Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

“SEORANG LAKI-LAKI DENGAN EFUSI PLEURA, EDEMA PULMO DAN


CHRONIC KIDNEY DISEASE”

Diajukan Untuk

Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Dan Melengkapi Salah Satu Syarat


Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi
Di RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO KOTA SEMARANG

Disusun Oleh:

Murtasiyah 20409021015
Ni Kade Putri W 20409021022
Indah Jaka Adhikarsa 20409021034
Silva Fatikhatun N 20409021035

Pembimbing :
dr. Luh Putu Endyah Santi Maryani, Sp. Rad

KEPANITERAAN BAGIAN RADIOLOGI


RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WAHID HASYIM

21 Februari 2021 – 22 Maret 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas anugrah, hidayah dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Seorang Laki-
laki Dengan Efusi Pleura, Edema Pulmo Dan Chronic Kidney Disease” guna
memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh kepaniteraan klinik bagian ilmu
radiologi Fakultas Kedokteran Unvirsitas Wahid Hasyim Semarang di RSUD
K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang Periode 21 Februari 2021 – 22 Maret
2021.
Penulis sangat bersyukur atas keberhasilan penyusunan laporan kasus ini.
Hal ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu mengucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Luh Putu Endyah Santi Maryani, Sp. Rad
2. dr. Oktina Rachmi Dachliana, Sp. Rad
3. dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp. Rad
4. Seluruh staff instalasi radiologi RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota
Semarang
5. Rekan – rekan anggota kepaniteraan klinik ilmu radiologi
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran sangat membangun dari berbagai pihak penulis. Akhir
kata, semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang
telah membantu. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri
maupun pembaca.

Semarang,

ii
DAFTAR ISI
Judul ........................................................................................................................ i

Kata Pengantar ..................................................................................................... ii

Daftar Isi ............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

Latar Belakang......................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2

2.1 Efusi Pleura ....................................................................................................2

2.1.1 Anatomi Pleura ........................................................................................2

2.1.2 Definisi Efusi Pleura ...............................................................................3

2.1.3 Klasifikasi Efusi Pleura ..........................................................................4

2.1.4 Gejala dan Etiologi Efusi Pleura ............................................................5

2.1.5 Patofisiologi Efusi Pleura ........................................................................6

2.1.6 Penatalaksanaan .......................................................................................9

2.2 Edema Pulmo ...............................................................................................10

2.2.1 Definisi Edema Pulmo ..........................................................................10

2.2.2 Etiologi Edema Pulmo ..........................................................................10

2.2.3 Patofisiologi Edema Pulmo ..................................................................10

2.2.4 Diagnosis Edema Pulmo .......................................................................12

2.2.5 Penatalaksanaan Edema Pulmo ............................................................16

2.2 Chronic Kidney Disease ...............................................................................18

2.2.1 Anatomi Ginjal .....................................................................................18

2.2.2 Definisi Chronic Kidney Disease .........................................................20

2.2.3 Klasifikasi Chronic Kidney Disease .....................................................21

2.2.4 Manifestasi Klinis dan Etiologi Chronic Kidney Disease ....................21

iii
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang Chronic Kidney Disease ................................21

BAB III LAPORAN KASUS ..............................................................................24

3.1 Identitas Pasien .............................................................................................24

3.2 Anamnesis ...................................................................................................24

3.3 Pemeriksaan Fisik .........................................................................................25

3.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................28

3.5 Penatalaksanaan ............................................................................................32

BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................35

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rongga pleura dibentuk oleh membran serosa yang kuat dari mesodem.
Pleura parietalis terletak diluar dan membungkus rongga dada bagian dalam
sedangkan pleura viseralis membungkus paru. Tebal rongga pleura 10-20
mikron,berisi cairan 25-50 cc yang berfungsi sebagai pelicin agar paru dapat
bergerak leluasa saat bernapas.1
Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak
diantara permukaan viseral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.2
Edema pulmo adalah akumulasi cairan pada jaringan interstisial paru yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik onkotik di
dalam pembuluh darah kapiler paru dengan jaringan sekitarnya.1
Ginjal merupakan salah satu organ penting di dalam tubuh kita, yang
berfungsi untuk menyaring (filtrasi) dan mengeluarkan zat-zat sisa
metabolisme (racun) dari darah menjadi urin.1 Jika ginjal mengalami
penurunan atau tidak mampu memerankan fungsinya tersebut, maka ginjal
dikatakan mengalami gangguan ginjal.3
Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease merupakan
suatu kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan serta elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang
progresif yang ditandai dengan penumpukan sisa metabolisme (toksik uremik)
di dalam tubuh.1

