Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut WHO (World Healh Organization) stroke didefinisikan suatu
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan
gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak1. Stroke merupakan penyebab utama kematian ketiga yang paling
sering setelah penyakit kardiovaskuler di Amerika Serikat1,2.
Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan
sehingga orang yang mengalaminya memiliki ketergantungan pada orang
lain pada kelompok usia 45 tahun ke atas dan angka kematian yang
diakibatnya cukup tinggi.12
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan
atas gambaran klinik, patologi anatomi, sistem peredaran darah dan
stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap
jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif, dan prognosis yang
berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Klasifikasi patologi anatomi dan
penyebabnya berupa1:
1. Stroke Iskemik (Non-Hemoragik)
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis Serebri
c. Emboli Serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan Intraserebral
b. Perdarahan Subarakhnoid
Stroke iskemik atau stroke non-hemoragik terjadi akibat penutupan
aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka terjadi serangkaian proses
patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler
berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti dengan kerusakan
1

fungsi dan integritas susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan


kematian neuron3,4. Stroke non-hemoragik lebih sering dijumpai dan
diagnosisnya mudah ditegakkan, yaitu timbulnya defisit neurologik secara
mendadak (misalnya hemiparesis), dan kesadaran umumnya tidak
menurun5,6.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Stroke non-hemoragik merupakan gangguan peredaran darah pada
otak yang dapat berupa penyumbatan pembuluh darah arteri, sehingga
menimbulkan infark/iskemik. Umumnya terjadi pada saat istirahat. Tidak
terjadi perdarahan dan kesadaran umumnya baik. Stroke non-hemoragik
terjadi karena penurunan aliran darah sampai ke bawah titik kritis, sehingga
terjadi gangguan fungsi pada sebagian jaringan otak. Bila hal ini lebih berat
dan berlangsung lebih lama dapat terjadi infark dan kematian. Berkurangnya
aliran darah ke otak dapat disebabkan oleh berbagai hal misalnya trombus,
emboli yang menyumbat salah satu pembuluh darah, atau gagalnya
pengaliran darah oleh sebab lain, misalnya kelainan jantung (fibrilasi,
asistol) 5,6.
2.2. Anatomi Perdarahan Otak
Vaskularisasi susunan saraf pusat sangat berkaitan dengan tingkat
kegiatan metabolisme pada bagian tertentu dan ini berkaitan dengan banyak
sedikitnya dendrit dan sinaps di daerah tersebut. Pembuluh darah utama
yang mendarahi otak ialah sepasang arteria karotis interna dan sepasang
arteria vertebralis. Dari kedua sumber pendarah itu akan berhubungan
membentuk kolateral yang disebut sirkulus Willisi. Sistem kolateral juga
dijumpai pada pembuluh-pembuluh yang berada di dalam jaringan otak.
Penyaluran darah selanjutnya melalui sistem vena yang akan bermuara ke
dalam sinus duramatris7.
Pada permukaan otak, arteri pendarah membentuk anastomosis yang
cukup, sedangkan anastomosis di dalam jaringan otak lebih sedikit.

Pembuluh darah dari arteri permukaan yang menembus/memasuki jarigan


otak, secara fungsional dapat dianggap sebagai end artery7.

Gambar 2.1. Sirkulus Willisi

a. Sistem Karotis
Pembuluh

utama

ialah

arteri

carotis

kommunis

yang

mempercabangkan selain arteria karotis eksterna juga arteri karotis


interna yang akan banyak mendarahi bangunan intrakranial terutama
dalam hal ini ialah hemisferium serebri. Cabang-cabang besar arteria
karotis interna adalah: a. oftalmika, a. komunikans posterior, a. khoroidal
anterior, a. serebri anterior, a. komunikans anterior, dan a. serebri media8.

b. Sistem Vertebrobasiler

Dengan sepasang arteri vertebralis yang kemudian bersatu menjadi


arteri basilaris, akan mendarahi batang otak dan serebellum dengan tiga
kelompok arteri yakni: median, paramedian, dan arteri sirkumferensial.
Arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang a. serebri posterior7,8.

