Anda di halaman 1dari 21

Referat

GAMBARAN RADIOLOGI KOLESISTITIS

ACUTE DAN CHRONIC

Oleh:
Siti Sabrina, S.Ked
712021006

Pembimbing:
dr. Nurmalia Firmansyah, Sp. Rad

SMF ILMU RADIOLOGI


RS DR. RIVAI ABDULLAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul:
Gambaran Radiologi Kolesistitis Acute dan Chronic

Oleh:
Siti Sabrina, S.Ked
712021006

Telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2022 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Radiologi Rumah Sakit Dr.Rivai
Abdullah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Oktober 2022


Pembimbing

dr. Nurmalia Firmansyah, Sp. Rad

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya,
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Gambaran Radiologi Kolesistitis Acute dan Chronic” sebagai
salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Radiologi
Rumah Sakit Dr. Rivai Abdullah Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada:
1. dr. Nurmalia Firmansyah, Sp.Rad selaku pembimbing yang telah memberi
masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian referat ini.
2. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, karena
kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan di
masa mendatang.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan
ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, Oktober 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................ii
KATA PENGANTAR........................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Tujuan Referat.................................................................................................1
1.3 Perumusan Masalah.........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................3
2.1 Definisi.............................................................................................................3
2.2 Anatomi...........................................................................................................3
2.3 Etiologi.............................................................................................................6
2.4 Epidemiologi....................................................................................................7
2.5 Patofisiologi.....................................................................................................7
2.6 Manifestasi Klinis............................................................................................9
2.7 Diagnosis.......................................................................................................10
2.8 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................12
2.9 Diagnosis Banding.........................................................................................12
BAB III PEMBAHASAN..................................................................................13
3.1 Pembahasan...................................................................................................13
BAB IV KESIMPULAN....................................................................................16
4.1 Kesimpulan....................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................17

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kandung empedu adalah organ berbentuk buah pir yang berada di
permukaan bawah lobus kanan hati. Salah satu penyakit pada kandung
empedu adalah kolesistitis yaitu radang kandung empedu. Kolesistitis hampir
selalu dihubungkan dengan batu empedu dan terjadi sebagai kondisi akut atau
kronis. Kolesisititis akut pada umumnya disebabkan karena adanya obstruksi
aliran keluar dari kandung empedu oleh batu empedu. Permulaan rekasi
radang diakibatkan oleh efek iritasi empedu. Kolesisititis kronik timbul
akibat terjadinya kolesistisi akut yang berulang-ulang.1
Diperkirakan 10-20% orang Amerika memiliki batu empedu dan
sebanyak  sepertiga dari orang-orang ini menderita kolesistitis akut.
Kolesistektomi baik  untuk kolik bilier berulang atau untuk kolesistitis akut
merupakan prosedur bedah yang paling umum, sekitar 500.000 operasi per
tahun. Insiden kolesistitis meningkat seiring bertambahnya usia. penjelasan
fisiologis untuk meningkatnya insiden penyakit kolesistitis pada populasi
usia lanjut. Peningkatan insiden pada pria lanjut usia diduga dikaitkan dengan
perubahan hormon androgen  terhadap estrogen.2
Salah satu pemeriksaan pada kandung empedu adalah pemeriksaan CT
Scan. Biasanya CT Scan berfungsi sebagai modalitas pencitraan awal untuk
evaluasi dari abdomen akut. CT Scan juga merupakan teknik yang lebih
disukai untuk mendiagnosa komplikasi kolesisititis akut. Pada CT Scan akan
tampak batu empedu, penebalan dinding kandung empedu, empedu
hiperatinuating dan cairan pericholecystic.1

1
1.2. Tujuan Referat
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan sebagai referensi medis mengenai
Kolesistitis akut dan kronik terutama dalam bidang ilmu radiologi.

