EFUSI PLEURA
Disusun Oleh:
dr. M. Rizki Ramadhan
Pembimbing:
dr. Gajah Nauli Dalimunthe
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah
menciptakan manusia dengan akal dan budi, kehidupan yang patut penulis
syukuri, keluarga yang mencintai dan teman-teman yang penuh semangat, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi
kasus ini. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi besar
Muhammad Saw, atas semangat perjuangan dan panutan bagi ummatnya.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh
dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman
akan penulis terima dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan
pembelajaran dan bekal di masa mendatang.
Penulis
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................3
2.1 Definisi.....................................................................................................3
2.2 Anatomi dan Fisiologi Pleura...................................................................3
2.3 Etiologi.....................................................................................................5
...........................................................................................................................................
2.4 Klasifikasi.................................................................................................8
2.5 Patofisiologi..............................................................................................10
2.6 Manifestasi Klinis.....................................................................................12
2.7 Diagnosis..................................................................................................12
2.8 Diagnosis Banding....................................................................................14
2.9 Tatalaksana...............................................................................................14
2.10 Prognosis...................................................................................................17
BAB III LAPORAN KASUS..........................................................................................18
3.1 Identitas Pasien.........................................................................................18
3.2 Anamnesis.................................................................................................18
3.3 Pemeriksaan Fisik.....................................................................................19
3.4 Pemeriksaan Penunjang............................................................................20
3.5 Diagnosis Banding....................................................................................24
3.6 Diagnosis Kerja........................................................................................24
3.7 Terapi........................................................................................................25
3.8 Planning....................................................................................................25
3.9 Prognosis...................................................................................................25
BAB IV ANALISA KASUS............................................................................................31
BAB V KESIMPULAN.................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................34
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
eksudat dominan limfositik dan konsentrasi protein pleura yang lebih besar dari 5
g/dL). Analisis cairan pleura untuk mendeteksi basil asam memiliki sensitivitas
<5% dan kultur TB cairan pleura memiliki sensitivitas 10-20%. Ada penanda
pengganti tertentu yang dapat berguna dalam mendiagnosis TB pleura. Oleh
karena itu, penulis tertarik mengambil kasus ini untuk mempelajari lebih dalam
mengenai efusi pleura yang disebabkan oleh infeksi TB.(9)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kavum thoraks adalah ruangan bagian tubuh yang terletak di antara leher
dan abdomen, dibatasi oleh sternum dan costa bagian depan didepannya, columna
vertebralis di belakang, lengkung costa di lateral, apertura thoraks superior diatas
dan diafragma dibawah. Di dalam kavum thoraks terdapat: kavum pleura (paru -
paru kanan dan kiri beserta pleuranya masing-masing) dan mediastinum.(12)
Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru.
Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler
limfa dan kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel
(terutama fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis
mesotel. Pleura merupakan membran tipis, halus, dan licin yang membungkus
dinding thoraks dan permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini mengandung
kolagen dan jaringan elastis.(13)
3
4
parietal, atau rongga peritoneal) atau bila ada penurunan absorbs cairan pleura
oleh limfatik.(1)
a. Infeksi
Infeksi merupakan penyebab efusi pleura eksudstif. Mikroorganisme
penyebabnya dapat berupa bakteri, virus, mikoplasma, atau mikobakterium.
Efusi pleura eksudatif jarang disebabkan oleh bakteri penyebab pneumonia
akut. Pada pasien di klinik, hanya 5% kasus efusi pleura yang disebabkan
oleh pneumokokus pneumonia, jumlah cairan efusinya sedikit dan sifatnya
sesaat. Efusi seperti ini disebut efusi parapneumonik karena bakterinya
sendiri tidak perlu masuk ke dalam rongga pleura untuk menyebabkan
terjadinya efusi pleura. Efusi pleura eksudatif yang mengandung
mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta dengan nanah disebut
empiema.(1)
Efusi pleura karenaa infeksi tuberkulosis paru biasanya disebabkan oleh
defek primer sehingga berkembang menjadi pleuritis eksudativa
tuberkulosa. Pergesekan antara kedua pleura yang meradang akan
menyebabkan nyeri. Bila cairan lebih banyak, pergeseran kedua pleura tidak
lagi menimbulkan nyeri. Suhu badan mungkin hanya subfebril, kadang ada
demam. Diagnosis pleuritis tuberkulosa eksudativa ditegakkan dengan
pungsi untuk pemeriksaan kuman basil tahan asam dan, jika perlu dengan
torakskopi untuk biopsi pleura.(3,15)
Efusi pleura karena tuberkulosis paru selalu bersifat unilateral, tampak
seperti transudat, tetapi jika diperiksa, terbukti berupa eksudat dengan kadar
glukosa rendah, leukosit berjumlah 1000-2000/mL, dengan dominasi
limfosit, kadang-kadang ditemukan sel mesotel (2%), dan sel neutrofil
ditemukan pada awal perjalanan penyakit. Mikobakterium jarang ditemukan
pada pemeriksaan mikroskopik langsung, sedangkan pada pemeriksaan
kultur hanya 25% yang positif. Banyak efusi yang dapat sembuh dengan
sendirinya. Akan tetapi, efusi yang menimbulkan gejala memerlukan terapi
torakosintesis.
