Anda di halaman 1dari 50

Referat

LUKA BAKAR

Oleh:

Afiyah Nabilah, S.Ked 04054822022056

Adrina Esther liaw, S. Ked 04054822022207

Pembimbing:

dr. Abda Arif, Sp.BP-RE

BAGIAN/KSM BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2020

I
HALAMAN PENGESAHAN

Referat
Judul
LUKA BAKAR

Oleh
Afiyah Nabilah, S.Ked 04054822022056
Adrina Esther liaw, S. Ked 04054822022207

Pembimbing

dr. Abda Arif, Sp.BP-RE

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Univesitas
Sriwijaya Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 26 Oktober
2020 – 30 November 2020.

Palembang, November 2020

Pembimbing,

dr. Abda Arif, Sp.BP-RE

II
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Luka
Bakar”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Abda Arif, Sp.BP-RE
selaku pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian referat ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pengerjaan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, semoga
referat ini dapat berguna bagi banyak orang dan dapat digunakan sebagaimana
mestinya.

Palembang,November 2020

Penulis

III
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 2
2.1. Definisi............................................................................................... 2
2.2. Epidemiologi.......................................................................................2
2.3. Etiologi................................................................................................3
2.4. Faktor Risiko.......................................................................................5
2.5. Patofisiologi....................................................................................... 7
2.6. Diagnosis...........................................................................................10
2.7. Klasifikasi......................................................................................... 11
2.8. Diagnosis Banding............................................................................ 16
2.9. Pemeriksaan Penunjang.................................................................... 17
2.10 Tatalaksana.......................................................................................19
2.11. Komplikasi...................................................................................... 40
2.12. Eukasi dan Pencegahan...................................................................43
2.13. Prognosis dan SKDI........................................................................43
BAB III KESIMPULAN....................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 46

IV
1

BAB I
PENDAHULUAN
Luka bakar merupakan kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh
trauma panas atau trauma dingin (frost bite). Penyebabnya adalah api, air panas,
listrik, kimia, radiasi dan trauma dingin (frost bite). Kerusakan ini dapat
menyertakan jaringan bawah kulit. Luka bakar memiliki angka kejadian dan
prevalensi yang tinggi, mempunyai resiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi,
memerlukan sumber daya yang banyak dan memerlukan biaya yang besar.1

Luka bakar masih merupakan tantangan bagi para tenaga kesehatan dan
juga salah satu masalah kesehatan utama bagi masyarakat secara global dimana
berdampak kepada gangguan permanen pada penampilan dan fungsi diikuti oleh
ketergantungan pasien, kehilangan pekerjaan dan ketidakpastian akan masa depan.
Menurut WHO, sekitar 90 persen luka bakar terjadi pada sosial ekonomi rendah
di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah, daerah yang umumnya
tidak memiliki infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengurangi insiden luka
bakar.1

Angka mortalitas penderita luka bakar di Indonesia tergolong cukup


tinggi, yaitu 27,6% (2012) di RSCM dan 26,41% (2012) di RS Dr. Soetomo. Data
epidemiologi dari unit luka bakar RSCM pada tahun 2011-2012 melaporkan
sebanyak 257 pasien luka bakar. Dengan rata-rata usia adalah 28 tahun (2,5
bulan-76 tahun), dengan rasio laki-laki dengan perempuan adalah 2,7:1. Luka
bakar yang disebabkan oleh api adalah etiologi terbanyak (54,9%), diikuti luka
bakar yang disebabkan oleh air panas (29,2%), listrik (12,8%), dan bahan kimia
(3,1%). Rata-rata luas luka bakar adalah 26%. Angka mortalitas sebanyak 36,6%
pada pasien dengan rata-rata luas luka bakar 44,5% dengan rata-rata waktu
perawatan adalah 13,2 hari. Karenanya, sangatlah penting utnuk melakukan
perawatan yang tepat dan cepat. Hal ini tidak saja menyelamatkan nyawa
seseorang, tetapi lebih jauh, demi masa depan mereka.2
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Luka bakar didefinisikan sebagai kerusakan pada kulit dan jaringan di
bawahnya yang disebabkan oleh panas, bahan kimia, atau listrik.3
Luka bakar adalah cedera termal yang disebabkan oleh agen biologis,
kimia, listrik, dan fisik dengan dampak lokal dan sistemik, ini adalah bentuk
trauma paling parah yang telah merugikan manusia sejak jaman dahulu dan
selama bertahun-tahun.4

2.2 Epidemiologi
Luka bakar adalah bentuk umum dari trauma. Sebagian luka bakar terjadi
akibat kecelakaan murni, tetapi Sebagian besar disebabkan oleh kelalaian atau
kurangnya perhatian, kondisi medis yang sudah ada, atau penderita
penyalahgunaan alcohol dan narkoba.5
Berdasarkan data Australian and New Zealand Burn Association 2011
didapatkan lokasi tersering terjadinya luka bakar:
Tebel 1. Lokasi Tersering Terjadinya Kebakaran5
Lokasi Anak Terbakar
Rumah 82%
Luar Rumah 12%
Jalan 3%
Tempat Kerja 1%
Lembaga/Sekolah 1%
Lainnya 1%
Lokasi Dewasa Terbakar
Rumah 56%
Tempat Kerja 17%
Jalan 11%
Luar Rumah 11%
3

Lembaga 3%
Lainnya 2%

Baik dewasa maupun anak-anak, umumnya kecelakaan terjadi di rumah.


Pada anak-anak lebih dari 80% terjadi di rumah. Lokasi paling berbahaya adalah
dapur dan kamar mandi. Selain itu, larutan pencuci yang mengandung bahan
kimia berbahaya, dan garasi atau gudang berisi bahan kimia dan cairan berbahaya
yang mudah terbakar.5
Cedera yang terjadi di tempat kerja kerap terjadi akibat kecerobohan dan
tidak emmperlihatkan faktor keamanan, terutama dalam penggunaan cairan yang
mudah terbakar. Perhatian terhadap regulasi Kesehatan dan keselamatan kerja
sangat penting untuk mencegah terjadinya hal ini.5
WHO memperkirakan bahwa 11 juta luka bakar dari semua jenis terjadi
setiap tahun di seluruh dunia, 180.000 di antaranya berakibat fatal. Ada banyak
variasi dalam kejadian luka bakar. Misalnya, jumlah kematian terkait luka bakar
per 100.000 populasi berkisar dari 14,53 di Pantai Gading hingga 0,02 di Malta.
Kematian terkait luka bakar pada anak 7 sampai 11 kali lebih tinggi di negara
berpenghasilan rendah dibandingkan di negara berpenghasilan tinggi.6,7
Di AS, sebagian besar cedera terjadi pada anak-anak (usia 1–15,9 tahun)
dan pada usia kerja (usia 20–59 tahun). Terlepas dari negaranya, luka bakar pada
anak-anak lebih merata antara anak laki-laki dan perempuan, terutama pada balita.
Namun, rasio ini berubah seiring bertambahnya usia; di kebanyakan negara,
hampir dua kali lebih banyak pria yang terluka daripada wanita. Pengecualian
untuk tren ini telah dicatat di Ghana dan India, di mana hingga tiga kali lebih
banyak wanita yang terluka dan meninggal karena luka bakar dibandingkan pria.6
American Burn Association (ABA) 2019 melaporkan bahwa, secara
keseluruhan, luka bakar akibat nyala api masih menjadi sebagian besar cedera di
AS (41%), dengan luka lepuh (scald) di urutan kedua dengan 31%. Luka bakar
akibat bahan kimia (3,5%) dan listrik (3,6%) lebih jarang terjadi. Luka bakar
pada anak-anak <5 tahun cenderung merupakan luka melepuh, dengan
meningkatnya luka bakar terkait nyala api seiring bertambahnya usia. Di seluruh
4

dunia, luka bakar pada populasi lansia meningkat, dan sebagian besar terkait
dengan api. Namun, luka melepuh juga meningkat secara substansial.3,7

2.3 Etiologi
Penyebab luka bakar pada dewasa dan anak-anak berbeda. Penyebab
umum pada dewasa adalah api sedangkan pada anak-anak umumnya air panas.
Penyebab pada anak-anak yang berusia lebih besar, umumnya sama dengan pola
dewasa.
Semakin tua, pola cedera mereka juga berubah. Orang tua berisiko mengalami
luka bakar karena air panas di rumah atau di rumah jompo.5
Pada semua kelompok usia kemungkinan cedera terjadi pada kondisi
disharmoni social atau keretakan. Khususnya pada anak-anak, terutama bayi dan
balita, yang tergantung pada dewasa di sekitarnya dalam hal perawatan dan
keamanan. Kecelakaan karena kurang perhatian atau kelalaian, asuhan yang
buruk dan penyiksaan anak kerap terjadi; dan bila dicurigai, perlu penyidikan.5
Beberapa penyebab luka bakar pada anak dan dewasa tercantum dalam
tabel 2 di bawah ini.
Tebel 2. Penyebab Luka Bakar5
Penyebab luka bakar pada anak
Air panas 55%
Kontak 21%
Api 13%
Gesekan 8%
Listrik 1%
Kimia 1%
Lainnya 1%
Penyebab luka bakar pada dewasa
Api 44%
Air panas 28%
Kontak 13%
5

