Anda di halaman 1dari 28

Referat

KOLESISTITIS
HALAMAN JUDUL

Oleh:
Nanda Maharani Saqadifa, S.ked - 04054822022154

Pembimbing
dr. Vidi Orba Busro, Sp.PD, KGEH

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKUKTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

KOLESISTITIS

Oleh:

Nanda Maharani Saqadifa, S.ked 04054822022154

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Univesitas Sriwijaya/RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode Juni 2020 – Juli 2020

Palembang, Juni 2020

dr. Vidi Orba Busro, Sp.PD, KGEH


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME atas rahmat dan anugerah-Nyalah referat yang berjudul
“KOLESISTITIS” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.

Referat ini disusun sebagai syarat ujian di bagian Ilmu Penyakit Dalam. Tujuan
disusunnya referat ini agar dapat mengetahui mengenai kolesistitis. Penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada dr. Vidi Orba Busro, Sp.PD, KGEH yang telah
membimbing dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan
referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat dan teman-teman sejawat
di bagian ilmu penyakit dalam yang telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis.

Akhir kata, referat ini hanyalah sebentuk kecil tulisan yang masih mengharapkan
banyak kritik dan saran sehingga dalam perkembangannya dapat menjadi lebih baik lagi.
Semoga bermanfaat.

Palembang, Juni 2020

Nanda Maharani Saqadifa, S.ked


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iv
BAB I.........................................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................3
2.1Definisi..............................................................................................................................3
2.2 Epidemiologi....................................................................................................................3
2.3 Etiologi.............................................................................................................................4
2.4 Patogenesis.......................................................................................................................5
2.5 Faktor Risiko....................................................................................................................9
2.6 Gejala dan Tanda..............................................................................................................9
2.7 Penegakan Diagnosis......................................................................................................10
2.8 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................10
2.9 Tatalaksana.....................................................................................................................13
2.10 Komplikasi...................................................................................................................14
2.11 Prognosis......................................................................................................................15
BAB III.....................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel
darah didalam parenkim hati1.
Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan
abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk
Indonesia. AHP dikenal juga sebagai, bacterial liver abscess, merupakan kasus
yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400 SM) dan
dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.1
Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang
jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus
urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan. Di
negara yang sedang berkembang abses hati amuba lebih sering didapatkan secara
endemik dibandingkan dengan abses hati piogenik. Abses hati piogenik relatif
lebih jarang dibandingkan abses hati amebik tetapi jika penanganannya terlambat
akan lebih berbahaya karena sering terjadi komplikasi sepsis atau peritonitis
sekunder akibat dari rupturnya abses ke rongga pleura maupun peritoneum.1
Dalam beberapa dekade terakhir ini telah banyak perubahan mengenai aspek
epidemiologis, etiologi, bakteriologi, cara diagnostik maupun mengenai
pengelolaan serta prognosisnya.
Penanganan abses hati sebaiknya dilakukan secara tepat dan dalam waktu
secepatnya, karena keterlambatan atau tidak tepatnya penanganan dapat berakibat
terjadi komplikasi fatal. Komplikasi abses hati mencakup sepsis, empiema dan
rupturnya abses hati ke rongga peritoneum, rongga pleura maupun rongga
retroperitoneum.2
Penatalaksanaan abses hati meliputi terapi konservatif dan terapi agresif.
Terapi konservatif pada abses hati adalah dengan pemberian terapi
medikamentosa, sedangkan yang termasuk terapi agresif adalah tindakan drainase
pus (nanah) maupun operasi.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kolesistitis adalah reaksi inflamasi akut atau kronis dinding kandung
empedu. Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis adalah
stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.
Kolesistitis akut merupakan penyakit yang serius dan cenderung timbul
setelah terjadinya cedera, pembedahan, luka bakar, sepsis, penyakit-penyakit
yang parah (terutama penderita yang menerima makanan lewat infus dalam
jangka waktu yang lama). Kolesistitis kronis adalah peradangan menahun dari
dinding kandung empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri
perut yang tajam dan hebat. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan
angka kejadiannya meningkat pada usia diatas 40 tahun.