Pada penanganan, selain diperlukan tuberkulostatik, diperlukan juga
istirahat dan kalau perlu pemberian analgesik. Pungsi dilakukan bila cairan
7
metastasis berasal dari kanker payudara, paru dan limfoma malignum, tetapi
juga kanker lain tidak jarang merupakan sumber keganasan pleura.(16)
Gagal jantung kongestif akan menyebabkan bendungan vena sehingga
cairan ke luar dari kapiler vena dan timbul efusi pleura. Demikian juga pada
perikarditis konstriktiva yang akan berakibat bendungan vena sistemik
karena yang tertekan adalah v.kava superior dan v. kava inferior.(11,12)
Hipertensi portal dan hipoalbuminemia pada gagal ginjal hati, sindroma
nefrosis karena gagal ginjal dan udem seluruh tubuh (miksedema) pada
hipotiroidisme juga biasanya disertai efusi pleura. Kilotoraks merupakan
penyulit cedera duktus toraksikus.(11,15)
Patogenesis efusi pleura pada tumor jinak ovarium (Meigs) tidak diketahui
pasti. Mungkin terjadi bendungan limfe atau bendungan aliran cairan
melalui lobang diafragma. Pada infark paru biasanya terjadi radang sebagai
reaksi terhadap jaringan nekrosis, tetapi tidak tertutup kemungkinan adanya
infeksi sekunder.(7,17)
2.4 Klasifikasi
diukur. Jika gradien ini > 31 g / L (3,1 g / dL), kategorisasi eksudatif dengan
kriteria ini dapat diabaikan karena hampir semua pasien tersebut memiliki
efusi pleura transudatif.(1)
2.5 Patofisiologi
Pleura terdiri atas suatu lapisan parietal yang menerima darah dari arteri
sistemik dan lapisan viseral yang menerima darah dari sistem arteri pulmonalis.
Diantara kedua lapisan pleura tersebut terdapat cairan pleura yang berfungsi untuk
melicinkan dan mengurangi gesekan pleura parietal dan viseral selama gerakan
nafas terjadi. Cairan pleura dalam keadaan normal dibentuk melalui proses filtrasi
di pembuluh darah kapiler sebanyak 10-20 cc per hari. Cairan pleura akan selalu
diproduksi dalam jumlah tetap apabila terdapat keseimbangan antara proses
produksi oleh pleura viseralis dengan proses reabsorpsi oleh pleura parietalis dan
sistem limfatik. Proses produksi dan reabsorpsi tersebut terjadi melalui proses
pertukaran pada dinding kapiler.(17)
Proses pertukaran pada dinding kapiler terjadi dalam dua cara, yaitu difusi
pasif menuruni gradien konsentrasi yang merupakan mekanisme utama untuk
pertukaran zat-zat terlarut dan bulk flow yang merupakan mekanisme untuk
menentukan distribusi volume cairan ekstra seluler (CES) antara kompartemen
vaskular (plasma) dengan cairan interstisium sehingga mekanisme bulk flow yang
memiliki peranan penting dalam keseimbangan cairan pleura. Bulk flow adalah
proses terjadinya filtrasi suatu volume plasma bebas protein yang kemudian
bercampur dengan cairan interstisium untuk selanjutnya direabsorpsi kembali.
Dinding kapiler memiliki fungsi sebagai penyaring dengan pori berisi air yang
dapat dialiri oleh cairan plasma. Ketika tekanan di dalam kapiler melebihi tekanan
di luar maka cairan terdorong ke luar melalui pori dalam suatu proses yang
dikenal sebagai ultrafiltrasi. Sebagian protein plasma tetap tertahan di bagian
dalam selama proses ini berlangsung karena efek filtrasi pori (bahan besar tak
larut lemak seperti protein plasma tidak dapat menembus pori yang berisi air)
sehingga filtrat yang dihasilkan adalah suatu plasma bebas protein. Ketika tekanan
di luar kapiler melebihi tekanan di dalam maka cairan terdorong masuk dari cairan
interstisium ke dalam kapiler melalui pori kembali yang dikenal sebagai
reabsorpsi.(18)
11
ke dalam cavum pleura, cairan akan terkumpul di dalam cavum pleura yang
merupakan dasar dari terjadinya efusi pleura.(10,11)
2.6 Manifestasi Klinis
berat badan menurun pada neoplasma, batuk berdarah pada karsinoma bronchus
atau metastasis, demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empilema,
dan ascites pada sirosis hepatis.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit) dinding dada lebih
cembung dan gerakan tertinggal, vokal fremitus menurun, perkusi dull sampal
flat, bunyi pernafasan menurun sampai menghilang, dan pendorongan
mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada treakhea.
Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub, apabila terjadi
atelektasis kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas
bronkus.
Nyeri Dada Pada Pleuritis
Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan
diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif,
nyeri dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan
dari nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya
pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain:
- Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi
oleh G. Nervuis intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada
dan abdomen.
- Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus
menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.
Foto thoraks
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat
dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan
daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak sudut kostrofrenikus
menumpul. Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral dekubitus, cairan bebas
akan mengikuti posisi gravitasi.
Torakosintesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan
pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath
14
nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500
cc pada setiap aspirasi. Untuk diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan:
- Warna cairan. Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-
santrokom).
- Biokimia. Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat.
- Sitologi. Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila
ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
Sel neutrofil: pada infeksi akut
Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma
maligna).
Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
Sel giant: pada arthritis rheumatoid
Sel maligna: pada paru/metastase.
- Bakteriologi. Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat
mengandung mikroorganisme berupa kuman aerob atau anaerob.
Paling sering pneumokokus, E.coli, klebsiela, pseudomonas,
enterobacter.
Biopsi Pleura
Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan
tumor pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran
infeksi atau tumor pada dinding dada.
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding efusi pleura dapat berupa efusi pleura yang disebabkan
oleh neoplasma, infeksi, dan imunologik.
2.9 Tatalaksana
diletakkan dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari
luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura.
g. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang.
Untuk memastikan dilakukan foto toraks.
h. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan
paru telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.(16)
2. Thorakosintesis
Modalitas terapi yang bekerja dengan cara melakukan aspirasi
menggunakan jarum yang ditusukkan pada linea axillaris media spatium
intercostalis VI. Aspirasi dilakukan dengan menggunakan jarum dan spuit
atau dapat juga menggunakan kateter dengan batas maksimal 1000-1500 cc
untuk menghindari komplikasi re-ekspansi edema pulmonum dan
pneumothoraks akibat terapi.(8)
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis,
aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat
dilakukan sebagai berikut:(8,10)
- Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan
pada penderita dalam posisi tidur terlentang.
- Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di
daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di
bawah batas suara sonor dan redup.
- Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan
jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya
disebabkan karena penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai
diafragma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum
tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura
parietalis tebal.
- Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada
setiap aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat
pengembangan paru secara mendadak. Selain itu pengambilan cairan dalam
17
Prognosis dari efusi pleura adalah baik jika dapat dideteksi lebih dini dan
cairannya dikeluarkan dengan segera.
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. B
Usia : 74 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kluet Utara
Tanggal Masuk : 12 Maret 2021
Tanggal Periksa : 12 Maret 2021
3.2 Anamnesis
Autoanamnesa
Keluhan Utama : Sesak napas
Keluhan Tambahan :-
Riwayat Penyakit Sekarang :
Telah diperiksa seorang pasien berumur 74 tahun dengan jenis kelamin laki-
laki pada tanggal 12 Maret 2021. Pasien datang dengan keluhan sesak nafas
sejak 1 bulan yang lalu. Sesak nafas timbul dengan aktivitas ringan. Sesak
tidak dipengaruhi cuaca dan debu. Sesak nafas tidak disertai suara mengi.
Batuk berdahak sejak 3 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 bulan ini.
Batuk berdahak berwarna kuning dan sulit dikeluarkan. Nyeri dada tidak
ada. Riwayat demam ada, demam hilang timbul, penurunan nafsu makan
disertai penurunan berat badan ada pad pasien, terdapat riwayat keringat
malam, mual dan muntah tidak ada, BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat TB paru, Asma, DM,
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien tidak ada mengeluhkan keluhan yang sama dengan pasien.