Kimia 5%
Gesekan 5%
Listrik 2%
Lainnya 3%

2.4 Faktor Risiko


 Jenis kelamin
Wanita memiliki tingkat kematian akibat luka bakar yang sedikit
lebih tinggi dibandingkan dengan pria menurut data terbaru. Hal ini
berbeda dengan pola cedera biasa, di mana tingkat cedera untuk berbagai
mekanisme cedera cenderung lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita.7
Risiko yang lebih tinggi untuk wanita dikaitkan dengan memasak
dengan api terbuka, atau kompor yang secara inheren tidak aman, yang
dapat menyulut pakaian longgar. Api terbuka yang digunakan untuk
pemanas dan penerangan juga menimbulkan risiko, dan kekerasan yang
diarahkan sendiri atau antarpribadi juga merupakan faktor (meskipun
belum diketahui).7

 Usia
Bersama dengan wanita dewasa, anak-anak sangat rentan terhadap
luka bakar. Luka bakar adalah penyebab paling umum kelima dari cedera
anak non-fatal. Sementara risiko utama adalah pengawasan orang dewasa
yang tidak tepat, sejumlah besar luka bakar pada anak-anak diakibatkan
oleh penganiayaan anak.7

 Faktor regional
Ada perbedaan regional yang penting dalam tingkat luka bakar. Anak
di bawah usia 5 tahun di Wilayah Afrika WHO memiliki insiden kematian
akibat luka bakar lebih dari 2 kali lipat dibandingkan anak di bawah usia 5
tahun di seluruh dunia. Anak laki-laki di bawah usia 5 tahun yang tinggal
di negara berpenghasilan rendah dan menengah di Wilayah Mediterania
6

Timur hampir 2 kali lebih mungkin meninggal akibat luka bakar


dibandingkan anak laki-laki yang tinggal di Wilayah Eropa WHO Insiden
luka bakar yang memerlukan perawatan medis hampir 20 kali lebih tinggi
di WHO Wilayah Pasifik Barat dibandingkan di Wilayah WHO di
Amerika.7

 Faktor sosial ekonomi


Orang yang tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah
berisiko lebih tinggi mengalami luka bakar dibandingkan orang yang
tinggal di negara berpenghasilan tinggi. Namun di semua negara, risiko
luka bakar berhubungan dengan status sosial ekonomi.7

 Fakrtor lainnya
- pekerjaan yang meningkatkan paparan api;
- kemiskinan, kepadatan penduduk dan kurangnya tindakan
pengamanan yang tepat;
- penempatan gadis-gadis muda dalam peran rumah tangga seperti
memasak dan merawat anak kecil;
- kondisi medis yang mendasari, termasuk epilepsi, neuropati
perifer, dan cacat fisik dan kognitif;
- penyalahgunaan alkohol dan merokok;
- akses mudah ke bahan kimia yang digunakan untuk penyerangan
(seperti dalam serangan kekerasan asam);
- penggunaan minyak tanah (parafin) sebagai sumber bahan bakar
untuk peralatan rumah tangga non listrik;
- langkah-langkah keamanan yang tidak memadai untuk gas minyak
bumi cair dan listrik.7

2.5 Patofisiologi
Studi eksperimental dan klinis telah menunjukkan bahwa luka bakar yang
parah (apa pun penyebabnya) menghasilkan perkembangan respons inflamasi
7

yang sangat tidak teratur dalam beberapa jam setelah cedera. Respon inflamasi
dan stres ditandai dengan peningkatan kadar sitokin, kemokin dan protein fase
akut serta keadaan hipermetabolik yang didorong oleh tonus simpatis
berkelanjutan yang dapat bertahan melampaui fase akut.6
Sejumlah faktor yang berkontribusi pada besarnya respons host: tingkat
keparahan luka bakar (persentase TBSA dan kedalaman luka bakar); penyebab
luka bakar; cedera pernafasan yang menyertai; paparan racun; cedera traumatis
lainnya; dan faktor yang berhubungan dengan pasien seperti usia, kondisi medis
kronis yang sudah ada sebelumnya, keracunan obat atau alkohol, dan waktu
datangnya bantuan medis saat kejadian.6
Bergantung pada besarnya cedera, respons awal host segera setelah cedera
luka bakar parah mirip dengan kondisi inflamasi lainnya yang dipicu oleh
kerusakan jaringan seperti trauma atau pembedahan besar, yang membantu dalam
memulai perbaikan jaringan dan penyembuhan luka secara keseluruhan. Namun,
setelah luka bakar parah, kaskade inflamasi dapat dipicu beberapa kali selama
perawatan klinis setelah resusitasi awal, misalnya, selama operasi luka bakar atau
komplikasi infeksi berikutnya. Ketika kaskade inflamasi terjadi berulang kali atau
tetap tidak terkontrol, ini dapat menghancurkan jaringan host dan berkontribusi
pada disfungsi organ dan kematian.6
2.5.1 Perubahan lokal dan sistemik dalam pembentukan bekas luka bakar
Saat luka bakar terjadi, protein sel di kulit mengalami denaturasi dan
menggumpal serta terbentuk trombosis di pembuluh darah. Permeabilitas
vaskular meningkat dan partikel sel yang terdenaturasi meningkatkan tekanan
osmotik interseluler. Amina vasoaktif seperti histamin, kinin, prostaglandin, dan
serotonin dilepaskan dari jaringan yang berkembang pada luka bakar. Terjadi
adhesi trombosit dan leukosit ke endotelium. Sistem komplemen diaktifkan,
peningkatan sel T sitotoksik, dan jaringan berkembang menjadi tempat terbuka
untuk terjadinya infeksi.8
Cedera akibat panas terjadi dalam dua tahap. Pertama, nekrosis tipe
koagulatif berkembang di epidermis dan jaringan. Setelah itu, cedera tipe lanjut
terjadi karena lisis sel sebagai akibat dari perkembangan iskemia dermal (dalam
8

24-48 jam). Kedalaman nekrosis ditentukan oleh derajat suhu dan waktu
durasinya.8
Cedera luka bakar menyebabkan perubahan lokal dan sistemik.
Vasodilatasi dan permeabilitas vaskular juga meningkat pada kulit dan jaringan
subkutan karena reaksi lokal. Sebagai respons sistemik, semua sistem organ
internal terpengaruh (Gambar 1). Pada luka bakar yang berat, sitokin dan
mediator inflamasi lainnya dilepaskan secara berlebihan baik di area luka bakar
maupun di area yang tidak terbakar. Mediator ini menyebabkan vasokonstriksi
dan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler, dan perkembangan edema
baik di lokasi luka bakar maupun di organ jauh. Perubahan patologis terjadi pada
sistem metabolisme, kardiovaskular, ginjal, gastrointestinal, dan koagulasi. Pada
syok luka bakar, volume darah dan curah jantung menurun, aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus menurun, atrofi mukosa gastrointestinal berkembang
dan permeabilitas usus meningkat. Katabolisme dipercepat dan sering
menyebabkan mikrotrombosis luas.8

Gambar 1. Perubahan sistemik pada luka bakar8


9

Ketika luka bakar terjadi, tiga zona kerusakan digambarkan sebagai


perubahan lokal pada kulit. Pembagian zona ini pertama kali dijelaskan oleh
Jackson pada tahun 1947. Terdiri dari zona koagulasi (nekrosis), zona stasis
(iskemia) dan zona hipertermia (peradangan) terluar (Gambar 2). Daerah
paling dalam adalah daerah yang paling dekat dengan sumber panas dan yang
memiliki kerusakan terbesar. Koagulasi protein struktural yang berkembang di
daerah ini menyebabkan cedera jaringan yang tidak dapat diperbaiki. Daerah di
luar daerah ini disebut zona stasis (iskemik). Di daerah ini, perfusi jaringan telah
berkurang tetapi merupakan lapisan jaringan yang masih hidup. Sel-sel di zona
ini bisa diselamatkan jika dilakukan perawatan segera untuk meningkatkan
perfusi jaringan. Jika tidak, iskemia dan nekrosis progresif berkembang dalam
24-48 jam. Zona ketiga dan terluar adalah zona hiperemia (inflamasi). Perfusi
jaringan meningkat di daerah ini dan ditandai dengan vasodilatasi akibat
peradangan di sekitar luka bakar. Jaringan di area ini akan sembuh dalam waktu
7-10 hari kecuali jika ada infeksi yang menghalangi. Penting agar pengobatan
dimulai dalam waktu 24 jam karena perkembangan nekrosis pada luka bakar
dimana zona stasis berkembang menjadi iskemia.8

Gambar 2. Model luka bakar Jackson


10

2.7 Diagnosis
1. Riwayat
Pengambilan suatu anamnesis yang mnyeluruh merupakan tugas yang
sangat penting. Anamnesis harus mencakup semua rincian tentang kejadiannya.
a. Waktu dan lama kontak
b. Lokasi – ruang terbuka atau tertutup (kemungkinan cedera paru lebih
besar di ruang tertutup).
c. Sumber panas – api (biasanya luka bakar dalam), air panas (jarang dengan
ketebalan penuh), dll.
d. Kemungkinan cedera lainnya ledakan dengan serpih serpih tajam atau
kaca, kecelakaan kendaraan bermotor, dll.
e. Penyakit kronis yang sudah ada sebelumnya, termasuk panyakit pembuluh
koroner, DM, penyakit paru kronis, penyakit cerebrovaskuler, dan AIDS,
memperburuk prognosis sehingga perlu dicatat.