Sumber: Kementerian Kesehatan RI. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI


DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER. 2014.
https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/Permenkes_5_2014.pdf

Kolesistitis kronik adalah inflamasi pada kandung empedu yang


berlangsung lama dan berhubungan dengan adanya batu di kandung empedu,
kolesistitis akut atau subakut yang berulang, atau iritasi dinding kandung
empedu karena batu. Adanya bakteria di dalam empedu ditemukan pada > 25
% pasien dengan kolesistitis kronik.

Idrus alwi, simon salim, rudy hidayat, juferdy kurniawan dkk. Penatalaksanaan di
bidang ilmu penyakit dalam : Panduan Praktis Klinis. 2015 p 256-260

Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi kandung empedu dengan/atau tanpa


adanya batu, akibat infeksi bakterial akut yang disertai keluhan nyeri perut kanan
atas, nyeri tekan dan panas badan. Faktor yang mempengaruhi terjadinya
kolesistitis akut yaitu statis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding
kandung empedu. Kuman yang tersering menyebabkan kolesistitis akut yaitu
E.Coli, Strep.Fecalis, Klebsiella, anaerob (Bacteroides dan Clostridia);kuman
akan mendekonjugasi garam empedu sehingga menghasilkan asam empedu toksik
yang merusak mukosa. Penyebab utama adalah batu kandung empedu yang
terletak di duktus sistikus sehingga menyebabkan statis cairan empedu, sedangkan
sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut
akalkulus) seperti karena regurgitasi enzim pankreas. Wanita, obesitas, dan usia
lebih dari 40 tahun akan lebih sering terkena.l'2
Sumber: ppk pdl

Kolesistitis kronik adalah inflamasi pada kandung empedu yang


berlangsung lama dan berhubungan dengan adanya batu di kandung empedu,
kolesistitis akut atau subakut yang berulang, atau iritasi dinding kandung
empedu karena batu. Adanya bakteria di dalam empedu ditemukan pada > 25
% pasien dengan kolesistitis kronik.
Sumber: ppk ipd

2.2 Epidemiologi
Amubiasis terjadi pada 10% dari populasi dunia dan paling umum di
daerah tropis dan subtropik. Penyakit ini sering diderita orang muda dan sering
pada etnik Hispanik dewasa (92%). Terjadi 10 kali lebih umum pada pria seperti
pada wanita dan jarang terjadi pada anak-anak. Amebiasis merupakan infeksi
tertinggi ketiga penyebab kematian setelah schistosomiasis dan malaria. Daerah
endemisnya meliputi Afrika, Asia Tenggara, Meksiko, Venezuela, dan
Kolombia.lnsiden abses hati amuba di Amerika Serikat mencapai 0,05 %
sedangkan di India dan Mesir mencapai 10%-30%.2
Hampir 10 % penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi
E.histolytica tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Insidens amubiasis
hati di rumah sakit seperti Thailand berkisar 0,17 % sedangkan di berbagai rumah
sakit di Indonesia berkisar antara 5-15% pasien/tahun. Penelitian di Indonesia
menunjukkan perbandingan pria dan wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang
tersering pada dekade keempat. Penularan umumnya melalui jalur oral-fekal dan
dapat juga oral-anal-fekal. Kebanyakan yang menderita amubiasis hati adalah pria
dengan rasio 3,4-8,5 kali lebih sering dari wanita. Usia yang sering dikenai
berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak.
Infeksi E.histolytica memiliki prevalensi yang tinggi di daerah subtropikal dan
tropikal dengan kondisi yang padat penduduk, sanitasi serta gizi yang buruk.5

2.3 Etiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah
stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang
terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan
sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut
akalkulus). Bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis
akut, masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh, seperti
kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak
lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan
supurasi.
Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup
lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena keganasan
kandung empedu, batu di saluran empedu atau merupakan salah satu komplikasi
penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes mellitus.
Sumber: ipd