18
19
Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus kordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi ictus kordis teraba di ics 5 midclavikula sinistra
Pekusi : Batas jantung normal, tidak ada pembesaran
20
Abdomen
Inspeksi : Simetris (+), distensi (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium, pembesaran organ setempat (-)
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Peristaltik (+)
Genitalia : Tidak diperiksa
Anus : Tidak diperiksa
Superior Inferior
Ekstremitas
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis - - - -
Edema - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
3.7 Terapi
- O2 3 L/menit NK
- IVFD NaCl 0.9% 15gtt/i
- Inj Meropenem 1gr/12jam
- Inj Omeprazole 1vial/12jam
- Inj Dexamethason 1amp/8jam
- Inj Ondansetron 1amp/8jam
- Sucralfat syr 3x2C
22
3.8 Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
BAB IV
ANALISA KASUS
Telah diperiksa seorang pasien berumur 74 tahun dengan jenis kelamin laki-
laki pada tanggal 12 Maret 2021. Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak
1 bulan yang lalu. Sesak nafas timbul dengan aktivitas ringan. Sesak tidak
dipengaruhi cuaca dan debu. Sesak nafas tidak disertai suara mengi. Batuk
berdahak sejak 3 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 bulan ini. Batuk berdahak
berwarna kuning dan sulit dikeluarkan. Nyeri dada tidak ada. Riwayat demam
ada, demam hilang timbul, penurunan nafsu makan disertai penurunan berat badan
ada pad pasien, terdapat riwayat keringat malam, mual dan muntah tidak ada,
BAB dan BAK dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak pergerakan dinding dada
simetris, juga didapatkan fremitus taktil sulit dinilai, perkusi terdengar redup dan
auskultasi terkesan vesikuler melemah. Hal ini dapat disebabkan karena di antara
dinding dada dan parenkim paru dipisahkan oleh cairan, sehingga transmisi suara
perkusi maupun auskultasi terganggu. Tingkat gangguan transmisi suara
tergantung pada jumlah cairan di dalam rongga pleura. Jika jumlah cairan pleura
kurang dari 300 mL, cairan ini belum menimbulkan gejala pada pemeriksaan
fisik. Jika jumlah cairan melebihi 300 mL, sehingga ditemukan gejala berupa
gerak dada yang melambat atau terbatas saat inspirasi pada sisi yang mengandung
akumulasi cairan yaitu sisi sebelah kiri. Fremitus taktil juga berkurang pada paru
yang mengandung cairan. Suara perkusi menjadi redup dan suara napas pada
auskultasi terdengar melemah walaupun sifatnya masih vesikuler.(7)
Pertimbangan diagnostik awal pada efusi pleura adalah membedakan
transudat dari eksudat. Tes yang umumnya dilakukan diajukan oleh Light dkk
telah menjadi standar kriteria untuk menentukan apakah suatu cairan pleura
tersebut transudate atau eksudat.(22) cairan pleura dianggap eksudat apabila
ditemukan rasio protein cairan pleura dan serum > 0.5 ; rasio kadar LDH cairan
pleura dan serum >0.6 ; kadar LDH cairan pleura lebih dari dua per tiga batas atas
serum normal.(7)
26
27
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
17. Sabiston D. Kelainan Pleura dan Empiema. In Buku Ajar Bedah. Jakarta:
Penerbit buku Kedokteran EGC; 2012. p. 665-66.
18. Melinda G. Lantu. Gambaran foto toraks pad efusi pleura di Bagian/SMF
Radiologi FK Unsrat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode
November 2014 – Oktober 2015.
19. Golden MP, Vikram HR. Extrapulmonary tuberculosis: An overview. Am
Fam Physician 2005;72:1761-8.
20. Jeremy ea. Penyakit Pleura. At a Glance Sistem respirasi. 2nd ed. Jakarta :
EMS; 2008.
21. Na MJ. Diagnostic tools of pleural effusion. Tuberc Respir Dis.
2014;76:199-210.
22. Light RW, Macgregor MI, Luchsinger PC, Ball WC Jr. Pleural effusions:
the diagnostic separation of transudates and exudates. Ann Intern Med.
1972 Oct. 77(4):507-13.
23. Heffner JE, Brown LK, Barbieri CA. Diagnostic value of tests that
discriminate between exudative and transudative pleural effusions. Primary
Study Investigators. Chest. 1997 Apr. 111(4):970-80.
24. Light RW. Use of pleural fluid N-terminal-pro-brain natriuretic peptide and
brain natriuretic peptide in diagnosing pleural effusion due to congestive
heart failure. Chest. 2009 Sep. 136(3):656-8.
25. Romero-Candeira S, Fernandez C, Martin C, Sanchez-Paya J, Hernandez L.
Influence of diuretics on the concentration of proteins and other
components of pleural transudates in patients with heart failure. Am J Med.
2001 Jun 15. 110(9):681-6.
26. Burgess LJ. Biochemical analysis of pleural, peritoneal and pericardial
effusions. Clin Chim Acta. 2004 May. 343(1-2):61-84.