Riwayat Medis
Mnemonik "AMPLET" berguna sebagai kunci untuk menyanyakan
riwayat pasien:9
A - Alergi. Obat dan / atau lingkungan
M - Pengobatan. Resep, over-the-counter, herbal, terlarang, alkohol.
P - Penyakit sebelumnya (diabetes, hipertensi, penyakit jantung atau ginjal,
gangguan kejang, penyakit mental) atau cedera, riwayat kesehatan
masa lalu, kehamilan
L - Makan atau minum terakhir
E - Peristiwa / lingkungan yang terkait dengan cedera
T - Tetanus dan imunisasi anak
Tetanus diberikan jika diberikan dalam lima tahun untuk pasien dengan
luka bakar.
11

2. Penentuan luas permukaan tubuh


The Rule of Nine adalah pedoman praktis untuk menentukan
luasnya luka bakar dengan menggunakan perhitungan berdasarkan luas
luka bakar sebagian dan seluruh ketebalan (Gambar 3). Konfigurasi tubuh
orang dewasa dibagi menjadi wilayah anatomi yang mewakili kelipatan
9%. Distribusi luas permukaan tubuh sangat berbeda untuk anak-anak,
karena kepala anak kecil mewakili proporsi luas permukaan yang lebih
besar, dan ekstremitas bawah mewakili proporsi yang lebih kecil daripada
orang dewasa. Permukaan palmar (termasuk jari) tangan pasien mewakili
kira-kira 1% dari permukaan tubuh pasien. The rule of nine membantu
memperkirakan luasnya luka bakar dengan garis besar atau distribusi yang
tidak teratur dan merupakan alat pilihan untuk menghitung dan
mendokumentasikan luasnya luka bakar.3,5,9
12

Gambar 3. The Rule of Nine9

3. Penentuan kedalaman luka bakar


Kedalaman luka bakar penting dalam mengevaluasi tingkat
keparahan luka bakar, merencanakan perawatan luka, dan memprediksi
hasil fungsional dan kosmetik.3,5,9

 Luka bakar epidermal


Luka bakar derajat satu (Luka Bakar Epidermal) adalah
cedera superfisial yang terbatas pada epidermis. Penyebab tersering
adalah paparan sinar matahari atau flash injury minor (percikan api).
Lapis permukaan epidermis terbakar dan proses penyembuhan
berlangsung melalui regenerasi epidermis yang berasal dari lamina basalis.
Dengan adanya produksi mediator inflamasi, didaptkan tanda hiperemia,
hipersensitivitas, nyeri, dan tidak ada pengelupasan kulit. Dalam beberapa
hari (7 hari), lapisan luar sel yang cedera mengelupas dari kulit di
dekatnya yang telah sembuh total tanpa bekas luka. Luka bakar derajat
13

satu jarang signifikan secara medis dan tidak disertakan saat menghitung
persentase luka bakar berdasarkan Total Body Surface Area (TBSA).3,5,9

 Luka Bakar Dermal-Superfisial


Luka Bakar Dermal-Superficial (Luka bakar derajat dua)
melibatkan epidermis dan dermis bagian superfisial, yaitu dermal
papilare. Ciri khas dari luka bakar jenis ini yaitu lepuh (blister, bula).
Kulit di atas bula adalah non-vital dan terlepas dari dasarnya (lapis
dermis yang vital) oleh edema inflamasi. Edema mengangkat atap
dermis yang nekrotik sehingga terbentuk bula, proses eksudasi
menyebabkan akumulasi cairan di dalam bula. Bula bisa pecah dan
dermis di bawahnya terpapar, dermis yang terpapar akan
terdesiaksi(mongering) dan menyebabkan luka bertambah dalam.3,5,9
Dermal papilare yang terpapar tampak berwarna merah muda dan
karena ujung-ujung saraf sensorik terpapar, maka hal ini diikuti nyeri
yang ekstrim. Dengan suasana kondusif, epitel akan menyebar dari
struktur adneksa kulit (folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat) dan menutupi dermis (proses epitelialisasi). Proses tersebut
berlangsung falam waktu maksimal 14 haru dengan bekas luka yang
menunjukkan perbedaan warna. Tidak ada skar yang dibentuk pada
luka dermal-superfisial ini.3,5,9

 Luka Bakar Mid-Dermal


Luka bakar mid-dermal sebagaimana Namanya, adalah luka bakar
yang terdapat diantara luka bakar derma superfisial yang akan sembuh
relatif cepat, dan luka bakar dermal-dalam yang tidak akan sembuh
sendiri. Pada tingkat mid-dermal, jumlah sel epitel yang bertahan dan
mempunyai kemampuan re-epithelialisasi lebih sedikit jumlahnya,
karena luka bakar lebih dalam dan penyembuhan luka secara spontan
yang cepat tidak selalu terjadi.3,5,9
14

Secara klinis terlihat adanya variasi derajat kerusakan pleksus


dermal. Keterlambatan pengisian kapiler disertai edema dan
pembentukan bula dapat diamati. Jaringan di daerah yang terbakar
berwarna merah lebih muda gelap dibandingkan luka bakar superfisial,
tetapi tidak segelap luka bakar dermal-dalam yang merah berbercak.
Sensasi terhadap sentuhan ringan mungkin berkurang, tapi nyeri tetap
ada, menggambarkan kerusakan pada nervus cutaneous pleksus
dermal.3,5,9

 Luka Bakar Dermal-Dalam


Pada luka bakar dermal-dalam mungkin dapat dijumpai bula,
namun dasar bula menunjukkan karakteristik luka bakar dalam,
reticulum dermis menunjukkan warna merah berbercak. Hal ini
disebabkan karena ekstravasasi hemoglobin sel-sel darah merah
yang rusak yang keluar dari pembuluh darah. Pertanda khas pada
luka bakar ini adalah suatu tampilan yang disebut fenomena
hilangnya capillary refill. Ini menunjukkan kerusakan vascular
pleksus dermal. Ujung-ujung saraf di lapis dermal juga mengalami
nasib yang sama, karenanya akan diikuti hilangnya sensasi.3,5,9

 Luka Bakar Seluruh Ketebalan Kulit (Full Thickness Burns)


Pada full thickness burns lapisan kulit (epidermis dan dermis)
dapat terkena. Kerusakan dapat menembus lebih dalam sampai ke
struktur di bawahnya. Pada penampilan klinis dijumpai kulit berwarna
keputihan, waxy, dan charred appearance (coklat terbakar). Ujung
saraf sensorik di dermis rusak sehingga hilang sensasi pada
pemeriksaan pinprick. Kulit yang mengalami koagulasi menunjukkan
konsistensi seperti kulit kertas ini disebut eskar.5
Baik pada luka bakar dermal-dalam maupun full thickness tidak
akan sembuh secara spontan dengan epithelialisasi dari dalam luka,
hanya dari perifernya. Tergantung dari ukuran luka, hal ini mungkin
15

berhubungan dengan memanjangnya waktu penyembuhan dan


pembentukan jaringan parut signifikan dapat mengganggu fungsi dan
penampilan.5
Kedalaman luka bakar dapat berubah seiring waktu dan
memerlukan re-asesmen kontinyu untuk memastikan manajemen yang
sesuai. Secara klinis waktu yang paling akurat untuk menilai luka
bakar adalah hari ke3 sampai 5 setelah trauma luka bakar. Hal ini
memungkinkan waktu untuk memperjelas zona stasis apakah akan
berkembang menjadi bagian dari zona koagulasi atau membaik. Luka
bakar yang bertambah dalam dan bertambah luas memerlukan waktu
untuk terdemarkasi penuh.5

Gambar 4. Kedalaman Luka Bakar6

Tabel 3. Diagnosis kedalaman luka bakar5


Kedalaman Warna Bula Pengisian Sensasi Penyembuhan
Kapiler
Epidermal Merah Tidak Cepat Nyeri Ya
Dermal-superfisial Merah muda Ada Cepat Nyeri Ya
(dangkal) pucat
Mid-dermal Merah muda Ada Lambat +/- Biasanya
gelap
Mid-dermal Merah berbintik +/- Tidak ada Tidak Tidak
ada
Seluruh ketebalan Putih Tidak Tidak ada Tidak Tidak
ada
16

2.7 Klasifikasi
Berdasarkan derajat keparahannya manurut American Burn Association
Tabel 4. Klasifikasi Luka Bakar3
Luka Bakar Ringan - Luka bakar derajat II < 10% pada dewasa
- Luka bakar derajat II 5-10% pada anak-anak
- Luka bakar derajat <1%
Luka Bakar Sedang - Luka bakar derajat II 10-25% pada orang
dewasa
- Luka bakar derajat II 5-10% pada anak-anak
- Luka bakar derajat III <5%
Luka Bakar Berat - Luka bakar II 25% atau lebih pada orang dewasa
- Luka bakar II 20% atau lebih pada anak-anak
- Luka bakar derajat III 5% atau lebih
- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga,
mata, kaki dan genitalia/perineum
- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik,
disertai trauma lain
- Luka bakar bukan karena kecelakaan
- Luka bakar premorbid, Luka bakar + hamil