Kolesistitis terjadi ketika kantong empedu mengalami peradangan. Peradangan


kandung empedu dapat disebabkan oleh:
- Batu empedu. Paling sering, kolesistitis adalah hasil dari partikel keras
yang berkembang di kantong empedu (batu empedu). Batu empedu dapat
menyumbat tabung (saluran kistik) di mana empedu mengalir saat
meninggalkan kantong empedu. Empedu menumpuk, menyebabkan
peradangan.
- Tumor. Tumor dapat mencegah empedu keluar dari kantong empedu
dengan benar, menyebabkan penumpukan empedu yang dapat
menyebabkan kolesistitis.
- Penyumbatan saluran empedu. Kinking atau jaringan parut pada saluran
empedu dapat menyebabkan penyumbatan yang menyebabkan kolesistitis.
- Infeksi. AIDS dan infeksi virus tertentu dapat memicu peradangan
kandung empedu.
- Masalah pembuluh darah. Penyakit yang sangat parah dapat merusak
pembuluh darah dan menurunkan aliran darah ke kantong empedu,
menyebabkan kolesistitis
Sumber: mayo

2.4 Patogenesis
Penularan

2.5 Faktor Risiko


Memiliki batu empedu adalah faktor risiko utama untuk mengembangkan
kolesistitis.
Sumber: mayo

2.6 Gejala dan Tanda


Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di
sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh.
Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau scapula kanan dan dapat
berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat
bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan
gangrene atau perforasi kandung empedu.
Pada kepustakaan barat sering dilaporkan bahwa pasien kolesistitis akut umumnya
perempuan, gemuk dan berusia di atas 40 tahun, tetapi menurut lesmana La, dkk,
hal ini sering tidak sesuai untuk pasien-pasien di negara kita.
Pada pemeriksaan fisi teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disetai tanda-
tanda peritonitis lokal (tanda murphy).
Icterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin <4,0 mg/dl).
Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu disaluran
empedu ekstra hapatik.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis serta
kemungkinan peninggian serum transaminase dan fosfatase alkali. Apabila
keluhan nyeri bertambah hebat disertai suhu tinggi dan menggigil serta
leukositosis berat, kemungkinan terjadi empyema dan perforasi kandung empedu
perlu dipertimbangkan.
Sumber: ipd

Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan oleh karena gejalanya sangat
minimal dan tidak menonjol seperti dyspepsia, rasa penuh di epigastrium dan
nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang
hilang setelah bersendawa. Riwayat penyakit batu empedu di keluarga, icterus dan
kolik berulang, nyeri lokal di daerah kandung empedu disertaei tanda Murphy
positif, dapat menyokong menegakkan diagnosis.
Diagnosis banding seperti intoleransi lemak, ulkus peptic, kolon spastik,
karsinoma kolon kanan, pankreatitis kronik dan kelainan duktus koledokus perlu
dipertimbangkan sebelum diputuskan untuk melakukan kolesistektomi.
Sumber:ipd

Tanda dan gejala kolesistitis meliputi:


Nyeri hebat di perut kanan atas atau tengah Anda
Rasa sakit yang menyebar ke bahu kanan atau punggung Anda
Nyeri perut Anda saat disentuh
Mual
Muntah
Demam
Tanda dan gejala kolesistitis sering terjadi setelah makan, terutama yang besar
atau berlemak.
Sumber:mayo

Gejala yang paling umum dari kolesistitis akut adalah nyeri perut bagian atas.
Karakteristik berikut dapat dilaporkan:
- Tanda-tanda iritasi peritoneum mungkin ada, dan rasa sakit dapat menjalar
ke bahu kanan atau scapula
- Nyeri sering dimulai di daerah epigastrium dan kemudian melokalisasi ke
kuadran kanan atas (RUQ)
- Nyeri awalnya mungkin kolik tetapi hampir selalu menjadi konstan
- Mual dan muntah umumnya muncul, dan demam dapat dicatat

Pasien dengan kolesistitis akalkulus dapat datang dengan demam dan sepsis saja,
tanpa riwayat atau temuan pemeriksaan fisik yang konsisten dengan kolesistitis
akut.
Sumber: medscape

2.7 Penegakan Diagnosis


Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut.
Hanya pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang
(radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak.
Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila
ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut.
Pemeriksaan ultrasonogragi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat
bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung
empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatic. Nilai kepekaan dan ketepatan
USG mencapai 90-95%.
Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99n Tc6
Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini
tidak mudah. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran
kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangant
menyokong kolesistitis akut.
Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitive dan mahal tapi mampu
memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak
terlihat pada pemeriksaan USG.
Sumber: ipd

Pemeriksaan kolesistografi oral, ultrasonografi dan kongiografi dapat


memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi kandung empedu. Endoscopic retrograde
choledocho-pancreaticography (ERCP) sangat bermanfaat untuk memperlihatkan
adanya batu kandung empedu dan duktus koledokus.