1.3. Perumusan Masalah


Bagaimana gambaran radiologi pada Kolesistitis akut dan kronik

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan
nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Berdasarkan etiologinya,
kolesistitis dapat dibagi menjadi:2
1. Kolesistitis kalkulus, yaitu kolesistitis yang disebabkan batu kandung
empedu yang berada di duktus sistikus.
2. Kolesistitis akalkulus, yaitu kolesistits tanpa adanya batu empedu.
Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi menjadi kolesistitis akut dan
kolesistitis kronik. Pembagian ini juga berhubungan dengan gejala yang
timbul pada kolesistitis akut dan kronik. Pada kolesistitis akut, terjadi
inflamasi akut pada kandung empedu dengan gejala yang lebih nyata seperti
nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Sedangkan, kolesistitis
kronik merupakan inflamasi pada kandung empedu yang timbul secara
perlahan-lahan dan sangat erat hubugannya dengan litiasis dan gejala yang
ditimbulkan sangat minimal dan tidak menonjol.2

2.2 Anatomi
Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pir, yang
terletak pada permukaan inferior dari hati pada garis yang memisahkan lobus
kanan dan kiri, yang disebut dengan fossa kandung empedu. Ukuran kandung
empedu pada orang dewasa adalah 7cm hingga 10 cm dengan kapasitas lebih
kurang 30mL. Kandung empedu menempel pada hati oleh jaringan ikat
longgar , yang mengandung vena dan saluran limfatik yang menghubungkan
kandung empedu dengan hati. Kandung empedu dibagi menjadi empat area
anatomi: fundus, korpus, infundibulum, dan kolum.3

3
Gambar 2.1. Anatomi kandung empedu dan saluran bilier

Saluran biliaris dimulai dari kanalikulus hepatosit, yang kemudian


menuju ke duktus biliaris. Duktus yang besar bergabung dengan duktus
hepatikus kanan dan kiri, yang akan bermuara ke duktus hepatikus komunis
di porta hepatis. Ketika duktus sistika dari kandung empedu bergabung
dengan duktus hepatikus komunis, maka terbentuklah duktus biliaris
komunis. Duktus biliaris komunis secara umum memiliki panjang 8 cm dan
diameter 0.5-0.9 cm, melewati duodenum menuju pangkal pankreas, dan
kemudian menuju ampula Vateri.3
Suplai darah ke kandung empedu biasanya berasal dari arteri sistika yang
berasal dari arteri hepatikus kanan. Asal arteri sistika dapat bervariasi pada
tiap tiap orang, namun 95 % berasal dari arteri hepatik kanan.3
Aliran vena pada kandung empedu biasanya melalui hubungan antara
vena vena kecil. Vena-vena ini melalui permukaan kandung empedu
langsung ke hati dan bergabung dengan vena kolateral dari saluran empedu
bersama dan akhirnya menuju vena portal. Aliran limfatik dari kandung
empedu menyerupai aliran venanya. Cairan limfa mengalir dari kandung
empedu ke hati dan menuju duktus sistika dan masuk ke sebuah nodus atau
sekelompok nodus. Dari nodus ini cairan limfa pada akhinya akan masuk ke

4
nodus pada vena portal. Kandung empedu diinervasi oleh cabang dari saraf
simpatetik dan parasimpatetik, yang melewati pleksus seliaka. Saraf
preganglionik simpatetik berasal dari T8 dan T9. Saraf postganglionik
simpatetik berasal dari pleksus seliaka dan berjalan bersama dengan arteri
hepatik dan vena portal menuju kandung empedu. Saraf parasimpatetik
berasal dari cabang nervus vagus.3
Fungsi kandung empedu yaitu sebagai berikut:4
1. Menyimpan dan mengkonsentrasikan cairan empedu yang berasal dari
hati di antara dua periode makan.
2. Berkontraksi dan mengalirkan garam empedu yang merupakan turunan
kolesterol, dengan stimulasi oleh kolesistokinin,ke duodenum sehingga
membantu proses pencernaan lemak
Cairan empedu dibentuk oleh hepatosit, sekitar 600 mL per hari, terdiri
dari air, elektrolit, garam empedu, kolesterol, fosfolipid, bilirubin, dan
senyawaorganik terlarut lainnya. Kandung empedu bertugas menyimpan dan
menkonsentrasikan empedu pada saat puasa. Kira-kira 90 % air dan elektrolit
diresorbsi oleh epitel kandung empedu, yang menyebabkan empedu kaya
akan konstituen organic.3
Di antara waktu makan, empedu akan disimpan di kandung empedu dan
dipekatkan. Selama makan, ketika kimus mencapai usus halus, keberadaan
makanan terutama produk lemak akan memicu pengeluaran kolesistokinin
(CCK). Hormon ini merangsang kontraksi dari kandung empedu dan
relaksasi sfingter Oddi, sehingga empedu dikeluarkan ke duodenum dan
membantu pencernaan dan penyerapan lemak. Garam empedu secara aktif
disekresikan ke dalam empedu dan akhirnya disekresikan bersama dengan
konstituen empedu lainnya ke dalam duodenum. Setelah berperan serta dalam
pencernaan lemak, garam empedu diresorpsi ke dalam darah dengan
mekanisme transport aktif khusus di ileum terminal. Dari sini garam empedu
akan kembali ke sistem porta hepatika lalu ke hati, yang kembali
mensekresikan mereka ke kandung empedu. Proses pendaurulangan antara
usus halus dan hati ini disebut sebagai sirkulasi enterohepatik.4