2.8. Diagnosis Banding


Penyakit yang termasuk dalam diagnosis banding yang mirip dengan luka
bakar terdiri dari penyakit seperti dermatosis imunologis dengan adanya lepuh,
seperti pemfigus, pemfigoid, dermatitis herpes, dan dermatosis IgA linier;
dermatosis reaktif seperti fotodermatosis, fitofotodermatitis, toksikodermi;
dermatosis eritemato squamous, sebagai eksim; manifestasi kulit LE dengan
adanya lepuh, dermatitis karensial sebagai pellagra; metabolopati sebagai
porphyria cutanea tarda, dan akhirnya kelompok heterogen dari sindrom mirip
luka bakar: meningococcal Septicemia Skin Eruption, necrotizing fasciitis,
staphylococcal scalded skin syndrome, eritema multiforme, toksik epidermal
necrolysis, Steven Johnson syndrome dan purpura fulminans.10
17

Sehingga pentingnya melakukan pemeriksaan fisik luka bakar secara


menyeluruh, dan tinjauan yang detail terhadap riwayat pasien, di mana dokter
dapat menemukan petunjuk penting untuk mencapai diagnosis yang benar.10

Gambar 5. Diagnosis anding lesi kulit yang mirip dengan luka bakar. 10

2.9. Pemeriksaan Penunjang


Setelah survei primer, evaluasi menyeluruh dari kepala sampai kaki (Head to
toe) harus dilakukan. Termasuk mengali riwayat penyakit selengkap mungkin.
Riwayat penyakit harus mencakup mekanisme dan waktu cedera dan deskripsi
lingkungan sekitarnya, seperti apakah cedera terjadi di ruang tertutup, keberadaan
bahan kimia berbahaya, kemungkinan menghirup asap, dan trauma terkait lainnya.
Pemeriksaan fisik lengkap harus mencakup pemeriksaan neurologis yang cermat,
18

karena bukti cedera anoksik serebral bisa terjadi. Pasien dengan luka bakar wajah
harus memeriksakan kornea matanya dengan pewarnaan fluoresen. Laboratorium
rawat inap rutin harus mencakup hitung darah lengkap, elektrolit serum, glukosa,
nitrogen urea darah (BUN), dan kreatin. Penilaian paru harus mencakup gas
darah arteri, rontgen dada, dan karboksihemoglobin. 11

Diperlukan permeriksaan radiologi untuk menilai adanya trauma lain pada


pasien. Foto radiologi yang umum diperiksa adalah tulang belakang servikal,
toraks, panggul, dan pencitraan lain sesuai indikasi klinis. Pemeriksaan Insersi
NGT pada luka bakar luas (> 10% pada anak–anak > 20% pada dewasa) bila
dijumpai cedera penyerta, atau untuk melakukan dekompresi saluran cerna.
Gastroparesis merupakan hal yang umum terjadi. 12

- Pemeriksaan radiologi untuk menilai adanya trauma lain pada pasien. Foto
radiologi yang umum diperiksa adalah tulang servikal, toraks, panggul dan
pencitraan lain sesuai indikasi klinis.
- Pemeriksaan hitung darah lengkap, bila terjadi peningkatan HT awal
menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan dengan pemindahan atau
kehilangan cairan.
- Pemeriksaan gas darah arteri, bila terjadi penurunan PaO2 atau peningkatan
PaCO2 dapat terjadi pada retensi karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi
sehubungan dengan penurunan fungsi ginjal dan kehilangan kompensasi
pernapasan.
- Pemeriksaan karboksihemoglobin, peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan keracunan karbon monoksida atau cedera inhalasi.
- Pemeriksaan sodium urin dapat dilakukan untuk melihat keberhasilan
resusitasi cairan, bila lebih besar dair 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
resusitasi cairan, dan kurang dari 10 meEq/L dapat diduga sebagai
ketikdakadekuatan resusitasi cairan.
19

2.10. Tatalaksana
Pertolongan pertama pada pasien luka bakar adalah aspek penting. Pada
kesempatan pertama berjumpa korban, tenaga medis melakukan penilaian cepat
dan penanganan untuk menyelamatkan jiwa. Pertolongan pertama terdiri dari
menghentikan proses pembakaran dan menurunkan suhu luka, hal ini efektif
dalam 3 jam pertama sejak terbakar.13

Gambar 6. Prinsip Emergency Management of Severe Burns 12

2.10.1. PRIMARY SURVEY (13,14)

Pada survei preimer, segera identifikasi kondisi–kondisi mengancam jiwa


dan lakukan manajemen emergensi. Jangan terpengaruh oleh luka bakarnya.

A. Penatalaksanan jalan napas dengan kontrol tulang belakang servikal

B. Pernapasan dan ventilasi dengan pemberian oksigen

C. Sirkulasi dengan kontrol perdarahan dan pasang akses intravena


20

D. Disabilitas – Status neurologik (AVPU) dan pupil

E. Paparan dengan kontrol lingkungan dan estimasi TBSA/luas luka bakar

A. Penatalaksanaan jalan napas dan manajemen tulang servikal

- Nilai patensi jalan napas, cara termudah adalah berbicara dengan pasien. Jika
tidak paten, bersihkan jalan napas dari benda asing dan membuka jalan napas
dengan manuver chin lift/jaw thrust. Jaga gerakan tulang servikal seminim
mungkin dan jangan melakukan fleksi dan ekstensi kepala dan leher.
- Manajemen tulang belakang servikal (terbaik dengan rigid collar). Adanya
cedera di atas klavikula seperti trauma muka atau tidak sadarkan diri kerap
disertai patah tulang belakang servikal.

B. Pernapasan dan ventilasi dengan pemberian oksigen

o Paparkan dada dan pastikan bahwa ekspansi rongga toraks adekuat dan
simetri
o Berikan oksigen 100% (15 L/menit) menggunakan non–rebreather mask
o Bila diperlukan, ventilasi menggunakan bag dan sungkup atau, intubasi
bila perlu.
o Keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan pasien bewarna
merah–buah cherry, dan pasien tidak bernapas
o Hati–hati bila frekuensi pernapasan <10 atau> 30 kali per menit.
o Waspada pada luka bakar melingkar dada dan apakah memerlukan
eskarotomi

C. Sirkulasi dengan kontrol perdarahan

- Lakukan penekanan pada pusat perdarahan

Pucat menunjukkan kehilangan 30% volume darah.

Perubahan mental terjadi pada kehilangan 50% volume darah.

- Periksa pulsasi sentral – apakah kuat atau lemah?


21

- Periksa tekanan darah


- Periksa capillary refill (sentral dan perifer) – normal bila ≤2 detik. Bila >2
detik menunjukkan hipovolemia atau kebutuhan untuk eskarotomi pada
tungkai bersangkutan, periksa tungkai lainnya.
- Masukkan 2 buah kateter IV berdiameter besar, sebaiknya daerah yang
tidak terbakar
- Ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap / ureum kreatinin / fungsi
hati / koagulasi / β–hCG / Cross Match / carboxyhaemoglobin.
- Bila pasien syok lakukan resusitasi cairan bolus dengan metode Hartmann
untuk memperbaiki pulsasi radialis.
- Pertanda klinis–awal syok biasanya ditimbulkan penyebab lain. Carilah dan
atasi

D. Disabilitas: Status neurologis

o Tetapkan derajat kesadaran:


o Lakukan pemriksaan respon pupil terhadap cahaya. Harus cepat dan sama.
o Tanggap terhadap hipoksemia dan syok yang menyebabkan kegelisahan dan
penurunan derajat kesadaran

E. Paparan dengan pengendalian lingkungan

o Lepaskan semua pakaian dan perhiasan termasuk anting dan jam tangan
o Miringkan pasien untuk visualisasi sisi posterior
o Jaga agar pasien tetap hangat
o Area luka bakar dihitung menggunakan metode Rule of Nines atau palmaris
(Rule of One)
22

Gambar 7 : Primary assessment pada luka bakar di rumah sakit.11

2.10.2. EVALUASI LUKA


Setelah primery survei dan secondary survei selesai dan resusitasi sedang
dilakukan, evaluasi luka bakar yang lebih cermat. Luka dibersihkan dengan hati-
hati, dan kulit kendur dan pada luka besar yang berlepuh berukuran lebih dari 2
cm dibersihkan. Cairan lepuh mengandung mediator inflamasi tingkat tinggi,
yang meningkatkan iskemia luka bakar. Cairan blister juga merupakan media
yang kaya untuk pertumbuhan bakteri selanjutnya. Lepuh yang dalam pada
telapak tangan dan telapak kaki dapat diaspirasi selain dilakukan debridemen
untuk meningkatkan kenyamanan pasien. 15
Setelah penilaian luka bakar selesai, luka ditutup dengan agen
antimikroba topikal dan balutan luka bakar yang sesuai atau balutan biologis
diterapkan. Perkiraan ukuran dan kedalaman luka bakar membantu dalam
menentukan tingkat keparahan, prognosis, dan disposisi pasien. Ukuran luka
bakar secara langsung mempengaruhi resusitasi cairan, dukungan nutrisi, dan
intervensi bedah. Ukuran luka bakar paling sering diperkirakan dengan
23

menggunakan metode Rule of Nines. Penilaian yang lebih akurat dapat dibuat
untuk cedera luka bakar, terutama pada anak-anak, dengan menggunakan grafik
Lund dan Browder, yang memperhitungkan perubahan yang disebabkan oleh
pertumbuhan.11

Gambar 8: Perkara penting yang harus diperhatikan saat melakukan penilaian luka
bakar. 11

2.10.3. FLUID, ANALGETICS, TEST and TUBE

Resusitasi Cairan

Pada luka bakar luas (>20––30% luas permukaan tubuh), jumlah mediator
inflamasi yang diproduksi demikian banyak diikuti peningkatan permeabilitas
yang berlangsung luas hingga dijumpai pembentukan edema yang masif dan
sistemik. Hal ini menyebabkan terjadinya syok hipovolemia dalam waktu singkat.
Hal ini ditunjang adanya kerusakan anatomik endothelial lining sistem
mikrovaskulatur yang terdeteksi pada pemeriksaan mikroskop elektron.15
24

Pembuatan jalur IV untuk resusitasi cairan diperlukan untuk semua pasien


dengan luka bakar mayor termasuk mereka yang mengalami cedera inhalasi atau
cedera terkait lainnya. Garis-garis ini paling baik dimulai di ekstremitas atas
secara perifer. Minimal dua kateter IV kaliber besar harus dipasang melalui
jaringan yang tidak terbakar jika memungkinkan, atau melalui luka bakar jika
tidak tersedia area kulit yang tidak terbakar. 11

Formula Parkland direkomendasikan oleh unit luka bakar di seluruh dunia.