2.3. Etiologi
a. Trombus
Oklusi vaskuler hampir selalu disebabkan oleh trombus, yang
terdiri dari trombosit, fibrin, sel eritrosit dan lekosit. Trombus yang lepas
dan menyangkut di pembuluh darah lebih distal disebut embolus7.
b. Emboli
Emboli merupakan 5-15 % dari penyebab stroke. Dari penelitian
epidemiologi didapatkan bahwa sekitar 50 % dari semua serangan iskmik
otak, apakah yang permanen atau yang transien, diakibatkan oleh
komplikasi trombotik atau embolik dari ateroma, yang merupakan
kelainan dari arteri ukuran besar atau sedang, dan sekitar 25 %
disebabkan oleh penyakit pembuluh darah kecil di intyrakranial dan 20 %
oleh emboli jantung. Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah,
kolesterol, lemak, fibrin trombosit, udara, tumor, metastase, bakteri,
benda asing7.

Faktor Resiko Stroke

2.4. Insiden
Di pusat-pusat pelayanan neurologi di indonesia jumlah penderita
gangguan peredaran darah otak (GPDO) selalu menempati urutan pertama
dari seluruh penderita rawat inap. Trombosis lebih sering pada umur 50-an
hingga 70-an. GPDO pada anak muda banyak dijumpai akibat infark karena
emboli, yaitu mulai dari usia di bawah 20 tahun dan meningkat pada dekade
ke-4 hingga ke-6 dari usia, lalu menurun dan jarang dijumpai pada usia yang
lebih tua7.
2.5. Patofisiologi
Darah merupakan suatu suspensi yang terdiri dari plasma dengan
berbagai macam sel yang terdapat di dalamnya. Dalam keadaan fisiologik,
jumlah darah yang mengalir ke otak ialah 50-60 ml/100 gram otak/menit
atau 700-840 ml/menit7,8.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ADO dibagi dalam:
a. Faktor Ekstrinsik
1. Tekanan Darah Sistemik (TDS), pada keadaan normal, naik turunnya
TDS tidak mempengaruhi ADO karena adanya autoregulasi.
2. Diameter pembuluh darah. Resistensi vaskuler terbesar terjadi pada
pembuluh darah terkecil. Bila lumen menyempit 70%, maka akan
mengganggu ADO.
3. Kualitas darah
a) Viskositas darah. Bila hematokrit naik, maka viskositas darah akan
meningktya pula, resistensi serebrovaskuler juga naik sehingga
ADO menurun.

b) Eritrosit, terjadi peningkatan agregasi eritrosit dan penurunan


deformabilitas eritrosit.
c) Platelet
b. Faktor intrinsik
1. Autoregulasi, yaitu kemampuan pembuluh darah arteriol otak untuk
mempertahankan ADO meskipun terjadi perubahan pada tekanan
perfusi otak. Autoregulasi akan berfungsi dengan baik, bila tekanan
sistolik 60-200 mmHg dan tekanan diastolik 60-120 mmHg.
2. Faktor Biokimiawi
a) Karbon

dioksida

(CO2).

Peningkatan

tekanan

CO2

akan

menyebabkan vasodilatasi, sehingga resistensi serebral turun,


akibatnya ADO akan meningkat.
b) Oksigen (O2). Bila tekanan O2 turun kurang dari 50 mmHg akan
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi sehingga ADO meningkat
dan sebaliknya.
c) Pengaruh ion H+. Bila kadar ion H turun (asidosis) maka daerah
iskemik akan berubah jadi infark.
d) Ion K+. Ion K mencapai ruang ekstraseluler saat aktivasi kortikal
dan mencapai otot-otot pembuluh darah melalui difusi dan ini
bertanggung jawab terhadap peningkatan perfusi regional.
3. Susunan saraf otonom. Rangsang sistem simpatis servikal akan
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak, sehingga ADO
turun.

10

a. Iskemia Otak
Iskemia otak ialah gangguan aliran darah otak (ADO) yang
membahayakan fungsi neuron tanpa perubahan yang menetap. Bila ADO
turun pada batas kritis yaitu 18 ml/100 gr otak/menit maka akan terjadi
penekanan aktivitas neural tanpa perubahan struktural dari sel. Daerah
otak dengan keadaan ini dikenal sebagai penumbra sistemik. Disini sel
relatif inaktif tapi masih viable8.
Pada 3 jam permulaan iskemia, akan terjadi kenaikan kadar air dan
natrium pada substansia grisea dan setelah 12-48 jam terjadi kenaikan
yang progresif dari kadar air dan natrium pada substansia alba, sehingga
memperberat edem otak dan meningkatkan tekanan intrakranial8.
Bila terjadi sumbatan pembuluh darah, maka daerah sentral yang
diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut akan mengalami iskemia berat
sampai infark8.