5
2.3 Etiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah
stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%)
sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu
(kolesistitis akut akalkulus).6
Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50
sampai 85persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering
dibiak dan kandung empedu para pasien ini adalah E. Coil, spesies
Kiebsielia, Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies
Clostridiuin.7
Kolesistitis akut akalkulus terdapat pada 10 % kasus. Peningkatan resiko
terhadap perkembangan kolesistitis akalkulus terutama berhubungan dengan
trauma atau luka bakar yang serius, dengan periode pasca persalinan yang
menyertai persalinan yang memanjang dan dengan operasi pembedahan besar
nonbiliaris Iainnya dalam periode pascaoperatif. Faktor lain yang
mempercepat termasuk vaskulitis, adenokarsinoma kandung empedu yang
mengobstruksi, diabetes mellitus, torsi kandung empedu, infeksi bakteri
kandung empedu (misalnya Leptospira, Streptococcus, Salmonella atau
Vibrio cholera) dan infeksi parasite kandung empedu. Kolesistitis akalkulus
mungkin juga tampak bersama dengan berbagai penyakit sistemik lainnya
(sarkoidosis, penyakit kardiovaskuler, sifilis, tuberkulosis,aktinomises).7
Selain itu, dapat timbul juga pada pasien yang dirawat cukup lama yang
mendapat nutrisi secara parenteral. Hal ini dapat terj adj karena kandung
empedu tidak mendapatkan stimulus dan kolesistokinin (CCK) yang
berfungsi untuk mengosongkan kantong empedu, sehingga terjadi statis dan
cairan empedu.7

2.4 Epidemiologi
Diperkirakan 10-20% orang Amerika memiliki batu empedu dan
sebanyak sepertiga dan orang-orang ini menderita kolesistitis akut.

6
Kolesistektomi baik untuk kolik bilier berulang atau untuk kolesistitis akut
merupakan prosedur bedah yang paling umum, sekitar 500.000 operasi per
tahun.2
Insiden kolesistitis meningkat seiring bertambahnya usia. Penjelasan
fisiologis untuk meningkatnya insiden penyakit kolesistitis pada populasi usia
lanjut. Peningkatan insiden pada pria lanjut usia diduga dikaitkan dengan
perubahan hormon androgen terhadap estrogen.2
Distribusi jenis kelamin untuk kolesistitis adalah 2-3 kali lebih sering
pada wanita dibandingkan pada pria. Prevalensi kolelitiasis (faktor risiko
predominan kolesistitis) lebih tinggi pada orang-orang keturunan
Skandinavia, Pima, India, dan populasi Hispanik, dan kurang umum
ditemukan pada orang-orang berasal dari daerah sub Sahara Afrika dan Asia.
Di Amerika Serikat, orang kulit putih memiliki prevalensi lebih tinggi
daripada orang kulit hitam.2
Sejauh ini belum ada data epidemiologis penduduk di Indonesia, insidens
kolesistitis di Indonesia relative lebih rendah di banding negara-negara barat.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya
meningkat pada usia diatas 40 tahun.2

