Diajukan Untuk
Disusun Oleh:
Murtasiyah 20409021015
Ni Kade Putri W 20409021022
Indah Jaka Adhikarsa 20409021034
Silva Fatikhatun N 20409021035
Pembimbing :
dr. Luh Putu Endyah Santi Maryani, Sp. Rad
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas anugrah, hidayah dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Seorang Laki-
laki Dengan Efusi Pleura, Edema Pulmo Dan Chronic Kidney Disease” guna
memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh kepaniteraan klinik bagian ilmu
radiologi Fakultas Kedokteran Unvirsitas Wahid Hasyim Semarang di RSUD
K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang Periode 21 Februari 2021 – 22 Maret
2021.
Penulis sangat bersyukur atas keberhasilan penyusunan laporan kasus ini.
Hal ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu mengucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Luh Putu Endyah Santi Maryani, Sp. Rad
2. dr. Oktina Rachmi Dachliana, Sp. Rad
3. dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp. Rad
4. Seluruh staff instalasi radiologi RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota
Semarang
5. Rekan – rekan anggota kepaniteraan klinik ilmu radiologi
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran sangat membangun dari berbagai pihak penulis. Akhir
kata, semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang
telah membantu. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri
maupun pembaca.
Semarang,
ii
DAFTAR ISI
Judul ........................................................................................................................ i
Latar Belakang......................................................................................................1
iii
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang Chronic Kidney Disease ................................21
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2
garis tengah tubuh seperti di sisi kanan karena mediastinum medium, yang
berisi cor dan pericardium lebih menonjol ke sisi kiri.4
3
lancar saatbernapas. Cairan yang melebihi normal akan menimbulkan
gangguan jika tidakbisa diserap oleh pembuluhdarah dan pembuluh limfe.5
4
b. Efusi Pleura Eksudat
Eksudat ini terbentuk karena penyakit dari pleura itu sendiri
yang berkaitan dengan peningkatan permaebilitas kapiler atau
drainaselimfatik yangkurang. Biasa terjadi pada penderita
pneumonia bakterialis, karsinoma, infark paru, dan pleuritis. Ciri-
ciri eksudat berat jenis >1.015, kadar protein >3%, rasioprotein
pleura berbanding LDH serum 0.6, warna keruh.5
Tabel 2.2 Etiologi Efusi Pleura Eksudatif
5
Gejala Klinis yang sering didapatkan pada penderita efusi pleura
berupa asimptomatik dan sesak nafas, biasanya gambaran klinis efusi sesuai
dengan penyakit yang mendasari. Penyebab efusi pleura berupa pleuritis
karena virus, bakteri, piogenik, tuberkulosa, fungi (jamur), parasit, sirosis
hepatis, SLE, RA, gangguan kardiovaskular, emboli pulmonal,
hipoalbuminemia dan neoplasma.1,6
2.1.5 Patofisiologi
Pada keadaan normal, terdapat 10-20 ml cairan pleura yang tersebar
secara tipis di antara pleura viseral dan parietal yang berfungsi untuk
memfasilitasi pergerakan paru-paru dengan dinding thoraks. Cairan yang
masuk ke cavitas pleuralis berasal dari pembuluh sistemik pada pleura
parietalis dan keluar melalui stoma dan limfe pleura parietalis. Pleura adalah
membran yang relatif permeabel sehingga cairan yang terkumpul di dalam