1
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

2.1 Efusi Pleura


2.1.1 Anatomi Rongga Pleura
Setiap cavitas pleuralis dilapisi oleh satu lapis sel pipih
mesothelium, dan lapis penyerta jaringan ikat penyangga bersama-sama
lapis-lapis tersebut membentuk pleura. Pleura terbagi menjadi dua tipe
utama, menurut lokasinya, yaitu pleura parietalis merupakan pleura yang
terkait dengan dinding cavitas pleuralis dan pleura visceralis merupakan
pleura yang berefleksi dari dinding medial ke permukaan pulmo, melekat
dan melapisi pulmo.4 Tebal rongga pleura 10-20 mikron,berisi cairan 25-50
cc yang berfungsi sebagai pelicin agar paru dapat bergerak leluasa saat
bernapas.1
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang
memproduksi cairan), membran basalis, jaringan elastik dan kolagen,
pembuluh darah dan limfe, membran pleura bersifat semipermaebel.
Sejumlah cairan terus merembes keluar dari pembuluh darah yang melalui
pleura parietal. Cairan ini yang diserap oleh pembuluh darah pleura
viseralis, dialirkan ke pembuluh limfe dan kembali ke darah. Diantara kedua
lapisan ini terdapat rongga yang disebut cavum pleura. Cavum ini terdapat
sedikit cairan pleura yang berfungsi agar tidak terjadi gesekan antar pleura
pada saat pernapasan. Keluar masuknya cairan dari dan ke pleura harus
seimbang agar nilai cairan pleura dapat dipertahankan.4
Refleksi perifer pleura parietalis menandai besarnya cavitas
pleuralis. Disuperior, cavitas pleuralis dapat berproyeksi sampai dengan 3-
4 cm di atas tulang rawan costa 1, tetapi tidak sampai melampaui collum
costae 1. Limitasi ini disebabkan oleh kemiringan inferior costa 1 ke
persendiannya dengan manubrium sterni. Dianterior, cavitas pleuralis
masing-masing mendekat di posterior terhadap bagian atas sternum, Tetapi
posterior dari bagian bawah sternum, pleura parietalis sisi kiri tidak sedekat

2
garis tengah tubuh seperti di sisi kanan karena mediastinum medium, yang
berisi cor dan pericardium lebih menonjol ke sisi kiri.4

Gambar 2.1. Anatomi pleura (Grey’s Anatomi)


2.1.2 Definisi
Efusi Pleura adalah terdapat cairan dalam jumlah berlebih didalam
rongga pleura pada kondisi normal rongga ini hanya berisi sedikit cairan
ekstrasel yang melumasi permukaan pleura. Peningkatan produksi atau
penurunan pengeluaran cairan akan mengakibatkan efusi pleura.1
Efusi Pleura adalah suatu keadaan cairan terkumpul pada ruang
antara lapisan parietal dan viseral dari pleura, biasanya berisi cairan serosa,
lainnya yaitu:5
- Hemothorax : darah, biasanya akibat trauma
- Empisema : cairan purulen akibat perluasan pneumonia atau abses paru
- Chylothorax : chylus akibat ruptur ductus thoracicus atau sekunder akibat
invasi keganasan
- Hidropneumothoraks : cairan dan udara
Rongga pleura dalam keadaan normal berisi sekitar 10-20 ml cairan
yang berfungsi sebagai pelumas agar paru-paru dapat bergerak dengan

3
lancar saatbernapas. Cairan yang melebihi normal akan menimbulkan
gangguan jika tidakbisa diserap oleh pembuluhdarah dan pembuluh limfe.5

2.1.3 Klasifikasi Efusi pleura


Secara umum Efusi Pleura diklasifikasikan sebagai transudat dan
eksudat, tergantung dari mekanisme terbentuknya serta profil kimia cairan
efusi tersebut.5
a. Efusi pleura Transudat
Pada efusi pleura jenis transudat ini keseimbangan kekuatan
menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh darah. Mekanisme
terbentuknya transudat karena peningkatan tekanan hidrostatik
(CHF), penurunan onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negatif intra
pleura yang meningkat. Biasa terjadi padapenderita gagal jantung,
sindroma nefrotik, hipoalbuminemia,dan sirosis hepatis. Ciri-ciri
cairan transudat serosa jernih, bj biasanya rendah (dibawah1.012),
terdapat limposit dan mesotel tetapi tidak ada netrofil,protein<3%.5
Tabel 2.1 Etiologi Efusi Pleura Non Eksudatif

4
b. Efusi Pleura Eksudat
Eksudat ini terbentuk karena penyakit dari pleura itu sendiri
yang berkaitan dengan peningkatan permaebilitas kapiler atau
drainaselimfatik yangkurang. Biasa terjadi pada penderita
pneumonia bakterialis, karsinoma, infark paru, dan pleuritis. Ciri-
ciri eksudat berat jenis >1.015, kadar protein >3%, rasioprotein
pleura berbanding LDH serum 0.6, warna keruh.5
Tabel 2.2 Etiologi Efusi Pleura Eksudatif

2.1.4. Gejala Klinis dan Etiologi


Pasien efusi pleura secara khas memperlihatkan keluhan dan gejala
yang berkaitan dengan kondisi patologis yang mendasari sebagian besar
pasien dengan efusi yang luas, khususnya pasien yang menderita penyakit
paru sebagai penyebab yang mendasari akan mengeluhkan sesak napas
(dipsnea). Keluhan ini pada keadaan efusi yang berkaitan dengan pleuritis
akan disertai keluhan nyeri pleuritik dada gambaran klinis lain tergantung
pada penyebab efusi.1,6

5
Gejala Klinis yang sering didapatkan pada penderita efusi pleura
berupa asimptomatik dan sesak nafas, biasanya gambaran klinis efusi sesuai
dengan penyakit yang mendasari. Penyebab efusi pleura berupa pleuritis
karena virus, bakteri, piogenik, tuberkulosa, fungi (jamur), parasit, sirosis
hepatis, SLE, RA, gangguan kardiovaskular, emboli pulmonal,
hipoalbuminemia dan neoplasma.1,6