b. Infark Otak
Dengan bertambahnya usia, DM, hipertensi, dan merokok
merupakan faktor terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis sendiri
merupakan kombinasi dari perubahan tunika intima dengan penumpukan
lemak, komposisi darah maupun deposit kalsium dan disertai pula
perubahan pada tunika media di pembuluh darah besar yang
menyebabkan permukaan menjadi tidak rata. Pada saat aliran darah
lambat (saat tidur), maka dapat terjadi penyumbatan (trombosis). Untuk
pembuluh darah kecil dan arteriol, terjadi penumpukan lipohialinosis
yang dapat mengakibatkan mikroinfark8.
Ada 3 jalur terjadinya trombus yaitu8:

11

a. Melalu asam arakidonat


b. Melalui ADP
c. Melalui faktor aktivasi platelet (PAF)
Emboli berasal dari trombus yang rapuh atau kristal kolesterol dalam
a. karotis dan a. vertebralis yang sklerotik, bila terlepas dan mengikuti aliran
darah akan menimbulkan emboli arteri intrakranium, yang akhirnya
menyebabkan iskemia otak. Adanya kelainan katup jantung baik kogenital
maupun karena infeksi, atrial fibrilasi merupakan faktor resiko terjadinya
embolisasi8.

2.6. Gejala Klinik


Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokalisasinya7.
Gejala utama GPDO iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya
defisit neurologik secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal,
terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak
menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Pada pungsi
lumbal, liquor serebrospinalis jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang
dari 500. Pemeriksaan CT Scan dapat dilihat adanya daerah hipodens yang
menunjukkan infark/iskmik dan edema7.
GPDO akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda,
mendadak dan pada waktu aktif. Sumber emboli berasal dari berbagai
tempat yakni kelainan jantung atau ateroma yang terlepas. Kesadaran dapat
menurun bila embolus cukup besar. Likuor serebrospinalis adalah normal7.

12

Pendarahan otak dilayani oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasilar. Gangguan pada sistem karotis menyebabkan8:
1.

Gangguan penglihatan

2.

Gangguan bicara, disfasia atau afasia

3.

Gangguan motorik, hemiplegi/hemiparese kontralateral

4.

Ganguan sensorik

Gangguan pada sistem vertebrobasilar menyebabkan7:


1. Ganguan penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada
lobus oksipital
2. Gangguan nervi kranialais bila mengenai batang otak
3. Gangguan motorik
4. Gnggguan koordinasi
5. Drop attack
6. Gangguan sensorik
7. Gangguan kesadaran
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti; afasia, gangguan
sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih
lumpuh., eye deviation, hemipareses yang disertai kejang8.
Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan
tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri

13

dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila
disertai hemiplegi, lesi pada kapsula interna8.
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa: hemiplegi alternans,
tanda-tanda

serebelar,

nistagmus, gangguan

pendengaran,

gangguan

sensoris, disartri, gangguan menelan, deviasi lidah8.


Bila topis di medulla spinalis, akan timbul gejala seperti; gangguan
sensoris dan keringat sesuai tinggi lesi, gangguan miksi dan defekasi8.

2.7. Diagnosis Banding


Diagnosis banding stroke non-hemoragik dapat dibedakan dengan
stroke hemoragik sebagai berikut9.

Gejala

Perdarahan

Iskemik

Sangat akut

Subakut

Aktif

Bangun pagi

++

Nyeri kepala

++

Muntah

++

Kejang-kejang

++

Kesadaran menurun

++

+/-

Permulaan
Waktu serangan
Peringatan sebelumnya

14

Bradikardi

+++ (hari 1)

+ (hari 4)

Perdarahan di retina

++

Papil edema

++

++

Ptosis

++

Lokasi

Subkortikal

Kortikal/subkortikal

Kaku

kuduk,

kernig,

brudzinski

2.8. Penegakan Diagnosis


Ditetapkan dari anamnesis, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan
penunjang. Beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan yaitu sebagai
berikut:13
a. CT dan MRI
Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari sroke
adalah Computerised Topography (CT) dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) pada kepala. Mesin CT dan MRI masing-masing
merekam citra sinar X atau resonansi magnet. Setiap citra individual
memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan daerah abnormal
yang ada di dalamnya.
Pada CT, pasien diberi sinar X dalam dosis sangat rendah yang
digunakan menembus kepala. Sinar X yang digunakan serupa dengan
pada pemeriksaan dada, tetapi dengan panjang ke radiasi yang jauh lebih
rendah. Pemeriksaan memerlukan waktu 15 20 menit, tidak nyeri, dan