2.5 Patofisiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah
stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang
terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu,
sedangkan sebagian kecil kasus kolesititis (10%) timbul tanpa adanya batu
empedu. Kolesistitis kalkulus akut disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus
oleh batu empedu yang menyebabkan distensi kandung empedu. Akibatnya
aliran darah dan drainase limfatik menurun dan menyebabkan iskemia
mukosa dan nekrosis. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh seperti
kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang

7
merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi
inflamasi dan supurasi.2
Faktor predisposisi terbentuknya batu empedu adalah perubahan susunan
empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan
empedu mungkin merupakan faktor terpenting pada pembentukan batu
empedu. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hati penderita batu
kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol.
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan
cara yang belum dimengerti sepenuhnya. Stasis empedu dapat
mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan
pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau
spasme sfingter Oddi atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor
hormonal terutama pada kehamilan dapat dikaitkan dengan pengosongan
kandung empedu yang lebih lambat. Infeksi bakteri dalam saluran empedu
dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui peningkatan
deskuamasi sel dan pembentukan mukus. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih
sering sebagai akibat adanya batu empedu daripada menjadi penyebab
terbentuknya batu empedu.8
Meskipun mekanisme terjadinya kolesistitis akalkulus belum jelas,
beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan mekanisme terjadinya
penyakit ini. Penyebab utama penyakit ini dipikirkan akibat stasis empedu
dan peningkatan litogenisitas empedu. Pasien-pasien dalam kondisi kritis
lebih mungkin terkena kolesistitis karena meningkatnya viskositas empedu
akibat demam dan dehidrasi dan akibat tidak adanya pemberian makan per
oral dalam jangka waktu lama sehingga menghasilkan penurunan atau tidak
adanya rangsangan kolesistokinin untuk kontraksi kandung empedu. Selain
itu, kerusakan pada kandung empedu mungkin merupakan hasil dari
tertahannya empedu pekat, suatu senyawa yang sangat berbahaya. Pada
pasien dengan puasa yang berkepanjangan, kandung empedu tidak pernah
mendapatkan stimulus dari kolesistokinin yang berfungsi merangsang
pengosongan kandung empedu, sehingga empedu pekat tersebut tertahan di

8
lumen. Iskemia dinding kandung empedu yang terjadi akibat lambatnya
aliran empedu pada demam, dehidrasi, atau gagal jantung juga berperan
dalam patogenesis kolesistitis akalkulus.9
Penelitian yang dilakukan oleh Cullen et al memperlihatkan kemampuan
endotoksin dalam menyebabkan nekrosis, perdarahan, penimbunan fibrin
yang luas, dan hilangnya mukosa secara ekstensif, sesuai dengan iskemia
akut yang menyertai. Endotoksin juga menghilangkan respons kontraktilitas
terhadap kolesistokinin (CCK) sehingga menyebabkan stasis kandung
empedu.9

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada pasien dengan kolesistitis adalah:2
a. Nyeri kolik bilier
Kolik bilier adalah nyeri episodik berat pada sifat dan beratnya selama
serangan akut. Dikarakteristikkan oleh awitan tiba-tiba dari nyeri
epigastrik berat atau kuadran kanan atas yang sering menyebar ke
punggung. Intensitas dari puncak nyeri dalam satu jam atau kurang dan
menetap selama beberapa jam. Nyeri disebabkan oleh kontraksi kandung
empedu terhadap batu yang tersangkut pada leher kandung empedu atau
duktus kistik, kerusakan jaringan dalam kandung empedu, distensi
kandung empedu akibat proses inflamasi, dan sentuhan fundus kandung
empedu yang terdistensi pada dinding abdomen pada daerah kartilago
costa sembilan dan sepuluh kanan. Nyeri terakhir ini timbul saat pasien
menarik napas.
b. Kesulitan bernapas
Penderita kolesistitis akan mengalami kesulitan saat inspirasi dalam
akibat nyeri. Nyeri yang timbul juga menghambat pengembangan rongga
dada.

c. Mual muntah
Terjadi sekitar 75% pasien mengalami mual muntah akibat impuls yang
dihantarkan ke pusat muntah dari distensi duktus empedu.