Formula tersebut pertama kali dirumuskan oleh Baxter pada tahun 1968 dan
digunakan untuk mengkompensasi hilangnya volume sirkulasi karena luka bakar.
Pemberiannya dengan rumus sebagai berikut: 15
Jumlah cairan (ml) = TBSA x Berat Badan (Kg) x 4

8 jam pertama diberikan 50% total cairan. 16 jam berikutnya dilanjutkan


pemberian 50% sisanya. Cairan yang diberikan adalah cairan Hartmann atau
Ringer Laktat, sementara pada anak-anak di tambah maintenance glukosa 5% +
20 mmol Kcl dalam larutan salin 0. 45%. 12.15

Metode terbaik dan termudah untu pemantauan kecukupan resusitasi cairan


adalah dengan melakukan pemantauan jumlah produksi urine. Target urin output
dewasa : 0. 5mL/kg/jam = 30–50mL/jam dan target pada anak (< 30kg): 1.
0mL/kg/jam (rentang 0. 5–2mL/kg/jam). 13,15

Bila jumlah produksi urine berkisar pada nilai ini, maka kecukupan perfusi
ke organ akan terpelihara. Produksi urine yang berlebih menunjukkan pemberian
cairan berlebihan dan akan menyebabkan terbentuknya edema masif; produksi
urine yang rendah menunjukkan perfusi ke jaringan yang buruk yang diikuti
kerusakan sel.13

Kerusakan jaringan khususnya jaringan otot akibat cedera termal, trauma


tumpul atau iskemia menyebabkan dilepaskannya mioglobin dan hemoglobin
sehingga dapat menimbulkan kondisi berupa hemoglobinuria. Urine yang
25

mengandung hemochromogen ini menunjukkan warna merah gelap. Gagal gnjal


akut (GGA, Acute kidney injury, AKI) merupakan suatu kondisi yang sangat
mungkin dijumpai karena penimbunan deposit haemochromogen di tubulus
proksimal dan memerlukan terapi yang sesuai berupa pemberian cairan hingga
produksi urine mencapai 2 mL / kg / jam, pertimbangkan pemberian mannitol
12.5g dosis tunggal selama 1 jam / L dalam pola resusitasi cairan dan observasi
respon yang terjadi.13

Analgesia13

Luka bakar sering kali menimbulkan rasa nyeri maka untuk meredakan rasa
nyeri diberikan analgesik intravena misalnya morfin iv 0. 05–0.1 mg/kg, lalu
dititrasi untuk memperoleh efek (pemberian dosis lebih kecil secara frekuen akan
lebih aman).

Test 15

A. Radiologi :

-Tulang belakang servikal lateral/ CT (bila tersedia dan bila diindikasikan)

-Dada

-Pelvis

B. Sonografi :

-FAST scan (Focused Assessment with Sonography for Trauma) untuk


memeriksa abdomen dan cardiac windows

-eFAST scan (extended FAST) meliputi pemeriksaan lung windows untuk


memeriksa adanya pneumothoraks

C. Imaging lain sesuai indikasi


26

Tube

Kateter urin penting dipasang untuk mengawasi produksi urin dan


memungkinkan titrasi resusitasi cairan yang akurat. 15

Dipasang selang nasogastrik pada pasien dengan luka bakar mayor (>10%
pada anak, >20% pada dewasa) apabila ada cedera penyerta lain, atau untuk
dekompresi perut untuk mengeluarkan udara karena gastroparesis umum terjadi.
Pertimbangkan intubasi dengan ETT bila terdapat indikasi.15

2.10.4. TATALAKSANA LUKA

Prinsip penanganan pertama adalah menghentikan proses pembakaran dan


menurunkan suhu luka. Menghentikan proses pembakaran akan mengurangi
kerusakan jaringan. Menurunkan suhu permukaan akan mengurangi produksi
mediator inflamasi (cytokines) dan promosi maintenance viabilitas di zona stasis.
Oleh karenanya, hal ini sangat membantu pencegahan progres kerusakan yang
terjadi pada luka bakar dalam 24 jam pertama. Pada luka bakar api, penderita
berguling di tanah secara aktif maupun pasif menerapkan Stop, Drop, Cover (face)
& Roll technique. Pakaian yang terbakar harus segera dilepaskan secepat
mungkin. Perhatikan jangan sampai penolong mengalami cedera akibat
pertolongan ini.

Pada luka bakar karena air panas, pakaian yang dibasahi air panas berperan
sebagai reservoir, karenanya segera lepaskan sesegera mungkin. Selain
melepaskan pakaian, setiap jenis perhiasan juga harus dilepaskan. Bila pakaian
melekat pada permukaan kulit, potong dan biarkan melekat di tempatnya. Namun,
pakaian terbuat dari bahan sintetik yang meleleh melekat pada kulit yang tidak
vital akan mudah dilepaskan.14

Permukaan luka harus diturunkan suhunya menggunakan air mengalir.


Suhu ideal adalah 15°C atau berkisar antara 8°C sampai 25°C. Dengan
27

menurunkan suhu permukaan luka, reaksi inflamasi diredam dan menghentikan


progress pengrusakan zona stasis. Berbagai cara dapat diterapkan untuk tujuan ini.
Menyemprotkan air atau melekatkan busa basah di atas luka handuk basah atau
hidrogel dapat dilakukan, namun tidak seefektif air mengalir dan hanya
dianjurkan saat air mengalir tidak ada (misalnya saat meminta pertolongan ke
pusat pelayanan medik). Handuk basah tidak efektif karena tidak seluruhnya
melekat dengan permukaan luka dan cepat menjadi panas akibat proksimitas
terhadap tubuh: karenanya, bila digunakan, harus sering diganti. Lamanya
aplikasi minimal adalah dua puluh menit, kecuali tidak memungkinkan.14

Es atau air es jangan pernah digunakan untuk menurunkan suhu. Suhu yang
ekstrim dingin ini akan menyebabkan vasokonstriksi dan secara eksperimen
menunjukkan luka yang semakin dalam; disamping risiko hipotermia.13

Manajemen awal

Setelah pertolongan pertama, luka ditutup menggunakan bungkus plastik


atau bahan keringyang tidak melekat selama prioritas manajemen lainnya
dilakukan. Bila luka sebelumnya tidak diturunkan suhunya, lanjutkan metode
penurunan suhu sebagaimana dianjurkan dalam waktu tersisa hingga mencapai
tiga jam. Setelah tiga jam, tidak ada efek benefit. Karenanya, luka kemudian
dicuci menggunakan air atau salin, dengan sabun atau larutan klorheksidin 0. 1%
Antiseptik lain jangan digunakan. Klorheksidin pada tulle (misal: Bactigras)
dibalut dengan kasa akan sangat bermanfaat pada penderita yang memerlukan
perjalanan beberapa jam ke pusat rujukan. 12,14

Elevasi

Elevasi ekstremitas yang mengalami cedera sangat bermanfaat selama


tatalaksana awal dan selama prosedur transpor karena akan mengurangi edema.
Pada tungkai, dijumpai perbedaan bermakna dengan kasus–kasus yang tidak
dilakukan elevasi dalam hal perlunya dilakukan eskarotomi.13
28

Area khusus

Pada luka bakar dengan cedera inhalasi kerap diikuti berkembangnya


edema jalan napas sehingga diperlukan intubasi. Luka bakar perineum
memerlukan pemasangan kateter lebih awal untuk mencegah kontaminasi. Bila
pemasangan kateter terlambat, prosedur insersi pada saat edema akan mengalami
kesulitan. Luka bakar pada kepala dan leher. Kepala harus dilakukan elevasi
untuk menghambat edema jalan napas bagian atas. Pada anak–anak dengan luka
bakar luas, prosedur elevasi kepala ini sangat bermanfaat karena risiko besar
terjadinya edema serebral pada resusitasi cairan.15

