Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus Internsip

EFUSI PLEURA

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menjalani Program Internsip


Pada Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yulidin Away
Tapaktuan

Disusun Oleh:
dr. M. Rizki Ramadhan

Pembimbing:
dr. Gajah Nauli Dalimunthe

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


ANGKATAN I 2021
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. H. YULIDIN AWAY
TAPAKTUAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah
menciptakan manusia dengan akal dan budi, kehidupan yang patut penulis
syukuri, keluarga yang mencintai dan teman-teman yang penuh semangat, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi
kasus ini. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi besar
Muhammad Saw, atas semangat perjuangan dan panutan bagi ummatnya.

Adapun tugas presentasi laporan kasus berjudul “Efusi Pleura”. Diajukan


Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Program Internsip Dokter Indonesia
Pada RSUD dr. H. Yulidin Away – Tapaktuan. Penulis mengucapkan terimakasih
dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada dr. Gajah Nauli Dalimunthe
yang telah meluangkan waktunya untuk memberi arahan dan bimbingan dalam
menyelesaikan tugas ini.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh
dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman
akan penulis terima dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan
pembelajaran dan bekal di masa mendatang.

Tapaktuan, Maret 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................3
2.1 Definisi.....................................................................................................3
2.2 Anatomi dan Fisiologi Pleura...................................................................3
2.3 Etiologi.....................................................................................................5
...........................................................................................................................................
2.4 Klasifikasi.................................................................................................8
2.5 Patofisiologi..............................................................................................10
2.6 Manifestasi Klinis.....................................................................................12
2.7 Diagnosis..................................................................................................12
2.8 Diagnosis Banding....................................................................................14
2.9 Tatalaksana...............................................................................................14
2.10 Prognosis...................................................................................................17
BAB III LAPORAN KASUS..........................................................................................18
3.1 Identitas Pasien.........................................................................................18
3.2 Anamnesis.................................................................................................18
3.3 Pemeriksaan Fisik.....................................................................................19
3.4 Pemeriksaan Penunjang............................................................................20
3.5 Diagnosis Banding....................................................................................24
3.6 Diagnosis Kerja........................................................................................24
3.7 Terapi........................................................................................................25
3.8 Planning....................................................................................................25
3.9 Prognosis...................................................................................................25
BAB IV ANALISA KASUS............................................................................................31
BAB V KESIMPULAN.................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................34

1
2

BAB I
PENDAHULUAN

Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura


yang disebabkan oleh meningkatnya produksi cairan atau menurunnya absorbsi
cairan atau keduanya.(1) Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung
cairan sebanyak 10-20 ml. Cairan tersebut berfungsi mempermudah pergerakan
paru di rongga dada selama bernapas. Jumlah cairan melebihi volume normal
dapat disebabkan oleh kecepatan produksi cairan di lapisan pleura parietal yang
melebihi kecepatan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah
mikropleura viseral.(2,3)
Efusi pleura terjadi pada lebih dari 1,5 juta orang di Amerika Serikat dan
disebabkan oleh beberapa kondisi. Penyebab yang paling sering adalah gagal
jantung kongestif, infeksi, dan malignansi. Efusi pleura sering terjadi di negara-
negara yang berkembang, salah satunya di Indonesia. Hal ini lebih banyak
diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. TB Paru di Indonesia adalah peyebab utama
efusi pleura, disusul oleh keganasan. Dua pertiga efusi pleura malignansi
mengenai wanita. Efusi pleura yang disebabkan karena TB lebih banyak mengenai
pria. Mortalitas dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab,
tingkat keparahan dan jenis biokemikal dalam cairan pleura.(2)
Penyakit-penyakit yang mendasari terjadinya efusi pleura adalah
tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma tembus
atau tumpul pada daerah dada, infark paru, serta gagal jantung kongestif. Di
negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara -
negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia lazim diakibatkan oleh infeksi
tuberkulosis.(3)
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan
kausal, thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis. Upaya
untuk penatalaksanaan berfokus pada penyebab dari efusi pleura.(7,8) Diagnosis
TB pleura masih sulit. Dalam sekitar dua pertiga dari kasus, diagnosis bergantung
pada kecurigaan klinis bersama dengan biokimia cairan yang konsisten (yaitu,
3

eksudat dominan limfositik dan konsentrasi protein pleura yang lebih besar dari 5
g/dL). Analisis cairan pleura untuk mendeteksi basil asam memiliki sensitivitas
<5% dan kultur TB cairan pleura memiliki sensitivitas 10-20%. Ada penanda
pengganti tertentu yang dapat berguna dalam mendiagnosis TB pleura. Oleh
karena itu, penulis tertarik mengambil kasus ini untuk mempelajari lebih dalam
mengenai efusi pleura yang disebabkan oleh infeksi TB.(9)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Efusi pleura adalah akumulasi jumlah cairan di dalam rongga pleura


diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau
cairan eksudat yang merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara produksi
cairan pleura dengan absorbsi cairan pleura.(10) Efusi pleura dapat terjadi jika
terdapat peningkatan tekanan hidrostatik kapiler darah seperti pada gagal jantung,
atau jika terjadi penurunan tekanan osmotik cairan darah seperti pada
hipoalbuminemia. Adanya akumulasi cairan pada rongga pleura ini
mengindikasikan adanya suatu kelainan atau penyakit. Cairan dalam jumlah yang
berlebihan dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru
selama inhalasi.(11) Efusi pleura masif adalah akumulasi cairan abnormal pada
rongga pleura dengan jumlah besar, yakni > 50% pada gambaran radiologis dan
atau memiliki volume diatas 600 cc.(2)