2.1.5 Patofisiologi
Pada keadaan normal, terdapat 10-20 ml cairan pleura yang tersebar
secara tipis di antara pleura viseral dan parietal yang berfungsi untuk
memfasilitasi pergerakan paru-paru dengan dinding thoraks. Cairan yang
masuk ke cavitas pleuralis berasal dari pembuluh sistemik pada pleura
parietalis dan keluar melalui stoma dan limfe pleura parietalis. Pleura adalah
membran yang relatif permeabel sehingga cairan yang terkumpul di dalam
paru-paru juga dapat melewatinya menuju ke cavitas pleuralis. Akumulasi
cairan pleura akan terjadi apabila terlalu banyak cairan yang masuk atau
terlalu sedikit cairan yang keluar dari cavitas pleuralis. Ada beberapa
patogenesis efusi pleura, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:5
1. Perubahan permeabilitas membran pleura
2. Berkurangnya tekanan onkotik intravascular
3. Meningkatnya permeabilitas kapiler atau gangguan vaskular
4. Meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler pada sirkulasi sistemik
dan atau pulmonari
5. Berkurangnya tekanan intrapleural yang menghalangi
pengembangan paru secara penuh
6. Berkurangnya drainase limfe termasuk obstruksi atau ruptur
ductus thorax.5

6
2.1.6 Gambaran Radiologis
Cairan pleura, pada posisi tegak mengikuti gravitasi sehingga akan
berada pada bagian paling bawah thorax yang memberikan gambaran sinar
X thorax :6
- Lesi opak homogen  densitas sama dengan bayangan jantung
- Hilangnya garis diafragma
- Tidak terlihat gambaran paru atau brokus
- Diperlukan volume cairan sejumlah ± 300 ml agar efusi pleura dapat
terlihat
- Foto lateral dapat mendeteksi efusi pleura sebanyak ± 75 ml dan posisi
lateral dekubitus sebanyak ± 15-20 ml.6

(a) Posisi Ap (b) Meniscus Sign (c). Posisi LLD


Gambar 2.2. Foto Thorax:
Efusi subplumonal cairan berkumpul diatas diafragma,
terdapat perselubungan homogen pada lapang paru kiri bawah
dan terdapat gambaran meniscus sign

7
(a) Posisi PA (b) Posisi Lateral

Gambar 2.3. Efusi pleura pada USG thoraks

Gambar 2.4. Efusi Pleura Pada USG Abdomen

8
Gambar 2.5. Efusi pleura tampak pada CT scan thoraks
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura ini adalah bertujuan untuk
menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan
dan untuk menghilangkan ketidak nyamanan serta dipsneu (sesak napas).1
a. Thorakosentasis adalah drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan
gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dan lain-lain. Cairan dikeluarkan
segera untuk mencegah meningkatnya edema paru dan untuk keperluan
analisis.
b. Pemberian antibiotik dengan pengawasan dokter.
c. Pleurodesis adalah tindakan untuk mengurangi penumpukan cairan
pleura dirongga pleura dengan menyatukan lapisan visceral dan lapisan
pariental pleura untuk mencegah pembentukan efusi berlebihan dan
mencegah pneumotoraks berulang.
d. Tirah baring adalah pasien berbaring dalam jangka waktu yang lama
(bed rest)
e. Biopsi dan aspirasi pleura untuk mengetahui adanya keganasan.1

9
2.2 Edema Pulmo
2.2.1 Definisi
Edema pulmo adalah akumulasi cairan pada jaringan interstisial
paru yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik
onkotik di dalam pembuluh darah kapiler paru dengan jaringan sekitarnya.1
Edema paru didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi
perpindahan cairan dari vaskular paru ke interstisial dan alveoli paru. Pada
edema paru terdapat penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa secara
berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveoli paru. Edema yang terjadi
akut dan luas sering disusul oleh kematian dalam waktu singkat.7
2.2.2 Etiologi
Edema paru dapat timbul sebagai manifestasi klinis dari suatu gagal
jantung akut atau pun dijumpai pada pasien gagal jantung kongestif yang
mengalami ekstraserbasi dengan faktor pencetus seperti infark miokart,
anemia, obat obatan, diet yang banyak mengndung air maupun garam,
hipertensi, aritmia, tirotoksikosis, infeksi, endokarditis, atau emboli paru,
gagal ginjal maupun kehamilan.1

2.2.3 Patofisiologi
Patofisiologi edema paru berhubungan dengan mekanisme
pertukaran cairan (fluid exchange) yang normal terjadi pada pembuluh
darah kapiler. Sejumlah volume cairan bebas protein tersaring keluar kapiler
melintasi dinding kapiler pembuluh darah, bercampur dengan cairan
interstisium disekitarnya, dan kemudian diabsorbsi kembali ke dalam
pembuluh darah, proses seperti ini disebut bulk flow. Bulk flow terjadi karna
perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid antara plasma
dengan cairan interstisium. Pada jaringan paru normal, cairan dan protein
merembes melalui celah sempit melalui (gap) dantara sel sel endotel kapiler
paru, dan dengan adanya anyaman epitel yang sangat rapat pada kapiler
tersebut maka perpindahan protein berukuran besar dapat diatasi, serta
dipertahankantetap berada didalam plasma. Pada keadaan ini cairan beserta