9
d. Perut terasa penuh (kembung)
Hal ini terjadi akibat gas yang dihasilkan oleh bakteri yang menginfeksi
kandung empedu.
e. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu kedalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas yaitu getah empedu yang tidak dibawa ke
duodenum akan diserap kembali ke darah dan dibawa ke seluruh tubuh.
Hal ini menyebabkan kulit dan membrane mukosa berwarna kuning.
Keadaan ini disertai dengan gatal-gatal yang mencolok pada kulit.
f. Perubahan warna pada urin dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna gelap.
Feses yang tidak diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan
biasanya pekat yang disebut ‘clay-colored’.
g. Defisiensi vitamin A, D, E, K
Obstruksi aliran empedu akan mengganggu absorbs vitamin A, D, E, K
yang larut dalam lemak. Paien akan memperlihatkan gejala-gejala
defisiensi vitamin A, D, E, K bila obstruksi bilier berjalan lama. Sebagai
contoh defisiensi vitamin K akan mengganggu pembekuan darah yang
normal.
h. Peningkatan suhu tubuh
Peningkatan suhu tubuh disebabkan oleh proses inflamasi.

2.7 Diagnosis
Pasien kolesistitis akut memiliki riwayat nyeri hebat pada abdomen
bagian atas yang bertahan dalam beberapa jam hingga akhirnya mereka
mencari pertolongan ke unit gawat darurat lokal. Secara umum, pasien
kolesistitis akut juga sering merasa mual dan muntah serta pasien melaporkan
adanya demam. Tanda-tanda iritasi peritoneal juga dapat muncul, dan pada
beberapa pasien menjalar hingga ke bahu kanan atau skapula. Kadang-
kadang nyeri bermula dari regio epigastrium dan kemudian terlokalisisr di
kuadran kanan atas (RUQ). Meskipun nyeri awal dideskripsikan sebagai

10
nyeri kolik, nyeri ini kemudian akan menetap pada semua kasus kolesistitis.
Pada kolesistitis akalkulus, riwayat penyakit yang didapatkan sangat terbatas.
Seringkali, banyak pasien sangat kesakitan (kemungkinan akibat ventilasi
mekanik) dan tidak bisa menceritakan riwayat atau gejala yang muncul. 10,11
Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan nyeri tekan di kuadran kanan
atas abdomen, dan seringkali teraba massa atau teraba penuh. Palpasi kuadran
kanan atas saat inspirasi seringkali menyebabkan rasa tidak nyaman yang
berat yang menyebabkan pasien berhenti menghirup napas, hal ini disebut
sebagai tanda Murphy positif. Terdapat tanda-tanda peritonitis lokal dan
demam.10.11
Berdasarkan Tokyo Guidelines (2007), kriteria diagnosis untuk kolesistitis
adalah:12
 Gejala dan tanda lokal
 Tanda Murphy
 Nyeri atau nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
 Massa di kuadran kanan atas abdomen
 Gejala dan tanda sistemik
 Demam
 Leukositosis
 Peningkatan kadar CRP
 Pemeriksaan pencitraan
 Temuan yang sesuai pada pemeriksaan USG atau skintigrafi

Diagnosis kolesistitis jika 1 tanda lokal, disertai 1 tanda sistemik dan


hasil USG atau skintigrafi yang mendukung.12

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien akut kolesistitis, dapat
ditemukan leukositosis dan peningkatan kadar C-reactive protein (CRP).