Sumber: ipd

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan:
Kolesistitis akut:
a. Demam
b. Kolik perut di sebelah kanan atas atau epigastrium dan teralihkan ke bawah
angulus scapula dexter, bahu kanan atau yang ke sisi kiri, kadang meniru nyeri
angina pectoris, berlangsung 30-60 menit tanpa peredaan, berbeda dengan spasme
yang cuma berlangsung singkat pada kolik bilier.
c. Serangan muncul setelah konsumsi makanan besar atau makanan berlemak di
malam hari malam.
d. Flatulens dan mual

Kolesistitis kronik :
a. Gangguan pencernaan menahun
b. Serangan berulang namun tidak mencolok.
c. Mual, muntah dan tidak tahan makanan berlemak
d. Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar) disertai dengan sendawa. Faktor
risiko Adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
a. Ikterik bila penyebab adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik
b. Teraba massa kandung empedu
c. Nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal, tanda murphy positif
Pemeriksaan Penunjang
Leukositosis

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium.
Sumber: Kementerian Kesehatan RI. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI
DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER. 2014.
https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/Permenkes_5_2014.pdf

anamnesis
Nyeri epigastrium atau perut kanan atas yang dapat menjalar ke daerah pundak,
skapula kanan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda, disertai demam.l
Nyeri dapat dirasakan tengah malam atau pagi hari, penjalaran dapat ke sisi kiri
menstimulasi angina pektoris. Nyeri timbul dipresipitasi oleh makanan tinggi
lemak, palpasi abdomen, atau yawning. 2
Pemeriksaan Fisik
Peningkatan suhu tubuh mengindikasikan adanya infeksi kuman. Posisi pasien
akan menekuk badannya, teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai
tanda-tanda peritonitis lokal, tanda Murphy (+), ikterik biasanya menunjukkan
adanya batu di saluran empedu ekstra hepatikl
Cholescintigraphy
Kriteria Diagnosis Kolesistitis Akut dengan Batu :2
. Tanda Murphy (+)
. Ultrasonografi :
- Penebalan dinding kandung empedu (> 5 mm)
- Distensi kandung empedu
- Adanya cairan di perikolesistik
- Adanya edema subserosa (tanpa asites)
- Adanya udara intramural
- Kerusakan membran mukosa
- Kolesistisis (+)
Sumber: ppk ipd
DIAGNOSIS kronik
Anamnesis
Gejala sangat minimal dan tidak menonjol seperti dispepsia, rasa penuh di
epigastrium, dan nausea setelah makan makanan berlemak. Perlu ditanyakan
riwayat batu empedu dalam keluarga, ikterus, kolik berulang,2

Pemeriksaan Fisik
- Ikterus, nyeri tekan pada daerah kandung empedu, tanda Murphy (*)'
- Ultrasonografi: melihat besal bentuk, penebalan dinding kandung empedu,
batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan
USG mencapai 90-95%
- MRCP (Magnetic Resonance Choledochopancreaticography): melihat
adanya batu di kandung empedu dan duktus koledokus
- ERCP (Endoscopy Retrogade Choledochopancreaticography): bisa
digunakan juga untuk terapi
- Kolesistografi oral: gambaran duktur koledokus tanpa adanya gambaran
kandung Empedu
Sumber: ppk ipd

Tes dan prosedur yang digunakan untuk mendiagnosis kolesistitis meliputi:


Tes darah. Dokter Anda mungkin memesan tes darah untuk mencari tanda-tanda
infeksi atau tanda-tanda masalah kandung empedu.
Tes pencitraan yang menunjukkan kantong empedu Anda. Ultrasonografi
abdomen, ultrasonografi endoskopi, atau pemindaian tomografi terkomputerisasi
(CT) dapat digunakan untuk membuat gambar-gambar kantong empedu yang
mungkin memperlihatkan tanda-tanda kolesistitis atau batu di saluran empedu dan
kantong empedu.
Pemindaian yang menunjukkan pergerakan empedu ke seluruh tubuh Anda.
Pemindaian asam hinimobiliary iminodiacetic (HIDA) melacak produksi dan
aliran empedu dari hati Anda ke usus kecil Anda dan menunjukkan penyumbatan.
Pemindaian HIDA melibatkan menyuntikkan pewarna radioaktif ke dalam tubuh
Anda, yang menempel pada sel-sel penghasil empedu sehingga dapat dilihat saat
ia bergerak dengan empedu melalui saluran-saluran empedu.
Sumber: mayo

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium: DPL (leukositosis ), SGOT SGPT, fosfatase alkali , bilirubin
meningkat (jika kadar bilirubin total > 85.6 mol/L atau 5 mg/dl dicurigai adanya
batu di duktus koledokus), kultur darah
USG hati: penebalan dinding kandung empedu (double layer) pada kolesistisis
akut, sering ditemukan pu/,a sludge atau batu
Cholescintigraphy
Sumber: ppk ipd

2.9 Tatalaksana
A
Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet
ringan, obat penghilan grasa nyeri seperti petidin dan antispasmodic. Pemberian
antibiotic pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis,
kolangitis, dan septisemia. Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazole
cukup memadai untuk mematikan kuman-kuman yang umum terdapat pada
kolesistitis akut seperti E.coli, Strep. Faecalis dan klebsiella.
Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih diperdebatkan, apakah
sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6-8 minggu setelah terapi
konservatif dan keadaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50% kasus akan
membaik tanpa tindakan bedah. Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan,
timbulnya gangrene dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat
dihindarkan, lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat dan biaya dapat
ditekan. Sementra yang tidak setuju menyatakan, operasi dini akan menyebabkan
penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi lebih sulit karena
proses inflamasi akut di sekitar duktus akan mengaburkan anatomi. Sejak
diperkenalkan tindakan bedak kolesistektomi laparoskopik di Indonesia pada awal
1991, hingga saat ini sudah sering dilakukan di pusat-pusat bedah digestif. Di luar
negeri tindakan ini hampir mencapai 90% dari seluruh kolesistektomi. Konversi
ke tindakan kolesistektomi konvensional menurut Ibrahim A dkk, sebesar 1,9%
kasus, terbanyak oleh karena sukar dalam mengenali duktus sistikus yang
disebabkan perleketan luas (27%), perdarahan dan keganasan kandung empedu.
Komplikasi yang sering dijumpai pada tindakan ini yaitu trauma saluran empedu
(7%), perdarahan dan kebocoran empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah
tindakan kolesistektomi laparoskopik ini sekalipun invasive mempunyai kelebihan
seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi, menurunkan angka kematian, secara
kosmetik lebih baik, memperpendek lama perawatan di rumah sakit dan
mempercepat aktifitas pasien
Sumber:ipd

Pada sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau tanpa batu kandung
empedu yang simtomatik, dianjurkan untuk kolesistektomi. Keputusan untuk
kolesistektomi agak sulit untuk pasien dengan keluhan minimal atau disertai
penyakit lain yang mempertinggi risiko operasi.
Sumber:ipd

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
Pasien yang telah terdiagnosis kolesistitis dirujuk ke fasilitas kesehatan sekunder
yang memiliki dokter spesialis penyakit dalam. Penanganan di layanan primer,
yaitu:
a. Tirah baring
b. Puasa
c. Pasang infus
d. Pemberian antibiotik:
1. Golongan penisilin: ampisilin injeksi 500mg/6jam dan amoksilin 500mg/8jam
IV, atau
2. Sefalosporin: Cefriaxon 1 gram/ 12 jam, cefotaxime 1 gram/8jam, atau
3. Metronidazol 500mg/8jam