10
zat terlarut lainnya yang difiltrasi dari sirkulasi menuju jaringan interstisial
alveolar, tidak akan memasuki alveoli karena epitel alveolar juga memiliki
tautan antar sel yang sangat rapat. Selanjutnya, filtrat yang memasuki celah
interstisial alveolar akan mengalir kearah proksimal menuju celah
peribronchovascular. Pada jaringan paru yang normal, seluruh filtrat
tersebut akan dialirkan kembali menuju sirkulasi sistemik melalui sistem
limfe.1
Edema paru terjadi apabila jumlah cairan yang difiltrasi melebihi
clearance capability sistem limfe, keadaan ini sering dijumpai pada keadaan
peningkatan tekanan hidrostatik kapilar oleh karna meningkatnya tekanan
pada pembuluh darah kapilar pulmonalis. Peningkatan tekanan hidrostatik
kapilar pulmoner secara cepat dan tiba tiba akan menyebabkan peningkatan
filtrasi cairan transfaskular dan ini merupakan karakteristik utama suatu
acute cardiogenic edema atau volume-overload edema. Pada edema paru
kardiogenik peningkatan tekanan hidrostatik pada pembuluh darah kapiler
paru umumnya disebabkan oleh karena peningkatan tekanan vena
pulmonalis sebagai akibat peningkatan left ventricular n-diastolik pressure
and left atrial pressure. Hal yang berbeda didapati pada keadaan edema
paru non kardiogenik adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah
diparu menyebabkan cairan intravascular keluar menuju intertisial paru
serta airspace pada edema paru non cardiogenic akan dijumpai cairan edema
yang tinggi protein karna membran pembuluh darah yang lebih permeabel
dapat melewatkan protein protein plasma.1

11
Gambar 2.6. Fisiologi Pertukaran Cairan Mikrovaskuler Paru dan
Patofisiologi Edema Pulmo Kardiogenik dan Nonkardiogenik

2.2.4. Diagnosis
Pasien pasien dengan edema paru kardiogenik akan menunjukan
gejala klinis gagal jantung kiri dengan simtom secara mendadak cemas dan
perasaan seperti tenggelam gejala lain yang dapat muncul pada pasien
dengan edema paru akut adalah dispnea dan takipnea karena edema
intersisial, hipoksemia sebagai akibat penumpukan cairan dialveolus
mungkin disertai sianosis, batu dengan frothy sputum berkeringat dingin.1

12
Tabel 2.3 Perbedaan Edema Kardiak dan Non kardiak

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan pada pasien dengan edema pulmo
seperti:1
1. Dispnea, takipnea, takikardi
2. Hipertensi/ hipotensi
3. Akral dingin
4. Pada auskultasi paru dapat dijumpai krepitasi umumnya terdengar
dibasal namun bisa juga muncul diapeks bila kondisi sudah semakin
memburuk
5. Pada pemeriksaan suara jantung dapat dijumpai S3 serta peningkatan
vena jugularis. Murmur dapat membantu menegakan diagnosis
gangguan valvular yang dapat menyebabkan terjadinya edema paru.
6. Pasien dengan gagal jantung kanan dapat ditemukan hepatomegali,
refluks hepatojugular serta edema perifer
7. Perubahan status mental sebagai akibat dari hipoksia atau hiperkapnia:
cemas serta keringat dingin.1

Pada pemeriksaan penunjang pada edema pulmonal dapat dilakukan dengan


berbagai berikut:1
1. Laboratorium

13
Sejumlah pemeriksaan laboratorium harus dilakukan pada edema
pulmonal yaitu:1
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Pemeriksaan troponin
c. Pemeriksaan analisis gas darah arteri (AGDA)
d. Pemeriksaan asam basa (pH)
e. Plasma B- type natriuretic peptide (BNP) dihasilkan dari ventrikel
jantung sebagai respon dari meningkatnya wall stretch dan volume
overload.1
2. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG pada edema pulmonal terutama untuk
menilai irama jantung, aritmia serta adanya tanda tanda iskemia. Pasien
dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non iskemik biasanya
menunjukan gambaran glombang T yang negatif yang lebar dengan Qt
yang memanjang yang akan membaik dalam 24 jam seteelah klinis
stabil dan menghilang dalam minggu.1
3. Radiologi
Foto thoraks harus dilakukan segera pada semua pasien dengan
sangkaan suatu edema pulmonal untuk mengevaluasi tanda- tanda
edema paru serta menilai kondisi jantung baik ukuran, bentuk dan
tanda-tanda kongesti. Foto toraks dapat menyingkirkan diagnosis
banding Edema pulmonal. Pemeriksaan foto thoraks pada edema pulmo
kardiogenik menunjukkan kardiomegali (pada pasien dengan CHF) dan
adanya edema alveolar disertai efusi pleura dan infiltrasi bilateral
dengan pola butterfly, gambaran vaskular paru dan hilus yang berkabut
serta adanya garis-garis Kerley b di interlobularis. Gambaran lain yang
berhubungan dengan penyakit jantung berupa pembesaran ventrikel kiri
sering dijumpai. Efusi pleura unilateral juga sering dijumpai dan
berhubungan dengan gagal jantung kiri.7