paru-paru juga dapat melewatinya menuju ke cavitas pleuralis. Akumulasi
cairan pleura akan terjadi apabila terlalu banyak cairan yang masuk atau
terlalu sedikit cairan yang keluar dari cavitas pleuralis. Ada beberapa
patogenesis efusi pleura, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:5
1. Perubahan permeabilitas membran pleura
2. Berkurangnya tekanan onkotik intravascular
3. Meningkatnya permeabilitas kapiler atau gangguan vaskular
4. Meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler pada sirkulasi sistemik
dan atau pulmonari
5. Berkurangnya tekanan intrapleural yang menghalangi
pengembangan paru secara penuh
6. Berkurangnya drainase limfe termasuk obstruksi atau ruptur
ductus thorax.5
6
2.1.6 Gambaran Radiologis
Cairan pleura, pada posisi tegak mengikuti gravitasi sehingga akan
berada pada bagian paling bawah thorax yang memberikan gambaran sinar
X thorax :6
- Lesi opak homogen densitas sama dengan bayangan jantung
- Hilangnya garis diafragma
- Tidak terlihat gambaran paru atau brokus
- Diperlukan volume cairan sejumlah ± 300 ml agar efusi pleura dapat
terlihat
- Foto lateral dapat mendeteksi efusi pleura sebanyak ± 75 ml dan posisi
lateral dekubitus sebanyak ± 15-20 ml.6
7
(a) Posisi PA (b) Posisi Lateral
8
Gambar 2.5. Efusi pleura tampak pada CT scan thoraks
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura ini adalah bertujuan untuk
menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan
dan untuk menghilangkan ketidak nyamanan serta dipsneu (sesak napas).1
a. Thorakosentasis adalah drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan
gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dan lain-lain. Cairan dikeluarkan
segera untuk mencegah meningkatnya edema paru dan untuk keperluan
analisis.
b. Pemberian antibiotik dengan pengawasan dokter.
c. Pleurodesis adalah tindakan untuk mengurangi penumpukan cairan
pleura dirongga pleura dengan menyatukan lapisan visceral dan lapisan
pariental pleura untuk mencegah pembentukan efusi berlebihan dan
mencegah pneumotoraks berulang.
d. Tirah baring adalah pasien berbaring dalam jangka waktu yang lama
(bed rest)
e. Biopsi dan aspirasi pleura untuk mengetahui adanya keganasan.1
9
2.2 Edema Pulmo
2.2.1 Definisi
Edema pulmo adalah akumulasi cairan pada jaringan interstisial
paru yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik
onkotik di dalam pembuluh darah kapiler paru dengan jaringan sekitarnya.1
Edema paru didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi
perpindahan cairan dari vaskular paru ke interstisial dan alveoli paru. Pada
edema paru terdapat penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa secara
berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveoli paru. Edema yang terjadi
akut dan luas sering disusul oleh kematian dalam waktu singkat.7
2.2.2 Etiologi
Edema paru dapat timbul sebagai manifestasi klinis dari suatu gagal
jantung akut atau pun dijumpai pada pasien gagal jantung kongestif yang
mengalami ekstraserbasi dengan faktor pencetus seperti infark miokart,
anemia, obat obatan, diet yang banyak mengndung air maupun garam,
hipertensi, aritmia, tirotoksikosis, infeksi, endokarditis, atau emboli paru,
gagal ginjal maupun kehamilan.1
2.2.3 Patofisiologi
Patofisiologi edema paru berhubungan dengan mekanisme
pertukaran cairan (fluid exchange) yang normal terjadi pada pembuluh
darah kapiler. Sejumlah volume cairan bebas protein tersaring keluar kapiler
melintasi dinding kapiler pembuluh darah, bercampur dengan cairan