15

menimbulkan resiko radiasi minimal keculi pada wanita hamil. CT


sangat handal mendeteksi perdarahan intrakranium, tetapi kurang peka
untuk mendeteksi stroke iskemik ringan, terutama pada tahap paling
awal. CT dapat memberi hasil negatif-semu (yaitu, tidak memperlihatkan
adanya kerusakan) hingga separuh dari semua kasus stroke iskemik.
Mesin

MRI

menggunakan

medan

magnetik

kuat

untuk

menghasilkan dan mengukur interaksi antara gelombang-gelombang


magnet dan nukleus di atom yang bersangkutan (misalnya nukleus
Hidrogen) di dalam jaringan kepala. Pemindaian dengan MRI biasanya
berlangsung sekitar 30 menit. Alat ini tidak dapat digunakan jika terdapat
alat pacu jantung atau alat logam lainnya di dalam tubuh. Selain itu,
orang bertubuh besar mungkin tidak dapat masuk ke dalam mesin MRI,
sementara sebagian lagi merasakan ketakutan dalam ruangan tertutup dan
tidak tahan menjalani prosedur meski sudah mendapat obat penenang.
Pemeriksaan MRI aman, tidak invasif, dan tidak menimbulkan nyeri.
MRI lebih sensitif dibandingkan CT dalam mendeteksi stroke iskemik,
bahkan pad stadium dini. Alat ini kurang peka dibandingkan CT dalam
mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.

b. Ultrasonografi
Pemindaian

arteri

karotis

dilakukan

dengan

menggunakan

gelombang suara untuk menciptakan citra. Pendaian ini digunakan untuk


mencari kemungkinan penyempitan arteri atau pembekuan di arteri
utama. Prosedur ini aman, tidak menimbulkan nyeri, dan relatif cepat
(sekitar 20-30 menit).
c. Angiografi otak

16

Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak


dalam citra sinar-X kedalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinarX kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di kepala
dan leher. Angiografi otak menghasilkan gambar paling akurat mengenai
arteri dan vena dan digunakan untuk mencari penyempitan atau
perubahan patologis lain, misalnya aneurisma. Namun, tindakan ini
memiliki resiko kematian pada satu dari setiap 200 orang yang diperiksa.
d. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal kadang dilakukan jika diagnosa stroke belum jelas.
Sebagai contoh, tindakan ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan
infeksi susunan saraf pusat serta cara ini juga dilakukan untuk
mendiagnosa perdarahan subaraknoid. Prosedur ini memerlukan waktu
sekitar 10-20 menit dan dilakukan di bawah pembiusan lokal.
d. EKG
EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung
atau penyakit jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke. Prosedur
EKG biasanya membutuhkan waktu hanya beberapa menit serta aman
dan tidak menimbulkan nyeri.
e. Foto toraks
Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan untuk
mencari kelainan dada, termasuk penyakit jantung dan paru. Bagi pasien
stroke, cara ini juga dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab
setiap perburukan keadaan pasien. Prosedur ini cepat dan tidak
menimbulkan nyeri, tetapi memerlukan kehati-hatian khusus untuk
melindungi pasien dari pajanan radiasi yang tidak diperlukan (Feigin,
2009).
f. Pemeriksaan darah dan urine
Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab
stroke dan untuk menyingkirkan penyakit lain yang mirip stroke.
Pemeriksaan yang direkomendasikan:

17

Analisis urine mencakup penghitungan sel dan kimia urine untuk


mengidentifikasi infeksi dan penyakit ginjal
1. Hitung darah lengkap untuk melihat penyebab stroke seperti
trombositosis, trombositopenia, polisitemia, anemia (termasuk sikle
cell disease).
2. Laju endap darah untuk medeteksi terjadinya giant cell arteritis atau
vaskulitis lainnya.
3. Serologi untuk sifilis.
4. Glukosa darah untuk melihat DM, hipoglikemia, atau hiperglikemia.
5. Lipid serum untuk melihat faktor risiko stroke

Dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan


gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala
serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak
tertentu. Dimana menurut perjalanan penyakitnya terdiri dari9:
1. Serangan iskemia sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak yang akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND). Gejala neurologik yeng timbul akan menghilang dalam
waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
4. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in Evolution). Gejala
neurologik makin lama makin berat.