Gambar 9. Manajemen anestesi pada pasien luka bakar akut untuk eksisi dan skin graft
luka menimbulkan banyak tantangan terkait pemantauan, akses vaskular, pengaturan
suhu, dan kehilangan darah yang cepat. Posisi tengkurap memerlukan perawatan ekstra
untuk memastikan kanula vaskular dan tabung endotrakeal aman. 11

Eskarotomi

Bila luka bakar melibatkan seluruh ketebalan dermis dan kulit mengalami
kehilangan elastisitas saat edema berkembang, maka diperlukan tindakan
melakukan sayatan pada kulit hingga kedalaman subkutis. Prosedur ini disebut
eskarotomi.12

Bila pada ekstremitas dijumpai luka bakar melingkar (sirkumferensial),


dengan adanya edema di bawah kulit yang tidak elastik tersebut maka aliran
29

sirkulasi akan terganggu dan menyebabkan gangguan perfusi diikuti kematian


jaringan bagian distal. Eskarotomi harus segera dilakukan sebelum pulsasinadi
hilang dan saat menurunnya sirkulasi. Sayatan dilakukan hingga kulit sehat
beberapa milimeter di proksimal dan distal; di garis mid–aksial antara permukaan
fleksor dan ekstensor.13,15

Gambar. Eskariotomi mid-aksial pada ekstremitas atas dengan full-


thickness burn 16

2.10.5. LUKA BAKAR LISTRIK

Luka bakar listrik terdiri dari tiga bagian, yaitu listrik tegangan rendah,
tegangan tinggi dan sengatan petir. Setiap kelompok memiliki gambaran
tersendiri yang patut dipertimbangkan. Gambaran umum dari masing–masing
adalah panas yang dihasilkan dapat berakibat pada luka bakar.13,15

Resistensi kulit bervariasi berdasarkan ketebalan, serta basah atau


keringnya kulit. Kulit tebal dan kering memiliki resistensi yang tinggi
dibandingkan kulit yang tipis dan lembab. Listrik melampaui tulang sebagai suatu
konduktor buruk menyebabkan kenaikan suhu bermakna karena panas diserap.
Kenaikan suhu tulang berkelanjutan bahkan setelah arus listrik berhenti,
menyebabkan kerusakan sekunder. Fenomena ini dikenal sebagai the joule effect.
30

Karena kedalaman tulang, panas dilepas perlahan dan menyebabkan kerusakan


pada periosteum, otot dan saraf di sekitarnya.13,15

Tabel 5. Luka bakar listrik 12

Tegangan Kulit Kedalaman Gangguan irama


jaringan jantung
Tegangan Rendah Luka masuk dan Jarang mencapai Henti jantung dini
luka atau tidak ada sama
(<1000V) Kedalaman sekali
keluar

Tegangan Tinggi Luka bakar Kerusakan otot, Aliran melalui


(>1000V) percikan rabdomiolisis, dan toraks

api dengan luka Sindroma dapat


kompartemen menyebabkan
masuk dan keluar
kerusakanmiokardi
mencapai seluruh al dan gangguan
ketebalan kulit (full ritmik yang timbul
lambat
thickness)

Sambaran Petir Luka bakar Perforasi gendang Henti napas dan


percikan telinga dan resusitasi
kerusakan kornea berkepanjangan
apisuperfisial atau

sedalam dermal.

Luka bakar keluar


di

kaki

Hal yang harus diperhatikan adalah, pertama putuskan hubungan dengan


sumber arus listrik atau singkirkan kabel beraliran dari korban. Jika hal ini tidak
31

dimungkinkan, pindahkan korban dari sumber arus listrik menggunakan sebuah


non–konduktor. 15

Kebutuhan cairan pada luka bakar listrik cenderung volumenya lebih besar
dibandingkan jumlah yang diantisipasi pada luka bakar kulit saja. Pada pasien
dengan kerusakan jaringan yang dalam, haemochromogenuria harus diantisipasi.
Kateter urin harus dimasukkan untuk deteksi gejala dini perubahan warna urin
dan untuk memantau produksi urin. Jika terlihat pigmen pada urin, laju infus
cairan harus ditingkatkan guna mempertahankan produksi urin 75–100 mL/jam
bagi dewasa dan 2 mL/kg/jam pada anak–anak. 12.13

Konduksi arus listrik melalui dada dapat menyebabkan gangguan ritmik


jantung mulai dari aritmia yang bersifat temporer hingga henti jantung; meskipun
hal ini jarang terjadi pada cedera tegangan listrik rendah (<1000V). Penderita
dengan sengatan listrik mungkin memerlukan pemantauan EKG selama 24 jam;
jika mereka terpapar pada tegangan tinggi, pingsan atau menunjukkan EKG
abnormal saat datang di instalasi gawat darurat. Aritmia mungkin terjadi jika
pasien memiliki gangguan miokardium yang sudah ada sebelumnya dan
diperburuk oleh adanya aliran listrik. Berdasarkan kriteria rujukan dari ANZBA,
semua luka bakar listrik harus dibawa ke rumah sakit untuk mendapat pelayanan
kesehatan yang memadai. 13

2.10.6. LUKA BAKAR KIMIA

Perbedaan utama antara luka bakar kimia dan termal adalah lamanya waktu
dimana kerusakan jaringan berlanjut sejak agen kimia menyebabkan kerusakan
yang progresif hingga dinonaktifkan menggunakan bahan penetral atau
pengeceran menggunakan air. Semua agen di atas menyebabkan cedera sel
melalui berbagai jenis reaksi kimia. Secara umum dapat dikatakan sebagai bahwa
asam menghasilkan nekrosis koagulasi dan alkali menghasilkan nekrosis
likuifaktif. 14
32

Pertolongan pertama adalah tanggalkan semua pakaian yang terkontaminasi


bahan kimia yang kering. Alirkan air dengan konstan adalah pertolongan utama
pada luka bakar kimia (kecuali unsur natrium, kalium dan lithium). Untuk
mendapatkan efek terbaik, tindakan ini dimulai dalam waktu 10 menit setelah
terjadinya kontak.15

Luka bakar karena asam menimbulkan nyeri hebat dan penampilannya


bervariasi mulai dari eritema (dangkal) hingga eskar hitam (dalam). Contohnya
luka bakar akibat asam florida menyebabkan ion flourida yang bebas masuk
melalui kulit rusak akan mengikat ion kalsium. Hal ini menyebabkan nekrosis
jaringan yang lunak dan hipokalsemia berat sehingga mobilisasi ion kalsium dari
tulang tidak memadai untuk mengatasinya. Tatalaksananya dengan mengalirkan
air, potong kuku, dan inaktivasi ion fluoride bebas racun dan mengubah garam
tidak larut dengan:13

a. Jel untuk luka bakar mengandung kalsium glukonat (dengan dimetil


sulfoksid 10% [DMSO]).
b. Injeksi kalsium glukonat 10% topical (injeksi multipel 0.1–0.2 mL
menggunakan jarum 30G di jaringan luka bakar). Jumlah dan frekuensi
injeksi dipantau dengan menilai respon nyeri.
c. Infus kalsium glukonat intra–arterial.
d. Infus kalsium glukonat intravena ischaemic retrograde (Biers block).
e. Kadang diperlukan eksisi dini

Luka bakar alkali umumnya terjadi di rumah dan kerusakan jaringan tidak
secepat zat asam, namun kerusakan jaringan terjadi dalam kurun waktu panjang
karena terjadi likuifaksi (pencairan) yang menyebabkan kerusakan lebih dalam.
Luka bakar alkali memerlukan pemberian air dengan waktu yang lama dibanding
luka bakar kimia lainnya. Contoh luka bakar alkali adalah akibat fosfor dimana
kematian berhubungan dengan efek sistemik dari hipotensi dan tubular nekrosis
akut, pentalaksanaannya dengan cara:13

1. Pemberian air dalam jumlah yang banyak


33

2. Singkirkan partikel yang tampak


3. Berikan tembaga sulfat (akan terbentuk tembaga fosfid hitam yang
memfasilitasi terlepasnya partikel fosfor)

2.10.7. CEDERA INHALASI

Terhirupnya uap panas dan atau produk pembakaran menyebabkan


kerusakan traktus respiratorius dalam berbagai cara. Lebih lanjut, absorpsi
produk pembakaran menimbulkan efek toksik yang serius, baik lokal maupun
sistemik. Cedera inhalasi diikuti tingginya mortalitas pada luka bakar. Dengan
adanya cedera inhalasi, angka mortalitas luka bakar meningkat 30% diikuti risiko
timbulnya pneumonia. Pasien dengan cedera inhalasi mungkin mengalami distres
pernapasan berat pada fase awal di tempat kejadian. 12

Tabel 6. Perubahan gambaran klinik cedera inhalasi sesuai perubahan waktu12

Jenis inhalasi Periode waktu Gejala dan tanda


Di atas laring 4 –24 jam Bertambahnya stridor

Suara parau atau melemah

Batuk basah

Gelisah

Kesulitan bernapas

Obstruksi jalan napas

Kematian

Di bawah laring i. Segera Gelisah

ii. Timbul bertahap 12 Anoksia yang mengancam


jam – 5 hari jiwa

Kematian
34

Bertambahnya hipoksia

12 jam – 5 hari Edema paru


/ ARDS

Gagal pernapasan

Intoksikasi i. Meninggal di
tempat
ii. Perburukan awal Penurunan kesadaran

Stupor
iii.Perbaikan dengan
berjalannya waktu Confusion

Drowsiness

Poor Mentation

Gangguan visual

Nyeri kepala

Pada asesmen awal (survei primer), berikan oksigen dosis tinggi


(15L/menit) menggunakan non re–breathing mask. Hal ini akan memfasilitasi
oksigenasi jaringan selama asesmen dan tatalaksana berikutnya. Patensi jalan
napas mutlak diperlukan untuk sampainya oksigen ke paru. Apabila pasien tidak
respon dengan pemberian oksigen maka diperlukan ventilasi manual
menggunakan bag yang terpasang pada pipa endotrakea dan pasokan oksigen,
atau menggunakan ventilator mekanik.13

Tatalaksana cedera inhalasi di atas laring adalah dengan proteksi tulang


belakang servikal bersifat mandatorik. Semua penderita dengan kecurigaan
cedera inhalasi harus diobservasi secara ketat. Karena obstruksi yang berlangsung
progresif dan cepat sangat mungkin terjadi, maka peralatan emergensi untuk
prosedur intubasi harus disiapkan3.