Konseling dan Edukasi


Keluarga diminta untuk ikut mendukung pasien untuk menjalani diet rendah
lemak dan menurunkan berat badan.
Rencana Tindak Lanjut
a. Pada pasien yang pernah mengalami serangan kolesistitis akut dan kandung
empedunya belum diangkat kemudian mengurangi asupan lemak dan menurunkan
berat badannya harus dilihat apakah terjadi kolesistitis akut berulang.
b. Perlu dilihat ada tidak indikasi untuk dilakukan pembedahan.
Kriteria rujukan
Pasien yang telah terdiagnosis kolesistitis dirujuk ke spesialis penyakit dalam,
sedangkan bila terdapat indikasi untuk pembedahan pasien dirujuk pula ke
spesialis bedah.
Sumber: Sumber: Kementerian Kesehatan RI. PANDUAN PRAKTIK KLINIS
BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER. 2014.
https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/Permenkes_5_2014.pdf

Kolesistitis Akut Tanpa Batu2


- Tirah baring
- Pemberian diet rendah Iemak pada kondisi akut atau nutrisi
parsial/parenteral bila asupan tidak adekuat
- Hidrasi kecukupan cairan tambahkan hidrasi intravena sesuai klinis
- Pengobatan suportif (antipiretik, analgetik, pemberian cairan infus dan
mengoreksi kelainan elektrolit)
- Antibiotika parenteral: untuk mengobati septikemia dan mencegah
peritonitis dan empiema.
- Antibiotik yang bersprektrum luas seperti golongan sefalosporin, dan
metronidazole
- Kolesistektomi awal lebih disarankan karena menurunkan morbiditas dan
mortahtas.lika dilakukan selama 3 hari pertama, angka mortalitas 0.5 %.
Ada juga yang berpendapat dilakukan setelah 6-B minggu setelah terapi
konservatif dan keadaan umum pasien lebih baik.

Kolesistilis Akut dengan Batu2


- Pengobatan suportif (antipiretik, analgetik, pemberian cairan infus dan
mengoreksi kelainan elektrolit)
- Antibiotikaparenteral
- Surgical Cholecystectomy dan Cholecystostomy segera
- Percutaneous Cholecystostomy dengan bantuan ultrasonografi: jika
kondisi umum pasien buruk
- Transpapillary Endoscopic Cholecystostomy
- Endoscopic Ultrasound Biliary Drainage IEUS-BD)
Sumber: ppk ipd
2.10 Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang tiba-tiba perlu
dipikirkan seperti penjalaran nyeri saraf spinal, kelainan organ di bawah
diafragma seperti apendiks yang retrosekal, sumbatan usus, perforasi ulkul
peptikum, pankreatitis akut dan infark miokard.

Sumber:ipd

a. Angina pectoris
b. Appendisitis akut
c. Ulkus peptikum perforasi
d. Pankreatitis akut
sumber: ppk primer

Angina pektoris, infark miokard akut, apendisitis akut retrosaekal, tukak peptic
perforasi, pankreatitis akut, obstruksi intestinal2
Sumber: ppk ipd

DIAGNOSIS BANDING kronid


Intoleransi lemak, ulkus peptik, kolon spastik, karsinoma, kolon kanan,
pankreatitis kronik, dan kelainan duktus koledokus.2

Aneurisma aorta abdominal


Gastritis akut
Iskemia Mesenterika Akut
Pielonefritis akut
Radang usus buntu
Kolik Bilier
Penyakit Biliary
Cholangiocarcinoma
Kolangitis
Kanker Kantung Empedu
Mucocele kantong empedu
Tumor kantong empedu
Batu empedu (Cholelithiasis)
Penyakit Ulkus Peptikum
Sumber: Medscape

2.11 Komplikasi

a. Gangren atau empiema kandung empedu


b. Perforasi kandung empedu
c. Peritonitis umum
d. Abses hati
sumber: ppk primer

Gangren/empiema kandung empedu, perforasi kandung empedu, fistula,


peritonitis umum, abses hati, kolesistitis kronik2

Sumber: ppk ipd

Cholecystitis dapat menyebabkan sejumlah komplikasi serius, termasuk:

Infeksi di dalam kantong empedu. Jika empedu menumpuk di dalam kantong


empedu, menyebabkan kolesistitis, empedu bisa terinfeksi.
Kematian jaringan kandung empedu. Kolesistitis yang tidak diobati dapat
menyebabkan jaringan di kantong empedu mati (gangren). Ini adalah komplikasi
yang paling umum, terutama di antara orang tua, mereka yang menunggu untuk
mendapatkan perawatan, dan mereka yang menderita diabetes. Hal ini dapat
menyebabkan robekan pada kantong empedu, atau dapat menyebabkan kantong
empedu Anda pecah.
Kantung empedu yang robek. Robekan (perforasi) di kandung empedu Anda
dapat terjadi akibat pembengkakan kandung empedu, infeksi atau kematian
jaringan.
Sumber: mayo

2.12 Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu
menjadi tebal, fibrotic, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang
menjadi kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang secara
cepat menjadi gangrene, empyema dan perforasi kandung empedu, fisitel, abses
hati atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotic
yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien usia tua (>75
tahun) mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul
komplikasi pasca bedah.
Sumber: ipd

Prognosis umumnya dubia ad bonam, tergantung komplikasi dan beratnya


penyakit.
Sumber: Kementerian Kesehatan RI. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI
DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER. 2014.
https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/Permenkes_5_2014.pdf

Penyembuhan total didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu


menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu, dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang
menjadi rekuren, maksimal 30 % akan rekuren dalam 3 bulan ke depan. Pada 50
% kasus dengan serangan akut akan membaik tanpa operasi, dan 20 %o kasus
memerlukan tindakan operasi. Tindakan bedah akut pada usia lanjut (> 75 tahun)
mempunyai prognosis yang buruk.2 Pencegahan kolesistitis akut dengan
memberikan CCK 50 ng/kg intravena dalam 10 menit, terbukti mencegah
pembentukan sludge pada pasien yang mendapatkan total parenteral nutrition.3
Sumber: ppk ipd
Angka rekurensi mencapai 40% dalam 2 tahun. Jarang menjadi karsinoma
kandung empedu dalam perkembangan selanjutnya.2
Sumber: Idrus alwi, simon salim, rudy hidayat, juferdy kurniawan dkk.
Penatalaksanaan di bidang ilmu penyakit dalam : Panduan Praktis Klinis. 2015 p
256-260

BAB III
KESIMPULAN

Abses hati amuba adalah penimbunan atau akumulasi debris nekro-


inflamatori purulen di dalam parenkim hati yang disebabkan oleh amuba.
Didapatkan beberapa spesies amuba yang dapat hidup sebagai parasit non-
patogen dalam mulut dan usus. tetapi hanya E. histolytica yang dapat
menyebabkan penyakit. Abses hati amuba adalah manifestasi ekstraintestinal
paling umum dari amubiasis Amubiasis terjadi pada 10% dari populasi dunia dan
paling umum di daerah tropis dan subtropik Kebanyakan yang menderita
amubiasis hati adalah pria dengan rasio 3,4-8,5 kali lebih sering dari wanita. Usia
yang sering dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih
jarang pada anak. Daerah endemik dan. sanitasi lingkungan yang buruk menjadi
faktor risiko terjadinya amubiasis. Penularan abses hepar amebik terjadi secara
fekal-oral, dengan masuknya kista infektif bersama makanan atau minuman yang
tercemar tinja penderita atau tinja karier amebiasis.
Keluhan yang sering muncul yaitu rasa nyeri. perut kanan atas dan ditandai
biasanya pasien membungkuk ke depan dengan memegang perut kanan. Dapat
juga timbul rasa nyeri di dada kanan bawah, yang mungkin disebabkan karena
iritasi pada pleura diafragmatika. Pada saat timbul rasa nyeri di dada dapat timbul
batuk – batuk. Keadaan serupa ini timbul pada waktu terjadinya perforasi abses
hepatis ke paru – paru. Sebagian penderita dapat mengeluhkan adanya diare. 2
Gejala demam intermitten atau remitten juga dilaporkan pada abses hepar amebic
walau terkadang gejala demam kadang tidak ditemui pada penyakit ini. Gejala
yang non spesifik seperti menggigil, anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah
badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan.
Lebih dari 90 % didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik memberikan petunjuk penting dalam
menegakkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan yaitu
laboratorium, tes serologi (amuba), kultur darah, kultur cairan aspirasi dan
pencitraan (USG, CT scan).
Pengobatan dimulai dengan Metronidazole 3 x 750 mg per oral selama 7-
10 hari atau nitoimidazole kerja panjang (Tinidazole 2 gram Podan ornidazole 2
gram PO) dilaporkan efektif sebagai terapi dosis tunggal. Terapi kemudian
dilanjutkan dengan preparat luminal amubisida untuk eradikasi kista dan
mencegah transmisi lebih lanjut, Lebih dari 90 % pasien mengalami respons yang
dramatis dengan terapi metronidazole, baik berupa penurunan nyeri maupun
demam dalam. Tindakan aspirasi atau operasi dilakukan hanya pada keadaan
tertentu sesuai indikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wenas, Nelly Tendean. Waleleng,B.J. Abses hati piogenik. Dalam :