14
Gambar 2.7. Foto Thoraks AP Edem Pulmo

Pada foto thoraks AP yaitu sepert infiltrat alveolar diffus tidak


merata dan terjadi bilateral dengan gambaran bronkogram udara
(panah) yang merupakan karakteristik dari edema paru non kardiogenik
dan cedera paru akut.1

Gambar 2.8
(a) Peribronchial Cuffing (tanda panah)
(b) Kerley A line pada anak panah yang dilingkari

15
Gambar 2.9. Bat Wings pada edema pulmo non kardiogenik

2.2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada edema pulmo dapat dilakukan dengan tatalaksana
sebagai berikut:1

A. Terapi oksigen
Oksigen dapat diberikan mencapai 8 L/menit untuk
mempertahankan PaO2, bila perlu dapat diberikan dengan masker.
Saturasi oksigen harus dipertahankan dalam batas normal (95-98%), hal
ini penting untuk memaksimalkan penghantaran oksigen ke jaringan
sehingga tidak terjadi disfungsi end-organ atau multiple end-organ. Jika
kondisi pasien makin memburuk, akan muncul sianosis, pasien semakin
sesak napas, takipnoe, ronki bertambah, dan PaO2 tidak bisa
dipertahankan > 60 mmHg dengan terapi 02 konsentrasi dan aliran
tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan
edema secara adekuat, maka perlu dilakukan intubasi endotrakeal.1
B. Vasodilator
Pada Edema pulmonal dengan etiologi kardiak peningkatan
LVEDP (left ventricle and diastolic pressure) dengan edema paru
disertai peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik. Vasodilator
disini menjadi terapi utama dengan tujuan untuk membuka sirkulasi

16
perifer dan selanjutnya akan menurunkan preload, afterload dan
akhirnya menurunkan tekanan PCWP (pulmonary cappilarywedge
pressure).1
C. Sodium Nitroprussid
Dapat diberikan dengan dosis 0,3 µg/kg/menit dan dapat di
tingkatkan sampai 5 µg/kg/ mnt. Penggunaan jangka lama ditakutkan
terjadi toxisitas dari hasil metabolik obat tersebut yaitu thiocyanida dan
cyanida, dan di kontraindikasikan pada gangguan hati dan ginjal yang
berat.1
D. Nitrat
Pemberian nitrat akan segera menurunkan preload, menurunkan
kongesti tanpa menggangu stoke volume dan cardiac oksigen demand.
Nitrat sebagai vasodilator vena dan sirkulasi arteri akan menurunkan
preload dan afterload. Pemberian nitrat intra vena yang dikombinasikan
dengan furosemid telah di rekomendasikan dalam penanganan edema
pulmo. Dosis nitrat intra vena dapat dimulai dengan 20 µg/ mnt dan
dapat dinaikkan sampai 200 µg/mnt atau jika l menggunakan isosorbid
dinitrat dosisnya 1 sampai 10 mg/jam. Pemberian vasodilator ini harus
dilakukan dengan monitor tekanan darah. Dosis nitrat harus di turunkan
jika tekanan darah sistolik turun ke 90 – 100 mmHg dan di berhentikan
jika tekanan darah bertambah turun. Untuk pemberian secara oral dapat
diberikan Nitrogliserin 0,3 -0,6 mg sub lingual atau isosorbide dinitrate
2,5-10 mg sublingual. Pemberian secara intravena lebih dianjurkan pada
pasien dengan edema pulmo.1
E. Nesiritede
Obat ini merupakan vasodilator yang baru, yang merupakan
recombinant human brain atau BNP. Nesiride mempunyai efek
vasodilator pada vena, arteriol dan koroner sehingga akan menurunkan
pre-load, after- load sehingga akan meningkatkan cardiac output tanpa
efek initropik langsung.1
F. Diuretik

17
Penggunaan diuretik di indikasikan pada pasien dengan edem
pulmo dengan tujuan meningkatkan volume urine sehinga
meningkatkan pengeluaran air, natrium dan ion-ion lain, hal ini akan
menurunkan volume cairan di plasma, ekstraselular, tekanan pengisian
ventrikel kiri dan kanan dan akhirnya akan menurunkan kongesti
pulmonal dan edema paru.1
Furosemid dapat di bolus 40-60 mg intravena atau diberikan
secara kontinu. Efek pemberian furosemid deuresis akan terjadi dalam
5 menit dan mencapai puncak dalam 30 menit serta berakhir setelah 2
jam. Tetapi biasanya edema paru sudah berkurang sebelum efek diuresis
terjadi, sehingga efek awal pemberian furosemid dapat menyebabkan
dilatasi vena dan juga mengurangi afterload sehingga memperbaiki
pengosongan ventrikel kiri.1
G. Morfin sulfat
Morfin di indikasikan pada stage awal terapi edema pulmo,
Morfin berfungsi sebagai venodilator, arterodilator serta menurunkan
heart rate. Berdasarkan beberapa penelitian pemberian segera morphin
2-3 mg bolus setelah diagnosa ditegakkan sangat memperbaiki keadaan
klinis pasien dan dosis ini dapat di ulang jika diperlukan setiap 15 menit
sampai total dosis 15 mg.1
H. Inotropik
Inotropik di indikasikan jika terjadi hipoperfusi perifer dengan
hipotensi dan penurunan fungsi ginjal. Dosis dopamin dapat dimulai
dengan 2 – 5 µg/kg BB/ menit sampai maksimal 20 µg/kg BB/menit.
Dobutamin dosis 2 - 20 µg/kg BB/menit. Dosis kedua inotropik ini dapat
ditingkatkan sesuai respon klinis.1
I. Intubasi dan ventilator
Dapat dipertimbangkan bila pasien dengan hipoksia berat,
gangguan perfusi ke jaringan serta ancaman gagal napas.1