2.2 Anatomi dan Fisiologi Pleura

Kavum thoraks adalah ruangan bagian tubuh yang terletak di antara leher
dan abdomen, dibatasi oleh sternum dan costa bagian depan didepannya, columna
vertebralis di belakang, lengkung costa di lateral, apertura thoraks superior diatas
dan diafragma dibawah. Di dalam kavum thoraks terdapat: kavum pleura (paru -
paru kanan dan kiri beserta pleuranya masing-masing) dan mediastinum.(12)
Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru.
Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler
limfa dan kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel
(terutama fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis
mesotel. Pleura merupakan membran tipis, halus, dan licin yang membungkus
dinding thoraks dan permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini mengandung
kolagen dan jaringan elastis.(13)

3
4

Gambar 1. Anatomi Pleura


Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis (Gambar 1).
Pleura parietalis melapisi thoraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis
melapisi paru-paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal
terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian
permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak
lebih dari 30 μm). Diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Di
bawah sel-sel mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit.
Pada lapisan tengah terdapat jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Pada lapisan
terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang sangat banyak mengandung
pembuluh darah kapiler dari a. pulmonalis dan a. bronkialis serta pembuluh getah
bening. Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada
jaringan parenkim paru. Pleura parietalis mempunyai lapisan jaringan lebih tebal
dan terdiri dari sel-sel mesotelial juga dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan
serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat, terdapat pembuluh kapiler dari a.
interkostalis dan a. mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak
reseptor saraf-saraf sensorik yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan
temperatur. Sistem persarafan ini berasal dari nervus intercostalis dinding dada.
Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga
mudah dilepaskan dari dinding dada di atasnya.(13)
5

Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang


mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan
tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak antara paru dan thoraks.
Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan
pleura viseralis sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas
pleura hanyalah suatu ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih
rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah normal
cairan pleura adalah 10-20 cc.(14)
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek
yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran
satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan. Cairan pleura dalam
keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang
pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Hal ini disebabkan
karena perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung
mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung
menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura
melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan
cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada
pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter
cairan di dalam rongga pleura.(13,14)
2.3 Etiologi

Akumulasi cairan pleura dapat terjadi saat pembentukan cairan pleura


melebihi absorbsi cairan pleura. Biasanya, cairan memasuki ruang pleura dari
kapiler di pleura parietal dan dikeluarkan melalui limfatik pada pleura parietal.
Cairan juga bisa memasuki ruang pleura dari ruang interstisial paru melalui pleura
viseral atau dari rongga peritoneal melalui lubang kecil di diafragma. Sistem
limfatik memiliki kapasitas untuk menyerap 20 kali lebih banyak cairan daripada
yang terbentuk secara normal. Dengan demikian, efusi pleura dapat terjadi bila
ada penambahan cairan pleura berlebih (dari ruang interstisial paru-paru, pleura
6

parietal, atau rongga peritoneal) atau bila ada penurunan absorbs cairan pleura
oleh limfatik.(1)
a. Infeksi
Infeksi merupakan penyebab efusi pleura eksudstif. Mikroorganisme
penyebabnya dapat berupa bakteri, virus, mikoplasma, atau mikobakterium.
Efusi pleura eksudatif jarang disebabkan oleh bakteri penyebab pneumonia
akut. Pada pasien di klinik, hanya 5% kasus efusi pleura yang disebabkan
oleh pneumokokus pneumonia, jumlah cairan efusinya sedikit dan sifatnya
sesaat. Efusi seperti ini disebut efusi parapneumonik karena bakterinya
sendiri tidak perlu masuk ke dalam rongga pleura untuk menyebabkan
terjadinya efusi pleura. Efusi pleura eksudatif yang mengandung
mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta dengan nanah disebut
empiema.(1)
Efusi pleura karenaa infeksi tuberkulosis paru biasanya disebabkan oleh
defek primer sehingga berkembang menjadi pleuritis eksudativa
tuberkulosa. Pergesekan antara kedua pleura yang meradang akan
menyebabkan nyeri. Bila cairan lebih banyak, pergeseran kedua pleura tidak
lagi menimbulkan nyeri. Suhu badan mungkin hanya subfebril, kadang ada
demam. Diagnosis pleuritis tuberkulosa eksudativa ditegakkan dengan
pungsi untuk pemeriksaan kuman basil tahan asam dan, jika perlu dengan
torakskopi untuk biopsi pleura.(3,15)
Efusi pleura karena tuberkulosis paru selalu bersifat unilateral, tampak
seperti transudat, tetapi jika diperiksa, terbukti berupa eksudat dengan kadar
glukosa rendah, leukosit berjumlah 1000-2000/mL, dengan dominasi
limfosit, kadang-kadang ditemukan sel mesotel (2%), dan sel neutrofil
ditemukan pada awal perjalanan penyakit. Mikobakterium jarang ditemukan
pada pemeriksaan mikroskopik langsung, sedangkan pada pemeriksaan
kultur hanya 25% yang positif. Banyak efusi yang dapat sembuh dengan
sendirinya. Akan tetapi, efusi yang menimbulkan gejala memerlukan terapi
torakosintesis.
Pada penanganan, selain diperlukan tuberkulostatik, diperlukan juga
istirahat dan kalau perlu pemberian analgesik. Pungsi dilakukan bila cairan
7