interstisium disekitarnya, dan kemudian diabsorbsi kembali ke dalam
pembuluh darah, proses seperti ini disebut bulk flow. Bulk flow terjadi karna
perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid antara plasma
dengan cairan interstisium. Pada jaringan paru normal, cairan dan protein
merembes melalui celah sempit melalui (gap) dantara sel sel endotel kapiler
paru, dan dengan adanya anyaman epitel yang sangat rapat pada kapiler
tersebut maka perpindahan protein berukuran besar dapat diatasi, serta
dipertahankantetap berada didalam plasma. Pada keadaan ini cairan beserta
10
zat terlarut lainnya yang difiltrasi dari sirkulasi menuju jaringan interstisial
alveolar, tidak akan memasuki alveoli karena epitel alveolar juga memiliki
tautan antar sel yang sangat rapat. Selanjutnya, filtrat yang memasuki celah
interstisial alveolar akan mengalir kearah proksimal menuju celah
peribronchovascular. Pada jaringan paru yang normal, seluruh filtrat
tersebut akan dialirkan kembali menuju sirkulasi sistemik melalui sistem
limfe.1
Edema paru terjadi apabila jumlah cairan yang difiltrasi melebihi
clearance capability sistem limfe, keadaan ini sering dijumpai pada keadaan
peningkatan tekanan hidrostatik kapilar oleh karna meningkatnya tekanan
pada pembuluh darah kapilar pulmonalis. Peningkatan tekanan hidrostatik
kapilar pulmoner secara cepat dan tiba tiba akan menyebabkan peningkatan
filtrasi cairan transfaskular dan ini merupakan karakteristik utama suatu
acute cardiogenic edema atau volume-overload edema. Pada edema paru
kardiogenik peningkatan tekanan hidrostatik pada pembuluh darah kapiler
paru umumnya disebabkan oleh karena peningkatan tekanan vena
pulmonalis sebagai akibat peningkatan left ventricular n-diastolik pressure
and left atrial pressure. Hal yang berbeda didapati pada keadaan edema
paru non kardiogenik adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah
diparu menyebabkan cairan intravascular keluar menuju intertisial paru
serta airspace pada edema paru non cardiogenic akan dijumpai cairan edema
yang tinggi protein karna membran pembuluh darah yang lebih permeabel
dapat melewatkan protein protein plasma.1
11
Gambar 2.6. Fisiologi Pertukaran Cairan Mikrovaskuler Paru dan
Patofisiologi Edema Pulmo Kardiogenik dan Nonkardiogenik
2.2.4. Diagnosis
Pasien pasien dengan edema paru kardiogenik akan menunjukan
gejala klinis gagal jantung kiri dengan simtom secara mendadak cemas dan
perasaan seperti tenggelam gejala lain yang dapat muncul pada pasien
dengan edema paru akut adalah dispnea dan takipnea karena edema
intersisial, hipoksemia sebagai akibat penumpukan cairan dialveolus
mungkin disertai sianosis, batu dengan frothy sputum berkeringat dingin.1
12
Tabel 2.3 Perbedaan Edema Kardiak dan Non kardiak
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan pada pasien dengan edema pulmo
seperti:1
1. Dispnea, takipnea, takikardi
2. Hipertensi/ hipotensi
3. Akral dingin
4. Pada auskultasi paru dapat dijumpai krepitasi umumnya terdengar
dibasal namun bisa juga muncul diapeks bila kondisi sudah semakin
memburuk
5. Pada pemeriksaan suara jantung dapat dijumpai S3 serta peningkatan
vena jugularis. Murmur dapat membantu menegakan diagnosis
gangguan valvular yang dapat menyebabkan terjadinya edema paru.
6. Pasien dengan gagal jantung kanan dapat ditemukan hepatomegali,
refluks hepatojugular serta edema perifer
7. Perubahan status mental sebagai akibat dari hipoksia atau hiperkapnia:
cemas serta keringat dingin.1
13
Sejumlah pemeriksaan laboratorium harus dilakukan pada edema
pulmonal yaitu:1
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Pemeriksaan troponin
c. Pemeriksaan analisis gas darah arteri (AGDA)
d. Pemeriksaan asam basa (pH)
e. Plasma B- type natriuretic peptide (BNP) dihasilkan dari ventrikel
jantung sebagai respon dari meningkatnya wall stretch dan volume
overload.1
2. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG pada edema pulmonal terutama untuk
menilai irama jantung, aritmia serta adanya tanda tanda iskemia. Pasien
dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non iskemik biasanya
menunjukan gambaran glombang T yang negatif yang lebar dengan Qt
yang memanjang yang akan membaik dalam 24 jam seteelah klinis
stabil dan menghilang dalam minggu.1
3. Radiologi
Foto thoraks harus dilakukan segera pada semua pasien dengan
sangkaan suatu edema pulmonal untuk mengevaluasi tanda- tanda
edema paru serta menilai kondisi jantung baik ukuran, bentuk dan
tanda-tanda kongesti. Foto toraks dapat menyingkirkan diagnosis
banding Edema pulmonal. Pemeriksaan foto thoraks pada edema pulmo
kardiogenik menunjukkan kardiomegali (pada pasien dengan CHF) dan
adanya edema alveolar disertai efusi pleura dan infiltrasi bilateral
dengan pola butterfly, gambaran vaskular paru dan hilus yang berkabut
serta adanya garis-garis Kerley b di interlobularis. Gambaran lain yang
berhubungan dengan penyakit jantung berupa pembesaran ventrikel kiri
sering dijumpai. Efusi pleura unilateral juga sering dijumpai dan
berhubungan dengan gagal jantung kiri.7
14
Gambar 2.7. Foto Thoraks AP Edem Pulmo
Gambar 2.8
(a) Peribronchial Cuffing (tanda panah)
(b) Kerley A line pada anak panah yang dilingkari
15
Gambar 2.9. Bat Wings pada edema pulmo non kardiogenik
2.2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada edema pulmo dapat dilakukan dengan tatalaksana
sebagai berikut:1
A. Terapi oksigen
Oksigen dapat diberikan mencapai 8 L/menit untuk
mempertahankan PaO2, bila perlu dapat diberikan dengan masker.
Saturasi oksigen harus dipertahankan dalam batas normal (95-98%), hal
ini penting untuk memaksimalkan penghantaran oksigen ke jaringan
sehingga tidak terjadi disfungsi end-organ atau multiple end-organ. Jika
kondisi pasien makin memburuk, akan muncul sianosis, pasien semakin
sesak napas, takipnoe, ronki bertambah, dan PaO2 tidak bisa
dipertahankan > 60 mmHg dengan terapi 02 konsentrasi dan aliran
tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan
edema secara adekuat, maka perlu dilakukan intubasi endotrakeal.1
B. Vasodilator
Pada Edema pulmonal dengan etiologi kardiak peningkatan
LVEDP (left ventricle and diastolic pressure) dengan edema paru
disertai peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik. Vasodilator
disini menjadi terapi utama dengan tujuan untuk membuka sirkulasi
16
perifer dan selanjutnya akan menurunkan preload, afterload dan
akhirnya menurunkan tekanan PCWP (pulmonary cappilarywedge
pressure).1
C. Sodium Nitroprussid
Dapat diberikan dengan dosis 0,3 µg/kg/menit dan dapat di
tingkatkan sampai 5 µg/kg/ mnt. Penggunaan jangka lama ditakutkan
terjadi toxisitas dari hasil metabolik obat tersebut yaitu thiocyanida dan
cyanida, dan di kontraindikasikan pada gangguan hati dan ginjal yang
berat.1
D. Nitrat
Pemberian nitrat akan segera menurunkan preload, menurunkan
kongesti tanpa menggangu stoke volume dan cardiac oksigen demand.