18
2.3 Chronic Kidney Disease
2.3.1 Anatomi Ginjal
Ginjal terletak retroperitoneal dalam rongga abdomen dan berjumlah
sepasang merupakan organ vital bagi manusia.3 Ren dekstra terletak sedikit
lebih rendah dibandingkan ren sinistra karena adanya lobus hepar dekstra yang
besar yang terletak setinggi thorakal 11-12 (T11-T12) hingga lumbal 3 (L3).3
Setiap manusia mempunyai dua ginjal dengan berat masing-masing ± 150
gram. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus
hepatis dekstra yang besar. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang
disebut kapsula fibrosa. Korteks renalis terdapat di bagian luar yang berwarna
cokelat gelap dan medula renalis di bagian dalam berwarna cokelat lebih
terang. Bagian medula berbentuk kerucut disebut pelvis renalis, yang akan
terhubung dengan ureter sehingga urin yang terbentuk dapat lewat menuju
vesika urinaria.3

Gambar 2.10. Renal


Setiap ren mendapat satu arteri renalis dan vena renalis, yang masing-
masing masuk dan keluar ginjal di cekungan medial yang meyebabkan organ
berbentuk seperti kacang. Ren bekerja pada plasma untuk menghasilkan urin,
menghemat bahan-bahan yang akan dipertahankan di dalam tubuh, dan
mengeluarkan bahan-bahan yang tidak digunakan melalui urin.3

19
Gambar 2.11. Lapisan ginjal
Ren memiliki lapisan-lapisan ginjal yang tersusun dari dalam keluar
meliputi:3
A. Capsula renalis yang meliputi ren dan melekat erat pada permukaan
luar ren, dimana dapat memberi bentuk pada ren dan sebagai barrier
infeksi.
B. Capsula adiposa merupakan lemak perirenal yang meliputi capsula
fibrosa.
C. Fascia renalis merupakan kondensasi dari jaringan ikat yang terletak
diluar capsula fibrosa dan meliputi ren serta glandula suprarenalis.
D. Corpus adiposum pararenal terletak diluar fascia renalis dan
membentuk sebagian lemak retroperitoneal.
Capsula adiposa, fascia renalis, dan corpus adiposum pararenal merupakan
lapisan yang berfungsi untuk menyokong dan memfiksasi ren pada posisinya
di dinding posterior abdomen.3

2.3.2 Definisi Chronic Kidney Disease


CKCD adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam
yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal.1 CKD atau gagal ginjal kronis adalah suatu proses

20
penurunan faal ginjal yang menahun dan bersifat irreversible. Akibat yang terjadi
adalah ketidak seimbangan metabolisme cairan dan elektrolit yang timbul karena
adanya penurunan fungsi glomerulus akibat dari banyaknya nefron yang rusak
sehingga ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya.1,8

2.3.3 Klasifikasi Chronic Kidney Disease


Klasifikasi CKD berdasarkan derajat (stage) penyakityang dibuat atas dasar
LFG menggunakan rumus Kockcroft –Gault sesuai tabel.1,8

GFR = (140 - umur) x berat badan x 0,85


72 x serum kreatinin

Tabel 2.4 Klasifikasi PGK berdasarkan derajat (Stage)

2.3.4 Gejala Klinis dan Etiologi Chronic Kidney Disease


Gambaran Klinis penyakit meliputi : a). Sesuai dengan penyakit
yang mendasari seperti diabtes melitus, infeksi traktus urinarius, batu
traktus urinarius, hipertensi, SLE dan lainnya, b) sindrom uremia terdiri dari
lemas, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, dan kelebihan cairan,
neuropati perifer,perikardistis sampai kejang-kejang, c) gekala komplikasi
antara lain, hipertensi, anemia, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan
elektrolit (sodium,kalium, klorida).1,8

21
Etiologi Penyakit ginjal kronik bisa disebabkan oleh penyakit ginjal
hipertensi,nefropati diabetika, glomerulopati primer, nefropati obstruktif,
pielonefritis kronik, nefropati asam urat,ginjal polikistik dan nefropati lupus
/ SLE, tidak diketahui dan lain -lain.1.8

2.3.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Gambaran Laboratoris
Gambaran penyakit ginjal meliputi:1,8
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
dan penurunan LFG yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft-
Gault
c. Kelainan biokimia darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hiopokalemia, hipernattremi,
asidosis metabolik,kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria,
leukosuria, cast, isostrenuria.
b. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronis meliputi:1,8
a) Foto polos abdomen tampak batu radio opak
b) Pieolgrafi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus
c) Pielogfafi atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi,
d) Ultrasonografi memperlihatkan ukuran ginjal mengecil, korteks
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, dan
kalsifikasi.