demikian banyak dan menimbulkan sesak napas dan pendorongan


mediastinum ke sisi yang sehat. Penanganan yang baik memberikan
prognosis yang baik, pada fungsi paru-paru maupun pada penyakitnya.
Radang parenkim paru yang disebut pneumonitis, dapat menimbulkan reaksi
radang di pleura, maka cairan pleuranya dapat pula terinfeksi. Abses paru
akan menimbulkan efusi pleura jika sebagian pleura terangsang.(8)
Perforasi esofagus langsung ke rongga pleura akan menyebabkan pleuritis,
sedangkan perforasi ke mediastinum akan menyebabkan infeksi
mediastinum akan menyebabkan infeksi mediastinum (mediastinitis). Tetapi
akibat reaksi jaringan sekitarnya, timbul cairan di rongga pleura. Cairan ini
dapat terinfeksi. Abses subfrenik atau infeksi sering disebabkan oleh E. coli
yang menjalar atau menembus diafragma dan menyebar ke rongga pleura
sehingga mungkin menimbulkan efusi sebagai reaksi inflamasi atau infeksi.
(8)
b. Non Infeksi
Neoplasma penyebab efusi pleura meliputi karsinoma bronkogenik (dalam
keadaan ini jumlah leukosit biasanya >2500/mL, sebagian terdiri dari
limfosit, sel maligna, dan sering terjadi reakumulasi setelah torakosintesis),
tumor metastatic (biasanya berasal dari karsinoma mammae, lebih sering
bilateral jika dibandingkan dengan karsinoma bronkogenik akibat
penyumbatan pembuluh limfe atau penyeybaran ke pleura), limfoma,
mesotelioma, dan tumor jinak ovarium (sindrom Meig).
Tumor primer pleura jarang disertai efusi pleura. Karsinoma paru dan
mediastinum dapat mengakibatkan cairan dirongga jika tumor menembus
atau mendekati pleura karena dapat menimbulkan bendungan aliran vena
atau limfe.(3) Tumor sekunder sering ditemukan di permukaan pleura
viseralis maupun arietalis, sering dalam bentuk taburan metastasis yang
banyak di seluruh permukaan, sehingga dinamai karsinosis pleura atau
pleuritis karsinomatosa. Cairan yang biasanya cukup banyak, sering
kelihatan sedikit merah karena tercampur darah (serosanguinus), tetapi
kadang efusi ganas ini merupakan cairan jernih kekuningan. Sering
8

metastasis berasal dari kanker payudara, paru dan limfoma malignum, tetapi
juga kanker lain tidak jarang merupakan sumber keganasan pleura.(16)
Gagal jantung kongestif akan menyebabkan bendungan vena sehingga
cairan ke luar dari kapiler vena dan timbul efusi pleura. Demikian juga pada
perikarditis konstriktiva yang akan berakibat bendungan vena sistemik
karena yang tertekan adalah v.kava superior dan v. kava inferior.(11,12)
Hipertensi portal dan hipoalbuminemia pada gagal ginjal hati, sindroma
nefrosis karena gagal ginjal dan udem seluruh tubuh (miksedema) pada
hipotiroidisme juga biasanya disertai efusi pleura. Kilotoraks merupakan
penyulit cedera duktus toraksikus.(11,15)
Patogenesis efusi pleura pada tumor jinak ovarium (Meigs) tidak diketahui
pasti. Mungkin terjadi bendungan limfe atau bendungan aliran cairan
melalui lobang diafragma. Pada infark paru biasanya terjadi radang sebagai
reaksi terhadap jaringan nekrosis, tetapi tidak tertutup kemungkinan adanya
infeksi sekunder.(7,17)
2.4 Klasifikasi

Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme


pembentukan cairan, yaitu:(3,15)
1. Eksudat
Eksudat adalah cairan yang terbentuk melalui membran kapiler abnormal
yang permeabel dan berisi protein berkonsentrasi tinggi. Hal ini terjadi
akibat proses peradangan yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
pleura sehingga sel mesotelial berubah bentuk menjadi bulat atau kuboidal
dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Protein yang
terdapat dalam cairan pleura umumnya berasal dari saluran getah bening.
Kegagalan aliran protein dari saluran getah bening ini (misalnya pada kasus
efusi pleura tuberkulosa) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi
protein cairan pleura sehingga menimbulkan eksudat. Efusi pleura
eksudativa biasanya tidak hanya disebabkan oleh penyakit paru, seperti;
infeksi (tuberkulosis, pneumonia), tumor pada pleura, infark paru, dan
karsinoma bronkogenik, tetapi juga dapat disebabkan oleh infeksi lain yang
letaknya berdekatan dengan paru-paru, seperti abses intra-abdominal dan
9