18

5. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent stroke).


Sistem skor
Perbedaan antara stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik sangat
penting dalam rangka pengobatan stroke, pengetahuan mengenai taraf
ketepatan pembuktian klinis terhadap stroke hemoragik dan stroke nonhemoragik yang dapat diandalkan akan sangat membantu para dokter yang
bekerja di daerah terpencil dengan fasilitas pelayanan medis yang sangat
terbatas dan belum tersedianya pemeriksaan penunjang yang memadai
(misalnya CT-Scan).

Untuk itu beberapa peneliti mencoba membuat

perbedaan antara kedua jenis stroke dengan menggunakan tabel dengan


sistem skor.
Skor Siriraj
1
Kesadaran ( x 2,5 )
2

Muntah ( x 2 )

Nyeri kepala dalam

4
5

2 jam ( x 2 )
Tekanan Diastolik ( DBP )
Atheroma markers ( x 3 )
diabetes, angina,

claudicatio intermitten
Konstanta
Total skor =
Interpretasi skor
Skor

Compos mentis
Mengantuk

0
1

Semi koma, koma


Tidak

2
0

Ya
Tidak

1
0

Ya

1
DBP x 0,1
0
1

Tidak
Satu atau lebih

- 12

-1
1

=
=

Atau dengan menggunakan algoritma gajah mada

Non hemoragik
Hemoragik

19

2.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut PERDOSSI (2007) dibagi atas 3 stadium,
yaitu10:
a. Stadium hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat
dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan
agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien
diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian
cairan dekstrosa atau salin dalam H2O10.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto
toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR,

20

APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia,


dilakukan analisis gas darah10.
Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan
dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada
keluarganya agar tetap tenang10.
b. Stadium akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik
maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara
dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien.
Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut
dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan
pasien yang dapat dilakukan keluarga10.
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu8:
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan bahwa fungsi paru-paru
cukup baik. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu bila kadar
oksigen darah berkurang.
2. Brain
Edem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila
terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan penderita yang
mengantuk, adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan funduskopi,
dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yag timbul
dapat diberikan Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.
3. Blood

21

Tekanan Darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan


darah ke otak. Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi
tekanan perfusi yang justru akan menambah iskemik lagi. Kadar Hb
dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak.
Pemberian infus glukosa harus dicegah karena akan menambah
terjadinya asidosis di daerah infark yang ini akan mempermudah
terjadinya udem. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya
obstipasi karena akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup.
Bila pelu diberikan nasogastric tube.
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai
terjadi retentio urinae. Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.

Untuk

stroke iskemik atau non-hemoragik, terapi umum yang

dapat dilakukan berupa berupa10:


1. Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap
bila hemodinamik sudah stabil.
2. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.
Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya
dengan kateter intermiten).
3. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 15002000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung
glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika

22

fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau


kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.
4. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3
hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg
% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai
kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
5. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obatobatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan,
kecuali bila tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg,
Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali
pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark
miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan
tekanan

darah

maksimal

adalah

20%,

dan

obat

yang

direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta,


penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
6. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik
70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500
mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi
dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih
< 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan
darah sistolik 110 mmHg.
7. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per
oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,
diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
8. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai
fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan
0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus

23

dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif,


dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Untuk pengobatan khusus, pada fase akut pengobatan ditujukan
untuk membatasi kerusakan otak semaksimal mungkin. Untuk daerah
yang mengalami infark kita tidak bisa berbuat banyak. Yang penting
adalah menyelamatkan daerah disekitar infark yang disebut daerah
penumbra8.
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti
aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA
(recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen
neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia)10.
Neuron-neuron di daerah penumbra ini sebenarnya masih hidup,
akan tetapi tidak dapat berfungsi oleh karena aliran darahnya tidak
adekuat. Daerah inilah yang harus diselamatkan agar dapat berfungsi
kembali8.
Viskositas darah dipengaruhi oleh8:
1. Hematokrit
2. Plasma fibrinogen
3. Rigiditas eritrosit
4. Agregasi trombosit

c. Stadium subakut

24

Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku,


menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik).
Mengingat

perjalanan

penyakit

yang

panjang,

dibutuhkan

penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan


tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan
program preventif primer dan sekunder10.
Terapi fase subakut10:
1. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya;
2. Penatalaksanaan komplikasi;
3. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi,
terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi;
4. Prevensi sekunder;
5. Edukasi keluarga dan Discharge Planning.