22
Gambar 2.12. Tampak Koretks lebih hiperechoic ,Ukuran ginjal mengecil, Batas
korteks medula tidak jelas

23
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. J
Usia : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Pengkol tembalang kota semarang jawa tengah
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh bangunan
Status Pernikahan: Menikah
Tanggal masuk : 02/03/2021
Dirawat di ruang : Prabu Kresna
No. RM : 041***

3.2 Anamnesis
Anamnesis pada pasien dilakukan pada hari kamis tanggal 03 Maret 2021,
dirawat diruang Prabu kresna RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang
dan didukung dengan catatan medis.
 Keluhan utama
Sesak Nafas
 Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Pasien IGD RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang pada tanggal 2
Maret 2021 datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas sejak 3 bulan
lalu. Sesak nafas dirasakan semakin memberat 2 hari terakhir, pasien
mengeluh sesak terus menerus dan hanya sedikit berkurang jika pasien
beristirahat. Sesak nafas disertai batuk berdahak, demam dan muntah.
Warna dahak putih kekuningan, batuk darah (-). BAK dan BAB tidak ada
kelainan.

24
 Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
- Riwayat keluhan serupa sebelumnya : diakui
- Riwayat hipertensi : diakui
- Riwayat kencing manis : diakui
- Riwayat sakit jantung : diakui
- Riwayat sakit ginjal : disangkal (belum pernah
cuci darah)
- Riwayat trauma : disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluhan serupa sebelumnya : disangkal
- Riwayat hipertensi : diakui (ayahnya)
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat sakit jantung : disangkal
- Riwayat sakit ginjal : disangkal
- Riwayat trauma : disangkal
 Riwayat Pengobatan
Pasien menkonsumsi obat antihipertensi, dan obat hiperglikemia.
 Riwayat Operasi
Tidak ada riwayat operasi
 Riwayat Asupan Gizi
Pasien makan 2-3x sehari dengan nasi, lauk dan sayur yang berfariasi.
Pasien pernah mengonsumsi minuman yang mengandung alkohol.
 Riwayat Sosio Ekonomi
Pasien dirawat di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro menggunakan BPJS Non
PBI

3.3 Pemeriksaan Fisik


 STATUS GENERALIS
- Keadaan umum : tampak sakit
- Kesadaran : compos mentis
- GCS : E:4 ; V:5 ; M:6

25
 STATUS ANTROPOMETRIK
- TB : 165 cm
- BB : 70 Kg
- IMT = BB(kg)/TB2(m2) : 25 Kg/m2 (Obesitas Level 1)
 TANDA VITAL (TTV)
- Tekanan darah : 148/102 mmHg
- HR : 95x/menit
- RR : 26x/menit
- Suhu : 37,8 C
- SPO2 : 99%
 STATUS INTERNUS
- Kepala : Bentuk normocephale, tidak teraba benjolan
- Mata
Bola mata : tidak terdapat eksoftalmus
Konjungtiva : anemis -/-, perdarahan -/-
Sklera : icterus -/-
Palpebra : oedema -/-
Pupil : bulat, isokor 3 mm / 3 mm, reflek cahaya
+/+
- Hidung
Deformitas (-)
Nafas cuping hidung (-/-)
Tidak tampak adanya secret atau perdarahan
- Telinga
Bentuk : normal
Lubang : normal, discharge (-)
Pendengaran : normal
Perdarahan : tidak ada
- Mulut
Bibir : tidak ada kelainan kongenital, mukosa
kering, sianosis (-), oedem (-)

26
Lidah : ukuran normal, tidak kotor, tidak tremor
Gigi : perawatan gigi baik
Mukosa : hiperemi (-), stomatitis (-)
- Leher
Deviasi trakea : - (posisi trakea simetris)
Kaku kuduk : (negatif)
Tiroid : tidak ada pembesaran
JVP : tidak ada peningkatan JVP
KGB : tidak ada pembesaran

 Pemeriksaan Fisik Thoraks :


1. Paru
A. Inspeksi: laju nafas 26x/menit, pola nafas regular, simetris,
ketertinggalan gerak (-/-), retraksi (-/-), pergerakan otot bantu
pernafasan (-/-)
B. Palpasi: fremitus vocal normal, nyeri tekan (-), Gerakan dada
simetris, tidak ada ketertinggalan gerak.
C. Perkusi: redup pada kedua basal paru.
D. Aukultasi: suara pernafasan vesicular, ronkhi (+/+), wheezing (-)
2. Jantung
A. Inspeksi: pulsasi ictus cordis tampak kuat angkat
B. Palpasi: pulsasi ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikularis
sinistra
C. Perkusi: batas jantung (dalam batas normal), kardiomegali (-)
D. Aukultasi: bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-)

 PF Abdomen :
1. Inspeksi: permukaan perut datar, ikterik (-), pelebaran pembuluh darah
(-), sikatrik (-), massa (-), tanda peradangan (-), caput medusa (-), striae
(-), hiperpigmentasi (-)