perforasi esofageal. Pada efusi pleura eksudativa sering ditemukan sel-


selperadangan, seperti sel polimorfonuklear dan jaringan nekrotik. Eksudat
dapat tidak berwarna (jernih), keruh, atau berdarah.(12)
2. Transudat
Transudat adalah terbentuknya cairan pada satu sisi pleura yang melebihi
proses reabsorpsi cairan tersebut pada sisi pleura lainnya akibat dari
ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik dengan tekanan
onkotik.
Efusi pleura transudativa biasanya disebabkan oleh penyakit non-paru,
antara lain; gagal jantung kiri, sindrom nefrotik, obstruksi vena cava
superior, dan asites pada sirosis hati. Transudat umumnya tidak berwarna
(jernih).
Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui
pengukuran kadar laktat dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan
pleura. Efusi pleura dikatakan transudat jika memenuhi dua dari tiga kriteria
berikut ini:(3,15)
- Rasio kadar protein cairan efusi pleura/kadar protein serum < 0,5
- Rasio kadar LDH cairan efusi pleura/kadar LDH serum < 0,6
- Kadar LDH cairan efusi pleura <2/3 dari batas atas nilai normal LDH
serum
Jika angka tersebut terlampaui, efusi pleura termasuk jenis eksudat. Akan
tetapi, kriteria Light masih dapat menyesatkan, misalnya transudat
dikatakan eksudat. Untuk hal ini, harus diperiksa perbedaan kandungan
albumin pada serum dengan kandungan albumin pada cairan pleura. Jika
perbedaannya melebihi 1,2 gram per 100 mL, cairan pleura termasuk
transudat.
Secara kasar dapat dikatakan transudat jika kadar proteinnya <3 gram/100
mL dan berat jenisnya <1,016, sedangkan efusi pleura dikatakan eksudat
jika kadar proteinnya >3 gram/100 mL dan berat jenisnya >1,016.(12)
Selain itu, jika satu atau lebih kriteria eksudatif terpenuhi dan pasien secara
klinis dianggap memiliki kondisi yang menghasilkan efusi transudatif,
perbedaan antara tingkat protein dalam serum dan cairan pleura harus
10

diukur. Jika gradien ini > 31 g / L (3,1 g / dL), kategorisasi eksudatif dengan
kriteria ini dapat diabaikan karena hampir semua pasien tersebut memiliki
efusi pleura transudatif.(1)

2.5 Patofisiologi

Pleura terdiri atas suatu lapisan parietal yang menerima darah dari arteri
sistemik dan lapisan viseral yang menerima darah dari sistem arteri pulmonalis.
Diantara kedua lapisan pleura tersebut terdapat cairan pleura yang berfungsi untuk
melicinkan dan mengurangi gesekan pleura parietal dan viseral selama gerakan
nafas terjadi. Cairan pleura dalam keadaan normal dibentuk melalui proses filtrasi
di pembuluh darah kapiler sebanyak 10-20 cc per hari. Cairan pleura akan selalu
diproduksi dalam jumlah tetap apabila terdapat keseimbangan antara proses
produksi oleh pleura viseralis dengan proses reabsorpsi oleh pleura parietalis dan
sistem limfatik. Proses produksi dan reabsorpsi tersebut terjadi melalui proses
pertukaran pada dinding kapiler.(17)
Proses pertukaran pada dinding kapiler terjadi dalam dua cara, yaitu difusi
pasif menuruni gradien konsentrasi yang merupakan mekanisme utama untuk
pertukaran zat-zat terlarut dan bulk flow yang merupakan mekanisme untuk
menentukan distribusi volume cairan ekstra seluler (CES) antara kompartemen
vaskular (plasma) dengan cairan interstisium sehingga mekanisme bulk flow yang
memiliki peranan penting dalam keseimbangan cairan pleura. Bulk flow adalah
proses terjadinya filtrasi suatu volume plasma bebas protein yang kemudian
bercampur dengan cairan interstisium untuk selanjutnya direabsorpsi kembali.
Dinding kapiler memiliki fungsi sebagai penyaring dengan pori berisi air yang
dapat dialiri oleh cairan plasma. Ketika tekanan di dalam kapiler melebihi tekanan
di luar maka cairan terdorong ke luar melalui pori dalam suatu proses yang
dikenal sebagai ultrafiltrasi. Sebagian protein plasma tetap tertahan di bagian
dalam selama proses ini berlangsung karena efek filtrasi pori (bahan besar tak
larut lemak seperti protein plasma tidak dapat menembus pori yang berisi air)
sehingga filtrat yang dihasilkan adalah suatu plasma bebas protein. Ketika tekanan
di luar kapiler melebihi tekanan di dalam maka cairan terdorong masuk dari cairan
interstisium ke dalam kapiler melalui pori kembali yang dikenal sebagai
reabsorpsi.(18)
11

Cairan di rongga pleura jumlahnya tetap karena adanya keseimbangan


antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Keadaan
ini dapat dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis
pleura parietalis sebesar 9 cm H₂O dan tekanan koloid osmotik pleura viseralis 10
cm H₂O. Cairan pleura terakumulasi ketika pembentukan cairan pleura lebih besar
dari absorbsi cairan pleura. Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang
cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis.
Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan
hidrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap
kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%)
mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter
seharinya.(13)
Efusi pleura terjadi akibat akumulasi cairan pleura abnormal yang secara
garis besar dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu:(10,11)
1. Pembentukan cairan pleura yang berlebih
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler (peradangan
dan neoplasma), peningkatan tekanan hidrostatik (gagal jantung kiri), dan
penurunan tekanan intrapleura (atelektasis).
2. Penurunan kemampuan reabsorpsi
Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan tekanan osmotik koloid darah
(hipoalbumin) dan sumbatan pembuluh limfe. Terjadinya efusi pleura pada
kanker paru yaitu dengan menumpuknya sel tumor akan meningkatkan
permeabilitas pleura terhadap air dan protein, adanya massa tumor
mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah vena dan getah bening,
sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkan cairan dan protein.
Adanya gangguan reabsorbsi cairan pleura melalui obstruksi aliran limfe
mediastinum yang mengalirkan cairan pleura parietal, sehingga terkumpul
cairan eksudat dalam rongga pleura. Dengan adanya kanker paru membuat
infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul hipoproteinemia yang
dapat menyebabkan efusi pleura. Terjadi ketidakseimbangan, dalam hal ini
terjadi penurunan protein plasma dalam arteri bronkiolus, vena bronkiolus,
vena pulmonalis dan pembuluh limfe akan menyebabkan transudasi cairan
12

