos. Macroscopical, Microscopical, and Laboratory Findings in


Drowning Victims. Forensic Pathology Reviews. Humana Press. 2005. P 3-61.

8. Michael T Sheaff and Deborah J Hopster. The Respiratory System. Post Mortem
Technique Handbook Second Edition. Springer. 2004. P 194.

9. Derrick Pounder. Injury And Death in Water. Lecture Notes in Forensic Medicine.
University of Dundee. 2004. P 32-4.

10. Sheperd MS. Drowning. [online]. 2008 [cited 2008 Feb 11st]. Available from URL :
www.emedicine.com

11. Simpson CK. Immersion and Drowning. Simpson’s Forensic Medicine 11st edition.
Oxford University Press. London. p. 96-9.

19
12. Shkrum MJ and Ramsay DA. Bodies Recovered From Water. Forensic Pathology of
Trauma:Common Problems for the Pathologist. Humana Press Inc. New Jersey.
2007. p. 243-94

13. Dounder DJ. Drowning. Encyclopedia of Forensic and Legal Medicine 1st edition.
Elsevier. New York. p.227-32

20

Anda mungkin juga menyukai