27
2. Aukultasi: bunyi peristaltic usus normal, tidak ada bising pembuluh
darah.
3. Palpasi
Superfisial: nyeri tekan abdomen regio suprapubic (-), massa (-),
defence muscular (-)
Dalam: nyeri tekan (-)
Organ: hepar tidak melebar, lien schuffner (0), ginjal dextra et sinistra
tak teraba membesar
4. Perkusi
Perkusi 4 regio abdomen timpani
Hepar: pekak (+) , liver span dextra 12 cm sinistra 6 cm
Lien: tidak membesar
Ginjal: nyeri ketok costovertebral sinistra dan dextra
 Pemeriksaan Fisik Ektremitas
Superior : akral hangat, oedema -/-, capillary refill <2 detik
Inferior : akral hangat, oedema +/+, capillaty refil < 2 detik

3.4 Pemeriksaan Penunjang


A. Pemeriksaan Labolatorium
Tanggal 03 Maret 2021

28
B. Pemeriksaan X Foto Thoraks PA

DESKRIPSI:
- COR : Bentuk dan letak normal
- Pulmo : Corakan vaskuler meningkat disertai blurring vaskuler
Tampak bercak pada perihiler dan parakardial kanan
- Diafragma baik, sinus kostrofrenikus kanan kiri suram.
- Tulang dan soft tissue baik

Kesan:
Cor bentuk dan letak normal.
Gambaran edema pulmo.
Efusi pleura dupleks.

29
C. Pemeriksaan USG Abdomen

30
DESKRIPSI :
 HEPAR : ukuran dan bentuk normal, parenkim homogen, ekogenisitas
normal, tepi rata, sudut tajam, tak tampak nodul, V.Porta dan V.Hepatica
tak melebar.

31
Duktus biliaris intra-ekstrahepatal tak melebar.
 VESIKA FELEA : tak membesar, dinding tak menebal, tak tampak batu,
tak tampak sludge.
 LIEN : ukuran normal, parenkim homogen, V.Lienalis tak melebar, tak
tampak nodul.
 PANKREAS : ukuran normal, parenkim homogen, duktus pankreatikus tak
melebar.
 GINJAL KANAN : ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas,
PCS tak melebar, tak tampak batu, tak tampak massa.
Ekogenitas korteks meningkat dari hepar
 GINJAL KIRI : ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas,
PCS tak melebar, tak tampak batu, tak tampak massa.
Ekogenitas korteks meningkat dari hepar
 AORTA : tak tampak melebar. Tak tampak pembesaran limfonodi
paraaorta.
 VESIKA URINARIA : dinding tak menebal, permukaan reguler, tak
tampak batu/massa.
 PROSTAT : ukuran normal, tak tampak kalsifikasi, tak tampak nodul.
 Tampak efusi pleura dupleks. Tampak cairan bebas intraabdomen.

KESAN :
- Peningkatan ekogenisitas korteks pada kedua ginjal (sesuai
brenbridge 2) --> gambaran proses kronis kedua ginjal

- Ascites

- Efusi pleura dupleks

3.5 Penatalaksanaan
- Monitoring KU dan TTV
- Infus Nacl 20 tpm
- Inj Furosemid 2 amp

32
- Inj Ranitidine 1 amp
- Inj Ondansentron 1 amp
- Inj Cefotaxim 1 gram
- Inj Omeprazole 1 ampl
- P.O Spironolacton
- P.O Candesartan

3.6 Prognosis
- Quo ad vitam : dubia
- Quo ad sanactionam : dubia
- Quo ad functionam : dubia

33
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 3 bulan


lalu. Sesak nafas dirasakan semakin memberat 2 hari terakhir, pasien mengeluh
sesak terus menerus dan hanya sedikit berkurang jika pasien beristirahat. Sesak
disertai batuk berdahak, demam dan muntah. Warna dahak putih kekuningan, batuk
darah (-). BAK dan BAB tidak ada kelainan. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik
didapatkan perkusi redup pada basal paru, ronkhi (+/+), dan nyeri ketok
costovertebral sinistra dan dextra.
Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, ditemukan:
- Pemeriksaan lab darah  Kesan : Leukositosis, Anemia, Ureum (H), Kreatinin
(H), Hiperkalemia
- Foto Thorax : Edema Pulmo, Efusi Pleura Dupleks
- USG abdomen: Gamb. Proses kronik kedua ginjal peningkatan ekogenisitas
korteks, Ascites, dan Efusi Pleura Dupleks.
Sehingga dari hasil tersebut sesuai dengan gambaran efusi pleura, edema pulmo,
dan CKD

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2017
2. Patel, Pradip R. Lecture Notes Rafiology. Oxford: Wiley-Blackwell
Publishing. 2010
3. Anatomy of the kidney. MD Consult [Internet]. 2014 [cited 2015 July 1].
Available from: http://jpck.zju.edu.cn/jcyxjp/fi les/ge/07/MT/071A.pdf
4. Drake R, Vogl W, Mitchell A. 2012. Gray’s Anatomy for Students.Third
edition, F.A Davis Company
5. Robbins, Stephen P & Judge, Timothy A. 2013. Organizational Behavior
Edition 15. New Jersey: Pearson Education
6. Soetikno, Ristaniah D.Radiologi Emergency. Bandung Pt Rafika Aditama.
2011
7. Rampengan S. Edema Paru Kardiogenik Akut. Bagian Ilmu Penyakit
Jantung. Jurnal Biomedik (JBM), Volume 6, Nomor 3, November 2014,
hlm. 149-156
8. Suwitra, Ketut. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Buku ajar ilmu Penyakit
Dalam. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2017. (2161-2167)

35

Anda mungkin juga menyukai