ke dalam cavum pleura, cairan akan terkumpul di dalam cavum pleura yang
merupakan dasar dari terjadinya efusi pleura.(10,11)
2.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari efusi pleura sangat bervariasi dan seringkali


berhubungan dengan proses penyakit yang mendasarinya. Nyeri dada dikarenakan
proses inflamasi pleura (infeksi pleura, mesotelioma, infark pulmonal). Sesak
dapat timbul karena penimbunan cairan dalam rongga pleura yang akan
memberikan kompresi patologis pada paru sehingga ekspansinya terganggu.
Batuk pada efusi pleura mungkin disebabkan oleh rangsangan pada pleura oleh
karena cairan pleura yang berlebihan, proses inflamasi, ataupun massa pada paru-
paru.(7,18) Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan efusi pleura dapat
menunjukkan beragam interpretasi yang tergantung dari jumlah volume cairan
efusi pleura. Pada umumnya, efusi <300 ml tidak dapat dideteksi dan tidak
menunjukkan interpretasi apapun, sedangkan pada efusi pleura dengan jumlah
cairan >300 ml dapat ditemukan bunyi redup pada perkusi, penurunan pergerakan
pada salah satu dinding dada (gerakan dinding dada asimetris), melemah sampai
hilangnya stem fremitus, penurunan sampai hilangnya suara pernafasan, dada
tampak cembung, dan ruang antar iga yang melebar dan mendatar.(7,18)
Cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian
medial. Pada foto thoraks posterior anterior (PA), terdapat gambaran kesuraman
pada hemithoraks yang terkena efusi, konsolidasi homogen dan meniskus, sinus
costophrenicus tumpul, perdorongan trakea dan mediastinum ke sisi yang
berlawanan, serta permukaan cairan minimal yang dapat terlihat pada foto thoraks
PA adalah 175-200 ml. Bila cairan kurang dari 200 ml (75-100 ml) dapat
ditemukan gambaran pengisian cairan di sinus costophrenicus posterior pada foto
thoraks lateral. Foto thoraks lateral dapat mengetahui lokasi efusi pleura, di depan
atau di belakang tubuh.(7,18)
2.7 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan


fisik yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan
analisa cairan pleura. Dari anamnesa didapatkan sesak nafas, rasa berat pada dada,
13

berat badan menurun pada neoplasma, batuk berdarah pada karsinoma bronchus
atau metastasis, demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empilema,
dan ascites pada sirosis hepatis.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit) dinding dada lebih
cembung dan gerakan tertinggal, vokal fremitus menurun, perkusi dull sampal
flat, bunyi pernafasan menurun sampai menghilang, dan pendorongan
mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada treakhea.
Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub, apabila terjadi
atelektasis kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas
bronkus.
Nyeri Dada Pada Pleuritis
Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan
diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif,
nyeri dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan
dari nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya
pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain:
- Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi
oleh G. Nervuis intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada
dan abdomen.
- Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus
menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.
Foto thoraks
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat
dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan
daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak sudut kostrofrenikus
menumpul. Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral dekubitus, cairan bebas
akan mengikuti posisi gravitasi.
Torakosintesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan
pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath
14

nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500
cc pada setiap aspirasi. Untuk diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan:
- Warna cairan. Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-
santrokom).
- Biokimia. Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat.
- Sitologi. Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila
ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
 Sel neutrofil: pada infeksi akut
 Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma
maligna).
 Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
 Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
 Sel giant: pada arthritis rheumatoid
 Sel maligna: pada paru/metastase.
- Bakteriologi. Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat
mengandung mikroorganisme berupa kuman aerob atau anaerob.
Paling sering pneumokokus, E.coli, klebsiela, pseudomonas,
enterobacter.
Biopsi Pleura
Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan
tumor pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran
infeksi atau tumor pada dinding dada.
2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding efusi pleura dapat berupa efusi pleura yang disebabkan
oleh neoplasma, infeksi, dan imunologik.
2.9 Tatalaksana

Tujuan penatalaksanaan efusi pleura terlebih dahulu meringankan gejala


simptomatik dengan cara mengeluarkan akumulasi cairan dari cavum pleura dan
menangani penyebab efusi pleura. Namun untuk mengembalikan fungsi tekanan
negatif dan menghilangkan isi abnormal di dalam cavum pleura dengan cepat
dapat dilakukan terapi sebagai berikut:(16)
15

1. Water Seal Drainage (tube thoracostomy)


Modalitas terapi yang bekerja dengan menghubungkan cavum pleura yang
berisi cairan abnormal dengan botol perangkat WSD yang nantinya akan
menarik keluar isi cairan abnormal yang ada di dalam cavum pleura dan
mengembalikan cairan pleura seperti semula serta mengurangi kompresi
terhadap paru yang tertekan hingga akhirnya paru akan mengembang
kembali.(7,16)

Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut:


a. Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea
aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis.
b. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar
kurang lebih 2 cm sampai subkutis. Dibuat satu jahitan matras untuk
mengikat selang.
c. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai
mendapatkan pleura parietalis.
d. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian trokar
ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks.
e. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat
dengan kasa dan plester.
f. Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang
dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang
16

diletakkan dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari
luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura.
g. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang.
Untuk memastikan dilakukan foto toraks.
h. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan
paru telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.(16)
2. Thorakosintesis
Modalitas terapi yang bekerja dengan cara melakukan aspirasi
menggunakan jarum yang ditusukkan pada linea axillaris media spatium
intercostalis VI. Aspirasi dilakukan dengan menggunakan jarum dan spuit
atau dapat juga menggunakan kateter dengan batas maksimal 1000-1500 cc
untuk menghindari komplikasi re-ekspansi edema pulmonum dan
pneumothoraks akibat terapi.(8)
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis,
aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat
dilakukan sebagai berikut:(8,10)
- Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan
pada penderita dalam posisi tidur terlentang.
- Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di
daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di
bawah batas suara sonor dan redup.
- Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan
jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya
disebabkan karena penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai
diafragma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum
tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura
parietalis tebal.
- Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada
setiap aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat
pengembangan paru secara mendadak. Selain itu pengambilan cairan dalam
17

jumlah besar secara mendadak menimbulkan reflex vagal, berupa batuk,


bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi.
3. Pleurodesis
Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang dimasukkan
ke dalam rongga pleura.Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura
parietalis, merupakan penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan.
Efektifitas dari bahan ini tergantung pada kemampuan untuk menimbulkan
fibrosis dan obliterasi kapiler pleura. Bahan-bahan yang dapat dipergunakan
untuk keperluan pleurodesis ini yaitu : Bleomisin, Adriamisin,
Siklofosfamid, ustard, Thiotepa, 5Fluro urasil, perak nitrat, talk,
Corynebacterium parvum dan tetrasiklin. Tetrasiklin merupakan salah satu
obat yang juga digunakan pada pleurodesis, harga murah dan mudah didapat
dimana-mana. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar masukkanlah
tetrasiklin sebanyak 500 mg yang sudah dilarutkan dalam 20-30 ml larutan
garam fisiologis ke dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti segera dengan
10 ml larutan garam fisiologis untuk pencucian selang dada dan 10 ml
lidokain 2% untuk mengurangi rasa sakit atau dengan memberikan golongan
narkotik 1-1,5 jam sebelum dilakukan pleurodesis. Kemudian kateter diklem
selama 6 jam, ada juga yang melakukan selama 30 menit dan selama itu
posisi penderita diubah-ubah agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh rongga
pleura. Bila dalam 24-48 jam cairan tidak keluar lagi selang dada dicabut.
(3,15)
2.10 Prognosis

Prognosis dari efusi pleura adalah baik jika dapat dideteksi lebih dini dan
cairannya dikeluarkan dengan segera.
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. B
Usia : 74 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kluet Utara
Tanggal Masuk : 12 Maret 2021
Tanggal Periksa : 12 Maret 2021

3.2 Anamnesis

Autoanamnesa
 Keluhan Utama : Sesak napas
 Keluhan Tambahan :-
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Telah diperiksa seorang pasien berumur 74 tahun dengan jenis kelamin laki-
laki pada tanggal 12 Maret 2021. Pasien datang dengan keluhan sesak nafas
sejak 1 bulan yang lalu. Sesak nafas timbul dengan aktivitas ringan. Sesak
tidak dipengaruhi cuaca dan debu. Sesak nafas tidak disertai suara mengi.
Batuk berdahak sejak 3 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 bulan ini.
Batuk berdahak berwarna kuning dan sulit dikeluarkan. Nyeri dada tidak
ada. Riwayat demam ada, demam hilang timbul, penurunan nafsu makan
disertai penurunan berat badan ada pad pasien, terdapat riwayat keringat
malam, mual dan muntah tidak ada, BAB dan BAK dalam batas normal.
 Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat TB paru, Asma, DM,
 Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien tidak ada mengeluhkan keluhan yang sama dengan pasien.

18
19

 Riwayat Pemakaian Obat :


Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan inhaler, OAT, HT dan DM
 Riwayat Kebiasaan Sosial :
Pasien merokok sejak usia 18 tahun dengan riwayat merokok 2 bungkus per
harii dan baru berhenti beberapa tahun yang lalu.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 140/90 mmHg
HR : 98 x/i
RR : 32 x/i
T : 37 oC
Status Generalis
Keadaan umum : Sedang
Kulit : Pucat (-), ikterus (-)
Kepala : Normocephali, rambut hitam sukar dicabut terdistribusi
merata
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Normotia, sekret (-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
Mulut : Simetris, mukosa bibir kering (-), sianosis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax
Inspeksi : Simetris statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sulit dinilai
Perkusi : Redup / Sonor
Auskultasi : Vesikuler (↓/↓), ronkhi (-/-), wheezing (+/-)

Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus kordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi ictus kordis teraba di ics 5 midclavikula sinistra
Pekusi : Batas jantung normal, tidak ada pembesaran
20

Auskultasi : BJ I> BJ II reguler, bising (-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris (+), distensi (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium, pembesaran organ setempat (-)
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Peristaltik (+)
Genitalia : Tidak diperiksa
Anus : Tidak diperiksa

Superior Inferior
Ekstremitas
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis - - - -
Edema - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium
Hematologi 12-03-2021 Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 6.3 12,0-15,0 g/dL


Hematokrit 16.6 37-47 %
Eritrosit 2.19 4,2-5,4 106/mm3
Leukosit 10.3 4,5-10,5 103/mm3
Trombosit 157 150-450 103/mm3
GDS 94 <200 mg/dL
Na 130 132-147 mmol/L
K 2.1 3,6-6,1 mmol/L
Cl 92 95-116 mmol/L
SGOT 97 <35 U/L
SGPT 80 <45 U/L
Ureum 101 13-43 mg/dL
Kreatinin 3.1 0,67-1,17 mg/dL
21