Nitrat sebagai vasodilator vena dan sirkulasi arteri akan menurunkan
preload dan afterload. Pemberian nitrat intra vena yang dikombinasikan
dengan furosemid telah di rekomendasikan dalam penanganan edema
pulmo. Dosis nitrat intra vena dapat dimulai dengan 20 µg/ mnt dan
dapat dinaikkan sampai 200 µg/mnt atau jika l menggunakan isosorbid
dinitrat dosisnya 1 sampai 10 mg/jam. Pemberian vasodilator ini harus
dilakukan dengan monitor tekanan darah. Dosis nitrat harus di turunkan
jika tekanan darah sistolik turun ke 90 – 100 mmHg dan di berhentikan
jika tekanan darah bertambah turun. Untuk pemberian secara oral dapat
diberikan Nitrogliserin 0,3 -0,6 mg sub lingual atau isosorbide dinitrate
2,5-10 mg sublingual. Pemberian secara intravena lebih dianjurkan pada
pasien dengan edema pulmo.1
E. Nesiritede
Obat ini merupakan vasodilator yang baru, yang merupakan
recombinant human brain atau BNP. Nesiride mempunyai efek
vasodilator pada vena, arteriol dan koroner sehingga akan menurunkan
pre-load, after- load sehingga akan meningkatkan cardiac output tanpa
efek initropik langsung.1
F. Diuretik
17
Penggunaan diuretik di indikasikan pada pasien dengan edem
pulmo dengan tujuan meningkatkan volume urine sehinga
meningkatkan pengeluaran air, natrium dan ion-ion lain, hal ini akan
menurunkan volume cairan di plasma, ekstraselular, tekanan pengisian
ventrikel kiri dan kanan dan akhirnya akan menurunkan kongesti
pulmonal dan edema paru.1
Furosemid dapat di bolus 40-60 mg intravena atau diberikan
secara kontinu. Efek pemberian furosemid deuresis akan terjadi dalam
5 menit dan mencapai puncak dalam 30 menit serta berakhir setelah 2
jam. Tetapi biasanya edema paru sudah berkurang sebelum efek diuresis
terjadi, sehingga efek awal pemberian furosemid dapat menyebabkan
dilatasi vena dan juga mengurangi afterload sehingga memperbaiki
pengosongan ventrikel kiri.1
G. Morfin sulfat
Morfin di indikasikan pada stage awal terapi edema pulmo,
Morfin berfungsi sebagai venodilator, arterodilator serta menurunkan
heart rate. Berdasarkan beberapa penelitian pemberian segera morphin
2-3 mg bolus setelah diagnosa ditegakkan sangat memperbaiki keadaan
klinis pasien dan dosis ini dapat di ulang jika diperlukan setiap 15 menit
sampai total dosis 15 mg.1
H. Inotropik
Inotropik di indikasikan jika terjadi hipoperfusi perifer dengan
hipotensi dan penurunan fungsi ginjal. Dosis dopamin dapat dimulai
dengan 2 – 5 µg/kg BB/ menit sampai maksimal 20 µg/kg BB/menit.
Dobutamin dosis 2 - 20 µg/kg BB/menit. Dosis kedua inotropik ini dapat
ditingkatkan sesuai respon klinis.1
I. Intubasi dan ventilator
Dapat dipertimbangkan bila pasien dengan hipoksia berat,
gangguan perfusi ke jaringan serta ancaman gagal napas.1
18
2.3 Chronic Kidney Disease
2.3.1 Anatomi Ginjal
Ginjal terletak retroperitoneal dalam rongga abdomen dan berjumlah
sepasang merupakan organ vital bagi manusia.3 Ren dekstra terletak sedikit
lebih rendah dibandingkan ren sinistra karena adanya lobus hepar dekstra yang
besar yang terletak setinggi thorakal 11-12 (T11-T12) hingga lumbal 3 (L3).3
Setiap manusia mempunyai dua ginjal dengan berat masing-masing ± 150
gram. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus
hepatis dekstra yang besar. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang
disebut kapsula fibrosa. Korteks renalis terdapat di bagian luar yang berwarna
cokelat gelap dan medula renalis di bagian dalam berwarna cokelat lebih
terang. Bagian medula berbentuk kerucut disebut pelvis renalis, yang akan
terhubung dengan ureter sehingga urin yang terbentuk dapat lewat menuju
vesika urinaria.3
19
Gambar 2.11. Lapisan ginjal
Ren memiliki lapisan-lapisan ginjal yang tersusun dari dalam keluar
meliputi:3
A. Capsula renalis yang meliputi ren dan melekat erat pada permukaan
luar ren, dimana dapat memberi bentuk pada ren dan sebagai barrier
infeksi.
B. Capsula adiposa merupakan lemak perirenal yang meliputi capsula
fibrosa.
C. Fascia renalis merupakan kondensasi dari jaringan ikat yang terletak
diluar capsula fibrosa dan meliputi ren serta glandula suprarenalis.
D. Corpus adiposum pararenal terletak diluar fascia renalis dan
membentuk sebagian lemak retroperitoneal.