Apabila cedera inhalasi disertai dengan intoksikasi sistemik akibat carbon


monoksida (CO) nantinya akan dieliminasi bertahap dari darah melalui difusi di
alveoli. Tatalaksana emergensi standar adalah menghembuskan oksigen 100%
35

menggunakan sungkup (mask). Proedur ini dilanjutkan hingga kadar COHb


kembali normal. Prosedur pencucian CO sekunderpada ikatannya dengan
cytochrome hanya akan menyebabkan peningkatan kecil kadar COHb dalam 24
jam berikutnya, dan pemberian oksigen dalam hal ini harus dilanjutkan. 13

Rekonstruksi Kulit dirancang sesuai dengan kedalaman luka bakar yang


dinilai pada saat operasi. Teknik rekonstruksi dan perkiraan waktu pelaksanaan
rekonstruksi sepenuhnya tergantung pada masing-masing ahli bedah. Faktor lain
yang mempengaruhi metode pemilihan rekonstruksi kulit ini meliputi
ketersediaan dan biaya produk bioteknologi.17

Gambar 10. Pelbagai metode operasi rekonstruksi 17

Tatalaksana Jaringan Parut

Penatalaksanaan jaringan parut berhubungan komponen fisik dan


komponen estetik dikarenakan adanya implikasi emosional dan psikososial pasca
luka bakar. Jaringan parut hipertrofik merupakan hasil dari pembentukan serat
kolagen yang berlebihan selama masa penyembuhan luka dan reorientasi dari
serat tersebut dengan pola yang tidak seragam. Jaringan keloid berbeda dari
jaringan parut hipertrofik karena ia bisa meluas di luar area luka bakar. Keloid
lebih sering dijumpai pada orang-orang dengan kulit hitam dibanding orang-
orang kulit putih.18,19
36

Pembentukan jaringan parut dipengaruhi oleh banyak faktor:

 Faktor diluar kulit: pertolongan pertama kecukupan resusitasi cairan,


penempatan di rumah sakit, intervensi bedah, penatalaksanaan luka dan
pembebatan luka.
 Faktor yang berhubungan dengan pasien sendiri. Derajat penyesuaian
dengan program rehabilitasi, tingkat motivasi, umur, kehamilan, warna
kulit.

Hypertrophic scars and scar contraction dengan gangguan fungsi yang


terjadi bersamaan adalah masalah paling umum yang memerlukan koreksi atau
rekonstruksi.17

Gambar 11. Hypertropic scars pada luka bakar. 17

1. Prosedur Pembedahan

Terdapat dua tipe besar prosedur bedah yang dapat menghilangkan


jaringan parut dan mengganti jaringan yang hilang pada korban luka bakar berat:
dermabrasi dan skin graft. Dermabrasi adalah prosedur bedah yang bertujuan
meminimalisasi penampilan jaringan parut, mengembalikan fungsi dan
37

mengkoreksi kelainan bentuk akibat dari luka. Skin graft adalah prosedur bedah
dimana sepotong kulit yang berasal dari tubuh pasien di transplantasikan ke
daerah lain dari tubuh.18,19

a. Dermabrasi

Dermabrasi adalah prosedur bedah yang bertujuan meminimalisasi


penampilan jaringan parut, mengembalikan fungsi dan mengkoreksi kelainan
bentuk akibat dari luka. Dermabrasi digunakan untuk menghaluskan jaringan
parut dengan “mencukur” atau mengikis lapisan kulit teratas. Walaupun
dermabrasi dapat menghaluskan permukaan jaringan parut, proses ini tidak akan
menghilangkan jaringan parut tersebut. Jaringan parut akan tetap ada akan tetapi
penampilannya akan menjadi lebih baik seiring dengan waktu.

Prosedur ini dapat dilaksanakan di tempat praktek bedah kulit atau di


fasilitas kesehatan lain bagi pasien yang berobat jalan. Segera setelah
pembedahan ini dilakukan, kulit akan diberikan salep, perban yang basah atau
mengandung lilin,perawatan kering atau kombinasi dari keduanya. Biasanya kulit
akan terlihat merah dan bengkak setelah pembedahan. Pembengkakan ini akan
berlanjut selama 2 – 3 minggu. Pasien akan mengalami rasa nyeri, gatal atau rasa
terbakar setelah pembedahan yang menandakan kulit baru yang mulai tumbuh.
Krusta akan terbentuk di area yang sudah mulia menyembuh, bagaimanapun jika
salep dioleskan pada daerah yang terluka segera setelah pembedahan maka hanya
akan ada sedikit atau tidak ada krusta sama sekali. Seiring dengan proses
penyembuhan, krusta akan luruh meninggalkan lapisan kulit baru yang berwarna
merah jambu. Jika daerah tersebut tetap berwarna merah, bengkak dan terasa
gatal mungkin ini merupakan tanda pembentukan jaringan parut abnormal. Hal
ini harus segera dilaporkan pada ahli bedah yang bersangkutan.

Setelah pembedahan, pasien dapat beraktifitas dengan normal seperti


kembali bekerja dalam waktu 2 minggu. Pasien disarankan untuk menghindari
aktivitas yang dapat menyebabkan benturan pada area yang di operasi selama 2
minggu. Olah raga harus dihindari untuk 4 – 6 minggu setelah operasi. Sangatlah
38

penting untuk melindungi kulit selama 6 – 12 bulan sampai proses pigmentasi


kulit lengkap terbentuk. Warna kulit akan kembali normal dalam waktu sekitar 3
bulan. Pada saat repigmentasi kulit sudah lengkap, warna kulit akan tampak sama
dengan warna kulit sekitarnya.

b. Skin Graft

Skin graft adalah prosedur bedah dimana sepotong kulit yang berasal dari
tubuh pasien di transplantasikan ke daerah lain dari tubuh. Kulit dari orang lain
atau dari binatang mungkin digunakan sebagai penutup sementara pada luka
bakar luas untuk menghindari kehilangan cairan. Kulit yang diambil dari donor
haruslah kulit yang sehat dan diiplantasikan ke daerah kulit yang rusak dari
resipien. 20

Skin graft merupakan prosedur bedah yang lebih rumit daripada


dermabrasi. Skin graft biasanya dilakukan di rumah sakit besar di bawah anestesi
umum. Waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan tergantung dari luas dan
keparahan luka, antara 6 minggu sampai beberapa bulan. Dalam 36 jam pertama
setelah pembedahan, pembuluh darah yang baru akan mulai terbentuk pada kulit
yang ditransplantasi. Pada umumnya skin graft berhasil, tetapi ada beberapa yang
membutuhkan pembedahan tambahan jika proses penyembuhan tidak berjalan
dengan sempurna. 20
Ada beberapa tipe dari skin graft: pinch, split - thickness,
full – thickness dan pedicle graft.

 Pinch Graft : potongan kulit sebesar ¼ inchi dipasang pada donor. Bagian
kulit yang kecil ini kemudian akan tumbuh menutup area yang terluka.
Kulit ini akan tumbuh bahkan didaerah dengan suplai darah yang terbatas
dan dapat mencegah infeksi.
 Split – thickness graft : terdiri dari lapisan superficial dan lapisan dalam
dari kulit yang berbentuk helaian. Graft yang diambil dari daerah donor
dapat mencapai lebar 4 inchi dan panjang 10 – 12 inchi. Graft ini
kemudian ditempel pada area resipien. Segera setelah graft ditanam
daerah tersebut dapat ditutup dengan balut tekan atau dibiarkan terbuka.
39

Split thickness graft digunakan pada bagian tubuh yang tidak menyangga
berat badan (non-weight bearing). Keberhasilan skin graft dapat
diperkirakan 72 jam setelah pembedahan. Jika transplantasi kulit ini dapat
melewati 72 jam pertama tanpa infeksi atau trauma, tubuh pada umumnya
tidak menolak transplantasi ini. Sebelum pembedahan, area donor dan
resipien harus bebas dari infeksi dan mempunyai suplai darah yang stabil.
Prosedur lanjutan yang berupa memindahkan atau meregangkan area
resipien harus dihindari. Perban yang digunakan harus steril dan biasanya
diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi. 20

Teknik Rekonstruksi Luka Bakar

Rekonstruksi kelainan bentuk tubuh akibat luka bakar sulit dilakukan.