Pemeriksaan Radiologi (12/03/2021)


Foto Thorax PA

Kesimpulan : - Efusi Pleura Dextra

3.5 Diagnosis Banding


 Efusi pleura Dextra ec dd/
o Malignansi
o Infeksi non spesifik
 PPOK Eksaserbasi
3.6 Diagnosis Kerja
 Efusi pleura Dextra ec dd/
o Malignansi
o Infeksi non spesifik
 PPOK Eksaserbasi

3.7 Terapi
- O2 3 L/menit NK
- IVFD NaCl 0.9% 15gtt/i
- Inj Meropenem 1gr/12jam
- Inj Omeprazole 1vial/12jam
- Inj Dexamethason 1amp/8jam
- Inj Ondansetron 1amp/8jam
- Sucralfat syr 3x2C
22

- Ambroxol syr 3x2C


- Nebul combiven 1 resp / 8 jam
- Nebul pulmicort 1 resp / 12 jam

3.8 Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
BAB IV
ANALISA KASUS

Telah diperiksa seorang pasien berumur 74 tahun dengan jenis kelamin laki-
laki pada tanggal 12 Maret 2021. Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak
1 bulan yang lalu. Sesak nafas timbul dengan aktivitas ringan. Sesak tidak
dipengaruhi cuaca dan debu. Sesak nafas tidak disertai suara mengi. Batuk
berdahak sejak 3 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 bulan ini. Batuk berdahak
berwarna kuning dan sulit dikeluarkan. Nyeri dada tidak ada. Riwayat demam
ada, demam hilang timbul, penurunan nafsu makan disertai penurunan berat badan
ada pad pasien, terdapat riwayat keringat malam, mual dan muntah tidak ada,
BAB dan BAK dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak pergerakan dinding dada
simetris, juga didapatkan fremitus taktil sulit dinilai, perkusi terdengar redup dan
auskultasi terkesan vesikuler melemah. Hal ini dapat disebabkan karena di antara
dinding dada dan parenkim paru dipisahkan oleh cairan, sehingga transmisi suara
perkusi maupun auskultasi terganggu. Tingkat gangguan transmisi suara
tergantung pada jumlah cairan di dalam rongga pleura. Jika jumlah cairan pleura
kurang dari 300 mL, cairan ini belum menimbulkan gejala pada pemeriksaan
fisik. Jika jumlah cairan melebihi 300 mL, sehingga ditemukan gejala berupa
gerak dada yang melambat atau terbatas saat inspirasi pada sisi yang mengandung
akumulasi cairan yaitu sisi sebelah kiri. Fremitus taktil juga berkurang pada paru
yang mengandung cairan. Suara perkusi menjadi redup dan suara napas pada
auskultasi terdengar melemah walaupun sifatnya masih vesikuler.(7)
Pertimbangan diagnostik awal pada efusi pleura adalah membedakan
transudat dari eksudat. Tes yang umumnya dilakukan diajukan oleh Light dkk
telah menjadi standar kriteria untuk menentukan apakah suatu cairan pleura
tersebut transudate atau eksudat.(22) cairan pleura dianggap eksudat apabila
ditemukan rasio protein cairan pleura dan serum > 0.5 ; rasio kadar LDH cairan
pleura dan serum >0.6 ; kadar LDH cairan pleura lebih dari dua per tiga batas atas
serum normal.(7)

26
27

Kriteria lain memerlukan pengukuran serentak cairan pleura dan serum


protein dan LDH. Namun, studi meta-analisis dari 1448 pasien menyarankan
bahwa gabungan pengukuran cairan pleura mungkin memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang sebanding dengan kriteria dari Light dkk untuk membedakan
transudat dari eksudat (23):
 Kadar LDH cairan pleura >0,45 dari nilai normal batas atas serum LDH
 Kadar kolestrol cairan pleura >45 mg/dL
 Kadar protein cairan pleura >2.9 g/dL
Kriteria dari Light dkk dan kriteria alternatif ini mengidentifikasi hampir semua
eksudat dengan benar, tetapi ada kemungkinan kesalahan mengklasifikasi sebesar
20-25% transudat sebagai eksudat, biasanya pada pasien dengan terapi diuretik
jangka panjang untuk gagal jantung kongestif (karena efek konsentrasi diuresis
pada kadar protein dan LDH dalam ruang pleura).(24) Dengan menggunakan
kriteria konsentrasi serum dikurangi konsentrasi protein pleura < 3,1 gr/dL,
dibandingkan rasio cairan serum dan pleura >0.5, didapatkan lebih tepat
mengidentifikasi eksudat pada pasien ini.(25)
Meskipun albumin cairan pleura tidak biasanya diukur, gradien albumin
serum ke albumin cairan pleura kurang dari 1,2 gr/dL juga dapat mengidentifikasi
eksudat pada pasien efusi.(26) Selisih albumin serum dan albumin cairan pleura
pada pasien dalam kasus ini yaitu 0,88 gr/dL sehingga menunjukan bahwa cairan
efusi pada pasien ini eksudatif.
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa terapi medikamentosa nebule
combivent 1 resp/8 jam dan nebule fulmicort 1 resp/12 jam untuk mengurangi
rasa sesak.
Sedangkan terapi non-medikamentosa dilakukan punksi pleura. Cairan dari
efusi pleura dikeluarkan dengan melakukan aspirasi menggunakan jarum yang
ditusukkan pada linea axillaris media spatium intercostalis VI. Aspirasi dilakukan
dengan menggunakan jarum dan spuit atau dapat juga menggunakan kateter
dengan batas maksimal 1000-1500cc.(8)
28