11
Pada 15% pasien, ditemukan peningkatan ringan dari kadar aspartate
aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT), alkali fosfatase
(AP) dan bilirubin jika batu tidak berada di duktus biliaris.10,11
Pemeriksaan pencitraan untuk kolesistitis diantaranya adalah
ultrasonografi (USG), computed tomography scanning (CT-scan) dan
skintigrafi saluran empedu. Pada USG, dapat ditemukan adanya batu,
penebalan dinding kandung empedu, adanya cairan di perikolesistik, dan
tanda Murphy positif saat kontak antara probe USG dengan abdomen
kuadran kanan atas. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95%.2

2.9 Diagnosis Banding


Diagnosis banding untuk kolesistitis diantaranya adalah:2
 Aneurisma aorta abdominal
 Apendisitis
 Kolik bilier
 Kolangiokarsinoma
 Kolangitis
 Koledokolitiasis
 Kolelitiasis
 Ulkus gaster
 Gastritis akut
 Pielonefritis akut

BAB III

PEMBAHASAN

12
3.1. Pembahasan
1. Ultrasonografi (USG)
Pada USG, dapat ditemukan adanya batu, penebalan dinding kandung
empedu, adanya cairan di perikolesistik, dan tanda Murphy positif
saat kontak antara probe USG dengan abdomen kuadran kanan atas
pada kolesistitis akut. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai
90-95%.2,11

Akut Kronis

Gambar 3.1 Pemeriksaan USG pada kolesistitis13

2. Computed Tomography scanning (CT-scan)


Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitif dan mahal, tapi
mampu memperlihatkan adanya abses perikolesisitik yang masih
kecil yang mungkin tidak terlihat dengan pemeriksaan USG.2

Gambar 3.2 Pemeriksaan CT Scan Abdomen pada kolesistitis13

3. Skintigrafi saluran empedu

13
Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau
99m Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai kepekaan dan ketepatan
yang lebih rendah daripada USG dan juga lebih rumit untuk
dikerjakan. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya
gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau
skintigrafi sangat menyokong kolesistitis akut.2,11

Gambar 3.3 Koleskintigram normal13

14
Gambar 3.4 Gambaran 99mTc-HIDA scan yang memperlihatkan tidak adanya
pengisian kandung empedu akibat obstruksi duktus sitikus13

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Kesimpulan
Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai
keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Pada

15
pemeriksaan penunjang USG kolesistitis akut dan kronik, dapat
ditemukan adanya batu, penebalan dinding kandung empedu, adanya
cairan di perikolesistik, dan tanda Murphy positif saat kontak antara
probe USG dengan abdomen kuadran kanan atas pada kolesistitis akut.
Sedangkan pada pemeriksaan CT scan abdomen akan terlihat adanya
abses perikolesisitik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat dengan
pemeriksaan USG. Pada pemeriksaan skintigrafi saluran empedu dapat
terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung
empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau skintigrafi sangat
menyokong kolesistitis akut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sumarni T, dkk. Prosedur Pemriksaan CT Scan Abdomen pada Kasus


Kolesistitis di Instalasi Radiologi RSUD PROF. DR. Margono Soekarjo
Purwokerto. JimeD. 2015:1(2);87-88

16
2. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi keempat. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. Hal 477-478.
3. Avunduk, C., 2002. Gallstone. Dalam: Manual of Gastroenterology. Edisi ke-
3. Massachussets: Lippincot Williams and Wilkins.
4. Barret, K.E. 2015. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong Edisi 24. Jakarta:
EGC.
5. Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
6. Huffman JL, Schenker S. 2009. Acute Acalculous Cholecystitis-a review. Clin
Gastroenterol Hepatol.
7. Isselbacher dkk. 2012. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Alih
bahasa Asdie Ahmad H., Edisi 13, Jakarta: EGC
8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
vol 1. Edisi keempat. Jakarta: EGC, 1994.
9. Shojamanesh H, Roy PK, Patti MG. Acalculous Cholecystitis. [Diakses
pada:29 Juni 2020]. http://emedicine.medscape.com/article/187645-overview.
10. Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Yoshida M, Mayumi T, Sekimoto M et al.
Background: Tokyo guidelines for the management of acute cholangitis and
cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Surgery 14. 2007:1-10.
11. Vogt DP. Gallbladder disease:An update on diagnosis and treatment.
Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2002: 69(12)
12. Strasberg SM. Acute Calculous Cholecystitis. N Engl J Med. 2008:358 (26)
13. Khan AN, Karani J, Patankar TA. Acute Cholecystitis Imaging. [Diakses
pada: 29 Juni 2020]. Diakses di:
http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview.

17

Anda mungkin juga menyukai