Penggunaan flap muskulokutaneus dan / atau flap fasciokutaneus, terutama yang
dimodifikasi untuk mengikuti prinsip z-plasty atau 34 z-plasty, telah terbukti
efektif dalam memulihkan fungsi yang hilang karena jaringan parut dan
kontraktur bekas luka.11

Gambar 12. (a) Bekas luka leher. (b) Dua segitiga sama sisi diberi tanda 'z' dan sayatan
dibuat untuk membebaskan dua penutup kulit segitiga. (c) Dua penutup dipasang untuk
mencapai pelepasan. (d) Sebelum dibebaskan, pasien, seorang anak laki-laki berusia 13
tahun, mengeluh sesak di daerah leher yang disebabkan oleh bekas luka yang kencang. (e)
40

Keadaan leher 4 tahun setelah prosedur pelepasan. Prosedur z-plasty mengurangi


ketegangan pada leher.11

2.11. Komplikasi
Luka bakar mayor mengakibatkan perubahan patofisiologis di hampir semua
sistem organ. Pada pasien luka bakar akut dapat timbul gangguan seperti :11

• Jalan nafas yang terganggu

• Insufisiensi paru

• Status mental yang berubah

• Cedera yang terkait

• Akses vaskular terbatas

• Kehilangan darah yang cepat

• Perfusi jaringan yang terganggu akibat:

- Hipovolemia

- Penurunan kontraktilitas miokard

• Anemia

• Penurunan tekanan osmotik koloid

• Edema

• Disritmia

• Gangguan pengaturan suhu

• Respon obat yang berubah

• Insufisiensi ginjal

• Imunosupresi
41

• Infeksi / sepsis

Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang
dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu
fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik yang
buruk sekali sehingga perawatan kejiwaan, psikososial, dan fisioterapi, juga harus
dilanjutkan selama perawatan bedah ditetapkan. 14

Gambar 13. Pembengkakan akibat luka bakar yang sembuh secara spontan tanpa
bekas luka. Selama beberapa hari, edema pada kelopak mata membuat pasien
tidak dapat melihat.11

Gambar 14. Infeksi pada luka bakar. Tangan kanan pada anak laki-laki 13 tahun
dengan 85% luka bakar TBSA, derajat keempat di tangan. (a) empat bulan pasca
luka bakar di rumah sakit. (b) Tiga minggu kemudian di klinik dengan tangan
dibuka kembali. Kultur positif untuk MRSA.11
42

Gambar 15. (a) Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun mengalami luka bakar
yang melibatkan 75% dari total permukaan tubuhnya. (b) Cederanya luas; luka
membutuhkan debridemen bertahap dan skin graft, mengakibatkan jaringan parut
yang luas.11

Gambar 16. (a) Seorang wanita 3 tahun 10 bulan setelah luka bakar wajah parah
dengan amputasi hidung subtotal. (b) Desain intraoperatif dari penutup hidung
yang meruncing. (c)Skin graft dengan ketebalan split ke dorsum hidung setelah
flap turn-down dan pelepasan kontraktur.11
43

2.12. Edukasi dan Pencegahan


Edukasi pasien secara konsisten dan berulang adalah suatu bagian yang
penting dalam terapi pasien. Penatalaksanaan terhadap edema, penatalaksanaan
gangguan nafas, memposisikan, dan melibatkan pasien dalam aktivitas fungsional
dan pergerakan harus dimulai sejak dini. Pasien perlu dimotivasi untuk bekerja
sesuai dengan kemampuan mereka dan menerima tanggung jawab untuk merawat
diri mereka sendiri. Kemampuan fungsional pasien setelah terapi tidak akan
maksimal jika pasien tidak secara teratur terlibat dalam pergerakan. Edukasi
tentang perlindungan terhadap sinar matahari juga penting bagi pasien. Pasien
harus mengetahui bahwa mereka harus melindungi kulit mereka dari sinar
matahari sampai 2 tahun dan mereka juga harus melindungi dan menutup kulit
mereka tidak hanya dengan tabir surya tapi juga pakaian yang baik pada saat
bekerja atau beraktivitas di luar ruangan. 12,16

2.13. Prognosis dan SKDI


Prognosis pada luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya
permukaan luka bakar, dan penanganan awal hingga proses penyembuhan
penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan
kesehatan penderita juga turut menentukan dalam proses penyembuhan.
Prognosis yang kurang baik dapat di pengaruhi oleh beberapa penyulit. Penyulit
yang dapat timbul pada luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru,
SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur.

Kondisi medis yang sudah ada seringkali memiliki pengaruh yang besar
pada perjalanan klinis dan hasil akhir dari cedera luka bakar. Cedera pernafasan
dan keracunan karbon monoksida secara substansial memperbesar risiko pasien
yang terbakar dan dapat terjadi bahkan tanpa cedera kulit atau ringan. Lokasi luka
bakar mungkin berdampak besar pada aktivitas pasien sehari-hari, dan
menentukan tempat pasien menerima perawatan. Misalnya, edema dari luka
bakar superfisial area kecil pada wajah dapat menyebabkan pembengkakan pada
kelopak mata, menghambat penglihatan pasien, atau luka bakar yang melibatkan
44

bibir atau rongga mulut dapat menghambat alimentasi oral yang efisien.
Demikian pula, luka bakar pada tangan, kaki, atau yang melibatkan perineum
atau area yang berdekatan dapat sangat membatasi otonomi individu.11

Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) untuk luka bakar derajat 1


dan 2 adalah 4A, dan luka bakar derajat 3 dan 4 adalah 3B. Dimana dokter umum
mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada
keadaan yang gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah
keparahan/ kecatatan pada pasien.Dan mampu menentukan rujukan yang paling
tepat bagi pasien.

Indikasi dan Prosedur Rujukan

Pasien luka bakar memerlukan pemeriksaan dan stabilisasi segera di rumah


sakit terdekat. Petugas kesehatan yang pertama menangani pasien harus
melakukan pemeriksaan primer dan sekunder dan mengevaluasi apakah pasien
perlu dirujuk atau dipindahkan. 15

Kriteria Rujukan

Pasien-pasien yang memenuhi kriteria di bawah ini perlu dirujuk. Pasien yang
memenuhi kriteria ANZBA harus dinilai dan distabilisasi saat rujukan diinisiasi.15

Gambar 17. Kriteria rujukan ANZBA 15


BAB III

KESIMPULAN
Luka bakar adalah kerusakan pada kulit dan jaringan di bawahnya yang
disebabkan oleh panas, bahan kimia, atau listrik

45
DAFTAR PUSTAKA
1. Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. HK.01.07/Menkes/555/2019 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran–Tata Laksana Luka Bakar. 2019. Menkes RI. Jakarta. 2019.
2. Martina, Nungki Ratna dan Wardhana Aditya. Mortality Analysis of
Adult Burn Patients. Jakarta: Jurnal Plastik Rekonstruksi. 2013. p.96-100.
3. American Burn Association. Advanced Burn Life Support Provider
Manual. United States. 2018.
4. Espinoza, Garcia JA et al. Burns: Definition, Classification,
Pathophysiology and Initial Approach. Mexico: General Medicine Journal.
Vol. 5 Issue 5. 2017. p.1-5.
5. Australian and New Zealand Burn Association. Emergency Management
of Severe Burns (EMSB) 18th edition. 2016.
6. Jeschke, Marc G., et al. Burn Injury. Canada: Nature Riview-Disease
Primers. 2020.
7. World Health Organization. Burns. World Health Organization. 2018.
8. Kara, Yesim Akpinar. Burn Etiology and Pathogenesis.
IntechOpern.2018.p.17-33.
9. American Collage of surgeons. ATLS-Advanced Trauma Life Support
Student Course Manual 10th edition. The Committee on Trauma. 2018.
10. Doménech, M. V., Sanz, E. S., Marco, C. P., del Caz, M. P., Cerdá, O. B.,
& Albert, J. S. (2014). Pellagra. A challenging differential diagnosis in
burn injuries. Journal of Tissue Viability, 23(1), 37-41.
11. David N. Herndon. (2007). Total burn care. Elsevier Health Sciences.
12. Emergency Management of Severe Burns 17th Edition. Australia and
New Zealand Burn Association Ltd. 2013.
13. Jackson DM. The diagnosis of the depth of burning. Br J Surg. 2013.
40(164):588–96.
14. Hettiaratchy S, Papini R. Initial management of a major burn: II––
assessment and resuscitation. BMJ. 2014. 329(7457):101–3.
15. ANZBA, Bi–National Burns Registry: Annual Report 1st July 2009 –
30th June 2010. 2011, Autralian and New Zealand Burn Association:
Melbourne.
16. Williams NS, et al. Bailey and Love’s Short Practice Of Surgery 25th
Edition. United Kingdom. Edward Arnold (Publishers) Ltd. 2008.
17. Jeschke, M. G. (2013). Burn care and treatment: a practical guide. New
York: Springer.
18. Perdanakusuma DS. Penanganan parut hipertrofik dan keloid.
Perdanakusuma DS, editor. 2nd Ed. Surabaya: Airlangga University Press;
2017.
19. Schmieder SJ, Ferrer-Bruker. Hypertrophic scarring. StatPearls Publ LLC;
2018
20. Perdanakusuma DS. Skin Grafting. Airlangga University Press. 1998.

46

Anda mungkin juga menyukai