BAB V
KESIMPULAN

Efusi pleura merupakan penumpukan cairan di dalam rongga pleura. Dalam


keadaan normal, rongga pleura diisi cairan yang berfungsi mempermudah
pergerakan paru di rongga dada selama bernapas. Jumlah cairan melebihi volume
normal dapat disebabkan oleh kecepatan produksi cairan di lapisan pleura parietal
yang melebihi kecepatan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe dan pembuluh
darah mikropleura viseral.
Keadaan ini dapat mengancam jiwa karena cairan yang menumpuk tersebut
dapat menghambat pengembangan paru-paru sehingga pertukaran udara
terganggu. Banyak penyakit yang mungkin mendasari terjadinya efusi pleura
diantaranya kebanyakan disebabkan oleh keganasan dan tuberkulosis. Penyakit
lain yang mungkin mendasari terjadinya efusi pleura antara lain gagal jantung
kongestif, pneumonia, empiema toraks serta sirosis hepatis.
Upaya untuk penatalaksanaan berfokus pada penyebab dari efusi pleura,
namun pada keadaan emergensi maka dilakukan pengeluaran cairan efusi pleura
dengan cara pemasangan WSD dan thorakosintesis.
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Diaz, Gusman E, Dweik RA. Diagnostik and Management of Pleural


Effusion: a Practical Approach. Compr Ther. 2007.
2. Masyhudi, Fatah S, Saktini. Hubungan Jumlah Volume Drainase Water
Sealed Drainage dengan Kejadian Udema Pulmonum Re-Ekspansi pada
Pasien Efusi Pleura Masif. Jurnal Media Medika Muda. 2014.
3. DeBiasi EM. Pisani MA. Murphy TE. Araujo K. Kookolis A. Argento AC,
et al. Mortality Among Patients with Pleural Effusion Undergoing
Thoracentesis. Eur Respir J. 2015; 46(2): 495-502.
4. Gapi, Madhavan SM, Shama SK, Sahn S. Diagnosis and treatment of
tuberculosis pleural effusion in 2006. Chest 2007;131(13):880-9.
5. Light RW. Update on tuberculos pleural effusion. Respiology 2010;15:451-
8.
6. Warqah Helmi. Profil Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2016. Dinkes
Aceh.
7. Boka, Rubins, Manning, Peters. Pleural Effusions. 2017. Available from
URL : http://emedicine.medscape.com/article/299959-overview.
8. Hanley M, W elsh C. Current diagnosis & treatment in pulmonary
medicine New York: McGraw-Hill Companies; 2003.
9. Mandovra N, Vaidya PJ, Chhajed PN. Current approaches to tuberculous
pleural effusion. Astrocyte 2017;4:87-93.
10. Mcgrath E, Anderson P. Diagnosis of Pleural Effusion, a Systematic
Approach. American Journal of Critical Care. 2011; 2(20): p. 119-27.
11. Surjanto E, Sutanto Y, Aptridasari J, Leonardo. Penyebab Efusi Pleura
pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit. Jurnal Respi Indo. 2014 April;
2(32): p. 102-8.
12. Parcel , Light. Pleural Effusions. 2013 February: p. 29-57.
13. Djojodibroto D. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC; 2014.
14. Sherwood L. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. 6th ed. N Y, editor.
Jakarta: EGC; 2012.
15. Guyton A, Hall J. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. LY R, editor.
Jakarta: EGC; 2012.
16. Lango D, Fauxi A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: Hill Companies; 2012.
30

17. Sabiston D. Kelainan Pleura dan Empiema. In Buku Ajar Bedah. Jakarta:
Penerbit buku Kedokteran EGC; 2012. p. 665-66.
18. Melinda G. Lantu. Gambaran foto toraks pad efusi pleura di Bagian/SMF
Radiologi FK Unsrat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode
November 2014 – Oktober 2015.
19. Golden MP, Vikram HR. Extrapulmonary tuberculosis: An overview. Am
Fam Physician 2005;72:1761-8.
20. Jeremy ea. Penyakit Pleura. At a Glance Sistem respirasi. 2nd ed. Jakarta :
EMS; 2008.
21. Na MJ. Diagnostic tools of pleural effusion. Tuberc Respir Dis.
2014;76:199-210.
22. Light RW, Macgregor MI, Luchsinger PC, Ball WC Jr. Pleural effusions:
the diagnostic separation of transudates and exudates. Ann Intern Med.
1972 Oct. 77(4):507-13.
23. Heffner JE, Brown LK, Barbieri CA. Diagnostic value of tests that
discriminate between exudative and transudative pleural effusions. Primary
Study Investigators. Chest. 1997 Apr. 111(4):970-80.
24. Light RW. Use of pleural fluid N-terminal-pro-brain natriuretic peptide and
brain natriuretic peptide in diagnosing pleural effusion due to congestive
heart failure. Chest. 2009 Sep. 136(3):656-8.
25. Romero-Candeira S, Fernandez C, Martin C, Sanchez-Paya J, Hernandez L.
Influence of diuretics on the concentration of proteins and other
components of pleural transudates in patients with heart failure. Am J Med.
2001 Jun 15. 110(9):681-6.
26. Burgess LJ. Biochemical analysis of pleural, peritoneal and pericardial
effusions. Clin Chim Acta. 2004 May. 343(1-2):61-84.

Anda mungkin juga menyukai