Untuk rehabilitasi, tujuannya ialah8:


1. Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu
2. Adaptasi mental; sosial dari penderita strke, sehingga hubungan
interpersonal menjadi normal.
3. Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

Prinsip dasar rehabilitasi berupa8:


1. Mulailah sedini mungkin;
2. Sistematis;
3. Ditingkatkan secara bertahap;

25

4. Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada.

2.10. Prognosis
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran
status neurologiknya stelah dirawat. Sebagian disebabkan edema otak dan
maturasi iskemi otak. Infark luas yang menimbulkan hemiplegi dan
penurunan kesadaran 30-40 %. Sekitar 10 % pasien dengan stroke iskemik
membaik dengan fungsi normal. Juga dipermasalahkan apakah seseorang
akan mengalami stroke ulang. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan
kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung koroner. Penyebab utama
kematian setelah jangka panjang adalah penyakit jantung8.

26

BAB III
KESIMPULAN
Stroke non-hemoragik merupakan gangguan peredaran darah pada otak
yang dapat berupa penyumbatan pembuluh darah arteri, sehingga menimbulkan
infark/iskemik. Umumnya terjadi pada saat istirahat. Tidak terjadi perdarahan dan
kesadaran umumnya baik.
Tujuan penatalaksanaan komprehensif pada kasus stroke akut adalah: (1)
meminimalkan jumlah sel yang rusak melalui perbaikan jaringan penumbra dan
mencegah perdarahan lebih lanjut pada perdarahan intraserebral, (2) mencegah
secara dini komplikasi neurologik maupun medik, dan (3) mempercepat perbaikan
fungsi neurologis secara keseluruhan. Jika secara keseluruhan dapat berhasil baik,
prognosis pasien diharapkan akan lebih baik. Pengenalan tanda dan gejala dini
stroke dan upaya rujukan ke rumah sakit harus segera dilakukan karena
keberhasilan terapi stroke sangat ditentukan oleh kecepatan tindakan pada stadium
akut; makin lama upaya rujukan ke rumah sakit atau makin panjang saat antara
serangan dengan pemberian terapi, makin buruk prognosisnya.

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Victor M., Ropper AH. Principles of Neurology. 7th ed. New York: The
McGraw-Hill Companies Inc. 2001: 1608-24.
2. Pohjasvaara T., Leppavuori A., Siira I., Vataja R., Kaste M., Erkinjuntti T.
Frequency and Clinical Determinants of Poststroke Depression. Stroke,
1998; 29: 2311-17.
3. Gusev

E.,

Skvorsova

VI.

Brain

Ischemia.

New

York:

Kluwer

Academic/Plenum Publisher. 2003: 9-19.


4. Hachinski V., Norris JW. The Acute Stroke. Philadelphia: FA Davis
Company. 1985: 245-51.
5. DiPiro JT., et all. Pharmacoterapy Handbook: a Pathophysiologic
Approach. 6th ed. United States of America: McGraw Hill Companies.
2005.
6. Mansjoer A., dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3, Jilid 2. Jakarta:
Penerbit Media Ausculapius FKUI. 2000.
7. Aliah A., Kuswara FF., Limoa RA., Wuysang. Gangguan Peredaran Darah
Otak. Dalam: Kapita Selekta Neuorologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. 2003: 79-102.
8. Hadinoto S., Setiawan, Soetedjo. Stroke Non Hemoragis. Dalam:
Pengelolaan Mutakhir Stroke. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. 1992: 1-46.
9. Mardjono M., Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf.
Dalam: Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 1994: 267-301.
10. Setyopranoto I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK, 2011; 185 (38):
247-250.
11. Hacke W., Hennerici M., Gelmers HJ., Kramer G. Epidemiology and
Classification of Strokes. In: Ischemia. Germany: Springer-Verlag. 1991: 408.

28

12. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.


Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta, 2007.

13. Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. PT


Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. 2009: 29-30.

Anda mungkin juga menyukai