Sudoyo,Aru W. Setiyohadi,Bambang. Alwi,Idrus. Simadibrata,Marcellus.
Setiati,Siti. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi VI. Jakarta : Interna
Publishing. 2014; 1997-1999
2. A. Nusi, Iswan. Abses hati amoeba. Dalam : Sudoyo,Aru W. Setiyohadi,
Bambang. Alwi,Idrus. Simadibrata,Marcellus. Setiati,Siti. Buku ajar ilmu
penyakit dalam edisi VI. Jakarta : Interna Publishing. 2014.;1992-1995
3. Ayles HM and Cock KD. Hepatic abscess and cysts. Dalam: Handbook of
liver disease. Editors: Friedman LS and Keeffe EB. 4th edition. Elsevier
Inc. Philadelphia, 2017; 349-364
4. Kim AY and Chung RT. Bacterial, parasitic and Fungal infections of the
liver, including liver abscess. Dalam: Sleisenger and fordtran's
gastrointestinal and liver disease; Pathophysiology/diagnosis/management,
Editors : Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ. Elsevier. 9 th edition.
Philadelphia. 2010; 1366-9.
5. Sulaiman A. 2007, Buku ajar Ilmu Penyakit Hati, Edisi 1, Jakarta: CV
Sagung Seto
6. Susanto I, Suhariah Ismid. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2008.
7. Reed SL. Amebiasis and infection with free-living amebas. Dalam:
Harrison's Gastroenterology and Hepatology. Editors: Longo DL and
Fauci AS.McGraw-Hill company. 2010; 125-142.
8. Chen, H.-L., Lin, I.-T., Wu, C.-H., Lee, Y.-K., & Bair, M.-J.
(2013). Clinical Manifestations and Risk Factors of Amebic Liver Abscess
in Southeast Taiwan Compared with Other Regions of Taiwan. The
American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 89(6), 1214–
1218. doi:10.4269/ajtmh.13-0300.
9. Kasper, Dennis L. Amebiasis and Infection with Free-Living Amebas.
Dalam: Harrison's Internal Medicine 19th Edition. Editors: Longo DL and
Fauci AS. McGraw-Hill company. 2015; 1363-1370
10. Raiford DS. Liver abscess, In: Textbook of gastroenterology. 5 th edition.
Editors : Yamada T, Alpers DH, Kaloo AN, Kaplowitz N, Owyang C,
Powell DW, Blackwell Publishing. 2009; 2412-5
11. Weerakkody Y. Amoebic hepatic abscess [Internet]. Radiopaedia.org.
2020 [cited 25 March 2020]. Available from:
https://radiopaedia.org/articles/amoebic-hepatic-abscess
12. Matei Brailita D. Amebic Liver/Hepatic Abscesses Treatment &
Management [Internet]. Emedicine.medscape.com. 2019 [cited 25 March
2020]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/183920-
treatment#showall

Anda mungkin juga menyukai