Capsula adiposa, fascia renalis, dan corpus adiposum pararenal merupakan
lapisan yang berfungsi untuk menyokong dan memfiksasi ren pada posisinya
di dinding posterior abdomen.3
20
penurunan faal ginjal yang menahun dan bersifat irreversible. Akibat yang terjadi
adalah ketidak seimbangan metabolisme cairan dan elektrolit yang timbul karena
adanya penurunan fungsi glomerulus akibat dari banyaknya nefron yang rusak
sehingga ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya.1,8
21
Etiologi Penyakit ginjal kronik bisa disebabkan oleh penyakit ginjal
hipertensi,nefropati diabetika, glomerulopati primer, nefropati obstruktif,
pielonefritis kronik, nefropati asam urat,ginjal polikistik dan nefropati lupus
/ SLE, tidak diketahui dan lain -lain.1.8
22
Gambar 2.12. Tampak Koretks lebih hiperechoic ,Ukuran ginjal mengecil, Batas
korteks medula tidak jelas
23
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Anamnesis pada pasien dilakukan pada hari kamis tanggal 03 Maret 2021,
dirawat diruang Prabu kresna RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang
dan didukung dengan catatan medis.
Keluhan utama
Sesak Nafas
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Pasien IGD RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang pada tanggal 2
Maret 2021 datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas sejak 3 bulan
lalu. Sesak nafas dirasakan semakin memberat 2 hari terakhir, pasien
mengeluh sesak terus menerus dan hanya sedikit berkurang jika pasien
beristirahat. Sesak nafas disertai batuk berdahak, demam dan muntah.
Warna dahak putih kekuningan, batuk darah (-). BAK dan BAB tidak ada
kelainan.
24
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
- Riwayat keluhan serupa sebelumnya : diakui
- Riwayat hipertensi : diakui
- Riwayat kencing manis : diakui
- Riwayat sakit jantung : diakui
- Riwayat sakit ginjal : disangkal (belum pernah
cuci darah)
- Riwayat trauma : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluhan serupa sebelumnya : disangkal
- Riwayat hipertensi : diakui (ayahnya)
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat sakit jantung : disangkal
- Riwayat sakit ginjal : disangkal
- Riwayat trauma : disangkal
Riwayat Pengobatan
Pasien menkonsumsi obat antihipertensi, dan obat hiperglikemia.
Riwayat Operasi
Tidak ada riwayat operasi
Riwayat Asupan Gizi
Pasien makan 2-3x sehari dengan nasi, lauk dan sayur yang berfariasi.
Pasien pernah mengonsumsi minuman yang mengandung alkohol.
Riwayat Sosio Ekonomi
Pasien dirawat di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro menggunakan BPJS Non
PBI
25
STATUS ANTROPOMETRIK
- TB : 165 cm
- BB : 70 Kg
- IMT = BB(kg)/TB2(m2) : 25 Kg/m2 (Obesitas Level 1)
TANDA VITAL (TTV)
- Tekanan darah : 148/102 mmHg
- HR : 95x/menit
- RR : 26x/menit
- Suhu : 37,8 C
- SPO2 : 99%
STATUS INTERNUS
- Kepala : Bentuk normocephale, tidak teraba benjolan
- Mata
Bola mata : tidak terdapat eksoftalmus
Konjungtiva : anemis -/-, perdarahan -/-
Sklera : icterus -/-
Palpebra : oedema -/-
Pupil : bulat, isokor 3 mm / 3 mm, reflek cahaya
+/+
- Hidung
Deformitas (-)
Nafas cuping hidung (-/-)
Tidak tampak adanya secret atau perdarahan
- Telinga
Bentuk : normal
Lubang : normal, discharge (-)
Pendengaran : normal
Perdarahan : tidak ada
- Mulut
Bibir : tidak ada kelainan kongenital, mukosa
kering, sianosis (-), oedem (-)
26
Lidah : ukuran normal, tidak kotor, tidak tremor
Gigi : perawatan gigi baik
Mukosa : hiperemi (-), stomatitis (-)
- Leher
Deviasi trakea : - (posisi trakea simetris)
Kaku kuduk : (negatif)
Tiroid : tidak ada pembesaran
JVP : tidak ada peningkatan JVP
KGB : tidak ada pembesaran
PF Abdomen :
1. Inspeksi: permukaan perut datar, ikterik (-), pelebaran pembuluh darah
(-), sikatrik (-), massa (-), tanda peradangan (-), caput medusa (-), striae
(-), hiperpigmentasi (-)
27
2. Aukultasi: bunyi peristaltic usus normal, tidak ada bising pembuluh
darah.
3. Palpasi
Superfisial: nyeri tekan abdomen regio suprapubic (-), massa (-),
defence muscular (-)
Dalam: nyeri tekan (-)
Organ: hepar tidak melebar, lien schuffner (0), ginjal dextra et sinistra
tak teraba membesar
4. Perkusi
Perkusi 4 regio abdomen timpani
Hepar: pekak (+) , liver span dextra 12 cm sinistra 6 cm
Lien: tidak membesar
Ginjal: nyeri ketok costovertebral sinistra dan dextra
Pemeriksaan Fisik Ektremitas
Superior : akral hangat, oedema -/-, capillary refill <2 detik
Inferior : akral hangat, oedema +/+, capillaty refil < 2 detik
28
B. Pemeriksaan X Foto Thoraks PA
DESKRIPSI:
- COR : Bentuk dan letak normal
- Pulmo : Corakan vaskuler meningkat disertai blurring vaskuler
Tampak bercak pada perihiler dan parakardial kanan
- Diafragma baik, sinus kostrofrenikus kanan kiri suram.
- Tulang dan soft tissue baik
Kesan:
Cor bentuk dan letak normal.
Gambaran edema pulmo.
Efusi pleura dupleks.
29
C. Pemeriksaan USG Abdomen
30
DESKRIPSI :
HEPAR : ukuran dan bentuk normal, parenkim homogen, ekogenisitas
normal, tepi rata, sudut tajam, tak tampak nodul, V.Porta dan V.Hepatica
tak melebar.
31
Duktus biliaris intra-ekstrahepatal tak melebar.
VESIKA FELEA : tak membesar, dinding tak menebal, tak tampak batu,
tak tampak sludge.
LIEN : ukuran normal, parenkim homogen, V.Lienalis tak melebar, tak
tampak nodul.
PANKREAS : ukuran normal, parenkim homogen, duktus pankreatikus tak
melebar.
GINJAL KANAN : ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas,
PCS tak melebar, tak tampak batu, tak tampak massa.
Ekogenitas korteks meningkat dari hepar
GINJAL KIRI : ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas,
PCS tak melebar, tak tampak batu, tak tampak massa.
Ekogenitas korteks meningkat dari hepar
AORTA : tak tampak melebar. Tak tampak pembesaran limfonodi
paraaorta.
VESIKA URINARIA : dinding tak menebal, permukaan reguler, tak
tampak batu/massa.
PROSTAT : ukuran normal, tak tampak kalsifikasi, tak tampak nodul.
Tampak efusi pleura dupleks. Tampak cairan bebas intraabdomen.
KESAN :
- Peningkatan ekogenisitas korteks pada kedua ginjal (sesuai
brenbridge 2) --> gambaran proses kronis kedua ginjal
- Ascites
3.5 Penatalaksanaan
- Monitoring KU dan TTV
- Infus Nacl 20 tpm
- Inj Furosemid 2 amp
32
- Inj Ranitidine 1 amp
- Inj Ondansentron 1 amp
- Inj Cefotaxim 1 gram
- Inj Omeprazole 1 ampl
- P.O Spironolacton
- P.O Candesartan
3.6 Prognosis
- Quo ad vitam : dubia
- Quo ad sanactionam : dubia
- Quo ad functionam : dubia
33
BAB IV
PEMBAHASAN
34
DAFTAR PUSTAKA
35